Anda di halaman 1dari 236

BAB 1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

CSR (Corporate Social Responsibility) atau biasa dikenal sebagai tanggung


jawab sosial korporasi adalah bentuk tanggung jawab perusahaan tidak hanya
kepada pelanggan, pekerja, lingkungan, tetapi juga komunitas lokal (Maimunah,
2009). CSR dapat dipandang sebagai bentuk upaya penanggulangan perusahaan
akan dampak negatif yang mungkin saja muncul dalam kegiatan produksi
perusahaan. Di sisi lain, CSR dapat dilihat sebagai bentuk etika bisnis perusahaan
untuk menyejahterakan masyarakat sekitar korporasi. Praktik tanggung jawab
sosial yang dilakukan oleh perusahaan dilakukan dalam beragam bentuk, dapat
berupa filantropik (kedermawanan), charity (kemurahan hati), dan promosi
perusahaan dalam bentuk pemberian bantuan dalam praktik. Tidak hanya itu, CSR
juga dapat dijalankan melalui community development (pemberdayaan masyarakat)
(Azheri, 2012).
Di Indonesia, pengimplementasian kegiatan CSR telah diatur dalam
beberapa peraturan, seperti UU No. 25 Tahun 2007 mengenai penanaman modal,
yang mengatur bahwa setiap penanaman modal berkewajiban melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan kepada lingkungannya. Selain itu kewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial bagi perusahaan juga tertuang di dalam UU
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang ini menyatakan,
jika Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. UU No. 22 Tahun 2001
Pasal 40 ayat (5) tentang Minyak dan Gas Bumi (selanjutnya disingkat UU MIGAS)
yang mewajibkan kepada setiap kontraktor kontrak karya membuat program yang
berkaitan dengan pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak
masyarakat adat. Kemudian Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang

1 Universitas Indonesia
2

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan juga Peraturan
Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Praktik CSR perusahaan akan memengaruhi relasi perusahaan dengan
masyarakat lokal yang pada akhirnya akan memperlihatkan bentuk relasi yang
bersifat kontraktual atau bersifat integrasi (Prayogo, 2013). Kinerja program
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu pilar penting
perusahaan dalam membangun relasi sosial dengan masyarakat lokal. Pemaknaan
CSR dikatakan sebagai faktor yang menentukan hasil dari kinerja program CSR.
Beberapa perusahaan memandang kegiatan CSR sebagai upaya untuk
memaksimalkan keuntungan perusahaan. Hanya kegiatan CSR tertentu yang
dianggap menguntungkan yang akan diimplementasikan ke masyarakat lokal,
walaupun sebenarnya kegiatan CSR tersebut tidak linear dengan kebutuhan sosial
masyarakat. Perusahaan yang masih berpijak pada pandangan ini, memandang CSR
sebagai beban, sehingga menjadi sangat selektif dalam memilih kegiatan CSR yang
akan diimplementasikan (Garriga, 2004). Pemaknaan lain terhadap pelaksanaan
program CSR juga dapat sebagai salah satu prasyarat legal compliance perusahaan
terhadap perundangan yang berlaku di negara tuan rumah (host country).
Rendahnya kualitas program CSR di Indonesia terlihat dari rendahnya
pemaknaan perusahaan terhadap CSR. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari
pusat penelitian National University of Singapore (NUS) dengan menggunakan
sample sebanyak seratus perusahaan dari empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia,
Singapura dan Thailand. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa rendahnya
pemahaman perusahaan terhadap praktik CSR menyebabkan rendahnya kualitas
pengoperasian agenda tersebut. Empat negara yang digunakan sebagai sampel
menunjukkan tingginya tingkat pelaporan CSR, namun tidak berkorelasi dengan
kualitas praktiknya (Suastha, 2016). Rendahnya kualitas kinerja program CSR juga
terlihat dari implementasi CSR yang baru terlaksana setelah terjadinya konflik
antara perusahaan dan masyarakat lokal (ANT, 2014). Sementara, konflik yang
mengiringi pelaksanaan program CSR tidak akan membawa pada relasi yang baik
antara perusahaan dan masyarakat lokal. Kinerja program CSR yang baik, tidak
selalu menghasilkan relasi yang baik pula. Penelitian yang dilakukan oleh As’yari

Universitas Indonesia
3

mengenai PT. Newmont Minahasa Raya, menunjukkan bahwa perusahaan


Newmont memiliki kinerja program CSR yang baik. Namun, meningkatnya ketidak
percayaan masyarakat dan tuduhan mengenai pencemaran lingkungan
menyebabkan keberadaan PT. Newmont ditentang oleh LSM setempat. Izin
penempatan taling yang diperpanjang tahun 2005 kemudian dibatalkan. PT.
Newmont menghadapi tuntutan dari nelayan terkait berkurangnya hasil tangkapan
merek karena kegiatan tambang serta ganti rugi lahan dan pemakaman di wilayah
Dodo sebagai wilayah pemakaman Nenek moyang warga Minahasa.
Dalam pembahasan mengenai CSR dan relasi sosial, penelitian terdahulu
memiliki perbedaan pendekatan teoritis dalam menjelaskan hubungan keduanya.
Perbedaan pendekatan ini, mengacu pada Secchi (2007), dibagi kedalam dua
kelompok teori yaitu teori manajerial dan teori relasional. Penelitian terdahulu
kemudian dikelompokkan berdasarkan dua pendekatan oleh Secchi (2007).
Beberapa penelitian terdahulu yang masuk ke dalam kelompok teori
manajerial cenderung membahas pengelolaan CSR oleh perusahaan. Pengelolaan
CSR oleh perusahaan memegang peranan penting dalam membangun Social
License to Operate (SLO) yang menentukan penerimaan atau penolakan
masyarakat lokal terhadap keberadaan perusahaan (Thomson dan Boutilier, 2009).
Dalam membangun SLO diperlukan pembagian stakeholder kedalam vested dan
non-vested untuk memudahkan target pengelolaan CSR (Wilburn dan Wilburn,
2011). Setelah membagi masyarakat lokal dalam dua kelompok, perusahaan
memerlukan adanya procedural fairness yaitu melibatkan masyarakat lokal dalam
pengambilan keputusan (Moffat dan Zhang, 2014). Karena komponen kepercayaan,
legitimasi, dan kredibilitas merupakan komponen penting dalam membangun SLO
(Riabova dan Didyk, 2014), salah satu caranya dengan melibatkan masyarakat
dalam perumusan program CSR.
Di sisi lain, penelitian terdahulu yang masuk ke dalam kelompok teori
relasional lebih banyak membahas mengenai hubungan yang terbangun antara
masyarakat lokal dengan perusahaan. Hubungan baik yang terbangun antara
perusahaan dan masyarakat lokal, dihasilkan melalui keberadaan social contract
sebagai bentuk kesepakatan perusahaan dengan masyarakat lokal (Lacey dan
Lamont, 2013). Keberadaan CRD (Community Relation and Development)

, Universitas Indonesia
4

mendorong perusahaan untuk mengikutsertakan masyarakat dan mengelola


hubungan baik antara keduanya (Kemp dan Owen, 2013), melalui implementasi
program CSR dan CD yang baik (Prayogo, 2011). Selain hubungan baik, konflik
dimungkinkan muncul dalam hubungan perusahaan dan masyarakat lokal. Konflik
merupakan tingkatan hubungan paling rendah antara perusahaan dan masyarakat
lokal. Munculnya konflik dapat dilihat sebagai hasil dari ketidakmerataan dampak
dan manfaat dari program CSR (Kemp et al., 2011), serta timbulnya
ketidakpercayaan masyarakat lokal terhadap keberadaan perusahaan (Asy’ari,
2009). Konflik menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan
perusahaan, salah satunya adalah meningkatkan cost akibat terhentinya operasi
perusahaan (Davis dan Franks, 2011). Namun, ketika konflik muncul terdapat tiga
dimensi sebagai bentuk resolusi konflik, yaitu power, dialogue, dan perception
(Kemp et al., 2011).

1.2 Permasalahan Penelitian

Penelitian terdahulu terkait CSR, modal sosial, dan relasi sosial secara
umum memperlihatkan sudut pandang, yang pada dasarnya terbagi atas dua
kelompok besar teori menurut Secchi (2007), Managerial theory dan kelompok
Relational Theory. Kedua kelompok teori tersebut masih fokus pada bagaimana
kinerja program CSR yang baik saja, atau bagaimana upaya perusahaan dalam
membangun relasi positif terutama legitimasi dengan stakeholder-nya. Bagi
kelompok Managerial theory, penekanan atas internal manajemen perusahaan
dalam memperhitungkan setiap tindakan yang dilakukan perusahaan menjadi hal
terpenting. Perusahaan menjadikan setiap keputusan dari manajer sebagai upaya
memaksimalkan keuntungan perusahaan. Dengan kata lain, program CSR yang
dijalankan oleh perusahaan tidak selalu hanya memberikan kebermanfaatan bagi
masyarakat, tetapi juga adanya nilai tambahan bagi perusahaan.
Kemudian, kelompok Relational Theory menekankan bisnis sebagai upaya
interaksi antara perusahaan dan masyarakat lokal. Perusahaan berusaha mengelola
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat lokal, yang dipadukan
dalam satu bentuk program CSR perusahaan. Perusahaan dalam kelompok teori ini

Universitas Indonesia
5

berfokus pada hubungan yang dibangun perusahaan dengan stakeholder-nya dan


juga berfokus pada legitimasi moral yang dicapai perusahaan melalui kegiatan
CSR. Kedua kelompok teori ini masih belum mempertimbangkan faktor modal
sosial sebagai variabel kontrol yang memengaruhi hubungan antara kinerja program
CSR yang dilakukan oleh perusahaan dengan relasi sosial yang terbangun.
Berbeda dengan pandangan kelompok Teori Manajerial dan Teori Rasional,
penelitian ini memandang modal sosial dan relasi antara perusahaan dan
masyarakat lokal sebagai dua hal yang berbeda. Relasi dilihat sebagai hubungan
bisnis yang terbangun antara perusahaan dan masyarakat lokal sebagai upaya legal
compliance perusahaan kepada negara. Penelitian ini melihat modal sosial sebagai
bentuk relasi impersonal yang lebih mendalam dari hubungan bisnis antara
perusahaan dan masyarakat lokal. Di dalam modal sosial terbangun kepercayaan,
norma dan jaringan, yang tidak terdapat dalam hubungan relasi bisnis. Penelitian
yang dilakukan oleh Moffat dan Zhang (2014) menjadikan salah satu indikator
dalam modal sosial sebagai variabel intervening, namun tidak digunakan untuk
melihat hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi sosial. Penelitian ini
kemudian mencoba mengangkat modal sosial sebagai faktor penting, yaitu variabel
intevening yang secara tidak langsung memengaruhi kinerja CSR dan menciptakan
salah satu bentuk relasi sosial positif yaitu legitimasi sosial. Dengan terbentuknya
modal sosial yang baik, relasi sosial dapat tumbuh dengan baik, karena
terbangunnya kepercayaan, nilai dan norma di antara perusahaan dan masyarakat
lokal tersebut

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut


beberapa pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dalam penelitian ini:

1. Apakah terdapat pengaruh antara kinerja program CSR dengan relasi sosial?
2. Apakah modal sosial memiliki pengaruh terhadap hubungan antara kinerja
program CSR dengan relasi sosial?
3. Apakah terdapat faktor-faktor lain yang memengaruhi relasi sosial
perusahaan dengan masyarakat lokal?

, Universitas Indonesia
6

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai Program CSR dan Legitimasi Sosial pada perusahaan


CNOOC SES Ltd ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan kinerja program CSR perusahaan dalam hal mengoptimalisasi


relasi dengan masyarakat lokal.
2. Menganalisis modal sosial sebagai faktor yang secara tidak langsung
memengaruhi kinerja program yang baik dalam mengoptimalisasi
terbangunnya relasi antara perusahaan dan masyarakat lokal.

1.5 Signifikansi Penelitian

Signifikansi Teoretis

Secara teoritis penelitian ini signifikan untuk dilakukan karena menawarkan


pendekatan yang berbeda dari penelitian-penelitan sebelumnya, yaitu teori
manajerial dan teori relasional. Keduanya menekankan pada kinerja program dan
upaya membangun relasi positif dengan masyarakat lokal. Penelitian ini melihat
pengaruh dari modal sosial dalam hubungan antara kinerja program CSR dan relasi
sosial perusahaan dengan masyarakat lokal. Modal sosial dan relasi di pahami
secara berbeda dalam tulisan ini. Modal sosial merupakan relasi impersonal yang
di dalamnya terbangun kepercayaan, norma dan jaringan, sedangkan relasi yang
terbangun antara perusahaan dan masyarakat lokal cenderung mengarah pada relasi
bisnis. Selama ini, modal sosial belum dilihat secara serius sebagai salah satu faktor
yang berpengaruh secara tidak langsung dalam hubungan kinerja program CSR
dengan relasi sosial.

Signifikansi Praktis

Penelitian ini memberikan pandangan kepada perusahaan akan pentingnya


membangun modal sosial dengan masyarakat lokal. Modal sosial memudahkan
perusahaan nantinya dalam memperoleh penerimaan di masyarakat. Peneriman
masyarakat lokal akan sangat berarti untuk kelangsungan perusahaan, terutama bagi

Universitas Indonesia
7

perusahaan yang wilayah produksinya berada di tengah-tengah masyarakat. Bagi


masyarakat lokal, keberadaan modal sosial akan mempermudah mereka dalam
memperoleh haknya atas keberadaan perusahaan.

1.6 Sistematika Penulisan

Di dalam tulisan ini, Bab 1 Pendahuluan berisikan uraian latar belakang


permasalahan, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan dan
signifikansi penelitian, serta sistematika penulisan seluruh bagian dalam proposal
ini.
Bab 2 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Konseptual berisikan tinjauan
pustaka, definisi konseptual, definisi operasional, hubungan antar variabel, model
analisis, hipotesis dan perasionalisasi konsep.
Bab 3 Metodologi Penelitian berisikan uraian pendekatan dan metode yang
digunakan dalam penelitian. Bagian ini juga memaparkan karakteristik informan
penelitian, teknik pengumpulan data, jenis data, teknik pengolahan data, strategi
validasi dan analisis data, serta limitasi dan delimitasi penelitian.
Bab 4 Program CSR Perusahaan berisikan kegiatan CSR dan CD yang
dilakukan oleh perusahaan.
Bab 5 Kinerja CSR dan Relasi Sosial berisikan analisis mengenai hubungan
antara kinerja CSR dan relasi sosial antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Bab 6 Modal Sosial, Kinerja CSR dan Relasi Sosial berisikan analisis
mengenai pengaruh tidak langsung modal sosial terhadap hubungan kinerja CSR
dan relasi sosial.
Bab 7 Penutup berisikan kesimpulan dan saran.

, Universitas Indonesia
8

Universitas Indonesia
BAB 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Bowen (1953, dalam Garriga, 2004) memaparkan bahwa telah terjadi


pergeseran terminology dari tanggung jawab sosial menjadi CSR. pergeseran ini
memberikan makna yang lebih luas dan beragam mengenai CSR (Bowen 1953,
dalam Garriga, 2004). Pandangan klasik mengenai CSR, membatasinya hanya pada
kegiatan filantropi saja (Secchi, 2007; Lee, 2008). Secchi (2007) lebih jauh
menjelaskan bahwa CSR yang terbatas pada kegiatan filantropi bergeser menjadi
hubungan bisnis dan masyarakat, secara khusus mengacu pada kontribusi
perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan sosial. Secchi (2007) kemudian
membagi teori CSR kedalam tiga kelompok yang sesuai dengan kriteria dan peran
teori yang mengacu pada perusahaan dan masyarakat. ketiga kelompok teori CSR
tersebut adalah utilitarian theory, managerial theory, dan relational theory.
Mengacu pada pembagian teori oleh Secchi (2007), tinjauan literatur dalam
penelitian ini terbagi ke dalam dua, Teori Manajerial dan Teori Relasional. Tidak
digunakannya kelompok teori utilitarian dalam penelitian ini dikarenakan oleh
pemahaman sebagai upaya maksimalisasi keuntungan perusahaan (profit oriented)
(Secchi, 2007). Selain itu juga, teori utilitarian mendorong perusahaan untuk
menciptakan keuntungan sebagai bentuk investasi yang menguntungkan para
investor dan stakeholder-nya. Pemikiran semacam ini, dianggap tidak lagi relevan
dengan keadaan CSR pada saat ini, yang lebih menekankan pada kesukarelaan dan
kesadaran perusahaan. Hal ini kemudian mendasari teori utilitarian tidak digunakan
dalam pembagian review literatur penelitian.

Teori Manajerial

Secchi (2007, dalam Maimunah 2009) menjelaskan bahwa perspektif


managerial menekankan pada manajemen perusahaan, di mana pendekatan CSR

9 Universitas Indonesia
10

dilakukan melalui internal perusahaan. Perspektif ini kemudian dibagi atas tiga sub
kelompok. Pertama, Corporate Social Performance (CSP), yang bertujuan
mengukur kontribusi variabel sosial. Sub kelompok ini memandang jika
pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan bergantung pada komunitas lokal.
Kedua Social Accountability, Auditing and Reporting (SAAR), yang bermakna jika
perusahaan memperhitungkan tindakannya. Ketiga, CSR untuk perusahaan
multinasional (MNCs), dilihat sebagai “moral agents” di mana moral manajer saat
membuat keputusan, melampaui maksimalisasi keuntungan perusahaan. Poin-poin
di atas menunjukkan bagaimana perusahaan menjalankan perannya di masyarakat
dalam bentuk CSR, disesuaikan dengan kebutuhan internal perusahaan dan sebagai
bentuk kompetisi global yang dihadapi oleh perusahaan.
Beberapa studi terdahulu yang dapat dikelompokkan dalam managerial
theory (Thomson dan Boutlier, 2009; Wilburn dan Wilburn, 2011; Moffat dan
Zhang, 2014; Riabova dan Didyk, 2014; Jha dan Cox, 2015; Slack, 2011), lebih
menitik beratkan pada peran perusahaan kepada masyarakat lokal melalui program-
program CSR. Kelompok ini melihat manajemen perusahaan berusaha
menjalankan program CSR untuk kepentingan peningkatan profit perusahan.
Jalannya program CSR dilihat sebagai upaya pembentukan SLO (Social License to
Operate) perusahaan, yang digunakan sebagai citra baik perusahaan. Melalui citra
yang baik, perusahaan akan memperoleh profit terutama dari para shareholder
perusahaan. Selain itu pula, SLO yang terbangun memudahkan perusahaan dalam
menyerap sumber daya yang dibutuhkan pada wilayah operasi. Peningkatan SLO
terutama pada masyarakat lokal, memungkinkan kesuksesan perusahaan di negara
dan budaya yang berbeda (Wilburn dan Wilburn, 2011) serta memungkinkan
terbangunnya kepercayaan antara perusahaan dan masyarakat lokal melalui
intensitas kontak yang tinggi (Moffat dan Zhang, 2014).
Di sisi lain, penarikkan SLO dari masyarakat lokal dapat menyebabkan
terjadinya pemberhentian proyek tambang secara menyeluruh (Thomson dan
Boutilier, 2009). Kemudian dilanjutkan dengan kemungkinan munculnya
kontradiksi antara perusahaan dan masyarakat lokal yang membuat performa
perusahaan menjadi buruk (Slack, 2011). Penarikkan SLO yang diberikan
masyarakat lokal kepada perusahaan, dapat disebabkan oleh beragam hal. Hal-hal

Universitas Indonesia
11

tersebut adalah keberadaan peran masyarakat yang minor dan tidak diikut sertakan
dalam pengambilan keputusan (Riabova dan Dydik, 2014), serta adanya dampak
negatif dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan (Moffat
dan Zhang, 2014). Minimnya peran dan tidak diikutsertakannya masyarakat lokal
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hajat hidup mereka, seolah
menyoratkan tidak pentingnya keberadaan masyarakat lokal di wilayah tersebut.
tanpa adanya SLO dari masyarakat lokal kepada perusahaan, sulit bagi perusahaan
dalam memperoleh sumberdaya yang diperlukan dan memberikan citra buruk atas
tindakan yang dilakukan.
Studi terdahulu yang termasuk ke dalam kategori managerial theory
memperlihatkan jika perusahaan seolah melaksanakan kegiatan CSR hanya untuk
mencapai SLO. Hal ini disebabkan SLO atau bentuk penerimaan masyarakat lokal
akan keberadaan perusahaan bertujuan melanggengkan lancarnya operasi bisnis
pertambangan mereka. Perusahaan seolah menutup mata dan menjalankan kegiatan
CSR sekedarnya tanpa melakukan negosiasi dan menjadikan komunitas lokal
sebagai bagaian dalam pembuatan keputusan perusahaan. Perusahaan seolah
mengesampingkan keberadaan komunitas lokal dan memenuhi kebutuhan mereka
sekedar untuk menggugurkan tanggung jawab perusahaan, bukan di dasarkan atas
kesadaran perusahaan dalam menjalankan program CSR. Pada penelitian ini,
penulis berfokus pada pandangan jika program CSR harus dilaksanakan bukan
hanya difokuskan pada pemenuhan visi misi perusahaan, tetapi memenuhi
kebutuhan dan mensejahterakan komunitas lokal. Perusahaan dan komunitas lokal
keduanya harus menciptakan hubungan yang mengarah pada legitimasi sosial, tidak
hanya sebagai upaya pencegahan konflik, tetapi juga sebagai investasi sosial bagi
perusahaan dalam jangka panjang.

Teori Relasional

Perspektif relasional oleh Secchi (2007, dalam Maimunah 2009), dibagi


menjadi empat sub kelompok. Pertama, bisnis dan masyarakat, di mana CSR
muncul sebagai bentuk interaksi antara dua entitas. Salah satu ukuran CSR adalah
adanya perkembangan nilai ekonomi di dalam masyarakat atau komunitas lokal.
Kedua, pendekatan stakeholder, pendekatan ini dibangun sebagai salah satu strategi

, Universitas Indonesia
12

mengingkatkan pengelolaan perusahaan, di antara perusahaan dan masyarakat


terdapat perbedaan kepentingan. Ketiga, corporate citizenship dalam perspektif
relasional, bergantung kepada tipe komunitas. Sub kelompok ini berfokus pada
hubungan yang dibangun oleh perusahaan dengan stakeholdernya. Sub kelompok
yang terakhir adalah teori kontrak sosial, yang mengacu pada pembenaran aktivitas
moral ekonomi, untuk menganalisis tindakan sosial antara perusahaan dan
masyarakat. Secchi (2007, dalam Maimunah 2009) melihat jika CSR berasal dari
legitimasi moral masyarakat yang dicapai oleh perusahaan.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dapat dikelompokkan dalam
teori relasional (Asy’ari 2009; Prayogo 2011; Kemp et al. 2011; Davis dan Franks
2011; Lacey dan Lamont 2013; Kemp dan Owen 2013). Kelompok relational theory
berfokus pada hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Bentuk relasi yang terbangun bergantung pada upaya perusahaan menyelaraskan
antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat lokal (Prayogo,
2011). Perbedaan kepentingan seringkali menjadi titik awal terbentuknya relasi
yang buruk antara keduanya. Kesesuaian dan ketidaksesuaian kepentingan dapat
terukur melalui evaluasi program CSR yang dilakukan oleh perusahaan (Prayogo,
2011). Relasi sosial utamanya memperlihatkan dua bentuk ekstrem yang mungkin
terbangun dalam hubungan perusahaan dan masyarakat lokal. Legitimasi
merupakan tingkatan tertinggi dari bentuk relasi, sedangkan konflik merupakan
tingkatan terendah bentuk relasi.
Relasi sosial pada tingkatan tertinggi dapat terbangun melalui berbagai cara,
di antaranya adalah dengan melakukan negosiasi dan komunikasi dengan
stakeholder (Kemp dan Owen, 2013), membangun hubungan yang adil (Kemp, et
al., 2011), membangun kontrak sosial (Lacey dan Lamont, 2013), melibatkan
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan (Harvey, 2013), melakukan
bonding dan bridging (Boutilier dan Black, 2012), serta membangun SLO (Parson,
et al., 2014). Berbagai cara di atas, menunjukkan bentuk penghargaan perusahaan
akan keberadaan masyarakat lokal. Melalui cara ini, masyarakat lokal akan
menerima keberadaan perusahaan di wilayah tempat tinggal mereka. Penerimaan
masyarakat lokal, meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik dan penghentian
kegiatan produksi. Di sisi lain, konflik dimungkinkan muncul dalam hubungan

Universitas Indonesia
13

perusahaan dan masyarakat lokal. Konflik tetap dapat muncul walaupun perusahaan
telah menjalankan kewajiban CSR-nya dengan baik (Asy’ari, 2009). Situasi konflik
menyebabkan kerugian perusahaan, akibat peningkatan cost karena terhentinya
kegiatan produksi, hingga kemungkinan aksi blockade, hingga aksi anarkis lainnya
yang dapat dilakukan masyarakat lokal (Davis dan Franks, 2011).
Kelompok relational theory menggambarkan betapa penting membangun
relasi yang baik dengan masyarakat lokal. Masyarakat lokal terlihat seolah
“powerless” dan tidak mampu melakukan perlawanan terhadap perusahaan.
Padahal saat SLO tidak tercapai dan masyarakat melakukan perlawanan atas
perusahaan, perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Lain halnya
jika perusahaan dan masyarakat lokal membangun hubungan baik hingga tercipta
legitimasi sosial antara keduanya. Maka akan kedua entitas saling memperoleh
keuntungan, perusahaan dapat melakukan operasinya dengan aman tanpa adanya
tindak kekerasan dari masyarakat, masyarakat pun dapat terpenuhi kebutuhan
sosialnya tanpa adanya ketidak seimbangan kekuasaan. Pada penelitian ini, penulis
melihat pentingnya terbangun hubungan yang baik antara perusahaan dengan
masyarakat lokal. Salah satunya dengan menjalankan program CSR yang di
sesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal, dan menjadikan masyarakat lokal
sebagai bagian dari perusahaan.
Berdasarkan paparan studi-studi terdahulu yang dikelompokkan dalam
Managerial theory dan Relational Theory, penelitian ini akan berfokus pada
kelompok teori relasional. Pengelompokkan relasional dianggap sesuai dengan
penelitian ini, karena penelitian ini melihat bagaimana modal sosial secara tidak
langsung mempengaruhi hubungan kinerja program CSR dan relasi sosial
perusahaan dengan masyarakat lokal. Penelitian ini memberikan nuansa baru dalam
kelompok Relational Theory, karena mengangkat modal sosial sebagai variabel
intervening dalam hubungan kinerja program CSR dan relasi sosial. Modal sosial
dianggap memiliki peran penting sebagai mediator dalam hubungan kinerja
program CSR dan relasi sosial. Dengan kata lain, kinerja program CSR memiliki
hubungan dengan variabel modal sosial, sehingga modal sosial memiliki pengaruh
terhadap relasi sosial.

, Universitas Indonesia
14

2.2 Definisi Konseptual

Penelitian ini menggunakan tiga konsep utama yaitu modal sosial, CSR, dan
relasi sosial. Modal sosial dianggap relevan dengan topik penelitian ini, karena
relevan sebagai variabel intervening. Dalam hal ini, keberadaan modal sosial dapat
memberikan pengaruh positif atau negatif secara tidak langsung terhadap hubungan
kinerja program CSR dan relasi sosial. Konsep CSR, atau lebih berfokus pada
kinerja program CSR, dianggap sebagai teori yang relevan dalam penelitian ini,
karena pemaknaan dan pemahaman manajer perusahaan terhadap pentingnya
implementasi CSR menjadi terlihat. Dengan mengetahui sejauh mana kinerja
program CSR, maka dapat terlihat pula relasi yang terbangun antara perusahaan dan
masyarakat lokal. Konsep relasi sosial yang menekankan pada konsep penerimaan
sosial kemudian muncul sebagai hasil dari kinerja program CSR perusahaan.
Melalui relasi sosial ini, diharapkan perusahaan dapat memperoleh relasi sosial
pada tingkatan penerimaan atau paling tinggi pada tingkatan legitimasi.

Variabel Dependen: Relasi Sosial

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain


(Bryman, 2012). Cresswell (2009) juga menjelaskan bahwa variabel dependen
merupakan hasil dari pengaruh variabel lain dan merupakan variabel yang terikat
oleh variabel lain.
Dalam penelitian ini, variabel dependen yang digunakan adalah relasi sosial,
yang ditujukan untuk melihat hasil dari program CSR yang diimplementasikan oleh
perusahaan. Relasi sosial dijadikan sebagai dampak dari kinerja program CSR yang
berjalan baik, yaitu melihat apakah relasi sosial yang terbangun dari program CSR
yang dijalankan adalah relasi sosial yang positif berupa legitimasi sosial ataukah
relasi sosial yang negatif berupa konflik.
Prayogo (2013) menjelaskan relasi sosial yang terjalin antara perusahaan
dengan stakeholder (komunitas lokal) sebagai salah satu kelompok yang
bersentuhan langsung dengan kegiatan produksi perusahaan bersifat dinamis dan
kompleks. Relasi perusahaan dengan komunitas lokal dianggap dapat berpengaruh
terhadap keutuhan dan keberlangsungan kegiatan peroduksi. Sehingga perusahaan

Universitas Indonesia
15

harus dapat membangun relasi positif dengan komunitas lokal. Khusus pada
perusahaan tambang dan migas yang melakukan aktivitas eksplorasi alam, etika
dalam menjaga relasi sosial perusahaan perlu dijalankan dan bukan sekadar
mengatur ulang besar kecilnya profit atau legalitas keuntungan bisnis, namun untuk
menciptakan legitimasi sosial perusahaan dalam lingkungan sosial (Hetcher dalam
Prayogo, 2013). Maka, legitimasi sosial akan memperjelas posisi perusahaan terkait
keabsahan sosial keberadaan berdirinya perusahaan baik berupa dukungan dan
proteksi yang dilakukan stakeholder terhadap perusahaan karena keberadaan dan
tindakan perusahaan dirasakan dapat memberi dampak positif bagi mereka.
Berikut indeks relasi sosial perusahaan dengan stakeholder: benturan
(social conflict), penolakan (social resistance), penerimaan (social acceptance),
dukungan (social support), dan pengamanan (social based security).

-2 -1 0 +1 +2

Konflik

Penolakan

Penerimaan

Dukungan

Pengamanan

Gambar 2.1 Indeks Relasi Sosial Perusahaan


Sumber: Prayogo (2011)

Bentuk relasi positif antara perusahaan dengan komunitas lokal adalah


dukungan dan legitimasi sosial. Prayogo (2009, dalam Prayogo, 2011) menjelaskan
dukungan sebagai sikap pro atau support satu lembaga terhadap lembaga lainnya.
sikap ini umumnya muncul karena kepentingan lembaga bersangkutan dapat
terakomodasi oleh lembaga lainnya atau ada kesamaan kepentingan terhadap
masalah tertent sehingga dua lembaga atau lebih bersatu untuk tujuan yang sama.
Thomson dan Boutilier (2011 dalam Riabova dan Didyk, 2014) menegaskan bahwa
legitimasi sebagai penerimaan masyarakat secara umum dan organisasi elit yang
relevan (seperti pemerintah) dari hak asosiasi untuk berdiri dan menangani masalah
dengan cara yang dipilih. O’Donovan (2002) menjelaskan bahwa legitimasi sosial
memberikan penekanan tentang cara perusahaan bekerja. Perusahaan harus mampu
menemukan dan mencari cara untuk mempertahankan harapan, persepsi sosial, dan
nilai sebagai konstruksi legitimasi. Keterbukaan hubungan perusahaan dan
masyarakat lokal, tidak akan menimbulkan persoalan.

, Universitas Indonesia
16

Relasi negatif antara perusahaan dengan masyarakat lokal adalah konflik.


Konflik terjadi karena perbedaan kepentingan antara perusahaan dan masyarakat
lokal. Komunitas lokal sangat dekat dengan sense of belonging yang melebur
dengan rasa kepemilikan atas sumber daya alam di lingkungan tempat tinggalnya
(Prayogo, 2013). Davis dan Franks (2011) menyatakan bahwa konflik antara
perusahaan dengan komunitas lokal terjadi karena banyak hal, dapat disebabkan
permasalahan teknis, perselisihan kontrak atau peraturan, kerusakan lingkungatn
atau rusaknya keselamatan. Bentuk konflik yang terjadi dapat berupa blockade,
pengerusakan properti, kematian atau melukai, bahkan penangguhan proyek.
Pemaparan teori relasi sosial di atas memberikan pentingnya relasi sosial
yang terbangun dengan baik antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Didasarkan pada hal tersebut, maka penelitian ini lebih menitik beratkan pada teori
legitimasi sosial sebagai bentuk positif tertinggi dari relasi sosial. Teori legitimasi
ini bergantung pada gagasan kontrak sosial antara perusahaan dengan komunitas,
perusahaan akan mengadopsi beragam strategi, termasuk strategi pengungkapan
untuk menunjukkan komunitas bahwa organisasi mencoba untuk mewujudkan
keinginan masyarakat lokal (Waddok and Boyle, 1995). Melalui legitimasi sosial,
perusahaan memperoleh pengakuan komunitas akan keberadaan dan kegiatan
perusahaan dalam melakukan eksploitasi sumber daya alam lokal (Prayogo, 2013).
Keabsahan akan keberadaan perusahaan tidak hanya wajib diperoleh secara legal,
melainkan juga keabsahan secara sosial (Prayogo, 2013). Tanpa kepemilikan
legitimasi sosial, operasi perusahaan akan menyebabkan kehancuran (Jenkins,
2004), serta menciptakan konflik antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Sehingga perusahaan membutuhkan legitimasi sosial untuk melancarkan jalannya
operasi perusahaan dan menghindari terjadinya konflik.
Penelitian ini kemudian menekankan pada teori penerimaan sosial dalam
mengukur relasi positif dan negatif yang dihasilkan perusahaan. Penerimaan sosial
mengacu pada penerimaan spesifik terhadap keputusan dan proyek perusahaan oleh
stakeholder lokal, penduduk tertentu dan otoritas lokal (Wustehagen et al., 2007).
Prayogo (2011) menjelaskan bahwa indeks relasi sosial pada tingkat penerimaan,
memiliki posisi yang netral. Berdasarkan hal tersebut, penerimaan sosial dianggap
tepat untuk mengukur tingkat relasi sosial positif dan tingkat relasi negatif.

Universitas Indonesia
17

Variabel Independen: Kinerja Program CSR

Dalam bukunya, Cresswell (2009) menjelaskan bahwa variabel independen


merupakan variabel yang memiliki kemungkinan untuk menyebabkan,
memegaruhi, atau memiliki dampak pada outcome. Variabel independen juga dapat
dikatakan sebagai variabel yang berdampak pada variabel lainnya (Bryman, 2012).
Penelitian ini, mengangkat kinerja program CSR sebagai variabel
independent yang memiliki kemungkinan memberikan dampak kepada variabel
modal sosial dan variabel relasi sosial. Variabel kinerja program CSR yang
dijalankan dengan baik oleh perusahaan, akan memberikan dampak yan baik bagi
perusahaan, yaitu tumbuhnya modal sosial yang baik dan membangun relasi sosial
yang baik antara perusahaan dan masyarakat lokal.
Dalam tulisannya, Prayogo (2013) menjelaskan bahwa CSR merupakan
kewajiban perusahaan untuk menciptakan kesejateraan komunitas lokal, sekaligus
membangun relasi saling mendukung dengan masyarakat lokal. Perusahaan industri
tambang dan migas dituntut memiliki tanggung jawab sosial yang meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di wilayah sekitar perusahaan. Karena perusahaan
tambang dan migas bersifat eksploitatif atau merusak alam di wilayah tempat
tinggal komunitas lokal. Azheri (2012) memaparkan jika dalam menjalankan
praktik CSR, terdapat beragam cara, yaitu filantropik (kedermawanan), charity
(kemurahan hati), dan promosi perusahaan dalam bentuk pemberian bantuan dalam
praktik. Walaupun begitu, CSR juga dapat dijalankan melalui community
development (pemberdayaan masyarakat). Cara perusahaan menjalankan praktik
CSR-nya, terkait dengan pandangan perusahaan terhadap CSR itu sendiri. Berbeda
jenis perusahaannya, maka akan berbeda pula praktik CSR yang dijalankan.
Prayogo (2013) memaparkan jika kinerja program CSR yang baik dapat
diukur melalui enam dimensi, antara lain:

1. Dimensi Manfaat (advantage): manfaat program dalam memperbaiki


kondisi masyarakat, pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses
pelayanan, serta mengangkat potensi lokal;
2. Dimensi Kesesuaian (relevance): kesesuaian program dengan kebutuhan
dan kemampuan komunitas;

, Universitas Indonesia
18

3. Dimensi Keberlanjutan (sustainability): keberlanjutan program dapat


dilakukan oleh pihak penerima jika bantuan diberhentikan, serta mendorong
komunitas untuk melanjutkan program tersebut secara mandiri;
4. Dimensi Dampak (impact): dampak yang diakibatkan program yang
dirasakan oleh masyarakat luas, serta kemampuan program menjadi contoh
bagi program serupa di daerah sekitar;
5. Dimensi Partisipasi (participation): partisipasi komunitas baik dalam
perencanaan awal maupun pelaksanaan program;
6. Dimensi Pengembangan Kapasitas (capacity building): program mampu
meningkatkan pengetauan dan keterampilan, serta peningkatan kemampuan
berorganisasi yang dirasakan komunitas akibat program.

Enam dimensi kinerja program CSR menurut Prayogo (2013) dianggap


sesuai dengan topik penelitian ini, sehingga dapat digunakan dalam mengukur
kinerja program CSR yang diimplementasikan oleh perusahaan berdasarkan
penilaian yang diberikan masyarakat lokal. Nantinya, pengukuran kinerja program
CSR akan mempermudah penelitian ini dalam melihat sejauh mana kinerja program
CSR suatu perusahaan dapat membangun relasi sosial yang positif dengan
masyarakat lokal.

Variabel Intervening: Modal Sosial

Variabel intervening atau variabel mediating atau dapat juga disebut sebagai
variabel antara, merupakan variabel yang berada di antara variabel independen dan
variabel dependen. Variabel ini memediasi pengaruh variabel bebas terhadap
varabel terikat (Cresswell, 2009).
Dalam penelitian ini, modal sosial dijadikan sebagai intervening yang
memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap hubungan antara kinerja
perusahaan dengan relasi sosial. Modal sosial dapat dijadikan sebagai variabel
intervening, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moffat dan Zhang
(2014). Moffat dan Zhang (2014) mengangkat salah satu fitur dalam modal sosial
yaitu kepercayaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moffat dan Zhang
(2014), kepercayaan memiliki korelasi positif dan dapat dijadikan sebagai variabel

Universitas Indonesia
19

intervening dalam melihat relasi sosial. Merujuk pada hasil penelitian ini maka,
peneliti menggunakan modal sosial yang merupakan variabel dari dimensi
kepercayaan sebagai variabel intervening dalam penelitian ini.
Penelitian ini melihat bahwa modal sosial merupakan suatu bentuk sumber
daya dalam sebuah kelompok. Sumber daya tersebut hanya dapat diakses oleh
anggota dari kelompok tersebut, sedangkan orang di luar kelompok tidak dapat
mengakses. Orang-orang menjadi anggota dalam suatu kelompok, karena
memandang modal sosial sebagai suatu keuntungan yang dapat diperoleh dalam
suatu hubungan. Tentu saja modal sosial merupakan bentuk modal yang berbeda
jika dibandingkan dengan modal fisik maupun modal manusia. Melalui modal
sosial, anggota kelompok saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Putnam (1993) mengartikan modal sosial sebagai fitur dalam organisasi
sosial seperti kepercayaan (trust), norma (norms), dan jaringan (network) yang
dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan yang
dikoordinasi. Selain itu, Putnam (1995) melihat modal juga sebagai fitur dalam
kehidupan sosial – jaringan, norma dan kepercayaan - yang memungkinkan
partisipan untuk bertindak bersama lebih efektif untuk mengejar tujuan bersama.
berdasarkan pernyataan Putnam (1993), Modal sosial memiliki tiga fitur utama di
dalamnya, yaitu norma, jaringan dan kepercayaan. Ketiga komponen ini kemudian
dapat digunakan untuk mengukur modal sosial yang ada dalam suatu hubungan.
Hubungan dalam penelitian ini merupakan hubungan antara perusahaan dengan
masyarakat lokal.
Fitur kepercayaan dapat diartikan sebagai bentuk kerelaan untuk mengambil
risiko, rasa percaya jika orang lain akan memberikan respon sesuai yang diharapkan
dan bertindak timbal balik yang supportif, percaya sebagai hasil dari tindakan yang
diinginkan oleh seseorang sesuai dengan sudut pandang yang dimiliki orang lain,
dan sebagai bentuk outcome dari modal sosial (Fukuyama, 1995; Misztral 1996;
dan Foxton dan Jones, 2011). Fitur kedua pada modal sosial adalah norma. Norma
dapat diartikan sebagai standar profesional dan kode perilaku, kontrol sosial
informal, pengatur tindakan yang tidak tertulis, dan dianggap sebagai sesuai yang
baik serta dipahami oleh seluuh anggota masyarakat (Fukuyama, 1995; Putnam dan
Coleman, 2000; dan Foxton dan Jones, 2011). Fitur terakhir dalam modal sosial

, Universitas Indonesia
20

adalah jaringan. Jaringan diartikan sebagai hubungan personal yang


diakumulasikan ketika orang-orang berinteraksi satu sama lain dengan beberapa
tipe berbeda seperti bonding social capital, bridging social capital dan linking
social capital (Foxton dan Jones, 2011). Jaringan diartikan pula sebagai tempat
mengalirnya informasi yang berguna mengenai kesempatan dan pilihan yang tidak
tersedia di tempat lainnya dan akan meningkatkan hasil dari tindakan (Lin, 2001).
Berdasarkan pemaparan teori modal sosial di atas, penelitian ini berfokus
pada teori yang dipaparkan oleh Putnam (1993). Teori modal sosial yang
dikemukakan oleh Putnam dianggap sesuai dengan penelitian ini, karena teori
tersebut memiliki tiga fitur utama seperti trust, norms, dan network. Ketiga fitur ini
dibutuhkan oleh sebuah perusahaan dalam membangun modal sosial yang baik
dengan masyarakat lokal. Modal sosial adalah modal yang dibutuhkan perusahaan
sebagai faktor lain yang dapat memudahkan perusahaan dalam membangun relasi
positif dengan masyarakat lokal. Semakin baik relasi antara perusahaan dan
masyarakat lokal, maka dapat dikatakan perusahaan akan semakin mudah
menjalankan tujuan bisnisnya. Tentu saja, tanpa mengesampingkan kebutuhan
sosial dan keberadaan masyarakat lokal di sekitar dearah operasi. Melalui modal
sosial, penelitian ini dapat melihat penerimaan masyarakat lokal terhadap
keberadaan perusahaan. Tiga dimensi dalam modal sosial juga memfasilitasi
penerimaan antara perusahaan dengan masyarakat lokal. Kepercayaan, norma dan
jaringan memungkinkan masyarakat lokal untuk dapat membangun serta
meningkatkan penerimaan masyarakat lokal terhadap keberadaan perusahaan.

2.3 Definisi Operasional

Variabel Dependen: Relasi Sosial

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah relasi sosial. Relasi sosial
pada penelitian ini merujuk pada indeks relasi sosial perusahaan dan masyarakat
lokal oleh Prayogo (2011). Prayogo (2011) menjabarkan indeks relasi sosial
kedalam lima, yaitu benturan (social conflict), penolakan (social resistance),
penerimaan (social acceptance), dukungan (social support), dan pengamanan
(social based security). Dari kelima bagian dalam indeks relasi sosial, penelitian ini

Universitas Indonesia
21

berfokus pada relasi sosial dalam tingkatan penerimaan sosial (social acceptance).
Penerimaan digunakan untuk mengukur relasi sosial karena memiliki nilai 0 pada
indeks relasi sosial.
Mengacu pada Hofman dan Gaast (2014), dimensi dalam penerimaan sosial
dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Awareness (kesadaran). penerimaan sosial dipengaruhi oleh kesadaran


operasi tambang dan dampaknya serta pengetahuan akan hal tersebut. Jika
masyarakat lokal memiliki pengetahuan terkait operasi, maka kesadaran
akan meningkat. Indikator Awareness adalah:
a. Kesadaran masyarakat lokal
b. Pengetahuan masyarakat tentang operasi tambang
2. Keadilan dalam proses pembuatan keputusan. Prosedur dikatakan adil jika
terbuka dan transparan, publik dan stakeholder memiliki suara dalam
keputusan yang diambil, masukan yang diberikan dipertimbangkan oleh
pengambil keputusan. Indikator keadilan dalam proses pembuatan
keputusan adalah:
a. Pembuatan keputusan melibatkan masyarakat lokal
b. Pembuatan keputusan terbuka kepada komunitas lokal
c. Pembuatan keputusan trasparan terhadap komunitas
d. Pembuatan keputusan mempertimbangkan suara komunitas lokal
e. Perusahaan mengikutsertakan mayarakat lokal dalam pengambilan
keputusan
3. Konteks lokal. Masyarakat cenderung menolak perubahan di lingkungan
mereka, terlepas dari ketakutan personal akan kehilangan kualitas hidup
yang baik. perusahaan membutuhkan strategi berbagi keuntungan seperti
kompensasi keuangan, kepemilikan lokal dan peningkatan masyarakat lokal
baik infrastruktur maupun kemampuan. Indikator konteks lokal adalah:
a. Masyarakat lokal tetap memperoleh kualitas hidup yang baik
b. Perusahaan memberikan kompensasi keuangan
c. Perusahaan meningkatkan kemampuan masyarakat lokal
d. Perusahaan meningkatkan kualitas infrastruktur
e. Terbangun kepercayaan antara masyarakat lokal dan perusahaan

, Universitas Indonesia
22

Berdasarkan Moffat dan Zhang (2014), dimensi penerimaan komunitas atas


perusahaan adalah:

1. Kepercayaan: kepercayaan mendorong komunitas untuk merespon positif


perusahaan. Perusahaan tidak mengambil keuntungan atas kerentanan
masyarakat lokal, menunjukkan integritas dan kompetensinya dalam
mengelola resiko operasi di masa mendatang, bekerja kolaboratif dengan
masyarakat lokal, dan mempertemukan keinginan komunitas dengan sikap
perusahaan. Berikut indikator pada dimensi kepercayaan:
a. Kepercayaan
b. Perusahaan menunjukkan integritas dalam mengelola resiko
c. Perusahaan menujukkan kemampuannya dalam mengelola resiko
d. Perusahaan tidak mengambil untung atas kerentanan masyarakat
lokal
e. Mempertemukan keinginan masyarakat lokal dengan sikap
perusahaan
2. Dampak pada infrastruktur sosial: perusahaan memperbaiki infrastruktur
sosial seperti jalan dan fasilitas lain yang mempengaruhi masyarakat lokal.
Berikut indikator pada dimensi dampak pada infrastruktur sosial:
a. Memperbaiki infrastruktur sosial
3. Kontak antara komunitas lokal dan perusahaan: kontak memiliki dampak
positif akan kepercayaan antar kelompok. Melalui kontak hubungan dapat
terjaga. Berikut indikator dalam dimensi kontak:
a. Frekuensi interaksi/kontak
b. Kualitas kontak
c. Frekuensi komunikasi
4. Procedural Fairness: mengacu pada penerimaan individu bahwa mereka
memiliki suara dalam proses pengambilan keputusan. Ketika individu
merasa mereka aktif berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan dan
pembuat keputusan memperlakukan mereka dengan hormat, yang dianggap
oleh masyarakat lokal sebagai prosedur yang adil. Berikut indikator dalam
dimensi procedural fairness:

Universitas Indonesia
23

a. Kecenderungan melibatkan komunitas dalam pengambilan


keputusan
b. Frekuensi bersama
c. Keinginan bekerjasama dengan masyarakat lokal
d. Dukungan
e. Perusahaan menghormati masyarakat lokal

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini akan menggunakan seluruh


dimensi dan indikator penerimaan sosial untuk mengukur relasi sosial. seluruh
indikator dan dimensi yang dipaparkan di atas, seluruhnya dianggap relevan untuk
mengukur relasi sosial dalam penelitian ini. Dimensi kepercayaan dalam penelitian
ini juga diikutsertakan, walaupun pada variabel modal sosial juga terdapat dimensi
yang sama. Keduanya diperlakukan berbeda karena kepercayaan dalam modal
sosial tidak dapat dipisahkan dari dimensi lain yang menyertainya.

Variabel Independen: Kinerja Program CSR

Varibel kinerja program CSR merupakan variabel yang merujuk pada


konsep kinerja program CSR oleh Prayogo (2013). Kinerja program CSR memiliki
enam dimensi di dalamnya. Berikut enam dimensi kinerja program CSR
berdasarkan Prayogo (2013):

1. Manfaat (Advantage). Manfaat program dalam memperbaiki kondisi


masyarakat, pemenuhan kebutuhan dan peningkatan akses pelayanan, serta
mengangkat potensi lokal. Berikut indikator dalam dimensi manfaat:
a. Program bermanfaat memperbaiki kondisi masyarakat penerima
b. Kemampuan program meningkatkan akses masyarakat memenuhi
kebutuhan lainnya
c. Kemampuan program mengangkat potensi lokal
2. Kesesuaian (Relevance). Kesesuaian program dengan kebutuhan dan
kemampuan komunitas. Berikut indikator dalam dimensi kesesuaian:
a. Kesesuaian program dengan kebutuhan masyarakat
b. Kesesuaian program yang diberikan dengan kemampuan komunitas

, Universitas Indonesia
24

3. Keberlanjutan (Sustainability). Keberlanjutan program dapat dilakukan


oleh pihak penerima jika bantuan diberhentikan, serta mendorong
komunitas untuk melanjutkan program tersebut secara mandiri. Berikut
indikator dalam dimensi keberlanjutan:
a. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan/ pendampingan korporasi
b. Program korporasi mendorong komunitas untuk melanjutkan program
tersebut secara mandiri
4. Dampak (Impact). Dampak yang diakibatkan program yang dirasakan oleh
masyarakat luas, serta kemampuan program menjadi contoh bagi program
serupa di daerah sekitar. Berikut indikator dalam dimensi dampak:
a. Dampak secara langsung dirasakan masyarakat luas
b. Kemampuan program menjadi contoh bagi program serupa di daerah
sekitar
5. Partisipasi (Participation). Partisipasi komunitas baik dalam perencanaan
awal maupun pelaksanaan program. Berikut indikator dalam dimensi
partisipasi:
a. Partisipasi komunitas dalam perencanaan/sosialisasi awal program
b. Partisipasi komunitas dalam pelaksanaan program
6. Pengembangan Kapasitas (Capacity Building). Program mampu
meningkatkan pengetauan dan keterampilan, serta peningkatan kemampuan
berorganisasi yang dirasakan komunitas akibat program. Berikut indikator
dalam dimensi pengembangan kapasitas:
a. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas akibat program
b. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang dirasakan komunitas
akibat program

Berdasarkan pemaparan dimensi dan indikator kinerja program CSR


berdasarkan Prayogo (2013), penelitian ini akan menggunakan keseluruhan
dimensi dan indikator yang di paparkan oleh Prayogo (2013). Keseluruhan dimensi
dan indikator kinerja program CSR ini, dianggap sesuai dan relevan dengan
penelitian dalam tulisan ini.

Universitas Indonesia
25

Variabel Intervening: Modal Sosial

Variabel intervening dalam penelitian ini adalah variabel modal sosial.


modal sosial yang diangkat dalam tulisan ini mengacu pada Putnam (1993). Putnam
(1993) membagi modal sosial kedalam tiga fitur utama, yaitu norma, jaringan dan
kepercayaan. namun, Putnam (1993) tidak menjelaskan bagaimana pengertian
ketiga fitus modal sosial dalam tulisannya secara spesifik. Sehingga, dalam
penelitian ini, pengertian ketiga fitur modal sosial diambil dari pemikir modal sosial
lainnya. berikut tiga fitur dalam modal sosial:

1. Kepercayaan (Trust). Fukuyama (1995) mengartikan kepercayaan sebagai


kerelaan untuk mengambil resiko didasarkan pada konteks sosial, di mana
ada rasa percaya diri jika orang lain akan memberikan respon sesuai dengan
yang diharapkan dan akan bertindak timbal balik dengan cara yang suportif.
Sedangkan, Misztral (1996, dalam Onyx dan Bullen, 2000) menjelaskan
bahwa kepercayaan bermakna rasa percaya sebagai hasil dari tindakan yang
diinginkan oleh seseorang akan sesuai dengan sudut pandang yang dimiliki
oleh orang lain. berdasarkan pengertian di atas, berikut indikator pada
dimensi kepercayaan:
a. Rela mengambil resiko
b. Mempertimbangkan tindakan yang dilakukan dengan sikap orang lain
c. Mempertimbangkan tindakan yang dilakukan dengan timbal balik dari
orang lain.
d. Jujur dalam bertindak
e. Adanya tindakan kerjasama
f. Adanya rasa percaya
g. Mempertimbangkan sudut pandang orang lain dalam bertindak
2. Norma (Norms). Mengacu pada Fukuyama (1995), norma diartikan sebagai
pertanyaan akan nilai-nilai mendalam, namun juga mencakup norma secular
seperti standar profesional dan kode perilaku. Sedangkan Putnam dan
Coleman (dalam Onyx dan Bullen, 2000) menjelaskan norma sosial sebagai
bentuk control sosial informal yang menghilangkan sanksi legal
institusional. Norma sosial biasanya tidak secara tertulis namun dipahami
sebagai yang menentukan pola tindakan yang diharapkan dalam konteks

, Universitas Indonesia
26

sosial yang telah ada dan untuk memaknai bentuk tindakan yang bernilai
atau di terima secara sosial. kemudian Foxton dan Jones (2011) melihat
norma sosial sebagai sesuatu yang diterima oleh sebagian besar individu
atau kelompok sebagai sesuatu yang baik, serta dipahami oleh seluruh
anggota masyarakat. berdasarkan dari pengertian-pengertian yang
dipaparkan sebelumnya, maka indikator dalam dimensi norma adalah:
a. Adanya nilai-nilai “mendalam” antar anggota kelompok
b. Adanya nilai-nilai sekuler antar anggota kelompok
c. Ketidak sesuaian tindakan dan norma akan diberi sanksi
d. Nilai yang disepakati dan dibuat bersama
e. Nilai yang disetujui kedua pihak
f. Adanya standar profesional dalam bertindak
g. Nilai yang diterima secara sosial
3. Jaringan (Network). Foxton dan Jones (2011) menjelaskan bahwa Jaringan
baik formal maupun informal dalam konsep modal sosial, dimaknai sebagai
hubungan personal yang diakumulasikan ketika orang-orang berinteraksi
satu sama lain dalam keluarga, tempat bekerja, lingkungan bertetangga,
asosiasi lokal dan berbagai tempat pertemuan formal dan informal.
Sedagkan Lin (2001) menjelaska jika jaringan sosial merupakan tempat
mengalirnya informasi yang berguna mengenai kesempatan dan pilihan
yang tidak tersedia ditempat lainnya, dan akan meningkatkan hasil dari
tindakan. Melalui jaringan pula, anggota dalam sebuah kelompok berbagi
ketertarikan yang sama dan sumberdaya yang tidak hanya menyediakan
dukungan emosional namun juga pengakuan publik atas klaim sumberdaya
tertentu. Berdasarkan pemaparan mengenai dimensi jaringan, berikut
indikator dalam dimensi ini:
a. Adanya hubungan yang lebih dekat
b. Adanya interaksi satu sama lain
c. Adanya tempat pertemuan dalam interaksi
d. Adanya ikatan yang lemah namun menyilang
e. Adanya posisi kekuasaan dalam hubungan
f. Adanya hirarki dalam hubungan

Universitas Indonesia
27

g. Adanya dukungan dari pihak lain

Berdasarkan pemaparan mengenai tiga dimensi dalam modal sosial, yaitu


kepercayaan, norma dan jaringan, keseluruhan indikator dan dimensi dalam modal
sosialnya digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan keseluruhan
indikator dan dimensi pada variabel modal sosial yang dipaparkan dianggap relevan
dengan tema penelitian ini. Selain itu, indikator dan dimensi dalam variabel modal
sosial ini juga dianggap dapat digunakan untuk mengukur modal sosial dalam
penelitian ini.

2.4 Hubungan Antar Variabel (HAV)

Hubungan Antar Variabel (HAV) dalam penelitian ini dibagi kedalam dua
bagian, yaitu hubungan antar variabel bivariate dan hubungan antar variabel
multivariate. Hubungan variabel bivariate berfokus pada hubungan antara variabel
dependen yaitu relasi sosial dan variabel independen yaitu kinerja program CSR.
Sedangkan hubungan antar variabel multivariate menitik beratkan pada hubungan
antara variabel dependen yaitu relasi sosial, variabel independen yaitu kinerja
program CSR dan variabel intervening yaitu modal sosial.

Hubungan Antar Variabel Bivariate (HAV Bivariate)

Program CSR memiliki kaitan secara langsung dengan relasi sosial yang
menjadi hasil dari aktivitas CSR suatu perusahaan. Prayogo (2011) menjelaskan
bahwa jika CSR dan CD dapat dijalankan dengan baik oleh perusahaan, maka relasi
terbangun relasi yang baik pula antara perusahaan dengan stakeholdernya. Selain
terbangunnya relasi baik antara perusahaan dengan stakeholder perusahaan,
aktivitas CSR yang baik juga meningkatkan social performance perusahaan yang
membentuk good corporate image perusahaan itu sendiri.
Konsep kinerja program CSR (Prayogo 2013) dianggap sebagai konsep
yang sesuai untuk melihat kaitan antara program CSR dengan relasi sosial. Konsep
kinerja program CSR menekankan pada kewajiban perusahaan untuk menciptakan
kesejahteraan sekaligus membangun relasi saling mendukung antara perusahaan

, Universitas Indonesia
28

dengan komunitas lokal, melalui program CSR. Enam dimensi dalam konsep ini
yaitu manfaat, kesesuaian, keberlanjutan, dampak, partisipasi, dan pengembangan
kapasitas, mengukur program CSR secara menyeluruh dalam kaitannya dengan
relasi sosial.
CSR yang melibatkan masyakarat lokal dari awal proses perencanaan
hingga evaluasi program. Kemp et al (2011) menekankan keadilan untuk
mengurangi potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Perusahaan berusaha mengikutsertakan masyarakat dalam pembuatan keputusan
serta menciptakan resolusi konflik yang mungkin terjadi dalam hubungan
perusahaan dan masyarakat lokal (Kemp et al, 2011). Perlunya
kesalingmenguntungkan antara perusahaan dan masyarakat lokal dalam
berjalannya operasi perusahaan (Harvey, 2013). Sehingga tidak memunculkan
ketimpangan yang tidak diharapkan seperti menghasilkan masyarakat yang miskin
dan perusahaan yang hidup mewah, melalui hubungan yang baik dengan
masyarakat lokal.
Rozi (2017) menjelaskan bahwa performa CSR memiliki hubungan yang
cukup kuat sekitar 47% berkaitan dengan relasi sosial antara perusahaan dan
masyarakat lokal. Procedural fairness (keadilan prosedural) merupakan salah satu
factor penting yang ikut serta memengaruhi relasi antara perusahaan dengan
komunitas (Rozi, 2017). Berdasarkan pembahasan di atas, hipotesis yang dapat
diajukan adalah:

Hipotesis 1: Kinerja Program CSR memiliki pengaruh terhadap relasi sosial.

Hubungan Antar Variabel Multivariate (HAV Multivariate)

Program CSR yang dijalankan dengan baik oleh perusahaan, dapat


menghasilkan relasi yang baik antara perusahaan dengan komunitas lokal (Prayogo,
2011). Namun, dalam beberapa kasus tertentu seperti yang terjadi pada kasus PT.
Newmont Minahasa tidak demikian. PT. Newmont Minahasa melakukan aktivitas
CSR dengan baik melalui beragam program CSR seperti pemberdayaan, salah
satunya ditujukan untuk nelayan. Hasil yang diperoleh Asy’ari (2009) menjelaskan
bahwa masyarakat lokal menganggap keberadaan perusahaan mengurangi hasil

Universitas Indonesia
29

tangkapan ikan bagi para nelayan, serta merusak wilayah Dodo yang menjadi
tempat bersemayam leluhur masyarakat Minahasa. Keberadaan PT. Newmont
ditentang oleh LSM lokal sehingga perpanjangan kontrak yang telah ditanda
tangani tidak berjalan (Asy’ari, 2009).
Moffat dan Zhang (2014) menggunakan salah satu fitur dalam modal sosial
yaitu kepercayaan, sebagai variabel intervening dalam penelitiannya. Kepercayaan
dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat lokal dianggap penting, dan
dapat terbangun dengan intensitas kontak yang tinggi serta mengikutsertakan
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan (Moffat dan Zhang, 2014).
Terutama keputusan yang berhubungan erat dengan hajat hidup mereka. Jha dan
Cox (2015) menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara CSR dengan
modal sosial. Faktor modal sosial dari wilayah lokasi perusahaan dapat
memengaruhi CSR. Hubungan positif ini, terpengaruh oleh kecenderungan
altruistic yang muncul karena adanya tradisi dan norma yang dilestarikan secara
turun temurun (Jha dan Cox, 2015). Berdasarkan pemaparan tersebut, teori modal
sosial dianggap sesuai digunakan sebagai variabel intervening dalam hubungan
kinerja program CSR dengan relasi sosial. Modal sosial memiliki tiga fitur utama
di dalamnya yang saling terkait satu sama lain, yaitu trust, norms dan network.
Modal sosial dalam penelitian ini dianggap dapat membangun penerimaan
masyarakat lokal terhadap keeradaan perusahaan. Tumbuhnya rasa saling percaya,
terbangunnya norma dan jaringan, membuat masyarakat lokal dapat membangun
relasi yang baik dengan perusahaan. Karena menerima keberadaan perusahaan
dengan kegiatan operasi eksploitasi alam di wilayah tinggal masyarakat lokal,
bukanlah hal yang mudah dilakukan. Modal sosial mempermudah penerimaan
tersebut. Sehingga hipotesis yang dapat diajukan adalah:

Hipotesis 2: Modal Sosial memengaruhi hubungan Kinerja Program CSR dengan


Relasi Sosial.

2.5 Model Analisis

Berikut gambaran hubungan teori CSR, Modal Sosial, dan Relasi Sosial
berdasarkan penjelasan sebelumnya.

, Universitas Indonesia
30

Modal Sosial

• Trust
• Norms
• Network

Kinerja CSR Relasi Sosial


• Manfaat (Advantage)
• Kesesuaian (Relevance)
• Keberlanjutan (Sustainability)
• Penerimaan Sosial
• Dampak (Impact)
• Partisipasi (Partisipation)
• Kinerja (Performance)

Gambar 2.2 Gambaran Hubungan Antar Variabel Kinerja Program CSR, Modal
Sosial dan Relasi Sosial

2.6 Operasionalisasi Konsep

Operasionalisasi konsep dalam penelitian ini disusun untuk mempermudah


penilaian berupa kuesioner dari masing-masing variabel. Operasionalisasi konsep
terkait variabel kinerja program CSR dan variabel relasi sosial diadaptasi dari
operasionalisasi konsep yang dilakukan oleh Rozi (2017), sementara penelitian ini
juga berusaha mengikutsertakan variabel modal sosial.

Tabel 2.1 Operasionalisasi Konsep Variabel Penelitian

Variabel Kinerja Program CSR

Dimensi Indikator Kategori Skala


• Program bermanfaat Skoring 1-10 Interval
memperbaiki kondisi
masyarakat penerima
• Kemampuan program
Manfaat
meningkatkan akses
(advantage)
masyarakat memenuhi
kebutuhan lainnya
• Kemampuan program
mengangkat potensi lokal
Kesesuaian • Kesesuaian program dengan Skoring 1-10 Interval
(relevance) kebutuhan masyarakat

Universitas Indonesia
31

• Kesesuaian program yang


diberikan dengan
kemampuan komunitas
• Keberlanjutan program tanpa Skoring 1-10 Interval
adanya bantuan/
pendampingan korporasi
Keberlanjutan
(sustainability) • Program korporasi
mendorong komunitas untuk
melanjutkan program
tersebut secara mandiri
• Dampak secara langsung Skoring 1-10 Interval
dirasakan masyarakat luas
Dampak
• Kemampuan program
(impact)
menjadi contoh bagi program
serupa di daerah sekitar
• Partisipasi komunitas dalam Skoring 1-10 Interval
perencanaan/sosialisasi awal
Partisipasi
program
(participation)
• Partisipasi komunitas dalam
pelaksanaan program
• Peningkatan pengetahuan Skoring 1-10 Interval
Pengembangan dirasakan komunitas akibat
Kapasitas program
(capacity • Peningkatan keahlian atau
building) keterampilan yang dirasakan
komunitas akibat program

Variabel Relasi Sosial

Dimensi Indikator Kategori Skala


• Community fairness Skoring 1-10 Interval
• Keadilan
• Kepercayaan
• Keterbukaan
Keterlibatan lokal
• Kesadaran masyarakat lokal Skoring 1-10 Interval
• Pengetahuan masyarakat
tentang operasi tambang
Penerimaan • Pembuatan keputusan
Sosial (Social melibatkan masyarakat lokal
Acceptance) • Pembuatan keputusan
terbuka kepada komunitas
lokal
• Pembuatan keputusan
trasparan terhadap
komunitas
• Pembuatan keputusan
mempertimbangkan suara
komunitas lokal

, Universitas Indonesia
32

• Perusahaan
mengikutsertakan
mayarakat lokal dalam
pengambilan keputusan
• Masyarakat lokal tetap
memperoleh keualitas hidup
yang baik
• Perusahaan memberikan
kompensasi keuangan
• Perusahaan meningkatkan
kemampuan masyarakat
lokal
• Perusahaan meningkatkan
kualitas infrastruktur
• Terbangun kepercayaan
antara masyarakat lokal dan
perusahaan
• Kepercayaan Skoring 1-10 Interval
• Perusahaan menunjukkan
integritas dalam mengelola
resiko
• Perusahaan menujukkan
kemampuannya dalam
mengelola resiko
• Perusahaan tidak
mengambil untung atas
kerentanan masyarakat
lokal
• Mempertemukan keinginan
masyarakat lokal dengan
sikap perusahaan
• Frekuensi interaksi/kontak
• Kualitas kontak
• Frekuensi komunikasi
• Kecenderungan melibatkan
komunitas dalam
pengambilan keputusan
• Frekuensi bersama
• Keinginan bekerjasama
dengan masyarakat lokal
• Dukungan
• Perusahaan menghormati
masyarakat lokal

Variabel Modal Sosial

Dimensi Indikator Kategori Skala


Kepercayaan • Rela mengambil resiko Skoring 1-10 Interval
(Trust)

Universitas Indonesia
33

• Mempertimbangkan tindakan
yang dilakukan dengan sikap
orang lain
• Mempertimbangkan
tindakan yang dilakukan
dengan timbal balik dari
orang lain.
• Jujur dalam bertindak
• Adanya tindakan kerjasama
• Adanya rasa percaya
• Mempertimbangkan
sudutpandang orang lain
dalam bertindak
• Adanya nilai-nilai Skoring 1-10 Interval
“mendalam” antar anggota
kelompok
• Adanya nilai-nilai sekuler
antar anggota kelompok
• Ketidak sesuaian tindakan
dan norma akan diberi
Norma sanksi
(Norms) • Nilai yang disepakati dan
dibuat bersama
• Nilai yang disetujui kedua
pihak
• Adanya standar profesional
dalam bertindak
• Nilai yang diterima secara
sosial
• Adanya hubungan yang Skoring 1-10 Interval
lebih dekat
• Adanya interaksi satu sama
lain
• Adanya tempat pertemuan
dalam interaksi
Jaringan • Adanya ikatan yang lemah
(Network) namun menyilang
• Adanya posisi kekuasaan
dalam hubungan
• Adanya hirarki dalam
hubungan
• Adanya dukungan dari pihak
lain

, Universitas Indonesia
34

2.7 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini akan menguji beberapa hipotesis. Hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah:

Hipotesis 1
H10 : Kinerja Program CSR tidak memiliki pengaruh
terhadap relasi sosial.
H11 : Kinerja Program CSR memiliki pengaruh terhadap
relasi sosial.
Hipotesis 2
H20 : Modal Sosial tidak memiliki pengaruh terhadap
hubungan Kinerja Program CSR dengan Relasi Sosial
H21 : Modal Sosial memiliki pengaruh terhadap hubungan
Kinerja Program CSR dengan Relasi Sosial

Universitas Indonesia
BAB 3

3. METODE PENELITIAN

3.1 Model Penelitian

Dalam melihat kinerja program CSR dapat menciptakan penerimaan sosial


melalui modal sosial perusahaan, tulisan ini melihat jika metode kuantitatif
dianggap relevan untuk membahas permasalahan ini. Cresswell (2010)
menjelaskan metode kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori
tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Penggunaan metode
kuantitatif diperlukan untuk menguji hipotesis penelitian dan mengukur sejauh
mana hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi sosial yang dalam
penelitian ini berfokus pada legitimasi sosial. Metode kuantitatif juga digunakan
untuk mengukur pengaruh variabel modal sosial dalam hubungan variabel kinerja
program CSR dan relasi sosial yang berfokus pada legitimasi sosial.

3.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam metode kuantitatif berdasarkan tujuannya adalah


penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif merupakan penelitian yang tujuan
utamanya untuk menjelaskan mengapa suatu kejadian terjadi dan untuk
membangun, mengelaborasi, memperluas atau menguji teori (Neuman, 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk menguji teori modal sosial sebagai variabel
intervening dalam hubungan kinerja program CSR dan relasi sosial. Kemudian,
penelitian ini menguji hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi sosial
yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Penelitian ini berupaya melihat
apakah terdapat hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi sosial pada
kondisi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Dimensi waktu dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Neuman (2006),
mengartikan penelitian cross-sectional sebagai penelitian yang dilakukan pada satu
waktu tertentu saja. Cross-sectional dipilih karena penelitian dilakukan untuk

35 Universitas Indonesia
36

mengetahui bagaimana relasi antara perusahaan dan masyarakat lokal pada saat
penelitian berlangsung saja, dan tidak dapat digeneralisir pada waktu sebelum atau
setelah penelitian berlangsung.
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian basic
research. Basic research merupakan desain penelitian yang berfungsi untuk
memajukan pengetahuan fundamental mengenai bagaimana dunia bekerja dan
membangun atau melakukan serangkaian uji penjelasan teoretis. Penelitian ini
mencoba untuk menjelaskan bagaimana kinerja program CSR yang baik, menjadi
penting bagi masa depan hubungan perusahaan dengan masyarakat lokal. Karena
kinerja program CSR yang baik diharapkan dapat membangun relasi yang positif
antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik survei.
Penelitian survei merupakan penelitian di mana peneliti secara sistematis
menanyakan banyak orang dengan pertanyaan yang sama dan kemudian mencatat
jawaban tersebut (Neuman, 2006). Teknik survei dilakukan untuk memperoleh data
primer dalam penelitian, teknik survei dipilih agar dapat mencakup lebih banyak
sample dengan wilayah yang lebih luas. Dalam pengumpulan data sekunder,
dilakukan melalui analisis dokumen pribadi perusahaan, mengumpulkan data
statistic jika memungkinkan, serta melakukan kajian literatur untuk memperkaya
data yang diperoleh.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian menurut Neuman (2006) diartikan sebagai ide abstrak


mengenai banyaknya orang dalam beragam kasus yang peneliti gambarkan sebagai
sample penelitian dan hasil dari sample tersebut kemudian di generalisasi. Sebelum
menentukan populasi dan sample yang digunakan dalam penelitian, penelitian ini
menentukan terlebih dahulu unit analisis dalam penelitian ini. Unit analisis
merupakan kunci dalam pengembangan konsep, diukur secara empiris atau
observasi konsep dan dalam analisis data (Neuman, 2006). Unit analisis dalam
penelitian ini berada pada tingkatan kepala keluarga. Kepala keluarga dalam unit
analisis ini adalah kepala keluarga yang mengetahui dan belum pernah menerima

Universitas Indonesia
37

program CSR, dan kepala keluarga yang mengetahui serta menerima program CSR
perusahaan. Unit observasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang
mengetahui program CSR perusahaan tetapi belum pernah menerima program CSR
dari perusahaan, serta kepala keluarga yang mengetahui dan menerima program
CSR perusahaan. Populasi penelitian kemudian dibatasi hanya pada kepala
keluarga yang mengetahui saja, kepala keluarga yang menerima program CSR
perusahaan, serta kepala keluarga yang mengetahui dan menerima program CSR
perusahaan CNOOC di Pulau Kelapa.

3.4 Sampel Penelitian

Secara sederhana, sampel dapat diartikan sebagai unit terkecil dari populasi
yang keberadaannya dapat mewakili atau jawabannya dapat digeneralisir pada
tingkat populasi. Neuman (2006) menjelaskan sample sebagai kumpulan kecil
individu yang peneliti pilih dari populasi yang lebih luas dan mengeneralisasi
populasi. Sample penelitian ini adalah kepala keluarga yang mengetahui saja,
kepala keluarga yang menerima program CSR perusahaan, serta kepala keluarga
yang mengetahui dan menerima program CSR perusahaan.
Teknik penarikan sampel yang dianggap sesuai dalam penelitian ini adalah
teknik stratified sampling. Stratified sampling didesain untuk memilih sample pada
populasi yang heterogen dengan nilai yang meningkatkan keterwakilan sample
(Babbie, 2010). Penggunaan teknik stratified sampling didasari dari
ketidakmungkinan peneliti memperoleh kerangka sampel yang terperinci dari
keseluruhan populasi di Pulau Kelapa atas dasar kerahasiaan dan perlindungan dari
negara. Sehingga peneliti menggunakan teknik penarikan sample ini untuk
mengambil sample berdasarkan RW, RT kemudian KK.
Teknik penarikan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik
stratified. Tahap pertama melakukan pengambilan sample acak 2 RT dari masing-
masing RW di Pulau Kelapa. Langkah selanjutnya melakukan pengambilan sample
acak KK secara proporsional sebanyak 100 KK. Penentuan jumlah sampling
didasarkan pada jumlah keseluruhan KK di Pulau Kelapa RW 1 hingga RW 4,
sebanyak 1678 KK. Dengan margin of error sebesar 7,34% dan tingkat

, Universitas Indonesia
38

kepercayaan sebesar 90%. Dalam penelitian ini, RW 5 di Pulau Kelapa tidak


diikutsertakan dalam penelitian. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menjangkau RW
5 yang berbeda Pulau, serta keadaan masyarakatnya yang tidak memungkinkan
untuk melakukan pengisian kuesioner.

Tabel 3.1 Penarikan Sampel Penelitian

Jumlah Keseluruhan KK RW 1-4 Pulau Kelapa = 1678 KK


RW 1 memiliki 5 RW 2 memiliki 8 RW 3 memiliki 8 RW 4 memiliki 7
RT = 363 KK RT = 409 KK RT = 451 KK RT= 455 KK
RT 2 = RT 5 = RT 5 = RT 6 = RT 1 = RT 4 = RT 3 = RT 2 =
24 14 13 12 15 18 10 12

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 3.1 menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan RW 1 – 4 sebagai


sampel penelitian. Setiap RW diambil masing-masing dua RT secara acak
menggunakan aplikasi angka random, dengan memasukkan nilai terendah dan
tertinggi jumlah sampel pada setiap RT. Kemudian, setelah diperoleh dua RT yang
akan dijadikan sampel pada setiap RW, tahap pengambilan sampel selanjutnya
adalah menentukan jumlah KK setiap RT yang terpilih dari setiap RW secara
proporsional dan random menggunakan kalkulator angka random. Tujuannya untuk
menyesuaikan jumlah sample yang diambil dengan jumlah KK di masing-masing
RT. Berikut rumus pengambilan sampel secara proporsional di tiap-tiap RT:

𝑁 𝑅𝑇
𝑥 𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 (3.1)
𝑁 𝑅𝑊
Berdasarkan rumus di atas, perhitungan untuk memperoleh jumlah sampel
tiap-tiap RT adalah:

Tabel 3.2 Hasil Penghitungan Sampel

RW Jumlah KK RT Jumlah KK Rumus Total


87
01 363 KK 2 87 KK 𝑥 100 = 23,9 24
363
49
01 363 KK 5 49 KK 𝑥 100 = 13,49 14
363

Universitas Indonesia
39

51
02 409 KK 5 51 KK 𝑥 100 = 12,46 13
409
50
02 409 KK 6 50 KK 𝑥 100 = 12,22 12
409
69
03 451 KK 1 69 KK 𝑥 100 = 15,29 15
451
83
03 451 KK 4 83 KK 𝑥 100 = 18,40 18
451
43
04 455 KK 3 43 KK 𝑥 100 = 9,45 10
455
55
04 455 KK 2 55 KK 𝑥 100 = 12,08 12
455
Total Keseluruhan Sampel 117 KK

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Setelah responden utama terpilih, peneliti menetapkan pada masing-masing


RT sebanyak 5 responden cadangan. Responden cadangan dapat digunakan jika
responden utama, berpindah domisili, tidak bersedia menjawab, tidak tahu sama
sekali, pikun, tidak dapat diajak berkomunikasi serta meninggal. Pemilihan
responden cadangan sama dengan pemilihan responden utama, yaitu secara acak
menggunakan aplikasi angka random.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik survei yang dilakukan dengan cara


memberikan pertanyaan terstruktur kepada sampel penelitian, dengan pertanyaan
yang sama, untuk memperoleh hasil yang rinci dalam penelitian ini. Tidak hanya
itu, penelitian ini juga akan melakukan observasi agar hasil penelitian dapat lebih
tervalidasi. Berikut teknik pengumpulan data dalam penelitian ini:
• Tahap pertama, pelaksanaan pre-test pada 30 responden yang dipilih secara
accidental di Pulau Harapan untuk menguji kuesioner yang digunakan
dalam penelitian. Melalui pre-test, teknik terbaik dapat ditentukan untuk
melakukan pendekatan, serta menambahkan beberapa hal dalam penelitian
ini seperti memberikan tambahan pertanyaan apakah responden mengetahui
jenis dan salah satu kegiatan atau pernah menjadi pemanfaat.

, Universitas Indonesia
40

• Tahap kedua, setelah sampel acak responden dari setiap RT terpilih,


responden dikunjungi secara door to door. Kebanyakan kepala keluarga
yang terpilih menjadi responden merupakan nelayan atau buruh, sehingga
kepala keluarga lebih sering diwakilkan oleh istri.
• Tahap ketiga, responden diperlihatkan daftar program CSR CNOOC yang
diketahui oleh responden atau dimungkinkan bahwa responden pernah
menjadi pemanfaat, atau keduanya. Jika responden mengetahui paling tidak
satu kegiatan dalam satu jenis program CSR maka responden dapat
digunakan menjadi responden dalam penelitian.
• Tahap keempat, merupakan tahap pengisian kuesioner dengan
pendampingan. Responden dibacakan pertanyaan, kemudian responden
merespon pertanyaan tersebut dengan menyebutkan nilai 1-10 terkait
pertanyaan yang diajukan. Proses pendampingan juga dibantu oleh salsh
satu penduduk lokal untuk mempermudah komunikasi dengan responden,
sehingga responden tidak hanya memberikan jawaban berupa nilai 1-10
tetapi responden juga bercerita terkait program yang diketahui maupun
program yang menjadikan mereka pemanfaat.
• Tahap kelima, jika responden yang terpilih berpindah domisili, tidak
bersedia menjawab, tidak tahu sama sekali, pikun, tidak dapat diajak
berkomunikasi atau bahkan meninggal, maka responden utama akan
digantikan dengan responden cadangan. Jika responden cadangan juga
berpindah domisili, tidak bersedia menjawab, tidak tahu sama sekali, pikun,
tidak dapat diajak berkomunikasi serta meninggal, maka digantikan dengan
responden cadangan lainnya, hingga responden cadangan habis. Jika
responden cadangan habis, maka peneliti melakukan pemilihan secara acak
seperti cara sebelumnya.

3.6 Strategi Validasi dan Analisis Data

Validasi kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil


penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu (Gibbs, dalam Creswell
2010). Dalam penelitian ini, strategi validasi yang digunakan adalah triangulasi.

Universitas Indonesia
41

Strategi triangulasi adalah mentriangulasi sumber-sumber data yang berbeda


dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut, dan
menggunakannya untuk membangun tema-tema secara koheren. Tema-tema yang
dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dan partisipan akan
menambah validitas penelitian (Creswell, 2010).
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan triangulasi melalui
pemeriksaan akan data-data yang diperoleh, baik data dalam bentuk tertulis seperti
kuesioner, koran, maupun laporan implementasi program CSR yang dimiliki oleh
perusahaan, dan dapat berupa buletin, serta website Kepulauan Seribu. Validasi
dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan informan
penelitian, mengenai topik penelitian dan kegiatan CSR perusahaan.
Analisa data dilakukan dengan mengklasifikasikan data berdasarkan tema-
tema umum yang diterapkan. Setelah itu melakukan proses koding terbuka dengan
menetapkan label pada data dan meringkaskan data ke dalam kategori-kategori
tertentu. Selanjutnya dilakukan koding aksial yaitu menghubungkan antara tema-
tema yang telah dikoding untuk dielaborasikan dengan konsep-konsep yang
mungkin merepresentasikan tema-tema tersebut. Terakhir, dilakukan penyeleksian
pada data yang mewakili keseluruhan data dan siap dianalisis. (Neuman, 2003).

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Pulau Kelapa – Harapan, Kepulauan Seribu Jakarta


Utara. Wilayah ini merupakan wilayah offshore atau wilayah tambang perusahaan
CNOOC SES Ltd. masyarakat di Pulau Kelapa – Harapan, diasumsikan banyak
melakukan kontak dengan perusahaan, melalui beragam implementasi program.
Pulau Kelapa – Harapan juga merupakan pulau yang pertama kali menerima dan
berada pada daerah Ring 1 perusahaan. Sehingga pulau tersebut wajib menerima
implementasi program-program CSR yang dijalankan oleh perusahaan CNOOC
SES Ltd. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 25 Maret hingga 1 April
2018.

, Universitas Indonesia
42

3.8 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data secara kuantitatif dalam penelitian ini dijalankan


melalui beberapa tahap, yaitu:
• Tahap pertama, data yang diperoleh menggunakan kuesioner, diinput satu
persatu kedalam aplikasi SPSS. Kemudian dilakukan uji validitas untuk
menguji kelayakan konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Nilai
validitas diperoleh dari uji validitas SPSS. Jika nilai r hitung lebih besar atau
sama dengan r tabel, maka konsep atau variabel dalam penelitian valid
untuk digunakan. Untuk item-item dalam konsep yang diuji validitasnya
memiliki nilai di bawah r tabel atau memiliki nilai minus, maka akan
dihapus satu persatu. Karena akan memengaruhi hasil akhir pada penelitian.
• Tahap kedua, setelah melakukan uji validitas, maka variabel dalam
penelitian ini diuji reliabilitasnya. Tujuan dilakukannya uji reliabilitas
adalah untuk melihat sejauh mana variabel yang digunakan dalam penelitian
telah presisi dalam mengukur objek penelitian yang sama. Standar nilai
reliabilitas dalam penelitian ini adalah 0,60 Cronbach’s Alpha. Jika hasil uji
reliabilitas di bawah 0,60 maka dianggap tidak reliable.
• Tahap ketiga, setelah data diinput, peneliti tidak mengikutsertakan outlier
dalam pengolahan data dengan melakukan select cases pada setiap jenis
program dalam variabel kinerja program. Dalam variabel kinerja program,
terdapat enam jenis program, yang tidak setiap responden mengetahui
ataupun pernah menjadi pemanfaat dalam program CSR CNOOC. sehingga,
mereka yang tidak mengetahui maupun tidak menjadi pemanfaat dalam
penelitian ini tidak dapat memberikan skor dalam pertanyaan tiap jenis
program. hal ini menyebabkan nilai 0 dalam tiap pertanyaan dianggap
sebagai outlier. Menghilangkan outlier dimaksudkan agar nilai mean yang
diperoleh proporsional dengan “n” pada tiap-tiap jenis program dalam
variabel kinerja program CSR.
• Tahap keempat, setelah mengeliminir outlier dengan menggunakan select
cases, selanjutnya adalah melakukan compute berdasarkan masing-masing
dimensi pada tiap-tiap variabel. Setelah melakukan compute per dimensi

Universitas Indonesia
43

pada masing-masing variabel, compute dilakukan per variabel untuk


melihat jumlah secara keseluruhan.
• Tahap kelima, setelah melakukan compute tahap selanjutnya adalah
melakukan descriptive statistic untuk melihat nilai mean per dimensi pada
tiap-tiap variabel yang telah di compute sebelumnya, juga pada masing-
masing variabel. Alasan digunakannya nilai mean karena persebaran data
dalam penelitian ini normal. Khusus untuk variabel kinerja program CSR
yang dibagi kedalam enam jenis program, nilai total compute variabel ini
diperoleh dengan meng-compute tiap-tiap variabel kinerja program CSR per
jenis program.
• Tahap keenam, proses recode into different variabel, tujuannya agar
variabel asal tidak hilang, dan dapat dilihat tahapan pengerjaan pengolahan
data yang dilakukan. Tiap-tiap dimensi pada masing-masing variabel, serta
masing-masing variabel di recode untuk melihat tinggi rendahnya dimensi
dan variabel dalam penelitian dengan menggunakan nilai mean yang sudah
diperoleh sebelumnya. nilai tinggi dinotasikan dengan angka 1, sedangkan
nilai rendah dinotasikan dengan angka 2.
• Tahap ketujuh, setelah melakukan recode, tahap selanjutnya melakukan
descriptive statistic untuk melihat nilai persentase tinggi dan rendah
masing-masing dimensi pada tiap-tiap variabel, serta pada tiap variabel.
Tujuan melihat nilai persentasi tinggi dan rendah tiap-tiap variabel, karena
nilai n pada tiap jenis program variabel kinerja program CSR berbeda-beda.
Di sisi lain, memudahkan untuk melakukan analisis univariate.
• Tahap kedelapan, melakukan pengukuran regresi secara dua tahap atau
dikenal dengan multiple regression atau path analysis untuk melihat posisi
variabel intervening dalam menjelaskan hubungan antar variabel dalam
penelitian. Berdasarkan teknik pengolahan data regresi, berikut model
regresi dalam melihat hasil dari pengolahan data:

𝑅𝑆 = 𝛼 + β1 𝐶𝑆𝑅 + 𝑒1 (3.2)

𝑆𝐶 = 𝛼 + β1 𝐶𝑆𝑅 + 𝑒1 (3.3)
𝑅𝑆 = 𝛼 + β1 𝐶𝑆𝑅 + β2 𝑆𝐶 + 𝑒2

, Universitas Indonesia
44

Dimana:

𝑅𝑆 = Relasi Sosial
𝐶𝑆𝑅 = Kinerja Program CSR
𝑆𝐶 = Modal Sosial
𝛼 = Konstanta
β1 = Koefisien Regresi untuk Kinerja Program CSR
β2 = Koefisien Regresi Untuk Modal Sosial
𝑒 = Error

3.9 Limitasi dan Delimitasi Penelitian

Limitasi dalam penelitian ini adalah sulitnya menjangkau wilayah


penelitian, karena letaknya jauh di tengah laut, wilayah Kepulauan Seribu. Untuk
menjangkau wilayah ini dibutuhkan transportasi laut. Selain itu, cuaca yang kurang
bersahabat seperti tingginya air pasang dan gelombang laut, tidak memungkinkan
peneliti untuk dapat menjangkau wilayah penelitian. Selain itu, limitasi lain dalam
penelitian ini adalah sulitnya memperoleh kerangka sampel yang memudahkan
peneliti melakukan jenis penarikan sample yang sesuai. Kerangka sampel sulit
didapat karena harus terlebih dahulu menemui tiap-tiap RT di masing-masing RW
di Pulau Kelapa, yaitu RW 1-4. Kendala lain yang dihadapi adalah sikap warga
Pulau Kelapa yang tertutup dan mudah curiga pada orang yang baru saja mereka
kenal, selain itu para responden juga malas menerima orang baru dan tidak mau
bersusah payah merespon pertanyaan-pertanyaan. Kendala memperoleh
enumerator untuk membantu proses pengisian kuesioner juga menjadi kendala
dalam penelitian ini, karena sulitnya menemukan pemuda di Pulau Kelapa yang
bersedia membantu menjadi enumerator dalam penelitian ini. Para pemuda yang
sedang menganggur pada umumnya tidak bersedia membantu menjadi enumerator
karena dianggap sulit dan harus pintar dalam menjelaskan istilah sulit maupun
menjelaskan maksud pertanyaan pada responden. Kendala lainnya adalah Bahasa,
yang tetap sulit dipahami meskipun sudah menggunakan enumerator penduduk
lokal asli dengan disertai pendampingan dari penduduk local juga.

Universitas Indonesia
45

Delimitasi penelitian ini adalah pembatasan cakupan penelitian sesuai


dengan judul penelitian yang dipaparkan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan
teori CSR sebagai landasan pemaknaan atas CSR, kinerja program, teori modal
sosial, serta teori relasi social, yang dalam hal ini berfokus pada penerimaan sosial.

3.10 Reliabilitas
Reliabilitas merupakan teknik yang diterapkan berulang kali ke objek yang
sama, menghasilkan hasil yang sama setiap saat (Babbie, 2010). Uji reliabilitas
dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat sejauh mana variabel yang digunakan
dalam penelitian telah presisi dalam mengukur objek yang sama. Variabel dalam
penelitian dikatakan reliabel, jika variabel tersebut dapat memberikan hasil
pengukuran yang konsisten.

Tabel 3.3 Cronbach’s Alpha

0.90 + Excellent
0.80-0.90 Good
0.70-0.80 Respectable
0.65-0.70 Minimaly acceptable
0.60-0.65 Undesirable
0.6 Unacceptable
Sumber: Wrench J.S et.all, 2016

Penelitian ini menggunakan cronbach’s alpha sebesar 0,60 sebagai standar


reliabilitas pada setiap item yang diuji dalam kuesioner. Variabel yang memiliki
nilai di bawah cronbach’s alpha 0,60 dianggap tidak reliable dan tidak memenuhi
kriteria untuk mengukur hubungan dalam penelitian ini. Item yang tidak reliable
kemudian akan dihilangkan dalam pengukuran untuk meningkatkan nilai cronbach
alpha pada uji reliabilitas. Berdasarkan hasil uji reliabilitas berdasarkan variabel
dalam penelitian yang mengacu pada tabel skala uji reliabilitas oleh Wrench J.S, et
all (2016), diperoleh hasil sebagai berikut:

, Universitas Indonesia
46

Tabel 3.4 Uji Reliabilitas Tiap Variabel

Crombach’s
No. Variabel N of Item Status
Alpha
Kinerja Program CSR –
1 0,916 23 Excellent
Pemberdayaan Ekonomi
Kinerja Program CSR -
2 0,929 21 Excellent
Pendidikan
Kinerja Program CSR -
3 0,801 22 Good
Kesehatan
Kinerja Program CSR -
4 0,859 23 Good
Lingkungan
Kinerja Program CSR -
5 0,933 15 Excellent
Infrastruktur
Kinerja Program CSR -
6 0,841 23 Good
Sosial
7 Relasi Sosial 0,914 25 Excellent

8 Modal Sosial 0,835 15 Good


Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS versi 21, Telah Diolah Kembali

3.11 Validitas

Validitas secara konvensional, mengacu pada sejauh mana ukuran empiris


mencerminkan secara tepat makna sebenarnya dari konsep yang dipertimbangkan
untuk digunakkan (Babbie, 2010). Validitas dapat dikatakan pula upaya melihat
sejauh mana konsep yang kita gunakan dalam penelitian dapat digunakan untuk
mengukur fenomena sosial. Melalui uji validitas ini, konsep yang digunakan dalam
penelitian ini diuji kelayakannya.
Penelitian ini melakukan uji validitas untuk melihat validitas dari tiap butir
indikator pada variabel yang digunakan sebagai instrumen atau alat ukur penelitian.
Uji validitas atau nilai pada Corrected Items – Total Correlation tiap butir indikator
akan dibandingkan dengan nilai r tabel. Penelitian ini menggunakan tingkat
kepercayaan sebesar 90% dan signifikansi sebesar 10% (0,1). Berikut hal yang
mendasari valid atau tidaknya butir indikator dalam instrumen penelitian ini:

a. Jika rhitung (hasil uji SPSS) ≥ rtabel maka pertanyaan dinyatakan valid
b. Jika rhitung (hasil uji SPSS) < rtabel maka pertanyaan dinyatakan tidak valid

Universitas Indonesia
47

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan setelah melakukan survei di


Pulau Kelapa dengan responden (n) sebanyak 117 dan signifikansi sebesar 0,05 (5
persen), maka nilai r tabel sebesar 0,1528, jika nilai validitas yang diperoleh lebih
dari 0,1528 atau 0,153 maka butir pertanyaan dinyatakan valid. Berdasarkan uji
validitas yang dilakukan pada tiap butir pertanyaan pada variabel Kinerja Program
CSR (terbagi menjadi 6 jenis program), variabel Relasi Sosial dan variabel Modal
Sosial, diperoleh hasil nilai validitas di atas 0,153. Sehingga dapat dimaknai seluruh
butir pertanyaan dalam tiap variabel valid untuk dijadikan sebagai alat pengukuran
pada penelitian ini.

, Universitas Indonesia
48

Universitas Indonesia
BAB 4

4. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1 Program CSR Perusahaan CNOOC

China National Offshore Oil Corporation atau dikenal dengan CNOOC


merupakan perusahaan penghasil minyak dan gas lepas pantai terbesar di China
(CNOOC, 2014). Perusahaan ini merupakan salah satu pendahulu dari Production
Sharing Contract (PCS) minyak lepas pantai yang beroperasi di blok Southeast
Sumatera (SES) sejak 2002 (CNOOC Company Profile, 2013). CNOOC pertama
kali melaksanakan program CSR pada 2003, dengan menurunkan bantuan keramba
untuk nelayan, pemberian jaring morami, dan perbaikan jembatan dermaga di Pulau
Kelapa (Febrianti, 2015). Febrianti (2015) menjelaskan bahwa Pulau Kelapa
merupakan pulau pertama pelaksanaan CSR CNOOC, dan menjadi wilayah ring
satu perusahaan yang wajib menerima program CSR. Cakupan wilayah kegiatan
operasi perusahaan CNOOC di antaranya adalah wilayah Sumatera bagian
Tenggara yang meliputi wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,
Kabupaten Serang khususnya Desa Pulo Panjang dan daerah Kabupaten Lampung
Timur khususnya Desa Muara Gading Mas dan Desa Margasari, Kecamatan
Labuan Maringgai (Majalah Community Relation, 2010-2011).

Gambar 4.1 Wilayah Cakupan Kegiatan Perusahaan CNOOC


Sumber: Majalah Community Relation, 2010-2011

49 Universitas Indonesia
50

Kegiatan program CSR yang dilaksanakan perusahaan merupakan bentuk


upaya perusahaan membangun Good Corporate Citizen (GCC) yang disesuaikan
dengan visi perusahaan (CNOOC Company Profile, 2013). CSR dianggap sebagai
bentuk komitmen moral perusahaan dan tanggung jawab sosial untuk membangun
standar kehidupan masyarakat lokal di Kepuluan Seribu dan Lampung Timur
(CNOOC Company Profile, 2013). Tabel 4.1 menjelaskan beberapa kegiatan
tanggung jawab sosial yang pernah dan masih dilaksanakan perusahaan CNOOC.

Tabel 4.1 Kegiatan Tanggung Jawab Sosial oleh Perusahaan CNOOC

No Jenis Program Nama Program


1 Pemanfaatan Limbah Plastik Rumah Tangga
Pemberdayaan Tanaman Mangrove
Program Budi Daya Rumput Laut
Pemberdayaan
Program Sea Farming (Budi Daya Ikan)
Ekonomi
Pemberdayaan Industri Pembuatan Es Batu
Sertifikasi Selam untuk Pemuda
Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan
2 Paket Sekolah untuk Siswa SD-SMP Berprestasi
Program Beasiswa Siswa SD-Mahasiswa
Program Bimbingan Belajar untuk Siswa SMA
Program Orientasi Masa Depan (OMD)
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk Guru
Pelatihan Selam untuk Pemuda Putus Sekolah
Sosialisasi Industri MIGAS
Program Kursus Komputer
Menunjang Kegiatan Pramuka
Pendidikan Pelatihan Teknik Mengajar dan Update Informasi
mengenai Bahan Ajar
Pelatihan Pengolahan Ikan
Pelatihan Mengolah Sampah Plastik
Bantuan Peralatan Komputer
Peralatan Penunjang Edukasi PAUD
Pemberian Komputer untuk Pusat Pelatihan Komputer
Donasi Buku
Pemberian Furnitur untuk Menunjang Kelancaran PBM
Bantuan Alat Bermain untuk PAUD
Peningkatan Kapasitas Awak Media
3 Pelayanan Kesehatan Gratis
Penyuluhan Tindakan Preventif Berbagai Penyakit
Kesehatan Operasi Bibir Sumbing Gratis
Pembagian Paket Kesehatan
Penyelenggaraan Sunatan Massal

Universitas Indonesia
51

4 Penangkaran Penyu Sisik


Penanaman Tanaman Mangrove
Lingkungan
Peningkatan Kualitas Ekosistem Terumbu Karang
200 Lubang Biopori
5 Perbaikan Dermaga
Renovasi Gedung Sekolah
Pembangunan Gedung untuk PAUD/RA
Infrastruktur Pembangunan Masjid
Renovasi Perpustakaan
Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pemberian Fish Shelter
6 Pemberian Air Bersih
Bantuan untuk Korban Gempa dan Tsunami di Aceh
Bantuan untuk Korban Angin Puting Beliung
Bantuan untuk Korban Gempa di Yogyakarta dan Jawa
Tengah
Sosial
Pemberian Sembako untuk Kaum Duafa dan Yatim Piatu
Donasi Alat Olahraga
Bantuan Peduli Bencana Banjir untuk DKI Jakarta dan
Sekitarnya
Pemberian Ambulance
Sumber: Hasil Pengolahan Data

Dari keseluruhan program CSR perusahaan CNOOC terdapat beberapa


program CSR yang sedang dan pernah diimplementasikan, dikenal dengan baik
oleh kepala keluarga dalam penelitian ini, serta terdapat program yang masih
berlangsung tiap periode hingga saat ini. Sedangkan beberapa kegiatan dalam tiap
jenis program yang di highlight merupakan kegiatan utama yang paling diketahui
oleh responden penelitian.

Tabel 4.2 Program CSR yang Masih Berjalan dan Dikenal dengan Baik oleh
Masyarakat Pulau Kelapa

No Jenis Program Nama Program


Pemberdayaan Tanaman Mangroove
Program Budidaya Rumput Laut
Pemberdayaan
1 Pemberdayaan Industri Pembuatan Es Batu
Ekonomi
Sertifikasi Selam untuk Pemuda
Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan
Paket Sekolah untuk Siswa SD-SMP Berprestasi
Program Beasiswa Siswa SD-Mahasiswa
2 Pendidikan Program Bimbingan Belajar untuk Siswa SMA
Pelatihan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk Guru
3 Kesehatan Pelayanan Kesehatan Gratis

, Universitas Indonesia
52

Operasi Bibir Sumbing Gratis


Penyelenggaraan Sunatan Massal
Penangkaran Penyu Sisik
4 Lingkungan Penanaman Tanaman Mangroove
200 Lubang Biopori
Perbaikan Dermaga
5 Infrastruktur Renovasi Gedung Sekolah
Pembangunan Masjid
Pemberian Air Bersih
Bantuan untuk Korban Angin Puting Beliung
6 Sosial
Pemberian Sembako untuk Kaum Dhuafa dan Yatim Piatu
Donasi Alat Olahraga

4.2 Masyarakat Pulau Kelapa

Pulau Kelapa merupakan salah satu pulau di wilayah Kecamatan Kepulauan


Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta
(Anonim, 2012). Penduduk Pulau Kelapa berjumlah 6.603 orang atau 1.865 KK per
Agustus 2017, yang disajikan dalam Tabel 4.2 berdasarkan data Laporan Bulanan
Kelurahan Pulau Kelapa untuk Bulan Agustus 2017 (2017). Namun, walaupun
demikian, angka ini tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya di lapangan. Data
yang diambil pada 26 hingga 28 Maret menunjukkan jumlah Kepala Keluarga yang
tinggal dan menetap di Pulau Kelapa sebesar 1.678 KK. Jumlah yang terter pada
data Monografi Pulau Kelapa Agustus 2017, dengan keadaan di lapangan memiliki
selisih sebesar 187 KK. Perbedaan yang cukup besar ini disebabkan oleh belum
dilakukannya pembaharuan data Kepala Keluarga di Pulau Kelapa. Selisih 187 KK
ini di antaranya karena terdapat cukup banyak kepala keluarga yang tinggal sendiri
dan sudah meninggal, sudah berpindah domisili ketempat lain yang masih berada
di wilayah Pulau Kelapa ataupun mereka yang sudah berpindah domisili keluar
wilayah Pulau Kelapa.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Pulau Kelapa

KK Jumlah Penduduk
Jumlah

Jumlah

Jumlah
No. RW Dewasa Anak
RT Lk Pr
Lk Pr Lk Pr
1 01 5 339 40 379 334 301 384 346 1.365

Universitas Indonesia
53

2 02 8 353 51 404 336 330 372 437 1.475


3 03 8 410 63 473 332 442 436 390 1.600
4 04 7 387 78 465 440 434 431 440 1.745
5 05 3 116 28 144 137 79 106 96 418
Jumlah 31 1.605 260 1.865 1.579 1.586 1.729 1.709 6.603
Sumber: Monografi Pulau Kelapa, 2017

Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa jumlah kepala keluarga laki-laki lebih
banyak dibandingkan kepala keluarga perempuan, dengan jumlah kepala keluarga
laki-laki sebesar 1.605 dan kepala keluarga perempuan sebesar 260. Walaupun
jumlah kepala keluarga laki-laki relatif lebih besar dibandingkan kepala keluarga
perempuan, namun kepala keluarga perempuan cenderung lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah. Hal ini sejalan dengan banyaknya kepala keluarga
laki-laki yang bekerja sebagai nelayan atau merantau ke “Kota” (istilah untuk pusat
Kota Jakarta), sedangkan kepala keluarga perempuan cenderung bekerja sebagai
pedagang atau ibu rumah tangga (IRT) di rumah. Tabel 4.3 menjelaskan data
penduduk berdasarkan latar belakang pendidikan dan latar belakang pekerjaannya.

Tabel 4.4 Latar Belakang Pendidikan Warga Pulau Kelapa

Jenis Kelamin
No Pendidikan Jumlah
Lk Pr
1 Tidak Sekolah 444 459 903
2 Tidak Tamat SD 421 436 857
3 Tamat SD/MI 1.508 1.459 2.967
4 Tamat SLTP 321 275 596
5 Tamat SLTA 149 78 227
6 Tamat Akademi/S1 37 42 79
7 S2 2 0 2
8 D1 0 1 1
9 D2 4 4 8
10 D3 4 10 14
Jumlah 2.440 2.764 5.654
Sumber: Monografi Pulau Kelapa, 2017

Mayoritas laki-laki di Pulau Kelapa bekerja sebagai nelayan di mana


mereka cenderung menghabiskan waktu di luar rumah dibandingkan perempuan
sehingga, mereka kurang memiliki informasi terkait kegiatan di Pulau Kelapa.

, Universitas Indonesia
54

Tabel 4.4 menyajikan latar belakang pekerjaan masyarakat Pulau Kelapa per
Agustus 2017.

Tabel 4.5 Latar Belakang Pekerjaan Warga Pulau Kelapa

Jenis Kelamin
No Pekerjaan Jumlah
Lk Pr
1 Petani 0 0 0
2 Buruh / Karyawan Swasta 95 19 114
3 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 31 27 58
4 ABRI (POLRI) 10 0 10
5 Pedagang 27 234 261
6 Pertukangan 46 9 55
7 Nelayan 1.058 0 1.058
8 Fakir Miskin / Jompo 105 63 168
9 Pensiunan 3 0 3
10 Lain-lain 0 0 0
Jumlah 1.375 352 1727
Sumber: Monografi Pulau Kelapa, 2017

4.3 Pengetahuan tentang CSR Kepala Keluarga di Pulau Kelapa

Pulau Kelapa merupakan salah satu Pulau di Kepulauan Seribu yang


menjadi wilayah ring 1 bagi perusahaan CNOOC untuk mengimplementasikan
program CSR-nya. Berbagai jenis program perusahaan telah diimplementasikan di
wilayah Pulau Kelapa, di antaranya program pemberdayaan ekonomi, pendidikan,
kesehatan, lingkungan, infrastruktur dan sosial. Keseluruhan dari 117 KK
responden, mengetahui perusahaan CNOOC atau mereka lebih mengenalnya
dengan nama Pabel. Pabel merupakan kependekan dari nama Pulau Pabelokan yang
menjadi sentral perusahaan CNOOC di lapangan. Hasil survei tentang pengetahuan
responden penelitian terkait perusahaan CNOOC disajikan dalam Gambar 4.1.
Walaupun perusahaan CNOOC sudah berada di wilayah Kepulauan Seribu
sejak tahun 2006 hingga 2018, masih banyak kepala keluarga yang belum
mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan CNOOC. Sebesar 40%
kepala keluarga yang sebagaian besar diwakili oleh istri tidak mengetahui kegiatan
perusahaan di wilayah perairan Kepulauan Seribu. Para istri sebagai wakil dari

Universitas Indonesia
55

kepala keluarga cenderung senang memperoleh bantuan dari berbagai perusahaan


walaupun tidak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang
memberikan bantuan. Adapun 60% sisanya mengetahui kegiatan yang dilakukan
oleh perusahaan. Kepala keluarga yang mengetahui kegiatan perusahaan,
merupakan mereka yang aktif dalam kegiatan di Pulau Kelapa atau pernah ikut serta
dalam kegiatan CSR perusahaan CNOOC.

Mengetahui Mengetahui Kegiatan


Perusahaan CNOOC CNOOC
n = 117 n = 117

Tidak
Ya
40%
100%
Ya
60%

Gambar 4.1 Pengetahuan Kepala Keluarga di Pulau Kelapa tentang Kegiatan CNOOC
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan data dari Gambar 4.2 yang menunjukan pengetahuan kepala


keluarga terkait istilah CSR, sebanyak 64% kepala keluarga belum pernah
mendengar istilah CSR (Corporate Social Responsibility) atau Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan. Sebesar 36% kepala keluarga di Pulau Kelapa mengetahui
istilah CSR. Mereka yang mengetahui istilah CSR sebagian besar merupakan
pekerja lokal di Pulau Pabelokan sebagai tenaga kontrak, mereka yang aktif di
organisasi yang sering dilibatkan oleh CNOOC dalam implementasi program CSR,
dan mereka yang mendapatkan pendidikan hingga tingkat Strata 1 atau lebih.

Mendengar Istilah CSR Program CSR


n = 117 n =117
Pernah Tidak
Tidak 36% 31%
Pernah
64%
Ya
69%

Gambar 4.2 Pengetahuan Kepala Keluarga di Pulau Kelapa tentang Program CSR
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

, Universitas Indonesia
56

Tabel 4.6 Tabel Silang Istilah CSR dan Program CSR

Istilah CSR
Total
Pernah Tidak Pernah
Program Ya 35% 34,2% 69,2%
Bantuan Tidak 0,9% 29,9% 30,8%
Perusahaan
Total 35,9% 64,1% 100%
n = 117
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21

Dari 69,2% warga pulau kelapa yang mengetahui apa itu program bantuan
perusahaan CNOOC, sebanyak 35% pernah mendengar istilah CSR sedangkan
34,2% tidak pernah mendengar istilah CSR. Namun, sebagian besarnya hanya
mengetahui program CSR sebatas pada program bantuan yang diberikan dengan
rutin oleh perusahaan kepada warga Pulau Kelapa. Bantuan tersebut mengacu pada
bantuan untuk anak yatim, bantuan sembako, dan dana bantuan untuk warga Pulau
Kelapa. Sementara itu, sisanya mengetahui program CSR hanya sebatas pada
bantuan perusahaan saja. Di sisi lain, sebanyak 31% kepala keluarga di Pulau
Kelapa tidak mengetahui apa itu program CSR. Mereka yang tidak mengetahui
program CSR juga merupakan mereka yang belum pernah mendengar istilah
program CSR. Hal ini sejalan dengan hasil tabel silang di atas antara pengetahuan
pernah mendengar istilah CSR dengan mengetahui apa itu program CSR. Sebanyak
29,9% yang belum pernah mendengar istilah CSR, belum mengetahui kegiatan
program CSR dan memahami CSR sebatas pada istilah bantuan dari perusahaan.

Mendengar Informasi CSR


n = 117
40 Lainnya 36
Kepala
35
Desa/Lurah32
30
25 Pihak Perusahaan Keluarga Aparat Desa 21
20 12 12
15
10
Teman 4
5
0
PIHAK KELUARGA TEMAN KEPALA APARAT DESA LAINNYA
PERUSAHAAN DESA/LURAH

Gambar 4.3 Grafik Sumber Informasi Kepala Keluarga Pulau Kelapa terkait CSR
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Universitas Indonesia
57

Sebagian besar kepala keluarga di Pulau Kelapa pertama kali mendengar


program CSR yang akan diimplementasikan dari kepala desa/lurah yakni sebanyak
32 kepala keluarga. Mereka yang mengetahui informasi mengenai CSR pertama
kali dari kepala desa/lurah merupakan mereka yang tinggal di sekitar lingkungan
tempat kepala desa/lurah bekerja atau berada pada lokasi tempat bekerja yang sama
dengan kepala desa/lurah. Sebanyak 21 kepala keluarga mendengar informasi CSR
perusahaan pertama kali dari aparat desa seperti ketua RT dan RW di tempat mereka
tinggal. Ketua RT atau RW memberikan informasi CSR perusahaan yang akan
dibagikan kepada warga Pulau Kelapa. Informasi tersebut berkisar pada kegiatan
CSR pengobatan gratis, sunat massal, bantuan untuk anak yatim, juga program
pemberdayaan masyarakat. RT dan RW berhak memilih kepala keluarga mana saja
yang sekiranya membutuhkan pengobatan gratis. Karena pengobatan gratis
difokuskan pada mereka yang kurang mampu. Jika kupon pengobatan gratis
dianggap telah tersebar kepada mereka yang kurang mampu, barulah pihak RT/RW
membagikan sisa kupon kepada mereka yang dianggap berhak oleh RT/RW
setempat, seperti mereka yang memang sedang sakit atau membutuhkan bantuan
pengobatan segera dan mereka yang lanjut usia.
Sebanyak 12 kepala keluarga di Pulau Kelapa pertama kali mendengar
informasi mengenai CSR perusahaan langsung dari pihak perusahaan. Mereka yang
mendengar informasi mengenai CSR langsung dari pihak perusahaan CNOOC
merupakan mereka yang aktif dalam organisasi yang dilibatkan oleh perusahaan
dalam implementasi program CSR seperti organisasi lingkungan hidup yang
bekerjasama dengan perusahaan CNOOC pada program pelestarian penyu sisik dan
budidaya mangrove. Sebagian dari kepala keluarga yang mengetahui informasi
mengenai CSR perusahaan langsung dari pihak perusahaan merupakan kepala
keluarga yang bekerja sebagai tenaga bantu dan tenaga kontrak di Pulau Pabelokan
yang merupakan pusat kontrol kegiatan perusahaan di wilayah lepas pantai.
Selanjutnya, sebanyak 12 kepala keluarga warga Pulau Kelapa pertama kali
mendengar informasi mengenai CSR perusahaan dari anggota keluarga mereka.
Mereka yang mengetahui informasi CSR perusahaan dari anggota keluarga masing-
masing merupakan mereka yang bekerja sebagai nelayan. Para nelayan bekerja
seharian menghabiskan waktu di lepas pantai, dan langsung beristirahat setelah

, Universitas Indonesia
58

sampai di rumah sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi dengan
warga sekitar. Informasi mengenai program CSR perusahaan mereka ketahui dari
istri mereka yang lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Mereka yang bekerja
sebagai nelayan juga mengetahui program CSR CNOOC dari teman sesama
nelayan mereka. Hal ini sesuai dengan pemaparan data pada gambar 4.4, bahwa
sebanyak 4 kepala keluarga di Pulau Kelapa mengetahui informasi mengenai CSR
perusahaan dari temannya. Sisanya sebanyak 36 kepala keluarga mengetahui
program CSR dari berbagai pihak seperti pihak sekolah yang membagikan paket
anak sekolah untuk sisa berprestasi, dan dari masyarakat sekitar tempat tinggal yang
membicarakan program CSR yang akan datang.

Menyebutkan Program CSR


CNOOC
n = 117
Tidak
31%

Ya
69%

Gambar 4.4 Tingkat Pengetahuan Kepala Keluarga di Pulau Kelapa dalam


Menyebutkan Program CSR CNOOC
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Sebagian besar kepala keluarga di Pulau Kelapa dapat menyebutkan


program CSR apa saja yang pernah dan sedang diimplementasikan saat ini di Pulau
Kelapa, dengan persentase sebesar 69%. Kepala keluarga di Pulau Kelapa yang
dapat menyebutkan program CSR CNOOC biasanya menyebutkan jenis program
yang berkisar pada program bantuan paket sekolah untuk anak berprestasi yang
masuk kedalam jenis program pendidikan, serta program bantuan air bersih yang
masuk ke dalam program sosial. Keduanya dianggap lebih dekat dan jelas terlihat
programnya daripada program lainnya. Pemberian paket sekolah untuk anak
berprestasi seperti tas sekolah dengan logo CNOOC sehingga kepala keluarga dan
anggota keluarga lainnya dengan mudah mengingat program tersebut. Program
bantuan air bersih pada musim kemarau juga dirasakan dekat dengan warga Pulau

Universitas Indonesia
59

Kelapa, karena warga cenderung sulit memperoleh air bersih pada saat musim
kemarau. Mereka hanya dapat mengandalkan air minum kemasan, dan air hujan
untuk minum dan memasak. Walaupun di wilayah Pulau Kelapa sudah terdapat
mesin penyulingan air laut menjadi tawar mereka merasa tidak cocok dengan air
suling tersebut sehingga bantuan air bersih menjadi sangat berarti untuk mereka.
Berdasarkan hasil olah data terkait harapan kepala keluarga di Pulau Kelapa
terkait program CSR dari perusahaan CNOOC, sebanyak 34 kepala keluarga
berharap jika program CSR prusahaan lebih berfokus pada masyarakat kecil.
Sebanyak 21 kepala keluarga berharap agar program CSR perusahaan lebih banyak
menyerap tenaga kerja asli pulau. Kepala keluarga di Pulau Kelapa beranggapan
jika perusahaan sudah mengambil sumber daya alam milik mereka, karena itu
perusahaan hendaknya menyerap tenaga kerja asli pulau atau dikenal dengan istilah
Orpu. Tujuannya, dengan menyerap tenaga kerja orang asli pulau, warga memiliki
keterikatan yang mendalam dengan perusahaan. Selama ini perusahaan CNOOC
hanya sedikit menyerap tenaga kerja asli pulau, dan lebih berfokus pada penyerapan
tenaga kerja asing.

Harapan untuk Program CSR


n = 117
40 38
34
35
30
25 21
20 10
15
10 7 7
5
0
FOKUS PADA LEBIH SERING LEBIH MERATA LEBIH LEBIH BANYAK LAINNYA
MASYARAKAT DITINGKATKAN MENYERAP
KECIL TENAGA KERJA
LOKAL

Gambar 4.5 Harapan Kepala Keluarga di Pulau Kelapa untuk Program CSR
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Sebanyak 10 kepala keluarga beharap agar program CSR CNOOC


memiliki intensitas lebih sering. Mereka beranggapan bahwa semakin tahun,
program CSR CNOOC semakin sedikit dan menurun intensitasnya. Padahal

, Universitas Indonesia
60

sebelumnya perusahaan sering memberikan program di wilayah Pulau Kelapa.


Sebanyak 7 kepala keluarga Pulau Kelapa berharap agar program CSR
perusahaan lebih merata ini karena program CSR perusahaan terlalu berfokus
pada orang yang sama setiap tahun seperti program pemberdayaan ekonomi
untuk para ibu yaitu pelatihan membuat kerupuk, kue, jus, dan pempek. Program
tersebut melibatkan kelompok ibu yang dibagi berdasarkan RT tempat tinggal.
Kelompok dalam program tersebut tidak pernah berganti setiap tahun, hanya
berkisar pada orang-orang yang sama dan mereka yang dekat secara personal
dengan ketua RT/RW setempat. Selain itu, ilmu yang didapat melalui pelatihan,
tidak dibagikan keluar dari kelompok tersebut, karena dianggap sebagai rahasia
dalam kelompok.
Harapan agar program CSR lebih ditingkatkan, disebutkan oleh 7 kepala
keluarga dari keseluruhan sampel penelitian. Harapan ini dilandasi oleh program
yang diberikan oleh pihak perusahaan selama ini lebih berfokus hanya pada
program-program bantuan saja dan kurang variatif sehingga 7 kepala keluarga
di Pulau Kelapa berharap agar perusahaan meningkatkan kembali program CSR
yang mereka implementasikan ke warga Pulau Kelapa. dengan demikian,
program CSR yang diimplementasikan tidak menyejahterakan saja, tetapi juga
dapat lebih bermakna untuk warga.

Universitas Indonesia
BAB 5

5. KINERJA PROGRAM CSR, RELASI SOSIAL, DAN MODAL SOSIAL

5.1 Kinerja Program CSR

Prayogo (2013) memaparkan bahwa kinerja program CSR yang baik dapat
diukur melalui enam dimensi, diantaranya adalah dimensi manfaat, dimensi
kesesuaian, dimensi keberlanjutan, dimensi dampak, dimensi partisipasi dan
dimensi pengembangan kapasitas. Enam dimensi dalam variabel kinerja program
CSR digunakan dalam untuk mengukur kinerja program CSR perusahaan CNOOC
di wilayah Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, sebagai wilayah Ring 1 perusahaan
CNOOC. Namun, dua dimensi, yaitu manfaat dan kesesuaian, disatukan dengan
pertimbangan indikator kedua dimensi tersebut terlalu sedikit apabila dipisahkan
satu sama lain. Perusahaan CNOOC pertama kali mengimplementasikan program
CSR-nya pada 2003 (Febrianti, 2015). Program CSR perusahaan kemudian dibagi
ke dalam enam jenis program. Di antaranya program pemberdayaan ekonomi,
pendidikan, kesehatan, lingkungan, infrastruktur dan sosial. Seluruh jenis program
ini akan diukur menggunakan enam dimensi yang telah dipaparkan sebelumnya dan
dibagi berdasarkan jenis program.

Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi

Prayogo (2011) menjelaskan bahwa CSR dapat diartikan sebagai usaha


meningkatkan social performance perusahaan di masyarakat, untuk mengurangi
ketimpangan sosial-ekonomi antara perusahaan dengan masyarakat, berbentuk
kompensasi ekonomi dan sebagai komitmen perusahaan untuk ikut dalam
pengembangan komunitas. Bentuk kompensasi ekonomi bukanlah dengan
memberikan dana saja kepada masyarakat, melainkan memberikan program
pemberdayaan ekonomi untuk menyejahterakan masyarakat. Program CSR yang
dijalankan oleh perusahaan cenderung beresiko meningkatkan angka
ketergantungan (dependency ratio) masyarakat terhadap keberadaan perusahaan

61 Universitas Indonesia
62

baik sengaja maupun tidak disengaja (Jenkins, 2008). Ketergantungan dapat terjadi
karena program CSR perusahaan lebih bersifat charity daripada pemberdayaan
(Febrianti, 2015). Perusahaan CNOOC memiliki beberapa program pemberdayaan
ekonomi, namun responden penelitian hanya mengetahui dua program , yaitu
pemberdayaan tanaman Mangrove dan Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan.

Tabel 5.1 Program Pemberdayaan Ekonomi CNOOC

No Nama Program
1. Pemanfaatan Limbah Plastik Rumah Tangga
2. Pemberdayaan Tanaman Mangrove
3. Program Budidaya Rumput Laut
4. Program Sea Farming (Budidaya Ikan)
5. Pemberdayaan Industri Pembuatan Es Batu
6. Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, dari Berbagai Sumber

Program pemberdayaan tanaman mangrove merupakan kegiatan di bidang


lingkungan yang menjadi isu dalam Majalah Community Relation sejak edisi 2009
hingga edisi 2017. Kegiatan pemberdayaan tanaman mangrove mulai berjalan pada
tahun 2008. Perusahaan CNOOC bekerjasama dengan Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu (BTNKpS) dan lembaga Swadaya Masyarakat Sentra Penyuluh
Konservasi Pedesaan (SPKP) Bintang Laut (Majalah Community Relation, 2012).
Kegiatan ini melibatkan masyarakat untuk memunculkan rasa memiliki dan
keinginan untuk merawat mangrove bagi masyarakat (Majalah Community
Relation, 2014). Kegiatan ini berlangsung selama lima bulan pada setiap periode.
Masyarakat diikutsertakan dalam menanam bibit tanaman mangrove, setiap bibit
yang berhasil hidup, masyarakat diberikan kompensasi berupa uang tunai (Majalah
Community Relation, 2012).
Kegiatan lain yang dikenal oleh responden penelitian adalah pelatihan
pengolahan ikan, yang melibatkan ibu rumah tangga sebagai peserta dalam kegiatan
ini. Kegiatan ini didasari dari hasil tangkapan nelayan jarang dijual dalam kondisi
segar, melainkan melalui proses pengasapan dan pengasinan terlebih dahulu
(Majalah Community Relation, 2014). Perusahaan berusaha memberikan
pengarahan, bahwa pengolahan ikan tidak hanya melalui proses pengasinan dan

Universitas Indonesia
63

pengasapan, tetapi juga dapat dijadikan kerupuk dan nugget ikan, dengan harga jual
yang lebih tinggi (Majalah Community Relation, 2014). Di bawah ini terdapat
dokumentasi kegiatan pembudidayaan mangrove dan pengolahan ikan hasil
tangkapan, yang dilakukan perusahaan CNOOC.

Gambar 5.1 Program CSR Pemberdayaan Ekonomi – Pengelolaan Hasil Tangkap


Nelayan dan Pembudidayaan Mangrove
Sumber: Majalah Community Relation (2014 dan 2017)

Berdasarkan responden di Pulau Kelapa sebanyak 117 kepala keluarga,


8,5% di antaranya mengetahui dan pernah memperoleh program pemberdayaan
ekonomi. Responden penelitian yang mengetahui program pemberdayaan ekonomi
CNOOC, merupakan anggota dalam kegiatan Pengelolaan Hasil Tangkapan
Nelayan. Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan merupakan salah satu program
yang cukup banyak diketahui oleh kepala keluarga di Pulau Kelapa dibandingkan
dengan program pemberdayaan lainnya. Kegiatan pengelolaan hasil tangkapan
nelayan merupakan program kerjasama antara perusahaan dengan Universitas
Negeri Jakarta. Para ibu merupakan anggota kegiatan yang dibagi berdasarkan
kelompok sesuai dengan RT/RW wilayah tempat tinggal mereka. Kelompok ibu
kemudian dilatih membuat berbagai masakan dengan bahan dasar hasil tangkapan
nelayan. Program pemberdayaan ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian
warga Pulau Kelapa, khususnya memberdayakan ibu-ibu di Pulau Kelapa yang
lebih banyak menghabiskan waktu dengan berkumpul dengan tetangga setelah
pekerjaan rumah selesai, sesuai penjelasan Head of Relation yang menegaskan
bahwa para ibu merupakan sasaran utama program pemberdayaan. Hal ini ditujukan
para ibu dapat menghasilkan uang sendiri dengan membuka usaha jasa untuk
melayani wisatawan yang datang ke Pulau Kelapa (Febrianti, 2015).

, Universitas Indonesia
64

Tabel 5.2 Tabel Silang Pemberdayaan Ekonomi

Memperoleh Program
Pemberdayaan Ekonomi Total
Pernah Belum Pernah
Mengetahui 10 16 26
Tahu
Program 8,5% 13,7% 22,2%
Pemberdayaan Tidak 0 91 91
Ekonomi Tahu 0,0% 77,8% 77,8%
10 107 117
Total
8,5% 91,5% 100,0%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dari 22,2% responden yang mengetahui program pemberdayaan ekonomi


perusahaan CNOOC, sebanyak 8,5% pernah memperoleh program pemberdayaan
ekonomi dan sebanyak 13,7% persen belum pernah memperoleh program
pemberdayaan ekonomi. Sebanyak 13,7% responden dalam penelitian, mengetahui
tetapi belum pernah memperoleh program pemberdayaan ekonomi. Alasannya,
program pemberdayaan ekonomi hanya diberikan kepada mereka yang memiliki
kedekatan personal dengan ketua RT/RW saja. Program menjadi tidak merata dan
hanya diperoleh orang yang sama tiap tahunnya. Mereka yang menjadi anggota
program pengelolaan hasil tangkapan nelayan pun tidak membagikan pengetahuan
terkait pelatihan apa saja yang mereka dapat kepada tetangga mereka yang tidak
menjadi anggota pengelolaan hasil tangkapan nelayan. Hal ini disebabkan
informasi ataupun pengetahuan apa saja yang didapat dalam program pengelolaan
hasil tangkapan nelayan menjadi rahasia kelompok saja.
Salah seorang kepala keluarga menyayangkan kurang meratanya program
pemberdayaan ekonomi di kalangan ibu. Selain itu, program pemberdayaan
ekonomi yang diberikan cenderung tidak berkelanjutan dan tanpa pendampingan.
Para anggota program hanya memperoleh alat-alat untuk memasak yang dibagi
berdasarkan kelompok, tetapi tidak diberikan pemahaman mengenai pengelolaan
bisnis. Dari 77,8% responden penelitian yang tidak mengetahui program
pemberdayaan ekonomi, sebanyak 0% pernah menerima program pemberdayaan
ekonomi, dan 77,8% sisanya belum pernah memperoleh program pemberdayaan
ekonomi. Alasannya, mereka merupakan nelayan yang lebih banyak menghabiskan
waktu di laut lepas dan tidak memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi.

Universitas Indonesia
65

Variabel kinerja program CSR pada jenis program pemberdayaan ekonomi


memiliki lima dimensi pengukuran, yaitu dimensi manfaat dan kesesuaian,
keberlanjutan, dampak, partisipasi dan pengembangan kapasitas. Berikut matriks
nilai perolehan persentase berdasarkan pengolahan data per dimensi pada variabel
kinerja program CSR program pemberdayaan ekonomi:

Tabel 5.3 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Pemberdayaan Ekonomi

Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 26 54% 46%
2 Dimensi Keberlanjutan 26 69% 31%
3 Dimensi Dampak 26 54% 46%
4 Dimensi Partisipasi 26 61% 39%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 26 50% 50%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan Tabel 5.3, terlihat bahwa tiap-tiap dimensi yang membangun


variabel kinerja program CSR memiliki nilai persentase yang berbeda-beda.
Perbedaan nilai persentase menggambarkan keadaan program pemberdayaan
ekonomi yang telah berjalan di wilayah Pulau Kelapa. tabel ini memperlihatkan
bagian-bagian mana saja yang perlu diperbaiki dan dipertahankan pada kinerja
program pemberdayaan ekonomi yang selama ini telah berjalan di Pulau Kelapa.

n = 26

Rendah
31%

Tinggi
69%

Gambar 5.2 Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi Dimensi Manfaat


dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

, Universitas Indonesia
66

Berdasarkan Gambar 5.2, diketahui bahwa dimensi manfaat dan kesesuaian


pada variabel kinerja program CSR jenis program pemberdayaan ekonomi,
memiliki persentase kategori tinggi sebesar 69% dan kategori rendah sebesar 31%.
Dimensi ini masuk ke dalam kategori tinggi karena program yang diberikan
dianggap telah meningkatkan potensi lokal dan sesuainya program yang diberikan
dengan kemampuan masyarakat lokal. Pemberian program disesuaikan dengan
kebiasaan para ibu di Pulau Kelapa yang memiliki kemampuan yang baik dalam
mengolah hasil laut. Saat hasil tangkapan ikan dalam satu waktu terlalu banyak,
ikan-ikan tersebut akan diolah menjadi kerupuk ikan atau pempek khas Pulau
Kelapa. Perusahaan kemudia melihat potensi tersebut, lalu mendorong kemampuan
para ibu di Pulau dengan memberikan pelatihan dan alat-alat masak untuk
memudahkan produksi.
Walaupun program pemberdayaan dianggap telah bermanfaat untuk
penerima program, Program pemberdayaan masih belum mampu meningkatkan
akses masyarakat memenuhi kebutuhan lainnya. Beberapa responden menjelaskan
bahwa program pemberdayaan ekonomi di masyarakat memberikan pelatihan
peningkatan kemampuan masyarakat Pulau Kelapa yang sebenarnya kemampuan
tersebut sudah dimiliki sebelumnya oleh masyarakat sehingga tidak terjadi
peningkatan kemampuan, seperti pelatihan membuat pempek dan kerupuk ikan.
Sebelum diberikan pelatihan oleh perusahaan, ibu-ibu di Pulau Kelapa sudah lebih
dulu mampu dan mengerti pembuatan pempek dan kerupuk ikan. Bahkan, mereka
mampu memasarkannya kepada para pengunjung walaupun masih belum sampai
pada taraf produksi profesional.

n = 26

Rendah
46% Tinggi
54%

Gambar 5.3 Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi Dimensi Keberlanjutan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Universitas Indonesia
67

Dimensi selanjutnya adalah dimensi keberlanjutan. Dimensi ini


memperoleh skor persentase kategori tinggi sebesar 54% dan skor kategori rendah
46%. Berdasarkan nilai persentase tersebut, dapat dikatakan bahwa kinerja program
CSR pada jenis program pemberdayaan ekonomi terutama pada dimensi
keberlanjutan adalah tinggi. Kategori tinggi ini tidak berbanding lurus dengan
keadaan di lapangan. Salah satunya adalah penerima program tidak lagi
melanjutkan pelatihan yang diberikan oleh perusahaan saat program pelatihan
dihentikan oleh perusahaan. Salah seorang responden menjelaskan bahwa tidak
adanya pendampingan yang diberikan perusahaan kepada penerima program.
Perusahaan berfokus pada kegiatan pelatihan saja, namun setelah itu tidak
diimbangi dengan pemberian pelatihan manajemen bisnis, membuka peluang pasar,
dan pengaturan perputaran modal sehingga penerima program tidak melanjutkan
hasil pelatihan yang diberikan perusahaan. Perusahaan memberikan alat-alat untuk
membantu memudahkan penerima program menjalankan usahanya. Namun yang
terjadi adalah para penerima program menjual alat-alat masak yang diberikan oleh
pihak perusahaan kepada anggota kelompok usaha bersama mereka. Anggota
kelompok usaha bersama beranggapan pelatihan sudah selesai dan tidak ada
pendampingan sehingga barang-barang tersebut lebih baik dibagikan kepada
anggota kelompok dengan cara menjualnya.

n = 26

Rendah
46% Tinggi
54%

Gambar 5.4 Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi Dimensi Dampak


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi ketiga pada variabel kinerja program CSR bidang pemberdayaan


ekonomi adalah dimensi dampak. Dimensi dampak memperoleh nilai persentase
sebesar 54% pada kategori tinggi dan 46% pada kategori rendah. Berdasarkan hasil

, Universitas Indonesia
68

persentase tersebut, kinerja program CSR jenis program pemberdayaan ekonomi


pada dimensi dampak sudah cukup tinggi. Program CSR perusahaan pada jenis
program pemberdayaan ekonomi sudah memberikan dampak positif kepada
kehidupan masyarakat lokal, yaitu sudah dapat mendorong para ibu untuk dapat
berwirausaha untuk membantu menyokong kebutuhan sehari-hari. Program ini juga
dapat ditiru dengan baik oleh para ibu. Alasannya karena pelatihan yang diberikan
begitu mudah dan dekat dengan kegiatan keseharian para ibu sehingga mudah
direplikasi. Namun, walaupun sudah cukup tinggi dimensi dampak pada jenis
program pemberdayaan ekonomi, masih terdapat beberapa hal yang masih belum
berjalan dengan baik. Berdasarkan pernyataan responden, dampak secara langsung
belum dirasakan masyarakat luas pada program ini. Hal yang mendasarinya adalah
penerima manfaat pada program ini hanyalah orang yang sama setiap tahunnya dan
tidak menyebar secara merata sehingga dampaknya terlihat pada mereka yang
menerima saja. Selain itu, tidak terlalu nampak perbedaan kondisi sebelum dan
sesudah penerima program menerima program di bidang pemberdayaan ekonomi.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, program ini tidak berjalan dan berhenti
setelah pelatihan selesai.

n = 26

Rendah
39%

Tinggi
61%

Gambar 5.5 Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi Dimensi Partisipasi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi keempat adalah dimensi partisipasi. Dimensi partisipasi memiliki


nilai persentase sebesar 61% pada kategori tinggi dan 39% pada kategori rendah.
Berdasarkan persentase tersebut dapat dilihat bahwa kinerja program CSR pada
jenis program pemberdayaan ekonomi dimensi partisipasi, sudah cukup tinggi.
Kepala keluarga banyak diikut-sertakan pada pelaksanaan program saja. Namun,

Universitas Indonesia
69

tidak diikut-sertakan dalam kegiatan musrembang sebagai bagian dari perencanaan


program. Perencanaan program lebih mengikutsertakan ketua RT, RW dan lurah
dalam diskusinya. Begitu pula dalam kegiatan sosialisasi yang mengikutsertakan
ketua RT, RW dan lurah saja. Berkenaan dengan pengambilan keputusan,
perusahaan lebih banyak berdiskusi dengan staf perusahaan atau dengan organisasi
yang membantu implementasi program CSR dan tidak melibatkan aparat desa
maupun kepala keluarga di Pulau Kelapa.

n = 26

Rendah Tinggi
50% 50%

Gambar 5.6 Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi Dimensi


Pengembangan Kapasitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi terakhir adalah dimensi pengembangan kapasitas. Dimensi ini


memiliki nilai persentase sebesar 50% pada kategori tinggi dan 50% pada kategori
rendah. Berdasarkan persentase tersebut kinerja program CSR jenis program
pemberdayaan ekonomi dimensi pengembangan kapasitas tidak tinggi tetapi tidak
pula rendah. Hasil ini sesuai dengan keadaan yang ada dilapangan. Dari pelatihan
pengembangan ekonomi, terlihat bahwa terdapat peningkatan pengetahuan serta
keahlian dari para ibu yang menjadi peserta dalam kegiatan pengembangan
ekonomi pengelolaan hasil tangkapan nelayan. Para ibu menjadi mengerti tahapan
dalam mengolah ikan, serta bagaimana proses produksi yang higienis dan takaran
tiap satu kali produksi. Keahlian para ibu juga meningkat, terutama mereka yang
sebelumnya belum pernah mengolah hasil laut. Namun, penerima program belum
mau berbagi pengetahuan serta keahlian dengan sekitarnya, terutama kepada yang
belum pernah menerima program. Hal ini disebabkan oleh tingginya rasa memiliki

, Universitas Indonesia
70

atas pengetahuan dan keahlian yang diperoleh, sehingga pengetahuan dan keahlian
yang diperoleh menjadi rahasia kelompok.

n = 26

Rendah
42%
Tinggi
58%

Gambar 5.7 Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan hasil pemaparan dimensi pada variabel kinerja program CSR


jenis program pemberdayaan ekonomi, terlihat bahwa kinerja program CSR pada
jenis program pemberdayaan ekonomi tinggi. Hal ini senada dengan hasil
pengukuran variabel kinerja program CSR jenis program pemberdayaan ekonomi
dengan persentase kategori tinggi sebesar 58% dan kategori rendah 42%. Pada jenis
program ini, perusahaan memberikan program CSR berupa beragam pelatihan yang
khususnya di fokuskan kepada para ibu. Program yang lebih banyak dikenal kepala
keluarga di Pulau Kelapa salah satunya adalah program pengelolaan hasil
tangkapan nelayan. Program ini berupaya meningkatkan kapasitas para ibu serta
mendorong para ibu untuk dapat berwirausaha sendiri seperti membuka jasa
catering untuk para wisatawan yang berlibur di Pulau Kelapa dan juga mendorong
para ibu untuk melestarikan makanan khas Pulau Kelapa seperti stik cumi, pempek,
dan kerupuk ikan. Selain untuk mendorong para ibu berwirausaha, pelatihan
pemberdayaan ekonomi ini juga berupaya untuk dapat mengolah hasil tangkapan
yang berlebih dan tidak layak jual misalnya hasil tangkapan dengan ikan yang
cenderung terlalu kecil dan terlalu banyak duri sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membuat panganan yang enak dan layak jual.
Walaupun program pemberdayaan ekonomi ini sudah berjalan dengan baik
dan memberikan dampak positif terutama untuk para ibu di Pulau Kelapa, masih
terdapat kekurangan dalam jenis program ini. Salah satunya adalah perusahaan

Universitas Indonesia
71

hanya sekedar memberikan pelatihan tanpa disertai dengan pendampingan,


pembelajaran pengelolaan modal, serta upaya membuka pasar. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan oleh Febrianti (2015), terlihat bahwa program berkisar
pada pelatihan saja. Padahal masyarakat butuh lebih dari sekedar pelatihan, seperti
suntikan dana atau kredit ringan, serta pelatihan pengelolaan modal, pendampingan
dan membuka peluang pemasaran hasil produksi. Program pelatihan juga dapat
diberikan oleh pemerintah, perusahaan dapat melakukan program yang lebih baik
dan lebih memandirikan masyarakat lokal. Sehingga, program yang diberikan tidak
hanya diberikan satu kali dalam satu periode implementasi program. Melainkan
dilakukan secara berkelanjutan hingga dapat memandirikan masyarakat lokal. Hal
ini bertentangan dengan pendapat yang diberikan oleh pihak perusahaan. Pihak
perusahaan berpendapat jika program yang diberikan cukup satu kali setiap
tahunnya. Karena dianggap tidak membawa manfaat jika program terlalu lama
jangka waktunya (Febrianti, 2015). Karena pemahaman pihak perusahaan akan
program pemberdayaan ekonomi hanya dilakukan sekali pada satu periode tanpa
keberanjutan, maka kinerja program CSR pada jenis program pemberdayaan
ekonomi sudah masuk ke dalam kategori tinggi, namun tidak memiliki gap yang
terlalu besar dengan kategori rendah.

Kinerja Program CSR – Pendidikan

Dale dan Onyx (2005) memaparkan salah satu elemen yang menjadi kunci
membangun modal sosial yang baik adalah dengan meningkatkan angka melek
huruf atau pendidikan pada tingkatan individual yang dilakukan melalui
penyebaran pengetahuan. Tujuannya melalui peningkatan pendidikan maka secara
alamiah perekonomian akan membaik (Febrianti, 2015). Upaya peningkatan
pendidikan melalui program CSR telah dilakukan oleh perusahaan, di antaranya
melalui beberapa program seperti di bawah ini:

Tabel 5.4 Program Pendidikan CNOOC

No Nama Program
1. Paket Sekolah untuk Siswa SD-SMP Berprestasi
2. Program Beasiswa Siswa SD-Mahasiswa

, Universitas Indonesia
72

3. Program Bimbingan Belajar untuk Siswa SMA


4. Program Orientasi Masa Depan (OMD)
5. Pelatihan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Guru
6. Pelatihan Selam untuk Pemuda Putus Sekolah
7. Sosialisasi Industri MIGAS
8. Program Kursus Komputer
9. Menunjang Kegiatan Pramuka
10. Pelatihan Teknik Mengajar dan Update Informasi mengenai Bahan Ajar
11. Pelatihan Pengolahan Ikan
12. Pelatihan Mengolah Sampah Plastik
13. Bantuan Peralatan Komputer
14. Peralatan Penunjang Edukasi PAUD
15. Pemberian Komputer untuk Pusat Pelatihan Komputer
16. Donasi Buku
17. Pemberian Furnitur untuk Menunjang Kelancaran PBM
18. Bantuan Alat Bermain untuk PAUD
19. Peningkatan Kapasitas Awak Media
Sumber: Hasil Pengolahan Data, dari Berbagai Sumber

Dari keseluruhan program pendidikan yang dilaksanakan oleh perusahaan


CNOOC, program paket alat sekolah untuk siswa SD-SMP dan beasiswa untuk
siswa SMA dan mahasiswa, merupakan dua program yang banyak diketahui oleh
responden penelitian. Pemberian paket alat sekolah telah dilakukan sejak tahun
2002 dan masih berlanjut hingga tahun 2017 lalu. Paket alat sekolah diberikan
kepada siswa berprestasi yang berisikan tas, buku tulis dan alat tulis untuk sekolah.
Pemberian paket alat sekolah awalnya diberikan kepada anak-anak berprestasi
dengan peringkat 1-5 dengan jumlah penerima 3.418 anak (Majalah Community
Relation, 2013) namun kemudian diperkecil menjadi peringkat 1-3 dengan jumlah
penerima 3.590 anak (Majalah Community Relation, 2017). Jumlah paket tersebut
merupakan nilai total untuk penerima tingkat SD hingga SMP di wilayah
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Desa
Pulo Panjang dan Kecamatan Labuhan Maringgai (Majalah Community Relation,
2013 dan 2017).
Program pendidikan lain yang banyak diketahui oleh responden penelitian
adalah program beasiswa untuk siswa SMA dan mahasiswa. Siswa SMA yang
berhak menerima beasiswa yang diberikan oleh perusahaan adalah mereka dengan

Universitas Indonesia
73

peringkat 1-5 di kelas masing-masing dengan nilai perolehan Rp650.000 dan untuk
mahasiswa mereka yang memperoleh IPK sebesar 3,00 dengan nilai perolehan
Rp1.300.000, jumlah yang memperoleh beasiswa sebanyak 568 (Majalah
Community Relation, 2013). Kemudian pemberian beasiswa diperkecil cakupannya
menjadi peringkat 1-3 dengan nilai perolehan Rp650.000 sedangkan untuk
mahasiswa mereka yang memperoleh IPK 3,00 dengan nilai perolehan
Rp1.300.000, jumlah penerima sebesar 507 (Majalah Community Relation, 2017).

Gambar 5.8 Program CSR Pendidikan – Beasiswa dan Paket Alat Sekolah
Sumber: Majalah Community Relation 2013 dan Hasil Dokumentasi Pribadi

Begitu pentingnya pendidikan bagi perusahaan CNOOC membuat


perusahaan lebih berfokus pada program CSR bidang pendidikan. Mengacu pada
majalah Community Relation (2011), perusahaan berupaya mewujudkan konsep
GCC (Good Corporate Governance) untuk memberikan akses pemberdayaan
masyarakat maupun upaya memajukan dunia pendidikan.

Tabel 5.5 Tabel Silang Program Pendidikan

Memperoleh Program
Pendidikan Total
Pernah Belum Pernah
27 76 103
Mengetahui Tahu
23,1% 65% 88%
Program
Tidak 0 14 14
Pendidikan
Tahu 0% 12,0% 12,0%
27 90 117
Total
23,1% 76,9% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan hasil olahan data Tabel 5.5, dari 88% responden penelitian
yang mengetahui program pendidikan CNOOC, sebanyak 23,1% pernah
memperoleh program pendidikan dan 65% belum pernah memperoleh program

, Universitas Indonesia
74

pendidikan dari CNOOC. Sebanyak 88% responden yang mengetahui dan


memperoleh program CSR pendidikan memperoleh hadiah berupa paket anak
sekolah yang berisi tas, buku, dan alat tulis. Pemberian paket anak sekolah hanya
diberikan kepada mereka yang berprestasi, yaitu siswa sekolah dasar hingga siswa
sekolah menengah atas yang memperoleh peringkat 1 hingga 3. Selain itu, beberapa
responden juga memperoleh bantuan dana beasiswa saat duduk dibangku
perkuliahan. Syarat memperoleh beasiswa adalah dengan memberikan transkrip
nilai dengan IPK minimal 3,00 pada saat itu.
Berdasarkan Tabel 5.4, sebesar 65% kepala keluarga dalam penelitian ini
mengetahui program pendidikan CNOOC walaupun tidak memperoleh bantuan
tersebut. Hal ini disebabkan saat pengambilan raport anak di sekolah, mereka yang
memperoleh ranking 1 hingga 3 disebutkan oleh guru di depan kelas, kemudian
dibagikan paket alat sekolah di depan seluruh orang tua murid yang datang.
Kebiasaaan para ibu rumah tangga yang berkumpul setelah pekerjaan rumah selesai
juga menjadi salah satu faktor penyebaran informasi mengenai program CSR
CNOOC di bidang pendidikan. Walaupun CNOOC memiliki sekian banyak
program di bidang pendidikan, pemberian bantuan alat sekolah dan pemberian
beasiswa untuk mahasiswa Pulau Kelapa saja yang paling banyak diketahui oleh
warga Pulau Kelapa. Selain karena kebiasaan berkumpul para ibu, ini juga karena
tas yang diperoleh mereka yang berprestasi juga memiliki logo CNOOC dan juga
menjadi kebanggaan bagi anak yang menggunakannya sehingga program CSR
CNOOC di bidang pendidikan mudah diingat oleh warga Pulau Kelapa.
Dari 12% responden yang tidak mengetahui program pendidikan CNOOC,
sebanyak 0% pernah memperoleh program pendidikan CNOOC dan sebanyak 12%
belum pernah memperoleh program pendidikan CNOOC. Sebesar 12% kepala
keluarga, tidak mengetahui program CSR CNOOC. Alasan yang mendasarinya
adalah mereka tidak memiliki anak yang berusia sekolah. Mereka yang tidak
mengetahui program pendidikan sebagian besar adalah lansia yang baru memiliki
cucu usia balita ataupun orang tua yang tidak lagi memiliki anak di usia sekolah
sehingga informasi terkait program CSR di bidang pendidikan menjadi kurang.
Variabel kinerja program CSR di bidang pendidikan memiliki lima dimensi di
dalamnya, yaitu dimensi manfaat dan kesesuaian, keberlanjutan, dampak,

Universitas Indonesia
75

partisipasi, dan pengembangan kapasitas. Lima dimensi ini dihitung secara terpisah
untuk melihat perolehan skor masing-masing dimensi dalam variabel kinerja
program CSR di bidang pendidikan.

Tabel 5.6 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Pendidikan

Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 102 49% 51%
2 Dimensi Keberlanjutan 102 40% 60%
3 Dimensi Dampak 102 46% 54%
4 Dimensi Partisipasi 102 50% 50%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 102 48% 52%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Tabel 5.6 memperlihatkan perbedaan nilai persentase yang diperoleh pada


tiap-tiap dimensi dalam variabel kinerja program CSR di bidang pendidikan.
Perbedaan nilai persentase tiap dimensi menggambarkan bagaimana program-
program pendidikan yang telah berjalan selama ini di wilayah Pulau Kelapa. tabel
5-4 ini memudahkan dalam menilai program pendidikan yang telah berjalan harus
diperbaiki dalam hal apa saja dan mana saja bagian yang perlu dipertahankan nilai
persentasenya.

n = 102

Rendah Tinggi
51% 49%

Gambar 5.9 Kinerja Program CSR – Pendidikan Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi pertama dalam variabel kinerja program CSR di bidang pendidikan


adalah dimensi manfaat dan kesesuaian. Dimensi ini memiliki nilai persentase
sebesar 51% pada kategori rendah dan 49% pada kategori tinggi. Berdasarkan

, Universitas Indonesia
76

persentase pada Gambar 5.8, dapat dilihat bahwa kinerja program CSR pada jenis
program pendidikan dimensi manfaat dan kesesuaian adalah rendah. Berdasarkan
hasil wawancara oleh Febrianti (2015) program CSR CNOOC memang telah
meningkatkan mutu pendidikan di Pulau Kelapa. Namun, tidak dapat diingkari
bahwa perkembangan zaman juga turut menjadi salah satu faktor utama yang
mendorong peningkatan mutu pendidikan di Pulau Kelapa. Begitu juga dengan
program pemerintah terkait sekolah gratis dan Kartu Jakarta Pintar yang ikut
mendorong peningkatan mutu pendidikan di Pulau Kelapa. Hal yang menyebabkan
dimensi manfaat dan kesesuaian rendah adalah karena program beasiswa, salah satu
program pendidikan CNOOC yaitu masih dianggap kurang sesuai dengan
kebutuhan. Beasiswa yang diperoleh pemanfaat sebesar 1,3 juta per semesternya.
Peserta penerima beasiswa harus menyetorkan IPK yang diperoleh setiap
semesternya dengan standar IPK 3,00. Febrianti (2015) memaparkan hasil
wawancara bahwa beasiswa yang diterima mahasiswa Pulau Kelapa terlalu kecil
jumlahnya untuk menutupi kebutuhan di Kota Jakarta.
Selain itu, hal yang menyebabkan dimensi manfaat dan kesesuaian rendah
adalah karena dimensi manfaat dan kesesuaian dianggap hanya bermanfaat kepada
mereka yang menjadi pemanfaat pada program ini. Di antaranya mereka yang
berprestasi dengan ranking 1-3 dari jenjang SD hingga SMA yang memperoleh
paket sekolah dari CNOOC, serta mahasiswa pemanfaat yang memperoleh
beasiswa dari CNOOC. Program pendidikan CNOOC juga dianggap belum
memenuhi kebutuhan pendidikan bagi seluruh kepala keluarga di Pulau Kelapa,
sebab pemanfaat pada program pendidikan sangat sedikit dan semakin berkurang
jumlah pemanfaatnya di tiap tahun. Ini karena sebagian besar anak-anak yang
bersekolah tidak dituntut terlalu banyak oleh orang tua mereka. Berdasarkan
penuturan salah satu responden, orang tua di Pulau Kelapa belum terlalu peduli
pada prestasi anak di bidang pendidikan. Para orang tua juga tidak mendorong anak
untuk berprestasi dan memperoleh pendidikan sebaik mungkin. Para orang tua
cenderung membiarkan kemauan anak, bahkan setiap malam masih banyak anak
usia sekolah dasar yang menghabiskan waktu di lapangan untuk bermain, bukan
menghabiskan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas di rumah.

Universitas Indonesia
77

n = 102

Tinggi
40%

Rendah
60%

Gambar 5.10 Kinerja Program CSR – Pendidikan Dimensi Keberlanjutan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi keberlanjutan memiliki nilai persentase sebesar 60% pada kategori


rendah dan 40% pada kategori tinggi. Persentase pada Gambar 5.10 dapat
menjelaskan bahwa kinerja program CSR di bidang pendidikan pada dimesi
keberlanjutan masih rendah. Hal ini disebabkan oleh program CSR CNOOC di
bidang pendidikan, yang dikenal oleh kebanyakan kepala keluarga di Pulau Kelapa
adalah program pemberian beasiswa dan paket alat sekolah. Kedua program ini
masuk kedalam kategori filantropik, yang merupakan usaha amal yang dilakukan
suatu perusahaan, yang tidak secara langsung berhubungan dengan kegiatan
produksi perusahaan (Azheri, 2012). Program ini merupakan program satu arah, di
mana pemanfaat hanya menerima barang yang diberikan oleh perusahaan. Kepala
keluarga di Pulau Kelapa sudah menyadari pentingnya pendidikan bagi masa depan
anak-anaknya. Sebab itu, walaupun perusahaan tidak memberikan program CSR di
bidang pendidikan, masyarakat lokal tetap mendorong anak-anaknya untuk
bersekolah, kendati tidak mendorong anak untuk berprestasi.

n = 102

Tinggi
Rendah 46%
54%

Gambar 5.11 Kinerja Program CSR – Pendidikan Dimensi Dampak


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

, Universitas Indonesia
78

Dimensi selanjutnya dimensi dampak, yang memiliki nilai persentase


sebesar 54% pada kategori rendah dan 46% pada kategori tinggi. Berdasarkan
persentase itu dapat terlihat bahwa kinerja program CSR jenis program pendidikan
dimensi dampak adalah rendah. Dimensi dampak masuk ke dalam kategori rendah,
didorong oleh program pendidikan yang diberikan oleh CNOOC masih belum dapat
secara langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Seperti penjelasan di atas, program
CSR CNOOC terutama di bidang pendidikan hanya dapat dirasakan oleh mereka
yang berprestasi. Beragam alat sekolah yang diberikan perusahaan sebagai bentuk
apresiasi prestasi, tidak secara langsung mendorong anak-anak untuk semangat
dalam belajar dan mendorong mereka berprestasi. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang kurang kondusif, terutama orang tua yang lebih banyak
membiarkan anak bermain pada jam istirahat dan jam belajar, serta kesadaran anak
yang belum tumbuh untuk berprestasi. Dampak positif yang diberikan melalui
program juga hanya dirasakan bagi mereka yang menerima program saja, tidak
menyeluruh ke setiap kepala keluarga. Wajar bila banyak yang hanya mengetahui
adanya program, tetapi belum pernah memperoleh program pendidikan ini.

n = 102

Rendah Tinggi
50% 50%

Gambar 5.12 Kinerja Program CSR – Pendidikan Dimensi Partisipasi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi keempat adalah dimensi partisipasi. Dimensi partisipasi


memperoleh nilai persentase pada kategori rendah sebesar 50% dan nilai persentase
pada kategori tinggi sebesar 50%. Hal ini menggambarkan bahwa dimensi
partisipasi tidak tinggi dan tidak juga rendah, tetapi berada di antara kedua kategori
tersebut. Hal ini disebabkan kepala keluarga di Pulau Kelapa masih belum
diikutsertakan dalam kegiatan musrembang dari perencanaan program pendidikan.

Universitas Indonesia
79

Pihak kepala keluarga hanya memperoleh sosialisasi bahwa perusahaan akan


mengimplementasikan program pendidikan. Kegiatan sosialisasi program
pendidikan lebih sering dilakukan oleh pihak organisasi HMPS (Himpunan
Mahasiswa Kepulauan Seribu) dan pihak sekolah, seperti kepala sekolah dan guru
serta wali kelas. Sosialisasi diberikan pada saat pembagian rapor, yaitu siapa saja
yang dapat menjadi pemanfaat ataupun prasyarat agar dapat memperoleh alat
sekolah gratis. Dengan kata lain, dapat dikatakan, perusahaan telah melibatkan
sebagian kecil komunitas lokal untuk menjalankan program CSR perusahaan,
seperti pelaksanaan program yang melibatkan pihak sekolah dan organisasi HMPS,
Namun dalam hal pengambilan kepurusan, perusahaan masih belum melibatkan
kepala keluarga di Pulau Kelapa. Pengambilan keputusan dilakukan sepihak oleh
perusahaan, seperti pengambilan keputusan untuk mengurangi pemberian alat
sekolah, dari sebelumnya untuk mereka yang ranking 1 hingga 10, kemudian
berkurang hanya untuk mereka yang memperoleh ranking 1 hingga 5, dan saat ini
semakin berkurang menjadi untuk mereka ranking 1 hingga 3. Kepala keluarga di
Pulau Kelapa hanya dapat menerima keputusan tersebut tanpa adanya diskusi
mengenai mengapa jatah penerima dikurangi tiap periodenya.

n = 102

Tinggi
Rendah
48%
52%

Gambar 5.13 Kinerja Program CSR – Pendidikan Dimensi Pengembangan Kapasitas


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi terakhir adalah dimensi pengembangan kapasitas. Dimensi ini


memperoleh nilai persentase sebesar 52% pada kategori rendah dan 48% pada
kategori tinggi. Berdasarkan persentase tersebbut, terlihat bahwa dimensi
pengembangan kapasitas pada kinerja program CSR jenis program pendidikan
adalah rendah. Hal ini senada dengan hasil pemaparan salah satu responden

, Universitas Indonesia
80

penelitian, yaitu ada peningkatan pengetahuan yang dirasakan akibat beberapa anak
terpacu untuk ikut berprestasi atau mempertahankan prestasinya agar memperoleh
alat sekolah gratis atau beasiswa. Namun, tidak dalam jumlah yang masif. Hanya
beberapa orang saja, sisanya hanya merasa ingin memperoleh tetapi tidak dibarengi
dengan upaya peningkatan prestasi. Adapun untuk peningkatan keterampilan,
program yang diberikan belum sampai pada peningkatan keahlian serta belum
sampai juga pada sikap berbagi pengetahuan dan keahlian.

n = 102

Tinggi
41%
Rendah
59%

Gambar 5.14 Kinerja Program CSR – Pendidikan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan hasil pemaparan seluruh dimensi pada kinerja program CSR


jenis program pendidikan, di peroleh bahwa 59% kinerja program CSR di bidang
pendidikan rendah dan 41% tinggi. Dari persentase tersebut dapat disimpulkan
bahwa kinerja program CSR di bidang pendidikan rendah. Hal ini dikarenakan, sifat
program yang diberikan adalah filantropik yang bersifat satu arah sehingga program
yang diberikan belum dapat meningkatkan kapasitas danpengetahuan masyarakat
lokal. Selain itu, program pendidikan ini hanya memberikan dampak pada mereka
yang menjadi pemanfaat program saja. Di luar penerima manfaat program tidak
banyak anak-anak yang terpacu untuk berlomba-lomba menjadi siswa berprestasi
di sekolah. Hal ini didorong oleh kondisi lingkungan keluarga dan lingkungan
bermain yang kurang kondusif untuk memacu anak memperoleh prestasi.

Kinerja Program CSR – Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu dari sekian banyak misi perusahan


CNOOC yang ingin dicapai. Misi tersebut tercantum dalam Majalah Community

Universitas Indonesia
81

Relation (2013) yang menjelaskan bahwa perusahaan berupaya mengejar mutu dan
kualitas di bidang kesehatan. Sebagai upaya mewujudkan misi tersebut, perusahaan
melakukan serangkaian program CSR dan program-programnya adalah seperti
tertera di Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Program CSR Kesehatan CNOOC

No Nama Program
1. Pelayanan Kesehatan Gratis
2. Penyuluhan Tindakan Preventif terhadap Berbagai Penyakit
3. Operasi Bibir Sumbing Gratis
4. Pembagian Paket Kesehatan
5. Penyelenggaraan Sunatan Massal
Sumber: Hasil Pengolahan Data, Dari Berbagai Sumber

Salah satu jenis yang menjadi focus dalam kegiatan CSR perusahaan adalah
kesehatan. Perusahaan menjalankan beragam bentuk kegiatan dalam jenis program
kesehatan. Salah satu di antaranya adalah menyelenggarakan pengobatan gratis
bagi warga Pulau Kelapa. Kegiatan pengobatan gratis merupakan bentuk
peningkatan kualitas kesehatan warga di wilayah operasional perusahaan CNOOC
(Majalah Community Relation, 2010-2011). Kegiatan pengobatan gratis merupakan
salah satu kegiatan yang hampir dilakukan perusahaan setiap tahunnya. Hal ini
terlihat dari kegiatan pengobatan gratis selalu menjadi bagian dari tiap Majalah
Community Relation dari edisi tahun 2009 hingga 2017. Kegiatan pengobatan gratis
tidak hanya kegiatan pengobatan saja, melainkan juga memberikan penyuluhan
tindakan preventif terhadap beragam jenis penyakit dan upaya memperbaiki gara
hidup warga agar lebih memahami pentingnya kesehatan (Majalah Community
Relation, 2010-2011).
Selain kegiatan pengobatan gratis untuk warga Pulau Kelapa, Majalah
Community Relation (2009), memaparkan salah satu kegiatan CSR perusahaan di
bidang kesehatan, yaitu kegiatan Sunat Massal. Kegiatan Sunat Massal
dilaksanakan pertama kali di Pulau Kelapa pada tahun 1996. Kegiatan ini kemudian
dilaksanakan kembali secara terpusat di Pulau Pramukan pada tahun 2017 lalu.
Selain menyelenggarakan Sunat Massal untuk masyarakat di Kepulauan Seribu,
dalam acara tersebut perusahaan juga memberi pakaian muslim serta paket bantuan

, Universitas Indonesia
82

untuk anak-anak peserta kegiatan Sunat Massal. Berikut dokumentasi kegiatan


pengobatan gratis dan sunat massal sebagai bagian dari program CSR perusahaan
CNOOC di bidang kesehatan.

Gambar 5.15 Program CSR Kesehatan – Pengobatan Gratis dan Sunat Massal
Sumber: Majalah Community Relation CNOOC 2009 dan 2010-2011

Dari sekian banyak program yang telah diimplementasikan oleh perusahaan


CNOOC, pelayanan kesehatan gratis dan penyelenggaraan sunatan massal
merupakan program kesehatan yang banyak diketahui oleh warga Pulau Kelapa.
Hal ini senada dengan cukup banyaknya jumlah responden yang mengetahui kedua
program tersebut.

Tabel 5.8 Tabel Silang Program Kesehatan

Memperoleh Program Kesehatan


Total
Pernah Belum Pernah
13 44 57
Mengetahui Tahu
11,1% 37,6% 48,7%
Program
Tidak 0 60 60
Kesehatan
Tahu 0% 51,3% 51,3%
13 104 117
Total
11,1% 88,9% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan tabel 5.8, 48,7% responden penelitian mengetahui program


kesehatan, 11,1% diantaranya pernah memperoleh program kesehatan dan 37,6%
belum pernah memperoleh program kesehatan CNOOC. Sebanyak 11,1% kepala
keluarga mengetahui dan pernah memperoleh program kesehatan gratis dan atau
menjadi peserta sunatan massal. Beberapa di antaranya merupakan lansia dan
keluarga kurang mampu yang diprioritaskan oleh pihak perusahaan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan gratis. Sistem pada program CSR pelayanan

Universitas Indonesia
83

kesehatan gratis adalah perusahaan menyediakan kupon pengobatan gratis yang


kemudian disebar keseluruh RT di Pulau Kelapa. Tiap-tiap ketua RT kemudian
mendata lansia dan keluarga yang kurang mampu serta mereka yang sakit untuk
diberikan kupon kesehatan gratis. Jika kupon kesehatan gratis masih banyak tersisa,
ketua RT biasanya membagikan kepada kepala keluarga manapun yang ingin
memperoleh pengobatan gratis. Sama halnya dengan pelayanan kesehatan gratis,
penyelenggaraan sunatan massal diserahkan kepada tiap-tiap ketua RT. Ketua RT
kemudian mendata anak dari tiap keluarga yang berusia cukup untuk melakukan
sunatan massal dan menyerahkan data tersebut ke pihak kelurahan untuk kemudian
diserahkan kepada pihak perusahaan.
Sebanyak 37,6% kepala keluarga yang menjadi responden mengetahui
program kesehatan yang dilakukan oleh perusahaan CNOOC, tetapi tidak pernah
memperoleh program kesehatan tersebut. Walaupun tidak memperoleh program
kesehatan dari perusahaan, mereka yang mengetahui tidak mengeluh. Ini karena
mereka dapat mengandalkan BPJS untuk berobat dikala sakit. Walaupun demikian,
berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Febrianti (2015), diperoleh
tanggapan bahwa perusahaan seharusnya memberikan pengobatan gratis yang lebih
spesifik, seperti pemberian vaksin kanker serviks atau pemeriksaan kanker serviks,
karena untuk pengobatan gratis yang umum dapat dengan mudah diperoleh kepala
keluarga di Pulau Kelapa dari puskesmas.
Selajutnya, dari 51,3% responden yang tidak mengetahui program
kesehatan CNOOC, sebanyak 0% pernah memperoleh program kesehatan CNOOC
sdan sebanyak 51,3% belum pernah memperoleh program kesehatan CNOOC.
terdapat 51,3% kepala keluarga dari responden penelitian yang tidak tahu dan tidak
pernah memperoleh program kesehatan gratis, menjelaskan bahwa pengobatan
gratis memang hanya dikhususkan kepada mereka yang lansia dan kurang mampu.
Pihak RT/RW hanya memberikan informasi pada pihak-pihak yang memiliki
kriteria tersebut. Mereka yang dianggap mampu tidak memperoleh informasi terkait
pengobatan gratis atau sunat massal.
Variabel kinerja program CSR program kesehatan memiliki lima dimensi di
dalamnya. seluruh dimensi dalam kinerja program CSR digunakan untuk mengukur
variabel kinerja program CSR program kesehatan.

, Universitas Indonesia
84

Tabel 5.9 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Kesehatan

Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 57 44% 56%
2 Dimensi Keberlanjutan 57 54% 46%
3 Dimensi Dampak 57 44% 56%
4 Dimensi Partisipasi 57 58% 42%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 57 58% 42%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Pemaparan Tabel 5.9 memperlihatkan nilai persentase pada setiap dimensi


dalam variabel kinerja program CSR di bidang kesehatan. Nilai persentase tersebut
menggambarkan bagaimana terbangunnya variabel kinerja program CSR di bidang
kesehatan, sehingga terlihat dimensi mana yang perlu diperbaiki dan dimensi mana
yang perlu dipertahankan skor persentasenya dimasa mendatang.

n = 57

Tinggi
44%
Rendah
56%

Gambar 5.16 Kinerja Program CSR – Kesehatan Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi manfaat dan kesesuaian pada kinerja program CSR di bidang


kesehatan memiliki nilai persentase sebesar 56% pada kategori rendah dan 44%
pada kategori tinggi. Dapat dilihat bahwa dimensi manfaat dan kesesuaian pada
kinerja program CSR jenis program kesehatan adalah rendah. Rendahnya dimensi
manfaat dan kesesuaian pada program ini disebabkan oleh kurang diketahuinya
program kesehatan secara luas. Program ini jugadianggap tidak terlalu bermanfaat
oleh beberapa responden terutama program pengobatan gratis. Alasan yang
mendasarinya adalah tiap-tiap kepala keluarga di Pulau Kelapa sudah memiliki

Universitas Indonesia
85

kartu BPJS untuk pengobatan gratis dari pemerintah. Kartu BPJS dari pemerintah
sudah mampu memenuhi kebutuhan tiap-tiap kepala keluarga di Pulau Kelapa
dalam hal kesehatan sehingga kepala keluarga di Pulau Kelapa tidak terlalu
bersemangat menerima program CSR di bidang kesehatan dari perusahaan. Lagi
pula, program CSR di bidang kesehatan ini memberikan pengobatan gratis yang
tidak jauh berbeda dengan pengobatan yang diberikan oleh BPJS.

n = 57

Rendah
46% Tinggi
54%

Gambar 5.17 Kinerja Program CSR – Kesehatan Dimensi Keberlanjutan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi selanjutnya adalah dimensi keberlanjutan. Dimensi ini


memperoleh nilai persentase sebesar 54% pada kategori tinggi dan 46% pada
kategori rendah. Berdasarkan persentase tersebut terlihat bahwa dimensi
keberlanjutan pada program CSR kesehatan adalah tinggi. Walaupun dimensi
keberlanjutan ini memiliki persentase yang tinggi, tetapi program CSR di bidang
kesehatan ini tidak bersifat sustainable karena hanya diberikan beberapa kali dalam
setahun. Tanpa adanya program kesehatan ini, masyarakat Pulau Kelapa masih
dapat memenuhi kebutuhan kesehatan secara mandiri dengan mengunjungi
puskesmas ataupun mengunjungi dokter setempat jika membutuhkan bantuan
kesehatan. Seorang responden menjelaskan bahwa dirinya ikut serta dalam program
kesehatan gratis untuk memeriksakan kondisi matanya. Setelah dilakukan
pemeriksaan dan memperoleh hasil diagnosa yaitu kondisi matanya membutuhkan
bantuan kacamata, pihak perusahaan tidak memberikan bantuan kacamata untuk
dirinya. Perusahaan memberikan fasilitas pemeriksaan saja.

, Universitas Indonesia
86

n = 57

Tinggi
44%
Rendah
56%

Gambar 5.18 Kinerja Program CSR – Kesehatan Dimensi Dampak


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Selanjutnya, dimensi dampak merupakan dimensi ketiga pada variabel


kinerja program CSR di bidang kesehatan. Dimensi dampak memiliki nilai
persentase sebesar 56% pada kategori rendah dan 44% pada kategori tinggi. dari
presentase tersebut dapat dilihat bahwa dimensi dampak pada kinerja program CSR
jenis program kesehatan adalah rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan seorang
kepala keluarga yang menjelaskan bahwa program CSR CNOOC di bidang
kesehatan belum cukup dirasakan secara luas oleh masyarakat Pulau Kelapa, karena
masyarakat Pulau Kelapa lebih memilih berobat di puskesmas atau dokter setempat
daripada ikut serta program pengobatan gratis yang harus mengantri dalam jangka
waktu yang lama di ruang terbuka. Pada program kesehatan sunatan massal, orang
tua juga lebih memilih melakukan sunat sendiri. Karena pada acara sunatan massal,
anak menjadi takut mendengar temannya menangis. Program sunatan massal dan
pengobatan gratis dianggap tidak dapat ditiru oleh kepala keluarga di Pulau Kelapa,
karena membutuhkan dana serta peralatan canggih yang tidak mampu dipenuhi.
Walaupun demikian, sesaat setelah dan sebelum mengikuti program pengobatan
gratis dan sunat massal, terlihat perbedaan yang cukup signifikan, terutama mereka
yang menjalani nasihat dan rajin mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter
pada program pengobatan gratis. Program kesehatan gratis ini juga memberikan
dampak positif kepada kepala keluarga yang mengikuti program ini, terutama
mereka yang cocok dengan obat yang diberikan dan segera sembuh dari sakit yang
diderita.

Universitas Indonesia
87

n = 57

Rendah
42%
Tinggi
58%

Gambar 5.19 Kinerja Program CSR – Kesehatan Dimensi Partisipasi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi selanjutnya adalah dimensi partisipasi, yang memiliki skor


persentase sebesar 58% untuk kategori tinggi dan 42% untuk kategori rendah. Hasil
pengolahan data menunjukkan bahwa dimensi partisipasi pada kinerja program
CSR jenis program kesehatan sudah tinggi saat perusahaan mengikutsertakan
kepala keluarga di Pulau Kelapa dalam hal pelaksanaan program. Tenaga kesehatan
saat pelaksanaan program seperti perawat, aparat kepolisian, serta pihak panitia,
sedangkan pihak dokter, alat kesehatan, dan sebagainya dibawa pihak perusahaan.
Dalam hal partisipasi, sosialisasi awal program kesehatan ini diberikan oleh aparat
desa, khususnya ketua RT/RW yang berkeliling ke rumah setiap warga. Partisipasi
kepala keluarga dalam program kesehatan hanya sampai pada pelaksanaan dan
sosialisasi saja sedangkan dalam hal perencanaan dan pengambilan keputusan,
perusahaan tidak melibatkan para kepala keluarga maupun aparat desa.
Pengambilan keputusan dilakukan oleh perusahaan sendiri dan apapun keputusan
yang diambil diinformasikan pada seluruh kepala keluarga di Pulau Kelapa.

n = 57

Rendah
42%
Tinggi
58%

Gambar 5.20 Kinerja Program CSR – Kesehatan Dimensi Partisipasi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

, Universitas Indonesia
88

Dimensi terakhir pada variabel kinerja program CSR di bidang kesehatan


adalah dimensi pengembangan kapasitas yang memperoleh nilai persentase sebesar
58% pada kategori tinggi dan 42% pada kategori rendah. Hal ini memperlihatkan
bahwa dimensi pengembangan kapasitas pada variabel kinerja program CSR jenis
program kesehatan adalah tiinggi. Tingginya dimensi pengembangan kapasitas
dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan pengetahuan kepala keluarga terhadap
kesehatan dan penyakit yang dialaminya sendiri. Kepala keluarga dapat memahami
sakit yang ia derita, bagaimana penanganannya, dan apa saja hal-hal yang harus
dihindari agar sakit tersebut tidak datang kembali. Berdasarkan pengetahuan yang
diberikan oleh dokter, kepala keluarga yang mengikuti pengobatan gratis kemudian
berbagi pengetahuan kepada kepala keluarga lain yang tidak menjadi pemanfaat
pada kegiatan tersebut. Di sisi lain, pada dimensi pengembangan kapasitas masih
belum dapat meningkatkan keahlian kepala keluarga serta adanya berbagi keahlian
yang dilakukan oleh kepala keluarga pemanfaat ke kepala keluarga yang belum
menjadi pemanfaat pada kegiatan ini.

n = 57

Tinggi
Rendah 47%
53%

Gambar 5.21 Kinerja Program CSR – Kesehatan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan hasil pengolahan data dari keseluruhan dimensi dalam kinerja


program CSR jenis program kesehatan, terlihat bahwa jenis program kesehatan ini
memperoleh nilai persentase rendah sebesar 53% dan nilai persentase tinggi sebesar
47%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja program CSR pada jenis
kesehatan adalah rendah. Hal yang melatarbelakangi kinerja program kesehatan ini
rendah adalah karena sifat program yang filantropik seperti jenis program
pendidikan sebelumnya. Program CSR kesehatan ini hanya bersifat satu arah di

Universitas Indonesia
89

mana perusahaan memberikan bantuan fasilitas kesehatan gratis kepada para kepala
keluarga di Pulau Kelapa, khususnya lansia, dan mereka yang kurang mampu. Hal
lainnya adalah program kesehatan gratis ini kurang diminati oleh kepala keluarga
di Pulau Kelapa. Selain tempat dilaksanakannya kurang nyaman untuk mereka yang
sakit, juga karena antrian yang sangat panjang dan berada di ruang terbuka. Program
kesehatan gratis ini kemudian kalah pamor dengan program BPJS kesehatan yang
dicanangkan oleh pemerintah. Para kepala keluarga ini lebih memilih menggunakan
BPJS kesehatan ketimbang mengantri dan menunggu lama. Pada kegiatan sunatan
massal juga tidak jauh berbeda. Kepala keluarga di Pulau kelapa masih merasa
mampu menyunatkan anaknya dengan biaya sendiri, ketimbang mengikuti sunatan
massal. Sunatan massal untuk sebagian kepala keluarga justru membuat anak
mereka menjadi takut sehingga memutuskan untuk tidak mengikutsertakan anak
mereka dalam kegiatan sunat massal tersebut.

Kinerja Program CSR – Lingkungan

UU Nomor 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas memaparkan


bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat. Tidak hanya di bidang sosial,
bidang lingkungan juga merupakan salah satu hal yang penting untuk dijaga dan
dirawat, terutama pada perusahaan tambang dan migas. Kegiatan utama perusahaan
berupa eksploitasi lingkungan serta tingginya angka pencemaran akibat limbah
membuat negara menekankan kepada perusahaan migas dan tambang untuk turut
serta menjaga lingkungan sekitar wilayah operasi perusahaan. Kerusakan
lingkungan serta ketidak-mampuan perusahaan dalam mengelola limbah hasil
produksi dapat memberikan dampak negatif tidak hanya bagi lingkungan melainkan
juga bagi reputasi perusahaan itu sendiri. Seperti hasil penelitian yang dilakukan
oleh Heincke (2006), perusahaan Exxon Valdez memiliki kasus kerusakan
lingkungan dari limbah minyak yang diproduksinya, serta perusahaan Shell yang
memperoleh reputasi buruk akibat tuduhan dampak negatif perusahaan terhadap
lingkungan di Laut Utara. Asy’ari (2009) juga memberikan gambaran terkait
menurunnya kepercayaan warga sekitar akibat tuduhan pencemaran lingkungan

, Universitas Indonesia
90

yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Tuduhan ini menyebabkan izin
penempatan Tailing PT. Newmont ditentang oleh LSM anti tambang.
Pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan oleh perusahaan migas
dan tambang, membuat perusahaan CNOOC menjadikan peningkatan mutu
kualitas lingkungan sebagai salah satu misi dari perusahaan (Company Profile,
2013). Untuk mewujudkan misi tersebut, perusahaan CNOOC melakukan beberapa
program sebagai upaya pelestarian lingkungan.

Tabel 5.10 Program CSR Lingkungan CNOOC

No Nama Program
1. Penangkaran Penyu Sisik
2. Penanaman Tanaman Mangroove
3. Peningkatan Kualitas Ekosistem Terumbu Karang
4. 200 Lubang Biopori
Sumber: Hasil Pengolahan Data, Dari Berbagai Sumber

Tabel 5.10 memperlihatkan bahwa kegiatan penangkaran penyu sisik dan


penanaman tanaman mangrove merupakan dua kegiatan yang banyak dikenal oleh
responden penelitian. Penangkaran penyu sisik merupakan kegiatan penetasan
telur-telur penyu sisik semi alami yang sudah dijalankan sejak tahun 2009. Kegiatan
ini dilaksanakan oleh perusahaan CNOOC bekerjasama dengan dengan Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) dan SPKP Bintang Laut (Majalah
Community Relation, 2017). Kegiatan ini dilakukan secara swakelola oleh pihak
SPKP di bawah pengawasan dan pembinaan Sentra Penyuluhan Taman Nasional 1
(SPTN 1) btnkps (Majalah Community Relation, 2014). Program penangkaran
penyu sisik melibatkan masyarakat lokal yang tergabung dalam btnkps dan SPKP
untuk mencari telur penyu serta telah berhasil menetaskan minimal 300 ekor penyu
tiap bulannya (Majalah Community Relation, 2014).
Kemudian kegiatan selanjutnya adalah penanaman tanaman mangrove.
Kegiatan penanaman mangrove merupakan kegiatan perusahaan yang bekerjasama
dengan pihak Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) (Majalah
Community Relation, 2017). Penanaman mangrove sudah dilaksanakan sejak tahun
2008 (Majalah Community Relation, 2013). Kegiatan ini melibatkan masyarakat
dalam proses pembibitan, sebelum akhirnya melakukan penanaman di pinggir

Universitas Indonesia
91

pantai (Majalah Community Relation, 2014). Kegiatan penanaman mangrove


berguna sebagai tempat pemijahan hewan laut serta berfungsi sebagai pelindung
wilayah pinggiran pulau yang rawan terabrasi oleh air laut (Majalah Community
Relation, 2009).

Gambar 5.22 Program CSR Lingkungan – Penanaman Mangrove dan


Pelestarian Penyu Sisik
Sumber: Hasil Dokumentasi Pribadi

Dilihat dari jumlah program CSR terkait lingkungan, memang perusahaan


tidak banyak melakukan kegiatan di bidang tersebut. Walaupun begitu, dua
program, yaitu penanaman tanaman mangrove dan penangkaran penyu sisik,
menjadi program andalan perusahaan jika dilihat dari sisi lingkungan. Berikut tabel
silang program CSR perusahaan dibidang lingkungan:

Tabel 5.11 Tabel Silang Program Lingkungan

Memperoleh Program
Lingkungan Total
Pernah Belum Pernah
10 32 42
Mengetahui Tahu
8,5% 27,4% 35,9%
Program
Tidak 0 75 75
Lingkungan
Tahu 0% 64,1% 64,1%
10 107 117
Total
8,5% 91,5% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan Tabel 5.11 sebanyak 35,9% responden yang mengetahui


program lingkungan perusahaan CNOOC, sebanyak 8,5% pernah memperoleh
program lingkungan dan 27,4% belum pernah memperoleh program lingkungan
dari perusahaan CCNOOC. Sebanyak 8,5% kepala keluarga di antaranya pernah
mengetahui dan pernah memperoleh program CSR dalam bidang lingkungan

, Universitas Indonesia
92

merupakan mereka yang ikut serta dalam upaya penanaman mangrove. Perusahaan
mengikutsertakan para kepala keluarga untuk membudidayakan mangrove sendiri.
Mulanya, perusahaan bekerjasama dengan SPKP dan BNTKP (Balai Taman
Nasional Kepulauan Seribu) untuk membudidayakan tanaman mangrove. Pihak
SPKP dan BNTKP lalu memberikan informasi pelatihan kepada kepala keluarga di
Pulau Kelapa untuk turut serta membudidayakan tanaman mangrove. Mereka yang
ikut serta menanam mangrove, akan dibayar sebesar 25 rupiah pertanaman yang
ditanam dan 75 rupiah untuk setiap polybag yang di isikan pasir sebagai media
tanam dari bakal calon tanaman mangrove. Pihak perusahaan kemudian membayar
setiap bibit yang berhasil hidup dari kepala keluarga di Pulau Kelapa yang ikut serta
dalam kegiatan tersebut. Febrianti (2015) menjelaskan bahwa penanaman
mangrove merupakan upaya untuk mencegah abrasi, terutama di wilayah reklamasi.
Selanjutnya, sebanyak 27,4% kepala keluarga mengetahui tetapi tidak ikut
serta pada program CSR lingkungan oleh perusahaan. Seluruh responden yang
mengetahui namun tidak ikut serta pada program CSR lingkungan ini mengetahui
program tersebut dari tetangganya. Tetangga mereka mengajak untuk ikut turut
serta menanam tanaman mangrove untuk menambah penghasilan. Namun,
beberapa responden menolak untuk turut serta menanam mangrove. Beberapa
kepala keluarga lainnya yang mengetahui tetapi tidak turut serta dalam program
CSR lingkungan CNOOC beranggapan bahwa mereka yang turut serta dalam
program tersebut adalah orang-orang yang dekat secara personal dengan RT/RW
dan juga pihak SPKP. Mereka yang tidak dekat secara personal tidak diajak secara
langsung atau bahkan tidak diajak ikut serta sama sekali. Adapun mereka hanya
mengetahui informasi program tersebut dari beberapa tetangga terdekat saja.
64,1% responden perusahaan yang tidak mengetahui program CSR
CNOOC dibidang lingkungan, sebanyak 0% pernah mengikuti program lingkungan
CNOOC, dan sebanyak 64,1% belum pernah memperoleh program CSR CNOOC
di bidang lingkungan. sebanyak 64,1% kepala keluarga yang tidak mengetahui dan
belum pernah memperoleh program CSR perusahaan di bidang lingkungan, tidak
memperoleh informasi bahwa program menanam mangrove bukan program yang
dilakukan oleh perusahaan CNOOC, melainkan program dari dinas kelautan dan
SPKP. Variabel kinerja program CSR di bidang lingkungan terbangun dari lima

Universitas Indonesia
93

dimensi pengukuran, yaitu dimensi manfaat dan kesesuaian, keberlanjutan,


dampak, partisipasi, dan pengembangan kapasitas. Tiap dimensi menggambarkan
apakah sudah terpenuhi dengan baik dalam variabel ini.

Tabel 5.12 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Lingkungan

Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 57 44% 56%
2 Dimensi Keberlanjutan 57 54% 46%
3 Dimensi Dampak 57 44% 56%
4 Dimensi Partisipasi 57 58% 42%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 57 58% 42%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Tabel 5.12 memperlihatkan secara singkat nilai persentase pada tiap-tiap


dimensi dalam variabel kinerja program CSR di bidang lingkungan. Nilai
persentase pada tiap dimensi menunjukkan program lingkungan yang telah berjalan
di Pulau Kelapa sudah berjalan baik atau belum. sehingga tabel di atas dapat
digunakan untuk melihat dimensi mana yang perlu ditingkatkan kembali dan
dimensi mana yang perlu dipertahankan nilai persentasenya di masa mendatang.

n = 42

Tinggi
38%

Rendah
62%

Gambar 5.23 Kinerja Program CSR – Lingkungan Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi yang pertama adalah dimensi manfaat dan kesesuaian, yang


memiliki skor persentase sebesar 62% pada kategori rendah dan 38% pada kategori
tinggi. Dimensi manfaat dan kesesuaian pada kinerja program CSR jenis program
lingkungan masih rendah, yang disebabkan oleh program lingkungan dari kegiatan

, Universitas Indonesia
94

penanaman mangrove dan pelestarian penyu sisik belum membantu memenuhi


kebutuhan masyarakat. Selain itu, program lingkungan ini masih belum dianggap
sesuai dengan kemampuan kepala keluarga di Pulau Kelapa. Anggapan ini tidak
terlepas dari kesadaran atas pentingnya tanaman mangrove untuk mencegah abrasi
di pinggir pulau dan pada daerah reklamasi yang masih belum terbangun di
masyarakat. Namun, program CSR perusahan di bidang lingkungan ini sudah
bermanfaat dan memiliki kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat Pulau Kelapa.
Dengan pembudidayaan mangrove, yang nantinya akan ditanam di sepanjang
pinggiran Pulau Kelapa terutama di sekitar wilayah reklamasi, gelombang air laut
dapat dikendalikan. Seperti diketahui, wilayah pinggir pulau yang sering terpapar
oleh gelombang air laut akan terabrasi dan mempersempit luas wilayah Pulau
Kelapa. Oleh karena itu, pembudidayaan mangrove (sebagai salah satu program
paling banyak diketahui kepala keluarga Pulau Kelapa) akan sangat bermanfaat
nantinya. Adapun pelestarian penyu sisik mampu mengangkat potensi lokal dalam
hal keanekaragaman hayati. Melalui program pelestarian penyu sisik, hewan khas
Kepulauan Seribu yang hampir punah dapat dilestarikan dan dijaga populasinya.

n = 42

Rendah
41%

Tinggi
59%

Gambar 5.24 Kinerja Program CSR – Lingkungan Dimensi Keberlanjutan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi kedua adalah dimensi keberlanjutan, yang memperoleh skor


persentase sebesar 59% pada kategori tinggi dan 41% pada kategori rendah.
Sehingga, diketahui bahwa dimensi keberlanjutan pada kinerja program CSR jenis
program lingkungan adalah tinggi. Dimensi keberlanjutan masuk ke dalam kategori
tinggi karena walau tanpa pendampingan setelah pelatihan, pemanfaat program
dapat secara mandiri menjalankan program penanaman mangrove. Namun, sesuai

Universitas Indonesia
95

dengan informasi yang disampaikan oleh responden penelitian, tanpa adanya


bantuan berupa dana dan alat-alat untuk membudidayakan mangrove, maka
program ini tidak akan berjalan lagi, karena tanpa adanya iming-iming keuntungan
secara materil maka partisipan dalam program pembudidayaan mangrove tidak mau
ikut serta. Sehingga, perusahaan harus memberikan upah atas pekerjaan yang
partisipan, mulai dari awal pembudidayaan sampai penanaman mangrove secara
langsung di pinggir laut. Pada dimensi keberlanjutan dalam jenis program
lingkungan, penerima program tidak dibekali dengan pembelajaran manajemen,
cara membangun pasar, dan pengelolaan modal agar dapat menjalankan program
secara mandiri. Pemanfaat memperoleh pelatihan dari organisasi SPKP dan
perusahaan tidak turun langsung dalam kegiatan ini. Sementara itu, pada kegiatan
penangkaran penyu sisik, kepala keluarga yang ikut serta pada kegiatan ini juga
anggota pada organisasi lingkungan seperti SPKP. Sehingga, kegiatan ini tidak
memandirikan kepala keluarga di Pulau Kelapa karena tidak mengikutsertakan
kepala keluarga di luar anggota organisasi lingkungan seperti SPKP.

n = 42

Rendah
45% Tinggi
55%

Gambar 5.25 Kinerja Program CSR – Lingkungan Dimensi Dampak


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi selanjutnya adalah dimensi dampak, yang memperoleh skor


persentase sebesar 55% pada kategori tinggi dan 45% pada kategori rendah.
Berdasarkan persentase pada gambar 5.24 dimensi dampak pada kinerja program
CSR jenis program lingkungan adalah tinggi. Tingginya dimensi dampak ini terlihat
dari pernyataan beberapa kepala keluarga sebagai responden penelitian. Saat ini
tanaman mangrove yang ditanam di pinggir pulau sudah besar dan mampu menahan
gelombang air laut yang datang. Responden dalam penelitian yang mengetahui
program ini, merasakan dampaknya karena abrasi yang terjadi tidak terlalu

, Universitas Indonesia
96

signifikan seperti sebelum tanaman mangrove ditanam di sekitar pinggiran pulau.


Dampaknya sudah dapat dirasakan secara luas oleh kepala keluarga di Pulau
Kelapa. Sebelumnya abrasi begitu mengkhawatirkan terutama untuk wilayah
reklamasi. Proses abrasi berlangsung lebih cepat dari setelah tanaman mangrove di
tanam dan sudah mampu mencegah gelombang laut terpapar secara langsung ke
wilayah pinggiran pulau. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan penanaman
mangrove tidak hanya memberikan dampak luas, tetapi juga memberikan dampak
positif terhadap kehidupan kepala keluarga di Pulau Kelapa. Responden penelitian
yang mengetahui program ini pun menjelaskan jika perbedaan kondisi jelas terlihat
dengan sangat signifikan. Walaupun demikian, permasalahan selanjutnya datang
setelah tanaman bakau tumbuh besar yaitu keluhan banyaknya nyamuk bakau yang
bersarang di sekitar tanaman mangrove.
Permasalahan ini masih belum terpecahkan hingga saat ini. Pada kegiatan
penangkaran penyu, dampak positif dirasakan pula walau tidak berdampak secara
luas. Salah satunya, hewan khas Pulau Kelapa dapat dilestarikan dan berhasil
berkembang biak dengan baik dalam perlindungan organisasi SPKP. Sebelum dan
sesudah program pelestarian penyu dijalankan, para responden penelitian melihat
perbedaan kondisinya. Saat ini jumlah penyu sisik sudah meningkat. Namun, kedua
kegiatan ini, yaitu penanaman mangrove dan penyu sisik, tidak dapat ditiru
sepenuhnya oleh kepala keluarga di Pulau Kelapa. Hal ini disebabkan oleh
dibutuhkannya biaya dan alat khusus terutama pada upaya melestarikan penyu sisik.

n = 42

Rendah
38%

Tinggi
62%

Gambar 5.26 Kinerja Program CSR – Lingkungan Dimensi Partisipasi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi keempat adalah dimensi partisipasi dengan skor persentase 62%


untuk kategori tinggi dan 38% untuk kategori rendah. Pengolahan data di atas

Universitas Indonesia
97

menggambarkan dimensi partisipasi pada kinerja program CSR jenis program


lingkungan adalah tinggi. Tingginya dimensi partisipasi ditunjukkan oleh informasi
yang diberikan oleh responden penelitian yang menuturkan bahwa pelaksanaan
kegiatan penanaman mangrove melibatkan kepala keluarga di Pulau Kelapa
terutama mereka yang ingin ikut serta dalam kegiatan ini. Responden yang ikut
serta menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan berawal dari pembudidayaan
bibit tanaman mangrove: perawatan hingga pada usia dan tinggi tanaman tertentu,
tanaman mangrove baru dapat ditanam di laut lepas.
Walaupun dimensi partisipasi pada jenis program lingkungan ini tinggi,
beberapa responden menjelaskan bahwa dalam hal perencanaan dan pengambilan
keputusan, perusahaan lebih banyak berdiskusi dengan organisasi SPKP dan TNKP
tanpa melibatkan kepala keluarga di Pulau Kelapa yang bukan anggota organisasi
tersebut. Sosialisasi program dilakukan oleh anggota organisasi SPKP dan TNKP
yang kemudian tersebar dari mulut ke mulut keseluruh kepala keluarga di Pulau
Kelapa. Bentuk sosialisasi lebih mengarah pada ajakan untuk menanam mangrove,
tetapi bukan untuk membantu melestarikan penyu sisik. Pelestarian penyu sisik
murni hanya dilakukan oleh anggota SPKP dan TNKP, tidak mengikut sertakan
kepala keluarga di luar keanggotaan organisasi tersebut.

n = 42

Rendah Tinggi
50% 50%

Gambar 5.27 Kinerja Program CSR – Lingkungan Dimensi Pengembangan Kapasitas


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi terakhir adalah dimensi pengembangan kapasitas dengan skor


persentase sebesar 50% pada kategori tinggi dan 50% pada kategori rendah.
Berdasarkan Gambar 5.27, terlihat bahwa dimensi pengembangan kapasitas berada
di tengah-tengah yaitu tidak tinggi tetapi tidak juga rendah. Hal ini dilatarbelakangi

, Universitas Indonesia
98

salah satunya oleh ketidaktahuan masyarakat lokal akan program CSR di bidang
lingkungan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Program lingkungan seperti
penanaman mangrove dan pelestarian penyu sisik diketahui oleh responden
penelitian sebagai program dari organisasi SPKP dan TNKP tanpa campur tangan
CNOOC. Berdasarkan hasil wawancara Febrianti (2015) kegiatan penanaman
mangrove dan pelestarian penyu sisik merupakan kegiatan swakelola yang
dipercayakan oleh perusahaan kepada SPKP dan TNKP. Pendanaan awal dilakukan
oleh pihak SPKP. Baru setelah satu periode, pendanaan digantikan oleh perusahaan.
Peningkatan pengetahuan dan keahlian sudah dirasakan oleh penerima manfaat
dalam hal pengetahuan membudidayakan dan menanam mangrove di pinggir laut.
Penerima manfaat juga mengajak orang di sekitarnya turut serta dalam kegiatan ini
dan berbagi pengetahuan serta keahlian pada para penerima manfaat yang baru
bergabung dalam kegiatan pembudidayaan mangrove ini.

n = 42

Rendah Tinggi
50% 50%

Gambar 5.28 Kinerja Program CSR – Lingkungan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan pemaparan tiap-tiap dimensi pembentuk variabel kinerja


program CSR pada jenis program lingkungan, terlihat bahwa variabel kinerja
program CSR jenis program lingkungan tidak masuk ke dalam kategori tinggi
maupun kategori rendah. Hal ini terjadi karena program lingkungan yang selama
ini berjalan tidak banyak diketahui oleh kepala keluarga sebagai program CNOOC.
Kepala keluarga mengetahui bahwa program lingkungan merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh SPKP dan TNKP saja. Walaupun demikian, program lingkungan
yang diimplementasikan perusahaan CNOOC sudah bermanfaat bagi para
responden penelitian, terutama untuk kegiatan penanaman tanaman mangrove yang

Universitas Indonesia
99

dapat mengurangi dampak abrasi secara signifikan. Program lingkungan ini juga
sudah memberikan dampak positif secara luas serta meningkatkan kapasitas
pemanfaat program. Akan tetapi, program lingkungan ini dianggap belum
berkelanjutan karena masih tergantung dengan pendanaan yang diberikan
perusahaan serta belum sepenuhnya mengikutsertakan seluruh kepala keluarga
untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Partisipasi, seperti dijelaskan responden
penelitian hanya sebagatas pada pelaksanaan saja. Namun, pada proses
perencanaan, sosialisasi dan pengambilan keputusan, dilakukan oleh pihak
perusahaan sendiri dan anggota organisasi SPKP dan TNKP saja.

Kinerja Program CSR – Infrastruktur

Harvey (2013) memaparkan bahwa keberadaan perusahaan ditengah-tengah


masyarakat lokal dapat memunculkan ketimpangan. Hal ini disebabkan oleh
keadaan perusahaan yang mewah jika dibandingkan dengan keberadaan masyarakat
lokal yang miskin. Selain massalah ketimpangan, keberadaan perusahaan juga
dapat menyebabkan masyarakat lokal kehilangan kualitas hidup yang baik akibat
berjalannya operasi tambang (Hofman dan Gaast, 2014). Misalnya saja seperti
kemungkinan adanya pencemaran udara, pencemaran air, polusi suara atau
perubahan lain dilingkungan tinggal masyarakat lokal. Di sisi lain, masyarakat lokal
tidak siap dengan perubahan yang terjadi begitu cepat. Sebab itu, perusahaan perlu
memberikan kompensasi atas dampak buruk yang terjadi di masyarakat. Hofman
dan Gaast (2014) menjelaskan bahwa salah satu bentuk kompensasi yang dapat
diberikan oleh perusaahaan yaitu peningkatan kualitas infrastruktur lokal. Bentuk
lainnya adalah perusahaan melakukan perbaikan infrastruktur sosial, seperti jalan
dan fasilitas lain yang memengaruhi masyarakat lokal (Moffat dan Zhang, 2014).
Menyadari dampak buruk yang mungkin saja dapat terjadi akibat
berjalannya operasi, perusahaan CNOOC melakukan serangkaian program
perbaikan dan peningkatan kualitas infrastruktur pada wilayah tinggal masyarakat
lokal sekitar daerah operasi. Tabel 5.13 mengenai program CSR infrastruktur
perusahaan CNOOC memaparkan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam
meningkatkan kualitas infrastruktur di Pulau Kelapa.

, Universitas Indonesia
100

Tabel 5.13 Program CSR Infrastruktur CNOOC

No Nama Program
1. Perbaikan Dermaga
2. Renovasi Gedung Sekolah
3. Pembangunan Gedung untuk PAUD/RA
4. Pembangunan Masjid
6. Renovasi Perpustakaan
7. Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Sumber: Hasil Pengolahan Data, Dari Berbagai Sumber

Dari seluruh kegiatan yang dilakukan, responden penelitian lebih mengenal


kegiatan perbaikan dermaga dan renovasi gedung sekolah madrasah Al-Falah.
Dermaga pantura atau lebih dikenal dengan dermaga CNOOC merupakan dermaga
yang dibangun oleh perusahaan YPF Maxus pada tahun 2000 (Majalah Community
Relation, 2010-2011) sebelum kemudian diambil alih oleh CNOOC pada tahun
2000 (Majalah Community Relation, 2012). Dermaga ini merupakan sarana vital
aktivitas bongkar muat serta tempat bersandar bagi 20 kapal nelayan (Majalah
Community Relation, 2012). Renovasi dilakukan melalui kerjasama antara
perusahaan CNOOC dengan dewan kelurahan dan warga Pulau Kelapa yang
didukung oleh lurah setempat yang direalisasikan pada tahun 2010 (Majalah
Community Relation, 2010-2011).
Kemudian kegiatan selanjutnya adalah melakukan renovasi sekolah
madrasah Al-Falah. Kegiatan renovasi ini dilaksanakan pada awal tahun 2006 yang
juga berpartisipasi dalam pengadaan furniture untuk kegiatan belajar mengajar di
sekolah madrasah Al-Afalah tersebut (Majalah Community Relation, 2009).

Gambar 5.29 Program CSR Infrastruktur – Renovasi Sekolah Madrasah dan


Pembangunan Dermaga
Sumber: Hasil Dokumentasi Pribadi

Universitas Indonesia
101

Tabel 5.14 menjelaskan pengolahan data mengenai responden yang


memperoleh program dan mengetahui program insfrastruktur perusahaan CNOOC.

Tabel 5.14 Tabel Silang Program Infrastruktur

Memperoleh Program
Infrastruktur Total
Pernah Belum Pernah
8 47 55
Mengetahui Tahu
6,8% 40,2% 47,7%
Program
Tidak 0 62 62
Infrastruktur
Tahu 0% 53% 53%
8 109 117
Total
6,8% 93,2% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan Tabel 5.14, 47,7% responden yang mengetahui program


infrastruktur perusahaan CNOOC, sebanyak 6,8% pernah memperoleh program
infrastruktur dan sebanyak 40,2% belum pernah memperoleh program infrastruktur
perusahaan CNOOC. Dari sekian banyak program infrastruktur yang dijalankan
oleh perusahaan CNOOC, sebanyak 6,8% kepala keluarga mengetahui dan pernah
memperoleh program infrastruktur ini. Mereka yang memperoleh program tersebut
bukan karena mendapat bantuan perbaikan rumah dan lainnya, melainkan karena
keikutsertaan dalam pembangunan infrastruktur bersama di Pulau Kelapa. 6,8%
responden yang mengetahui dan memperoleh program infrastruktur merupakan
anggota pada program swakelola dari perusahaan. Hasil wawancara Febrianti
(2015) memaparkan, perusahaan memanfaatkan lembaga masyarakat untuk
menjalankan program infrastruktur. Selain itu, perusahaan juga menggunakan
tambahan tenaga kerja lokal untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak.
Selanjutnya, 40,2% kepala keluarga di Pulau Kelapa yang menjadi
responden dalam penelitian mengetahui tetapi tidak turut serta dalam pembangunan
infrastruktur bersama di Pulau Kelapa. 40,2% kepala keluarga ini mengetahui dua
program infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu program perbaikan
dermaga dan program perbaikan infrastruktur lainnya. Menurut responden
penelitian, perbaikan dermaga sangat membantu, terutama bagi mereka yang
menjadi nelayan. Dengan adanya perbaikan dermaga, para nelayan lebih mudah
untuk mengikat perahu mereka. Menurut kepala keluarga dalam penelitian ini,

, Universitas Indonesia
102

keadaan dermaga menjadi lebih aman setelah perbaikan. Sebelumnya, dermaga


hanya dibangun seadanya dengan menggunakan kayu dan batu sehingga rawan
hancur dan terbawa arus air laut. Pembangunan dermaga dilakukan pada 2005
(Majalah Community Relation, 2009). Namun kepala keluarga dalam penelitian ini
menyayangkan keberadaan dermaga kurang terawat. Pihak perusahaan tidak cukup
sering melakukan perawatan dan pengecekan kondisi dermaga. Kondisi dermaga
saat ini sudah mulai terabrasi oleh air laut, sehingga beberapa bagian fondasi sudah
mulai terlihat bolong. Hal lainnya yang disayangkan oleh warga, saat pembangunan
dermaga tidak banyak kepala keluarga yang diikut sertakan dalam kegiatan
tersebut. Perusahaan lebih banyak membawa tenaga kerja dari Kota serta bahan
bangunan yang juga dibawa serta dari kota. Pembangunan infrastruktur lainnya
adalah Madrasah Al-Falah yang dilaksanakan pada 2007 (Majalah Community
Relation, 2007). Madrasah Al-Falah merupakan sekolah agama yang berlangsung
di siang dan sore hari setelah anak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama
selesai sekolah di sekolah reguler.
Dari 53% responden perusahaan tidak megetahui program infrastruktur
perusahaan CNOOC, sebanyak 0% pernah memperoleh program infrastruktur
perusahaan CNOOC dan 53% sisanya belum pernah memperoleh program
infrastruktur CNOOC. Hasil ini menunjukkan walaupun sudah cukup banyak yang
mengetahui program infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan CNOOC, masih
banyak pula yang tidak mengetahui kegiatan peningkatan infrastruktur yang
dilakukan oleh perusahaan. Sebanyak 53% responden penelitian tidak tahu dan
tidak pernah memperoleh program CSR CNOOC di bidang infrastruktur. Para
responden ini beralasan, perbaikan dan peningkatan kualitas dermaga serta sekolah
dilakukan oleh dinas kelautan dan dinas pendidikan. Padahal sekolah Madrasah Al-
Falah yang dibangun oleh perusahaan, mencantumkan logo perusahaan di papan
nama sekolah. Namun, tetap saja warga tidak menyadari perbaikan yang dilakukan
oleh perusahaan. Dimensi kinerja program CSR yang digunakan untuk mengukur
kinerja tiap jenis program adalah dimensi manfaat dan kesesuaian, keberlanjutan,
dampak, partisipasi dan pengembangan kapasitas. Berikut matriks hasil pengolahan
data tiap dimensi dalam kinerja program CSR jenis program infrastruktur.

Universitas Indonesia
103

Tabel 5.15 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Infrastruktur

Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 55 56% 44%
2 Dimensi Keberlanjutan 55 44% 56%
3 Dimensi Dampak 55 44% 56%
4 Dimensi Partisipasi 55 62% 38%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 55 53% 47%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan Tabel 5.15, terlihat bahwa tiap-tiap dimensi dalam variabel


kinerja program CSR dalam bidang infrastruktur memiliki nilai persentase yang
berbeda. Nilai persentase pada tiap-tiap dimensi memperlihatkan seberapa
terbangun variabel kinerja program CSR dalam bidang infstruktur yang telah
berjalan di wilayah Pulau Kelapa.

n = 55

Rendah
44%
Tinggi
56%

Gambar 5.30 Kinerja Program CSR – Infrastruktur Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi pertama pada variabel kinerja program CSR di bidang infrastruktur


adalah dimensi manfaat dan kesesuaian, yang memperoleh skor persentase 56%
pada kategori tinggi dan 44% pada kategori rendah. Berdasarkan pengolahan data
di atas, terlihat bahwa dimensi manfaat dan kesesuaian dalam variabel kinerja
program CSR jenis program infrastruktur adalah tinggi. Tingginya dimensi manfaat
dan kesesuaian terlihat pada kegiatan baik renovasi dermaga maupun renovasi
sekolah. Kegiatan renovasi dermaga dan gedung sekolah memang tidak secara
langsung membantu memenuhi kebutuhan masyarakat lokal. Namun, dengan

, Universitas Indonesia
104

perbaikan atau renovasi sekolah misalnya – sebelumnya anak-anak khususnya di


usia sekolah dasar harus dibagi berdasarkan dua waktu sekolah, yaitu pagi dan siang
karena gedung madrasah mengalami kerusakan – setelah renovasi sekolah hal
tersebut tidak terjadi lagi dan kegiatan belajar mengajar jadi tidak terganggu.
Dengan perbaikan dermaga, yang sebelum direnovasi nelayan kesulitan
menyandarkan perahunya, setelah direnovasi menjadi lebih mudah selain itu,
nelayan juga lebih mudah mendapatkan air bersih dibandingkan sebelum dermaga
direnovasi di mana nelayan sulit memperoleh air bersih untuk membersihkan ikan
di dermaga karena keadaan dermaga yang kurang layak. Namun, beberapa
responden yang mengetahui menjelaskan bahwa perbaikan dermaga serta renovasi
sekolah dianggap masih belum mengangkat potensi lokal karena perusahaan lebih
banyak membawa tenaga kerja dari Kota ketimbang mempekerjakan masyarakat
lokal. Walaupun dalam penjelasan pihak perusahaan yang dipaparkan dalam
Febrianti (2015), perusahaan melakukan kegiatan swakelola dalam pembangunan
dermaga dan sekolah, kenyataannya perusahaan lebih banyak membawa tenaga ahli
serta bahan bangunan dari Kota daripada mengikutsertakan tenaga lokal.

n = 55

Tinggi
44%
Rendah
56%

Gambar 5.31 Kinerja Program CSR – Infrastruktur Dimensi Keberlanjutan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi selanjutnya adalah dimensi keberlanjutan dengan skor persentase


sebesar 56% untuk kategori rendah dan 44% untuk kategori tinggi. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa dimensi keberlanjutan pada variabel kinerja program
CSR jenis program infrastruktur adalah rendah. Hal yang mendasarinya adalah,
tanpa adanya bantuan dari pihak perusahaan untuk merenovasi infrastruktur umum
di wilayah Pulau Kelapa maka renovasi tidak berjalan. Renovasi infrastruktur

Universitas Indonesia
105

membutuhkan biaya yang besar, sedangkan warga pulau merasa tidak memiliki
dana yang cukup untuk memperbaiki infrastruktur umum di Pulau Kelapa. Karena
itu, bantuan dana maupun alat dari perusahaan sangat dibutuhkan. Program
infrastruktur merupakan program satu arah, sehingga tidak berkelanjutan dalam arti
memandirikan masyarakat lokal. Tidak memandirikan disebabkan program tersebut
merpakan program bantuan saja, bukan merupakan program pemberdayaan.

n = 55

Tinggi
44%
Rendah
56%

Gambar 5.32 Kinerja Program CSR – Infrastruktur Dimensi Dampak


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi ketiga adalah dimensi dampak dengan nilai persentase sebesar 56%
pada kategori rendah dan 44% pada kategori tinggi. berdasarkan olahan data
tersebut dapat dikatakan dimensi dampak pada jenis program infrastruktur adalah
rendah. Rendahnya dimensi dampak, karena dampak yang secara langsung tidak
dirasakan oleh para kepala keluarga selaku. Hanya kepala keluarga tertentu saja
yang dapat merasakan dampak secara langsung dan positif dari renovasi gedung
sekolah madrasah serta renovasi dermaga. Dermaga yang direnovasi oleh
perusahaan CNOOC bukanlah dermaga utama di Pulau Kelapa. Dermaga tersebut
juga bukanlah dermaga tempat kapal transportasi berlabung melainkan dermaga
yang digunakan oleh nelayan saja. Bahkan, hanya sebagian nelayan saja yang
menyandarkan kapal di dermaga yang direnovasi oleh perusahaan CNOOC tersebut
sebagian lagi menyebar ke dermaga-dermaga lain yang ada di Pulau Kelapa.
Mereka yang dapat merasakan manfaat dari renovasi gedung sekolah serta dermaga
adalah mereka yang memiliki anak usia sekolah dasar dan mereka yang ber profesi
sebagai nelayan. Namun, tidak semua nelayan merasakan dampak positif dari
dermaga tersebut. Responden penelitian berpendapat bahwa program perbaikan
infrastruktur tidak dapat ditirukan, karena biaya yang dibutuhkan untuk melakukan

, Universitas Indonesia
106

renovasi sekolah serta dermaga sangatlah banyak sehingga sulit untuk dilakukan
secara mandiri tanpa adanya bantuan pemerintah atau perusahaan.

n = 55

Rendah
38%

Tinggi
62%

Gambar 5.33 Kinerja Program CSR – Infrastruktur Dimensi Partisipasi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi selanjutnya adalah dimensi partisipasi dengan nilai persentase


sebesar 62% untuk kategori tinggi dan 38% untuk kategori rendah. Hal ini
menggambarkan bahwa dimensi partisipasi pada veriabel kinerja program CSR
jenis program infrastruktur adalah tinggi. Tingginya dimensi partisipasi salah
satunya disebabkan oleh pelaksanaan program perbaikan dermaga serta perbaikan
sekolah mengikutsertakan para kepala keluarga untuk membantu kegiatan renovasi.
Seperti yang dipaparkan sebelumnya, kegiatan renovasi bersifat swakelola jika
berdasarkan pendapat dari pihak perusahaan. Dalam hal sosialisasi, kegiatan
renovasi sekolah sosialisasinya diberikan dari pihak sekolah. Adapun dalam hal
renovasi dermaga, sebagian responden ada sosialisasi dari pihak aparat desa seperti
RT dan RW. Beberapa responden menyatakan mereka kaget dengan adanya
kegiatan renovasi dermaga, karena tidak adanya sosialisasi sebelumnya.
Berdasarkan Majalah Community Relation (2010-2011), pihak perusahaan telah
melakukan sosialisasi perbaikan dermaga Pulau Kelapa di Karang Taruna Pulau
Kelapa, tanggal 26 September 2011. Kegiatan sosialisasi mengikutsertakan sekitar
28 orang perwakilan warga dan tokoh masyarakat, Camat Kepulauan Seribu Utara,
Wakil Lurah Pulau Kelapa, dan perwakilan pihak perusahaan CNOOC (Majalah
Community Relation, 2010-2011). Dalam hal perencanaan dan pengambilan
keputusan, pihak perusahaan memang tidak mengikutsertakan kepala keluarga di
Pulau Kelapa. Seluruh keputusan dan perencanaan hanya mengikutsertakan pihak
Lurah Pulau Kelapa serta Bupati Kepulauan Seribu saja.

Universitas Indonesia
107

n = 55

Rendah
47% Tinggi
53%

Gambar 5.34 Kinerja Program CSR – Infrastruktur Dimensi Pengembangan Kapasitas


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi terakhir adalah dimensi pengembangan kapasitas dengan nilai


persentase sebesar 53% pada kategori tinggi, dan 47%pada kategori rendah. Hasil
pengolahan data ini menunjukkan bahwa dimensi pengembangan kapasitas pada
variabel kinerja program CSR jenis program infrastruktur adalah tinggim, adanya
peningkatan keterampilan dan pengetahuan terutama kepala keluarga yang ikut
serta menjadi tenaga bantu lokal pada kegiatan renovasi rekolah dan dermaga.
Beberapa kepala keluarga yang menjadi responden penelitian menjelaskan bahwa
mereka diajarkan beberapa hal terkait dengan pembangunan dermaga yang
cenderung berbeda dengan renovasi sekolah. Pengetahuan tersebut kemudian
dibagikan kepada lingkungannya yang belum mengetahui bagaimana melakukan
renovasi dermaga. Seperti penjelasan salah seorang responden bahwa ada beberapa
bahan bangunan yang khusus digunakan pada saat merenovasi dermaga. Bahan
bangunan tersebut tidak mudah terabrasi dan memiliki ketahanan yang lebih lama
saat berhadapan dengan air laut, ketimbang bahan bangunan biasa.

n = 55

Rendah
47% Tinggi
53%

Gambar 5.35 Kinerja Program CSR – Infrastruktur


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

, Universitas Indonesia
108

Dari hasil pengolahan keseluruhan dimensi pada variabel kinerja program


CSR jenis program infrastruktur, diperolehlah nilai persentase pada kategori tinggi
sebesar 53% dan 47% pada kategori rendah. Hasil pengolahan data ini
memperlihatkan bahwa variabel kinerja program CSR dengan jenis program
infrastruktur adalah tinggi. Tingginya variabel kinerja program CSR jenis program
infrastruktur karena program ini memberi manfaat dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat lokal walaupun seperti yang dijelaskan sebelumnya, manfaat yang
diberikan tidak dapat dirasakan secara langsung. Ini karena hanya mereka yang
berprofesi sebagai nelayan dan mereka yang memiliki anak usia sekolah dasar yang
dapat merasakan program ini. Program infrastruktur lebih banyak dikenal dengan
program renovasi dermaga dan renovasi madrasah. Kedua kegiatan ini oleh
beberapa responden masih dianggap sebagai program dari pemerintah sehingga
tidak banyak mereka yang mengetahui program ini.
Program infrastruktur ini juga sudah mengikutsertakan para kepala keluarga
sebagai tenaga bantu lokal sehingga terjadi peningkatan pada dimensi
pengembangan kapasitas. Mereka yang membantu kegiatan renovasi ini,
memperoleh pengetahuan dan keterampilan seputar bahan bangunan yang baik
digunakan untuk renovasi dermaga. Program infrastruktur dianggap sudah baik,
tetapi masih belum memberikan nilai persentase yang baik pada dimensi
keberlanjutan dan dampak. Ini karena, program infrastruktur bukanlah program
pemberdayaan yang bersifat berkelanjutan serta dampaknya belum dirasakan secara
luas meskipun pada saat sebelum dan setelah perbaikan terlihat adanya perubahan.

Kinerja Program CSR – Sosial

Program-program CSR yang dijalankan oleh perusahaan, dilaksanakan


secara berbeda-beda, tergantung pada pemaknaan perusahaan mengenai CSR
(Febrianti, 2015). Prayogo (2011) menjelaskan, CSR memiliki beragam makna dan
substansi konsep yang ditentukan pada kepentingan masing-masing perusahaan.
Beragam cara dilakukan dalam praktik CSR, mulai dari filantropik
(kedermawanan), charity (kemurahan hati), dan promosi perusahaan (Azheri,
2012). Pada program sosial yang dilakukan oleh perusahaan, sebagian besar
program yang dijalankan merupakan program yang mengarah kepada filantropik

Universitas Indonesia
109

dan charity. Kedua kegiatan ini menekankan pada pemberian bantuan secara cuma-
Cuma, seperti halnya pemberian air bersih, pemberian sembako untuk anak yatim,
menndukung acara keagamaan, dan sebagainya.
Program filantropik dan charity lebih mudah dilaksanakan dibandingkan
program pemberdayaan yang membutuhkan waktu panjang serta keterlibatan yang
mendalam. Namun, bentuk program sosial seperti filantropik dan charity, justru
dapat meningkatkan angka ketergantungan masyarakat lokal kepada perusahaan.
Hal ini disebabkan oleh kemudahan masyarakat lokal dalam memperoleh bantuan.
Karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan kembali dampak buruk
ketergantungan yang mungkin saja terjadi pada masyarakat lokal yang disebabkan
oleh program filantropik dan charity, misalnya dengan mengurangi intensitas
pemberian bantuan secara cuma-cuma dan membatasi jumlah pemberian bantuan
filantropik dan charity dalam satu periode berjalannya program.
Perusahaan CNOOC memberikan beberapa kegiatan CSR dalam bidang
sosial yang termasuk kedalam kategori program filantropik dan charity. Berikut
beberapa program sosial yang dilakukan oleh perusahaan:

Tabel 5.16 Program CSR Sosial CNOOC

No Nama Program
1. Pemberian Air Bersih
2. Bantuan untuk Korban Gempa dan Tsunami di Aceh
3. Bantuan untuk Korban Angin Puting Beliung
4. Bantuan untuk Korban Gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah
6. Pemberian Sembako untuk Kaum Dhuafa dan Yatim Piatu
7. Donasi Alat Olahraga
8. Bantua Peduli Bencana Banjir untuk DKI Jakarta dan Sekitarnya
9. Pemberian Ambulance
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Tabel 5.16 memperlihatkan beragam kegiatan CSR oleh CNOOC pada


bidang sosial. Dari beragam kegiatan, kegiatan pemberian air bersih, bantuan untuk
korban puting beliung dan pemberian sembako untuk kaum dhuafa dan yatim piatu
merupakan program yang dikenal baik oleh responden penelitian. Kegiatan
pemberian air bersih pertama kali dilaksanakan pada tahun 2006 sebagai dampak
dari musim kemarau yang berkepanjangan (Majalah Community Relation, 2009).

, Universitas Indonesia
110

Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk kerjasama Bupati Kepulauan Seribu


dengan perusahaan CNOOC untuk membantu mengatasi kekurangan air bersih,
dengan memberikan 100-ton air bersih melalui tangki air di dermaga (Majalah
Community Relation, 2009). Kemudian, kegiatan paket untuk kaum dhuafa yang
dilakukan secara berkala sejak tahun 2006, yang dibagikan melalui pihak kelurahan
dan didistribusikan melalui RT/RW (Majalah Community Relation, 2009).
Kemudian kegiatan terakhir adalah bantuan untuk korban angin puting beliung pada
tahun 2008. Perusahaan memberikan bantuan bahan material, bekerjasama dengan
Bupati Kepulauan Seribu, yang didistribusikan menggunakan Pan Marine II
dilakukan sebanyak empat kali pengiriman (Majalah Community Relation, 2009).

Gambar 5.36 Program CSR Sosial – Pemberian Air Bersih dan Paket Kaum Dhuafa
Sumber: Majalah Community Relation 2009

Program dalam kategori program sosial merupakan program yang lebih


sering disebutkan oleh masyarakat lokal. Tabel 5.17 menyajikan hasil pengolahan
data pada program sosial peruahaan CNOOC.

Tabel 5.17 Tabel Silang Program Sosial

Memperoleh Program Sosial


Total
Pernah Belum Pernah
31 73 104
Mengetahui Tahu
26,5% 62,4% 88,9%
Program
Tidak 0 13 13
Sosial
Tahu 0% 11,1% 11,1%
31 86 117
Total
26,5% 73,5% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Tabel 5.17 menunjukkan sebanyak 88,9% responden mengetahi program


sosial perusahaan CNOOC, sebanyak 26,5% pernah memperoleh program sosial
dan 62,4% belum pernah memperoleh program sosial. Sebanyak 26,5% yang

Universitas Indonesia
111

mengetahui dan pernah memperoleh bantuan, di antaranya adalah mereka yang


menjadi korban bencana alam angin puting beliung. Kepala keluarga yang menjadi
korban bencana alam diberikan bantuan berupa bahan bangunan untuk
memperbaiki rumah dari pihak perusahaan. Adapun bantuan lainnya pada bidang
sosial adalah pemberian air bersih. Berdasarkan penjelasan dari salah satu
responden, bantuan air bersih merupakan bantuan yang masih rutin diberikan oleh
perusahaan. Pada saat musim kemarau, kepala keluarga di Pulau Kelapa kesulitan
memperoleh air tawar untuk dikonsumsi sehingga hanya mengandalkan air hujan
atau air minum kemasan. Karena adanya kondisi kesulitan air, inilah yang
mendorong perusahaan membagikan air bersih gratis untuk dikonsumsi oleh
seluruh kepala keluarga dan anggota keluarganya di Pulau Kelapa. Sebanyak dua
kapal besar pengangkut air membawa bak-bak besar berisi air bersih. Bantuan
sosial lainnya yang masih rutin dilaksanakan oleh perusahaan adalah membantu
kegiatan acara keagamaan, seperti Isra Mi’raj dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Perusahaan memberian bantuan berupa snack kotak sejumlah yang dibutuhkan
warga dalam penyelenggaraan acara tersebut.
Sebanyak 62,4% responden kepala keluarga di Pulau Kelapa mengetahui
program sosial dari CNOOC, tetapi belum pernah memperoleh program tersebut.
Mereka mengetahui bantuan sosial dari CNOOC dari kerabat, tetangga, dan
maupun aparat desa seperti RT/RW di wilayah tempat tinggal mereka. 62,4%
responden ini adalah mereka yang tidak turut serta mengantri pada saat perusahaan
memberikan bantuan air bersih. Alasannya, mereka tidak memiliki kendaraan untuk
membawa drigen untuk menampung air bersih yang diberikan oleh perusahaan.
Selain itu, juga karena letak dermaga yang jauh serta tidak ingin berdesakan
menjadi faktor yang menyebabkan 62,4% responden ini enggan untuk turut serta
pada program sosial pemberian air bersih. Mereka yang hanya mengetahui program
CSR perusahaan di bidang sosial, mengetahui program bantuan sosial dari
tetangganya, terutama tetangga mereka yang menjadi korban puting beliung dan
ikut serta pada kegiatan Isra Mi’raj dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Hasil pengolahan data pada tabel 5.17 juga memperlihatkan dari 11,1%
responden yang tidak mengetahui program sosial perusahaan CNOOC, 0%
diantaranya pernah memperoleh program sosial dan 11,1% belum pernah

, Universitas Indonesia
112

memperoleh program sosial CNOOC. Sebanyak 11,1% kepala keluarga yang tidak
mengetahui program CSR di bidang sosial, merupakan nelayan yang lebih banyak
menghabiskan waktu di laut dan pulang hanya untuk beristirahat, sehingga tidak
memiliki banyak waktu luang untuk bersosialisasi dengan sekitarnya, atau sekedar
mendengarkan cerita keluarganya terkait program CSR CNOOC di bidang sosial.
Variabel kinerja program CSR di bidang sosial terbangun dari enam dimensi, yaitu
dimensi manfaat dan kesesuaian, keberlanjutan, dampak, pengembangan kapasitas
dan partisipasi. Berkut matriks yang memaparkan secara singkat nilai persentase
tiap dimensi dalam variabel kinerja program CSR bidang sosial:

Tabel 5.18 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam


Kinerja Program CSR – Sosial

Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 104 44% 56%
2 Dimensi Keberlanjutan 104 49% 51%
3 Dimensi Dampak 104 43% 57%
4 Dimensi Partisipasi 104 54% 46%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 104 65% 35%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Tabel 5.18 memaparkan nilai persentase tiap-tiap dimensi dalam variabel


kinerja program CSR di bidang sosial. Perbedaan nilai persentase yang diperoleh
pada tiap dimensi menggambarkan sejauh mana dimensi-dimensi tersebut dapat
dengan baik mengukur variabel kinerja program CSR dalam bidang sosial.

n = 104

Tinggi
44%
Rendah
56%

Gambar 5.37 Program CSR Sosial – Pemberian Air Bersih dan Paket Kaum Dhuafa
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Universitas Indonesia
113

Dimensi pertama adalah dimensi manfaat dan kesesuaian dengan nilai


persentase sebesar 56% pada kategori rendah dan 44% pada kategori tinggi. Dari
data tersebut dimensi manfaat dan kesesuaian pada variabel kinerja program CSR
jenis program sosial adalah rendah. Hal yang menyebabkan rendahnya dimensi
manfaat dan kesesuaian adalah program sosial yang diberikan belum mampu
mengangkat potensi lokal. Program sosial merupakan program filantropik dan
charity dari perusahaan kepada stakeholder-nya. Dengan kata lain program ini
hanya membagi-bagikan bantuan, bukan meningkatkan potensi lokal di Pulau
Kelapa. Menurut salah satu responden bantuan anak yatim memiliki intensitas yang
kurang dibandingkan dengan pada masa lima tahun pertama perusahaan hadir di
Pulau Kelapa. Pada satu periode program, bantuan yang diberikan hanya satu kali
saja, terutama pada saat mendekati hari raya Idul Fitri. Selebihnya bantuan untuk
anak yatim tidak sering diberikan sehingga program CSR di bidang sosial ini belum
sepenuhnya memenuhi kebutuhan kepala keluarga di Pulau Kelapa. Di sisi lain, dari
keseluruhan penerima manfaat yang mengetahui program CSR di bidang sosial ini
menjelaskan bahwa program sudah cukup bermanfaat masyarakat lokal, terutama
program-program bantuan anak yatim, bantuan air bersih dan bantuan untuk korban
angin puting beliung.

n = 104

Rendah Tinggi
51% 49%

Gambar 5.38 Kinerja Program CSR – Sosial Dimensi Keberlanjutan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi selanjutnya adalah dimensi keberlanjutan dengan skor persentase


sebesar 51% pada kategori rendah dan 49% untuk kategori tinggi. Hasil pengolahan
data memperlihatkan bahwa dimensi keberlanjutan pada variabel kinerja program
CSR jenis program sosial adalah rendah. Rendahnya dimensi keberlanjutan,

, Universitas Indonesia
114

disebabkan oleh sifat kegiatan pada jenis program sosial adalah filantropik dan
charity. Kegiatan membagi-bagikan bantuan serta bantuan amal tidak mendorong
pemanfaat menjadi mandiri. Banyaknya program filantropik dan charity justru
menyebabkan tingginya angka ketergantungan kepala keluarga di Pulau Kelapa
kepada perusahaan. Alasannya sederhana, dengan diberikannya kemudahan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, pemanfaat menjadi malas dan tidak mau
berupaya sendiri. Karena itu, dapat dikatakan, tidak ada satupun program sosial
yang diberikan oleh perusahaan CNOOC memenuhi dimensi keberlanjutan.

n = 104

Tinggi
43%
Rendah
57%

Gambar 5.39 Kinerja Program CSR – Sosial Dimensi Dampak


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi ketiga adalah dimensi dampak dengan skor persentase sebesar 57%
pada kategori rendah dan 43% pada kategori tinggi. Berdasarkan nilai persentase
tersebut, terlihat bahwa dimensi dampak pada kinerja program CSR jenis program
sosial adalah rendah. Penyebab dari rendahnya dimensi dampak pada jenis program
sosial ini adalah dampak dari program sosial belum secara luas dirasakan oleh
seluruh kepala keluarga di Pulau Kelapa. Program sosial lebih banyak menyasar
pada mereka yang kurang mampu serta korban bencana alam. Hanya program air
bersih saja yang dapat dirasakan oleh hampir seluruh kepala keluarga di Pulau
Kelapa, meskipun ada sebagian memilih untuk tidak ikut mengambil air bersih yang
berikan oleh perusahaan karena antrian yang panjang serta sulitnya membawa
drigen air tanpa bantuan alat, seperti gerobak atau motor. Sebagian besar program
sosial memberikan dampak positif pada kehidupan beberapa pemanfaat, tetapi
belum dirasakan secara menyeluruh seperti kegiatan Maulid Nabi atau Isra Mi’raj
yang hanya dapat dirasakan oleh mereka yang ikut serta dalam kegiatan itu.

Universitas Indonesia
115

Program bantuan juga belum dapat ditiru oleh para kepala keluarga karena
membutuhkan biaya yang besar. Salah seorang responden menjelaskan, sulit bagi
kepala keluarga d Pulau Kelapa untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk
membantu orang yang membutuhkan secara rutin.

n = 104

Rendah
46% Tinggi
54%

Gambar 5.40 Kinerja Program CSR – Sosial Dimensi Partisipasi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi selanjutnya adalah dimensi partisipasi dengan skor persentase


sebesar 54% pada kategori tinggi dan 46% pada kategori rendah. Hasil pengolahan
data menunjukkan bahwa dimensi partisipasi pada variabel kinerja program CSR
jenis program sosial adalah tinggi. Dimensi partisipasi menggambarkan bahwa para
kepala keluarga di Pulau Kelapa dikutsertakan dengan baik pada jenis program
sosial ini. Aparat desa diikutsertakan dalam sosialisasi awal program. Kepala
keluarga mengetahui program sosial dari aparat desa yang mendata dan
menginformasikan kepada kepala keluarga yang berdomisili di wilayahnya. Dalam
hal pelaksanaan program, kepala keluarga juga diikutsertakan. Seperti informasi
yang disampaikan beberapa responden, kegiatan pemberian air bersih banyak
melibatkan orang lokal. Sebelumnya orang lokal atau pulau tidak dilibatkan,
akibatnya proses pembagian air bersih menjadi ricuh dan tidak terkendali. Setelah
mengikut sertakan orang pulau, situasi menjadi lebih mudah terkendali, karena
orang pulau cenderung lebih mau mengikuti arahan dari orang pulau itu sendiri dan
juga dengan bantuan aparat kepolisian untuk menjaga ketertiban saat pembagian air
bersih. Adapun dalam hal perencanaan dan pengambilan keputusan, perusahaan
belum mengikut-sertakan para kepala keluarga secara menyeluruh. Perusahaan
hanya berdiskusi dengan pihak kelurahan saja.

, Universitas Indonesia
116

n = 104

Rendah
35%

Tinggi
65%

Gambar 5.41 Kinerja Program CSR – Sosial Dimensi Pengembangan Kapasitas


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi terakhir dalam variabel kinerja program CSR di bidang sosial


adalah dimensi pengembangan kapasitas, yang memiliki skor persentase sebesar
65% pada kategori tinggi dan 35% pada kategori rendah. Hasil persentase
menunjukkan dimensi pengembangan kapasitas pada jenis program sosial adalah
tinggi. Pada dimensi ini, responden penelitian, yang mengetahui program CSR
perusahaan di bidang sosial, menjelaskan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan,
tetapi tidak secara signifikan. Peningkatan pengetahuan terjadi pada saat pemberian
bantuan untuk korban puting beliung. Ada beberapa bahan bangunan yang belum
pernah digunakan, sehingga mereka mengetahui bahan bangunan memiliki
beragam jenis dan fungsi. Namun, dalam hal peningkatan keahlian tidak terlihat
seperti halnya pengetahuan bahan bangunan. Ini karena masyarakat hanya menjadi
penerima manfaat yang pasif, tidak seperti program pemberdayaan yang lebih
mengajak masyarakat lokal untuk meningkatkan keahlian.

n = 104

Tinggi
Rendah 47%
53%

Gambar 5.42 Kinerja Program CSR – Sosial


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Universitas Indonesia
117

Setelah tiap-tiap dimensi dalam variabel kinerja program CSR jenis


program sosial dipaparkan secara individual, Gambar 5.42 menunjukkan variabel
kinerja program CSR jenis program sosial berdasarkan perhitungan setiap dimensi.
Hasil nilai persentase yang diperoleh adalah 53% untuk kategori rendah dan 47%
untuk kategori tinggi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa variabel kinerja program
dengan jenis program sosial adalah rendah. Rendahnya variabel kinerja program
CSR jenis program sosial diakibatkan oleh beberapa nilai persentase dimensi.
Dimensi ini di dalamnya juga rendah. Misalnya pada dimensi manfaat dan
kesesuaian dalam kinerja program CSR jenis program sosial rendah. Rendahnya
disebabkan oleh program sosial yang diimplementasikan belum dapat sepenuhnya
bermanfaat atau memenuhi kebutuhan serta sesuai dengan kebutuhan kepala
keluarga di Pulau Kelapa.
Program sosial yang membantu memenuhi kebutuhan, intensitasnya cukup
jarang sehingga manfaat yang diberikan atau dirasakan tidak signifikan. Program
sosial yang dilakukan juga belum dapat mengangkat potensi lokal. Pada dimensi
keberlanjutan juga rendah, program sosial yang diimplementasikan bersifat
filantropik dan charity sehingga program yang dilakukan tidak mendorong
pemanfaat menjadi mandiri, serta program tidak berkelanjutan. Dimensi dampak
juga menunjukkan rendahnya kinerja pada program CSR jenis sosial ini. Hal
tersebut diakibatkan oleh dampak yang dirasakan belum meluas belum terlihatnya
perbedaan setelah dan sebelum program diberikan dan program yang diberikan
tidak dapat ditiru oleh pemanfaat. Akibatnya dapat disimpulkan program sosial
memiliki nilai persentase yang rendah karena program yang diberikan masih
bersifat filantropik atau charity. Dari keseluruhan penjelasan mengenai variabel
kinerja program CSR berdasarkan jenis program, diperoleh hasil yang beragam.
Tabel 5.19 menyajikan matriks nilai persentase pada tiap jenis program dalam
variabel kinerja program CSR.

Tabel 5.19 Matriks Nilai Persentase Tiap Jenis Program dalam Kinerja Program CSR

Persentase Persentase
No Nama Jenis Program n
Tinggi Rendah
1 Pemberdayaan Ekonomi 26 58% 42%
2 Pendidikan 102 41% 59%

, Universitas Indonesia
118

3 Kesehatan 57 47% 53%


4 Lingkungan 42 50% 50%
5 Infrastruktur 55 53% 47%
6 Sosial 104 47% 53%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Tabel 5.19 memaparkan secara singkat mengenai nilai persentase yang


diperoleh dari pengolahan data. Pemaparan tersebut mempermudah analisis dalam
melihat perbedaan nilai persentase pada setiap program, yang menggambarkan
perbedaan skor kinerja walaupun diimplementasikan pada wilayah yang sama.

n = 117

Rendah
41%
Tinggi
59%

Gambar 5.43 Kinerja Program CSR


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Pada bagian sebelumnya, sudah dipaparkan variabel kinerja program CSR


berdasarkan jenis program dan dijelaskan lagi perdimensi dari tiap-tiap jenis
program yang dipaparkan tersebut. Bagian ini memaparkan hasil pengolahan data
variabel kinerja program CSR secara keseluruhan. Gambar 5.43 menggambarkan
bahwa variabel kinerja program CSR adalah tinggi karena nilai persentase pada
kategori tinggi 59% lebih besar dibandingkan dengan kategori rendah sebesar 41%.
Tingginya variabel kinerja program CSR disebabkan oleh hampir seluruh program
yang diberikan oleh perusahaan sudah bermanfaat dan sudah sesuai dengan
kebutuhan kepala keluarga di Pulau Kelapa. Walaupun begitu, masih sedikit
program yang dapat meningkatkan potensi lokal.
Program perusahaan juga masih belum berkelanjutan. Program yang
dilaksanakan perusahaan, sifatnya masih belum sepenuhnya mengarah pada
program pemberdayaan. Program yang diberikan sebatas pada pelatihan itu pun
berbeda di tiap periodenya. Sifatnya pun tidak berkelanjutan dan memandirikan

Universitas Indonesia
119

pemanfaat. Hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan. Pelatihan


yang diberikan juga tidak disertai dengan pendampingan dan pengajaran
pengelolaan modal usaha serta tidak membantu membuka pasar untuk hasil
produksi. Sebagian besar program yang diberikan bersifat filantropik dan charity.
Hal ini menggambarkan usaha perusahaan CNOOC dalam mengimplementasikan
program CSR hanya sebatas menggugurkan tanggung jawab sosial perusahaan
seperti diperntahkan pemerintah. Pernyataan ini diperjelas dengan hasil wawancara
Febrianti (2015) dengan pihak perusahaan. Pihak perusahaan berpendapat jika
program pelatihan cukup diberikan satu kali dalam satu periode saja. Tidak perlu
berlama-lama diberikan. Selain upaya perusahaan dalam menggugurkan
kewajibannya kepada pemerintah, pihak perusahaan bisa saja belum memahami
makna CSR yang sebenarnya sehingga program CSR yang diimplementasikan
hanya bersifat satu arah saja.
Pada segi dampak, program CSR perusahaan secara keseluruhan sudah
memberikan dampak positif yang dapat dirasakan oleh hampir seluruh kepala
keluarga di Pulau Kelapa. Kondisinya pun terlihat berbeda baik saat sebelum
maupun setelah program diimplementasikan. Namun memang beberapa responden
menegaskan bahwa program CSR perusahaan tidak dapat ditirukan oleh masyarakat
lokal. Bukan dalam hal ketidak mampuan skill tetapi dalam hal pendanaan pada
kegiatan tersebut. Perusahaan seyoginya perlu mengikutsertakan kepala keluarga di
Pulau Kelapa dalam setiap tahap program CSR mulai dari tahap perencanaan
hingga evaluasi. Ini karena program yang diberikan bukan kepentingan perusahaan
semata, tetapi juga berhubungan dengan hajat hidup seluruh kepala keluarga di
Pulau Kelapa. Melibatkan kepala keluarga di Pulau Kelapa untuk berpartisipasi,
dapat mempererat hubungan baik antara perusahaan dan masyarakat lokal serta
menghapuskan hubungan hierarkis antara kedua belah pihak. Kurangnya
keterlibatan kepala keluarga pada program CSR perusahaan, sesuai dengan
pernyataan para responden penelitian yang menyatakan bahwa perusahaan belum
mengikutsertakan masyarakat lokal dalam hal perencanaan. Perusahaan hanya
mengadakan musrembang dengan pihak kelurahaan serta ketua RT/RW tanpa
dilaksanakan secara terbuka. Dalam hal pengambilan keputusan perusahaan masih

, Universitas Indonesia
120

belum melibatkan masyarakat lokal dan bersikap transparan atas alasan dari
pengambilan keputusan tersebut.
Dimensi terakhir adalah pengembangan kapasitas. Dimensi ini berkaitan
dengan dimensi berkelanjutan. Karena sebagian besar program belum bersifat
pemberdayaan dan tidak berkelanjutan, dapat dikatakan program-program CSR
perusahaan juga belum sepenuhnya dapat mengembangkan kapasitas para
pemanfaat. Selain itu, berdasarkan pendapat dari sebagian besar responden
penelitian, peserta program masih belum dapat berbagi pengetahuan dan keahlian
karena masih menganggap pengetahuan dan keahlian itu sebagai rahasia suatu
kelompok dan bukan sesuatu yang mudah disebarluaskan. Di sisi lain, kemampuan
berbagi keahlian dan pengetahuan belum sepenuhnya berjalan baik, karena program
dari perusahaan sebagian besar masih berfokus pada orang-orang tertentu seperti
organisasi tertentu saja untuk menjalankan program CSR-nya.
Program yang diberikan oleh perusahaan secara berkelanjutan lebih banyak
program charity dan program filantropik seperti membagikan paket sekolah,
bantuan anak yatim, bantuan untuk kegiatan 17 Agustus, bantuan kegiatan
keagamaan, paket sembako untuk hari raya, bantuan air bersih, bantuan perbaikan
infrastruktur, dan beragam program lain yang sifatnya hanya satu arah. Program-
program ini justru meningkatkan ketergantungan masyarakat kepada perusahaan.
Pernyataan ini terlihat dari keluhan responden penelitian yang menyatakan bahwa
program CSR perusahaan semakin sedikit dan pernyataan yang menyatakan bahwa
perusahaan sudah tidak banyak membantu masyarakat Pulau Kelapa, hingga
pernyataan perusahaan tidak menjalankan lagi.
Jika mengaitkan hasil penelitian dengan teori Prayogo (2013) mengenai
kinerja program CSR berdasarkan enam dimensi di dalamnya, dapat dilihat bahwa
teori ini belum sepenuhnya dapat mengukur kinerja program CSR yang ada. Hal ini
disebabkan oleh sifat program CSR pada kasus penelitian ini kebanyakan adalah
filantropik dan charity sedangkan teori kinerja program CSR (Prayogo, 2013) lebih
menitikberatkan pada program-program pemberdayaan yang memiliki jangka
waktu yang panjang sehingga hasil yang diperoleh dalam penelitian ini masih
belum sepenuhnya baik. Selain itu, juga turunan indikator dalam tiap dimensi
kurang mendetail seperti pada dimensi keberlanjutan, dampak, partisipasi dan

Universitas Indonesia
121

pengembangan kapasitas, tiap-tiap pertanyaannya belum mendalam. Hal tersebut


mengakibatkan tiap-tiap indikator dalam teori tersebut mesti digali lebih dalam lagi
dengan menambah beberapa pertanyaan di tiap dimensi dalam penelitian ini.
Misalnya pada dimensi keberlanjutan yang indikatornya diturunkan menjadi
adanya pendampingan dan perusahaan mendorong komunitas menjadi lebih
mandiri. Dalam penelitian ini, dimensi tersebut kemudian diperkaya menjadi enam
indikator dari sebelumnya dua. Yaitu menegaskan adanya pemberian alat atau
bantuan kredit untuk memulai usaha, kemampuan pengelolaan, kemampuan
membangun pasar serta perputaran modal yang difokuskan pada program
pemberdayaan. Begitu juga dengan dimensi dampak, partisipasi dan pengembangan
kapasitas yang dibuat lebih mendalam. Dengan begitu, pengukuran yang dilakukan
dapat lebih akurat dan lebih mendalam.

5.2 Relasi Sosial

Prayogo (2013) menjelaskan bahwa relasi sosial yang terjalin antara


perusahaan dengan stakeholder (komunitas lokal) sebagai salah satu kelompok
yang bersentuhan langsung dengan kegiatan produksi perusahaan. Relasi
perusahaan dengan komunitas lokal dianggap dapat berpengaruh terhadap keutuhan
dan keberlangsungan kegiatan produksi (Prayogo, 2013). Karena hal tersebut,
perusahaan perlu membangun relasi positif dengan masyarakat lokal. Dengan
adanya relasi positif tersebut, perusahaan dapat menghindari situasi konflik yang
menyebabkan perusahaan merugi, peningkatan cost karena terhentinya produksi,
hingga kemungkinan terjadinya aksi blokade dan aksi anarkis lainnya yang
mungkin saja dilakukan oleh masyarakat lokal (Davis dan Franks, 2011). Variabel
relasi sosial kemudian dibagi kedalam tujuh dimensi, di antaranya adalah frekuensi
interaksi dan komunikasi, keterlibatan masyarakat lokal, frekuensi bersama, bekerja
sama, kesan terhadap sikap, dukungan, dan community fairness. Tabel 5.20
menyajikan matriks nilai persentase hasil pengolahan data pada tiap-tip dimensi
variabel relasi sosial.

, Universitas Indonesia
122

Tabel 5.20 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Relasi Sosial

Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Frekuensi Komunikasi 117 52% 48%
dan Interaksi
2 Dimensi Keterlibatan Masyarakat 117 57% 43%
Lokal
3 Dimensi Frekuensi Bersama 117 46% 54%
4 Dimensi Bekerjasama 117 54% 46%
5 Dimensi Kesan Terhadap Sikap 117 50% 50%
6 Dimensi Dukungan 117 59% 41%
7 Dimensi Community Fairness 117 56% 44%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Berdasarkan matriks nilai persentase tiap dimensi dalam variabel relasi


sosial di atas, diperoleh nilai persentase yang berbeda-beda tiap dimensinya.
Perbedaan nilai persentase pada tiap dimensi menggambarkan keadaan relasi sosial
yang terbangun antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa. Melalui
matriks di atas, terlihat dimensi mana yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan
relasi sosial antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa, dan
dimensi apa saja yang perlu dipertahankan nilai persentasenya.

n = 117

Rendah
48% Tinggi
52%

Gambar 5.44 Relasi Sosial – Dimensi Frekuensi Komunikasi dan Interaksi


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi frekuensi interaksi dan komunikasi memperoleh persentase


sebesar 52% pada kategori tinggi dan 48% pada kategori rendah. Berdasarkan hasil
perolehan nilai persentase tersebut, dimensi frekuensi dan komunikasi pada
variabel relasi sosial adalah tinggi. Nilai persentase yang tinggi berasal dari

Universitas Indonesia
123

beberapa responden yang mengenal salah seorang personel perusahaan. Menurut


beberapa responden, personel perusahaan menanggapi dengan baik setiap
pertanyaan yang diajukan oleh mereka. Komunikasi antara responden dengan
personel perusahaan dilakukan secara langsung. Komunikasi secara tidak langsung
seperti melalui telepon seluler atau berkirim pesan hanya dilakukan oleh orang-
orang tertentu. Seperti Lurah Pulau Kelapa, Bupati Kepulauan Seribu beserta
beberapa orang asistennya, serta pemimpin pada organisasi lingkungan atau
organisasi yang diajak ikut serta mengimplementasikan program CSR perusahaan.
Sebagian besar, responden dalam penelitian tidak mengenal maupun pernah melihat
personel perusahaan. Mereka mengetahui personel perusahaan dari tanda pengenal
yang dikenakan saja.

n = 117

Rendah
43%
Tinggi
57%

Gambar 5.45 Relasi Sosial – Dimensi Keterlibatan Masyarakat Lokal


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan CSR memperoleh


nilai persentase sebesar 57% pada kategori tinggi dan 43% pada kategori rendah.
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut, dimensi keterlibatan masyarakat lokal
pada variabel relasi ini adalah tinggi. Dimensi keterlibatan masyarakat lokal pada
variabel relasi, sebenarnya cukup dekat dengan dimensi partisipasi pada variabel
kinerja program CSR. Keduanya melihat sejauh mana perusahaan
mengikutsertakan kepala keluarga di Pulau Kelapa dari awal tahapan perencanaan
hingga evaluasi program. Berdasarkan dimensi keterlibatan masyarakat lokal dalam
penelitian ini, pada awal kedatangan perusahaan, para kepala keluarga sudah cukup
diikutsertakan dalam perencanaan program CSR, sudah diikutsertakan dalam
kegiatan musrembang, dipertimbangkan aspirasinya, dan sudah cukup dilibatkan
dalam pembuatan keputusan dan implementasi program. Perusahaan

, Universitas Indonesia
124

mempertimbangkan tiap masukkan yang diberikan oleh para kepala keluarga yang
mengikuti musrembang pada awal perencanaan program. Perusahaan juga
memperoleh aspirasi dari kepala keluarga pada saat program berjalan. Saat ini
banyak sekali perubahan pada tahap perencanaan dan kegiatan musrembang.
Kegiatan perencanaan serta pembuatan lebih banyak ditujukan kepada lurah dan
bupati, serta organisasi yang mengimplementasikan program CSR perusahaan.
Perusahaan dianggap kurang melibatkan masyarakat dan tidak transparan seperti
masa sebelumnya yang menyampaikan apapun keputusan yang dibuat dalam
kegiatan musrembang.

n = 117

Tinggi
Rendah 46%
54%

Gambar 5.46 Relasi Sosial – Dimensi Frekuensi Bersama


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Pada dimensi frekuensi bersama, nilai persentase yang diperoleh sebesar


54% pada kategori rendah dan 46% pada kategori tinggi. Berdasarkan hasil
pengolahan data di atas, dimensi frekuensi waktu bersama pada variabel relasi
adalah rendah. Rendahnya dimensi frekuensi waktu bersama, disesuaikan dengan
infromasi yang disampaikan oleh responden penelitian. Pihak perusahaan cukup
jarang menghabiskan waktu bersama dengan para kepala keluarga di Pulau Kelapa.
Kegiatan-kegiatan seperti 17 Agustusan, peringatan Maulid Nabi, peringatan Isra
Mi’raj yang dilaksanakan di Pulau Kelapa, jarang didatangi oleh pihak perusahaan.
Pihak perusahaan menurut responden penelitian, hanya datang ke Pulau Kelapa
pada saat ingin berdiskusi dengan pihak organisasi ataupun kelurahan. Perusahaan
juga datang ke Pulau Kelapa untuk melakukan tinjauan dengan mengelilingi area
Pulau. Tujuannya untuk melihat hal apa saja yang dapat dijadikan program CSR di
periode selanjutnya, atau memantau berjalannya program CSR yang sedang

Universitas Indonesia
125

diimplementasikan. Pihak perusahaan tidak pernah berkunjung ke wilayah tempat


tinggal kepala keluarga di Pulau Kelapa. Pihak perusahaan hanya berkunjung ke
pemukiman masyarakat ke tempat orang-orang tertentu yang sudah mereka kenal
sebelumnya, seperti tenaga kerja asli Pulau saja. Untuk berkunjung ke tempat
tinggal kepala keluarga lain, tidak dilakukan oleh pihak perusahaan.

n = 117

Rendah
46% Tinggi
54%

Gambar 5.47 Relasi Sosial – Dimensi Bekerjasama


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dalam dimensi bekerjasama, diperoleh nilai persentase sebesar 54% untuk


kategori tinggi dan 46% untuk kategori rendah. Hasil perolehan nilai persentase di
atas, menggambarkan keadaan dimensi bekerjasama pada variabel relasi sosial.
Dimensi bekerjasama pada variabel relasi sosial adalah tinggi. Berdasarkan
informasi yang diberikan oleh responden penelitian, perusahaan dan kepala
keluarga di Pulau Kelapa pernah bekerjasama dalam menjalankan program CSR
perusahaan. Beberapa di antaranya adalah program swakelola penanaman
mangrove, penangkaran penyu dan swakelola renovasi dermaga di Pulau Kelapa.
Program –program tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Jika
dilihat berdasarkan kedua program tersebut, program penanaman mangrove dan
penangkaran penyu adalah dua program yang masih berlangsung hingga saat ini.
Jika ditanyakan mengenai intensitas perusahaan bekerjasama dengan kepala
keluarga di Pulau Kelapa, responden dalam penelitian ini menjelaskan bahwa
intensitas perusahaan bekerjasama dengan mereka tidak sering. Hal ini dikarenakan
perusahaan lebih menitik beratkan pada program pendidikan dan program sosial
sehingga program kerjasama semacam ini jarang dilakukan. Bahkan, pihak
perusahaan (dalam Febrianti, 2015) menjelaskan, program swakelola mangrove

, Universitas Indonesia
126

sempat terhenti. Hal ini karena adanya perubahan jarak tanam yang ditentukan oleh
pihak inspektorat kehutanan. Jauhnya jarak tanam akan memudahkan tanaman yang
belum berdiri kokoh menjadi terbawa arus dan mati.

n = 117

Rendah Tinggi
50% 50%

Gambar 5.48 Relasi Sosial – Dimensi Kesan terhadap Sikap


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi kesan terhadap sikap merupakan dimensi lain yang ada pada
variabel relasi sosial. Dimensi kesan terhadap sikap memperoleh nilai persentase
sebesar 50% untuk kategori tinggi dan 50% untuk kategori rendah. Dimensi ini
tidak memiliki kecenderungan untuk masuk kedalam kategori manapun karena
kategori tinggi dan rendah memiliki nilai persentase yang sama. Hal ini disebabkan
terdapat beberapa responden yang mendapati kesan baik adapula yang tidak dapat
mengetahui kesan terhadap personel perusahaan karena belum mengenal. Menurut
beberapa responden, perusahaan sudah menghargai adat istiadat dan keberadaan
masyarakat local, karena beberapa kegiatan perusahaan yang mendukung kebiasaan
di Pulau Kelapa, yaitu dukungan perusahaan terhadap kegiatan 17 Agustus,
peringatan Maulid Nabi, dan peringatan Isra Mi’raj. Perusahaan juga dianggap
menghargai keberadaan masyarakat lokal, sesuai sesuai dengan pernyataan
responden yang menganggap penghargaan perusahaan terhadap masyarakat lokal
adalah menghormati dengan memberikan beragam bantuan kepada kepala keluarga.
Salah seorang responden menyatakan bahwa sikap menghargai perusahaan kepada
kepala keluarga di Pulau Kelapa didasari pemikiran bahwa akan diusir dan menuai
konflik jika tidak menghargai masyarakat lokal. Dengan kata lain, beragam
program yang diberikan perusahaan kepada kepala keluaraga di Pulau Kelapa
merupakan pencegahan terjadinya konflik di wilayah produksi perusahaan.

Universitas Indonesia
127

n = 117

Rendah
41%
Tinggi
59%

Gambar 5.49 Relasi Sosial – Dimensi Dukungan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi dukungan memperoleh nilai persentase sebesar 59% pada kategori


tinggi dan 41% pada kategori rendah. Hasil pengukuran di atas memperlihatkan
dimensi dukungan dalam variabel relasi sosial adalah tinggi. Tingginya dukungan
kepala keluarga dalam penelitian ini disebabkan oleh bantuan yang diberikan oleh
perusahaan tiap tahunnya. Beberapa responden menjelaskan bahwa dirinya
mendukung keberadaan perusahaan karena program CSR yang diberikan oleh
perusahaan. Namun, program CSR yang diberikan kian menurun jumlahnya dari
periode ke periode. Seorang responden menjelaskan, jika perusahaan membantu
meningkatkan kualitas hidup kepala keluarga di Pulau Kelapa, maka
keberadaannya akan didukung.

n = 117

Rendah
44%
Tinggi
56%

Gambar 5.50 Relasi Sosial – Dimensi Community Fairness


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi terakhir dalam variabel relasi sosial adalah dimensi community


fairness, yang memperoleh nilai persentase sebesar 56% dalam kategori tinggi dan
44% dalam kategori rendah. Hasil pengolahan data menunjukkan dimensi

, Universitas Indonesia
128

community fairness dalam variabel relasi sosial adalah tinggi, sejalan dengan
informasi yang disampaikan oleh beberapa responden penelitian. Keberadaan
perusahaan di wilayah tempat tinggal mereka tidak menurunkan kualitas hidupnya,
melainkan perusahaan membantu memberikan kualitas hidup yang baik untuk
kepala keluarga di Pulau Kelapa, seperti menyerap tenaga kerja lokal meskipun
jumlahnya sudah semakin berkurang. Kemudian perusahaan juga memberikan
kualitas air yang baik, salah satunya dengan memberikan mesin RO atau mesin
penyuling air laut menjadi air tawar yang dapat digunakan setiap saat oleh kepala
keluarga. Dalam hal kerusakan lingkungan atau pencemaran yang terjadi akibat
kegiatan produksi, perusahaan dapat dikatakan cukup tanggap terhadap upaya
tanggung jawab terhadap pencemaran. Beberapa responden menjelaskan, sesaat
setelah perusahaan memperoleh informasi pencemaran, mereka langsung datang
dengan membawa beberapa tenaga pembersih dan kapal besar untuk mengangkut
minyak yang tercemar. Responden penelitian menyebutnya dengan pex. Bagi
kepala keluarga yang membantu membersihkan ceceran pex yang tersebar di
pinggiran pulau, akan diberikan kompensasi berupa uang.
Perusahaan juga telah melakukan berbagai pelatihan dalam meningkatkan
kemampuan lokal dan meningkatkan kualitas infrastruktur melalui serangkaian
renovasi. Walaupun begitu, perusahaan masih belum terbuka terhadap keputusan
yang diambil terkait program. Perusahaan kurang transparan dalam hal
pengambilan keputusan. Beberapa responden menyayangkan sikap perusahaan.
Karena seandainya perusahaan bersikap terbuka, maka perusahaan telah berusaha
menghargai para kepala keluarga di Pulau Kelapa.

n = 117

Rendah
45% Tinggi
55%

Gambar 5.51 Variabel Relasi Sosial


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Universitas Indonesia
129

Gambar 5.51 merupakan gambaran hasil pengolahan data pada variabel


relasi sosial. Variabel relasi sosial memperoleh skor persentase sebesar 55% pada
kategori tinggi dan 45% pada kategori rendah. Berdasarkan nilai persentase yang
diperoleh terlihat bahwa variabel relasi sosial adalah tinggi. Ada beberapa hal yang
mendasari tingginya perolehan nilai persentase variabel relasi sosial ini. Misalnya
dari dimensi frekuensi komunikasi dan interaksi. Beberapa responden menjelaskan
bahwa mereka mengenal personel perusahaan yang menjalankan program CSR. Di
antaranya adalah responden yang pernah ikut serta dalam program CSR perusahaan.
Menurut responden ini, personel perusahaan menanggapi dengan baik pertanyaan
yang diajukan. Komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi langsung tatap
muka. Kemudian pihak perusahaan pada awal kedatangannya mengikutsertakan
kepala keluarga di Pulau Kelapa pada setiap tahapan program CSR. Perusahaan
mendengar dan memperhitungkan masukkan yang diberikan oleh masyarakat.
Namun sayangnya saat ini perusahaan tidak lagi mengajak kepala keluarga dalam
kegiatan perencanaan saat musrembang. Perencanaan hanya dilakukan perusahaan
dengan pihak pemerintah daerah saja serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Perusahaan juga pernah bekerjasama dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa.
Beberapa orang responden menjelaskan perusahaan dan kepala keluarga
bekerjasama pada kegiatan swakelola penyu sisik, penanaman mangrove dan
renovasi dermaga. Namun kerjasama yang masih berjalan hingga saat ini hanya
penyu sisik dan penanaman mangrove saja. Perusahaan tidak sering bekerjasama
dengan masyarakat pulau. Perusahaan lebih banyak memberikan program bantuan
atau pelatihan saja.
Berdasarkan dimensi dukungan, responden penelitian beranggapan bahwa
para kepala keluarga mendukung keberadaan perusahaan di Pulau Kelapa. Salah
satu sebabnya adalah perusahaan memberikan program bantuan kepada kepala
keluarga. Responden penelitian akan menarik dukungannya jika perusahaan
berhenti memberikan bantuan, karena bantuan merupakan bentuk kompensasi atas
kegiatan produksi perusahaan atas kekayaan alam milik masyarakat pulau. Dalam
hal community fairness responden mengatakan perusahaan meningkatkann kualitas
hidup mereka melalui air bersih, penyerapan tenaga kerja lokal, peningkatan
kemampuan serta peningkatan kualitas infrastruktur di Pulau Kelapa. Hanya saja,

, Universitas Indonesia
130

perusahaan masih belum cukup bersikap terbuka terhadap alasan dari keputusan
yang diambil serta dalam hal budgeting per program kegiatan.
Pengukuran relasi sosial dalam penelitian ini menggunakan dasar indeks
relasi perusahaan dengan stakeholder. Dalam indeks tersebut, terlihat bentuk-
bentuk relasi perusahaan dengan stakeholder, antara lain adalah benturan (social
conflict), penolakan (social resistance), penerimaan (social acceptance), dukungan
(social support), dan pengamanan (social based security) (Prayogo, 2011). Namun,
penelitian ini hanya menggunakan satu dari lima bentuk relasi sosial, yaitu
penerimaan. Penerimaan menempati posisi netral dalam indeks relasi sosial
tersebut. Pemilihan dalam bentuk relasi sosial penerimaan dianggap tepat dalam
penelitian ini. Nyatanya penelitian ini menggambarkan bentuk relasi sosial
penerimaan yang terbangun baru sebesar 55% sehingga tidak cukup untuk naik ke
bentuk relasi sosial yang lebih tinggi, yaitu dukungan dan pengamanan atau
legitimasi sosial. Alasan yang mendasari adalah hasil penelitian menunjukkan
bahwa masih banyak sekali responden yang belum mengenal personel perusahaan.
Komunikasi dan interaksi menurut Moffat dan Zhang merupakan hal penting dalam
membangun relasi yang positif kemudian mengarah pada pembentukan
kepercayaan antara perusahaan dengan stakeholdernya. Sehingga, relasi sosial
penerimaan yang terbangun belum sepenuhnya baik. Dasar relasi positif adalah
kualitas interaksi dan komunikasi, jika personel perusahaan belum dikenal oleh
perusahaan maka dapat dikatakan relasi penerimaan pun belum sepenuhnya
terbangun dengan baik.
Dukungan responden kepada perusahaan sebatas pada alasan program CSR
saja. Ini karena seperti penjelasan sebelumnya, komunikasi dan interaksi bahkan
belum terbangun dengan baik. Penerimaan terlihat karena perusahaan memberikan
kualitas hidup yang baik kepada stakeholder-nya melalui air bersih, penyerapan
tenaga kerja, peningkatan kemampuan dan peningkatan kualitas infrastruktur.
Temuan dalam penelitian ini mendukung teori relasi sosial Prayogo (2013) yang
menyatakan relasi sosial yang terjalin antara perusahaan dengan stakeholder
(komunitas lokal) sebagai salah satu kelompok yang bersentuhan langsung dengan
kegiatan produksi perusahaan bersifat dinamis dan kompleks. Relasi perusahaan
dengan komunitas lokal dianggap dapat berpengaruh terhadap keutuhan dan

Universitas Indonesia
131

keberlangsungan kegiatan produksi sehingga perusahaan harus dapat membangun


relasi positif dengan komunitas lokal. Dalam hal ini perusahaan baru mampu masuk
dalam bentuk relasi penerimaan saja, bahkan belum dapat memasuki bentuk relasi
lain yang lebih tinggi seperti dukungan dan pengamanan.
Indikator pengukuran relasi sosial dalam penelitian ini masih belum dapat
sepenuhnya mengukur relasi sosial secara lebih mendalam. Hal ini terhambat oleh
salah satu dimensi, yaitu frekuensi komunikasi dan interaksi yang mendasari
penciptaan relasi yang baik. Dalam penelitian ini, perusahaan dan masyarakat lokal
belum dapat membangun relasi penerimaan yang baik karena kurangnya
komunikasi dan interaksi, transparansi, serta sifat program pemberdayaan.

5.3 Modal Sosial

Modal sosial merupakan fitur dalam organisasi sosial yang dapat


meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan yang
dikoordinasi (Putnam, 1993). Putnam (1995) juga memaparkan bahwa modal sosial
memungkinkan partisipan (dalam hal ini perusahaan dengan masyarakat lokal)
untuk bertindak bersama lebih efektif untuk mengejar tujuan bersama. Modal sosial
dalam penelitian ini memiliki tiga fitur utama, yaitu kepercayaan, norma, dan
jaringan. Dalam penelitian ini ketiganya dianggap tidak dapat dipisahkan dan saling
terkait satu sama lain. Berikut hasil perhitungan modal sosial berdasarkan 117
responden yaitu kepala keluarga di Pulau Kelapa untuk melihat seberapa jauh
terbangun modal sosial antara perusahaan dengan masyarakat lokal.

n = 117

Tinggi
40%

Rendah
60%

Gambar 5.52 Modal Sosial – Dimensi Kepercayaan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

, Universitas Indonesia
132

Dimensi modal sosial yang pertama adalah kepercayaan. Kepercayaan


merupakan hal yang penting untuk membangun kohesi sosial dan kesuksesan
ekonomi (Dale dan Onyx, 2005). Dale dan Onyx (2005) kemudian menjelaskan
lebih lanjut bahwa ketidak-percayaan dalam sebuah hubungan akan membawa
kehancura hubungan dan memisahkan orang dalam komunitas mereka.
Berdasarkan perhitungan di atas dimensi kepercayaan memperoleh skor persentase
60% untuk kategori rendah dan 40% untuk kategori tinggi. Berdasarkan nilai
persentase tersebut, dimensi kepercayaan dalam modal sosial adalah rendah karena
nilai persentase kategori rendah lebih tinggi dibandingkan dengan kategori tinggi.
Berdasarkan pemaparan dari responden penelitian, para responden menganggap
perusahaan sudah tanggap dalam mengelola dampak negatif dari kegiatan produksi
perusahaan. Sejauh ini, perusahaan belum memperlihatkan sikap bahwa perusahaan
mengambil keuntungan atas kerentanan masyarakat lokal. Ini karena tiap-tiap
kegiatan yang dianggap tidak sesuai oleh para kepala keluarga, perusahaan akan
ditegur. Namun saat ditanyakan apakah responden mempercayai jika perusahaan
tidak akan bersikap buruk, jawabanya beragam. Sebagian besar di antaranya
mempercayai sikap perusahaan tidak akan buruk karena selama ini perusahaan
selalu memberikan bantuan kepada kepala keluarga di Pulau Kelapa. Sebagian
responden menjawab, mereka bingung apakah harus percaya atau tidak, karena
tidak mengenal personel perusahaan. Sebagian memilih untuk mempercayai,
sebagian lain ragu-ragu.
Begitu pula saat ditanyakan apakah perusahaan jujur dalam menjalankan
program, para responden menjawab, dengan menggunakan kata mungkn saja.
Jawaban semacam ini dapat terjadi sebab perusahaan kurang memiliki kedekatan
dengan stakeholder-nya, kemudian perusahaan juga kurang memiliki sikap
transparansi terkait program dan budgeting tiap-tiap kegiatan. Seluruh responden
mempertimbangkan tindakan mereka berdasarkan sikap personel perusahaan.
Mereka akan bersikap buruk jika perusahaan bersikap buruk, dan sebaliknya.
Berdasarkan pemaparan di atas terlihat, bentuk kepercayaan yang
terbangun antara perusahaan dengan stakeholder-nya hanya sebatas kepercayaan
berlandaskan keuntungan. Responden menolak bersikap baik jika perusahaan tidak
memberikan bantuan, bahkan dimungkinkan berusaha menutup keberadaan

Universitas Indonesia
133

perusahaan di sekitar wilayah tempat tinggalnya. Kepercayaan yang terbangun


sangat rapuh dan mudah hancur karena terbangun atas dasar keuntungan masing-
masing pihak. Jika salah satu pihak dirugikan maka kepercayaan akan hancur.

n = 117

Rendah
37%

Tinggi
63%

Gambar 5.53 Modal Sosial – Dimensi Norma


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi kedua adalah dimensi norma. Dimensi norma diartikan sebagai


standar profesional dan kode perilaku, kontrol sosial informal, pengatur tindakan
yang tidak tertulis, dan dianggap sebagai suatu yang baik serta dipahami oleh
seluruh anggota masyarakat (Fukuyama, 1995; Putnam dan Coleman, 2000; dan
Foxton dan Jones, 2011). Dale dan Onyx (2005) menjelaskan bahwa norma dapat
didefinisikan sebagai standar perilaku yang harus diikuti. Jika dilihat berdasarkan
hasil perhitungan, dimensi norma memperoleh nilai persentase sebesar 63% untuk
kategori tinggi dan 37% untuk kategori rendah. Hasil nilai persentase menunjukkan
dimensi norma pada variabel modal sosial adalah tinggi. Tingginya dimensi norma
disebabkan antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa sudah
terbangun norma yang dijalankan. Namun norma yang terbangun bukan dibangun
secara bersama melainkan pihak perusahaan yang membuat norma tersebut, dan
norma tersebut harus dipatuhi oleh para kepala keluarga di Pulau Kelapa khususnya
para nelayan. Norma tersebut adalah para nelayan tidak diperbolehkan menangkap
ikan di sekitar wilayah pengeboran minyak, atau di sekitar rig. Tujuannya adalah
untuk keselamatan nelayan dan juga pekerja di rig tersebut. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan oleh Febrianti (2015), pihak perusahaan beranggapan
mereka membuat aturan yang wajib dijalankan oleh nelayan. Pihak perusahaan
yang membuat norma atau aturan tersebut karena memiliki posisi lebih tinggi dar

, Universitas Indonesia
134

kepala keluarga di Pulau Kelapa. Sehingga para kepala keluarga wajib mengikuti
norma yang dibuat.
Dapat dikatakan, norma yang terbangun jauh berbeda dengan norma pada
umumnya terbangun antara dua pihak yang memiliki hubungan personal.
Tujuannya agar tidak ada sikap yang merugikan salah satu pihak. Norma pada
umumnya dibuat secara bersama. Norma pada hubungan perusahaan CNOOC dan
pihak stakeholder dibuat oleh pihak perusahaan sendiri dan memaksakan
stakeholder perusahaan mematuhinya. Norma yang dibuat perusahaan memiliki
sanksi jika norma tersebut tidak dipatuhi. Salah satunya adalah, mengangkat perahu
nelayan dengan crane ke daratan. Antara perusahaan dengan kepala keluarga tidak
memiliki standar profesional dalam bertindak seperti MOU. MOU hanya dibuat
antara perusahaan dengan pihak organisasi yang membantu menjalankan atau
mengimplementasikan program perusahaan.

n = 117

Rendah Tinggi
50% 50%

Gambar 5.54 Modal Sosial – Dimensi Jaringan


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Dimensi terakhir dalam variabel modal sosial adalah dimensi jaringan. Lin
(2001) mengartikan jaringan sebagai tempat mengalirnya informasi yang berguna
mengenai kesempatan dan pilihan yang tidak tersedia di tempat lainnya dan akan
meningkatkan hasil dari tindakan. Berdasarkan hasil perhitungan variabel modal
sosial, dimensi jaringan memiliki persentase sebesar 50% pada kategori tinggi dan
50% pada kategori rendah. Responden menjelaskan bahwa hubungan antara
masyarakat dengan perusahaan cukup dekat berdasarkan beberapa kerjasama yang
dilakukan antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa. Walaupun
begitu, pada masyarakat secara luas interaksi antara masyarakat Pulau Kelapa

Universitas Indonesia
135

dengan perusahaan masih belum terbangun dengan baik. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, interaksi serta komunikasi yang dilakukan perusahaan hanya berkisar
pada orang-orang yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti ketua RT/RW,
pihak kelurahan atau organisasi yang menjalankan program CSR perusahaan.
Perusahaanpun langsung menuju kantor kelurahan atau kantor organisasi saat
datang ke Pulau Kelapa. Beberapa responden menjelasan bahwa perusahaan dengan
kepala keluarga di Pulau Kelapa memiliki perbedaan kedudukan. Beberapa
responden merasa mereka hanya rakyat kecil, sedangkan perusahaan adalah pihak
yang memiliki modal besar dan dapat membantu mereka. Wilayah tinggal seperti
para responden di Pulau dan pihak perusahaan di Kota juga menggambarkan
perbedaan kedudukan, begitu pula dengan atribut yang digunakan, pekerjaan dan
cara bersikap sehingga beberapa responden menggambarkan ada perbedaan
kedudukan yang terlihat mencolok antara mereka dengan pihak perusahaan.
Adapun sebagian responden lagi menganggap tidak ada bedanya antara mereka
dengan pihak personel perusahaan.

n = 117

Tinggi
Rendah 46%
54%

Gambar 5.55 Variabel Modal Sosial


Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali

Sebelumnya sudah dibahas dimensi-dimensi pembangun variabel modal


sosial, di antaranya kepercayaan, norma, dan jaringan. Hasil pengolahan data dari
ketiga dimensi tersebut menggambarkan hasil akhir dari variabel modal sosial.
Berdasarkan pengolahan data di atas, nilai persentase variabel sosial pada kategori
rendah sebesar 54% dan nilai persentase pada kategori tinggi sebesar 46%. Terlihat
bahwa dimensi modal sosial yang terbangun antara perusahaan dengan para kepala
keluarga di Pulau Kelapa adalah rendah. Rendahnya modal sosial yang terbangun

, Universitas Indonesia
136

antara perusahaan dan seluruh kepala keluarga di Pulau Kelapa utamanya


disebabkan oleh kurangnya intensitas komunikasi dan interaksi. Komunikasi dan
interaksi merupakan dasar terbentuknya kepercayaan antara dua pihak. Berdasarkan
pengukuran dimensi kepercayaan, kepercayaan perusahaan dengan para kepala
keluarga adalah rendah, yang tergambar dari pernyataan beberapa responden, di
mana mereka mempercayai perusahaan karena perusahaan memberikan bantuan
kepada mereka. Terlihat, bahwa perusahaan tidak memberikan bantuan atau
program CSR kepada kepala keluarga di Pulau Kelapa, maka kepercayaannya tidak
terbangun. Kepercayaan antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa
terlihat rapuh, karena berlandaskan kepentingan semata.
Kepercayaan yang terbangun antara dua belah pihak akan membuat kedua
belah pihak membuat suatu norma bersama. Tujuannya adalah untuk mengurangi
tindakan yang merugikan salah satu pihak ketika saling berinteraksi. Kepercayaan
antara perusahaan dan kepala keluarga di Pulau Kelapa belum terbangun. Namun,
hasil dari pengukuran norma antara perusahaan dengan kepala keluarga adalah
tinggi. Tingginya dimensi norma, disebabkan oleh antara perusahaan dan kepala
keluarga sudah terbangun norma. Namun, norma yang ada merupakan norma yang
dibuat oleh perusahaan dan wajib ditaati oleh seluruh kepala keluarga di Pulau
Kelapa khususnya yang berprofesi sebagai nelayan. Norma tersebut adalah agar
nelayan tidak melakukan kegatan menangkap ikan di sekitar daerah produksi
perusahaan atau di sekitar rig agar tidak terjadi kecelakaan seperti kemungkinan
tersengat arus listrik atau bahaya lainnya. Norma yang ada dibangun oleh satu
pihak, yaitu perusahaan dengan memaksakan seluruh kepala keluarga untuk
mematuhi norma tersebut. Perusahaan membuat norma yang wajib ditaati oleh para
kepala keluarga, karena perusahaan beranggapan posisi perusahaan lebih tinggi
daripada para kepala keluarga. Norma yang dibangun sebelah pihak
menggambarkan kurangnya kepercayaan yang terbangun antara perusahaan dengan
para kepala keluarga. Bahkan, hanya sebagian responden yang mengetahui norma
tersebut, sisanya tidak mengetahui.
Setelah norma terbangun, maka langkah selanjutnya adalah terbangun
jejaring. Jejaring membantu kedua belah pihak dalam memperoleh informasi yang
berguna dari pihak-pihak di luar perusahaan dengan stakeholder perusahaan.

Universitas Indonesia
137

Karena kepercayan antara perusahaan dengan responden rendah akibat norma yang
ada dibangun sebelah tangan oleh perusahaan, maka tidak mengherankan jika
dimensi jaringan tidak berada pada kategori manapun baik tinggi maupun rendah.
Nilai kategori tinggi 50% dan rendah 50%. Berdasarkan nilai persentase ini terlihat
bahwa jejaring belum terbangun dengan baik. Hal ini digambarkan dari hubungan
yang belum dekat antara perusahaan dengan seluruh kepala keluarga di Pulau
Kelapa, dan jarangnya interaksi antara perusahaan dan kepala keluarga di Pulau
Kelapa. Selain itu, terdapat pula perbedaan kedudukan antara keduanya. Beberapa
responden menganggap bahwa posisi perusahaan lebih tinggi daripada mereka yang
hanya rakyat kecil. Akibatnya jejaring sulit terbangun jika memiliki posisi yang
berbeda antara dua pihak dan sulit pula informasi mengalir dari jejaring yang ada.
Penelitian ini mendukung teori modal sosial yang dikemukakan oleh
Putnam (1993) mengenai tiga fitur utama modal sosial yang memfasilitasi tindakan
aktor-aktor yang berinteraksi di dalamnya. Modal sosial terbangun jika ketiga fitur
di dalamnya terbangun dengan baik. Ketiga fitur tersebut yaitu kepercayaan, norma
dan jaringan. Jika kepercayaan terbangun dengan baik, maka norma akan terbangun
dengan baik, begitu pula dengan jaringan. Penelitian ini menggambarkan
bagaimana salah satu fitur modal sosial yaitu kepercayaan tidak terbangun,
menyebabkan norma yang dibangun tidak terbangun dengan baik karena dilakukan
“sebelah tangan” saja, begitu juga dengan jejaring yang tidak terbangun. Melalui
modal sosial, anggota kelompok saling bekerjasama mencapai tujuan bersama.
Dalam hubungan perusahaan dan para kepala keluarga, mereka tidak memiliki
tujuan bersama yang harus dikejar dan terpenuhi. Selain tidak memiliki tujuan
bersama, kurangnya komunikasi dan interaksi juga menjadi dasar utama modal
sosial antara perusahaan dan kepala keluarga di Pulau Kelapa tidak terbangun.

, Universitas Indonesia
138

Universitas Indonesia
BAB 6

6. MODAL SOSIAL DALAM HUBUNGAN KINERJA PROGRAM CSR DAN


RELASI SOSIAL

6.1 Uji Korelasi

Pada bagian uji korelasi akan memperlihatkan hubungan dari ketiga variabel
yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut hasil dari uji korelasi kinerja program
CSR, modal sosial dan relasi sosial:

Tabel 6.1 Hasil Uji Korelasi

Kinerja
Modal Relasi
Program
Sosial Sosial
CSR
Kinerja Pearson Correlation 1 0,690 0,845
Program CSR Signifikansi 0,002 0,000
Pearson Correlation 0,690 1 0,561
Modal Sosial
Signifikansi 0,002 0,000
Pearson Correlation 0,845 0,561 1
Relasi Sosial
Signifikansi 0,000 0,000
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Berdasarkan uji korelasi antara variabel kinerja program CSR dengan relasi
sosial, diperoleh nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0,847, yang menunjukkan
besarnya korelasi antara variabel kinerja program CSR dan relasi sosial sebesar
0,845 atau dikatakan kuat karena mendekati angka 1. Nilai signifikansi tersebut
sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05). Hal
ini bermakna bahwa antara variabel kinerja program CSR dengan variabel relasi
sosial memiliki korelasi signifikan di tingkat populasi Dapat dikatakan terdapat
hubungan antara variabel kinerja program CSR dengan variabel relasi sosial.
Perolehan nilai korelasi antara kinerja program CSR dengan Relasi Sosial
menunjukkan kuatnya hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini
memperlihatkan bahwa kinerja program CSR yang baik akan membangun relasi
yang baik pula. Penelitian ini menunjukkan, perusahaan CNOOC sudah cukup baik

139 Universitas Indonesia


140

menjalankan program CSR-nya. Terlihat dari tanggapan responden penelitian yang


beranggapan bahwa program CSR CNOOC bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Selain itu program yang diberikan oleh perusahaan juga memberikan dampak
positif yang sudah cukup menyeluruh kepada seluruh kepala keluarga di Pulau
Kelapa. Walaupun program CSR CNOOC sudah cukup baik terimplementasi di
Pulau Kelapa, program CSR CNOOC terlihat lebih mengarah pada program
bantuan satu arah atau bersifat filantropik. Program-program perusahaan yang
bersifat filantropik mengurangi keterlibatan masyarakat lokal dalam tahapan-
tahapan program CSR.
Tahapan dalam implementasi program CSR dimulai dari perencanaan
hingga evaluasi program. Beberapa responden penelitian mengungkapkan bahwa
perusahaan sudah tidak lagi mengikutsertakan mereka dalam kegiatan
musrembang. Pada masa awal kehadirannya, perusahaan mengikutsertakan seluruh
kepala keluarga untuk menyalurkan aspirasinya terkait kebutuhan dan
memusyawarahkan program yang sesuai dengan keadaan mereka saat itu. Saat ini,
perusahaan lebih sering melakukan perencanaan dengan pemerintah daerah saja.
Kemudian pihak kepala keluarga hanya diikutsertakan dalam kegiatan sosialisasi
dan pelaksanaan program CSR atau implementasi. Sosialisasi lebih sering
melibatkan aparat desa seperti ketua RT dan RW. Sedangkan implementasi
program melibatkan kepala keluarga yang aktif dalam organisasi atau
mengikutsertakan kepala keluarga yang sesuai dengan kriteria sasaran dari program
CSR perusahaan saja. Sehingga banyak program yang tidak menyeluruh
dampaknya. Dalam hal pengambilan keputusan, kepala keluarga juga tidak
diikutsertakan, karena perusahaan hanya melakukan pengambilan keputusan sesuai
dengan kepentingan perusahaan atau berdiskusi dengan pemerintah daerah saja.
Pada dasarnya, keterlibatan masyarakat lokal meningkatkan frekuensi bersama
antara perusahaan dengan masyarakat lokal, yang mendorong peningkatan
dukungan masyarakat lokal kepada perusahaan. Jika relasi sosial terbangun dengan
sangat baik, bukan tidak mungkin perusahaan memperoleh relasi sosial pada
tingkatan legitimasi sosial. Namun penelitian ini menunjukkan, bahkan pada
tingkatan penerimaan sosial masyarakat lokal terhadap perusahaan perusahaan
masih belum sepenuhnya terbangun.

Universitas Indonesia
141

Hasil uji korelasi di atas memperlihatkan angka koefisien korelasi Pearson


pada variabel kinerja program CSR dengan modal sosial sebesar 0,690. Nilai
koefisien korelasi pearson ini menunjukkan bahwa besarnya hubungan antara
kinerja program CSR dengan modal sosial sudah cukup kuat, karena nilai koefisien
tersebut mendekati angka 1. Hubungan tersebut memiliki nilai signifikansi sebesar
0,002. Signifikansi 0,002 memiliki nilai yang lebih kecil dari 0,05 (0,002 < 0,05)
yang menunjukkan antara variabel kinerja program CSR dan modal sosial memiliki
hubungan yang signifikan di tingkat populasi.
Hubungan antara kinerja program CSR dengan modal sosial muncul dari
adanya interaksi pada saat perencanaan hingga implementasi program. pada
tahapan perencanaan, perusahaan dan masyarakat lokal saling berdiskusi terkait
program-program CSR yang dapat membantu menanggulangi permasalahan di
masyarakat lokal. dalam hal implementasi program, program yang bersifat
pemberdayaan cenderung membangun modal sosial yang baik. hal tersebut
dikarenakan intensitas bertemu dan berinteraksi menjadi lebih sering. Program
pemberdayaan membutuhkan waktu yang panjang serta tahapan yang cukup
beragam. Dimulai dari pelatihan, pendampingan, membuka pasar hingga tahapan
pengelolaan perputaran modal. Keseluruh tahapan ini membuat perusahaan dengan
pemanfaat lebih banyak kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Karena
perusahaan akan menyempatkan diri datang dan melihat perkembangan program
pemberdayaan di wilayah stakeholder-nya.
Sementara itu antara variabel modal sosial dengan variabel relasi sosial
memiliki nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0,561. Nilai koefisien korelasi
sebesar 0,561 menunjukkan bahwa besarnya hubungan antara variabel modal sosial
dengan relasi sosial cukup kuat karena nilai korelasi 0,561 mendekati angka 1,
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari
0,05 (0,000 < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan di tingkat
populasi antara kedua variabel tersebut jika disandingkan satu sama lain.
Hubungan antara modal sosial dan relasi sosial dilandasi oleh seringnya
intensitas bertemu antara perusahan dengan masyayarakat lokal. Perusahaan yang
memiliki frekuensi interaksi dan komunikasi yang baik dengan stakeholder-nya,
asumsinya akan banyak melibatkan masyarakat lokal dalam setiap kegiatan CSR,

, Universitas Indonesia
142

seperti kegiatan yang menitikberatkan pada pemberdayaan, serta kerjasama.


Tingginya intensitas kerjasama, maka keberadaan perusahaan akan memperoleh
dukungan dari stakeholder perusahaan. Hal ini kemudian akan memengaruhi
terbangunnya kepercayaan, kemudian membentuk norma sosial dan terbangun
jaringan yang baik.
Pada kasus penelitian ini, personel perusahaan yang menjalankan CSR dan
sebagai pihak yang berinteraksi secara langsung dengan kepala keluarga di Pulau
Kelapa, tidak banyak dikenal oleh sebagian besar responden dalam penelitian.
Personil perusahaan kurang intensitasnya dalam menghabiskan waktu bersama
dengan para kepala keluarga di pulau kelapa, alasannya perusahaan selalu langsung
datang dan mengunjungi pihak kelurahan saja. Jarang sekali berkunjung ke
pemukiman dan tempat tinggal-tempat tinggal kepala keluarga di pulau kelapa.
Faktor-faktor inilah yang kemudian membuat modal sosial antara perusahaan
dengan para kepala keluarga belum terbangun dengan baik.
Sifat program filantropik memberikan dampak pada kurangnya interaksi
dan komunikasi antara personel perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau
Kelapa. Program CSR CNOOC yang bersifat filantropik membuat pihak
perusahaan jarang mengunjungi stakeholder-nya. Seperti program bantuan air
bersih atau program peringatan hari besar. Pihak perusahaan lebih sering
memberikan bantuan dalam bentuk barang kepada kepala keluarga di Pulau Kelapa.
Barang tersebut diantarkan dengan menggunakan kapal milik perusahaan ke Pulau
Kelapa, personel perusahaan kurang intensitasnya untuk ikut serta mengantarkan
barang yang diberikan. Seperti berdasarkan penuturan seorang responden, pihak
perusahaan jarang datang pada acara seperti 17 Agustusan, peringatan Maulid Nabi,
peringatan Isra Mi’raj dan kegiatan sejenis lainnya. Kegiatan-kegiatan semacam ini
biasa mengajukan proposal ke perusahaan untuk memperlohen bantuan berupa
barang-barang. Seperti beberapa perlengkapan yang belum ada, hadiah untuk
peserta maupun makanan kecil untuk dibagikan pada saat acara berlangsung.
Perusahaan juga lebih banyak membawa barang atau makanan dari Kota ketimbang
memberdayakan stakeholder-nya membuat makanan untuk kegiatan yang
berlangsung.

Universitas Indonesia
143

6.2 Uji Regresi

Tabel 6.2 Model Summary dari uji Regresi Model 1

Model R R Square Adjusted R Std. Error of


Square the Estimate
1 0,690 0,477 0,442 9,73146
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai R sebesar 0,690 yang


menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara variabel independen kinerja
program CSR dengan variabel modal sosial cukup kuat. Kemudian, nilai R 2 (R
Square) menunjukkan besaran presentase pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel intervening dalam penelitian ini kemudian nilai R 2 pada tabel
Model Summary di atas adalah 0,477. Nilai ini menunjukkan jika kemampuan
variabel independen dalam penelitian ini adalah kinerja program CSR dalam
menjelaskan variabel intervening atau modal sosial sebesar 47,7 persen sehingga
variabel independen yaitu kinerja program CSR dapat menjelaskan sebesar 47,7
persen variabel intervening atau modal sosial, sisanya sebesar 52,3 persen
disumbangkan oleh variabel independent lain yang tidak menjadi fokus dalam
penelitian ini.

Tabel 6.3 Koefisien dari uji Regresi Model 1

Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 9,364 28,507
1 Kinerja Program
0,119 0,32 0,690
CSR
a. Dependent Variable: Modal Sosial
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Berdasarkan uji regresi model 1 untuk melihat pengaruh antara variabel


kinerja program CSR dengan variabel modal sosial, diperoleh nilai standardized
coefficient beta sebesar 0,690. Nilai koefisien beta menunjukkan adanya pengaruh
langsung antara variabel kinerja program CSR dengan modal sosial sebesar 0,690.

, Universitas Indonesia
144

Tabel 6.4 Model Summary dari Uji Regresi Model 2

Model R R Square Adjusted R Std. Error of


Square the Estimate
a
1 0,867 0,751 0,716 13,97555
a. Predictors: (Constant), Modal Sosial, Kinerja Program CSR
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Berdasarkan pada tabel 6.4, diperoleh nilai R sebesar 0,867 yang


menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara variabel kinerja program CSR dan
variabel modal sosial terhadap variabel relasi sosial terbangun cukup kuat. Nilai R 2
(R Square) menunjukkan besaran presentase pengaruh dari variabel kinerja
program CSR dan modal sosial. Nilai R2 pada tabel Model Summary di atas adalah
0,751. Nilai ini menunjukkan bahwa variabel kinerja program CSR dan modal
sosial dapat menjelaskan variabel Relasi Sosial Sebesar 75,1 persen. Sehingga
variabel kinerja program CSR dan modal sosial dapat menjelaskan sebesar 75,1
persen variabel relasi sosial, sisanya sebesar 24,9 persen disumbangkan oleh
variabel lain yang tidak menjadi fokus dalam penelitian ini.

Tabel 6.1 Koefisien dari Uji Regresi Model 2


Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) -104,885 41,087
Kinerja Program
1 0,230 0,064 0,663
CSR
Modal Sosial 0,531 0,371 0,264
a. Dependent Variable: Relasi Sosial
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Berdasarkan hasil uji regresi model 2 terlihat variabel kinerja program CSR
terhadap variabel relasi sosial memperoleh nilai koefisien beta sebesar 0,663. Hal
ini menunjukkan bahwa kinerja program CSR mempengaruhi variabel relasi sosial.
Kemudian, variabel modal sosial terhadap relasi sosial memperoleh nilai koefisien
beta sebesar 0,264. Hasil nilai perolehan ini menunjukkan bahwa variabel modal
sosial memiliki pengaruh terhadap hubungan variabel kinerja program CSR dengan
variabel relasi sosial. Berdasarkan pemaparan uji regresi di atas, jika dikaitkan
dengan hipotesis pertama pada penelitian ini yaitu:

Universitas Indonesia
145

H11: Kinerja Program CSR Memiliki Pengaruh terhadap Relasi (Tidak Ditolak)

Berdasarkan hasil uji korelasi, kinerja program CSR memiliki hubungan


terhadap relasi sosial sebesar 0,845. Besarnya nilai hubungan disebabkan oleh
kecenderungan perusahaan dalam mengimplementasikan program yang bersifat
filantropik. Hal ini sejalan dengan hasil uji korelasi kinerja tiap jenis program CSR
dengan relasi sosial.

Tabel 6.5 Hasil Uji Korelasi Kinerja Program CSR Per Jenis Program dengan
Relasi Sosial

Nilai Pearson Correlation


Signifikansi
Jenis Program n (Sample) Relasi Sosial
Pemberdayaan
26 0,784 0,000
Ekonomi
Kinerja Pendidikan 102 0,160 0,109
Program Kesehatan 57 0,224 0,095
CSR Lingkungan 42 0,590 0,000
Infrastruktur 55 0,738 0,000
Sosial 104 0,400 0,000
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Hasil uji korelasi per jenis program menunjukkan bahwa jenis program CSR
yang bersifat filantropik seperti jenis program lingkungan, infrastruktur dan sosial
dapat membangun relasi dengan baik antara perusahaan dengan kepala keluarga di
Pulau Kelapa. Jenis program lingkungan, memiliki nilai hubungan dengan relasi
sebesar 0,590. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan dalam jenis program lingkungan
yang bersifat filantropik yaitu program penanaman mangrove dan pelestarian
penyu. Program penanaman mangrove dan pelestarian penyu dijalankan sebagai
program kerjasama antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa,
melalui pembentukan organisasi swakelola SPKP. Organisasi ini menjalankan
kegiatan pelestarian penyu sisik dan budidaya mangrove berdasarkan dana yang
diberikan oleh perusahaan. Pada saat dana aliran yang diberikan oleh perusahaan
untuk menjalankan kegiatan lingkungan terhenti, maka kegiatan ini ikut berhenti
pula. Program lingkungan melibatkan beberapa kepala keluarga dalam hal
penanaman bibit mangrove serta perawatan bibit tersebut hingga usia tertentu,
sebelum akhirnya ditanam di sekitar pinggiran pulau dan wilayah reklamasi.

, Universitas Indonesia
146

Keterlibatan kepala keluarga dalam kegiatan ini tidak dilakukan secara sukarela
untuk pelestarian lingkungan, melainkan disebabkan oleh adanya imbalan atas
tindakan yang mereka lakukan. Seperti tiap bibit tanaman mangrove yang berhasil
tumbuh hingga usia tertentu, akan dibeli oleh perusahaan untuk kemudian ditanam
di pinggiran pulau. Kegiatan mengisi polybag sebagai media awal tumbuhnya bibit
mangrove yang dilakukan kepala keluarga juga akan memperoleh imbalan sesuai
kesepakatan dengan pihak perusahaan. Kegiatan ini tidak memandirikan kepala
keluarga di Pulau Kelapa, justru meningkatkan ketergantungan kepala keluarga
pada keberadaan perusahaan di wilayah tinggal mereka. Dengan kata lain, saat
program terhenti maka mereka tidak lagi memperoleh imbalan dari perusahaan dan
salah satu sumber pendapatan mereka berkurang.
Selanjutnya, jenis program infrastruktur memiliki nilai hubungan dengan
relasi sosial sebesar 0,738. Nilai hubungan ini menunjukkan bahwa jenis program
infrastruktur dapat membangun relasi sosial yang baik antara perusahaan dengan
kepala keluarga di Pulau Kelapa. Jenis program infrastruktur yang
diimplementasikan oleh perusahaan bersifat filantropik. Hal ini sejalan dengan nilai
dimensi keberlanjutan pada jenis program infrastruktur yang masuk ke dalam
kategori rendah. Jenis program infrastruktur diantaranya adalah renovasi dermaga
dan renovasi sekolah madrasah. Kedua program ini hanya dapat berjalan apabila
perusahaan memberikan bantuan berupa dana dan tenaga ahli, tanpa adanya
bantuan perusahaan maka kegiatan renovasi tidak dapat berjalan. Dalam kegiatan
renovasi yang dilakukan para kepala keluarga tidak banyak yang terlibat, hanya
beberapa dari kepala keluarga yang ikut membantu kegiatan renovasi sebagai
tenaga bantu lokal. Jenis program infrastruktur bersifat philanthropy karena hanya
bersifat satu arah, serta tidak mendorong stakeholder perusahaan menjadi mandiri
dan berdaya secara ekonomi setelah kegiatan yang diberikan selesai dilaksanakan.
Jenis program sosial memiliki nilai hubungan sebesar 0,400 dengan relasi
sosial. Jenis program sosial merupakan bagian dari CSR perusahaan yang
dikhususkan untuk program-program yang bersifat filantropik. Hal ini sesuai
dengan program-program yang diimplementasikan oleh perusahaan dalam jenis
program ini, seperti pemberian air bersih, bantuan untuk korban puting beliung,
dukungan untuk acara keagamaan, dan pemberian sembako untuk kaum dhuafa dan

Universitas Indonesia
147

yatim piatu. Jenis program sosial dikatakan sebagai program yang bersifat
filantropik karena seluruh program pada jenis program ini, merupakan bentuk
kedermawanan perusahaan terhadap stakeholder-nya. Program yang
diimplementasikan dalam jenis program sosial ini, tidak memberikan dampak
memberdayakan serta memandirikan kepala keluarga di Pulau Kelapa, bahkan tidak
meningkatkan pengetahuan dan skill bagi penerima manfaat dari program ini.
Program pemberdayaan ekonomi, memiliki nilai korelasi yang cukup besar
dengan relasi sosial sebesar 0,784. Program ini belum mumpuni sebagai program
pemberdayaan. Kegiatan budidaya mangrove dan program penangkapan nelayan
terlihat belum memberdayakan dan memandirikan penerima manfaatnya. Kegiatan
budidaya mangrove misalnya, hanya berjalan pada saat perusahaan memberikan
imbalan kepada peserta pemberdayaan. Imbalan diberikan atas pekerjaan yang
dilakukan oleh peserta kegiatan, seperti menyiapkan media tanam di polybag,
menanam bibit tanaman mangrove dan merawat bibit tanaman tersebut hingga usia
tertentu. Nantinya perusahaan akan membeli bibit tanaman mangrove yang sudah
cukup usia untuk ditanam di sekitar pinggiran pulau dan wilayah reklamasi. Saat
perusahaan menghentikan aliran dana untuk kegiatan budidaya mangrove, maka
kegiatan tersebut tidak berlanjut. Sedangkan program pelatihan pengolahan hasil
tangkap nelayan belum dapat dikategorikan sebagai program pemberdayaan.
Program pemberdayaan meliputi serangkaian tahapan, dimulai dari tahapan
pelatihan, pendampingan, pengelolaan modal, hingga peserta pelatihan mampu
membuka pasar sendiri dan berjalan secara mandiri. Sedangkan pelatihan
pengolahan hasil tangkap nelayan hanya dilaksanakan pada tahapan pelatihan saja.
Jenis program lainnya seperti jenis program pendidikan dan kesehatan
belum memiliki hubungan dengan relasi sosial sebab, kedua jenis program ini
dianggap kalah pamor dengan program yang diberikan oleh pemerintah seperti
program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan program BPJS Kesehatan. Program KJP
dan program BPJS Kesehatan dianggap lebih mudah dan telah memenuhi
kebutuhan kepala keluarga di Pulau Kelapa dalam hal pendidikan dan kesehatan.
Sedangkan program pendidikan yang diberikan oleh perusahaan, kian berkurang
jumlah dan intensitasnya seiring berjalannya waktu sedangkan program kesehatan

, Universitas Indonesia
148

hanya membantu memberikan fasilitas kesehatan gratis, pada penyakit yang


bersifat ringan saja.

Tabel 6.6 Hasil Uji Korelasi Dimensi Kinerja Program CSR dengan Relasi Sosial

Relasi Sosial
Dimensi Kinerja Program
Nilai Pearson
CSR
Correlation
Manfaat dan Kesesuaian 0,241
Keberlanjutan 0,553
Kinerja
Dampak 0,091
Program CSR
Partisipasi 0,666
Pengembangan Kapasitas 0,737
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Berdasarkan uji korelasi kinerja program CSR berdasarkan tiap-tiap


dimensi terhadap relasi sosial, diketahui bahwa dimensi keberlanjutan, partisipasi
dan pengembangan kapasitas merupakan tiga dimensi yang memiliki hubungan
yang kuat diantara kelima dimensi lainnya. Dimensi keberlanjutan memainkan
peranan penting dalam membangun hubungan antara perusahaan dengan
masyarakat lokal. Dimensi keberlanjutan cenderung hanya dimiliki oleh program
yang bersifat keberlanjutan. Program-program keberlanjutan, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya memerlukan tahapan yang beragam jika dibandingkan
dengan program CSR lainnya. Dimulai dari tahapan pelatihan, pendampingan,
pengelolaan modal hingga membuka pasar untuk hasil produksi. Tiap-tiap tahapan
yang dilalui serta jangka waktu yang panjang, menyebabkan intensitas pertemuan
antara pihak perusahaan dengan masyarakat lokal menjadi sering. Seringnya
intensitas pertemuan dan interaksi dapat membangun hubungan yang baik antara
pihak perusahaan dengan masyarakat lokal.
Dimensi keberlanjutan memiliki nilai korelasi dengan relasi sosial sebesar
0,553. Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa dimensi keberlanjutan yang
terbangun antara perusahaan CNOOC dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa,
cukup baik. Hal tersebut disebabkan oleh terdapat beberapa program CSR
perusahaan yang berkelanjutan. Makna berkelanjutan pada program CSR
perusahaan CNOOC, adalah terdapat beberapa program yang cenderung bersifat
filantropik dan charity yang rutin dilaksanakan tiap tahunnya. Program tersebut
diantaranya adalah program dalam bidang lingkungan seperti pelestarian peyu sisik

Universitas Indonesia
149

dan penanaman mangrove, dalam bidang pendidikan seperti memberikan paket


sekolah untuk mereka yang berprestasi serta beasiswa, dan bidang sosial seperti
mendukung kegiatan keagamaan, memberikan bantuan sembako untuk kaum duafa
dan yatim piatu, dan program charity serta filantropik lainnya. relasi sosial
terbangun melalui dimensi keberlanjutan ini. Hal ini terlihat dari kepala keluarga
yang menjadi responden dalam penelitian ini dengan baik mengenal program-
program csr perusahaan yang bersifat filantropik. Selain itu, karena beberapa
program masih terus berjalan hingga saat ini, menjadikan personil perusahaan
sering berkunjung ke wilayah pulau kelapa. Personil perusahaan dikenal dengan
baik oleh masyarakat di pulau kelapa melalui atribut perusahaan yang dikenakan.
Relasi sosial terbangun baik terutama bagi mereka yang menjalankan program csr
perusahaan. Pihak perusahaan akan lebih banyak berinteraksi serta berkomunikasi
dengan mereka yang menjadi pelaksana dalam kegiatan csr perusahaan.
Dimensi partisipasi merupakan salah satu ajang interaksi dan komunikasi
antara perusahaan dengan masyarakat lokal. Melibatkan masyarakat lokal dari
proses perencanaan, sosialisasi, pelaksanaan program hingga pengambilan
keputusan. Partisipasi masyarakat penting bukan sekedar untuk meningkatkan
interaksi dan komunikasi dengan perusahaan. Melalui partisipasi, perusahaan
maupun masyarakat lokal dapat mengenal karakteristik satu sama lain. Dengan
mengenal lebih mendalam, maka keberadaan perusahaan dapat memperoleh
dukungan dari masyarakat lokal. Dimensi partisipasi dalam uji korelasi dengan
relasi sosial memperoleh nilai hubungan sebesar 0,666. Dalam penelitian ini,
perusahaan CNOOC dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa memperlihatkan
bahwa perusahaan sudah mengikutsertakan kepala keluarga di Pulau Kelapa untuk
berpartisipasi dalam kegiatan CSR perusahaan. Namun, keterlibatan tersebut belum
dilaksanakan secara menyeluruh. Kepala keluarga di Pulau Kelapa diikutsertakan
hanya pada kegiatan sosialisasi program dan pelaksanaan program saja. Partisipasi
dalam sosialisasi cenderung dilaksanakan oleh anggota organisasi swakelola
perusahaan, seperti organisasi SPKP yang bergerak dibidang lingkungan. Dalam
hal pelaksanaan program, kepala keluarga di Pulau Kelapa cukup banyak
dilibatkan. Seperti ikut serta menjadi panitia pelaksanaan kegiatan dibidang sosial,
lingkungan dan infrastruktur. Sedangkan dalam hal perencanaan, perusahaan hanya

, Universitas Indonesia
150

melibatkan sebagian kecil orang seperti pihak kelurahan, tokoh masyarakat dan
ketua RW/RT saja. Relasi sosial terbangun melalui dimensi partisipasi terutama
bagi mereka yang menjadi anggota maupun pernah menjadi anggota dalam
organisasi swakelola yang dibentuk oleh perusahaan. Organisasi swakelola
diantaranya adalah SPKP dibidang lingkungan dan organisasi swakelola untuk
program renovasi dermaga. Melalui organisasi swakelola, perusahaan dengan
kepala keluarga yang menjadi anggota dalam organisasi ini banyak berinteraksi dan
berkomunikasi. Melalui komunikasi dan interaksi yang baik, kesan baik terhadap
perusahaan juga terbangun dengan baik terutama bagi anggota dalam organisasi
swakelola perusahaan.
Dimensi terakhir adalah dimensi pengembangan kapasitas. Dimensi
pengembangan kapasitas juga erat kaitannya dengan program yang bersifat
pemberdayaan. Pengembangan kapasitas memungkinkan perusahaan untuk bekerja
sama dengan masyarakat lokal. Pengembangan kapasitas juga dapat membangun
dukungan serta memberikan kesan yang baik terhadap masyarakat lokal.
Berdasarkan uji korelasi antara dimensi pengembangan kapasitas dengan relasi
sosial, diperoleh nilai hubungan sebesar 0,737. Tingginya nilai hubungan dimensi
pengembangan kapasias dengan relasi sosial, diperlihatkan dari pernyatan
responden penelitian. Beberapa responden penelitian yang pernah mengikuti
program pelatihan yang dilaksanakan perusahaan, menyatakan bahwa pengetahuan
dan keterampilannya meningkat. Pada kegiatan pelatihan tersebut, penerima
manfaat dapat dengan lebih leluasa mengobrol dan berinteraksi dengan pihak
perusahaan. penerima manfaat dalam kegiatan pelatihan merasa ditanggapi dengan
baik tiap pertanyaannya serta membangun kesan baik terhadap perusahaan.
Hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima, karena hipotesis tersebut
sejalan dengan hasil perhitungan uji regresi yang menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh langsung antara kinerja program CSR dengan relasi sosial dengan nilai
pengaruh sebesar 0,663. Berdasarkan persamaan regresi, keadaan relasi sosial
antara perusahaan dengan stakeholder perusahaan sebelum hadirnya kinerja
program CSR adalah -104,885. Kehadiran kinerja program CSR memberikan
pengaruh terhadap relsi sosial sebesar 0,230. Sehingga dapat dikatakan tiap
kenaikan 1 poin kinerja program CSR perusahaan terhadap stakeholder perusahaan

Universitas Indonesia
151

akan meningkatkan relasi sosial perusahaan dengan stakeholder sebesar 0,230.


Persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa keberadaan kinerja program
CSR perusahaan membantu meningkatkan relasi sosial antara perusahaan dengan
stakeholder perusahaan.
Hasil persamaan regresi ini mendukung konsep Prayogo (2013) yaitu relasi
sosial antara perusahaan dengan stakekolder dapat berpengaruh terhadap keutuhan
dan keberlangsungan kegiatan produksi, sehingga perusahaan harus dapat
membangun relasi positif dengan masyarakat lokal. Melalui kinerja program CSR,
perusahaan dapat membangun relasi positif dengan masyarakat lokal yang menjadi
stakeholder perusahaan. Program CSR merupakan kewajiban perusahaan untuk
menciptakan kesejahteraan komunitas lokal sekaligus membangun relasi saling
mendukung dengan masyarakat (Prayogo, 2013). Program CSR menjadi salah satu
kegiatan yang penting dilakukan terutama bagi perusahaan yang bersifat
eksploitatif seperti tambang dan migas. Jenis perusahaan tambang dan migas
bersifat merusak alam di wilayah tempat perusahaan melakukan produksi. Dimana,
wilayah tempat perusahaan melakukan produksi merupakan wilayah tinggal
masyarakat lokal yang menjadi stakeholder perusahaan. Sifat perusahaan yang
eksploitatif cenderung menimbulkan gesekan antara perusahaan dengan
masyarakat lokal. Sehingga CSR menjadi hal penting untuk dapat menekan gesekan
yang menimbulkan konflik antara perusahaan dengan masyarakat lokal. Program
yang bersifat charity dan filantropik hanya dapat meredam gesekan antara
perusahaan dengan masyarakat lokal sementara waktu, berbeda dengan program
yang bersifat pemberdayaan yang dapat meningkatkan relasi baik antara perusahaan
dengan masyarakat lokal.
Pemaparan persamaan regresi di atas sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rozi (2017). Rozi (2017) memaparkan bahwa performa CSR
memiliki pengaruh sebesar 47,7% terhadap relasi sosial antara perusahaan dengan
masyarakat sekitar. Di mana penelitian Rozi (2017) mengukur tingkat performa
CSR/CD pada perusahaan geotermal on shore. Hal ini menggambarkan bahwa
walaupun terdapat perbedaan wilayah operasi, baik on shore maupun off shore
program CSR dapat menjadi salah satu aspek untuk membangun dan meningkatkan
relasi sosial antara perusahaan dengan masyarakat lokal.

, Universitas Indonesia
152

H21: Modal Sosial Memengaruhi Hubungan Kinerja Program CSR dengan Relasi
Sosial (Ditolak)

Hasil uji korelasi dan uji regresi menunjukkan bahwa modal sosial tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap hubungan kinerja program CSR dengan
relasi sosial. Hal ini menjelaskan bahwa hipotesis 2 dalam penelitian ini ditolak.

Tabel 6.7 Model Summary Kinerja Program CSR, Modal Sosial, dan Relasi Sosial

Kinerja Program CSR dan Relasi Sosial


R R Square
Modal Sosial (Trust,
0,867 0,751
Norms, Network)
Modal Sosial (Trust +
0,854 0,729
Network)
Modal Sosial (Trust) 0,848 0,719

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali

Namun, walaupun modal sosial tidak signifikan terhadap hubungan kinerja


program CSR dengan relasi sosial, modal sosial tetap memiliki kemampuan dalam
menjelaskan hubungan kinerja program CSR dengan relasi sosial berdasarkan nilai
R. Hasil uji regresi pada tabel 6.7 memperlihatkan nilai R dalam hubungan antara
kinerja program CSR, modal sosial dan relasi sosial adalah 0,867. Nilai ini
menggambarkan kekuatan hubungan yang terbangun antara kinerja program CSR,
modal sosial dan relasi sosial yang cukup kuat. Dengan nilai R square sebesar 0,751
yang menggambarkan bahwa variabel kinerja program CSR dan modal sosial dapat
menjelaskan variabel relasi sosial sebesar 75,1% dan sebesar 24,9% dijelaskan oleh
faktor lainnya. Pada saat modal sosial hanya menggunakan dua dimensi pengukuran
yaitu kepercayaan dan norma, nilai R yang diperoleh menjadi 0,854, dengan nilai
R Square sebesar 0,729. Sedangkan saat dimensi kepercayaan saja yang digunakan
pada modal sosial, nilai R yang diperoleh sebesar 0,848 dan nilai R Square 0,719.
Semakin kecilnya nilai R pada tabel Model Summary dalam uji regresi
menggambarkan bahwa modal sosial membangun kekuatan hubungan yang baik
pada saat seluruh dimensi digunakan dalam pengukuran. Hal ini sejalan dengan

Universitas Indonesia
153

teori modal sosial Putnam (1995) yang menyatakan bahwa keberadaan tiga dimensi
dalam modal sosial dapat memfasilitasi tindakan dan meningkatkan efisiensi dalam
mengejar tujuan bersama.
Dalam hal ini terlihat bahwa tiga dimensi dalam modal sosial tidak dapat
dipisahkan keberadaannya, karena peranannya dalam modal sosial saling
mempengaruhi satu sama lain. Suatu hubungan membutuhkan kepercayaan sebagai
bentuk kerelaan untuk mengambil risiko dan melakukan tindakan timbal balik yang
supportif terhadap satu sama lain (Fukuyama, 1995; Misztral 1996; Foxton dan
Jones, 2011). Setelah dibangun kepercayaan, suatu hubungan membutuhkan norma.
Norma dibutuhkan sebagai kontrol sosial yang mengatur tindakan secara tidak
tertulis dan dipahami oleh seluruh anggota (Fukuyama, 1995; Putnam dan
Coleman, 2000; Foxton dan Jones, 2011) dalam hubungan antara perusahaan
dengan masyarakat lokal. Norma juga dibutuhkan agar setiap tindakan dalam
hubungan tidak merugikan salah satu pihak. Setelah norma dibentuk dan disepakati
bersama, terbangunlah jejaring dalam hubungan perusahaan dengan masyarakat.
Jejaring muncul pada saat adanya interaksi antara satu sama lain (Foxton dan Jones,
2011). Di mana nantinya di dalam jejaring tersebut, akan mengalir berbagai
informasi berguna (Lin, 2001) dan dibutuhkan oleh kedua belah pihak. Dalam hal
ini antara perusahaan dan masyarakat lokal. Informasi yang berguna dapat berupa
informasi terkait kebutuhan masyarakat lokal yang dapat diperoleh perusahaan,
maupun ketersediaan sumberdaya alam yang dapat diakses oleh perusahaan.
Berdasarkan persamaan regresi, pengaruh kinerja program CSR terhadap
modal sosial adalah positif, yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan kinerja
program CSR akan diikuti oleh kenaikan dari modal sosial. Persamaan regresi
tersebut juga menunjukkan bahwa nilai modal sosial sebelum adanya kinerja
program CSR sebesar 9,364. Setiap kenaikan satu poin pada kinerja program CSR,
dapat meningkatkan modal sosial sebesar 0,119. Hasil tersebut menggambarkan
bahwa sebelum adanya kinerja program CSR dari perusahaan, diantara perusahaan
dengan masyarakat lokal sudah lebih dahulu terbangun modal sosial. Hal ini
dikarenakan sebelum perusahaan CNOOC melakukan kegiatan operasi di wilayah
Pulau Kelapa, modal sosial sudah lebih dahulu dibangun oleh perusahaan YPF
Maxus. Perusahaan YPF Maxus lebih dulu membangun relasi dan modal sosial

, Universitas Indonesia
154

melalui serangkaian program CSR yang dilaksanakan sejak tahun 1990 (Majalah
Community Relation, 2010-2011). Sehingga, perusahaan hanya meneruskan
kembali kegiatan sebelumnya yang telah dilakukan oleh perusahaan pendahulunya.
Seperti kegiatan perbaikan dermaga, perusahaan CNOOC hanya meneruskan
kegiatan yang telah dijalankan sebelumnya oleh perusahaan YPF Maxus (Majalah
Community Relation, 2010-2011).
Terdapatnya hubungan antara program CSR dengan modal sosial dalam
penelitian ini, mendukung penelitian Jha dan Cox (2015). Jha dan Cox (2015)
dalam tulisannya menunjukkan adanya asosiasi positif CSR terhadap modal sosial.
Asosiasi positif ini disebabkan oleh dampak positif kinerja CSR yang tinggi antara
perusahaan dengan masyarakat lokal. Selain Jha dan Cox (2015), terdapatnya
hubungan antara kinerja program CSR dengan modal sosial juga mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Pavlíková dan Wacey (2013). Pavlíková dan Wacey
(2013) menjelaskan bahwa dalam bisnis kepercayaan merupakan hal yang penting,
di mana modal sosial meningkatkan meningkatkan nilai tambah kerjasama yang
sedang berlangsung dan trasnparansi yang dapat menjaga ikatan antar anggota
kelompok. Modal sosial ini dapat terbangun melalui CSR yang baik kredibilitas dan
efektivitasnya serta berjangka panjang, sehingga pada saat permasalahan datang
perusahaan dapat bertahan karena adanya kepercayaan dan dukungan dari
stakeholder perusahaan.
Persamaan regresi menujukkan bahwa nilai relasi sosial sebelum kehadiran
kinerja program CSR dan modal sosial adalah -104,885. Setiap kenaikan satu poin
pada kinerja program CSR dan modal sosial, relasi sosial akan bertambah sebanyak
0,230 + 0,531. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kinerja program CSR
dengan modal sosial dapat meningkatkan relasi sosial pada perusahaan dan
masyarakat lokal.
Berdasarkan hasil uji regresi model 2, diperlihatkan bahwa keberadaan
modal sosial mereduksi nilai korelasi antara kinerja program CSR dengan relasi
sosial. sebelum memasukkan modal sosial sebagai variabel intervening dalam
hubungan kinerja program CSR dengan relasi, hubungan keduanya memiliki nilai
korelasi sebesar 0,845. Keberadaan modal sosial memubat nilai korelasi kinerja
program CSR dengan relasi menurun menjadi 0,663. Terdapat faktor-faktor yang

Universitas Indonesia
155

menyebabkan modal sosial mereduksi hubungan antara kinerja program CSR


dengan relasi sosial adalah objek penelitian merupakan perusahaan off shore
dengan sistem kontrak. Perusahaan off shore memiliki kecenderungan interaksi
yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan on shore seperti pada
penelitian Moffat dan Zhang (2015).
Moffat dan Zhang (2015) menjadikan perusahaan tambang batu bara on
shore sebagai objek penelitiannya. Pada perusahaan on shore gesekan yang terjadi
lebih tinggi, karena interaksi yang tinggi serta perusahaan beroperasi di sekitar
wilayah tinggal dari masyarakat lokal. Hal ini menyebabkan perusahaan
membutuhkan program-program yang bersifat pemberdayaan untuk mengurangi
relasi negatif seperti konflik dengan masyarakat lokal. Penelitian berbeda, karena
internsitas interaksi antara perusahaan dengan masyarakat lokal hanya terjadi pada
saat implementasi program CSR saja. Interaksi juga hanya dilakukan oleh personil
pengimplementasi program CSR perusahaan. Wilayah operasi perusahaan pun
terpisah oleh laut dengan wilayah tinggal dari masyarakat lokal. Sehingga program-
program yang bersifat filantropik sudah mampu meredam relasi negatif yang
mungkin saja muncul antara perusahaan dengan masyarakat lokal.

, Universitas Indonesia
156

Universitas Indonesia
BAB 7

7. PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Program CSR muncul sebagai upaya penanggulangan dampak negatif yang


mungkin saja muncul dalam kegiatan produksi perusahaan. Program CSR
merupakan bentuk tanggung jawab secara sosial maupun tanggung jawab terhadap
lingkungan tempat perusahaan berada, terutama pada perusahaan tambang dan
migas. Kedua jenis perusahaan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap
kehidupan sosial maupung keadaan lingkungan masyarakat lokal. Penelitian yang
dilakukan oleh Asy’ari (2009) menggambarkan betapa perusahaan tambang dan
migas perlu melakukan kegiatan CSR. Kegiatan CSR dulakukan untuk
menciptakan reputasi baik dan menghindari kemungkinan terjadinya konflik.
Dengan begitu, kinerja program CSR menjadi tolak ukur penting dalam melihat
program CSR di suatu perusahaan: apakah sudah berjalan dengan baik dan mampu
membangun reputasi perusahaan yang baik atau sebaliknya.
Penelitian ini memaparkan hubungan antara kinerja program CSR, modal
sosial dan relasi sosial merupakan hal penting dalam keberlangsungan suatu
perusahaan. Penelitian ini melihat pengaruh kinerja program CSR terhadap relasi
sosial dan melihat tidak adanya pengaruh modal sosial terhadap hubungan kinerja
program CSR dengan relasi sosial. penelitian ini menawarkan sebuah model
hubungan seperti dibawah ini:
Modal Sosial

Kinerja CSR Relasi Sosial


Gambar 7.1 Model Hubungan Antar Variabel
Berdasarkan gambar model hubungan di atas memperlihatkan adanya
pengaruh antara kinerja program CSR dengan relasi sosial. Hasil ini secara
langsung tidak menolak hipotesis 1 yang ditawarkan dalam penelitian. Nilai

157 Universitas Indonesia


158

hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi sosial menunjukkan nilai
hubungan yang kuat. Kuatnya hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi
sosial didasari oleh pemberian program CSR yang cenderung bersifat filantropik
dari perusahaan. program yang bersifat filantropik seperti program berjenis
lingkungan, infrastruktur dan sosial merupakan ketiga program yang membangun
relasi sosial dengan baik antara perusahaan CNOOC dengan Kepala Keluarga di
Pulau Kelapa. pengujian regresi menunjukkan adanya pengaruh kinerja program
CSR dengan relasi sosial. pengaruh tersebut memperlihatkan bahwa keberadaan
kinerja program CSR perusahaan membantu meningkatkan relasi sosial antara
perusahaan dengan stakeholder perusahaan. hasil ini mendukung beberapa konsep
yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa diantaranya adalah konsep Prayogo
(2013), dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rozi (2017).
Dalam penelitian ini, modal sosial dilihat tidak memiliki pengaruh terhadap
hubungan kinerja program CSR dengan relasi sosial. Uji regresi memperlihatkan
bahwa modal sosial dalam penelitian ini mereduksi nilai hubungan antara kinerja
dengan relasi sosial. dalam penelitian ini yang melibatkan perusahaan CNOOC dan
kepala keluaraga di Pulau Kelapa, hal tersebut disebabkan karena terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan nilai hubungan kinerja program CSR dengan relasi sosial
tereduksi oleh keberadaan modal sosial. Pertama, karena perusahaan memiliki
sistem kontrak yang menyebabkan adanya perubahan manajemen dalam
pelaksanaan CSR dan pandangan terhadap CSR itu sendiri. Faktor kedua, adalah
karena jenis perusahaan off shore yang menyebabkan rendahnya intensitas kontak
secara langsung antara perusahaan dengan masyarakat lokal. Berbeda dengan
perusahaan on shore yang memungkinkan perusahaan kontak secara langsung
dengan masyarakat lokal, karena tinggal di wilayah yang sama. Sehingga modal
sosial dapat terbangun dengan baik dari interaksi dengan intensitas tinggi. Hasil
penelitian menunjukkan adanya hasil yang berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Moffat dan Zhang (2015). Hal yang mendasarinya adalah karena
perbedaan jenis sistem manajemen perusahaan serta jenis wilayah operasi. dimana
pada perusahaan tambang yang menjadi objek penelitian Moffat dan Zhang (2015),
merupakan perusahaan on shore yang dapat melakukann kontak secara langsung
dengan masyarakat lokal yang tinggal disekitar wilayah operasi.

Universitas Indonesia
159

7.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan di atas, berikut saran untuk


penelitian selanjutnya:

1. Saran Teoritis
a. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, masih terdapat faktor-
faktor lain yang perlu digali untuk menunjukkan keterlibatan variabel
modal sosial dalam hubungan kinerja program CSR dengan relasi sosial.
Hal-hali terkait dengan variabel modal sosialpun perlu dikaji lebih
mendalam, agar hasil perolehan data dapat diperkuat dengan kajian
sebelumnya yang sejalan.
b. Selanjutnya, melihat kehadiran variabel modal sosial sebagai variabel
intervening, justru menurunkan nilai hubungan perusahaan dengan
relasi sosial. Dicurigai, model dalam penelitian kurang sesuai
menjadikan modal sosial sebagai variabel intervening. Nantinya, perlu
di lakukan penelitian lagi dengan menjadikan variabel modal sosial
sebagai variabel independent, dengan tujuan melihat bagaimana kinerja
program dan relasi yang terbangun, ketika variabel modal sosial sudah
lebih dahulu terbangun antara kedua belah pihak. Dapat juga
menjadikan variabel modal sosial sebagai variabel dependent, sebagai
hasil dari hubungan variabel kinerja program CSR dan relasi sosial,
mengingat sebagai intervening justru menurunkan nilai beta pada
variabel kinerja program CSR selaku variabel independent dalam
penelitian ini.
c. Hal-hal lain yang perlu ditinjau kembali adalah indikator pada variabel
relasi sosial dan variabel modal sosial. Terutama variabel modal sosial
pada dimensi jaringan. Peninjauan kembali diperlukan untuk melihat
sejauhmana indikator-indikator penelitian dapat mengukur variabel
yang digunakan dengan baik. Kemudian diperlukan juga peninjauan
terhadap variabel kinerja program CSR. Teori ini menekankan pada
program-program pemberdayaan. Padahal tidak semua perusahaan
menjalankan CSR dengan program pemberdayaan, masih banyak
perusahaan yang menitik beratkan pada program charity dan filantropik.

, Universitas Indonesia
160

Sehingga membutuhkan indikator-indikator tambahan untuk mengukur


program yang mengarah pada filantropik dan charity tersebut.

2. Saran Praktis
Saran praktis dalam penelitian ini diberikan kepada perusahaan dan
masyarakat Pulau Kelapa sebagai dua pihak yang berhubungan secara
langsung.

• Pihak Perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian, memperlihatkan bahwa pihak
perusahaan perlu melakukan perubahan pada beberapa hal. Hasil
penelitian terkait kinerja program CSR perusahaan menunjukkan
bahwa perusahaan telah melakukan program CSR dengan cukup baik.
Namun pada beberapa hal, seperti keberlanjutan dan partisipasi perlu
diperbaiki. Perusahaan perlu mengubah pola pikir dan pemahaman
terkait CSR. Program CSR bukan hanya berpaku pada program-
program charity dan filantropik saja. Dengan kata lain, perusahaan
bukan hanya membagi-bagikan barang sebagai claim menjalankan
program CSR, tetapi perlu melakukan pemberdayaan.
Pemahaman perusahaan mengenai program pemberdayaan
perlu ditingkatkan. Program pemberdayaan berbeda dengan pelatihan.
Pelatihan merupakan salah satu tahapan di dalam program
pemberdayaan. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan
serta keterampilan pemanfaat. Namun, untuk membuat pemanfaat
mandiri, diperlukan pula pendampingan pasca diberikan pelatihan.
Pemanfaat juga dibekali dengan pengetahuan pengelolaan modal, dan
juga dibantu oleh perusahaan untuk membuka pasar untuk menjual
hasil produksi. Program pemberdayaan, memang tidak dapat selesai
pada waktu singkat, diperlukan beberapa periode program CSR untuk
menyelesaikannya. Tetapi perlu disadari oleh pihak perusahaan,
program pemberdayaan penting untuk memandirikan dan mengurangi
ketergantungan masyarakat lokal ke pihak perusahaan.

Universitas Indonesia
161

Kemudian, dalam hal pengimplementasian program CSR,


perusahaan perlu mengikutsertakan masyarakat lokal dalam setiap
tahapan di program CSR. Mulai dari tahapan perencanaan hingga
evaluasi. Pada tahap perencanaan perusahaan dapat melakukan
musrembang seperti awal perusahaan hadir di masyarakat lokal.
Dengan mengikutsertakan masyarakat lokal, mayarakat merasa
dihargai keberadaannya. Perlu diingat bahwa program CSR bukan
bagian dari kepentingan perusahaan saja tetapi juga kepentingan
masyarakat lokal dalam memperoleh hak atas sumber daya alam yang
diambil oleh perusahaan. Program CSR juga berkaitan dengan hajat
hidup masyarakat lokal sehingga mereka perlu diajak berpartisipasi.
Begitu juga pada tahapan sosialisasi, implementasi dan evaluasi.
Sehingga mereka merasa menjadi bagian dari perusahaan.
Hal lain yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah
meningkatkan intensitas interaksi dan komunikasi dengan masyarakat
lokal, secara luas. Bukan hanya terfokus pada orang-orang tertentu saja,
seperti aparat desa RT dan RW, pengurus organisasi swakelola
perusahaan, ataupun mereka yang bekerja sebagai tenaga lokal di
perusahaan. Membangun iknteraksi dan komunikasi yang baik, akan
berdampak baik bagi perusahaan. Selain jadi lebih dikenal, perusahaan
akan memperoleh dukungan secara tulus, bukan berdasarkan apa yang
perusahaan sudah berikan. Dukungan akan membantu keberlangsungan
usaha perusahaan. Dengan membangun relasi yang baik melalui
interaksi dan komunikasi yang baik, perusahaan mengurangi intensitas
terjadinya konflik. Karena walaupun belum terjadi konflik, perlakuan
yang kurang baik atau kurangnya komunikasi dapat menciptakan bom
waktu yang kapan saja bisa meledak. Jika sampai terjadi, yang
dirugikan adalah pihak perusahaan. Tidak hanya kerugian secara
materil tetapi juga korban jiwa jika terjadi benturan sangat besar.
Relasi yang baik akan membangun modal sosial yang baik.
Modal sosial akan mempererat hubungan perusahaan dengan
masyarakat lokal. Jika modal sosial sudah terbangun dengan baik, pihak

, Universitas Indonesia
162

perusahaan maupun masyarakat lokal dapat saling memperoleh


keuntungan. Seperti terbangunnya kepercayaan yang membawa pada
pembentukan norma yang disepakati bersama. Perusahaan perlu
membangun norma bersama dengan masyarakat lokal. Tentunya norma
bersama, berbeda dengan norma yang dibuat sendiri oleh pihak
perusahaan. Norma yang disepakati bersama, berfungsi sebagai garis
pembatas dalam bertindak dan bersikap agar tidak merugikan pihak satu
dan lainnya. Kemudian akan terbangun jaringan. Kedua pihak
memerlukan jaringan sebagai tempat mengalirnya informasi. Informasi
yang menguntungkan dari masing-masing pihak tentu diperlukan untuk
meningkatkan kinerja program yang lebih baik lagi, dan untuk
memperbaiki hal-hal yang tidak sesuai agar tidak merugikan satu dan
pihak lain.
Hal terakhir yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah
transparansi. Transparansi budgeting serta pengalokasian pada tiap-tiap
program. Melalui transparansi, pihak perusahaan dapat membuktikan
bahwa perusahaan jujur dalam menjalankan CSR dan jumlah dana
sesuai dengan nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan. Jangan
sampai perusahaan memberikan dana CSR yang sedikit dengan
keuntungan penjualan perusahaan yang sangat besar. Hal ini dapat
memicu terjadinya blockade dan pengusiran dari pihak masyarakat
keberadaan perusahaan diwilayah tempat perusahaan melakukan
produksi. Jika terjadi, maka hal tersebut wajar. Karena keuntungan
perusahaan dengan banyaknya sumber daya alam yang diambil, tidak
dapat menyejahterakan masyarakat lokal yang memiliki sumberdaya
tersebut.

• Pihak Masyarakat Pulau Kelapa


Pihak masyarakat Pulau Kelapa perlu mempertimbangkan
beberapa hal terkait dengan hasil penelitian yang dilakukan.
Masyarakat lokal perlu meningkatkan pengetahuan terkait perusahaan
yang sedang menjalankan CSR di wilayah tempat tinggalnya. Terutama
perusahaan asing. Tujuannya agar masyarakat lokal tidak mudah

Universitas Indonesia
163

nantinya diperdaya karena memiliki kerentanan satu dan lainnya.


Kemudian, pihak masyarakat lokal jangan begitu bermurah hati
menerima tiap bantuan yang diberikan perusahaan, karena perlu juga
resistensi agar perusahaan yang memberikan bantuan tidak
menyepelekan pihak lokal.
Masyarakat lokal perlu lebih tegas menyuarakan haknya pada
perusahaan yang mengambil hasil bumi milik masyarakat lokal. Itu
berarti, masyarakat lokal harus banyak belajar mengenai CSR.
Masyarakat lokal dapat menuntut haknya secara cerdas dan beralasan.
Disertai dengan landasan pengetahuan yang baik. Hal yang penting
dituntut kepada pihak perusahaan adalah program yang dapat
memberdayakan masyarakat lokal, peningkatan fasilitas umum,
penanggulangan pencemaran lingkungan, peningkatan kualitas hidup
yang baik dan penyerapan tenaga lokal dalam jumlah yang sesuai.
Sehingga perusahaan akan lebih menghargai keberadaan masyarakat
lokal. Masyarakat lokal juga perlu menuntut transparansi dari pihak
perusahaan. Berapa budget program CSR pertahunnya, dan
dialokasikan untuk program apa saja dengan pembagian besaran yang
seperti apa. Agar saat ada ketidak jujuran, masyarakat lokal tau dan
dapat menuntut.

, Universitas Indonesia
164

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Pulau Kelapa. www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-


pulau/index.php/public_c/pulau_info/396. Diakses pada 20 Februari 2018,
Pukul 15:46.
Anonim. 2012. Ribuan Perusahaan Tambang di RI, Hanya 10 Yang Jalankan CSR.
Website: http://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
1965426/ribuan-perusahaan-tambang-di-ri-hanya-10-yang-jalankan-CSR.
Diakses pada 11 September 2017, Pukul 12:16.
Anonim. 2017. Monografi Pulau Kelapa.
https://www.scribd.com/document/367224611/Monografi-Pulau-Kelapa.
Diakses pada 03 Maret 2018, Pukul 11:01
Anonim. http://www.cnooc.com.cn/col/col6171/index.html, Diakses pada 05
Januari 2018, Pukul 15:27.
ANT. 2014. CFCD: Belum Semua Perusahaan Jalankan CSR. Website:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5476f4956fcf6/cfcd--belum-
semua-perusahaan-jalankan-CSR. diakses pada 11 September 2017, Pukul
12:15.
Asy’ari, Hasan SH. 2009. “Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR)
Sebagai Modal Sosial Pada PT. Newmont.” Tesis Magister Ilmu Hukum
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Azheri, Busyra. 2012. Corporate Social Responsibility: Dari Voluntary Menjadi
Mandatory. Jakarta: Rajawali Pers.
Babbie, Earl. R. 2010. The Practice of Social Research. USA: Wadswort, Cengage
Learning.
Boutilier, Robert and Ian Thomson. 2009. “How to Measure the Socio-Political
Risk in A Project.” Convencion Minera Internacional, Ver 28.
Boutilier, Robert and Leeora D. Black. “Legitimizing Industry and Multi-Sectoral
Regulation of Cumulative Impacts: A Comparison of Mining and Energy
Development in Athabasca, Canada and The Hunter Valley, Australia.”
Resources Policy.
Bryman, A. 2012. Social Research Methods 4th Edition. United States: Oxford
University Press Inc.
Coleman, S. 2009. Social Capital in The Creation of Human Capital.
http://www.jstor.org/stable/2780243. Diunduh pada 17 September 2014,
Pukul 18:15.
Company Profile CNOOC. 2013

165 Universitas Indonesia


166

Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dale and Onyx. 2005. A Social Capital and Sustainable Community Development:
A Dinamyc Balance. UBC Press: Canada
Davis, Rachel and Daniel Franks. 2011. “The Cost of Conflict with Local
Communities in the Extractive Industry.” Seminar on Social Responsibility
in Mining 19, Chile.
Febrianti, Dwi Anisa. 2015. Pembentukan Modal Sosial Korporasi Melalui
Implementasi Program CSR. Skripsi Program Sarjana Sosiologi Universitas
Indonesia.
Foxton, Frederick and Richard Jones. 2011. Social Capital Indicators Review.
Office for National Statistics.
Fukuyama, Francis. 1995. Trust: The Social Virtues and The Creation of Posperity.
New York: Free Press.
Fukuyama, Francis. 1997. Social Capital. Oxford: Branose College.
Garriga, Elisabet and Domenec Mele. 2004. Corporate Social Responsibility
Theories: Mapping the Territory. Journal of Business Ethics, Vol. 53, Pg
51-71.
Grootaert, Christiaan. 1999. Social Capital, Household Welfare, and Poverty in
Indonesia. The World Bank Social Development Department.
Grootaert, et al. 2004. Measuring Social Capital: An Integrated Questionnaire.
World Bank Working Paper, No. 18.
Harvey, Bruce. 2013. “Social Development Will Not Deliver Social Licence to
Operate for The Extractive Sector.” The Extractive Industries and Society,
Vol. 1, Pg. 7-11.
Heincke, Monica. 2006. Sustainable Development, Corporate Social Responsibility
& Oil: The Case of BP in the Complex Political Games of Colombia. Thesis:
University of Calgary. Diunduh pada 30 November 2014, Pukul 20:25
Hofman, Erwin & Wytze van der Gaast. 2014. Acceleration of Clean Technology
Deploymenr Within the EU: The Role of Social Acceptance. POLIMP
Policy Brief Series 1.
Jekins, Heledd and Louise Obara. Corporate Social Responsibility (CSR) in the
Mining Industry – The Risk of Community Dependency. CRRC Conference
Paper. September 2008. Diakses pada 13 Agustus 2014.
Jenkins, Heledd. 2004. Corporate Social Responsibility and The Mining Industry:
Conflict and Constructs. Corporate Social Responsibility and
Environmental Management, Vol.11, Pg. 23-34.
Jha, Anand and James Cox. Corporate Social Responsibility and Social Capital.
Journal of Banking and Finance (60), pp. 252-270.

Universitas Indonesia
167

Kemp, Deanna and John R. Owen. 2013. “Community Relations and Mining: Core
to Business but Not “Core Business”.” Resource Policy: Commonwealth
Science and Industrial Research Organization, Australia. Vol. 38, Pg 523 –
531.
Kemp, Deanna et al. 2010. “Just Relations and Company-Community Conflict in
Mining.” Journal of Business Ethics. Vol. 101, Pg 93-109.
Kotler, Philip and Lee. 2005. Coorporate Social Responsibility: Doing the Most
Good for Your Company and Your Cause. New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc: Hoboken.
Lacey, Justine and Julian Lamont. 2013. “Using Social Contravt to Inform Social
License to Operate: An Application in The Australian Coal Seam Gas
Industry.” Journal of Cleaner Production, Australia. Pg 831-839
Lin, et al. 2001. Social Capital Theory and Research. New York: Walter de
Gyruyter, Inc.
Lin, Nan. 2008. The Handbook of Social Capital: A Network Theory of Social
Capital. New York: Oxford University Press.
Maimunah, Ismail. 2009. “Corporate Social Responsibility and Its Role in
Community Development: An International Perspective.” The Journal of
International Social Research, Vol 2, No. 9.
Majalah Community Relation, 2009
Majalah Community Relation, 2010-2011
Majalah Community Relation, 2012
Majalah Community Relation, 2013
Majalah Community Relation, 2014
Majalah Community Relation, 2017
Moffat, Kieren and Airong Zhang. 2014. “The Paths to Social License to Operate:
An Integrative Model Explaining Community Acceptance of Mining.”
Resource Policy: Commonwealth Science and Industrial Research
Organization, Australia. Pg 61-70.
Neuman, William L. 2006. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative
Approaches, 5th Edition. Boston: Pearson Education Inc.
O’Donovam, Gary. 2002. Environmental Disclosure in The Annual Report:
Extending The Appicability and Predivtive og Legitimacy Theory.
Accounting, Auditing & Acoountability Journal, Vol. 15 Iss 3, Pg 344 – 37.
Onyx, Jenny and Paul Bullen. 2000. “Measuring Social Capital in Five
Communities.” The Journal of Applied Behavioral Science, Vol. 36 No.1.
Paldams, Martin. 2000. Social Capital: One or Many? Definition and Measurement.
Journal of Economic Surveis, Vol. 14, No. 5.

, Universitas Indonesia
168

Parsons, Richard et al. 2014. “Maintaining Legitimacy of a Constested Practice:


How Industry Understands Its Social Licence to Operate.” Resource Policy,
Vol. 41, Pg. 83-90.
Pavlíková, Eva Abramuszkinová and Karl Sheldon Wacey. 2013. Social Capital
Theory Related to Corporate Social Responsibility. Acta Universitatis
Agriculturae Et Silviculturae Mendeliane Brunensis, Vol. 61 No.2.
Peraturan Menteri Nomor PER-05/MBU/2007 mengenai Program Kemitraan
Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan. (http://ciptakarya.pu.go.id/CSR/home/wp-
content/uploads/2014/07/permen_bumn_05_2007.pdf, Diunduh pada 1
Maret 2018, Pukul 18:51).
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas.
(http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2012/05/21/p/p/pp_no.47
-2012.pdf, Diunduh pada 1 Maret 2018, Pukul 18:46).
Portes, A. 1998. Social Capital: Its Origins and Applications in Modern Sociology.
Annual Review of Sociology (24).
Prayogo, Dody & Hilarius Timu Pera. 2012. “Efektivitas Program CSR/CD Dalam
Pengentasan Kemiskinan: Studi Peran Perusahaan Geotermal Di Jawa
Barat.” Jurnal Sosiologi Masyarakat, Vol. 17, No.1, Hal: 1-22.
Prayogo, Dody, et al. 2014. Pedoman Pelaksanaan Penilaian Program CSR
Perusahaan Tambang dan Migas. Jakarta: UI Press.
Prayogo, Dody. 2011. “Evaluasi Program Corporate Social Responsibility Dan
Community Development Pada Industri Tambang Dan Migas.” Makara,
Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1, Hal: 43-58.
Prayogo, Dody. 2013 Socially Responsible Corporation: Peta Masalah, Tanggung
Jawab Sosialan Pembangunan Komunitas pada Industri Tambang dan
Migas di Indonesia. Jakarta: UI Press.
Prayogo, Dody. 2013. Konflik antara Korporasi Dengan Komunitas Lokal: Sebuah
Kasus Empirik pada Indusri Geotermal di Jawa Barat. Jakarta: UI Press.
Putnam, R. 1993. Making Democracy Works: Civic Traditions in Modern Italy.
Princeton, NJ: Princeton University Press
Putnam, R. 1995. Turning in, Turning Out: The Strange Disappearance of Social
Capital in America. Journal Political science and politics, pp. 664-683.
Riabova, Larissa and Didyk Vladimir. 2014. Social Licence to Operate for Mining
Companies in the Russian Artic: Two Cases in the Murmansk Region.
http://www.arcticyearbook.com/index.php/briefing-notes2014/120-social-
license-to-operate-for-mining-companies-in-the-russian-arctic-two-cases-
in-the-murmansk-region. Diakses pada, 28 Maret 2017, Pukul 16:09.
Rozi, Makmur. 2017. Pengaruh Tingkat Kinerja (Performance) Program CSR/CD
Terhadap Tingkat Integrasi (Relasi) Sosial (Studi Kasus PT. Star Energy

Universitas Indonesia
169

Gheothermal Wayang Windu Limited (SEG WWL)). Tesis Program


Magister Manajemen Pembangunan Sosial Universitas Indonesia.
Slack, Keith. 2011. “Mission Impossible?: Adopting a CSR-based Business Model
for Extractive Industries in Developing Countries. Resource Polic, Vol. 37,
Pg. 179-184.
Suastha, Riva Dessthania. 2016. Riset Temukan Kualitas CSR Perusahaan
Indonesia Rendah. Website:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160721074144-20-
146030/riset-temukan-kualitas-CSR-perusahaan-indonesia-rendah/.
Diakses pada 11 September 2017, Pukul 10:52
Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
(http://prokum.esdm.go.id/uu/2007/uu-25-2007.pdf, Diunduh pada 26
Maret 2017, Pukul 12:25).
Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
(http://aria.bapepam.go.id/reksadana/files/regulasi/UU%2040%202007%2
0Perseroan%20Terbatas.pdf, Diunduh pada 26 Maret 2017, Pukul 13:06).
Vanderstoep, Scott W., dan Dierde D. Johnston. 2009. Research Methods for
Everyday Life: Blending Qualitative a Quantitative Approach. Jossey-Bass:
San Fransisco.
Wadok SA and Boyle M. 1995. The Dynamics of Change in Corporate Community
Relations. California Management Review Vol 37, Pg. 125-140.
Wilburn, Kathleen M. and Ralph Wilburn. 2011. “Achieving Social License to
Operate Using Stakeholder Theory.” Journal of International Business
Ethics, Vol. 4, No. 2.
Wrench, J.S., Thomas-Maddox C., Richmond, V.P., & McCroskey, J.C. 2016.
Quantitative Research Methods for Communication: A Hand-On Approach.
New York: Oxford University Press. Halaman 197
Wustenhagen, Rolf, Maarten Wolsink & Mary Jean Burer. 2007. Social Acceptance
of Renewable Energy Innovation: An Introduction to The Concept. Energy
Policy Vol.35, Pg.2683-2691.

, Universitas Indonesia
170

Universitas Indonesia
171

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN:
Studi Peran Modal Sosial dalam Optimalisasi Hubungan Antara Kinerja
Program CSR dengan Relasi Sosial

Selamat Pagi/Siang/Sore, saya Dwi Anisa Febrianti, Mahasiswa Magister


Sosiologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial dan Politik, Universitas Indonesia,
2016. Melalui kuesioner ini, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu responden untuk
membantu saya dalam penelitian tugas akhir (tesis) yang berjudul “Studi Peran
Modal Sosial dalam Optimalisasi Hubungan Antara Kinerja Program CSR
dengan Relasi Sosial,” untuk mengisi kuesioner ini. Data yang Bapak/Ibu
cantumkan dalam kuesioner ini, tidak akan disebarluaskan, dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian. Dimohon kepada Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini
dengan jujur dan berdasarkan pengalaman sendiri, dan mengisi data diri dengan
sebenar-benarnya. Tidak ada jawaban yang benar atau salah. Saya sampaikan
terimakasih

No Kuesioner :
Nama Interviewer :
No Interviewer :
Tanggal Interview :
Nama Responden :
Jenis Kelamin :
Alamat Tinggal : Desa : RT :
RW :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Aktivitas / Organisasi :
Lama Tinggal :
Nomor HP :

, Universitas Indonesia
172

I. Pengetahuan secara umum mengenai program CSR perusahaan.


Pada bagian ini, Bapak/Ibu diminta untuk mengisi pertanyaan dengan
pilihan jawaban Ya dan Tidak. Bapak/Ibu dapat memilih jawaban di bawah dengan
cara melingkarkan (O) atau memberi tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai
dengan pengalaman Bapak/Ibu, dengan program CSR perusahaan CNOOC.

No. Pertanyaan
1. Apakah anda mengetahui perusahaan CNOOC?
a. Ya b. Tidak
Apakah anda mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
2.
CNOOC?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah anda mengetahui apa itu program CSR?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda dapat menyebutkan program CSR CNOOC?
a. Ya b. Tidak

Universitas Indonesia
173

II. Kinerja Program CSR


Pada Bagian ini, Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian pada
masing-masing pertanyaan di bawah ini dengan skala penilaian 1-10, berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang anda alami terkait program CSR perusahaan
CNOOC pada masing-masing bidang (Pem Eko = Pemberdayaan Ekonomi; Pend
= Pendidikan; Kes = Kesehatan; Ling = Lingkungan; Inf = Infrastruktur; Sos =
Sosial). Berikut penjelasan skala penilaian 1-10:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Buruk Baik

Penilaian Program
Ketera
Pertanyaan Pem
Pend Kes Ling Inf Sos ngan
Eko
A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Program bermanfaat
memperbaiki kondisi
masyarakat
penerima.
2. Kemampuan
program
meningkatkan akses
masyarakat
memenuhi
kebutuhan lainnya
3. Kemampuan
program mengangkat
potensi lokal
4. Kesesuaian program
dengan kebutuhan
masyarakat
5. Kesesuaian program
yang diberikan
dengan kemampuan
komunitas
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan
program tanpa
adanya
pendampingan
korporasi setelah
dilakukan pelatihan

, Universitas Indonesia
174

2. Keberlanjutan
program tanpa
adanya bantuan
berupa kredit ringan
atau alat-alat
penunjang kegiatan
oleh korporasi
setelah pelatihan
3. Program korporasi
mendorong
komunitas untuk
melanjutkan
program tersebut
secara mandiri
4. Kemampuan
komunitas untuk
melanjutkan
program secara
mandiri karena
sudah baik secara
manajemen
5. Kemampuan
komunitas untuk
melanjutkan
program secara
mandiri karena
berhasil membangun
pasar
6. Kemampuan
komunitas untuk
melanjutkan
program secara
mandiri karena
perputaran modal
sudah baik
C. Dampak
1. Dampak secara
langsung dirasakan
masyarakat luas
2. Perusahaan
memberikan dampak
positif terhadap
kehidupan
masyarakat lokal
3. Terdapat adanya
perbedaan kondisi
masyarakat pada saat
sebelum dan setelah

Universitas Indonesia
175

perusahaan
memberikan
program CSR
4. Program dapat
direplikasi oleh
masyarakat sekitar
D. Partisipasi
1. Partisipasi
komunitas dalam
kegiatan
musrembang sebagai
bagian dari
perencanaan
program
2. Partisipasi
komunitas dalam
sosialisasi awal
program
3. Partisipasi
komunitas dalam
pelaksanaan program
4. Partisipasi
komunitas dalam
pengambilan
keputusan
E. Pengembangan
Kapasitas
1. Peningkatan
pengetahuan
dirasakan komunitas
akibat program
2. Peserta program
mampu berbagi
pengetahuan yang
didapat dengan
masyarakat lainnya
3. Peningkatan
keahlian atau
keterampilan yang
dirasakan komunitas
akibat program
4. Peserta program
mampu berbagi
keahlian yang
didapat dengan
masyarakat lainnya

, Universitas Indonesia
176

III. Relasi Sosial


Pada Bagian ini, Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian pada
masing-masing pertanyaan di bawah ini dengan skala penilaian 1-10, berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang anda alami terkait hubungan masyarakat lokal
dengan perusahaan CNOOC. Berikut penjelasan skala penilaian 1-10:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Buruk Baik

Penilaian
Pertanyaan Keterangan
Relasi Sosial
A. Frekuensi Interaksi dan Komunikasi
1. Apakah anda mengenal salah seorang
personel perusahaan yang menjalankan
program CSR?
2. Seberapa sering anda melakukan interaksi
dan berkomunikasi dengan personel
perusahaan yang menjalankan program
CSR?
3. Apakah anda pernah berkomunikasi
dengan personel perusahaan yang
menjalankan program CSR?
4. Bagaimana tanggapan personel
perusahaan yang menjalankan program
CSR terhadap pertanyaan yang anda
ajukan?
5. Apakah secara langsung ataukah secara
tidak langsung komunikasi anda dengan
personel perusahaan?
B. Keterlibatan Masyarakat Lokal
1. Apakah masyarakat diikutsertakan
dalam perencanaan program CSR?
2. Apakah masyarakat ikut serta dalam
kegiatan musrembang?
3. Apakah masyarakat turut memberikan
aspirasi atas program CSR perusahaan?
4. Apakah masyarakat lokal dilibatkan
dalam pembuatan keputusan?
5. Apakah masyarakat dilibatkan dalam
implementasi program CSR?
6. Apakah suara masyarakat
diperhitungkan oleh perusahaan dalam
membuat program CSR?

Universitas Indonesia
177

C. Frekuensi Bersama
1. Apakah masyarakat dan perusahaan
pernah melakukan kegiatan bersama?
2. Bagaimana intensitas kebersamaan
antara perusahaan dan masyarakat?
3. Apakah perusahaan sering berkunjung
ke wilayah tempat tinggal masyarakat?
4. Apakah perusahaan pernah mengunjungi
pemukiman masyarakat?
D. Bekerja Sama
1. Apakah masyarakat pernah bekerjasama
dengan perusahaan dalam menjalankan
program CSR?
2. Apakah kerjasama yang dilakukan
masyarakat lokal dan perusahaan
berlangsung lama?
3. Apakah hingga saat ini masih terdapat
kerjasama antara masyarakat lokal
dengan perusahaan?
4. Seberapa sering perusahaan bekerjasama
dengan masyarakat lokal?
E. Kesan Terhadap Sikap
1. Bagaimana kesan anda terhadap sikap
personel perusahaan yang menjalankan
program CSR kepada masyarakat lokal?
2. Apakah perusahaan menghargai adat
istiadat yang ada di masyarakat?
3. Apakah perusahaan menghargai
keberadaan masyarakat lokal (dengan
bersikap wajar, menghormati dan tidak
terkesan angkuh)?
F. Dukungan
1. Apakah masyarakat mendukung
keberadaan perusahaan?
2. Bagaimana bentuk dukungan
masyarakat akan keberadaan
perusahaan?
3. Apakah masyarakat mendukung
program CSR yang dijalankan oleh
perusahaan?
4. bagaimana bentuk dukungan masyarakat
terhadap program CSR yang dijalankan
oleh perusahaan?
G. Community Fairness
1. Apakah masyarakat tetap memperoleh
kualitas hidup yang baik (kualitas air
yang baik, kualitas pangan yang baik,

, Universitas Indonesia
178

hasil tangkapan ikan yang berkualitas


baik, pekerjaan yang baik, lingkungan
hidup yang baik) setelah kedatangan
perusahaan?
2. Apakah perusahaan memberikan
kompensasi atas kerusakan lingkungan
akibat kegiatan operasi tambang kepada
masyarakat lokal?
3. Apakah perusahaan memberikan
kegiatan yang dapat meningkatkan
kemampuan masyarakat lokal?
4. Apakah perusahaan meningkatkan
kualitas infrastruktur di sekitar
lingkungan masyarakat lokal?
5. Apakah dalam pembuatan keputusan
perusahaan terbuka kepada komunitas
lokal?
6. Apakah perusahaan mengumumkan
hasil dari keputusan yang dibuat untuk
masyarakat lokal?

Universitas Indonesia
179

IV. Modal Sosial


Pada Bagian ini, Bapak/Ibu diminta untuk memberikan penilaian pada
masing-masing pertanyaan di bawah ini dengan skala penilaian 1-10, berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang anda alami terkait hubungan masyarakat lokal
dengan perusahaan CNOOC. Berikut penjelasan skala penilaian 1-10:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Buruk Baik

Penilaian
Pertanyaan Keterangan
Modal Sosial
A. Kepercayaan
1. Apakah menurut anda perusahaan
mampu mengelola dampak negatif dari
kegiatan operasi tambang?
2. Apakah perusahaan mengambil
keuntungan atas kerentanan (kerentanan
secara ekonomi, kesehatan, dan
kurangnya pengetahuan masyarakat akan
bahaya kegiatan operasi tambang)
masyarakat lokal?
3. Apakah anda percaya jika perusahaan
tidak akan bersikap buruk pada anda?
4. Apakah anda percaya jika perusahaan
akan berusaha memperbaiki kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan operasi?
5. Apakah anda mempertimbangkan
tindakan yang akan anda lakukan
berdasarkan sikap perusahaan terhadap
anda?
6. Apakah terdapat kerjasama antara
masyarakat dengan perusahaan?
7. Apakah perusahaan jujur dalam
menjalankan program?
B. Norma
1. Apakah terdapat nilai-nilai mendalam
antara masyarakat lokal dengan
perusahaan?
2. Apakah terdapat sanksi jika terjadi
ketidaksesuaian antara tindakan dan
norma?

, Universitas Indonesia
180

3. Apakah terdapat nilai yang disepakati


antara masyarakat dan perusahaan?
4. Apakah terdapat nilai yang dibuat
bersama antara masyarakat dan
perusahaan?
5. Apakah terdapat standar profesional
dalam bertindak antara masyarakat lokal
dan perusahaan?
C. Jaringan
1. Apakah hubungan antara masyarakat
dan perusahaan dekat?
2. Apakah terdapat interaksi antara
masyarakat lokal dengan perusahaan?
3. Apakah terdapat tempat pertemuan
tertentu dalam berinteraksi antara
masyarakat dengan perusahaan?
4. Apakah terdapat posisi kekuasaan dalam
hubungan masyarakat dengan
perusahaan?
5. Apakah terdapat hirarki dalam
hubungan masyarakat dengan
perusahaan?
6. Apakah keberadaan perusahaan
memperoleh dukungan dari pihak lain,
selain masyarakat?

Universitas Indonesia
181

Lampiran 2 Matriks Tinjauan Pustaka

Perspektif Manajerial Perspektif Relasional


Thomson dan Boutilier (2009) Asy’ari (2009)
• Konsep: Measurement of the level • Konsep: Aktivitas CSR
of SLO • Argumen 1: aktivitas CSR
• Argumen 1: Social License to dilakukan demi terciptanya reputasi
Operate (SLO) merupakan baik perusahaan.
penerimaan, persetujuan atau • Argumen 2: aktivitas CSR
identifikasi jejaring stakeholder dilakukan sebagai bentuk
yang sedang berlangsung terhadap kepatuhan terhadap hukum. Yang
proyek tertentu. “Ongoing” bila perusahaan besar melakukan
diartikan sebagai sesuatu yang pelanggaran hukum maka akan
jarus di jaga secara berkelanjutan. disorot dengan tajam oleh publik,
• Argumen 2: Terdapat empat namun jika perusahaan kecil yang
tingkatan dalam SLO dari tingkatan melakukan pelanggaran hukum,
paling rendah ke tingkatan paling publik cenderung kurang peduli.
tinggi, yaitu withdrawing • Hasil penelitian: walaupun
(penolakan), acceptance, approval perusahaan telah melakukan
dan paling tinggi psychological co- aktivitas CSR dengan baik, namun
ownership. masyarakat masih saja belum
• Hasil Penelitian: terdapat beragam memberikan kepercayaan kepada
penerimaan perusahaan dimata perusahaan. Perusahaan dituduh
masyarakat. Pertama adalah melakukan pencemaran lingkungan
penolakan dari masyarakat. akibat operasi yang dilakukannya
Penolakan berada pada level dan adanya tuntutan dari para
terendah dalam tingkatan SLO nelayan yang merasa hasil
yang digambarkan dengan warna tangkapannya berkurang akibat
merah. Kemudian level penerimaan keberadaan perusahaan.
tertinggi yaitu kepercayaan penuh • Metode: Kualitatif
digambarkan dengan warna hijau. • Perbedaan Penelitian: penelitian ini
• Metode: Kuantitatif cenderung berfokus pada hubungan
• Perbedaan Penelitian: Penelitian ini perusahaan dan masyarakat lokal
berfokus pada pengimplementasian dalam segi pelanggaran hukum,
empat tingkatan SLO di namun kurang berfokus pada
masyarakat, namun kurang aktivitas CSR perusahaan yang
menekankan pada implementasi dimaksud seperti apa.
program CSR sebagai salah satu
pilar yang membangun relasi baik
antara perusahaan dengan
masyarakat lokal.
Wilburn dan Wilburn (2011) Prayogo (2011)
• Konsep: Social License to Operate • Konsep: Corporate Social
(SLO) Responsibility (CSR) dan
Community Development (CD)

, Universitas Indonesia
182

• Argumen 1: beberapa perusahaan • Argumen 1: CSR dan CD yang


menjadikan model SLO sebagai dijalankan dengan baik oleh
bagian dari strategi CSR perusahaan dapat membangun
perusahaan. relasi yang baik pula anatara
• Argumen 2: masyarakat lokal perusahaan dengan stakeholdernya.
dibagi menjadi dua kelompok yaitu • Argumen 2: CSR dan CD yang baik
vested dan non-vested. Masyarakat dapat mengurangi resiko
lokal dianggap memiliki pengaruh perusahaan mengalami konflik
dalam pencapaian SLO bagi dengan stakeholdersnya.
perusahaan. • Hasil Penelitian: jika implementasi
• Hasil Penelitian: lima tahapan CSR dan CD dilakukan dengan
dalam penelitian dapat baik, akan meningkatkan social
memengaruhi SLO perusahaan. performance perusahaan yang pada
SLO memiliki andil dalam akhirnya akan membentuk good
membangun relasi baik antara corporate image perusahaan.
perusahan dengan komunitas Program CSR dan CD juga dapat
terutama kelompok vested. meningkatkan relasi sosial yang
• Metode: Kualitatif baik dengan komunitas lokal dan
• Perbedaan Penelitian: Penelitian ini sebagai bentuk ketaatan hukum
membedakan masyarakat ke dalam perusahaan.
dua kelompok yaitu vested dan • Metode: Kualitatif
non-vested, sedangkan penelitian • Perbedaan Penelitian: penelitian ini
yang akan dilakukan oleh peneliti seolah melihat CSR dan CD
tidak membagi masyarakat atas dua sebagai satu-satunya factor yang
kelompok. Karena asumsinya, membentuk relasi sosial
masyarakat yang dijadikan objek perusahaan dengan staeholdernya.
penelitian merupakan masyarakat
yang hampir seluruhnya masuk ke
dalam kategori vested.
Moffat dan Zhang (2014) Kemp et al. (2011)
• Konsep: Social License to Operate • Konsep: Konflik dan Justice
(SLO) • Argumen 1: ketidakmerataan dari
• Argumen 1: perusahaan tambang resiko, dampak dan maanfaat
harus meningkatkan dan menjaga merupakan pendorong utama dari
SLO untuk menghindari terjadinya konflik.
konflik. • Argumen 2: terdapat tiga dimensi
• Argumen 2: SLO memiliki dari justice yaitu power, dialogue
beberapa dimensi yaitutrust, dan perception.
impact on social infrastructure, • Hasil Penelitian: perusahaan tidak
contact quantity, contact quality berusaha mengatasi
dan procedural fairness. ketidakseimbangan power yang
• Hasil Penelitian: kepercayaan terjadi, tidak melakukan dialog
merupakan hal yang penting dalam dengan masyarakat guna
membangun SLO, begitu juga menciptakan resolusi konflik, dan
dengan kontak anatara perusahaan tidak mengikutsertakan masyarakat
dengan masyarakat lokal. dalam pembuatan keputusan.
Dikatakan jika peningkatan • Metode: Kualitatif
kepercayaan antar kelompok

Universitas Indonesia
183

terbangun bukan karena kuantitas • Perbedaan Penelitian: menitik


kontak yang tinggi melainkan beratkan penelitian pada
kualitas kontak yang tinggi dengan pembahasan konflik dan
masyarakat lokal. Procedural bagaimana menciptakan
fairness merupakan hal yang utama kesejahteraan antara perusahaan
juga dalam peningkatan dan masyarakat lokal.
kepercayaan.
• Perbedaan penelitian: penelitian ini
hanya berfokus pada peningkatan
kepercayaan di masyarakat saja,
namun kurang menekankan pada
CSR yang dapat memengaruhi
relasi antara perusahaan dan
masyarakat lokal.
Riabova dan Didyk (2014) Davis dan Franks (2011)
• Konsep: Social License to Operate • Konsep: Cost of conflict
(SLO) • Argumen 1: perubahan dapat
• Argumen 1: implementasi SLO di menyebabkan terjadinya konflik
Russia dapat dilakukan walaupun bahkan menghancurkan SLO
banyak konflik terjadi. perusahaan.
• Argumen 2: terdapat tiga • Argumen 2: besarnya biaya yang
komponen dalam SLO, yaitu dikeluarkan akibat perusahaan
legitimacy, credibility, dan tidak dapat berproduksi.
kepercayaan • Hasil Penelitian: konflik daalam
• Hasil penelitian: perusahan tidak berbagai tingkatan dari mulai
mendeklarasikan tingkatan SLO blockade, demonstrasi hingga
tertinggi sebagai tujuan yang harus subsmission dapat meningkatkan
dicapai oleh perusahaan. cost akibat terhentinya kegiatan
Perusahaan tidak memprioritaskan produksi perusahaan. Konflik
sikap masyarakat lokal, tidak menunjukkan hubungan yang
melibatkan masyarakat dan public terjalin tidak baik.
hearings dalam pembuatan • Metode: Kualitatif
keputusan. • Perbedaan Penelitian: menekankan
• Perbedaan Penelitian: penelitian ini pada biaya yang dikeluarkan jika
terlalu menitik beratkan pada perusahaan tidak berjalan
terjadinya konflik serta perbedaan sebagaimana mestinya. Kurang
kondisi masyarakat yang dikatakan melihat sisi relasi antara
di Russia merupakan masyarakat perusahaan dan masyarakat.
yang partisipasi publik serta
organisasinya lemah.
Jha dan Cox (2015) Lacey dan Lamont (2013)
• Konsep: CSR dan Social Capital • Konsep: Social Contract
• Argumen 1: factor nonfinansial • Argumen 1: industry menjadi objek
seperti modal sosial dari wilayah utama dalam oposisi sosial.
lokasi perusahaan dapat • Argumen 2: Australian Coal Seam
memengaruhi CSR. Perusahaan Gas Industry (CSG) menyadari jika
tidak membuat keputusan, namun social contract merupakan hal yang
manajer yang melakukannya, dan

, Universitas Indonesia
184

manajer terpengaruh oleh modal penting untuk keberlangsugan


sosial di wilayah mereka tinggal. operasi perusahaan.
• Argumen 2: terdapat hubungan • Hasil Penelitian: social contract
positif antara modal sosial dan CSR dihasilkan dari perjanjian dan
yang diakibatkan oleh adanya kesepakatan perusahaan dengan
kecenderungan altruistic. masyarakat. Social contract yang
Kecenderungan altruistic muncul baik harus didasarkan atas
karena adanya tradisi dan norma kesejahteraan masyarakat.
yang dilestarikan secara turun • Metode: Kualitatif
temurun. • Perbedaan Penelitian: penelitian ini
• Hasil Penelitian: perusahaan berfokus pada social contract saja
dengan wilayah yang memiliki tanpa memerhatikan factor lain
modal sosial tinggi menunjukkan yang dapat membangun relasi baik
CSR yang tinggi pula. Temuan ini perusahaan dengan masyarakat
menyarankan jika kepentingan lokal.
shareholders atau manajer tidak
menjelaskan keseluruhan CSR
perusahaan, namun kecenderungan
altruistic dari wilayah memiliki
peran akan modal sosial
perusahaan.
• Metode: Kuantitatif
• Perbedaan Penelitian: penelitian ini
belum melihat kinerja program
CSR. CSR hanya dipandang
melalui moral manajer perusahaan
dalam pelaksanaannya saja. Di sisi
lain, penelitian ini tidak melibatkan
relasi sosial sebagai salah satu
variabelnya.
Slack (2011) Kemp dan Owen (2013)
• Konsep: CSR-Based business • Konsep: Community Relation and
model Development (CRD)
• Argumen 1: di seluruh dunia • Argumen 1: crdberfungsi untuk
perusahaan minyak dan tambang mengikutsertakan dan menjaga
menjadi titik fokus kepedulian hubungan dengan kelompok
masyarakat, protes dan perlawanan stakeholder kunci.
walaupun perusahaan telah • Argumen 2: CRD merupakan core
melakukan hal yang benar. Hal ini business pada perusahaan tambang.
dikarenakan perusahaan tidak • Hasil Penelitian: tambang
benar-benar terintegrasi ke dalam merupakan bisnis yang memiliki
model bisnis. nilai keuntungan bagi perusahaan.
• Argumen 2: dalam ranah hubungan Teknis, hukum, dan fungsi
dengan masyarakat, CSR berfungsi penjualan mendukung efisiensi
sebagai komponen inti operasi dalam menggali sumberdaya
bisnis perusahaan. Situasi ini diapahami sebagai inti dari bisnis.
terutama muncul dalam negara Perusahaan mengikut sertakan,
berkembang di mana pandangan melakukan komunikasi, dan

Universitas Indonesia
185

pemerintah mengenai operasi bernegosisasi dengan kelompok


industry ekstraktif lemah atau tidak stakeholder serta mengelola
terlihat. hubungan dengan stakeholder
• Hasil Penelitian: penelitian yang untuk menjaga kepentingan bisnis
dilakukan di tambang emas perusahaan.
Guatemala menggambarkan • Metode: Kualitatif
kontradiksi yang tajam antara • Perbedaan Penelitian: penelitian ini
komitmen CSR dan performa CSR hanya berfokus pada peranan CRD
yang sesungguhnya. Kontradiksi dalam mempertahankan relasi baik
menjadi penting untuk dikurangi perusahaan dan masyarakat, tanpa
dan terdapat ketidakterhubungan memperhatikan factor lain yang
antara perusahaan yang mungkin saja memiliki fungsi yang
berkomitmen untuk CSR dan sama dengan CRD.
performa perusahaan. Dalam
melakukan performa CSR menjadi
sulit dan memerlukan pemikiran
ulang keseluruhan model bisnis
perusahaan.
• Metode: Kualitatif
• Perbedaan Penelitian: penelitian ini
berfokus hanya pada kinerja
program CSR saja dan
mengaitkannya dengan keberadaan
perusahaan di masyarakat, namun
tidak lebih jauh melihat dampak
dari kinerja perusahaan terhadap
hubungan perusahaan dengan
masyarakat lokal.
Harvey (2013)
• Konsep: Social Development dan
SLO
• Argumen 1: pendekatan
pembangunan sosial mendorong
prioritas dan perilaku perusahaan
yang berdampak pada kaburnya
batasan antara perusahaan,
pemerintah dan masyarakat. Hal ini
berakibat pada dampak yang tidak
diharapkan yaitu menghasilkan
masyarakat miskin dan dilusi SLO.
• Argumen 2: Penyampaian program
lateral tidak terhubung dengan
bisnis, berlawanan dengan
outreach yang sesungguhnya
dalam bentuk keterlibatan timbal
balik menggunakan norma lokal
yang terkait dengan hubungan
bisnis, dan diketahui sendiri oleh

, Universitas Indonesia
186

masyarakat lokal. Bentuk outreach


ini sangat diharapkan.
• Hasil Penelitian: Terdapat
pembedaan antara outreach dan in-
reach. Bad outreach termasuk
program unilateral delivery yang
tidak ada hubungan dengan bisnis.
Di kelola oleh pihak ketiga atau
perusahaan orang lain yang
terisolasi dari bisnis. Good
outreach selesai dengan
keterlibatan pengambilan
keputusan dari masyarakat lokal
pada seluruh tingkatan program
lateral delivery, termasuk
karyawan perusahaan
memanfatkan keunggulan
komparatif dari bisnis itu sendiri.
In-reach termasuk masyarakat
lokal dan orang perusahaan dari
bisnis, mengetuk kemampuan
masing-masing mereka dan
pengalamannya untuk
menggambarkan bisnis dan
kegiatan komunitas bersama
sebagai hasil dari kesaling
menguntungkan.
• Metode: Kualitatif
• Perbedaan Penelitian: Penelitian ini
berupaya melihat bagaimana SLO
sebenarnya dibutuhkan oleh
perusahaan dalam membangun
hubungan baik dengan masyarakat
lokal. Namun penelitian ini belum
melihat modal sosial sebagai salah
satu variabel penting dalam
membangun relasi sosial.
Boutilier dan Black (2012)
• Konsep: Legitimasi dan
Stakeholder Relations
• Argumen 1: Jarigan industry
membutuhkan legitimasi internal
sebelum mereka secara efektif
fokus ke legitimassi dengan
stakeholder eksternal.
• Argumen 2: Self-regulation dari
beberapa aspek dalam kegiatan
industry menjadi lebih legitimate di

Universitas Indonesia
187

mata stakeholder ekstrenal ketika


sector sipil stakeholder menjadi
terlibat dalam membuat regulasi di
wilayah lain kegiatan industry
dalam multi-stakeholder,
kolaborasi dengan multi-sectoral.
• Hasil Penelitian: Perusahaan
minyak pasir, telah membangun
link ketika perusahaan batu bara
membentuk jaringan industry yang
tidak kuat, sehingga dapat
dikatakan perusahaan batu bara
memiliki permasalahan dalam
membangu legitimasinya.
Keterlibatan stakeholder dalam
bidang pendanaan asing dengan
agenda global pada perusahaan
minyak pasir menurunkan
legitimasi self-regulation industry
di beberapa wilayah kegiatan.
Kesamaan wilayah yang
menciptakan dampak kumulatif,
tanpa adanya hambatan stakeholder
menjadi kurang termotivasi
mencari kesamaan dan untuk
melegitimasi rezim regulasi multi-
sectoral melalui partisipasi mereka.
Dampak praktisnya adalah industry
harus membangun strategi yang
sesuai dengan motivasi tiap kelas
geografis stakeholder.
• Metode: Kualitatif
• Perbedaan Penelitian: penelitian ini
melihat legitimasi yang terbangun
oleh dua perusahaan yang berbeda
dalam wilayah yang sama terkait
dengan regulasi multi-sectoral.
Berbeda dengan penelitian yang
akan dilakukan, penelitian ini
melihat CSR sebagai upaya
membangun legitimasi perusahaan
atas masyarakat lokal. Namun tidak
melibatkan modal sosial sebagai
salah satu factor penting dalam
membangun relasi sosial.

, Universitas Indonesia
188

Parson, et al. (2014)


• Konsep: Legitimacy, SLO,
Community Relations.
• Argumen 1: Bertindak bertanggung
jawab memberikan organisasi
legitimasi antara observer eksternal
yang terkendala atau gagal dalam
kegiatan organisasi. Hal ini relevan
untuk industry tambang, yang harus
menavigasi beragam harapan dari
dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan.
• Hasil Penelitian: Kemunculan
diskursus SLO berpotensi
menggambarkan adanya
peegeseran relasi kekuasaan antara
perusahaan tambang, masyarakat
lokal dan masyarakat secara luas.
Pergeseran ini terhalang oleh
diskursus manajemen dan bisnis.
Terdapat tekanan diskursif oleh
perusahaan dalam
mengkonseptualisasikan SLO
sebagai sesuatu yang harus mereka
jaga untuk melegitimasi operasi
tambang, sebagai penerapan
prinsip pada tingkatan lokal jika hal
ini relative terkontrol, sebagai cara
meminimalisir pemaksaan
perundangan dan sebagai proses
mengesampingkan perbedaan
pendapat dan mengelola reputasi.
• Metode: Kualitatif
• Perbedaan Penelitian: Penelitian ini
terfokus pada pembentukan SLO
saja dan kaitannya dengan CSR
perusahaan tambang. Penelitian ini
tidak melibatkan modal sosial
sebagai salah satu variabel.

Universitas Indonesia
189

Lampiran 3 Definisi Modal Sosial

Tokoh Definisi
Putnam (1993) Modal sosial sebagai fitur dalam organisasi sosial
seperti kepercayaan (trust), norma (norms), dan
jaringan (network) yang dapat meningkatkan efisiensi
masyarakat dengan memfasilitasi tindakan yang
dikoordinasi. Modal juga sebagai fitur dalam kehidupan
sosial – jaringan, norma dan kepercayaan - yang
memungkinkan partisipan untuk bertindak bersama
lebih efektif untuk mengejar tujuan bersama.
Portes (1998) Modal sosial berada pada kemampuan aktor untuk
menjaga / mempertahankan keuntungan didasarkan atas
keanggotaan dalam jaringan sosial dan struktur sosial
lainnya.
Paldam (2000) Modal sosial dianggap sebagai perekat dalam suatu
hubungan yang membuat orang-orang bekerja bersama
atas dasar keinginannya sendiri atau akibat tekanan dari
dalam kelompok. Demi untuk memperoleh keuntungan,
kebanyakan orang membangun kepercayaan dan
jaringan dengan orang lainnya dan bekerjasama dengan
mereka.
Lin (2001) Modal sosial merupakan sumber daya yang melekat
pada sebuah jaringan sosial. Sumber daya tersebut dapat
di akses atau dimobilisasi melalui ikatan dalam
jaringan.
Grootaert et al. (2004) Melalui modal sosial, individu dapat mengakses sumber
daya yang hanya terdapat dalam suatu hubungan, tidak
seperti modal fisik ataupun manusia.
Coleman (2009) Kepemilikan dalam suatu hubungan akan membawa
pada sumberdaya yang dapat digunakan oleh orang lain
dalam hubungan tersebut. Hal ini memunculkan
jaringan sosial yang menumbuhkan norma efektif di
dalamnya. Kepercayaan kemudian hadir untuk
membawa pada penyebaran kewajiban. Jika kewajiban
tidak dilaksanakan, maka akan muncul sanksi kolektif
yang dapat menghambat tumbuhnya kepercayaan.
Sebaliknya, dalam suatu hubungan kedekatan
merupakan hal penting dalam membangun
kepercayaan.

, Universitas Indonesia
190

Lampiran 4 Definisi Fitur Modal Sosial

Fitur Modal
Tokoh Definisi
Sosial
Fukuyama Kepercayaan di artikan sebagai kerelaan
(1995) untuk mengambil resiko didasarkan pada
konteks sosial, di mana ada rasa percaya diri
jika orang lain akan memberikan respon
sesuai dengan yang diharapkan dan akan
bertindak timbal balik dengan cara yang
suportif.
Kepercayaan Misztral (1996, Kepercayaan juga bermakna rasa percaya
dalam Onyx dan sebagai hasil dari tindakan yang diinginkan
Bullen, 2000) oleh seseorang akan sesuai dengan sudut
pandang yang dimiliki oleh orang lain
Foxton and Jones Kepercayaan dilihat sebagai dimensi yang
(2011) dekat berhubungan dengan modal sosial,
juga bagian yang secara langsung
merupakan outcome dari modal sosial
Fukuyama Norma dapat berupa pertanyaan akan nilai-
(1995) nilai mendalam, namun juga mencakup
norma secular seperti standar profesional
dan kode perilaku
Putnam dan Norma sosial memiliki bentuk kontrol sosial
Coleman (dalam informal yang menghilangkan sanksi legal
Onyx dan institusional. Norma sosial biasanya tidak
Bullen, 2000) secaa tertulis namun dipahami sebagai yang
Norma
menentukan pola tindakan yang diharapkan
dalam konteks sosial yang telah ada dan
untuk memaknai bentuk tindakan yang
bernilai atau di terima secara sosial.
Foxton and Jones Norma sosial ini diterima oleh sebagian
(2011) besar individu atau kelompok sebagai
sesuatu yang baik, serta dipahami oleh
seluruh anggota masyarakat
Foxton and Jones Jaringan baik formal maupun informal
(2011) dalam konsep modal sosial, dimaknai
sebagai hubungan personal yang
diakumulasikan ketika orang-orang
berinteraksi satu sama lain dalam keluarga,
Jaringan tempat bekerja, lingkungan bertetangga,
asosiasi lokal dan berbagai tempat
pertemuan formal dan informal. Jaringan
memiliki beberapa tipe berbeda, yaitu:
1. Bonding Social Capital: di maknai
sebagai hubungan orang yang lebih

Universitas Indonesia
191

dekat dan ditandai dengan ikatan yang


kuat, misalnya anggota keluarga.
2. Bridging Social Capital: dimaknai
sebagai hubungan antar orang yang lebih
jauh dan ditandai dengan ikatan yang
lebih lemah, namun adanya ikatan yang
menyilang. Misalnya asosiasi bisnis,
teman dari kelompok etnis yang
berbeda, maupun teman dari teman.
Hubungan
3. Linking Social Capital: dimaknai
sebagai hubungan dengan orang dalam
posisi kekuasaan dan dicirikan oleh
hubungan antar mereka dalam hirarki
yang berbeda tingkatan kekuasaannya,
hal ini baik untuk memperoleh
dukungan dari institusi formal.
Hubungan ini berbeda dengan bonding
dan bridging yang berfokus pada
hubungan antar orang yang tidak
berbeda.
Lin (2001) Jaringan sosial merupakan tempat
mengalirnya informasi yang berguna
mengenai kesempatan dan pilihan yang
tidak tersedia ditempat lainnya, dan akan
meningkatkan hasil dari tindakan. Melalui
jaringan pula, anggota dalam sebuah
kelompok berbagi ketertarikan yang sama
dan sumberdaya yang tidak hanya
menyediakan dukungan emosional namun
juga pengakuan publik atas klaim
sumberdaya tertentu.

, Universitas Indonesia
192

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil Uji Validitas


Crombach’a N of
No Variabel Status
Alpha Item
1. Kinerja Program CSR –
0,916 23 Excellent
Pemberdayaan Ekonomi
2. Kinerja Program CSR - Pendidikan 0,929 21 Excellent
3. Kinerja Program CSR - Kesehatan 0,801 22 Good
4. Kinerja Program CSR -
0,859 23 Good
Lingkungan
5. Kinerja Program CSR -
0,933 15 Excellent
Infrastruktur
6. Kinerja Program CSR - Sosial 0,841 23 Good
7. Relasi Sosial 0,914 25 Excellent
8. Modal Sosial 0,835 15 Good

Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Program CSR


Uji Validitas Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi

No. Pertanyaan r hitung r tabel Status


A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Program bermanfaat memperbaiki kondisi
0,543 0,153 Valid
masyarakat penerima.
2. Kemampuan program meningkatkan akses
0,647 0,153 Valid
masyarakat memenuhi kebutuhan lainnya.
3. Kemampuan program mengangkat potensi
0,449 0,153 Valid
lokal.
4. Kesesuaian program dengan kebutuhan
0,605 0,153 Valid
masyarakat.
5. Kesesuaian program yang diberikan dengan
0,598 0,153 Valid
kemampuan komunitas.
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan program tanpa adanya
pendampingan perusahaan setelah dilakukan 0,608 0,153 Valid
pelatihan.
2. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan
berupa kredit ringan atau alat-alat penunjang 0,626 0,153 Valid
kegiatan oleh perusahaan setelah pelatihan.
3. Program perusahaan mendorong komunitas
untuk melanjutkan program tersebut secara 0,738 0,153 Valid
mandiri.
4. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena sudah baik 0,830 0,153 Valid
secara manajemen.

Universitas Indonesia
193

5. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan


program secara mandiri karena berhasil 0,725 0,153 Valid
membangun pasar.
6. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena perputaran 0,430 0,153 Valid
modal sudah baik.
C. Dampak
1. Dampak secara langsung dirasakan
0,365 0,153 Valid
masyarakat luas.
2. Perusahaan memberikan dampak positif
0,400 0,153 Valid
terhadap kehidupan masyarakat lokal.
3. Terdapat adanya perbedaan kondisi
masyarakat pada saat sebelum dan setelah 0,469 0,153 Valid
perusahaan memberikan program CSR.
4. Program dapat ditiru oleh masyarakat sekitar. 0,522 0,153 Valid
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,553 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,444 0,153 Valid
program
3. Partisipasi komunitas dalam pelaksanaan
0,544 0,153 Valid
program
4. Partisipasi komunitas dalam pengambilan
0,634 0,153 Valid
keputusan.
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,427 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,392 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,349 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,519 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.

Uji Validitas Variabel Kinerja Program CSR – Pendidikan


No. Pertanyaan r hitung r tabel Status
A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Program bermanfaat memperbaiki kondisi
0,731 0,153 Valid
masyarakat penerima.
2. Kemampuan program meningkatkan akses
0,648 0,153 Valid
masyarakat memenuhi kebutuhan lainnya.
3. Kemampuan program mengangkat potensi
0,650 0,153 Valid
lokal.
4. Kesesuaian program dengan kebutuhan
0,673 0,153 Valid
masyarakat.
5. Kesesuaian program yang diberikan dengan
0,604 0,153 Valid
kemampuan komunitas.

, Universitas Indonesia
194

B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan program tanpa adanya
pendampingan perusahaan setelah dilakukan 0,728 0,153 Valid
pelatihan.
2. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan
berupa kredit ringan atau alat-alat penunjang 0,714 0,153 Valid
kegiatan oleh perusahaan setelah pelatihan.
3. Program perusahaan mendorong komunitas
untuk melanjutkan program tersebut secara 0,713 0,153 Valid
mandiri.
4. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena sudah baik 0,764 0,153 Valid
secara manajemen.
5. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena berhasil 0,784 0,153 Valid
membangun pasar.
6. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena perputaran 0,772 0,153 Valid
modal sudah baik.
C. Dampak
1. Dampak secara langsung dirasakan
0,456 0,153 Valid
masyarakat luas.
2. Perusahaan memberikan dampak positif
0,706 0,153 Valid
terhadap kehidupan masyarakat lokal.
3. Terdapat adanya perbedaan kondisi
masyarakat pada saat sebelum dan setelah 0,759 0,153 Valid
perusahaan memberikan program CSR.
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,250 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,202 0,153 Valid
program.
3. Partisipasi komunitas dalam pelaksanaan
0,523 0,153 Valid
program.
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,653 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,249 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,634 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,289 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.

Universitas Indonesia
195

Uji Validitas Variabel Kinerja Program CSR – Kesehatan


No. Pertanyaan r hitung r tabel Status
A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Program bermanfaat memperbaiki kondisi
0,281 0,153 Valid
masyarakat penerima.
2. Kemampuan program meningkatkan akses
0,474 0,153 Valid
masyarakat memenuhi kebutuhan lainnya.
3. Kemampuan program mengangkat potensi
0,370 0,153 Valid
lokal.
4. Kesesuaian program dengan kebutuhan
0,355 0,153 Valid
masyarakat.
5. Kesesuaian program yang diberikan dengan
0,401 0,153 Valid
kemampuan komunitas.
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan program tanpa adanya
pendampingan perusahaan setelah dilakukan 0,209 0,153 Valid
pelatihan.
2. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan
berupa kredit ringan atau alat-alat penunjang 0,194 0,153 Valid
kegiatan oleh perusahaan setelah pelatihan.
3. Program perusahaan mendorong komunitas
untuk melanjutkan program tersebut secara 0,294 0,153 Valid
mandiri.
4. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena sudah baik 0,311 0,153 Valid
secara manajemen.
5. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena berhasil 0,307 0,153 Valid
membangun pasar.
6. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena perputaran 0,253 0,153 Valid
modal sudah baik.
C. Dampak
1. Dampak secara langsung dirasakan
0,241 0,153 Valid
masyarakat luas.
2. Perusahaan memberikan dampak positif
0,239 0,153 Valid
terhadap kehidupan masyarakat lokal.
3. Terdapat adanya perbedaan kondisi
masyarakat pada saat sebelum dan setelah 0,225 0,153 Valid
perusahaan memberikan program CSR.
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,179 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,328 0,153 Valid
program.
3. Partisipasi komunitas dalam pelaksanaan
0,235 0,153 Valid
program.
4. Partisipasi komunitas dalam pengambilan
0,316 0,153 Valid
keputusan.

, Universitas Indonesia
196

E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,507 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,522 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,536 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,540 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.

Uji Validitas Variabel Kinerja Program CSR – Lingkungan


No. Pertanyaan r hitung r tabel Status
A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Program bermanfaat memperbaiki kondisi
0,630 0,153 Valid
masyarakat penerima.
2. Kemampuan program meningkatkan akses
0,373 0,153 Valid
masyarakat memenuhi kebutuhan lainnya.
3. Kemampuan program mengangkat potensi
0,387 0,153 Valid
lokal.
4. Kesesuaian program dengan kebutuhan
0,453 0,153 Valid
masyarakat.
5. Kesesuaian program yang diberikan dengan
0,258 0,153 Valid
kemampuan komunitas.
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan program tanpa adanya
pendampingan perusahaan setelah dilakukan 0,488 0,153 Valid
pelatihan.
2. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan
berupa kredit ringan atau alat-alat penunjang 0,403 0,153 Valid
kegiatan oleh perusahaan setelah pelatihan.
3. Program perusahaan mendorong komunitas
untuk melanjutkan program tersebut secara 0,325 0,153 Valid
mandiri.
4. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena sudah baik 0,404 0,153 Valid
secara manajemen.
5. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena berhasil 0,360 0,153 Valid
membangun pasar.
6. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena perputaran 0,345 0,153 Valid
modal sudah baik.
C. Dampak
1. Dampak secara langsung dirasakan
0,406 0,153 Valid
masyarakat luas.
2. Perusahaan memberikan dampak positif
0,162 0,153 Valid
terhadap kehidupan masyarakat lokal.

Universitas Indonesia
197

3. Terdapat adanya perbedaan kondisi


masyarakat pada saat sebelum dan setelah 0,224 0,153 Valid
perusahaan memberikan program CSR.
4. Program dapat ditiru oleh masyarakat sekitar. 0,293 0,153 Valid
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,474 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,475 0,153 Valid
program.
3. Partisipasi komunitas dalam pelaksanaan
0,341 0,153 Valid
program.
4. Partisipasi komunitas dalam pengambilan
0,342 0,153 Valid
keputusan.
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,473 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,409 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,399 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,389 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.

Uji Validitas Variabel Kinerja Program CSR – Infrastruktur


No. Pertanyaan r hitung r tabel Status
A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Kemampuan program mengangkat potensi
0,235 0,153 Valid
lokal.
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan program tanpa adanya
pendampingan perusahaan setelah dilakukan 0,757 0,153 Valid
pelatihan.
2. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan
berupa kredit ringan atau alat-alat penunjang 0,766 0,153 Valid
kegiatan oleh perusahaan setelah pelatihan.
3. Program perusahaan mendorong komunitas
untuk melanjutkan program tersebut secara 0,763 0,153 Valid
mandiri.
4. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena sudah baik 0,785 0,153 Valid
secara manajemen.
5. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena berhasil 0,790 0,153 Valid
membangun pasar.
6. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena perputaran 0,778 0,153 Valid
modal sudah baik.

, Universitas Indonesia
198

C. Dampak
1. Program dapat ditiru oleh masyarakat sekitar. 0,745 0,153 Valid
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,513 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,429 0,153 Valid
program.
4. Partisipasi komunitas dalam pengambilan
0,507 0,153 Valid
keputusan.
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,798 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,714 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,736 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,696 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.

Uji Validitas Variabel Kinerja Program CSR – Sosial


No. Pertanyaan r hitung r tabel Status
A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Program bermanfaat memperbaiki kondisi
0,337 0,153 Valid
masyarakat penerima.
2. Kemampuan program meningkatkan akses
0,496 0,153 Valid
masyarakat memenuhi kebutuhan lainnya.
3. Kemampuan program mengangkat potensi
0,462 0,153 Valid
lokal.
4. Kesesuaian program dengan kebutuhan
0,504 0,153 Valid
masyarakat.
5. Kesesuaian program yang diberikan dengan
0,517 0,153 Valid
kemampuan komunitas.
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan program tanpa adanya
pendampingan perusahaan setelah dilakukan 0,383 0,153 Valid
pelatihan.
2. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan
berupa kredit ringan atau alat-alat penunjang 0,336 0,153 Valid
kegiatan oleh perusahaan setelah pelatihan.
3. Program perusahaan mendorong komunitas
untuk melanjutkan program tersebut secara 0,354 0,153 Valid
mandiri.
4. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena sudah baik 0,413 0,153 Valid
secara manajemen.

Universitas Indonesia
199

5. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan


program secara mandiri karena berhasil 0,427 0,153 Valid
membangun pasar.
6. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena perputaran 0,435 0,153 Valid
modal sudah baik.
C. Dampak
1. Dampak secara langsung dirasakan
0,420 0,153 Valid
masyarakat luas.
2. Perusahaan memberikan dampak positif
0,482 0,153 Valid
terhadap kehidupan masyarakat lokal.
3. Terdapat adanya perbedaan kondisi
masyarakat pada saat sebelum dan setelah 0,420 0,153 Valid
perusahaan memberikan program CSR.
4. Program dapat ditiru oleh masyarakat sekitar. 0,248 0,153 Valid
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,302 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,353 0,153 Valid
program.
3. Partisipasi komunitas dalam pelaksanaan
0,240 0,153 Valid
program.
4. Partisipasi komunitas dalam pengambilan
0,290 0,153 Valid
keputusan.
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,408 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,399 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,389 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,383 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.

Uji Validitas Variabel Relasi Sosial


No. Pertanyaan r hitung r tabel Status
A. Frekuensi Interaksi dan Komunikasi
1. Apakah Anda mengenal salah seorang
personil perusahaan yang menjalankan 0,657 0,153 Valid
program CSR?
2. Apakah Anda pernah berkomunikasi dengan
personel perusahaan yang menjalankan 0,716 0,153 Valid
program CSR?
3. Apakah sering Anda melakukan interaksi dan
berkomunikasi dengan personel perusahaan 0,699 0,153 Valid
yang menjalankan program CSR?

, Universitas Indonesia
200

4. Apakah personel perusahaan yang


menjalankan program CSR menanggapi baik 0,672 0,153 Valid
pertanyaan yang Anda ajukan?
5. Apakah secara langsung ataukah secara tidak
langsung komunikasi Anda dengan personel 0,667 0,153 Valid
perusahaan?
B. Keterlibatan Masyarakat Lokal
1. Apakah masyarakat diikutsertakan dalam
0,619 0,153 Valid
perencanaan program CSR?
2. Apakah masyarakat ikut serta dalam kegiatan
0,630 0,153 Valid
musrembang?
3. Apakah masyarakat turut memberikan aspirasi
0,560 0,153 Valid
atau masukan atas program CSR perusahaan?
4. Apakah masyarakat lokal dilibatkan dalam
0,599 0,153 Valid
pembuatan keputusan?
5. Apakah masyarakat dilibatkan dalam
0,221 0,153 Valid
implementasi program CSR?
6. Apakah suara (aspirasi, masukan) masyarakat
diperhitungkan oleh perusahaan dalam 0,517 0,153 Valid
membuat program CSR?
C. Frekuensi Bersama
1. Apakah masyarakat dan perusahaan pernah
0,464 0,153 Valid
melakukan kegiatan bersama?
2. Apakah perusahaan sering menghabiskan
0,595 0,153 Valid
waktu bersama dengan masyarakat?
3. Apakah perusahaan pernah mengunjungi
0,465 0,153 Valid
pemukiman masyarakat?
D. Bekerja Sama
1. Apakah masyarakat pernah bekerjasama
dengan perusahaan dalam menjalankan 0,411 0,153 Valid
program CSR?
2. Apakah kerjasama yang dilakukan masyarakat
0,446 0,153 Valid
lokal dan perusahaan berlangsung lama?
3. Apakah hingga saat ini masih terdapat
kerjasama antara masyarakat lokal dengan 0,538 0,153 Valid
perusahaan?
4. Apakah perusahaan sering bekerjasama dengan
0,523 0,153 Valid
masyarakat lokal?
E. Kesan Terhadap Sikap
1. Apa kesan Anda terhadap sikap personel
perusahaan yang menjalankan program CSR 0,691 0,153 Valid
kepada masyarakat lokal?
F. Dukungan
1. Apakah perusahaan tidak mendukung program
0,154 0,153 Valid
CSR yang dijalankan oleh perusahaan?
G. Community Fairness
1. Apakah masyarakat tetap memeroleh kualitas
hidup yang baik setelah kedatangan 0,354 0,153 Valid
perusahaan?

Universitas Indonesia
201

2. Apakah perusahaan memberikan kompensasi


atas kerusakan lingkungan akibat kegiatan 0,387 0,153 Valid
operasi tambang kepada masyarakat lokal?
3. Apakah perusahaan memberikan kegiatan yang
dapat meningkatkan kemampuan masyarakat 0,608 0,153 Valid
lokal?
4. Apakah dalam pembuatan keputusan
0,657 0,153 Valid
perusahaan terbuka kepada komunitas lokal?
5. Apakah perusahaan mengumumkan hasil dari
keputusan yang dibuat untuk masyarakat 0,236 0,153 Valid
lokal?

Uji Validitas Variabel Modal Sosial


No. Pertanyaan r hitung r tabel Status
A. Kepercayaan
1. Apakah menurut Anda perusahaan mampu
mengelola dampak negatif dari kegiatan 0,512 0,153 Valid
operasi tambang?
3. Apakah Anda percaya jika perusahaan tidak
0,399 0,153 Valid
akan bersikap buruk pada anda?
4. Apakah Anda percaya jika perusahaan akan
berusaha memperbaiki kerusakan
0,492 0,153 Valid
lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan
operasi?
5. Apakah Anda mempertimbangkan tindakan
yang akan Anda lakukan berdasarkan sikap 0,297 0,153 Valid
perusahaan terhadap anda?
6. Apakah terdapat kerjasama antara
0,260 0,153 Valid
masyarakat dengan perusahaan?
7. Apakah Anda jujur dalam menjalankan
0,389 0,153 Valid
program?
B. Norma
1. Apakah terdapat nilai-nilai yang diyakini
bersama antara masyarakat lokal dengan 0,670 0,153 Valid
perusahaan?
2. Apakah terdapat sanksi jika terjadi
0,359 0,153 Valid
ketidaksesuaian antara tindakan dan norma?
3. Apakah terdapat nilai yang disepakati
0,690 0,153 Valid
antara masyarakat dan perusahaan?
4. Apakah terdapat nilai yang dibuat bersama
0,715 0,153 Valid
antara masyarakat dan perusahaan?
5. Apakah terdapat standar professional dalam
bertindak antara masyarakat lokal dan 0,440 0,153 Valid
perusahaan?
C. Jaringan
1. Apakah hubungan antara masyarakat dan
0,548 0,153 Valid
perusahaan dekat?

, Universitas Indonesia
202

2. Apakah terdapat interaksi antara


0,431 0,153 Valid
masyarakat lokal dengan perusahaan?
3. Apakah terdapat tempat pertemuan tertentu
dalam berinteraksi antara masyarakat 0,250 0,153 Valid
dengan perusahaan?
5. Apakah keberadaan perusahaan
memperoleh dukungan dari pihak lain, 0,420 0,153 Valid
selain masyarakat?

Universitas Indonesia
203

Lampiran 6 Pengetahuan Masyarakat Lokal

Mengetahui Perusahaan CNOOC


Pengetahuan CSR 1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Valid Ya 117 100,0 100,0 100,0

Mengetahui Kegiatan Perusahaan CNOOC


Pengetahuan CSR 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 70 59,8 60,3 60,3


Valid Tidak 46 39,3 39,7 100,0

Total 116 99,1 100,0


Missing System 1 ,9
Total 117 100,0

Pernah Mendengar Istilah CSR


Pengetahuan CSR 3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pernah 42 35,9 35,9 35,9

Valid Tidak Pernah 75 64,1 64,1 100,0

Total 117 100,0 100,0

Mengetahui Program CSR Perusahaan (Bantuan Perusahaan)


Pengetahuan CSR 4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 81 69,2 69,2 69,2

Valid Tidak 36 30,8 30,8 100,0

Total 117 100,0 100,0

Pertama Kali Mendengar Informasi Terkait CSR

, Universitas Indonesia
204

Pengetahuan CSR 5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pihak Perusahaan 12 10,3 10,3 10,3

Keluarga 12 10,3 10,3 20,5

Teman 4 3,4 3,4 23,9

Valid Kepala Desa/Lurah 32 27,4 27,4 51,3

Aparat Desa/Kelurahan 21 17,9 17,9 69,2

Lainnya 36 30,8 30,8 100,0

Total 117 100,0 100,0

Dapat Menyebutkan Program CSR CNOOC


Pengetahuan CSR 6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 81 69,2 69,2 69,2

Valid Tidak 36 30,8 30,8 100,0

Total 117 100,0 100,0

Tabel Silang Pernah Mendengar Istilah CSR dan Mengetahui Program CSR
Perusahaan (Bantuan Perusahaan)
Pengetahuan CSR 4 * Pengetahuan CSR 3 Crosstabulation

Pengetahuan CSR 3 Total

Pernah Tidak Pernah

Count 41 40 81
Ya
% of Total 35,0% 34,2% 69,2%
Pengetahuan CSR 4
Count 1 35 36
Tidak
% of Total 0,9% 29,9% 30,8%
Count 42 75 117
Total
% of Total 35,9% 64,1% 100,0%

Universitas Indonesia
205

Lampiran 7 Uji Univariat Per Variabel

Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi


Kinerja Program PemEko

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tahu 26 22,2 22,2 22,2

Valid Tidak Tahu 91 77,8 77,8 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program PemEko

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pernah Memeroleh 10 8,5 8,5 8,5

Valid Belum Pernah Memeroleh 107 91,5 91,5 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program PemEko * Kinerja Program PemEko Crosstabulation

Kinerja Program PemEko Total

Pernah Belum Pernah


Memeroleh Memeroleh

Count 10 16 26
Tahu
% of Total 8,5% 13,7% 22,2%
Kinerja Program PemEko
Count 0 91 91
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 77,8% 77,8%
Count 10 107 117
Total
% of Total 8,5% 91,5% 100,0%

, Universitas Indonesia
206

Kinerja Program CSR – Pendidikan


Kinerja Program Pend

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tahu 103 88,0 88,0 88,0

Valid Tidak Tahu 14 12,0 12,0 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pernah Memeroleh 27 23,1 23,1 23,1

Valid Tidak Pernah Memeroleh 90 76,9 76,9 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Pend * Kinerja Program Pendidikan Crosstabulation

Kinerja Program Pendidikan Total

Pernah Tidak Pernah


Memeroleh Memeroleh

Count 27 76 103
Tahu
% of Total 23,1% 65,0% 88,0%
Kinerja Program Pend
Count 0 14 14
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 12,0% 12,0%
Count 27 90 117
Total
% of Total 23,1% 76,9% 100,0%

Universitas Indonesia
207

Kinerja Program CSR – Kesehatan


Kinerja Program Kesehatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tahu 57 48,7 48,7 48,7

Valid Tidak Tahu 60 51,3 51,3 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Kesehatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pernah Memeroleh 13 11,1 11,1 11,1

Valid Tidak Pernah Memeroleh 104 88,9 88,9 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Kesehatan * Kinerja Program Kesehatan Crosstabulation

Kinerja Program Kesehatan Total

Pernah Tidak Pernah


Memeroleh Memeroleh

Count 13 44 57
Tahu
% of Total 11,1% 37,6% 48,7%
Kinerja Program Kesehatan
Count 0 60 60
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 51,3% 51,3%
Count 13 104 117
Total
% of Total 11,1% 88,9% 100,0%

, Universitas Indonesia
208

Kinerja Program CSR – Lingkungan


Kinerja Program Lingkungan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tahu 42 35,9 35,9 35,9

Valid Tidak Tahu 75 64,1 64,1 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Lingkungan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pernah Memeroleh 10 8,5 8,5 8,5

Valid Tidak Pernah Memeroleh 107 91,5 91,5 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Lingkungan * Kinerja Program Lingkungan Crosstabulation

Kinerja Program Lingkungan Total

Pernah Tidak Pernah


Memeroleh Memeroleh

Count 10 32 42
Tahu
% of Total 8,5% 27,4% 35,9%
Kinerja Program Lingkungan
Count 0 75 75
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 64,1% 64,1%
Count 10 107 117
Total
% of Total 8,5% 91,5% 100,0%

Universitas Indonesia
209

Kinerja Program CSR – Infrastruktur


Kinerja Program Infrastruktur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tahu 55 47,0 47,0 47,0

Valid Tidak Tahu 62 53,0 53,0 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Infrastruktur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pernah Memeroleh 8 6,8 6,8 6,8

Valid Tidak Pernah Memeroleh 109 93,2 93,2 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Infrastruktur * Kinerja Program Infrastruktur Crosstabulation

Kinerja Program Infrastruktur Total

Pernah Tidak Pernah


Memeroleh Memeroleh

Count 8 47 55
Tahu
Kinerja Program % of Total 6,8% 40,2% 47,0%
Infrastruktur Count 0 62 62
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 53,0% 53,0%
Count 8 109 117
Total
% of Total 6,8% 93,2% 100,0%

, Universitas Indonesia
210

Kinerja Program CSR – Sosial


Kinerja Program Sosial

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tahu 104 88,9 88,9 88,9

Valid Tidak Tahu 13 11,1 11,1 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Sosial

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pernah Memeroleh 31 26,5 26,5 26,5

Valid Tidak Pernah Memeroleh 86 73,5 73,5 100,0

Total 117 100,0 100,0

Kinerja Program Sosial * Kinerja Program Sosial Crosstabulation

Kinerja Program Kesehatan Total

Pernah Tidak Pernah


Memeroleh Memeroleh

Count 31 73 104
Tahu
% of Total 26,5% 62,4% 88,9%
Kinerja Program Kesehatan
Count 0 13 13
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 11,1% 11,1%
Count 31 86 117
Total
% of Total 26,5% 73,5% 100,0%

Universitas Indonesia
211

Lampiran 8 Variabel Kinerja Program CSR – Pemberdayaan Ekonomi Per


Dimensi

Statistics

PemEko PemEko PemEko PemEko PemEko Kinerja


Manfaat Keberlanjut Dampak Partisipasi Pengemban Program
dan an gan Pemberday
Keberlanjut Kapasitas aan
an Ekonomi

Valid 26 26 26 26 26 26

N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 36,7692 37,5000 29,3077 25,1154 27,1923 155,8846

Dimensi Manfaat dan Kesesuaian


PemEko Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 18 69,2 69,2 69,2

Valid 2,00 8 30,8 30,8 100,0

Total 26 100,0 100,0

Dimensi Keberlanjutan
PemEko Keberlanjutan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 14 53,8 53,8 53,8

Valid 2,00 12 46,2 46,2 100,0

Total 26 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
212

Dimensi Dampak
PemEko Dampak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 14 53,8 53,8 53,8

Valid 2,00 12 46,2 46,2 100,0

Total 26 100,0 100,0

Dimensi Partisipasi
PemEko Partisipasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 16 61,5 61,5 61,5


Valid 2,00 10 38,5 38,5 100,0

Total 26 100,0 100,0

Dimensi Pengembangan Kapasitas


PemEko Pengembangan Kapasitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 13 50,0 50,0 50,0

Valid 2,00 13 50,0 50,0 100,0

Total 26 100,0 100,0

Kinerja Program CSR - Pemberdayaan Ekonomi


Kinerja Pemberdayaan Ekonomi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 15 57,7 57,7 57,7

Valid 2,00 11 42,3 42,3 100,0

Total 26 100,0 100,0

Universitas Indonesia
213

Lampiran 9 Variabel Kinerja Program CSR – Pendidikan Per Dimensi

Statistics

Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja


Program Program Program Program Program Program
Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan
Manfaat Keberlanjut Dampak Partisipasi Pengemba
an ngan
Kapasitas

Valid 102 102 102 102 102 102


N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,5098 1,5980 1,5392 1,5000 1,5196 1,5882

Dimensi Manfaat dan Kesesuaian


Kinerja Program Pendidikan Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 50 49,0 49,0 49,0

Valid 2,00 52 51,0 51,0 100,0

Total 102 100,0 100,0

Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Pendidikan Keberlanjutan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 41 40,2 40,2 40,2

Valid 2,00 61 59,8 59,8 100,0

Total 102 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
214

Dimensi Dampak

Kinerja Program Pendidikan Dampak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 47 46,1 46,1 46,1

Valid 2,00 55 53,9 53,9 100,0

Total 102 100,0 100,0

Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Pendidikan Partisipasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 51 50,0 50,0 50,0

Valid 2,00 51 50,0 50,0 100,0

Total 102 100,0 100,0

Dimensi Pengembangan Kapasitas


Kinerja Program Pendidikan Pengembangan Kapasitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 49 48,0 48,0 48,0

Valid 2,00 53 52,0 52,0 100,0

Total 102 100,0 100,0

Kinerja Program CSR – Pendidikan


Kinerja Program Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 42 41,2 41,2 41,2

Valid 2,00 60 58,8 58,8 100,0

Total 102 100,0 100,0

Universitas Indonesia
215

Lampiran 10 Variabel Kinerja Program CSR – Kesehatan Per Dimensi

Statistics

Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja


Program Program Program Program Program Program
Kesehatan Kesehatan Kesehatan Kesehatan Kesehatan Kesehatan
Manfaat Keberlanjut Dampak Partisipasi Pengemba
an ngan
Kapasitas

Valid 57 57 57 57 57 57
N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,5614 1,4561 1,5614 1,4211 1,4211 1,5263

Dimensi Manfaat dan Kesesuaian


Kinerja Program Kesehatan Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 25 43,9 43,9 43,9

Valid 2,00 32 56,1 56,1 100,0


Total 57 100,0 100,0

Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Kesehatan Keberlanjutan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 31 54,4 54,4 54,4

Valid 2,00 26 45,6 45,6 100,0

Total 57 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
216

Dimensi Dampak
Kinerja Program Kesehatan Dampak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 25 43,9 43,9 43,9

Valid 2,00 32 56,1 56,1 100,0

Total 57 100,0 100,0

Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Kesehatan Partisipasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 33 57,9 57,9 57,9

Valid 2,00 24 42,1 42,1 100,0

Total 57 100,0 100,0

Dimensi Pengembangan Kapasitas


Kinerja Program Kesehatan Pengembangan Kapasitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 33 57,9 57,9 57,9

Valid 2,00 24 42,1 42,1 100,0

Total 57 100,0 100,0

Kinerja Program CSR – Kesehatan


Kinerja Program Kesehatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent

1,00 27 47,4 47,4 47,4

Valid 2,00 30 52,6 52,6 100,0

Total 57 100,0 100,0

Universitas Indonesia
217

Lampiran 11 Variabel Kinerja Program CSR – Lingkungan Per Dimensi

Statistics

Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja


Program Program Program Program Program Program
Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan
Manfaat Keberlanjut Dampak Partisipasi Pengemba
an ngan
Kapasitas

Valid 42 42 42 42 42 42
N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,6190 1,4048 1,4524 1,3810 1,5000 1,5000

Dimensi Manfaat dan Kesesuaian


Kinerja Program Lingkungan Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 16 38,1 38,1 38,1

Valid 2,00 26 61,9 61,9 100,0


Total 42 100,0 100,0

Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Lingkungan Keberlanjutan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 25 59,5 59,5 59,5

Valid 2,00 17 40,5 40,5 100,0

Total 42 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
218

Dimensi Dampak
Kinerja Program Lingkungan Dampak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 23 54,8 54,8 54,8

Valid 2,00 19 45,2 45,2 100,0

Total 42 100,0 100,0

Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Lingkungan Partisipasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 26 61,9 61,9 61,9

Valid 2,00 16 38,1 38,1 100,0

Total 42 100,0 100,0

Dimensi Pengembangan Kapasitas


Kinerja Program Lingkungan Pengembangan Kapasitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 21 50,0 50,0 50,0

Valid 2,00 21 50,0 50,0 100,0

Total 42 100,0 100,0

Kinerja Program CSR – Lingkungan


Kinerja Program Lingkungan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 21 50,0 50,0 50,0

Valid 2,00 21 50,0 50,0 100,0

Total 42 100,0 100,0

Universitas Indonesia
219

Lampiran 12 Variabel Kinerja Program CSR – Infrastruktur Per Dimensi

Statistics

Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja


Program Program Program Program Program Program
Infrastruktu Infrastruktu Infrastruktu Infrastruktu Infrastruktu Instruktur
r Manfaat r r Dampak r r
Keberlanjut Partisipasi Pengemba
an ngan
Kapasitas

Valid 55 55 55 55 55 55
N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,4364 1,5636 1,5636 1,3818 1,4727 1,4727

Dimensi Manfaat dan Kesesuaian


Kinerja Program Infrastruktur Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 31 56,4 56,4 56,4


Valid 2,00 24 43,6 43,6 100,0

Total 55 100,0 100,0

Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Infrastruktur Keberlanjutan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 24 43,6 43,6 43,6

Valid 2,00 31 56,4 56,4 100,0

Total 55 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
220

Dimensi Dampak
Kinerja Program Infrastruktur Dampak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 24 43,6 43,6 43,6

Valid 2,00 31 56,4 56,4 100,0

Total 55 100,0 100,0

Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Infrastruktur Partisipasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 34 61,8 61,8 61,8

Valid 2,00 21 38,2 38,2 100,0

Total 55 100,0 100,0

Dimensi Pengembangan Kapasitas


Kinerja Program Infrastruktur Pengembangan Kapasitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 29 52,7 52,7 52,7

Valid 2,00 26 47,3 47,3 100,0

Total 55 100,0 100,0

Kinerja Program CSR – Infrastruktur


Kinerja Program Infrastruktur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 29 52,7 52,7 52,7

Valid 2,00 26 47,3 47,3 100,0

Total 55 100,0 100,0

Universitas Indonesia
221

Lampiran 13 Variabel Kinerja Program CSR – Sosial Per Dimensi

Statistics

Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja


Program Program Program Program Program Program
Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial
Manfaat Keberlanjut Dampak Partisipasi Pengemba
an ngan
Kapasitas

Valid 104 104 104 104 104 104


N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,5577 1,5096 1,5673 1,4615 1,3462 1,5288

Dimensi Manfaat dan Kesesuaian


Kinerja Program Sosial Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 46 44,2 44,2 44,2

Valid 2,00 58 55,8 55,8 100,0


Total 104 100,0 100,0

Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Sosial Keberlanjutan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 51 49,0 49,0 49,0

Valid 2,00 53 51,0 51,0 100,0

Total 104 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
222

Dimensi Dampak
Kinerja Program Sosial Dampak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 45 43,3 43,3 43,3

Valid 2,00 59 56,7 56,7 100,0

Total 104 100,0 100,0

Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Sosial Partisipasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 56 53,8 53,8 53,8

Valid 2,00 48 46,2 46,2 100,0

Total 104 100,0 100,0

Dimensi Pengembangan Kapasitas


Kinerja Program Sosial Pengembangan Kapasitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 68 65,4 65,4 65,4

Valid 2,00 36 34,6 34,6 100,0

Total 104 100,0 100,0

Kinerja Program CSR – Sosial


Kinerja Program Sosial

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 49 47,1 47,1 47,1

Valid 2,00 55 52,9 52,9 100,0

Total 104 100,0 100,0

Universitas Indonesia
223

Lampiran 14 Kinerja Program CSR Keseluruhan

Kinerja Program CSR

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 10 8,5 58,8 58,8

Valid 2,00 7 6,0 41,2 100,0

Total 17 14,5 100,0


Missing System 100 85,5
Total 117 100,0

, Universitas Indonesia
224

Lampiran 15 Variabel Relasi Sosial Per Dimensi

Statistics

Relasi Relasi Relasi Relasi Relasi Relasi Relasi Relasi_S


Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial Sosial osial1
Frekuens Keterlibat Frekuens Bekerja Kesan Dukunga Communi
i dan an i Sama Terhadap n ty
Komunik Masyarak Bersama Sikap Fairness
asi at Lokal

Valid 117 117 117 117 117 117 117 117


N Missi 0 0 0 0 0 0 0 0
ng
Mean 26,4701 35,9145 17,3846 23,6154 6,1538 5,4786 31,7692 146,7863

Dimensi Frekuensi Interaksi dan Komunikasi


Relasi Sosial Frekuensi Komunikasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 61 52,1 52,1 52,1

Valid 2,00 56 47,9 47,9 100,0


Total 117 100,0 100,0

Dimensi Keterlibatan Masyarakat Lokal


Relasi Sosial Keterlibatan Masyarakat Lokal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 67 57,3 57,3 57,3

Valid 2,00 50 42,7 42,7 100,0

Total 117 100,0 100,0

Universitas Indonesia
225

Dimensi Frekuensi Bersama


Relasi Sosial Frekuensi Bersama

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 54 46,2 46,2 46,2

Valid 2,00 63 53,8 53,8 100,0

Total 117 100,0 100,0

Dimensi Bekerja Sama


Relasi Sosial Bekerja Sama

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 63 53,8 53,8 53,8

Valid 2,00 54 46,2 46,2 100,0

Total 117 100,0 100,0

Dimensi Kesan Terhadap Sikap


Relasi Sosial Kesan Terhadap Sikap

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 59 50,4 50,4 50,4

Valid 2,00 58 49,6 49,6 100,0

Total 117 100,0 100,0

Dimensi Dukungan
Relasi Sosial Dukungan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 69 59,0 59,0 59,0

Valid 2,00 48 41,0 41,0 100,0

Total 117 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
226

Dimensi Community Fairness


Relasi Sosial Community Fairness

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 65 55,6 55,6 55,6

Valid 2,00 52 44,4 44,4 100,0

Total 117 100,0 100,0

Relasi Sosial

Relasi Sosial 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 64 54,7 54,7 54,7

Valid 2,00 53 45,3 45,3 100,0

Total 117 100,0 100,0

Universitas Indonesia
227

Lampiran 16 Variabel Relasi Sosial Per Dimensi

Statistics

Modal Sosial Modal Sosial Modal Sosial Modal Sosial 2


Kepercayaan Norma Jaringan

Valid 117 117 117 117


N
Missing 0 0 0 0
Mean 1,6068 1,3675 1,4957 1,5385

Dimensi Kepercayaan
Modal Sosial Kepercayaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 46 39,3 39,3 39,3

Valid 2,00 71 60,7 60,7 100,0

Total 117 100,0 100,0

Dimensi Norma
Modal Sosial Norma

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 74 63,2 63,2 63,2

Valid 2,00 43 36,8 36,8 100,0

Total 117 100,0 100,0

, Universitas Indonesia
228

Dimensi Jaringan
Modal Sosial Jaringan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 59 50,4 50,4 50,4

Valid 2,00 58 49,6 49,6 100,0

Total 117 100,0 100,0

Modal Sosial
Modal Sosial 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

1,00 54 46,2 46,2 46,2

Valid 2,00 63 53,8 53,8 100,0

Total 117 100,0 100,0

Universitas Indonesia
229

Lampiran 17 Hasil Uji Korelasi dan Regresi

Hasil Uji Korelasi


Correlations

Kinerja Program Modal Sosial 1 Relasi Sosial1


All

Pearson Correlation 1 ,690** ,845**

Kinerja Program All Sig. (2-tailed) ,002 ,000

N 17 17 17
Pearson Correlation ,690** 1 ,561**
Modal Sosial 1 Sig. (2-tailed) ,002 ,000
N 17 117 117
Pearson Correlation ,845** ,561** 1

Relasi Sosial1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 17 117 117

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil Uji Korelasi Kinerja Program CSR Per Program dengan Relasi Sosial

Correlations

Kinerja Program Relasi Sosial


CSR
Pemberdayaan
Ekonomi
Pearson Correlation 1 ,784**

Kinerja Program CSR Pemberdayaan Ekonomi Sig. (2-tailed) ,000

N 26 26
Pearson Correlation ,784** 1

Relasi Sosial Sig. (2-tailed) ,000

N 26 117

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

, Universitas Indonesia
230

Correlations

Kinerja Program Relasi Sosial


CSR
Pendidikan

Pearson Correlation 1 ,160

Kinerja Program CSR Pendidikan Sig. (2-tailed) ,109

N 102 102
Pearson Correlation ,160 1

Relasi Sosial Sig. (2-tailed) ,109

N 102 117

Correlations

Kinerja Program Relasi Sosial


CSR Kesehatan

Pearson Correlation 1 ,224

Kinerja Program CSR Kesehatan Sig. (2-tailed) ,095

N 57 57
Pearson Correlation ,224 1

Relasi Sosial Sig. (2-tailed) ,095

N 57 117

Correlations

Kinerja Program Relasi Sosial


CSR
Lingkungan

Pearson Correlation 1 ,590**

Kinerja Program CSR Lingkungan Sig. (2-tailed) ,000

N 42 42
Pearson Correlation ,590** 1

Relasi Sosial Sig. (2-tailed) ,000

N 42 117

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Indonesia
231

Correlations

Kinerja Program Relasi Sosial


CSR
Infrastruktur

Pearson Correlation 1 ,738**

Kinerja Program CSR Infrastruktur Sig. (2-tailed) ,000

N 55 55
Pearson Correlation ,738** 1

Relasi Sosial Sig. (2-tailed) ,000

N 55 117

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

Kinerja Program Relasi Sosial


CSR Sosial

Pearson Correlation 1 ,400**

Kinerja Program CSR Sosial Sig. (2-tailed) ,000

N 104 104
Pearson Correlation ,400** 1

Relasi Sosial Sig. (2-tailed) ,000

N 104 117

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

, Universitas Indonesia
Hasil Uji Korelasi Kinerja Program CSR Per Dimensi dengan Relasi Sosial
232

Correlations
Kinerja Program
Kinerja Program
Kinerja Program Kinerja Program Kinerja Program CSR
Relasi Sosial1 CSR Dimensi
CSR Keberlanjutan CSR Dampak CSR Partisipasi Pengembangan
Manfaat
Kapasitas

Universitas Indonesia
Pearson Correlation 1 ,241 ,553* ,091 ,666** ,737**
Relasi Sosial1 Sig. (2-tailed) ,351 ,021 ,729 ,004 ,001
N 117 17 17 17 17 17
Kinerja Program Pearson Correlation ,241 1 -,134 ,446 ,158 ,409
CSR Dimensi Sig. (2-tailed) ,351 ,607 ,073 ,546 ,103
Manfaat N 17 17 17 17 17 17
Pearson Correlation ,553* -,134 1 -,315 ,213 ,265
Kinerja Program
Sig. (2-tailed) ,021 ,607 ,219 ,413 ,304
CSR Keberlanjutan
N 17 17 17 17 17 17
Pearson Correlation ,091 ,446 -,315 1 ,266 ,285
Kinerja Program
Sig. (2-tailed) ,729 ,073 ,219 ,302 ,267
CSR Dampak
N 17 17 17 17 17 17
Pearson Correlation ,666** ,158 ,213 ,266 1 ,429
Kinerja Program
Sig. (2-tailed) ,004 ,546 ,413 ,302 ,085
CSR Partisipasi
N 17 17 17 17 17 17
Kinerja Program Pearson Correlation ,737** ,409 ,265 ,285 ,429 1
CSR Sig. (2-tailed) ,001 ,103 ,304 ,267 ,085
Pengembangan
Kapasitas N 17 17 17 17 17 17
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
233

Hasil Uji Regresi Model 1

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 ,690a ,477 ,442 9,73146 2,048

a. Predictors: (Constant), Kinerja Program All


b. Dependent Variable: Modal Sosial 1

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardiz t Sig. Correlations Collinearity


Coefficients ed Statistics
Coefficients

B Std. Error Beta Zero- Partial Part Toleran VIF


order ce

(Constant) 9,364 28,507 ,328 ,747


1 Kinerja ,119 ,032 ,690 3,696 ,002 ,690 ,690 ,690 1,000 1,000
Program All

a. Dependent Variable: Modal Sosial 1

, Universitas Indonesia
234

Hasil Uji Regresi Model 2


Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate

1 ,867a ,751 ,716 13,97555

a. Predictors: (Constant), Modal Sosial 1, Kinerja Program All

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -104,885 41,087 -2,553 ,023

1 Kinerja Program All ,230 ,064 ,663 3,600 ,003

Modal Sosial 1 ,531 ,371 ,264 1,433 ,174

a. Dependent Variable: Relasi Sosial1

Hasil Uji Regresi Kinerja Program CSR dengan Relasi Sosial


Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson


Square Estimate

1 ,845a ,715 ,696 14,45755 1,830

a. Predictors: (Constant), Kinerja Program All


b. Dependent Variable: Relasi Sosial1

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardi t Sig. 90,0% Confidence


Coefficients zed Interval for B
Coefficien
ts

B Std. Beta Lower Upper


Error Bound Bound

(Constant) -99,910 42,352 -2,359 ,032 -174,155 -25,666


1 Kinerja ,293 ,048 ,845 6,132 ,000 ,209 ,377
Program All
a. Dependent Variable: Relasi Sosial1

Universitas Indonesia
235

Hasil Uji Regresi Modal Sosial Dimensi Kepercayaan dan Jaringan

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate

1 ,854a ,729 ,691 14,57948

a. Predictors: (Constant), Modal Sosial (Kepercayaan dan Jaringan),


Kinerja Program All

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardize t Sig.


Coefficients d
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -126,331 52,484 -2,407 ,030

Kinerja Program All ,274 ,053 ,789 5,146 ,000


1
Modal Sosial (Kepercayaan dan ,592 ,683 ,133 ,866 ,401
Jaringan)

a. Dependent Variable: Relasi Sosial1

Hasil Uji Regresi Modal Sosial Dimensi Kepercayaan


Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error of the


Square Estimate

1 ,848a ,719 ,678 14,86677

a. Predictors: (Constant), Modal Kepercayaan, Kinerja Program All

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -112,628 52,613 -2,141 ,050

1 Kinerja Program All ,286 ,052 ,825 5,527 ,000

Modal Kepercayaan ,411 ,955 ,064 ,431 ,673

a. Dependent Variable: Relasi Sosial1

, Universitas Indonesia
236

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai