1. PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan juga Peraturan
Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Praktik CSR perusahaan akan memengaruhi relasi perusahaan dengan
masyarakat lokal yang pada akhirnya akan memperlihatkan bentuk relasi yang
bersifat kontraktual atau bersifat integrasi (Prayogo, 2013). Kinerja program
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu pilar penting
perusahaan dalam membangun relasi sosial dengan masyarakat lokal. Pemaknaan
CSR dikatakan sebagai faktor yang menentukan hasil dari kinerja program CSR.
Beberapa perusahaan memandang kegiatan CSR sebagai upaya untuk
memaksimalkan keuntungan perusahaan. Hanya kegiatan CSR tertentu yang
dianggap menguntungkan yang akan diimplementasikan ke masyarakat lokal,
walaupun sebenarnya kegiatan CSR tersebut tidak linear dengan kebutuhan sosial
masyarakat. Perusahaan yang masih berpijak pada pandangan ini, memandang CSR
sebagai beban, sehingga menjadi sangat selektif dalam memilih kegiatan CSR yang
akan diimplementasikan (Garriga, 2004). Pemaknaan lain terhadap pelaksanaan
program CSR juga dapat sebagai salah satu prasyarat legal compliance perusahaan
terhadap perundangan yang berlaku di negara tuan rumah (host country).
Rendahnya kualitas program CSR di Indonesia terlihat dari rendahnya
pemaknaan perusahaan terhadap CSR. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari
pusat penelitian National University of Singapore (NUS) dengan menggunakan
sample sebanyak seratus perusahaan dari empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia,
Singapura dan Thailand. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa rendahnya
pemahaman perusahaan terhadap praktik CSR menyebabkan rendahnya kualitas
pengoperasian agenda tersebut. Empat negara yang digunakan sebagai sampel
menunjukkan tingginya tingkat pelaporan CSR, namun tidak berkorelasi dengan
kualitas praktiknya (Suastha, 2016). Rendahnya kualitas kinerja program CSR juga
terlihat dari implementasi CSR yang baru terlaksana setelah terjadinya konflik
antara perusahaan dan masyarakat lokal (ANT, 2014). Sementara, konflik yang
mengiringi pelaksanaan program CSR tidak akan membawa pada relasi yang baik
antara perusahaan dan masyarakat lokal. Kinerja program CSR yang baik, tidak
selalu menghasilkan relasi yang baik pula. Penelitian yang dilakukan oleh As’yari
Universitas Indonesia
3
, Universitas Indonesia
4
Penelitian terdahulu terkait CSR, modal sosial, dan relasi sosial secara
umum memperlihatkan sudut pandang, yang pada dasarnya terbagi atas dua
kelompok besar teori menurut Secchi (2007), Managerial theory dan kelompok
Relational Theory. Kedua kelompok teori tersebut masih fokus pada bagaimana
kinerja program CSR yang baik saja, atau bagaimana upaya perusahaan dalam
membangun relasi positif terutama legitimasi dengan stakeholder-nya. Bagi
kelompok Managerial theory, penekanan atas internal manajemen perusahaan
dalam memperhitungkan setiap tindakan yang dilakukan perusahaan menjadi hal
terpenting. Perusahaan menjadikan setiap keputusan dari manajer sebagai upaya
memaksimalkan keuntungan perusahaan. Dengan kata lain, program CSR yang
dijalankan oleh perusahaan tidak selalu hanya memberikan kebermanfaatan bagi
masyarakat, tetapi juga adanya nilai tambahan bagi perusahaan.
Kemudian, kelompok Relational Theory menekankan bisnis sebagai upaya
interaksi antara perusahaan dan masyarakat lokal. Perusahaan berusaha mengelola
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat lokal, yang dipadukan
dalam satu bentuk program CSR perusahaan. Perusahaan dalam kelompok teori ini
Universitas Indonesia
5
1. Apakah terdapat pengaruh antara kinerja program CSR dengan relasi sosial?
2. Apakah modal sosial memiliki pengaruh terhadap hubungan antara kinerja
program CSR dengan relasi sosial?
3. Apakah terdapat faktor-faktor lain yang memengaruhi relasi sosial
perusahaan dengan masyarakat lokal?
, Universitas Indonesia
6
Signifikansi Teoretis
Signifikansi Praktis
Universitas Indonesia
7
, Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
BAB 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Manajerial
9 Universitas Indonesia
10
dilakukan melalui internal perusahaan. Perspektif ini kemudian dibagi atas tiga sub
kelompok. Pertama, Corporate Social Performance (CSP), yang bertujuan
mengukur kontribusi variabel sosial. Sub kelompok ini memandang jika
pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan bergantung pada komunitas lokal.
Kedua Social Accountability, Auditing and Reporting (SAAR), yang bermakna jika
perusahaan memperhitungkan tindakannya. Ketiga, CSR untuk perusahaan
multinasional (MNCs), dilihat sebagai “moral agents” di mana moral manajer saat
membuat keputusan, melampaui maksimalisasi keuntungan perusahaan. Poin-poin
di atas menunjukkan bagaimana perusahaan menjalankan perannya di masyarakat
dalam bentuk CSR, disesuaikan dengan kebutuhan internal perusahaan dan sebagai
bentuk kompetisi global yang dihadapi oleh perusahaan.
Beberapa studi terdahulu yang dapat dikelompokkan dalam managerial
theory (Thomson dan Boutlier, 2009; Wilburn dan Wilburn, 2011; Moffat dan
Zhang, 2014; Riabova dan Didyk, 2014; Jha dan Cox, 2015; Slack, 2011), lebih
menitik beratkan pada peran perusahaan kepada masyarakat lokal melalui program-
program CSR. Kelompok ini melihat manajemen perusahaan berusaha
menjalankan program CSR untuk kepentingan peningkatan profit perusahan.
Jalannya program CSR dilihat sebagai upaya pembentukan SLO (Social License to
Operate) perusahaan, yang digunakan sebagai citra baik perusahaan. Melalui citra
yang baik, perusahaan akan memperoleh profit terutama dari para shareholder
perusahaan. Selain itu pula, SLO yang terbangun memudahkan perusahaan dalam
menyerap sumber daya yang dibutuhkan pada wilayah operasi. Peningkatan SLO
terutama pada masyarakat lokal, memungkinkan kesuksesan perusahaan di negara
dan budaya yang berbeda (Wilburn dan Wilburn, 2011) serta memungkinkan
terbangunnya kepercayaan antara perusahaan dan masyarakat lokal melalui
intensitas kontak yang tinggi (Moffat dan Zhang, 2014).
Di sisi lain, penarikkan SLO dari masyarakat lokal dapat menyebabkan
terjadinya pemberhentian proyek tambang secara menyeluruh (Thomson dan
Boutilier, 2009). Kemudian dilanjutkan dengan kemungkinan munculnya
kontradiksi antara perusahaan dan masyarakat lokal yang membuat performa
perusahaan menjadi buruk (Slack, 2011). Penarikkan SLO yang diberikan
masyarakat lokal kepada perusahaan, dapat disebabkan oleh beragam hal. Hal-hal
Universitas Indonesia
11
tersebut adalah keberadaan peran masyarakat yang minor dan tidak diikut sertakan
dalam pengambilan keputusan (Riabova dan Dydik, 2014), serta adanya dampak
negatif dari pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan (Moffat
dan Zhang, 2014). Minimnya peran dan tidak diikutsertakannya masyarakat lokal
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hajat hidup mereka, seolah
menyoratkan tidak pentingnya keberadaan masyarakat lokal di wilayah tersebut.
tanpa adanya SLO dari masyarakat lokal kepada perusahaan, sulit bagi perusahaan
dalam memperoleh sumberdaya yang diperlukan dan memberikan citra buruk atas
tindakan yang dilakukan.
Studi terdahulu yang termasuk ke dalam kategori managerial theory
memperlihatkan jika perusahaan seolah melaksanakan kegiatan CSR hanya untuk
mencapai SLO. Hal ini disebabkan SLO atau bentuk penerimaan masyarakat lokal
akan keberadaan perusahaan bertujuan melanggengkan lancarnya operasi bisnis
pertambangan mereka. Perusahaan seolah menutup mata dan menjalankan kegiatan
CSR sekedarnya tanpa melakukan negosiasi dan menjadikan komunitas lokal
sebagai bagaian dalam pembuatan keputusan perusahaan. Perusahaan seolah
mengesampingkan keberadaan komunitas lokal dan memenuhi kebutuhan mereka
sekedar untuk menggugurkan tanggung jawab perusahaan, bukan di dasarkan atas
kesadaran perusahaan dalam menjalankan program CSR. Pada penelitian ini,
penulis berfokus pada pandangan jika program CSR harus dilaksanakan bukan
hanya difokuskan pada pemenuhan visi misi perusahaan, tetapi memenuhi
kebutuhan dan mensejahterakan komunitas lokal. Perusahaan dan komunitas lokal
keduanya harus menciptakan hubungan yang mengarah pada legitimasi sosial, tidak
hanya sebagai upaya pencegahan konflik, tetapi juga sebagai investasi sosial bagi
perusahaan dalam jangka panjang.
Teori Relasional
, Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
perusahaan dan masyarakat lokal. Konflik tetap dapat muncul walaupun perusahaan
telah menjalankan kewajiban CSR-nya dengan baik (Asy’ari, 2009). Situasi konflik
menyebabkan kerugian perusahaan, akibat peningkatan cost karena terhentinya
kegiatan produksi, hingga kemungkinan aksi blockade, hingga aksi anarkis lainnya
yang dapat dilakukan masyarakat lokal (Davis dan Franks, 2011).
Kelompok relational theory menggambarkan betapa penting membangun
relasi yang baik dengan masyarakat lokal. Masyarakat lokal terlihat seolah
“powerless” dan tidak mampu melakukan perlawanan terhadap perusahaan.
Padahal saat SLO tidak tercapai dan masyarakat melakukan perlawanan atas
perusahaan, perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar. Lain halnya
jika perusahaan dan masyarakat lokal membangun hubungan baik hingga tercipta
legitimasi sosial antara keduanya. Maka akan kedua entitas saling memperoleh
keuntungan, perusahaan dapat melakukan operasinya dengan aman tanpa adanya
tindak kekerasan dari masyarakat, masyarakat pun dapat terpenuhi kebutuhan
sosialnya tanpa adanya ketidak seimbangan kekuasaan. Pada penelitian ini, penulis
melihat pentingnya terbangun hubungan yang baik antara perusahaan dengan
masyarakat lokal. Salah satunya dengan menjalankan program CSR yang di
sesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal, dan menjadikan masyarakat lokal
sebagai bagian dari perusahaan.
Berdasarkan paparan studi-studi terdahulu yang dikelompokkan dalam
Managerial theory dan Relational Theory, penelitian ini akan berfokus pada
kelompok teori relasional. Pengelompokkan relasional dianggap sesuai dengan
penelitian ini, karena penelitian ini melihat bagaimana modal sosial secara tidak
langsung mempengaruhi hubungan kinerja program CSR dan relasi sosial
perusahaan dengan masyarakat lokal. Penelitian ini memberikan nuansa baru dalam
kelompok Relational Theory, karena mengangkat modal sosial sebagai variabel
intervening dalam hubungan kinerja program CSR dan relasi sosial. Modal sosial
dianggap memiliki peran penting sebagai mediator dalam hubungan kinerja
program CSR dan relasi sosial. Dengan kata lain, kinerja program CSR memiliki
hubungan dengan variabel modal sosial, sehingga modal sosial memiliki pengaruh
terhadap relasi sosial.
, Universitas Indonesia
14
Penelitian ini menggunakan tiga konsep utama yaitu modal sosial, CSR, dan
relasi sosial. Modal sosial dianggap relevan dengan topik penelitian ini, karena
relevan sebagai variabel intervening. Dalam hal ini, keberadaan modal sosial dapat
memberikan pengaruh positif atau negatif secara tidak langsung terhadap hubungan
kinerja program CSR dan relasi sosial. Konsep CSR, atau lebih berfokus pada
kinerja program CSR, dianggap sebagai teori yang relevan dalam penelitian ini,
karena pemaknaan dan pemahaman manajer perusahaan terhadap pentingnya
implementasi CSR menjadi terlihat. Dengan mengetahui sejauh mana kinerja
program CSR, maka dapat terlihat pula relasi yang terbangun antara perusahaan dan
masyarakat lokal. Konsep relasi sosial yang menekankan pada konsep penerimaan
sosial kemudian muncul sebagai hasil dari kinerja program CSR perusahaan.
Melalui relasi sosial ini, diharapkan perusahaan dapat memperoleh relasi sosial
pada tingkatan penerimaan atau paling tinggi pada tingkatan legitimasi.
Universitas Indonesia
15
harus dapat membangun relasi positif dengan komunitas lokal. Khusus pada
perusahaan tambang dan migas yang melakukan aktivitas eksplorasi alam, etika
dalam menjaga relasi sosial perusahaan perlu dijalankan dan bukan sekadar
mengatur ulang besar kecilnya profit atau legalitas keuntungan bisnis, namun untuk
menciptakan legitimasi sosial perusahaan dalam lingkungan sosial (Hetcher dalam
Prayogo, 2013). Maka, legitimasi sosial akan memperjelas posisi perusahaan terkait
keabsahan sosial keberadaan berdirinya perusahaan baik berupa dukungan dan
proteksi yang dilakukan stakeholder terhadap perusahaan karena keberadaan dan
tindakan perusahaan dirasakan dapat memberi dampak positif bagi mereka.
Berikut indeks relasi sosial perusahaan dengan stakeholder: benturan
(social conflict), penolakan (social resistance), penerimaan (social acceptance),
dukungan (social support), dan pengamanan (social based security).
-2 -1 0 +1 +2
●
Konflik
●
Penolakan
●
Penerimaan
●
Dukungan
●
Pengamanan
, Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
, Universitas Indonesia
18
Variabel intervening atau variabel mediating atau dapat juga disebut sebagai
variabel antara, merupakan variabel yang berada di antara variabel independen dan
variabel dependen. Variabel ini memediasi pengaruh variabel bebas terhadap
varabel terikat (Cresswell, 2009).
Dalam penelitian ini, modal sosial dijadikan sebagai intervening yang
memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap hubungan antara kinerja
perusahaan dengan relasi sosial. Modal sosial dapat dijadikan sebagai variabel
intervening, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moffat dan Zhang
(2014). Moffat dan Zhang (2014) mengangkat salah satu fitur dalam modal sosial
yaitu kepercayaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moffat dan Zhang
(2014), kepercayaan memiliki korelasi positif dan dapat dijadikan sebagai variabel
Universitas Indonesia
19
intervening dalam melihat relasi sosial. Merujuk pada hasil penelitian ini maka,
peneliti menggunakan modal sosial yang merupakan variabel dari dimensi
kepercayaan sebagai variabel intervening dalam penelitian ini.
Penelitian ini melihat bahwa modal sosial merupakan suatu bentuk sumber
daya dalam sebuah kelompok. Sumber daya tersebut hanya dapat diakses oleh
anggota dari kelompok tersebut, sedangkan orang di luar kelompok tidak dapat
mengakses. Orang-orang menjadi anggota dalam suatu kelompok, karena
memandang modal sosial sebagai suatu keuntungan yang dapat diperoleh dalam
suatu hubungan. Tentu saja modal sosial merupakan bentuk modal yang berbeda
jika dibandingkan dengan modal fisik maupun modal manusia. Melalui modal
sosial, anggota kelompok saling bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Putnam (1993) mengartikan modal sosial sebagai fitur dalam organisasi
sosial seperti kepercayaan (trust), norma (norms), dan jaringan (network) yang
dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan yang
dikoordinasi. Selain itu, Putnam (1995) melihat modal juga sebagai fitur dalam
kehidupan sosial – jaringan, norma dan kepercayaan - yang memungkinkan
partisipan untuk bertindak bersama lebih efektif untuk mengejar tujuan bersama.
berdasarkan pernyataan Putnam (1993), Modal sosial memiliki tiga fitur utama di
dalamnya, yaitu norma, jaringan dan kepercayaan. Ketiga komponen ini kemudian
dapat digunakan untuk mengukur modal sosial yang ada dalam suatu hubungan.
Hubungan dalam penelitian ini merupakan hubungan antara perusahaan dengan
masyarakat lokal.
Fitur kepercayaan dapat diartikan sebagai bentuk kerelaan untuk mengambil
risiko, rasa percaya jika orang lain akan memberikan respon sesuai yang diharapkan
dan bertindak timbal balik yang supportif, percaya sebagai hasil dari tindakan yang
diinginkan oleh seseorang sesuai dengan sudut pandang yang dimiliki orang lain,
dan sebagai bentuk outcome dari modal sosial (Fukuyama, 1995; Misztral 1996;
dan Foxton dan Jones, 2011). Fitur kedua pada modal sosial adalah norma. Norma
dapat diartikan sebagai standar profesional dan kode perilaku, kontrol sosial
informal, pengatur tindakan yang tidak tertulis, dan dianggap sebagai sesuai yang
baik serta dipahami oleh seluuh anggota masyarakat (Fukuyama, 1995; Putnam dan
Coleman, 2000; dan Foxton dan Jones, 2011). Fitur terakhir dalam modal sosial
, Universitas Indonesia
20
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah relasi sosial. Relasi sosial
pada penelitian ini merujuk pada indeks relasi sosial perusahaan dan masyarakat
lokal oleh Prayogo (2011). Prayogo (2011) menjabarkan indeks relasi sosial
kedalam lima, yaitu benturan (social conflict), penolakan (social resistance),
penerimaan (social acceptance), dukungan (social support), dan pengamanan
(social based security). Dari kelima bagian dalam indeks relasi sosial, penelitian ini
Universitas Indonesia
21
berfokus pada relasi sosial dalam tingkatan penerimaan sosial (social acceptance).
Penerimaan digunakan untuk mengukur relasi sosial karena memiliki nilai 0 pada
indeks relasi sosial.
Mengacu pada Hofman dan Gaast (2014), dimensi dalam penerimaan sosial
dibagi menjadi tiga, yaitu:
, Universitas Indonesia
22
Universitas Indonesia
23
, Universitas Indonesia
24
Universitas Indonesia
25
, Universitas Indonesia
26
sosial yang telah ada dan untuk memaknai bentuk tindakan yang bernilai
atau di terima secara sosial. kemudian Foxton dan Jones (2011) melihat
norma sosial sebagai sesuatu yang diterima oleh sebagian besar individu
atau kelompok sebagai sesuatu yang baik, serta dipahami oleh seluruh
anggota masyarakat. berdasarkan dari pengertian-pengertian yang
dipaparkan sebelumnya, maka indikator dalam dimensi norma adalah:
a. Adanya nilai-nilai “mendalam” antar anggota kelompok
b. Adanya nilai-nilai sekuler antar anggota kelompok
c. Ketidak sesuaian tindakan dan norma akan diberi sanksi
d. Nilai yang disepakati dan dibuat bersama
e. Nilai yang disetujui kedua pihak
f. Adanya standar profesional dalam bertindak
g. Nilai yang diterima secara sosial
3. Jaringan (Network). Foxton dan Jones (2011) menjelaskan bahwa Jaringan
baik formal maupun informal dalam konsep modal sosial, dimaknai sebagai
hubungan personal yang diakumulasikan ketika orang-orang berinteraksi
satu sama lain dalam keluarga, tempat bekerja, lingkungan bertetangga,
asosiasi lokal dan berbagai tempat pertemuan formal dan informal.
Sedagkan Lin (2001) menjelaska jika jaringan sosial merupakan tempat
mengalirnya informasi yang berguna mengenai kesempatan dan pilihan
yang tidak tersedia ditempat lainnya, dan akan meningkatkan hasil dari
tindakan. Melalui jaringan pula, anggota dalam sebuah kelompok berbagi
ketertarikan yang sama dan sumberdaya yang tidak hanya menyediakan
dukungan emosional namun juga pengakuan publik atas klaim sumberdaya
tertentu. Berdasarkan pemaparan mengenai dimensi jaringan, berikut
indikator dalam dimensi ini:
a. Adanya hubungan yang lebih dekat
b. Adanya interaksi satu sama lain
c. Adanya tempat pertemuan dalam interaksi
d. Adanya ikatan yang lemah namun menyilang
e. Adanya posisi kekuasaan dalam hubungan
f. Adanya hirarki dalam hubungan
Universitas Indonesia
27
Hubungan Antar Variabel (HAV) dalam penelitian ini dibagi kedalam dua
bagian, yaitu hubungan antar variabel bivariate dan hubungan antar variabel
multivariate. Hubungan variabel bivariate berfokus pada hubungan antara variabel
dependen yaitu relasi sosial dan variabel independen yaitu kinerja program CSR.
Sedangkan hubungan antar variabel multivariate menitik beratkan pada hubungan
antara variabel dependen yaitu relasi sosial, variabel independen yaitu kinerja
program CSR dan variabel intervening yaitu modal sosial.
Program CSR memiliki kaitan secara langsung dengan relasi sosial yang
menjadi hasil dari aktivitas CSR suatu perusahaan. Prayogo (2011) menjelaskan
bahwa jika CSR dan CD dapat dijalankan dengan baik oleh perusahaan, maka relasi
terbangun relasi yang baik pula antara perusahaan dengan stakeholdernya. Selain
terbangunnya relasi baik antara perusahaan dengan stakeholder perusahaan,
aktivitas CSR yang baik juga meningkatkan social performance perusahaan yang
membentuk good corporate image perusahaan itu sendiri.
Konsep kinerja program CSR (Prayogo 2013) dianggap sebagai konsep
yang sesuai untuk melihat kaitan antara program CSR dengan relasi sosial. Konsep
kinerja program CSR menekankan pada kewajiban perusahaan untuk menciptakan
kesejahteraan sekaligus membangun relasi saling mendukung antara perusahaan
, Universitas Indonesia
28
dengan komunitas lokal, melalui program CSR. Enam dimensi dalam konsep ini
yaitu manfaat, kesesuaian, keberlanjutan, dampak, partisipasi, dan pengembangan
kapasitas, mengukur program CSR secara menyeluruh dalam kaitannya dengan
relasi sosial.
CSR yang melibatkan masyakarat lokal dari awal proses perencanaan
hingga evaluasi program. Kemp et al (2011) menekankan keadilan untuk
mengurangi potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Perusahaan berusaha mengikutsertakan masyarakat dalam pembuatan keputusan
serta menciptakan resolusi konflik yang mungkin terjadi dalam hubungan
perusahaan dan masyarakat lokal (Kemp et al, 2011). Perlunya
kesalingmenguntungkan antara perusahaan dan masyarakat lokal dalam
berjalannya operasi perusahaan (Harvey, 2013). Sehingga tidak memunculkan
ketimpangan yang tidak diharapkan seperti menghasilkan masyarakat yang miskin
dan perusahaan yang hidup mewah, melalui hubungan yang baik dengan
masyarakat lokal.
Rozi (2017) menjelaskan bahwa performa CSR memiliki hubungan yang
cukup kuat sekitar 47% berkaitan dengan relasi sosial antara perusahaan dan
masyarakat lokal. Procedural fairness (keadilan prosedural) merupakan salah satu
factor penting yang ikut serta memengaruhi relasi antara perusahaan dengan
komunitas (Rozi, 2017). Berdasarkan pembahasan di atas, hipotesis yang dapat
diajukan adalah:
Universitas Indonesia
29
tangkapan ikan bagi para nelayan, serta merusak wilayah Dodo yang menjadi
tempat bersemayam leluhur masyarakat Minahasa. Keberadaan PT. Newmont
ditentang oleh LSM lokal sehingga perpanjangan kontrak yang telah ditanda
tangani tidak berjalan (Asy’ari, 2009).
Moffat dan Zhang (2014) menggunakan salah satu fitur dalam modal sosial
yaitu kepercayaan, sebagai variabel intervening dalam penelitiannya. Kepercayaan
dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat lokal dianggap penting, dan
dapat terbangun dengan intensitas kontak yang tinggi serta mengikutsertakan
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan (Moffat dan Zhang, 2014).
Terutama keputusan yang berhubungan erat dengan hajat hidup mereka. Jha dan
Cox (2015) menjelaskan bahwa terdapat hubungan positif antara CSR dengan
modal sosial. Faktor modal sosial dari wilayah lokasi perusahaan dapat
memengaruhi CSR. Hubungan positif ini, terpengaruh oleh kecenderungan
altruistic yang muncul karena adanya tradisi dan norma yang dilestarikan secara
turun temurun (Jha dan Cox, 2015). Berdasarkan pemaparan tersebut, teori modal
sosial dianggap sesuai digunakan sebagai variabel intervening dalam hubungan
kinerja program CSR dengan relasi sosial. Modal sosial memiliki tiga fitur utama
di dalamnya yang saling terkait satu sama lain, yaitu trust, norms dan network.
Modal sosial dalam penelitian ini dianggap dapat membangun penerimaan
masyarakat lokal terhadap keeradaan perusahaan. Tumbuhnya rasa saling percaya,
terbangunnya norma dan jaringan, membuat masyarakat lokal dapat membangun
relasi yang baik dengan perusahaan. Karena menerima keberadaan perusahaan
dengan kegiatan operasi eksploitasi alam di wilayah tinggal masyarakat lokal,
bukanlah hal yang mudah dilakukan. Modal sosial mempermudah penerimaan
tersebut. Sehingga hipotesis yang dapat diajukan adalah:
Berikut gambaran hubungan teori CSR, Modal Sosial, dan Relasi Sosial
berdasarkan penjelasan sebelumnya.
, Universitas Indonesia
30
Modal Sosial
• Trust
• Norms
• Network
Gambar 2.2 Gambaran Hubungan Antar Variabel Kinerja Program CSR, Modal
Sosial dan Relasi Sosial
Universitas Indonesia
31
, Universitas Indonesia
32
• Perusahaan
mengikutsertakan
mayarakat lokal dalam
pengambilan keputusan
• Masyarakat lokal tetap
memperoleh keualitas hidup
yang baik
• Perusahaan memberikan
kompensasi keuangan
• Perusahaan meningkatkan
kemampuan masyarakat
lokal
• Perusahaan meningkatkan
kualitas infrastruktur
• Terbangun kepercayaan
antara masyarakat lokal dan
perusahaan
• Kepercayaan Skoring 1-10 Interval
• Perusahaan menunjukkan
integritas dalam mengelola
resiko
• Perusahaan menujukkan
kemampuannya dalam
mengelola resiko
• Perusahaan tidak
mengambil untung atas
kerentanan masyarakat
lokal
• Mempertemukan keinginan
masyarakat lokal dengan
sikap perusahaan
• Frekuensi interaksi/kontak
• Kualitas kontak
• Frekuensi komunikasi
• Kecenderungan melibatkan
komunitas dalam
pengambilan keputusan
• Frekuensi bersama
• Keinginan bekerjasama
dengan masyarakat lokal
• Dukungan
• Perusahaan menghormati
masyarakat lokal
Universitas Indonesia
33
• Mempertimbangkan tindakan
yang dilakukan dengan sikap
orang lain
• Mempertimbangkan
tindakan yang dilakukan
dengan timbal balik dari
orang lain.
• Jujur dalam bertindak
• Adanya tindakan kerjasama
• Adanya rasa percaya
• Mempertimbangkan
sudutpandang orang lain
dalam bertindak
• Adanya nilai-nilai Skoring 1-10 Interval
“mendalam” antar anggota
kelompok
• Adanya nilai-nilai sekuler
antar anggota kelompok
• Ketidak sesuaian tindakan
dan norma akan diberi
Norma sanksi
(Norms) • Nilai yang disepakati dan
dibuat bersama
• Nilai yang disetujui kedua
pihak
• Adanya standar profesional
dalam bertindak
• Nilai yang diterima secara
sosial
• Adanya hubungan yang Skoring 1-10 Interval
lebih dekat
• Adanya interaksi satu sama
lain
• Adanya tempat pertemuan
dalam interaksi
Jaringan • Adanya ikatan yang lemah
(Network) namun menyilang
• Adanya posisi kekuasaan
dalam hubungan
• Adanya hirarki dalam
hubungan
• Adanya dukungan dari pihak
lain
, Universitas Indonesia
34
Penelitian ini akan menguji beberapa hipotesis. Hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1
H10 : Kinerja Program CSR tidak memiliki pengaruh
terhadap relasi sosial.
H11 : Kinerja Program CSR memiliki pengaruh terhadap
relasi sosial.
Hipotesis 2
H20 : Modal Sosial tidak memiliki pengaruh terhadap
hubungan Kinerja Program CSR dengan Relasi Sosial
H21 : Modal Sosial memiliki pengaruh terhadap hubungan
Kinerja Program CSR dengan Relasi Sosial
Universitas Indonesia
BAB 3
3. METODE PENELITIAN
35 Universitas Indonesia
36
mengetahui bagaimana relasi antara perusahaan dan masyarakat lokal pada saat
penelitian berlangsung saja, dan tidak dapat digeneralisir pada waktu sebelum atau
setelah penelitian berlangsung.
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian basic
research. Basic research merupakan desain penelitian yang berfungsi untuk
memajukan pengetahuan fundamental mengenai bagaimana dunia bekerja dan
membangun atau melakukan serangkaian uji penjelasan teoretis. Penelitian ini
mencoba untuk menjelaskan bagaimana kinerja program CSR yang baik, menjadi
penting bagi masa depan hubungan perusahaan dengan masyarakat lokal. Karena
kinerja program CSR yang baik diharapkan dapat membangun relasi yang positif
antara perusahaan dengan masyarakat lokal.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik survei.
Penelitian survei merupakan penelitian di mana peneliti secara sistematis
menanyakan banyak orang dengan pertanyaan yang sama dan kemudian mencatat
jawaban tersebut (Neuman, 2006). Teknik survei dilakukan untuk memperoleh data
primer dalam penelitian, teknik survei dipilih agar dapat mencakup lebih banyak
sample dengan wilayah yang lebih luas. Dalam pengumpulan data sekunder,
dilakukan melalui analisis dokumen pribadi perusahaan, mengumpulkan data
statistic jika memungkinkan, serta melakukan kajian literatur untuk memperkaya
data yang diperoleh.
Universitas Indonesia
37
program CSR, dan kepala keluarga yang mengetahui serta menerima program CSR
perusahaan. Unit observasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang
mengetahui program CSR perusahaan tetapi belum pernah menerima program CSR
dari perusahaan, serta kepala keluarga yang mengetahui dan menerima program
CSR perusahaan. Populasi penelitian kemudian dibatasi hanya pada kepala
keluarga yang mengetahui saja, kepala keluarga yang menerima program CSR
perusahaan, serta kepala keluarga yang mengetahui dan menerima program CSR
perusahaan CNOOC di Pulau Kelapa.
Secara sederhana, sampel dapat diartikan sebagai unit terkecil dari populasi
yang keberadaannya dapat mewakili atau jawabannya dapat digeneralisir pada
tingkat populasi. Neuman (2006) menjelaskan sample sebagai kumpulan kecil
individu yang peneliti pilih dari populasi yang lebih luas dan mengeneralisasi
populasi. Sample penelitian ini adalah kepala keluarga yang mengetahui saja,
kepala keluarga yang menerima program CSR perusahaan, serta kepala keluarga
yang mengetahui dan menerima program CSR perusahaan.
Teknik penarikan sampel yang dianggap sesuai dalam penelitian ini adalah
teknik stratified sampling. Stratified sampling didesain untuk memilih sample pada
populasi yang heterogen dengan nilai yang meningkatkan keterwakilan sample
(Babbie, 2010). Penggunaan teknik stratified sampling didasari dari
ketidakmungkinan peneliti memperoleh kerangka sampel yang terperinci dari
keseluruhan populasi di Pulau Kelapa atas dasar kerahasiaan dan perlindungan dari
negara. Sehingga peneliti menggunakan teknik penarikan sample ini untuk
mengambil sample berdasarkan RW, RT kemudian KK.
Teknik penarikan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik
stratified. Tahap pertama melakukan pengambilan sample acak 2 RT dari masing-
masing RW di Pulau Kelapa. Langkah selanjutnya melakukan pengambilan sample
acak KK secara proporsional sebanyak 100 KK. Penentuan jumlah sampling
didasarkan pada jumlah keseluruhan KK di Pulau Kelapa RW 1 hingga RW 4,
sebanyak 1678 KK. Dengan margin of error sebesar 7,34% dan tingkat
, Universitas Indonesia
38
𝑁 𝑅𝑇
𝑥 𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 (3.1)
𝑁 𝑅𝑊
Berdasarkan rumus di atas, perhitungan untuk memperoleh jumlah sampel
tiap-tiap RT adalah:
Universitas Indonesia
39
51
02 409 KK 5 51 KK 𝑥 100 = 12,46 13
409
50
02 409 KK 6 50 KK 𝑥 100 = 12,22 12
409
69
03 451 KK 1 69 KK 𝑥 100 = 15,29 15
451
83
03 451 KK 4 83 KK 𝑥 100 = 18,40 18
451
43
04 455 KK 3 43 KK 𝑥 100 = 9,45 10
455
55
04 455 KK 2 55 KK 𝑥 100 = 12,08 12
455
Total Keseluruhan Sampel 117 KK
, Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
, Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
𝑅𝑆 = 𝛼 + β1 𝐶𝑆𝑅 + 𝑒1 (3.2)
𝑆𝐶 = 𝛼 + β1 𝐶𝑆𝑅 + 𝑒1 (3.3)
𝑅𝑆 = 𝛼 + β1 𝐶𝑆𝑅 + β2 𝑆𝐶 + 𝑒2
, Universitas Indonesia
44
Dimana:
𝑅𝑆 = Relasi Sosial
𝐶𝑆𝑅 = Kinerja Program CSR
𝑆𝐶 = Modal Sosial
𝛼 = Konstanta
β1 = Koefisien Regresi untuk Kinerja Program CSR
β2 = Koefisien Regresi Untuk Modal Sosial
𝑒 = Error
Universitas Indonesia
45
3.10 Reliabilitas
Reliabilitas merupakan teknik yang diterapkan berulang kali ke objek yang
sama, menghasilkan hasil yang sama setiap saat (Babbie, 2010). Uji reliabilitas
dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat sejauh mana variabel yang digunakan
dalam penelitian telah presisi dalam mengukur objek yang sama. Variabel dalam
penelitian dikatakan reliabel, jika variabel tersebut dapat memberikan hasil
pengukuran yang konsisten.
0.90 + Excellent
0.80-0.90 Good
0.70-0.80 Respectable
0.65-0.70 Minimaly acceptable
0.60-0.65 Undesirable
0.6 Unacceptable
Sumber: Wrench J.S et.all, 2016
, Universitas Indonesia
46
Crombach’s
No. Variabel N of Item Status
Alpha
Kinerja Program CSR –
1 0,916 23 Excellent
Pemberdayaan Ekonomi
Kinerja Program CSR -
2 0,929 21 Excellent
Pendidikan
Kinerja Program CSR -
3 0,801 22 Good
Kesehatan
Kinerja Program CSR -
4 0,859 23 Good
Lingkungan
Kinerja Program CSR -
5 0,933 15 Excellent
Infrastruktur
Kinerja Program CSR -
6 0,841 23 Good
Sosial
7 Relasi Sosial 0,914 25 Excellent
3.11 Validitas
a. Jika rhitung (hasil uji SPSS) ≥ rtabel maka pertanyaan dinyatakan valid
b. Jika rhitung (hasil uji SPSS) < rtabel maka pertanyaan dinyatakan tidak valid
Universitas Indonesia
47
, Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
BAB 4
49 Universitas Indonesia
50
Universitas Indonesia
51
Tabel 4.2 Program CSR yang Masih Berjalan dan Dikenal dengan Baik oleh
Masyarakat Pulau Kelapa
, Universitas Indonesia
52
KK Jumlah Penduduk
Jumlah
Jumlah
Jumlah
No. RW Dewasa Anak
RT Lk Pr
Lk Pr Lk Pr
1 01 5 339 40 379 334 301 384 346 1.365
Universitas Indonesia
53
Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa jumlah kepala keluarga laki-laki lebih
banyak dibandingkan kepala keluarga perempuan, dengan jumlah kepala keluarga
laki-laki sebesar 1.605 dan kepala keluarga perempuan sebesar 260. Walaupun
jumlah kepala keluarga laki-laki relatif lebih besar dibandingkan kepala keluarga
perempuan, namun kepala keluarga perempuan cenderung lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah. Hal ini sejalan dengan banyaknya kepala keluarga
laki-laki yang bekerja sebagai nelayan atau merantau ke “Kota” (istilah untuk pusat
Kota Jakarta), sedangkan kepala keluarga perempuan cenderung bekerja sebagai
pedagang atau ibu rumah tangga (IRT) di rumah. Tabel 4.3 menjelaskan data
penduduk berdasarkan latar belakang pendidikan dan latar belakang pekerjaannya.
Jenis Kelamin
No Pendidikan Jumlah
Lk Pr
1 Tidak Sekolah 444 459 903
2 Tidak Tamat SD 421 436 857
3 Tamat SD/MI 1.508 1.459 2.967
4 Tamat SLTP 321 275 596
5 Tamat SLTA 149 78 227
6 Tamat Akademi/S1 37 42 79
7 S2 2 0 2
8 D1 0 1 1
9 D2 4 4 8
10 D3 4 10 14
Jumlah 2.440 2.764 5.654
Sumber: Monografi Pulau Kelapa, 2017
, Universitas Indonesia
54
Tabel 4.4 menyajikan latar belakang pekerjaan masyarakat Pulau Kelapa per
Agustus 2017.
Jenis Kelamin
No Pekerjaan Jumlah
Lk Pr
1 Petani 0 0 0
2 Buruh / Karyawan Swasta 95 19 114
3 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 31 27 58
4 ABRI (POLRI) 10 0 10
5 Pedagang 27 234 261
6 Pertukangan 46 9 55
7 Nelayan 1.058 0 1.058
8 Fakir Miskin / Jompo 105 63 168
9 Pensiunan 3 0 3
10 Lain-lain 0 0 0
Jumlah 1.375 352 1727
Sumber: Monografi Pulau Kelapa, 2017
Universitas Indonesia
55
Tidak
Ya
40%
100%
Ya
60%
Gambar 4.1 Pengetahuan Kepala Keluarga di Pulau Kelapa tentang Kegiatan CNOOC
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
Gambar 4.2 Pengetahuan Kepala Keluarga di Pulau Kelapa tentang Program CSR
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
56
Istilah CSR
Total
Pernah Tidak Pernah
Program Ya 35% 34,2% 69,2%
Bantuan Tidak 0,9% 29,9% 30,8%
Perusahaan
Total 35,9% 64,1% 100%
n = 117
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21
Dari 69,2% warga pulau kelapa yang mengetahui apa itu program bantuan
perusahaan CNOOC, sebanyak 35% pernah mendengar istilah CSR sedangkan
34,2% tidak pernah mendengar istilah CSR. Namun, sebagian besarnya hanya
mengetahui program CSR sebatas pada program bantuan yang diberikan dengan
rutin oleh perusahaan kepada warga Pulau Kelapa. Bantuan tersebut mengacu pada
bantuan untuk anak yatim, bantuan sembako, dan dana bantuan untuk warga Pulau
Kelapa. Sementara itu, sisanya mengetahui program CSR hanya sebatas pada
bantuan perusahaan saja. Di sisi lain, sebanyak 31% kepala keluarga di Pulau
Kelapa tidak mengetahui apa itu program CSR. Mereka yang tidak mengetahui
program CSR juga merupakan mereka yang belum pernah mendengar istilah
program CSR. Hal ini sejalan dengan hasil tabel silang di atas antara pengetahuan
pernah mendengar istilah CSR dengan mengetahui apa itu program CSR. Sebanyak
29,9% yang belum pernah mendengar istilah CSR, belum mengetahui kegiatan
program CSR dan memahami CSR sebatas pada istilah bantuan dari perusahaan.
Gambar 4.3 Grafik Sumber Informasi Kepala Keluarga Pulau Kelapa terkait CSR
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
Universitas Indonesia
57
, Universitas Indonesia
58
sampai di rumah sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi dengan
warga sekitar. Informasi mengenai program CSR perusahaan mereka ketahui dari
istri mereka yang lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Mereka yang bekerja
sebagai nelayan juga mengetahui program CSR CNOOC dari teman sesama
nelayan mereka. Hal ini sesuai dengan pemaparan data pada gambar 4.4, bahwa
sebanyak 4 kepala keluarga di Pulau Kelapa mengetahui informasi mengenai CSR
perusahaan dari temannya. Sisanya sebanyak 36 kepala keluarga mengetahui
program CSR dari berbagai pihak seperti pihak sekolah yang membagikan paket
anak sekolah untuk sisa berprestasi, dan dari masyarakat sekitar tempat tinggal yang
membicarakan program CSR yang akan datang.
Ya
69%
Universitas Indonesia
59
Kelapa, karena warga cenderung sulit memperoleh air bersih pada saat musim
kemarau. Mereka hanya dapat mengandalkan air minum kemasan, dan air hujan
untuk minum dan memasak. Walaupun di wilayah Pulau Kelapa sudah terdapat
mesin penyulingan air laut menjadi tawar mereka merasa tidak cocok dengan air
suling tersebut sehingga bantuan air bersih menjadi sangat berarti untuk mereka.
Berdasarkan hasil olah data terkait harapan kepala keluarga di Pulau Kelapa
terkait program CSR dari perusahaan CNOOC, sebanyak 34 kepala keluarga
berharap jika program CSR prusahaan lebih berfokus pada masyarakat kecil.
Sebanyak 21 kepala keluarga berharap agar program CSR perusahaan lebih banyak
menyerap tenaga kerja asli pulau. Kepala keluarga di Pulau Kelapa beranggapan
jika perusahaan sudah mengambil sumber daya alam milik mereka, karena itu
perusahaan hendaknya menyerap tenaga kerja asli pulau atau dikenal dengan istilah
Orpu. Tujuannya, dengan menyerap tenaga kerja orang asli pulau, warga memiliki
keterikatan yang mendalam dengan perusahaan. Selama ini perusahaan CNOOC
hanya sedikit menyerap tenaga kerja asli pulau, dan lebih berfokus pada penyerapan
tenaga kerja asing.
Gambar 4.5 Harapan Kepala Keluarga di Pulau Kelapa untuk Program CSR
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia
BAB 5
Prayogo (2013) memaparkan bahwa kinerja program CSR yang baik dapat
diukur melalui enam dimensi, diantaranya adalah dimensi manfaat, dimensi
kesesuaian, dimensi keberlanjutan, dimensi dampak, dimensi partisipasi dan
dimensi pengembangan kapasitas. Enam dimensi dalam variabel kinerja program
CSR digunakan dalam untuk mengukur kinerja program CSR perusahaan CNOOC
di wilayah Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, sebagai wilayah Ring 1 perusahaan
CNOOC. Namun, dua dimensi, yaitu manfaat dan kesesuaian, disatukan dengan
pertimbangan indikator kedua dimensi tersebut terlalu sedikit apabila dipisahkan
satu sama lain. Perusahaan CNOOC pertama kali mengimplementasikan program
CSR-nya pada 2003 (Febrianti, 2015). Program CSR perusahaan kemudian dibagi
ke dalam enam jenis program. Di antaranya program pemberdayaan ekonomi,
pendidikan, kesehatan, lingkungan, infrastruktur dan sosial. Seluruh jenis program
ini akan diukur menggunakan enam dimensi yang telah dipaparkan sebelumnya dan
dibagi berdasarkan jenis program.
61 Universitas Indonesia
62
baik sengaja maupun tidak disengaja (Jenkins, 2008). Ketergantungan dapat terjadi
karena program CSR perusahaan lebih bersifat charity daripada pemberdayaan
(Febrianti, 2015). Perusahaan CNOOC memiliki beberapa program pemberdayaan
ekonomi, namun responden penelitian hanya mengetahui dua program , yaitu
pemberdayaan tanaman Mangrove dan Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan.
No Nama Program
1. Pemanfaatan Limbah Plastik Rumah Tangga
2. Pemberdayaan Tanaman Mangrove
3. Program Budidaya Rumput Laut
4. Program Sea Farming (Budidaya Ikan)
5. Pemberdayaan Industri Pembuatan Es Batu
6. Pengelolaan Hasil Tangkapan Nelayan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, dari Berbagai Sumber
Universitas Indonesia
63
pengasapan, tetapi juga dapat dijadikan kerupuk dan nugget ikan, dengan harga jual
yang lebih tinggi (Majalah Community Relation, 2014). Di bawah ini terdapat
dokumentasi kegiatan pembudidayaan mangrove dan pengolahan ikan hasil
tangkapan, yang dilakukan perusahaan CNOOC.
, Universitas Indonesia
64
Memperoleh Program
Pemberdayaan Ekonomi Total
Pernah Belum Pernah
Mengetahui 10 16 26
Tahu
Program 8,5% 13,7% 22,2%
Pemberdayaan Tidak 0 91 91
Ekonomi Tahu 0,0% 77,8% 77,8%
10 107 117
Total
8,5% 91,5% 100,0%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
Universitas Indonesia
65
Tabel 5.3 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Pemberdayaan Ekonomi
Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 26 54% 46%
2 Dimensi Keberlanjutan 26 69% 31%
3 Dimensi Dampak 26 54% 46%
4 Dimensi Partisipasi 26 61% 39%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 26 50% 50%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
n = 26
Rendah
31%
Tinggi
69%
, Universitas Indonesia
66
n = 26
Rendah
46% Tinggi
54%
Universitas Indonesia
67
n = 26
Rendah
46% Tinggi
54%
, Universitas Indonesia
68
n = 26
Rendah
39%
Tinggi
61%
Universitas Indonesia
69
n = 26
Rendah Tinggi
50% 50%
, Universitas Indonesia
70
atas pengetahuan dan keahlian yang diperoleh, sehingga pengetahuan dan keahlian
yang diperoleh menjadi rahasia kelompok.
n = 26
Rendah
42%
Tinggi
58%
Universitas Indonesia
71
Dale dan Onyx (2005) memaparkan salah satu elemen yang menjadi kunci
membangun modal sosial yang baik adalah dengan meningkatkan angka melek
huruf atau pendidikan pada tingkatan individual yang dilakukan melalui
penyebaran pengetahuan. Tujuannya melalui peningkatan pendidikan maka secara
alamiah perekonomian akan membaik (Febrianti, 2015). Upaya peningkatan
pendidikan melalui program CSR telah dilakukan oleh perusahaan, di antaranya
melalui beberapa program seperti di bawah ini:
No Nama Program
1. Paket Sekolah untuk Siswa SD-SMP Berprestasi
2. Program Beasiswa Siswa SD-Mahasiswa
, Universitas Indonesia
72
Universitas Indonesia
73
peringkat 1-5 di kelas masing-masing dengan nilai perolehan Rp650.000 dan untuk
mahasiswa mereka yang memperoleh IPK sebesar 3,00 dengan nilai perolehan
Rp1.300.000, jumlah yang memperoleh beasiswa sebanyak 568 (Majalah
Community Relation, 2013). Kemudian pemberian beasiswa diperkecil cakupannya
menjadi peringkat 1-3 dengan nilai perolehan Rp650.000 sedangkan untuk
mahasiswa mereka yang memperoleh IPK 3,00 dengan nilai perolehan
Rp1.300.000, jumlah penerima sebesar 507 (Majalah Community Relation, 2017).
Gambar 5.8 Program CSR Pendidikan – Beasiswa dan Paket Alat Sekolah
Sumber: Majalah Community Relation 2013 dan Hasil Dokumentasi Pribadi
Memperoleh Program
Pendidikan Total
Pernah Belum Pernah
27 76 103
Mengetahui Tahu
23,1% 65% 88%
Program
Tidak 0 14 14
Pendidikan
Tahu 0% 12,0% 12,0%
27 90 117
Total
23,1% 76,9% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
Berdasarkan hasil olahan data Tabel 5.5, dari 88% responden penelitian
yang mengetahui program pendidikan CNOOC, sebanyak 23,1% pernah
memperoleh program pendidikan dan 65% belum pernah memperoleh program
, Universitas Indonesia
74
Universitas Indonesia
75
partisipasi, dan pengembangan kapasitas. Lima dimensi ini dihitung secara terpisah
untuk melihat perolehan skor masing-masing dimensi dalam variabel kinerja
program CSR di bidang pendidikan.
Tabel 5.6 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Pendidikan
Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 102 49% 51%
2 Dimensi Keberlanjutan 102 40% 60%
3 Dimensi Dampak 102 46% 54%
4 Dimensi Partisipasi 102 50% 50%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 102 48% 52%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
n = 102
Rendah Tinggi
51% 49%
Gambar 5.9 Kinerja Program CSR – Pendidikan Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
76
persentase pada Gambar 5.8, dapat dilihat bahwa kinerja program CSR pada jenis
program pendidikan dimensi manfaat dan kesesuaian adalah rendah. Berdasarkan
hasil wawancara oleh Febrianti (2015) program CSR CNOOC memang telah
meningkatkan mutu pendidikan di Pulau Kelapa. Namun, tidak dapat diingkari
bahwa perkembangan zaman juga turut menjadi salah satu faktor utama yang
mendorong peningkatan mutu pendidikan di Pulau Kelapa. Begitu juga dengan
program pemerintah terkait sekolah gratis dan Kartu Jakarta Pintar yang ikut
mendorong peningkatan mutu pendidikan di Pulau Kelapa. Hal yang menyebabkan
dimensi manfaat dan kesesuaian rendah adalah karena program beasiswa, salah satu
program pendidikan CNOOC yaitu masih dianggap kurang sesuai dengan
kebutuhan. Beasiswa yang diperoleh pemanfaat sebesar 1,3 juta per semesternya.
Peserta penerima beasiswa harus menyetorkan IPK yang diperoleh setiap
semesternya dengan standar IPK 3,00. Febrianti (2015) memaparkan hasil
wawancara bahwa beasiswa yang diterima mahasiswa Pulau Kelapa terlalu kecil
jumlahnya untuk menutupi kebutuhan di Kota Jakarta.
Selain itu, hal yang menyebabkan dimensi manfaat dan kesesuaian rendah
adalah karena dimensi manfaat dan kesesuaian dianggap hanya bermanfaat kepada
mereka yang menjadi pemanfaat pada program ini. Di antaranya mereka yang
berprestasi dengan ranking 1-3 dari jenjang SD hingga SMA yang memperoleh
paket sekolah dari CNOOC, serta mahasiswa pemanfaat yang memperoleh
beasiswa dari CNOOC. Program pendidikan CNOOC juga dianggap belum
memenuhi kebutuhan pendidikan bagi seluruh kepala keluarga di Pulau Kelapa,
sebab pemanfaat pada program pendidikan sangat sedikit dan semakin berkurang
jumlah pemanfaatnya di tiap tahun. Ini karena sebagian besar anak-anak yang
bersekolah tidak dituntut terlalu banyak oleh orang tua mereka. Berdasarkan
penuturan salah satu responden, orang tua di Pulau Kelapa belum terlalu peduli
pada prestasi anak di bidang pendidikan. Para orang tua juga tidak mendorong anak
untuk berprestasi dan memperoleh pendidikan sebaik mungkin. Para orang tua
cenderung membiarkan kemauan anak, bahkan setiap malam masih banyak anak
usia sekolah dasar yang menghabiskan waktu di lapangan untuk bermain, bukan
menghabiskan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas di rumah.
Universitas Indonesia
77
n = 102
Tinggi
40%
Rendah
60%
n = 102
Tinggi
Rendah 46%
54%
, Universitas Indonesia
78
n = 102
Rendah Tinggi
50% 50%
Universitas Indonesia
79
n = 102
Tinggi
Rendah
48%
52%
, Universitas Indonesia
80
penelitian, yaitu ada peningkatan pengetahuan yang dirasakan akibat beberapa anak
terpacu untuk ikut berprestasi atau mempertahankan prestasinya agar memperoleh
alat sekolah gratis atau beasiswa. Namun, tidak dalam jumlah yang masif. Hanya
beberapa orang saja, sisanya hanya merasa ingin memperoleh tetapi tidak dibarengi
dengan upaya peningkatan prestasi. Adapun untuk peningkatan keterampilan,
program yang diberikan belum sampai pada peningkatan keahlian serta belum
sampai juga pada sikap berbagi pengetahuan dan keahlian.
n = 102
Tinggi
41%
Rendah
59%
Universitas Indonesia
81
Relation (2013) yang menjelaskan bahwa perusahaan berupaya mengejar mutu dan
kualitas di bidang kesehatan. Sebagai upaya mewujudkan misi tersebut, perusahaan
melakukan serangkaian program CSR dan program-programnya adalah seperti
tertera di Tabel 5.7.
No Nama Program
1. Pelayanan Kesehatan Gratis
2. Penyuluhan Tindakan Preventif terhadap Berbagai Penyakit
3. Operasi Bibir Sumbing Gratis
4. Pembagian Paket Kesehatan
5. Penyelenggaraan Sunatan Massal
Sumber: Hasil Pengolahan Data, Dari Berbagai Sumber
Salah satu jenis yang menjadi focus dalam kegiatan CSR perusahaan adalah
kesehatan. Perusahaan menjalankan beragam bentuk kegiatan dalam jenis program
kesehatan. Salah satu di antaranya adalah menyelenggarakan pengobatan gratis
bagi warga Pulau Kelapa. Kegiatan pengobatan gratis merupakan bentuk
peningkatan kualitas kesehatan warga di wilayah operasional perusahaan CNOOC
(Majalah Community Relation, 2010-2011). Kegiatan pengobatan gratis merupakan
salah satu kegiatan yang hampir dilakukan perusahaan setiap tahunnya. Hal ini
terlihat dari kegiatan pengobatan gratis selalu menjadi bagian dari tiap Majalah
Community Relation dari edisi tahun 2009 hingga 2017. Kegiatan pengobatan gratis
tidak hanya kegiatan pengobatan saja, melainkan juga memberikan penyuluhan
tindakan preventif terhadap beragam jenis penyakit dan upaya memperbaiki gara
hidup warga agar lebih memahami pentingnya kesehatan (Majalah Community
Relation, 2010-2011).
Selain kegiatan pengobatan gratis untuk warga Pulau Kelapa, Majalah
Community Relation (2009), memaparkan salah satu kegiatan CSR perusahaan di
bidang kesehatan, yaitu kegiatan Sunat Massal. Kegiatan Sunat Massal
dilaksanakan pertama kali di Pulau Kelapa pada tahun 1996. Kegiatan ini kemudian
dilaksanakan kembali secara terpusat di Pulau Pramukan pada tahun 2017 lalu.
Selain menyelenggarakan Sunat Massal untuk masyarakat di Kepulauan Seribu,
dalam acara tersebut perusahaan juga memberi pakaian muslim serta paket bantuan
, Universitas Indonesia
82
Gambar 5.15 Program CSR Kesehatan – Pengobatan Gratis dan Sunat Massal
Sumber: Majalah Community Relation CNOOC 2009 dan 2010-2011
Universitas Indonesia
83
, Universitas Indonesia
84
Tabel 5.9 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Kesehatan
Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 57 44% 56%
2 Dimensi Keberlanjutan 57 54% 46%
3 Dimensi Dampak 57 44% 56%
4 Dimensi Partisipasi 57 58% 42%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 57 58% 42%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
n = 57
Tinggi
44%
Rendah
56%
Gambar 5.16 Kinerja Program CSR – Kesehatan Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
Universitas Indonesia
85
kartu BPJS untuk pengobatan gratis dari pemerintah. Kartu BPJS dari pemerintah
sudah mampu memenuhi kebutuhan tiap-tiap kepala keluarga di Pulau Kelapa
dalam hal kesehatan sehingga kepala keluarga di Pulau Kelapa tidak terlalu
bersemangat menerima program CSR di bidang kesehatan dari perusahaan. Lagi
pula, program CSR di bidang kesehatan ini memberikan pengobatan gratis yang
tidak jauh berbeda dengan pengobatan yang diberikan oleh BPJS.
n = 57
Rendah
46% Tinggi
54%
, Universitas Indonesia
86
n = 57
Tinggi
44%
Rendah
56%
Universitas Indonesia
87
n = 57
Rendah
42%
Tinggi
58%
n = 57
Rendah
42%
Tinggi
58%
, Universitas Indonesia
88
n = 57
Tinggi
Rendah 47%
53%
Universitas Indonesia
89
mana perusahaan memberikan bantuan fasilitas kesehatan gratis kepada para kepala
keluarga di Pulau Kelapa, khususnya lansia, dan mereka yang kurang mampu. Hal
lainnya adalah program kesehatan gratis ini kurang diminati oleh kepala keluarga
di Pulau Kelapa. Selain tempat dilaksanakannya kurang nyaman untuk mereka yang
sakit, juga karena antrian yang sangat panjang dan berada di ruang terbuka. Program
kesehatan gratis ini kemudian kalah pamor dengan program BPJS kesehatan yang
dicanangkan oleh pemerintah. Para kepala keluarga ini lebih memilih menggunakan
BPJS kesehatan ketimbang mengantri dan menunggu lama. Pada kegiatan sunatan
massal juga tidak jauh berbeda. Kepala keluarga di Pulau kelapa masih merasa
mampu menyunatkan anaknya dengan biaya sendiri, ketimbang mengikuti sunatan
massal. Sunatan massal untuk sebagian kepala keluarga justru membuat anak
mereka menjadi takut sehingga memutuskan untuk tidak mengikutsertakan anak
mereka dalam kegiatan sunat massal tersebut.
, Universitas Indonesia
90
yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Tuduhan ini menyebabkan izin
penempatan Tailing PT. Newmont ditentang oleh LSM anti tambang.
Pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan oleh perusahaan migas
dan tambang, membuat perusahaan CNOOC menjadikan peningkatan mutu
kualitas lingkungan sebagai salah satu misi dari perusahaan (Company Profile,
2013). Untuk mewujudkan misi tersebut, perusahaan CNOOC melakukan beberapa
program sebagai upaya pelestarian lingkungan.
No Nama Program
1. Penangkaran Penyu Sisik
2. Penanaman Tanaman Mangroove
3. Peningkatan Kualitas Ekosistem Terumbu Karang
4. 200 Lubang Biopori
Sumber: Hasil Pengolahan Data, Dari Berbagai Sumber
Universitas Indonesia
91
Memperoleh Program
Lingkungan Total
Pernah Belum Pernah
10 32 42
Mengetahui Tahu
8,5% 27,4% 35,9%
Program
Tidak 0 75 75
Lingkungan
Tahu 0% 64,1% 64,1%
10 107 117
Total
8,5% 91,5% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
92
merupakan mereka yang ikut serta dalam upaya penanaman mangrove. Perusahaan
mengikutsertakan para kepala keluarga untuk membudidayakan mangrove sendiri.
Mulanya, perusahaan bekerjasama dengan SPKP dan BNTKP (Balai Taman
Nasional Kepulauan Seribu) untuk membudidayakan tanaman mangrove. Pihak
SPKP dan BNTKP lalu memberikan informasi pelatihan kepada kepala keluarga di
Pulau Kelapa untuk turut serta membudidayakan tanaman mangrove. Mereka yang
ikut serta menanam mangrove, akan dibayar sebesar 25 rupiah pertanaman yang
ditanam dan 75 rupiah untuk setiap polybag yang di isikan pasir sebagai media
tanam dari bakal calon tanaman mangrove. Pihak perusahaan kemudian membayar
setiap bibit yang berhasil hidup dari kepala keluarga di Pulau Kelapa yang ikut serta
dalam kegiatan tersebut. Febrianti (2015) menjelaskan bahwa penanaman
mangrove merupakan upaya untuk mencegah abrasi, terutama di wilayah reklamasi.
Selanjutnya, sebanyak 27,4% kepala keluarga mengetahui tetapi tidak ikut
serta pada program CSR lingkungan oleh perusahaan. Seluruh responden yang
mengetahui namun tidak ikut serta pada program CSR lingkungan ini mengetahui
program tersebut dari tetangganya. Tetangga mereka mengajak untuk ikut turut
serta menanam tanaman mangrove untuk menambah penghasilan. Namun,
beberapa responden menolak untuk turut serta menanam mangrove. Beberapa
kepala keluarga lainnya yang mengetahui tetapi tidak turut serta dalam program
CSR lingkungan CNOOC beranggapan bahwa mereka yang turut serta dalam
program tersebut adalah orang-orang yang dekat secara personal dengan RT/RW
dan juga pihak SPKP. Mereka yang tidak dekat secara personal tidak diajak secara
langsung atau bahkan tidak diajak ikut serta sama sekali. Adapun mereka hanya
mengetahui informasi program tersebut dari beberapa tetangga terdekat saja.
64,1% responden perusahaan yang tidak mengetahui program CSR
CNOOC dibidang lingkungan, sebanyak 0% pernah mengikuti program lingkungan
CNOOC, dan sebanyak 64,1% belum pernah memperoleh program CSR CNOOC
di bidang lingkungan. sebanyak 64,1% kepala keluarga yang tidak mengetahui dan
belum pernah memperoleh program CSR perusahaan di bidang lingkungan, tidak
memperoleh informasi bahwa program menanam mangrove bukan program yang
dilakukan oleh perusahaan CNOOC, melainkan program dari dinas kelautan dan
SPKP. Variabel kinerja program CSR di bidang lingkungan terbangun dari lima
Universitas Indonesia
93
Tabel 5.12 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Lingkungan
Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 57 44% 56%
2 Dimensi Keberlanjutan 57 54% 46%
3 Dimensi Dampak 57 44% 56%
4 Dimensi Partisipasi 57 58% 42%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 57 58% 42%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
n = 42
Tinggi
38%
Rendah
62%
Gambar 5.23 Kinerja Program CSR – Lingkungan Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
94
n = 42
Rendah
41%
Tinggi
59%
Universitas Indonesia
95
n = 42
Rendah
45% Tinggi
55%
, Universitas Indonesia
96
n = 42
Rendah
38%
Tinggi
62%
Universitas Indonesia
97
n = 42
Rendah Tinggi
50% 50%
, Universitas Indonesia
98
salah satunya oleh ketidaktahuan masyarakat lokal akan program CSR di bidang
lingkungan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Program lingkungan seperti
penanaman mangrove dan pelestarian penyu sisik diketahui oleh responden
penelitian sebagai program dari organisasi SPKP dan TNKP tanpa campur tangan
CNOOC. Berdasarkan hasil wawancara Febrianti (2015) kegiatan penanaman
mangrove dan pelestarian penyu sisik merupakan kegiatan swakelola yang
dipercayakan oleh perusahaan kepada SPKP dan TNKP. Pendanaan awal dilakukan
oleh pihak SPKP. Baru setelah satu periode, pendanaan digantikan oleh perusahaan.
Peningkatan pengetahuan dan keahlian sudah dirasakan oleh penerima manfaat
dalam hal pengetahuan membudidayakan dan menanam mangrove di pinggir laut.
Penerima manfaat juga mengajak orang di sekitarnya turut serta dalam kegiatan ini
dan berbagi pengetahuan serta keahlian pada para penerima manfaat yang baru
bergabung dalam kegiatan pembudidayaan mangrove ini.
n = 42
Rendah Tinggi
50% 50%
Universitas Indonesia
99
dapat mengurangi dampak abrasi secara signifikan. Program lingkungan ini juga
sudah memberikan dampak positif secara luas serta meningkatkan kapasitas
pemanfaat program. Akan tetapi, program lingkungan ini dianggap belum
berkelanjutan karena masih tergantung dengan pendanaan yang diberikan
perusahaan serta belum sepenuhnya mengikutsertakan seluruh kepala keluarga
untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Partisipasi, seperti dijelaskan responden
penelitian hanya sebagatas pada pelaksanaan saja. Namun, pada proses
perencanaan, sosialisasi dan pengambilan keputusan, dilakukan oleh pihak
perusahaan sendiri dan anggota organisasi SPKP dan TNKP saja.
, Universitas Indonesia
100
No Nama Program
1. Perbaikan Dermaga
2. Renovasi Gedung Sekolah
3. Pembangunan Gedung untuk PAUD/RA
4. Pembangunan Masjid
6. Renovasi Perpustakaan
7. Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Sumber: Hasil Pengolahan Data, Dari Berbagai Sumber
Universitas Indonesia
101
Memperoleh Program
Infrastruktur Total
Pernah Belum Pernah
8 47 55
Mengetahui Tahu
6,8% 40,2% 47,7%
Program
Tidak 0 62 62
Infrastruktur
Tahu 0% 53% 53%
8 109 117
Total
6,8% 93,2% 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
102
Universitas Indonesia
103
Tabel 5.15 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Kinerja Program CSR –
Infrastruktur
Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 55 56% 44%
2 Dimensi Keberlanjutan 55 44% 56%
3 Dimensi Dampak 55 44% 56%
4 Dimensi Partisipasi 55 62% 38%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 55 53% 47%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
n = 55
Rendah
44%
Tinggi
56%
Gambar 5.30 Kinerja Program CSR – Infrastruktur Dimensi Manfaat dan Kesesuaian
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
104
n = 55
Tinggi
44%
Rendah
56%
Universitas Indonesia
105
membutuhkan biaya yang besar, sedangkan warga pulau merasa tidak memiliki
dana yang cukup untuk memperbaiki infrastruktur umum di Pulau Kelapa. Karena
itu, bantuan dana maupun alat dari perusahaan sangat dibutuhkan. Program
infrastruktur merupakan program satu arah, sehingga tidak berkelanjutan dalam arti
memandirikan masyarakat lokal. Tidak memandirikan disebabkan program tersebut
merpakan program bantuan saja, bukan merupakan program pemberdayaan.
n = 55
Tinggi
44%
Rendah
56%
Dimensi ketiga adalah dimensi dampak dengan nilai persentase sebesar 56%
pada kategori rendah dan 44% pada kategori tinggi. berdasarkan olahan data
tersebut dapat dikatakan dimensi dampak pada jenis program infrastruktur adalah
rendah. Rendahnya dimensi dampak, karena dampak yang secara langsung tidak
dirasakan oleh para kepala keluarga selaku. Hanya kepala keluarga tertentu saja
yang dapat merasakan dampak secara langsung dan positif dari renovasi gedung
sekolah madrasah serta renovasi dermaga. Dermaga yang direnovasi oleh
perusahaan CNOOC bukanlah dermaga utama di Pulau Kelapa. Dermaga tersebut
juga bukanlah dermaga tempat kapal transportasi berlabung melainkan dermaga
yang digunakan oleh nelayan saja. Bahkan, hanya sebagian nelayan saja yang
menyandarkan kapal di dermaga yang direnovasi oleh perusahaan CNOOC tersebut
sebagian lagi menyebar ke dermaga-dermaga lain yang ada di Pulau Kelapa.
Mereka yang dapat merasakan manfaat dari renovasi gedung sekolah serta dermaga
adalah mereka yang memiliki anak usia sekolah dasar dan mereka yang ber profesi
sebagai nelayan. Namun, tidak semua nelayan merasakan dampak positif dari
dermaga tersebut. Responden penelitian berpendapat bahwa program perbaikan
infrastruktur tidak dapat ditirukan, karena biaya yang dibutuhkan untuk melakukan
, Universitas Indonesia
106
renovasi sekolah serta dermaga sangatlah banyak sehingga sulit untuk dilakukan
secara mandiri tanpa adanya bantuan pemerintah atau perusahaan.
n = 55
Rendah
38%
Tinggi
62%
Universitas Indonesia
107
n = 55
Rendah
47% Tinggi
53%
n = 55
Rendah
47% Tinggi
53%
, Universitas Indonesia
108
Universitas Indonesia
109
dan charity. Kedua kegiatan ini menekankan pada pemberian bantuan secara cuma-
Cuma, seperti halnya pemberian air bersih, pemberian sembako untuk anak yatim,
menndukung acara keagamaan, dan sebagainya.
Program filantropik dan charity lebih mudah dilaksanakan dibandingkan
program pemberdayaan yang membutuhkan waktu panjang serta keterlibatan yang
mendalam. Namun, bentuk program sosial seperti filantropik dan charity, justru
dapat meningkatkan angka ketergantungan masyarakat lokal kepada perusahaan.
Hal ini disebabkan oleh kemudahan masyarakat lokal dalam memperoleh bantuan.
Karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan kembali dampak buruk
ketergantungan yang mungkin saja terjadi pada masyarakat lokal yang disebabkan
oleh program filantropik dan charity, misalnya dengan mengurangi intensitas
pemberian bantuan secara cuma-cuma dan membatasi jumlah pemberian bantuan
filantropik dan charity dalam satu periode berjalannya program.
Perusahaan CNOOC memberikan beberapa kegiatan CSR dalam bidang
sosial yang termasuk kedalam kategori program filantropik dan charity. Berikut
beberapa program sosial yang dilakukan oleh perusahaan:
No Nama Program
1. Pemberian Air Bersih
2. Bantuan untuk Korban Gempa dan Tsunami di Aceh
3. Bantuan untuk Korban Angin Puting Beliung
4. Bantuan untuk Korban Gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah
6. Pemberian Sembako untuk Kaum Dhuafa dan Yatim Piatu
7. Donasi Alat Olahraga
8. Bantua Peduli Bencana Banjir untuk DKI Jakarta dan Sekitarnya
9. Pemberian Ambulance
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
, Universitas Indonesia
110
Gambar 5.36 Program CSR Sosial – Pemberian Air Bersih dan Paket Kaum Dhuafa
Sumber: Majalah Community Relation 2009
Universitas Indonesia
111
, Universitas Indonesia
112
memperoleh program sosial CNOOC. Sebanyak 11,1% kepala keluarga yang tidak
mengetahui program CSR di bidang sosial, merupakan nelayan yang lebih banyak
menghabiskan waktu di laut dan pulang hanya untuk beristirahat, sehingga tidak
memiliki banyak waktu luang untuk bersosialisasi dengan sekitarnya, atau sekedar
mendengarkan cerita keluarganya terkait program CSR CNOOC di bidang sosial.
Variabel kinerja program CSR di bidang sosial terbangun dari enam dimensi, yaitu
dimensi manfaat dan kesesuaian, keberlanjutan, dampak, pengembangan kapasitas
dan partisipasi. Berkut matriks yang memaparkan secara singkat nilai persentase
tiap dimensi dalam variabel kinerja program CSR bidang sosial:
Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Manfaat dan Kesesuaian 104 44% 56%
2 Dimensi Keberlanjutan 104 49% 51%
3 Dimensi Dampak 104 43% 57%
4 Dimensi Partisipasi 104 54% 46%
5 Dimensi Pengembangan Kapasitas 104 65% 35%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
n = 104
Tinggi
44%
Rendah
56%
Gambar 5.37 Program CSR Sosial – Pemberian Air Bersih dan Paket Kaum Dhuafa
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
Universitas Indonesia
113
n = 104
Rendah Tinggi
51% 49%
, Universitas Indonesia
114
disebabkan oleh sifat kegiatan pada jenis program sosial adalah filantropik dan
charity. Kegiatan membagi-bagikan bantuan serta bantuan amal tidak mendorong
pemanfaat menjadi mandiri. Banyaknya program filantropik dan charity justru
menyebabkan tingginya angka ketergantungan kepala keluarga di Pulau Kelapa
kepada perusahaan. Alasannya sederhana, dengan diberikannya kemudahan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, pemanfaat menjadi malas dan tidak mau
berupaya sendiri. Karena itu, dapat dikatakan, tidak ada satupun program sosial
yang diberikan oleh perusahaan CNOOC memenuhi dimensi keberlanjutan.
n = 104
Tinggi
43%
Rendah
57%
Dimensi ketiga adalah dimensi dampak dengan skor persentase sebesar 57%
pada kategori rendah dan 43% pada kategori tinggi. Berdasarkan nilai persentase
tersebut, terlihat bahwa dimensi dampak pada kinerja program CSR jenis program
sosial adalah rendah. Penyebab dari rendahnya dimensi dampak pada jenis program
sosial ini adalah dampak dari program sosial belum secara luas dirasakan oleh
seluruh kepala keluarga di Pulau Kelapa. Program sosial lebih banyak menyasar
pada mereka yang kurang mampu serta korban bencana alam. Hanya program air
bersih saja yang dapat dirasakan oleh hampir seluruh kepala keluarga di Pulau
Kelapa, meskipun ada sebagian memilih untuk tidak ikut mengambil air bersih yang
berikan oleh perusahaan karena antrian yang panjang serta sulitnya membawa
drigen air tanpa bantuan alat, seperti gerobak atau motor. Sebagian besar program
sosial memberikan dampak positif pada kehidupan beberapa pemanfaat, tetapi
belum dirasakan secara menyeluruh seperti kegiatan Maulid Nabi atau Isra Mi’raj
yang hanya dapat dirasakan oleh mereka yang ikut serta dalam kegiatan itu.
Universitas Indonesia
115
Program bantuan juga belum dapat ditiru oleh para kepala keluarga karena
membutuhkan biaya yang besar. Salah seorang responden menjelaskan, sulit bagi
kepala keluarga d Pulau Kelapa untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk
membantu orang yang membutuhkan secara rutin.
n = 104
Rendah
46% Tinggi
54%
, Universitas Indonesia
116
n = 104
Rendah
35%
Tinggi
65%
n = 104
Tinggi
Rendah 47%
53%
Universitas Indonesia
117
Tabel 5.19 Matriks Nilai Persentase Tiap Jenis Program dalam Kinerja Program CSR
Persentase Persentase
No Nama Jenis Program n
Tinggi Rendah
1 Pemberdayaan Ekonomi 26 58% 42%
2 Pendidikan 102 41% 59%
, Universitas Indonesia
118
n = 117
Rendah
41%
Tinggi
59%
Universitas Indonesia
119
, Universitas Indonesia
120
belum melibatkan masyarakat lokal dan bersikap transparan atas alasan dari
pengambilan keputusan tersebut.
Dimensi terakhir adalah pengembangan kapasitas. Dimensi ini berkaitan
dengan dimensi berkelanjutan. Karena sebagian besar program belum bersifat
pemberdayaan dan tidak berkelanjutan, dapat dikatakan program-program CSR
perusahaan juga belum sepenuhnya dapat mengembangkan kapasitas para
pemanfaat. Selain itu, berdasarkan pendapat dari sebagian besar responden
penelitian, peserta program masih belum dapat berbagi pengetahuan dan keahlian
karena masih menganggap pengetahuan dan keahlian itu sebagai rahasia suatu
kelompok dan bukan sesuatu yang mudah disebarluaskan. Di sisi lain, kemampuan
berbagi keahlian dan pengetahuan belum sepenuhnya berjalan baik, karena program
dari perusahaan sebagian besar masih berfokus pada orang-orang tertentu seperti
organisasi tertentu saja untuk menjalankan program CSR-nya.
Program yang diberikan oleh perusahaan secara berkelanjutan lebih banyak
program charity dan program filantropik seperti membagikan paket sekolah,
bantuan anak yatim, bantuan untuk kegiatan 17 Agustus, bantuan kegiatan
keagamaan, paket sembako untuk hari raya, bantuan air bersih, bantuan perbaikan
infrastruktur, dan beragam program lain yang sifatnya hanya satu arah. Program-
program ini justru meningkatkan ketergantungan masyarakat kepada perusahaan.
Pernyataan ini terlihat dari keluhan responden penelitian yang menyatakan bahwa
program CSR perusahaan semakin sedikit dan pernyataan yang menyatakan bahwa
perusahaan sudah tidak banyak membantu masyarakat Pulau Kelapa, hingga
pernyataan perusahaan tidak menjalankan lagi.
Jika mengaitkan hasil penelitian dengan teori Prayogo (2013) mengenai
kinerja program CSR berdasarkan enam dimensi di dalamnya, dapat dilihat bahwa
teori ini belum sepenuhnya dapat mengukur kinerja program CSR yang ada. Hal ini
disebabkan oleh sifat program CSR pada kasus penelitian ini kebanyakan adalah
filantropik dan charity sedangkan teori kinerja program CSR (Prayogo, 2013) lebih
menitikberatkan pada program-program pemberdayaan yang memiliki jangka
waktu yang panjang sehingga hasil yang diperoleh dalam penelitian ini masih
belum sepenuhnya baik. Selain itu, juga turunan indikator dalam tiap dimensi
kurang mendetail seperti pada dimensi keberlanjutan, dampak, partisipasi dan
Universitas Indonesia
121
, Universitas Indonesia
122
Tabel 5.20 Matriks Nilai Persentase Tiap Dimensi dalam Relasi Sosial
Persentase Persentase
No Nama Dimensi n
Tinggi Rendah
1 Dimensi Frekuensi Komunikasi 117 52% 48%
dan Interaksi
2 Dimensi Keterlibatan Masyarakat 117 57% 43%
Lokal
3 Dimensi Frekuensi Bersama 117 46% 54%
4 Dimensi Bekerjasama 117 54% 46%
5 Dimensi Kesan Terhadap Sikap 117 50% 50%
6 Dimensi Dukungan 117 59% 41%
7 Dimensi Community Fairness 117 56% 44%
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, Telah Diolah Kembali
n = 117
Rendah
48% Tinggi
52%
Universitas Indonesia
123
n = 117
Rendah
43%
Tinggi
57%
, Universitas Indonesia
124
mempertimbangkan tiap masukkan yang diberikan oleh para kepala keluarga yang
mengikuti musrembang pada awal perencanaan program. Perusahaan juga
memperoleh aspirasi dari kepala keluarga pada saat program berjalan. Saat ini
banyak sekali perubahan pada tahap perencanaan dan kegiatan musrembang.
Kegiatan perencanaan serta pembuatan lebih banyak ditujukan kepada lurah dan
bupati, serta organisasi yang mengimplementasikan program CSR perusahaan.
Perusahaan dianggap kurang melibatkan masyarakat dan tidak transparan seperti
masa sebelumnya yang menyampaikan apapun keputusan yang dibuat dalam
kegiatan musrembang.
n = 117
Tinggi
Rendah 46%
54%
Universitas Indonesia
125
n = 117
Rendah
46% Tinggi
54%
, Universitas Indonesia
126
sempat terhenti. Hal ini karena adanya perubahan jarak tanam yang ditentukan oleh
pihak inspektorat kehutanan. Jauhnya jarak tanam akan memudahkan tanaman yang
belum berdiri kokoh menjadi terbawa arus dan mati.
n = 117
Rendah Tinggi
50% 50%
Dimensi kesan terhadap sikap merupakan dimensi lain yang ada pada
variabel relasi sosial. Dimensi kesan terhadap sikap memperoleh nilai persentase
sebesar 50% untuk kategori tinggi dan 50% untuk kategori rendah. Dimensi ini
tidak memiliki kecenderungan untuk masuk kedalam kategori manapun karena
kategori tinggi dan rendah memiliki nilai persentase yang sama. Hal ini disebabkan
terdapat beberapa responden yang mendapati kesan baik adapula yang tidak dapat
mengetahui kesan terhadap personel perusahaan karena belum mengenal. Menurut
beberapa responden, perusahaan sudah menghargai adat istiadat dan keberadaan
masyarakat local, karena beberapa kegiatan perusahaan yang mendukung kebiasaan
di Pulau Kelapa, yaitu dukungan perusahaan terhadap kegiatan 17 Agustus,
peringatan Maulid Nabi, dan peringatan Isra Mi’raj. Perusahaan juga dianggap
menghargai keberadaan masyarakat lokal, sesuai sesuai dengan pernyataan
responden yang menganggap penghargaan perusahaan terhadap masyarakat lokal
adalah menghormati dengan memberikan beragam bantuan kepada kepala keluarga.
Salah seorang responden menyatakan bahwa sikap menghargai perusahaan kepada
kepala keluarga di Pulau Kelapa didasari pemikiran bahwa akan diusir dan menuai
konflik jika tidak menghargai masyarakat lokal. Dengan kata lain, beragam
program yang diberikan perusahaan kepada kepala keluaraga di Pulau Kelapa
merupakan pencegahan terjadinya konflik di wilayah produksi perusahaan.
Universitas Indonesia
127
n = 117
Rendah
41%
Tinggi
59%
n = 117
Rendah
44%
Tinggi
56%
, Universitas Indonesia
128
community fairness dalam variabel relasi sosial adalah tinggi, sejalan dengan
informasi yang disampaikan oleh beberapa responden penelitian. Keberadaan
perusahaan di wilayah tempat tinggal mereka tidak menurunkan kualitas hidupnya,
melainkan perusahaan membantu memberikan kualitas hidup yang baik untuk
kepala keluarga di Pulau Kelapa, seperti menyerap tenaga kerja lokal meskipun
jumlahnya sudah semakin berkurang. Kemudian perusahaan juga memberikan
kualitas air yang baik, salah satunya dengan memberikan mesin RO atau mesin
penyuling air laut menjadi air tawar yang dapat digunakan setiap saat oleh kepala
keluarga. Dalam hal kerusakan lingkungan atau pencemaran yang terjadi akibat
kegiatan produksi, perusahaan dapat dikatakan cukup tanggap terhadap upaya
tanggung jawab terhadap pencemaran. Beberapa responden menjelaskan, sesaat
setelah perusahaan memperoleh informasi pencemaran, mereka langsung datang
dengan membawa beberapa tenaga pembersih dan kapal besar untuk mengangkut
minyak yang tercemar. Responden penelitian menyebutnya dengan pex. Bagi
kepala keluarga yang membantu membersihkan ceceran pex yang tersebar di
pinggiran pulau, akan diberikan kompensasi berupa uang.
Perusahaan juga telah melakukan berbagai pelatihan dalam meningkatkan
kemampuan lokal dan meningkatkan kualitas infrastruktur melalui serangkaian
renovasi. Walaupun begitu, perusahaan masih belum terbuka terhadap keputusan
yang diambil terkait program. Perusahaan kurang transparan dalam hal
pengambilan keputusan. Beberapa responden menyayangkan sikap perusahaan.
Karena seandainya perusahaan bersikap terbuka, maka perusahaan telah berusaha
menghargai para kepala keluarga di Pulau Kelapa.
n = 117
Rendah
45% Tinggi
55%
Universitas Indonesia
129
, Universitas Indonesia
130
perusahaan masih belum cukup bersikap terbuka terhadap alasan dari keputusan
yang diambil serta dalam hal budgeting per program kegiatan.
Pengukuran relasi sosial dalam penelitian ini menggunakan dasar indeks
relasi perusahaan dengan stakeholder. Dalam indeks tersebut, terlihat bentuk-
bentuk relasi perusahaan dengan stakeholder, antara lain adalah benturan (social
conflict), penolakan (social resistance), penerimaan (social acceptance), dukungan
(social support), dan pengamanan (social based security) (Prayogo, 2011). Namun,
penelitian ini hanya menggunakan satu dari lima bentuk relasi sosial, yaitu
penerimaan. Penerimaan menempati posisi netral dalam indeks relasi sosial
tersebut. Pemilihan dalam bentuk relasi sosial penerimaan dianggap tepat dalam
penelitian ini. Nyatanya penelitian ini menggambarkan bentuk relasi sosial
penerimaan yang terbangun baru sebesar 55% sehingga tidak cukup untuk naik ke
bentuk relasi sosial yang lebih tinggi, yaitu dukungan dan pengamanan atau
legitimasi sosial. Alasan yang mendasari adalah hasil penelitian menunjukkan
bahwa masih banyak sekali responden yang belum mengenal personel perusahaan.
Komunikasi dan interaksi menurut Moffat dan Zhang merupakan hal penting dalam
membangun relasi yang positif kemudian mengarah pada pembentukan
kepercayaan antara perusahaan dengan stakeholdernya. Sehingga, relasi sosial
penerimaan yang terbangun belum sepenuhnya baik. Dasar relasi positif adalah
kualitas interaksi dan komunikasi, jika personel perusahaan belum dikenal oleh
perusahaan maka dapat dikatakan relasi penerimaan pun belum sepenuhnya
terbangun dengan baik.
Dukungan responden kepada perusahaan sebatas pada alasan program CSR
saja. Ini karena seperti penjelasan sebelumnya, komunikasi dan interaksi bahkan
belum terbangun dengan baik. Penerimaan terlihat karena perusahaan memberikan
kualitas hidup yang baik kepada stakeholder-nya melalui air bersih, penyerapan
tenaga kerja, peningkatan kemampuan dan peningkatan kualitas infrastruktur.
Temuan dalam penelitian ini mendukung teori relasi sosial Prayogo (2013) yang
menyatakan relasi sosial yang terjalin antara perusahaan dengan stakeholder
(komunitas lokal) sebagai salah satu kelompok yang bersentuhan langsung dengan
kegiatan produksi perusahaan bersifat dinamis dan kompleks. Relasi perusahaan
dengan komunitas lokal dianggap dapat berpengaruh terhadap keutuhan dan
Universitas Indonesia
131
n = 117
Tinggi
40%
Rendah
60%
, Universitas Indonesia
132
Universitas Indonesia
133
n = 117
Rendah
37%
Tinggi
63%
, Universitas Indonesia
134
kepala keluarga di Pulau Kelapa. Sehingga para kepala keluarga wajib mengikuti
norma yang dibuat.
Dapat dikatakan, norma yang terbangun jauh berbeda dengan norma pada
umumnya terbangun antara dua pihak yang memiliki hubungan personal.
Tujuannya agar tidak ada sikap yang merugikan salah satu pihak. Norma pada
umumnya dibuat secara bersama. Norma pada hubungan perusahaan CNOOC dan
pihak stakeholder dibuat oleh pihak perusahaan sendiri dan memaksakan
stakeholder perusahaan mematuhinya. Norma yang dibuat perusahaan memiliki
sanksi jika norma tersebut tidak dipatuhi. Salah satunya adalah, mengangkat perahu
nelayan dengan crane ke daratan. Antara perusahaan dengan kepala keluarga tidak
memiliki standar profesional dalam bertindak seperti MOU. MOU hanya dibuat
antara perusahaan dengan pihak organisasi yang membantu menjalankan atau
mengimplementasikan program perusahaan.
n = 117
Rendah Tinggi
50% 50%
Dimensi terakhir dalam variabel modal sosial adalah dimensi jaringan. Lin
(2001) mengartikan jaringan sebagai tempat mengalirnya informasi yang berguna
mengenai kesempatan dan pilihan yang tidak tersedia di tempat lainnya dan akan
meningkatkan hasil dari tindakan. Berdasarkan hasil perhitungan variabel modal
sosial, dimensi jaringan memiliki persentase sebesar 50% pada kategori tinggi dan
50% pada kategori rendah. Responden menjelaskan bahwa hubungan antara
masyarakat dengan perusahaan cukup dekat berdasarkan beberapa kerjasama yang
dilakukan antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa. Walaupun
begitu, pada masyarakat secara luas interaksi antara masyarakat Pulau Kelapa
Universitas Indonesia
135
dengan perusahaan masih belum terbangun dengan baik. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, interaksi serta komunikasi yang dilakukan perusahaan hanya berkisar
pada orang-orang yang berkepentingan dengan perusahaan, seperti ketua RT/RW,
pihak kelurahan atau organisasi yang menjalankan program CSR perusahaan.
Perusahaanpun langsung menuju kantor kelurahan atau kantor organisasi saat
datang ke Pulau Kelapa. Beberapa responden menjelasan bahwa perusahaan dengan
kepala keluarga di Pulau Kelapa memiliki perbedaan kedudukan. Beberapa
responden merasa mereka hanya rakyat kecil, sedangkan perusahaan adalah pihak
yang memiliki modal besar dan dapat membantu mereka. Wilayah tinggal seperti
para responden di Pulau dan pihak perusahaan di Kota juga menggambarkan
perbedaan kedudukan, begitu pula dengan atribut yang digunakan, pekerjaan dan
cara bersikap sehingga beberapa responden menggambarkan ada perbedaan
kedudukan yang terlihat mencolok antara mereka dengan pihak perusahaan.
Adapun sebagian responden lagi menganggap tidak ada bedanya antara mereka
dengan pihak personel perusahaan.
n = 117
Tinggi
Rendah 46%
54%
, Universitas Indonesia
136
Universitas Indonesia
137
Karena kepercayan antara perusahaan dengan responden rendah akibat norma yang
ada dibangun sebelah tangan oleh perusahaan, maka tidak mengherankan jika
dimensi jaringan tidak berada pada kategori manapun baik tinggi maupun rendah.
Nilai kategori tinggi 50% dan rendah 50%. Berdasarkan nilai persentase ini terlihat
bahwa jejaring belum terbangun dengan baik. Hal ini digambarkan dari hubungan
yang belum dekat antara perusahaan dengan seluruh kepala keluarga di Pulau
Kelapa, dan jarangnya interaksi antara perusahaan dan kepala keluarga di Pulau
Kelapa. Selain itu, terdapat pula perbedaan kedudukan antara keduanya. Beberapa
responden menganggap bahwa posisi perusahaan lebih tinggi daripada mereka yang
hanya rakyat kecil. Akibatnya jejaring sulit terbangun jika memiliki posisi yang
berbeda antara dua pihak dan sulit pula informasi mengalir dari jejaring yang ada.
Penelitian ini mendukung teori modal sosial yang dikemukakan oleh
Putnam (1993) mengenai tiga fitur utama modal sosial yang memfasilitasi tindakan
aktor-aktor yang berinteraksi di dalamnya. Modal sosial terbangun jika ketiga fitur
di dalamnya terbangun dengan baik. Ketiga fitur tersebut yaitu kepercayaan, norma
dan jaringan. Jika kepercayaan terbangun dengan baik, maka norma akan terbangun
dengan baik, begitu pula dengan jaringan. Penelitian ini menggambarkan
bagaimana salah satu fitur modal sosial yaitu kepercayaan tidak terbangun,
menyebabkan norma yang dibangun tidak terbangun dengan baik karena dilakukan
“sebelah tangan” saja, begitu juga dengan jejaring yang tidak terbangun. Melalui
modal sosial, anggota kelompok saling bekerjasama mencapai tujuan bersama.
Dalam hubungan perusahaan dan para kepala keluarga, mereka tidak memiliki
tujuan bersama yang harus dikejar dan terpenuhi. Selain tidak memiliki tujuan
bersama, kurangnya komunikasi dan interaksi juga menjadi dasar utama modal
sosial antara perusahaan dan kepala keluarga di Pulau Kelapa tidak terbangun.
, Universitas Indonesia
138
Universitas Indonesia
BAB 6
Pada bagian uji korelasi akan memperlihatkan hubungan dari ketiga variabel
yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut hasil dari uji korelasi kinerja program
CSR, modal sosial dan relasi sosial:
Kinerja
Modal Relasi
Program
Sosial Sosial
CSR
Kinerja Pearson Correlation 1 0,690 0,845
Program CSR Signifikansi 0,002 0,000
Pearson Correlation 0,690 1 0,561
Modal Sosial
Signifikansi 0,002 0,000
Pearson Correlation 0,845 0,561 1
Relasi Sosial
Signifikansi 0,000 0,000
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali
Berdasarkan uji korelasi antara variabel kinerja program CSR dengan relasi
sosial, diperoleh nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0,847, yang menunjukkan
besarnya korelasi antara variabel kinerja program CSR dan relasi sosial sebesar
0,845 atau dikatakan kuat karena mendekati angka 1. Nilai signifikansi tersebut
sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05). Hal
ini bermakna bahwa antara variabel kinerja program CSR dengan variabel relasi
sosial memiliki korelasi signifikan di tingkat populasi Dapat dikatakan terdapat
hubungan antara variabel kinerja program CSR dengan variabel relasi sosial.
Perolehan nilai korelasi antara kinerja program CSR dengan Relasi Sosial
menunjukkan kuatnya hubungan antara kedua variabel tersebut. Hal ini
memperlihatkan bahwa kinerja program CSR yang baik akan membangun relasi
yang baik pula. Penelitian ini menunjukkan, perusahaan CNOOC sudah cukup baik
Universitas Indonesia
141
, Universitas Indonesia
142
Universitas Indonesia
143
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 9,364 28,507
1 Kinerja Program
0,119 0,32 0,690
CSR
a. Dependent Variable: Modal Sosial
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali
, Universitas Indonesia
144
Berdasarkan hasil uji regresi model 2 terlihat variabel kinerja program CSR
terhadap variabel relasi sosial memperoleh nilai koefisien beta sebesar 0,663. Hal
ini menunjukkan bahwa kinerja program CSR mempengaruhi variabel relasi sosial.
Kemudian, variabel modal sosial terhadap relasi sosial memperoleh nilai koefisien
beta sebesar 0,264. Hasil nilai perolehan ini menunjukkan bahwa variabel modal
sosial memiliki pengaruh terhadap hubungan variabel kinerja program CSR dengan
variabel relasi sosial. Berdasarkan pemaparan uji regresi di atas, jika dikaitkan
dengan hipotesis pertama pada penelitian ini yaitu:
Universitas Indonesia
145
H11: Kinerja Program CSR Memiliki Pengaruh terhadap Relasi (Tidak Ditolak)
Tabel 6.5 Hasil Uji Korelasi Kinerja Program CSR Per Jenis Program dengan
Relasi Sosial
Hasil uji korelasi per jenis program menunjukkan bahwa jenis program CSR
yang bersifat filantropik seperti jenis program lingkungan, infrastruktur dan sosial
dapat membangun relasi dengan baik antara perusahaan dengan kepala keluarga di
Pulau Kelapa. Jenis program lingkungan, memiliki nilai hubungan dengan relasi
sebesar 0,590. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan dalam jenis program lingkungan
yang bersifat filantropik yaitu program penanaman mangrove dan pelestarian
penyu. Program penanaman mangrove dan pelestarian penyu dijalankan sebagai
program kerjasama antara perusahaan dengan kepala keluarga di Pulau Kelapa,
melalui pembentukan organisasi swakelola SPKP. Organisasi ini menjalankan
kegiatan pelestarian penyu sisik dan budidaya mangrove berdasarkan dana yang
diberikan oleh perusahaan. Pada saat dana aliran yang diberikan oleh perusahaan
untuk menjalankan kegiatan lingkungan terhenti, maka kegiatan ini ikut berhenti
pula. Program lingkungan melibatkan beberapa kepala keluarga dalam hal
penanaman bibit mangrove serta perawatan bibit tersebut hingga usia tertentu,
sebelum akhirnya ditanam di sekitar pinggiran pulau dan wilayah reklamasi.
, Universitas Indonesia
146
Keterlibatan kepala keluarga dalam kegiatan ini tidak dilakukan secara sukarela
untuk pelestarian lingkungan, melainkan disebabkan oleh adanya imbalan atas
tindakan yang mereka lakukan. Seperti tiap bibit tanaman mangrove yang berhasil
tumbuh hingga usia tertentu, akan dibeli oleh perusahaan untuk kemudian ditanam
di pinggiran pulau. Kegiatan mengisi polybag sebagai media awal tumbuhnya bibit
mangrove yang dilakukan kepala keluarga juga akan memperoleh imbalan sesuai
kesepakatan dengan pihak perusahaan. Kegiatan ini tidak memandirikan kepala
keluarga di Pulau Kelapa, justru meningkatkan ketergantungan kepala keluarga
pada keberadaan perusahaan di wilayah tinggal mereka. Dengan kata lain, saat
program terhenti maka mereka tidak lagi memperoleh imbalan dari perusahaan dan
salah satu sumber pendapatan mereka berkurang.
Selanjutnya, jenis program infrastruktur memiliki nilai hubungan dengan
relasi sosial sebesar 0,738. Nilai hubungan ini menunjukkan bahwa jenis program
infrastruktur dapat membangun relasi sosial yang baik antara perusahaan dengan
kepala keluarga di Pulau Kelapa. Jenis program infrastruktur yang
diimplementasikan oleh perusahaan bersifat filantropik. Hal ini sejalan dengan nilai
dimensi keberlanjutan pada jenis program infrastruktur yang masuk ke dalam
kategori rendah. Jenis program infrastruktur diantaranya adalah renovasi dermaga
dan renovasi sekolah madrasah. Kedua program ini hanya dapat berjalan apabila
perusahaan memberikan bantuan berupa dana dan tenaga ahli, tanpa adanya
bantuan perusahaan maka kegiatan renovasi tidak dapat berjalan. Dalam kegiatan
renovasi yang dilakukan para kepala keluarga tidak banyak yang terlibat, hanya
beberapa dari kepala keluarga yang ikut membantu kegiatan renovasi sebagai
tenaga bantu lokal. Jenis program infrastruktur bersifat philanthropy karena hanya
bersifat satu arah, serta tidak mendorong stakeholder perusahaan menjadi mandiri
dan berdaya secara ekonomi setelah kegiatan yang diberikan selesai dilaksanakan.
Jenis program sosial memiliki nilai hubungan sebesar 0,400 dengan relasi
sosial. Jenis program sosial merupakan bagian dari CSR perusahaan yang
dikhususkan untuk program-program yang bersifat filantropik. Hal ini sesuai
dengan program-program yang diimplementasikan oleh perusahaan dalam jenis
program ini, seperti pemberian air bersih, bantuan untuk korban puting beliung,
dukungan untuk acara keagamaan, dan pemberian sembako untuk kaum dhuafa dan
Universitas Indonesia
147
yatim piatu. Jenis program sosial dikatakan sebagai program yang bersifat
filantropik karena seluruh program pada jenis program ini, merupakan bentuk
kedermawanan perusahaan terhadap stakeholder-nya. Program yang
diimplementasikan dalam jenis program sosial ini, tidak memberikan dampak
memberdayakan serta memandirikan kepala keluarga di Pulau Kelapa, bahkan tidak
meningkatkan pengetahuan dan skill bagi penerima manfaat dari program ini.
Program pemberdayaan ekonomi, memiliki nilai korelasi yang cukup besar
dengan relasi sosial sebesar 0,784. Program ini belum mumpuni sebagai program
pemberdayaan. Kegiatan budidaya mangrove dan program penangkapan nelayan
terlihat belum memberdayakan dan memandirikan penerima manfaatnya. Kegiatan
budidaya mangrove misalnya, hanya berjalan pada saat perusahaan memberikan
imbalan kepada peserta pemberdayaan. Imbalan diberikan atas pekerjaan yang
dilakukan oleh peserta kegiatan, seperti menyiapkan media tanam di polybag,
menanam bibit tanaman mangrove dan merawat bibit tanaman tersebut hingga usia
tertentu. Nantinya perusahaan akan membeli bibit tanaman mangrove yang sudah
cukup usia untuk ditanam di sekitar pinggiran pulau dan wilayah reklamasi. Saat
perusahaan menghentikan aliran dana untuk kegiatan budidaya mangrove, maka
kegiatan tersebut tidak berlanjut. Sedangkan program pelatihan pengolahan hasil
tangkap nelayan belum dapat dikategorikan sebagai program pemberdayaan.
Program pemberdayaan meliputi serangkaian tahapan, dimulai dari tahapan
pelatihan, pendampingan, pengelolaan modal, hingga peserta pelatihan mampu
membuka pasar sendiri dan berjalan secara mandiri. Sedangkan pelatihan
pengolahan hasil tangkap nelayan hanya dilaksanakan pada tahapan pelatihan saja.
Jenis program lainnya seperti jenis program pendidikan dan kesehatan
belum memiliki hubungan dengan relasi sosial sebab, kedua jenis program ini
dianggap kalah pamor dengan program yang diberikan oleh pemerintah seperti
program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan program BPJS Kesehatan. Program KJP
dan program BPJS Kesehatan dianggap lebih mudah dan telah memenuhi
kebutuhan kepala keluarga di Pulau Kelapa dalam hal pendidikan dan kesehatan.
Sedangkan program pendidikan yang diberikan oleh perusahaan, kian berkurang
jumlah dan intensitasnya seiring berjalannya waktu sedangkan program kesehatan
, Universitas Indonesia
148
Tabel 6.6 Hasil Uji Korelasi Dimensi Kinerja Program CSR dengan Relasi Sosial
Relasi Sosial
Dimensi Kinerja Program
Nilai Pearson
CSR
Correlation
Manfaat dan Kesesuaian 0,241
Keberlanjutan 0,553
Kinerja
Dampak 0,091
Program CSR
Partisipasi 0,666
Pengembangan Kapasitas 0,737
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali
Universitas Indonesia
149
, Universitas Indonesia
150
melibatkan sebagian kecil orang seperti pihak kelurahan, tokoh masyarakat dan
ketua RW/RT saja. Relasi sosial terbangun melalui dimensi partisipasi terutama
bagi mereka yang menjadi anggota maupun pernah menjadi anggota dalam
organisasi swakelola yang dibentuk oleh perusahaan. Organisasi swakelola
diantaranya adalah SPKP dibidang lingkungan dan organisasi swakelola untuk
program renovasi dermaga. Melalui organisasi swakelola, perusahaan dengan
kepala keluarga yang menjadi anggota dalam organisasi ini banyak berinteraksi dan
berkomunikasi. Melalui komunikasi dan interaksi yang baik, kesan baik terhadap
perusahaan juga terbangun dengan baik terutama bagi anggota dalam organisasi
swakelola perusahaan.
Dimensi terakhir adalah dimensi pengembangan kapasitas. Dimensi
pengembangan kapasitas juga erat kaitannya dengan program yang bersifat
pemberdayaan. Pengembangan kapasitas memungkinkan perusahaan untuk bekerja
sama dengan masyarakat lokal. Pengembangan kapasitas juga dapat membangun
dukungan serta memberikan kesan yang baik terhadap masyarakat lokal.
Berdasarkan uji korelasi antara dimensi pengembangan kapasitas dengan relasi
sosial, diperoleh nilai hubungan sebesar 0,737. Tingginya nilai hubungan dimensi
pengembangan kapasias dengan relasi sosial, diperlihatkan dari pernyatan
responden penelitian. Beberapa responden penelitian yang pernah mengikuti
program pelatihan yang dilaksanakan perusahaan, menyatakan bahwa pengetahuan
dan keterampilannya meningkat. Pada kegiatan pelatihan tersebut, penerima
manfaat dapat dengan lebih leluasa mengobrol dan berinteraksi dengan pihak
perusahaan. penerima manfaat dalam kegiatan pelatihan merasa ditanggapi dengan
baik tiap pertanyaannya serta membangun kesan baik terhadap perusahaan.
Hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima, karena hipotesis tersebut
sejalan dengan hasil perhitungan uji regresi yang menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh langsung antara kinerja program CSR dengan relasi sosial dengan nilai
pengaruh sebesar 0,663. Berdasarkan persamaan regresi, keadaan relasi sosial
antara perusahaan dengan stakeholder perusahaan sebelum hadirnya kinerja
program CSR adalah -104,885. Kehadiran kinerja program CSR memberikan
pengaruh terhadap relsi sosial sebesar 0,230. Sehingga dapat dikatakan tiap
kenaikan 1 poin kinerja program CSR perusahaan terhadap stakeholder perusahaan
Universitas Indonesia
151
, Universitas Indonesia
152
H21: Modal Sosial Memengaruhi Hubungan Kinerja Program CSR dengan Relasi
Sosial (Ditolak)
Hasil uji korelasi dan uji regresi menunjukkan bahwa modal sosial tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap hubungan kinerja program CSR dengan
relasi sosial. Hal ini menjelaskan bahwa hipotesis 2 dalam penelitian ini ditolak.
Tabel 6.7 Model Summary Kinerja Program CSR, Modal Sosial, dan Relasi Sosial
Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan SPSS Versi 21, telah diolah kembali
Universitas Indonesia
153
teori modal sosial Putnam (1995) yang menyatakan bahwa keberadaan tiga dimensi
dalam modal sosial dapat memfasilitasi tindakan dan meningkatkan efisiensi dalam
mengejar tujuan bersama.
Dalam hal ini terlihat bahwa tiga dimensi dalam modal sosial tidak dapat
dipisahkan keberadaannya, karena peranannya dalam modal sosial saling
mempengaruhi satu sama lain. Suatu hubungan membutuhkan kepercayaan sebagai
bentuk kerelaan untuk mengambil risiko dan melakukan tindakan timbal balik yang
supportif terhadap satu sama lain (Fukuyama, 1995; Misztral 1996; Foxton dan
Jones, 2011). Setelah dibangun kepercayaan, suatu hubungan membutuhkan norma.
Norma dibutuhkan sebagai kontrol sosial yang mengatur tindakan secara tidak
tertulis dan dipahami oleh seluruh anggota (Fukuyama, 1995; Putnam dan
Coleman, 2000; Foxton dan Jones, 2011) dalam hubungan antara perusahaan
dengan masyarakat lokal. Norma juga dibutuhkan agar setiap tindakan dalam
hubungan tidak merugikan salah satu pihak. Setelah norma dibentuk dan disepakati
bersama, terbangunlah jejaring dalam hubungan perusahaan dengan masyarakat.
Jejaring muncul pada saat adanya interaksi antara satu sama lain (Foxton dan Jones,
2011). Di mana nantinya di dalam jejaring tersebut, akan mengalir berbagai
informasi berguna (Lin, 2001) dan dibutuhkan oleh kedua belah pihak. Dalam hal
ini antara perusahaan dan masyarakat lokal. Informasi yang berguna dapat berupa
informasi terkait kebutuhan masyarakat lokal yang dapat diperoleh perusahaan,
maupun ketersediaan sumberdaya alam yang dapat diakses oleh perusahaan.
Berdasarkan persamaan regresi, pengaruh kinerja program CSR terhadap
modal sosial adalah positif, yang menunjukkan bahwa setiap kenaikan kinerja
program CSR akan diikuti oleh kenaikan dari modal sosial. Persamaan regresi
tersebut juga menunjukkan bahwa nilai modal sosial sebelum adanya kinerja
program CSR sebesar 9,364. Setiap kenaikan satu poin pada kinerja program CSR,
dapat meningkatkan modal sosial sebesar 0,119. Hasil tersebut menggambarkan
bahwa sebelum adanya kinerja program CSR dari perusahaan, diantara perusahaan
dengan masyarakat lokal sudah lebih dahulu terbangun modal sosial. Hal ini
dikarenakan sebelum perusahaan CNOOC melakukan kegiatan operasi di wilayah
Pulau Kelapa, modal sosial sudah lebih dahulu dibangun oleh perusahaan YPF
Maxus. Perusahaan YPF Maxus lebih dulu membangun relasi dan modal sosial
, Universitas Indonesia
154
melalui serangkaian program CSR yang dilaksanakan sejak tahun 1990 (Majalah
Community Relation, 2010-2011). Sehingga, perusahaan hanya meneruskan
kembali kegiatan sebelumnya yang telah dilakukan oleh perusahaan pendahulunya.
Seperti kegiatan perbaikan dermaga, perusahaan CNOOC hanya meneruskan
kegiatan yang telah dijalankan sebelumnya oleh perusahaan YPF Maxus (Majalah
Community Relation, 2010-2011).
Terdapatnya hubungan antara program CSR dengan modal sosial dalam
penelitian ini, mendukung penelitian Jha dan Cox (2015). Jha dan Cox (2015)
dalam tulisannya menunjukkan adanya asosiasi positif CSR terhadap modal sosial.
Asosiasi positif ini disebabkan oleh dampak positif kinerja CSR yang tinggi antara
perusahaan dengan masyarakat lokal. Selain Jha dan Cox (2015), terdapatnya
hubungan antara kinerja program CSR dengan modal sosial juga mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Pavlíková dan Wacey (2013). Pavlíková dan Wacey
(2013) menjelaskan bahwa dalam bisnis kepercayaan merupakan hal yang penting,
di mana modal sosial meningkatkan meningkatkan nilai tambah kerjasama yang
sedang berlangsung dan trasnparansi yang dapat menjaga ikatan antar anggota
kelompok. Modal sosial ini dapat terbangun melalui CSR yang baik kredibilitas dan
efektivitasnya serta berjangka panjang, sehingga pada saat permasalahan datang
perusahaan dapat bertahan karena adanya kepercayaan dan dukungan dari
stakeholder perusahaan.
Persamaan regresi menujukkan bahwa nilai relasi sosial sebelum kehadiran
kinerja program CSR dan modal sosial adalah -104,885. Setiap kenaikan satu poin
pada kinerja program CSR dan modal sosial, relasi sosial akan bertambah sebanyak
0,230 + 0,531. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kinerja program CSR
dengan modal sosial dapat meningkatkan relasi sosial pada perusahaan dan
masyarakat lokal.
Berdasarkan hasil uji regresi model 2, diperlihatkan bahwa keberadaan
modal sosial mereduksi nilai korelasi antara kinerja program CSR dengan relasi
sosial. sebelum memasukkan modal sosial sebagai variabel intervening dalam
hubungan kinerja program CSR dengan relasi, hubungan keduanya memiliki nilai
korelasi sebesar 0,845. Keberadaan modal sosial memubat nilai korelasi kinerja
program CSR dengan relasi menurun menjadi 0,663. Terdapat faktor-faktor yang
Universitas Indonesia
155
, Universitas Indonesia
156
Universitas Indonesia
BAB 7
7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi sosial menunjukkan nilai
hubungan yang kuat. Kuatnya hubungan antara kinerja program CSR dengan relasi
sosial didasari oleh pemberian program CSR yang cenderung bersifat filantropik
dari perusahaan. program yang bersifat filantropik seperti program berjenis
lingkungan, infrastruktur dan sosial merupakan ketiga program yang membangun
relasi sosial dengan baik antara perusahaan CNOOC dengan Kepala Keluarga di
Pulau Kelapa. pengujian regresi menunjukkan adanya pengaruh kinerja program
CSR dengan relasi sosial. pengaruh tersebut memperlihatkan bahwa keberadaan
kinerja program CSR perusahaan membantu meningkatkan relasi sosial antara
perusahaan dengan stakeholder perusahaan. hasil ini mendukung beberapa konsep
yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa diantaranya adalah konsep Prayogo
(2013), dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rozi (2017).
Dalam penelitian ini, modal sosial dilihat tidak memiliki pengaruh terhadap
hubungan kinerja program CSR dengan relasi sosial. Uji regresi memperlihatkan
bahwa modal sosial dalam penelitian ini mereduksi nilai hubungan antara kinerja
dengan relasi sosial. dalam penelitian ini yang melibatkan perusahaan CNOOC dan
kepala keluaraga di Pulau Kelapa, hal tersebut disebabkan karena terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan nilai hubungan kinerja program CSR dengan relasi sosial
tereduksi oleh keberadaan modal sosial. Pertama, karena perusahaan memiliki
sistem kontrak yang menyebabkan adanya perubahan manajemen dalam
pelaksanaan CSR dan pandangan terhadap CSR itu sendiri. Faktor kedua, adalah
karena jenis perusahaan off shore yang menyebabkan rendahnya intensitas kontak
secara langsung antara perusahaan dengan masyarakat lokal. Berbeda dengan
perusahaan on shore yang memungkinkan perusahaan kontak secara langsung
dengan masyarakat lokal, karena tinggal di wilayah yang sama. Sehingga modal
sosial dapat terbangun dengan baik dari interaksi dengan intensitas tinggi. Hasil
penelitian menunjukkan adanya hasil yang berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Moffat dan Zhang (2015). Hal yang mendasarinya adalah karena
perbedaan jenis sistem manajemen perusahaan serta jenis wilayah operasi. dimana
pada perusahaan tambang yang menjadi objek penelitian Moffat dan Zhang (2015),
merupakan perusahaan on shore yang dapat melakukann kontak secara langsung
dengan masyarakat lokal yang tinggal disekitar wilayah operasi.
Universitas Indonesia
159
7.2 Saran
1. Saran Teoritis
a. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, masih terdapat faktor-
faktor lain yang perlu digali untuk menunjukkan keterlibatan variabel
modal sosial dalam hubungan kinerja program CSR dengan relasi sosial.
Hal-hali terkait dengan variabel modal sosialpun perlu dikaji lebih
mendalam, agar hasil perolehan data dapat diperkuat dengan kajian
sebelumnya yang sejalan.
b. Selanjutnya, melihat kehadiran variabel modal sosial sebagai variabel
intervening, justru menurunkan nilai hubungan perusahaan dengan
relasi sosial. Dicurigai, model dalam penelitian kurang sesuai
menjadikan modal sosial sebagai variabel intervening. Nantinya, perlu
di lakukan penelitian lagi dengan menjadikan variabel modal sosial
sebagai variabel independent, dengan tujuan melihat bagaimana kinerja
program dan relasi yang terbangun, ketika variabel modal sosial sudah
lebih dahulu terbangun antara kedua belah pihak. Dapat juga
menjadikan variabel modal sosial sebagai variabel dependent, sebagai
hasil dari hubungan variabel kinerja program CSR dan relasi sosial,
mengingat sebagai intervening justru menurunkan nilai beta pada
variabel kinerja program CSR selaku variabel independent dalam
penelitian ini.
c. Hal-hal lain yang perlu ditinjau kembali adalah indikator pada variabel
relasi sosial dan variabel modal sosial. Terutama variabel modal sosial
pada dimensi jaringan. Peninjauan kembali diperlukan untuk melihat
sejauhmana indikator-indikator penelitian dapat mengukur variabel
yang digunakan dengan baik. Kemudian diperlukan juga peninjauan
terhadap variabel kinerja program CSR. Teori ini menekankan pada
program-program pemberdayaan. Padahal tidak semua perusahaan
menjalankan CSR dengan program pemberdayaan, masih banyak
perusahaan yang menitik beratkan pada program charity dan filantropik.
, Universitas Indonesia
160
2. Saran Praktis
Saran praktis dalam penelitian ini diberikan kepada perusahaan dan
masyarakat Pulau Kelapa sebagai dua pihak yang berhubungan secara
langsung.
• Pihak Perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian, memperlihatkan bahwa pihak
perusahaan perlu melakukan perubahan pada beberapa hal. Hasil
penelitian terkait kinerja program CSR perusahaan menunjukkan
bahwa perusahaan telah melakukan program CSR dengan cukup baik.
Namun pada beberapa hal, seperti keberlanjutan dan partisipasi perlu
diperbaiki. Perusahaan perlu mengubah pola pikir dan pemahaman
terkait CSR. Program CSR bukan hanya berpaku pada program-
program charity dan filantropik saja. Dengan kata lain, perusahaan
bukan hanya membagi-bagikan barang sebagai claim menjalankan
program CSR, tetapi perlu melakukan pemberdayaan.
Pemahaman perusahaan mengenai program pemberdayaan
perlu ditingkatkan. Program pemberdayaan berbeda dengan pelatihan.
Pelatihan merupakan salah satu tahapan di dalam program
pemberdayaan. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan
serta keterampilan pemanfaat. Namun, untuk membuat pemanfaat
mandiri, diperlukan pula pendampingan pasca diberikan pelatihan.
Pemanfaat juga dibekali dengan pengetahuan pengelolaan modal, dan
juga dibantu oleh perusahaan untuk membuka pasar untuk menjual
hasil produksi. Program pemberdayaan, memang tidak dapat selesai
pada waktu singkat, diperlukan beberapa periode program CSR untuk
menyelesaikannya. Tetapi perlu disadari oleh pihak perusahaan,
program pemberdayaan penting untuk memandirikan dan mengurangi
ketergantungan masyarakat lokal ke pihak perusahaan.
Universitas Indonesia
161
, Universitas Indonesia
162
Universitas Indonesia
163
, Universitas Indonesia
164
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
167
Kemp, Deanna and John R. Owen. 2013. “Community Relations and Mining: Core
to Business but Not “Core Business”.” Resource Policy: Commonwealth
Science and Industrial Research Organization, Australia. Vol. 38, Pg 523 –
531.
Kemp, Deanna et al. 2010. “Just Relations and Company-Community Conflict in
Mining.” Journal of Business Ethics. Vol. 101, Pg 93-109.
Kotler, Philip and Lee. 2005. Coorporate Social Responsibility: Doing the Most
Good for Your Company and Your Cause. New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc: Hoboken.
Lacey, Justine and Julian Lamont. 2013. “Using Social Contravt to Inform Social
License to Operate: An Application in The Australian Coal Seam Gas
Industry.” Journal of Cleaner Production, Australia. Pg 831-839
Lin, et al. 2001. Social Capital Theory and Research. New York: Walter de
Gyruyter, Inc.
Lin, Nan. 2008. The Handbook of Social Capital: A Network Theory of Social
Capital. New York: Oxford University Press.
Maimunah, Ismail. 2009. “Corporate Social Responsibility and Its Role in
Community Development: An International Perspective.” The Journal of
International Social Research, Vol 2, No. 9.
Majalah Community Relation, 2009
Majalah Community Relation, 2010-2011
Majalah Community Relation, 2012
Majalah Community Relation, 2013
Majalah Community Relation, 2014
Majalah Community Relation, 2017
Moffat, Kieren and Airong Zhang. 2014. “The Paths to Social License to Operate:
An Integrative Model Explaining Community Acceptance of Mining.”
Resource Policy: Commonwealth Science and Industrial Research
Organization, Australia. Pg 61-70.
Neuman, William L. 2006. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative
Approaches, 5th Edition. Boston: Pearson Education Inc.
O’Donovam, Gary. 2002. Environmental Disclosure in The Annual Report:
Extending The Appicability and Predivtive og Legitimacy Theory.
Accounting, Auditing & Acoountability Journal, Vol. 15 Iss 3, Pg 344 – 37.
Onyx, Jenny and Paul Bullen. 2000. “Measuring Social Capital in Five
Communities.” The Journal of Applied Behavioral Science, Vol. 36 No.1.
Paldams, Martin. 2000. Social Capital: One or Many? Definition and Measurement.
Journal of Economic Surveis, Vol. 14, No. 5.
, Universitas Indonesia
168
Universitas Indonesia
169
, Universitas Indonesia
170
Universitas Indonesia
171
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN:
Studi Peran Modal Sosial dalam Optimalisasi Hubungan Antara Kinerja
Program CSR dengan Relasi Sosial
No Kuesioner :
Nama Interviewer :
No Interviewer :
Tanggal Interview :
Nama Responden :
Jenis Kelamin :
Alamat Tinggal : Desa : RT :
RW :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Aktivitas / Organisasi :
Lama Tinggal :
Nomor HP :
, Universitas Indonesia
172
No. Pertanyaan
1. Apakah anda mengetahui perusahaan CNOOC?
a. Ya b. Tidak
Apakah anda mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan
2.
CNOOC?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah anda mengetahui apa itu program CSR?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda dapat menyebutkan program CSR CNOOC?
a. Ya b. Tidak
Universitas Indonesia
173
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Buruk Baik
Penilaian Program
Ketera
Pertanyaan Pem
Pend Kes Ling Inf Sos ngan
Eko
A. Manfaat dan Kesesuaian
1. Program bermanfaat
memperbaiki kondisi
masyarakat
penerima.
2. Kemampuan
program
meningkatkan akses
masyarakat
memenuhi
kebutuhan lainnya
3. Kemampuan
program mengangkat
potensi lokal
4. Kesesuaian program
dengan kebutuhan
masyarakat
5. Kesesuaian program
yang diberikan
dengan kemampuan
komunitas
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan
program tanpa
adanya
pendampingan
korporasi setelah
dilakukan pelatihan
, Universitas Indonesia
174
2. Keberlanjutan
program tanpa
adanya bantuan
berupa kredit ringan
atau alat-alat
penunjang kegiatan
oleh korporasi
setelah pelatihan
3. Program korporasi
mendorong
komunitas untuk
melanjutkan
program tersebut
secara mandiri
4. Kemampuan
komunitas untuk
melanjutkan
program secara
mandiri karena
sudah baik secara
manajemen
5. Kemampuan
komunitas untuk
melanjutkan
program secara
mandiri karena
berhasil membangun
pasar
6. Kemampuan
komunitas untuk
melanjutkan
program secara
mandiri karena
perputaran modal
sudah baik
C. Dampak
1. Dampak secara
langsung dirasakan
masyarakat luas
2. Perusahaan
memberikan dampak
positif terhadap
kehidupan
masyarakat lokal
3. Terdapat adanya
perbedaan kondisi
masyarakat pada saat
sebelum dan setelah
Universitas Indonesia
175
perusahaan
memberikan
program CSR
4. Program dapat
direplikasi oleh
masyarakat sekitar
D. Partisipasi
1. Partisipasi
komunitas dalam
kegiatan
musrembang sebagai
bagian dari
perencanaan
program
2. Partisipasi
komunitas dalam
sosialisasi awal
program
3. Partisipasi
komunitas dalam
pelaksanaan program
4. Partisipasi
komunitas dalam
pengambilan
keputusan
E. Pengembangan
Kapasitas
1. Peningkatan
pengetahuan
dirasakan komunitas
akibat program
2. Peserta program
mampu berbagi
pengetahuan yang
didapat dengan
masyarakat lainnya
3. Peningkatan
keahlian atau
keterampilan yang
dirasakan komunitas
akibat program
4. Peserta program
mampu berbagi
keahlian yang
didapat dengan
masyarakat lainnya
, Universitas Indonesia
176
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Buruk Baik
Penilaian
Pertanyaan Keterangan
Relasi Sosial
A. Frekuensi Interaksi dan Komunikasi
1. Apakah anda mengenal salah seorang
personel perusahaan yang menjalankan
program CSR?
2. Seberapa sering anda melakukan interaksi
dan berkomunikasi dengan personel
perusahaan yang menjalankan program
CSR?
3. Apakah anda pernah berkomunikasi
dengan personel perusahaan yang
menjalankan program CSR?
4. Bagaimana tanggapan personel
perusahaan yang menjalankan program
CSR terhadap pertanyaan yang anda
ajukan?
5. Apakah secara langsung ataukah secara
tidak langsung komunikasi anda dengan
personel perusahaan?
B. Keterlibatan Masyarakat Lokal
1. Apakah masyarakat diikutsertakan
dalam perencanaan program CSR?
2. Apakah masyarakat ikut serta dalam
kegiatan musrembang?
3. Apakah masyarakat turut memberikan
aspirasi atas program CSR perusahaan?
4. Apakah masyarakat lokal dilibatkan
dalam pembuatan keputusan?
5. Apakah masyarakat dilibatkan dalam
implementasi program CSR?
6. Apakah suara masyarakat
diperhitungkan oleh perusahaan dalam
membuat program CSR?
Universitas Indonesia
177
C. Frekuensi Bersama
1. Apakah masyarakat dan perusahaan
pernah melakukan kegiatan bersama?
2. Bagaimana intensitas kebersamaan
antara perusahaan dan masyarakat?
3. Apakah perusahaan sering berkunjung
ke wilayah tempat tinggal masyarakat?
4. Apakah perusahaan pernah mengunjungi
pemukiman masyarakat?
D. Bekerja Sama
1. Apakah masyarakat pernah bekerjasama
dengan perusahaan dalam menjalankan
program CSR?
2. Apakah kerjasama yang dilakukan
masyarakat lokal dan perusahaan
berlangsung lama?
3. Apakah hingga saat ini masih terdapat
kerjasama antara masyarakat lokal
dengan perusahaan?
4. Seberapa sering perusahaan bekerjasama
dengan masyarakat lokal?
E. Kesan Terhadap Sikap
1. Bagaimana kesan anda terhadap sikap
personel perusahaan yang menjalankan
program CSR kepada masyarakat lokal?
2. Apakah perusahaan menghargai adat
istiadat yang ada di masyarakat?
3. Apakah perusahaan menghargai
keberadaan masyarakat lokal (dengan
bersikap wajar, menghormati dan tidak
terkesan angkuh)?
F. Dukungan
1. Apakah masyarakat mendukung
keberadaan perusahaan?
2. Bagaimana bentuk dukungan
masyarakat akan keberadaan
perusahaan?
3. Apakah masyarakat mendukung
program CSR yang dijalankan oleh
perusahaan?
4. bagaimana bentuk dukungan masyarakat
terhadap program CSR yang dijalankan
oleh perusahaan?
G. Community Fairness
1. Apakah masyarakat tetap memperoleh
kualitas hidup yang baik (kualitas air
yang baik, kualitas pangan yang baik,
, Universitas Indonesia
178
Universitas Indonesia
179
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sangat Sangat
Buruk Baik
Penilaian
Pertanyaan Keterangan
Modal Sosial
A. Kepercayaan
1. Apakah menurut anda perusahaan
mampu mengelola dampak negatif dari
kegiatan operasi tambang?
2. Apakah perusahaan mengambil
keuntungan atas kerentanan (kerentanan
secara ekonomi, kesehatan, dan
kurangnya pengetahuan masyarakat akan
bahaya kegiatan operasi tambang)
masyarakat lokal?
3. Apakah anda percaya jika perusahaan
tidak akan bersikap buruk pada anda?
4. Apakah anda percaya jika perusahaan
akan berusaha memperbaiki kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh
kegiatan operasi?
5. Apakah anda mempertimbangkan
tindakan yang akan anda lakukan
berdasarkan sikap perusahaan terhadap
anda?
6. Apakah terdapat kerjasama antara
masyarakat dengan perusahaan?
7. Apakah perusahaan jujur dalam
menjalankan program?
B. Norma
1. Apakah terdapat nilai-nilai mendalam
antara masyarakat lokal dengan
perusahaan?
2. Apakah terdapat sanksi jika terjadi
ketidaksesuaian antara tindakan dan
norma?
, Universitas Indonesia
180
Universitas Indonesia
181
, Universitas Indonesia
182
Universitas Indonesia
183
, Universitas Indonesia
184
Universitas Indonesia
185
, Universitas Indonesia
186
Universitas Indonesia
187
, Universitas Indonesia
188
Universitas Indonesia
189
Tokoh Definisi
Putnam (1993) Modal sosial sebagai fitur dalam organisasi sosial
seperti kepercayaan (trust), norma (norms), dan
jaringan (network) yang dapat meningkatkan efisiensi
masyarakat dengan memfasilitasi tindakan yang
dikoordinasi. Modal juga sebagai fitur dalam kehidupan
sosial – jaringan, norma dan kepercayaan - yang
memungkinkan partisipan untuk bertindak bersama
lebih efektif untuk mengejar tujuan bersama.
Portes (1998) Modal sosial berada pada kemampuan aktor untuk
menjaga / mempertahankan keuntungan didasarkan atas
keanggotaan dalam jaringan sosial dan struktur sosial
lainnya.
Paldam (2000) Modal sosial dianggap sebagai perekat dalam suatu
hubungan yang membuat orang-orang bekerja bersama
atas dasar keinginannya sendiri atau akibat tekanan dari
dalam kelompok. Demi untuk memperoleh keuntungan,
kebanyakan orang membangun kepercayaan dan
jaringan dengan orang lainnya dan bekerjasama dengan
mereka.
Lin (2001) Modal sosial merupakan sumber daya yang melekat
pada sebuah jaringan sosial. Sumber daya tersebut dapat
di akses atau dimobilisasi melalui ikatan dalam
jaringan.
Grootaert et al. (2004) Melalui modal sosial, individu dapat mengakses sumber
daya yang hanya terdapat dalam suatu hubungan, tidak
seperti modal fisik ataupun manusia.
Coleman (2009) Kepemilikan dalam suatu hubungan akan membawa
pada sumberdaya yang dapat digunakan oleh orang lain
dalam hubungan tersebut. Hal ini memunculkan
jaringan sosial yang menumbuhkan norma efektif di
dalamnya. Kepercayaan kemudian hadir untuk
membawa pada penyebaran kewajiban. Jika kewajiban
tidak dilaksanakan, maka akan muncul sanksi kolektif
yang dapat menghambat tumbuhnya kepercayaan.
Sebaliknya, dalam suatu hubungan kedekatan
merupakan hal penting dalam membangun
kepercayaan.
, Universitas Indonesia
190
Fitur Modal
Tokoh Definisi
Sosial
Fukuyama Kepercayaan di artikan sebagai kerelaan
(1995) untuk mengambil resiko didasarkan pada
konteks sosial, di mana ada rasa percaya diri
jika orang lain akan memberikan respon
sesuai dengan yang diharapkan dan akan
bertindak timbal balik dengan cara yang
suportif.
Kepercayaan Misztral (1996, Kepercayaan juga bermakna rasa percaya
dalam Onyx dan sebagai hasil dari tindakan yang diinginkan
Bullen, 2000) oleh seseorang akan sesuai dengan sudut
pandang yang dimiliki oleh orang lain
Foxton and Jones Kepercayaan dilihat sebagai dimensi yang
(2011) dekat berhubungan dengan modal sosial,
juga bagian yang secara langsung
merupakan outcome dari modal sosial
Fukuyama Norma dapat berupa pertanyaan akan nilai-
(1995) nilai mendalam, namun juga mencakup
norma secular seperti standar profesional
dan kode perilaku
Putnam dan Norma sosial memiliki bentuk kontrol sosial
Coleman (dalam informal yang menghilangkan sanksi legal
Onyx dan institusional. Norma sosial biasanya tidak
Bullen, 2000) secaa tertulis namun dipahami sebagai yang
Norma
menentukan pola tindakan yang diharapkan
dalam konteks sosial yang telah ada dan
untuk memaknai bentuk tindakan yang
bernilai atau di terima secara sosial.
Foxton and Jones Norma sosial ini diterima oleh sebagian
(2011) besar individu atau kelompok sebagai
sesuatu yang baik, serta dipahami oleh
seluruh anggota masyarakat
Foxton and Jones Jaringan baik formal maupun informal
(2011) dalam konsep modal sosial, dimaknai
sebagai hubungan personal yang
diakumulasikan ketika orang-orang
berinteraksi satu sama lain dalam keluarga,
Jaringan tempat bekerja, lingkungan bertetangga,
asosiasi lokal dan berbagai tempat
pertemuan formal dan informal. Jaringan
memiliki beberapa tipe berbeda, yaitu:
1. Bonding Social Capital: di maknai
sebagai hubungan orang yang lebih
Universitas Indonesia
191
, Universitas Indonesia
192
Universitas Indonesia
193
, Universitas Indonesia
194
B. Keberlanjutan
1. Keberlanjutan program tanpa adanya
pendampingan perusahaan setelah dilakukan 0,728 0,153 Valid
pelatihan.
2. Keberlanjutan program tanpa adanya bantuan
berupa kredit ringan atau alat-alat penunjang 0,714 0,153 Valid
kegiatan oleh perusahaan setelah pelatihan.
3. Program perusahaan mendorong komunitas
untuk melanjutkan program tersebut secara 0,713 0,153 Valid
mandiri.
4. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena sudah baik 0,764 0,153 Valid
secara manajemen.
5. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena berhasil 0,784 0,153 Valid
membangun pasar.
6. Kemampuan komunitas untuk melanjutkan
program secara mandiri karena perputaran 0,772 0,153 Valid
modal sudah baik.
C. Dampak
1. Dampak secara langsung dirasakan
0,456 0,153 Valid
masyarakat luas.
2. Perusahaan memberikan dampak positif
0,706 0,153 Valid
terhadap kehidupan masyarakat lokal.
3. Terdapat adanya perbedaan kondisi
masyarakat pada saat sebelum dan setelah 0,759 0,153 Valid
perusahaan memberikan program CSR.
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,250 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,202 0,153 Valid
program.
3. Partisipasi komunitas dalam pelaksanaan
0,523 0,153 Valid
program.
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,653 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,249 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,634 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,289 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
Universitas Indonesia
195
, Universitas Indonesia
196
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,507 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,522 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,536 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,540 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
Universitas Indonesia
197
, Universitas Indonesia
198
C. Dampak
1. Program dapat ditiru oleh masyarakat sekitar. 0,745 0,153 Valid
D. Partisipasi
1. Partisipasi komunitas dalam kegiatan
musrembang sebagai bagian dari perencanaan 0,513 0,153 Valid
program
2. Partisipasi komunitas dalam sosialisasi awal
0,429 0,153 Valid
program.
4. Partisipasi komunitas dalam pengambilan
0,507 0,153 Valid
keputusan.
E. Pengembangan Kapasitas
1. Peningkatan pengetahuan dirasakan komunitas
0,798 0,153 Valid
akibat program.
2. Peserta program mampu berbagi pengetahuan
0,714 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
3. Peningkatan keahlian atau keterampilan yang
0,736 0,153 Valid
dirasakan komunitas akibat program.
4. Peserta program mampu berbagi keahlian
0,696 0,153 Valid
yang didapat dengan masyarakat lainnya.
Universitas Indonesia
199
, Universitas Indonesia
200
Universitas Indonesia
201
, Universitas Indonesia
202
Universitas Indonesia
203
, Universitas Indonesia
204
Pengetahuan CSR 5
Tabel Silang Pernah Mendengar Istilah CSR dan Mengetahui Program CSR
Perusahaan (Bantuan Perusahaan)
Pengetahuan CSR 4 * Pengetahuan CSR 3 Crosstabulation
Count 41 40 81
Ya
% of Total 35,0% 34,2% 69,2%
Pengetahuan CSR 4
Count 1 35 36
Tidak
% of Total 0,9% 29,9% 30,8%
Count 42 75 117
Total
% of Total 35,9% 64,1% 100,0%
Universitas Indonesia
205
Count 10 16 26
Tahu
% of Total 8,5% 13,7% 22,2%
Kinerja Program PemEko
Count 0 91 91
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 77,8% 77,8%
Count 10 107 117
Total
% of Total 8,5% 91,5% 100,0%
, Universitas Indonesia
206
Count 27 76 103
Tahu
% of Total 23,1% 65,0% 88,0%
Kinerja Program Pend
Count 0 14 14
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 12,0% 12,0%
Count 27 90 117
Total
% of Total 23,1% 76,9% 100,0%
Universitas Indonesia
207
Count 13 44 57
Tahu
% of Total 11,1% 37,6% 48,7%
Kinerja Program Kesehatan
Count 0 60 60
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 51,3% 51,3%
Count 13 104 117
Total
% of Total 11,1% 88,9% 100,0%
, Universitas Indonesia
208
Count 10 32 42
Tahu
% of Total 8,5% 27,4% 35,9%
Kinerja Program Lingkungan
Count 0 75 75
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 64,1% 64,1%
Count 10 107 117
Total
% of Total 8,5% 91,5% 100,0%
Universitas Indonesia
209
Count 8 47 55
Tahu
Kinerja Program % of Total 6,8% 40,2% 47,0%
Infrastruktur Count 0 62 62
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 53,0% 53,0%
Count 8 109 117
Total
% of Total 6,8% 93,2% 100,0%
, Universitas Indonesia
210
Count 31 73 104
Tahu
% of Total 26,5% 62,4% 88,9%
Kinerja Program Kesehatan
Count 0 13 13
Tidak Tahu
% of Total 0,0% 11,1% 11,1%
Count 31 86 117
Total
% of Total 26,5% 73,5% 100,0%
Universitas Indonesia
211
Statistics
Valid 26 26 26 26 26 26
N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 36,7692 37,5000 29,3077 25,1154 27,1923 155,8846
Dimensi Keberlanjutan
PemEko Keberlanjutan
, Universitas Indonesia
212
Dimensi Dampak
PemEko Dampak
Dimensi Partisipasi
PemEko Partisipasi
Universitas Indonesia
213
Statistics
Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Pendidikan Keberlanjutan
, Universitas Indonesia
214
Dimensi Dampak
Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Pendidikan Partisipasi
Universitas Indonesia
215
Statistics
Valid 57 57 57 57 57 57
N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,5614 1,4561 1,5614 1,4211 1,4211 1,5263
Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Kesehatan Keberlanjutan
, Universitas Indonesia
216
Dimensi Dampak
Kinerja Program Kesehatan Dampak
Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Kesehatan Partisipasi
Universitas Indonesia
217
Statistics
Valid 42 42 42 42 42 42
N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,6190 1,4048 1,4524 1,3810 1,5000 1,5000
Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Lingkungan Keberlanjutan
, Universitas Indonesia
218
Dimensi Dampak
Kinerja Program Lingkungan Dampak
Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Lingkungan Partisipasi
Universitas Indonesia
219
Statistics
Valid 55 55 55 55 55 55
N Missin 0 0 0 0 0 0
g
Mean 1,4364 1,5636 1,5636 1,3818 1,4727 1,4727
Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Infrastruktur Keberlanjutan
, Universitas Indonesia
220
Dimensi Dampak
Kinerja Program Infrastruktur Dampak
Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Infrastruktur Partisipasi
Universitas Indonesia
221
Statistics
Dimensi Keberlanjutan
Kinerja Program Sosial Keberlanjutan
, Universitas Indonesia
222
Dimensi Dampak
Kinerja Program Sosial Dampak
Dimensi Partisipasi
Kinerja Program Sosial Partisipasi
Universitas Indonesia
223
, Universitas Indonesia
224
Statistics
Universitas Indonesia
225
Dimensi Dukungan
Relasi Sosial Dukungan
, Universitas Indonesia
226
Relasi Sosial
Relasi Sosial 2
Universitas Indonesia
227
Statistics
Dimensi Kepercayaan
Modal Sosial Kepercayaan
Dimensi Norma
Modal Sosial Norma
, Universitas Indonesia
228
Dimensi Jaringan
Modal Sosial Jaringan
Modal Sosial
Modal Sosial 2
Universitas Indonesia
229
N 17 17 17
Pearson Correlation ,690** 1 ,561**
Modal Sosial 1 Sig. (2-tailed) ,002 ,000
N 17 117 117
Pearson Correlation ,845** ,561** 1
N 17 117 117
Hasil Uji Korelasi Kinerja Program CSR Per Program dengan Relasi Sosial
Correlations
N 26 26
Pearson Correlation ,784** 1
N 26 117
, Universitas Indonesia
230
Correlations
N 102 102
Pearson Correlation ,160 1
N 102 117
Correlations
N 57 57
Pearson Correlation ,224 1
N 57 117
Correlations
N 42 42
Pearson Correlation ,590** 1
N 42 117
Universitas Indonesia
231
Correlations
N 55 55
Pearson Correlation ,738** 1
N 55 117
Correlations
N 104 104
Pearson Correlation ,400** 1
N 104 117
, Universitas Indonesia
Hasil Uji Korelasi Kinerja Program CSR Per Dimensi dengan Relasi Sosial
232
Correlations
Kinerja Program
Kinerja Program
Kinerja Program Kinerja Program Kinerja Program CSR
Relasi Sosial1 CSR Dimensi
CSR Keberlanjutan CSR Dampak CSR Partisipasi Pengembangan
Manfaat
Kapasitas
Universitas Indonesia
Pearson Correlation 1 ,241 ,553* ,091 ,666** ,737**
Relasi Sosial1 Sig. (2-tailed) ,351 ,021 ,729 ,004 ,001
N 117 17 17 17 17 17
Kinerja Program Pearson Correlation ,241 1 -,134 ,446 ,158 ,409
CSR Dimensi Sig. (2-tailed) ,351 ,607 ,073 ,546 ,103
Manfaat N 17 17 17 17 17 17
Pearson Correlation ,553* -,134 1 -,315 ,213 ,265
Kinerja Program
Sig. (2-tailed) ,021 ,607 ,219 ,413 ,304
CSR Keberlanjutan
N 17 17 17 17 17 17
Pearson Correlation ,091 ,446 -,315 1 ,266 ,285
Kinerja Program
Sig. (2-tailed) ,729 ,073 ,219 ,302 ,267
CSR Dampak
N 17 17 17 17 17 17
Pearson Correlation ,666** ,158 ,213 ,266 1 ,429
Kinerja Program
Sig. (2-tailed) ,004 ,546 ,413 ,302 ,085
CSR Partisipasi
N 17 17 17 17 17 17
Kinerja Program Pearson Correlation ,737** ,409 ,265 ,285 ,429 1
CSR Sig. (2-tailed) ,001 ,103 ,304 ,267 ,085
Pengembangan
Kapasitas N 17 17 17 17 17 17
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
233
Model Summaryb
Coefficientsa
, Universitas Indonesia
234
Coefficientsa
Coefficientsa
Universitas Indonesia
235
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate
Coefficientsa
Coefficientsa
, Universitas Indonesia
236
Universitas Indonesia