Anda di halaman 1dari 37

Malnutrisi Energi Protein

Skenario
Seorang anak perempuan, umur 6 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan sering mencret sejak 1 bulan terakhir. Riwayat pemberian makan
ASI diberikan sampai 3 bulan, selanjutnya diberi air tajin sampai sekarang.
Riwayat kelahiran BBL 2900 g, PB 48 cm. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
BB 6 kg, PB 60 cm. Telapak tangan tampak pucat. Ditemukan edema pada
tungkai bawah dan abdomen. Tampak otore pada telinga kanan dan kiri. Hati
teraba 2 cm bawah arkus kosta. Laboratorium Hb 5 g/dl.

Kata Sulit
1. Air tajin adalah sari pati beras dengan tekstur kental yang diperoleh saat
memasak nasi
2. Otore adalah sekret atau cairan yang keluar dari liang telinga
3. Edema adalah pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan beberapa
sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstitial.

Kata Kunci
1. Seorang anak perempuan, umur 6 bulan
2. Keluhan sering mencret sejak 1 bulan terakhir
3. Riwayat makan ASI diberikan sampai 3 bulan, selanjutnya diberi air tajin
sampai usia 6 bulan.
4. Riwayat kelahiran BBL 2900 g, PB 48 cm.
5. Pemeriksaan fisis BB 6 kg, PB 60 cm
6. Edema pada tungkai dan abdomen
7. Tampak otore pada kedua telinga
8. Hati teraba 2 cm di bawah arkus kosta
9. Laboratorium Hb 5 g/dl

Pertanyaan
1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan pada skenario ?
2. Bagaimana hubungan pemberian air tajin dengan keluhan utama (diare)?
3. Jelskan perbedaan kandungan air tajin dengan ASI!

1
4. Sebutkan etiologi malnutrisi energi protein!
5. Sebutkan klasifikasi malnutrisi energi protein!
6. Jelaskan DD dari skenario!
7. Bagaimana langkah – langkah diagnosis pada skenario?
8. Bagaimana pencegahan pada skenario?
9. Jelaskan patomekanisme dari otore, edema dan telapak tangan tampak puncat!

Jawaban
1. Interpretasi hasil pemeriksaan
a. Status gizi pasien dengan menggunakan BB/U
BB saat lahir 2900 gram
BB usia 6 bulan 6000 gram dengan riwayat edema
Jika makanan adekuat, maka seharusnya akan terjadi penambahan BB
dengan rincian sebagai berikut
Trimester 1(0-3 bulan) kenaikan BB 700-1000gr/bulan
Trimester 2 kenaikan(4-6 bulan) BB 500-600 gr/bulan
Jadi, BB ideal pada usia 6 bulan adalah 6500-7700gr
Berdasarkan pada skenario, dimana edema terdapat di tungkai dan
abdomen, maka BB actual adalah BB yg diperoleh pada antropometri
dikurangi dengan koreksi edemanya.
Udem pretibial : 10-15%
Ascites ringan : 15-20 %
Ascites berat : 20-25 %
Pada kasus BB : 6 kg (edema pada tungkai dan asites)
Maka koreksi edema : 15% x 6 kg = 0,9
20% x 6 kg = 1,2
25% x 6 kg = 1,5
BB = 6 kg – 0,9 = 5,1 kg
BB = 6 kg – 1,2 = 4,8 kg
BB = 6 kg – 1,5 = 4,5
Sehingga berat badan sebenarnya pada pasien berada dalam range 4,5 kg –
5,1 kg

2
Menurut umur dan didapatkan berdasarkan table di atas :
Untuk BB = 4,5 kg dan 4,8 kg, maka berada di bawah < -3 SD. Hal ini
menunjukkan BB pasien dengan status sangat kurus, sedangkan untuk BB
= 5,1 kg berada pada antara -3 SD sampai -2 SD. Hal ini menunjukkan BB
pasien dengan status kurus.

b. Status gizi pasien dengan menggunakan TB/U


PB saat lahir : 48 cm
PB usia 6 bulan : 60 cm
Penambahan PB seharusnya:
Trimester 1 : 2,8-4,4 cm
Trimester 2 : 1,9-2,6 cm
Jadi PB ideal pada usia 6 bulan : 62,1 – 69 cm

3
Status gizi anak saat ini Analisis Status Pertumbuhan Bayi Pada Skenario
menurut tinggi badan terhadap umur didapatkan :
Untuk TB = 60 cm, maka berada di antara -3 sampai -2 SD. Hal ini
menunjukkan TB pasien perawakan Pendek.

c. Status gizi pasien dengan menggunakan BB/TB


berat badan sebenarnya pada pasien dalam koreksi edema 15%,20% dan
25% adalah 4,5 kg, 4,8 kg dan 5,1 kg. dan untuk tinggi badan pasien
adalah 60 cm.

4
Berdasarkan dari table di atas menunjukan bahwa berat badan dengan 4,5
kg dan 4,8 kg terhadap tinggi badan 60 cm masuk dalam antara -3 sampai
-2 SD hal ini menunjukan status gizi kurang dan untuk berat badan 5,1 kg
terhadap tinggi badan 60 cm masuk dalam antara -2 sampai +2 hal ini
menunjukan status gizi normal.
2. Hubungan pemberian air tajin dengan keluhan utama (diare)
Air tajin adalah sari pati beras dengan tekstur kental yang diperoleh saat
memasak nasi. Dilihat dari segi kandungan gizi, air tajin hanya memiliki
kandungan kalori sehingga tidak bisa menggantikan ASI. Air tajin tidak dapat
diberikan pada bayi dibawah 6 bulan karena pada sistem pencernaan bayi
belum sempurna, sehingga bayi belum dapat menerima dengan baik. Protein
dalam usus halus dalam bentuk dipeptida dihidrolisis oleh enzim peptidase
dari sel-sel epitel usus halus menjadi berbagai dipeptida dan polipeptida kecil.
Selanjutnya akan dihidrolisis kembali oleh enzim aminopolipeptidse dan
dipeptidase menjadi asam amino. Proses selanjutnya yang terjadi dalam usus
halus, yaitu penyerapan zat-zat dalam usus halus yang secara spesifik terjadi
dalam vili dan tergantung pada difusi, difusi fasilitatif, osmosis, dan transport
aktif. Sebagian besar zat-zat tersebut diserap dalam bentuk yang lebih

5
sederhana. Pada air tajin, kandungan proteinnya tidak mencukupi kebutuhan
bayi, sehingga pada usus halus tidak terjadi penyerapan dan menyebabkan
atrofi pada vili mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan diare pada
bayi.
Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini dapat mengakibatkan
bayi lebih sering menderita diare. Hal ini disebabkan pembentukan zat anti
oleh usus bayi belum sempurna dan mungkin juga cara menyiapkan makanan
yang kurang bersih. Bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu.
Keadaan ini terjadi akibat usus bayi masih permeable, sehingga mudah dilalui
oleh protein asing. Sebelum mencapai usia 6 bulan sistem pencernaan bayi
belum mampu berfungsi dengan sempurna, sehingga ia belum mampu
menerima makanan selain ASI.
3. Perbedaan kandungan air tajin dengan ASI
 Air Tajin
Kandungan gizi yang terkandung didalamnya secara umum adalah sebagai
berikut:
Komponen Jumlah
Energi (Kal) 43,20
Air (g) 91,21
Protein (g) 0,66
Lemak (g) 1,92
Karbohidrat (g) 5,82
Abu (g) 0,38
Vitamin B1 (mg) 0,0046
Fe (mg) 0,086

 Zat Gizi ASI


a. Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai
salah satu sumber energi untuk otak. Namun demikian angka
kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna
laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang
mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI

6
lebih baik dibandingkan laktosa susu sapi. Kadar karbohidrat dalam
kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama
laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah
melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil.
b. Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi lebih banyak terdiri dari
protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi. ASI juga
kaya akan nukleotida (kelompok berbagai jenis senyawa organik
yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat, dan
fosfat). Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan
pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan
bakteri baik yang di dalam usus, dan meningkatkan penyerapan
besi dan daya tahan tubuh.
c. Lemak
Kadar lemak dalam ASI yang tinggi dibutuhkan untuk mendukung
pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Lemak omega 3
dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak
ditemukan dalam ASI. Disamping itu, ASI banyak mengandung
asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksonik
(DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap
perkembangan jaringan saraf dan retina mata. ASI mengandung
asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang.
d. Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan
energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3
minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar
karnitin lebih tinggi lagi.
e. Vitamin
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi
sebagai faktor pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi

7
menderita penyakit tulang. Vitamin A berfungsi untuk kesehatan
mata dan juga untuk mendukung pembelahan ssel, kekebalan tubuh
dan pertumbuhan.
f. Mineral
Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang
mempunyai fungsi utama untuk pertumbuhan jaringan otot dan
rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Kandungan
zat besi di dalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50%. Sehingga
bayi yang mendapat ASI mempunyai resiko lebih kecil untuk
mengalami kekurangan zat besi. Mineral zink dibutuhkan oleh
tubuh karena merupakan mineral yang banyak membantu berbagai
proses metabolisme di dalam tubuh.

Komposisi ASI
Kandungan Kolostrum Transisi Asi Matur
Energy (Kg kla) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobulin :
 IgA (mg/100ml) 335,9 - 119,6
 Ig G (mg/100ml) 5,9 - 2,9

8
 IgM (mg/100ml) 17,1 - 2,9
 Lisosim (mg/100ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5

 Laktoferin 420-520 - 250-270

KOMPOSISI / 100ML ASI matur


Kalori 75
Protein 1,2
Laktalbumin (%) 80
Kasein (%) 20
Air (ml) 87,1
Lemak (gr) 4,5
Karbohidrat 7,1
MINERAL
Na 16
K 53
Ca 33
P 14
Mg 4
Fe 0,05
Zn 0,15
VITAMIN
A (iu) 182
C (mg) 5
D (iu) 2,2
E (iu) 0,08
Tiamin (mg) 0,01
Riboflavin (mg) 0,04
Niacin (mg) 0,2
Ph Alkaline
Bacteria iontent Sterile

Kandungan susu formula

9
4. Etiologi malnutrisi energi protein
Etiologi malnutrisi energi protein dibedakan menjadi masalah pada nutrien
input dan nutrien output.
- Nutrien input: keadaan dimana terdapat masalah pada makanan yang
masuk kedalam tubuh. Contohnya, asupan protein dan energi yang
tidak adekuat, pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang
tidak adekuat.
- Nutrien output: keadaan dimana terjadi peningkatan zat gizi protein
dan energi dari normalnya (misalnya saat tubuh terkena infeksi,
trauma, kanker), menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan
kehilangan protein maupun energi dari tubuh.
5. Klasifikasi malnutrisi energi protein
Klasifikasi Malnutrisi Energi Protein (MEP) menurut WHO dengan
menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan dari pasien serta

10
memperhatikan edemanya. Jika pasien edema berarti ia mengalami malnutrisi
berat tanpa melihat deficit berat badannya. Jika deficit Berat badan untuk tinggi
badan berada diantara SD 2 dan 3 berarti pasien malnutrisi sedang, jika defisitnya
lebih dari SD 3 maka pasien malnutrisi berat. Kriteria di atas juga berlaku untuk
deficit tinggi badan untuk umur.
KLASIFIKASI WHO
Malnutrisi Sedang Berat
Edema tidak ada Ada
BB / TB Deficit1 (%)2 2-3 (70-79) >3 (<70)
TB /umur Deficit1 (%)2 2-3 (85-89) >3 (<85)
1
Standar Deviasi
2
persentil/ persentase
Klasifikasi Waterlow mengidentifikasi wasting sebagai defisit Berat Badan untuk Tinggi Badan dan stunting sebagai defisit Tinggi

Badan untuk umur tetapi tidak dapat digunakan untuk malnutrisi dengan edema.

BB/TB TB/UMUR

SD Median % Median SD Median % Median

Ringan 1-2 80-89 1-2 90-95

Sedang 2-3 70-79 2-3 85-90

Berat >3 <70 >3 <85

Malnutrisi adalah keadaan dimana masukan nutrisi yang tidak cukup jumlah
atau macamnya, disebabkan asupan kurang, gangguan pencernaan atau absorpsi.
Ada tiga bentuk :
a. Malnutrisi ringan : gizi kurang yang ditandai oleh adanya hambatan
pertumbuhan
b. Malnutrisi sedang : hampir sama dengan malnutrisi ringan, namun tanda
dan gejala klinis lebih banyak ditemukan
c. Malnutrisi berat ; misalnya marasmus, kwashiorkor, ataupun keduanya.
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk yang
diakibatkan oleh kekurangan kalori protein yang berat da kronis, sering

11
ditemui pada balita. Kwashiorkor adalah defisensi protein yang disertai
dengan defisiensi nutrient lainnya yang biasa dijumpai pada bayi dan
balita.

6. Differential Diagnosis
Kwashiokor
A. Defenisi
Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak
yang kekurangan kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah suatu syndrome
klinik yang timbul sebagai akibat adanya kekurangan protein yang parah dan
pemasukan kalori yang kurang dari yang dibutuhkan. Kwashiorkor adalah satu
bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa
dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan.
Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari
gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan
beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan,depigmentasi,hyperkeratosis.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut antara lain :
1. Pola makan
Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung
kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein / asam
amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya
mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi
yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu,
telur, keju, tahu dll) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap
terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan
pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan

12
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun
temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga / penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan
infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan
sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan
imunitas tubuh terhadap infeksi. Seperti gejala malnutrisi protein
disebabkan oleh gangguan penyerapan protein, misalnya yang
dijumpai pada keadaan diare kronis, kehilangan protein secara tidak
normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi saluran pencernaan, serta
kegagalan mensintesis protein akibat penyakit hati yang kronis.

C. Epidemiologi
Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang
terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di
negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika
Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju sepeti Amerika Serikat kwashiorkor
merupakan kasus yang langka.

D. Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan
sel yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein
dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang
jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin
kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema.

13
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga
transport lemak dari hati terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan
lemak dalam hati.
E. Manifestasi Klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein berat
Kwashiorkor, antara lain :
1. Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi
pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites.
Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema.
2. Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat
badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3. Perubahan Mental
4. Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada
stadium lanjut bias menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa
menurun, dan anak menjadi pasif.
5. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan
maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa
disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan
hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
6. Kelainan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya
(texture), maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita
kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa
sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak
kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
Sering bulu mata menjadi panjang.
7. Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis
kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan
hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita
dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor,
yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak
putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian

14
tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu
terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta,
seperti pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha,
dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-
bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan
berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen,
dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
8. Kelainan Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi,
osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan
caries pada gigi penderita.
9. Kelainan Hati
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan
biopsi hati yang hamper semua sela hati mengandung vakuol lemak
besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi
sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi factor
lipotropik.
10. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila
disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit ( ankilostomiasis,
amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga
terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk
pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat,
B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia
sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun.
Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan
sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler,
dan gangguan sistem komplimen.
11. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal,
saliva dan usus halus terjadi perlemakan.
12. Kelainan Jantung

15
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung
disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia.
13. Kelainan Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia
kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini
terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi
usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa
disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat
defisiensi garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase
pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus. Anak dengan
kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan
lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial
untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan
riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa
kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anakanak)
dapat menurunkan IQ secara permanen.

F. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain. Pengkajian
secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan
umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada,
abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria. Fokus pengkajian pada anak
dengan Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi
badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang
mungkin didapatkan adalah:
- Penurunan ukuran antropometri

16
- Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang
dan mudah dicabut) - Gambaran wajah seperti orang tua
(kehilangan lemak pipi), edema palpebra
- Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,
retraksi otot intercostal)
- Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjadi diare.
- Edema tungkai
- Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy
pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering
tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan
lipat paha)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukanterutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis
juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

H. Komplikasi
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi
dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensial
untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat
kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang
terjadi pada awal kehidupan(bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara
permanen.Komplikasi lainnya bisa terjadi shock dan cacat permanen.

I. Penatalaksanaan
1. Atasi atau cegah hipokalemia
2. Atasi atau cegah hipotermi
3. Atasi atau cegah dehidrasi
4. Atasi atau cegah gangguan elektrolit
5. Obati infeksi
6. Perbaiki def.mikronutrien (tanpa Fe dan + Fe)
7. Makanan stab & transisi

17
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
10. Siapkan tindak lanjut

J. Prognosis
Penanganan yang cepat dan tepat pada kasus-kasus gizi seperti kwashiorkor,
umumnya dapat memberikan prognosis yang cukup baik. Penanganan pada
stadium yang lanjut,walaupun dapat meningkatkan kesehatan anak secara
umum, namun ada kemungkinannya untuk memperoleh gangguan fisik
permanen dan gangguan intelektual. Sedangkan bila penanganan terlambat
atau tidak memperoleh penanganan sama sekali, dapat berakibat fatal.

MARASMUS
A. Defenisi
Marasmus merupakan keadaan dimana seorang anak mengalami defisiensi
energi dan protein. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita
kelaparan. Gizi buruk tipe marasmus adalah suatu keadaan dimana pemberian
makanan tidak cukup atau higiene jelek disebabkan oleh defisiensi
karbohidrat.

B. Epidemiologi
Pada umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi
makanan yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif
masih cukup banyak yang belum mampu mencukupi kebutuhan gizi
minimum. Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan,
dan hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di
72% kabupatendi Indonesia. Indikasinya 2 – 4 dari 10 balita di
Indonesia menderita gizi kurang.
Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang
pada anak balita yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi.
Rani di RSU Dr. Pirngadi Medan mendapat 935 (38%) penderita
malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat. Mereka terdiri dari 67%
gizi kurang dan 33% gizi buruk. Penderita gizi buruk yang paling
banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo
Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan

18
sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering
berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang
kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta
terjadinya krisis ekonomi di ludonesia.

C. Etiologi
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat.
Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan
makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa
faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-
sebab marasmus ialah
pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak,misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai
hubungan orang tua – anak terganggu. Kelainan metabolik misalnya:
renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose
intolerance. Malformasi kongenital misalnya: penyakit jantung
bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis,
micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pancreas.

D. Patofisiologi
Pada keadaan ini yang mencolok adalah pertumbuhan yang kurang
atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah
kulit. Pada mulanya keadaan tersebut adalah proses fisiologis untuk
kelangsungan hidup jaringan, ubuh memerlukan energi yang tidak
dapat dipenuhi oleh makanan yang masuk, sehingga harus didapat dari
tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan gizi tersebut.

19
E. Gejala Klinis
- Pertumbuhan berkurang atau terhenti
- Konsipasi atau diare
- Wajahnya tampak tua
- Mata tampak besar dan dalam
- Lemak pipi menghilang
- Apatis

F. Komplikasi
1) Defisiensi Vitamin A
2) Dermatosis
3) Kecacingan
4) Diare kronis
5) Tuberkulosis
G. Pengobatan
Pengobatan rutin dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting:
- Atasi/cegah hipoglikemia
- Atasi/cegah hipotermia
- Atasi/ cegah dehidrasi
- Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
- Obati/cegah infeksi
- Mulai pemberian makanan
- Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
- Koreksi defisiensi nutrien mikro
- Lakukan stimulai sensorik dan dukungan emosi/mental
- Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

Marasmus – Kwashiorkor
Marasmus Kwashiorkor merupakan salah satu tanda klinis dari Kekurangan
Energi Protein berat. Bentuk marasmus kwashiorkor dari malnutrisi protein-
energi ditandai dengan gambaran klinis kedua jenis malnutrisi. Keadaan ini
dapat terjadi pada malnutrisi kronik jaringan saat jaringan subkutis, massa
otot, dan simpanan lemak menghilang. Gambaran utama adalah edema
kwashiorkor, dengan atau tanpa lesi kulit, dan kakeksia marasmus. Marasmus,
kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor secara klasik dijumpai dibagian
dunia yang belum berkembang. Gambaran penyakit spesifik ini sering
dipengaruhi oleh makanan local dan infeksi. Dengan demikian dijumpai
perbedaan penampakakkan dari satu daerah ke daerah lain. Pada anak dengan
gangguan medis serius lain, masalah malnutrisi primer lebih jarang daripada
malnutrisi sekunder.
1. Faktor risiko

20
Faktor risiko terjadinya malnutrisi antara lain :
a. Asupan makanan
Kurangnya asupan makanan disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain yaitu pola makan yang salah, tidak tersedianya makanan
secara cukup, dan anak tidak cukup atau salah mendapat makanan
bergizi seimbang.16 Kebutuhan nutrisi pada balita meliputi air,
energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Setiap
gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori, dan
karbohidrat 4 kalori. Distribusi kalori dalam makanan balita dalam
keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan
50% dari karbohidrat. Maka jika terjadi kelebihan kalori yang
menetap setiap hari sekitar 500 kalori dapat menyebabkan kenaikan
berat badan 500 gram dalam seminggu.
Terdapat perbedaan asupan makanan pada setiap kelompok umur,
misalnya pada kelompok umur 1-2 tahun masih diperlukan
pemberian nasi tim meskipun tidak perlu disaring. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila anak
sudah berumur 2-2,5 tahun. Kemudian pada usia 3-5 tahun balita
sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan
harus diatur dengan sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat
untuk balita harus menentukan jumlah kebutuhan dari setiap
nutrien, menentukan jenis bahan makanan yang dipilih, dan
menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan
hidangan yang dikehendaki.
Balita dengan gizi buruk sebagian besar memiliki pola makan yang
kurang beragam, artinya mereka mengkonsumsi hidangan dengan
komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari
keseragaman susunan hidangan pangan, dikatakan pola makanan
dengan gizi seimbang jika mengandung unsur zat tenaga yaitu
makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk
pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah.
b. Status sosial ekonomi

21
Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan
yang kurang bergizi.18 Hal ini dapat disebabkan oleh karena
rendahnya ekonomi keluarga sehingga pada akhirnya akan
berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut.
Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,
merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak
balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan
masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan
ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Ibu
yang bekerja baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan
secara reguler di luar rumah yang akan berpengaruh terhadap
waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan
terhadap anaknya. Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu
meninggalkan anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan
pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya.
c. ASI
Hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan air susu ibu (ASI)
eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di
Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan.27
Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula,
makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula.9
Berdasarkan riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI
merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai enam bulan, dan
disempurnakan sampai umur dua tahun.18 Memberi ASI kepada
bayi merupakan hal yang sangat bermanfaat antara lain oleh karena
praktis, mudah, murah, sedikit kemungkinan untuk terjadi
kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara
bayi dan ibu yang penting dalam perkembangan psikologi anak
tersebut. Beberapa sifat pada ASI yaitu merupakan makanan alam
atau natural, ideal, fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam
keadaan segar dengan suhu yang optimal dan mengandung nutrien
yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan

22
pertumbuhan bayi. Selain ASI mengandung gizi yang cukup
lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang
akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan
balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat
berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain itu, ASI
disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat
terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan
yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah
diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar.
Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan
diare.
d. Pendidikan ibu
Salah satu faktor penyebab timbulnya kemiskinan adalah
pendidikan yang rendah sehingga menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam
kehidupan. Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi
ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang
merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak
balita.21,22 Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu
dapat mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu
berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak. Tingkat
pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap
informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku sehari-
hari.22 Selain itu yang tinggi kemungkinan akan meningkatkan
pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan.
Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat
meningkatkan kualitas hidup seseorang.tingkat pendidikan.
e. Pengetahuan ibu
Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola
konsumsi makanan keluarga khususnya pada anak balita.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menyebabkan

23
keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih
banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan
lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena
kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi
dalam kehidupan sehari-hari.
f. Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan
terhadap penyakit – penyakit seperti tuberculosis (TBC), diare
persisten (berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih dan
dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah/disentri) dan
HIV/AIDS. Penyakit tersebut dapat memperjelek keadaan gizi
melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan
zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat hubungan timbal balik antara
kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi buruk. Anak yang
menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan
daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak
yang menderita sakit akan cenderung menderita gizi buruk.
g. Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.23
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.
Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu ini
pada umumnya disebabkan oleh karena ibu tidak mempunyai
uterus yang dapat menahan janin, gangguan selama kehamilan, dan
lepasnya plasenta yang lebih cepat dari waktunya. Bayi prematur
mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal
untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur
kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan
prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering
mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh
bayi lahir kecil untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami

24
hambatan pertumbuhan saat berada di dalam kandungan. Hal ini
disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang baik.
Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan
saat dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas
neonatus, bayi, dan anak merupakan faktor utama yang disebabkan
oleh BBLR.24 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka
panjang. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga
lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit
ini menyebabkan balita kurang nafsu prematur. makan sehingga
asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang
dan dapat menyebabkan gizi buruk.
h. Kelengkapan imunisasi
Infeksi pada balita dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi
terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap
penyakit tersebut sehingga bila balita kelak terpajan antigen yang
sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk menghindari
penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain.25 Imunisasi
merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap
suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan
imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau
racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk
merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan
imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga
kadar antibodi dalam tubuh meningkat .
Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi
adalah bayi dan balita karena meraka yang paling peka terhadap
penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik
dengan orang dewasa.25 Sistem kekebalan tersebut yang
menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit sakit. Apabila balita
tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan
berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai
dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak

25
cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap
dan lengkap terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan
agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan bibit
penyakit.26 Menurut Riskesdas 2013, propinsi Aceh berada di
peringkat ke 8 dari 33 propinsi di Indonesia dengan jumlah balita
yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap. Hal ini dapat
dihubungkan dengan kasus malnutrisi di Aceh yang hingga saat ini
masih memprihatinkan.

2. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anak yang mengalami gizi buruk keluhan utama yang selalu
dilaporkan oleh orang tua adalah berat badan anak yang tidak naik-
naik ataupun berat badan anak yang menurun. Selain itu ada
keluhan lain yang dirasakan oleh orangtuanya seperti anak tidak
memilik nafsu makan, sering terkena penyakit yang berulang-
ulang, adanya pembengkakan pada kaki bahkan sampai seluruh
tubuh.
b. Pemeriksaan fisis
Jadi tanda yang sering didapatkan pada pasien marasmus
kwarshiorkor adalah kombinasi dari gejala marasmus dan
kwarshiorkor. Adapun kriteria diagnosis meliputi :
- Terlihat sangat kurus
- Edema
- BB/TB< 3 SD
- Lingkar lengan atas <11,5 cm
c. Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah
pemeriksaan kadar hemoglobin darah merah dan kadar protein
(albumin/globulin) darah. Dengan pemeriksaan laboratorium yang
lebih rinci, dapat pula lebih jelas diketahui penyebab malnutrisi dan
komplikasi-komplikasi yang terjadi pada anak tersebut. Pada gizi
buruk terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya seperti
jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein terutama
protein otot. Tubuh mengandung lebih banyak cairan. Keadaan ini

26
merupakan akibat hilangnya lemak, otot dan jaringan lain. Cairan
ekstra sel terutama pada anak-anak dengan edema terdapat lebih
banyak dibandingkan tanpa edema. Kalium total tubuh menurun
terutama dalam sel sehingga menimbulkan gangguan metabolik
pada organ-organ seperti ginjal, otot dan pankreas. Dalam sel otot
kadar natrium dan fosfor anorganik meninggi dan kadar
magnesium menurun.
1) Laboratorium
 Periksa darah rutin atau darah lengkap
 Periksa kadar gula darah
 Periksa urin lengkap
 Periksa feses lengkap
 Periksa elektrolit serum
 Periksa protein serum (albumin dan globulin)
 Periksa feritin
2) Radiologi
 Foto polos toraks dan abdomen
3) Penatalaksanaan
Malnutrisi Penatalaksanaan balita dengan malnutrisi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut ini:
a) Mencegah dan mengatasi hipoglikemi Hipoglikemi
terjadi apabila kadar gula darah < 54 mg/dl atau
ditandai lemah, kejang, suhu tubuh sangat rendah,
kesadaran menurun, keluar keringat dingin dan
pucat. Dapat diterapi dengan memberikan segera
cairan gula 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok
teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita
diberi makan tiap 2 jam, antibotik, jika penderita
tidak sadar dapat diberikan lewat sonde. Kemudian
dilakukan evaluasi setelah 30 menit, jika masih
dijumpai tandatanda hipoglikemi maka pemberian
cairan gula tersebut diulangi.
b) Mencegah dan mengatasi hipotermi Dikatakan
hipotermi jika suhu tubuh anak < 35oC. Dapat
ditatalaksana dengan ruang anak harus hangat, tidak

27
ada lubang angin, sering diberi makan, anak diberi
pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki,
anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode
kanguru), cepat diganti jika popok basah. Dilakukan
pengukuran suhu rectal tiap 2 jam sampai suhu >
36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup
kepala dan kaos kaki.
c) Mencegah dan mengatasi dehidrasi Pengelolaannya
diberikan cairan Resomal (Rehydration Solution for
Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau
mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral
dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB
untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan
seberapa banyak anak mau, feses yang keluar dan
muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam
4,6,8,10 dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan
pada saat itu. Monitoring tanda vital, diuresis,
frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan
dievaluasi jika kecepatan pernafasan dan nadi
menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat,
atau jika anak dengan oedem maka oedemnya
bertambah.
d) Koreksi gangguan elektrolit Berikan ekstra Kalium
150- 300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4-0,6
mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam
(Resomal).
e) Mencegah dan mengatasi infeksi Jika tidak ada
komplikasi maka dapat diberikan kotrimoksazol
selama 5 hari, namun bila ada komplikasi dapat
diberikan amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 5 hari. Dan hendaknya dilakukan monitoring

28
terhadap komplikasi infeksi seperti hipoglikemia
atau hipotermi.
f) Mulai pemberian makan Segera setelah dirawat,
untuk mencegah hipoglikemi, hipotermi dan
mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip
pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil,
sering, secara oral atau sonde, energy 100
kkal/kgBB/hari, protein 1- 1,5 g/kgBB/hari, cairan
130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus,
marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan
edem derajat 1,2, jika derajat 3 berikan cairan 100
ml/kgBB/hari.
g) Koreksi kekurangan zat gizi mikro Berikan setiap
hari minimal 2 minggu suplemen multivitamin,
asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2
mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3
Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu
perawatan, vitamin A hari 1 (1 tahun 200.000 IU)
h) Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu
minggu perawatan fase rehabilitasi, berikan F100
yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan
energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan
padat gizi, cukup minyak dan protein.
i) Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Mainan digunakan sebagai stimulasi, macamnya
tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak
sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
j) Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Setelah BB/PB mencapai -1SD dikatakan sembuh,
tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah
makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan

29
pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap 6
bulan.

7. Langkah-Langkah Diagnosis
Diagnosis malnutrisi dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri
dan pemeriksaan laboratorium.

Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

 BB/TB < -3 SD atau<70% dari median (marasmus)


 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa
anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai
jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan
paha; tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. Anak-anak
dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, Karena mungkin anak tersebut
pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain
yang berat.

Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis terdiri anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.
a. Anamnesis awal (untuk kedaruratan) :
1) Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
2) Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari
bahan muntah dan diare (encer/darah/lendir)
3) Kapan terakhir berkemih
4) Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin
5) Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak
mengalami dehidrasi dan/atau syok, serta harus ditangani
segera.
b. Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana
tatalaksana selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani) :
1) Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit
2) Riwayat pemberian ASI

30
3) Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa
hari terakhir
4) Hilangnya nafsu makan
5) Kontak dengan pasien campak atau tuberculosis paru
6) Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
7) Batuk kronik
8) Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
9) Berat badan lahir
10) Riwayat tumbuh kembang : duduk, berdiri, bicara, dan lain-
lain
11) Riwayat imunisasi
12) Apakah ditimbang setiap bulan
13) Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang
sosial anak)
14) Diketahui atau tersangka infeksi HIV
c. Pemeriksaan Fisis
1) Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua
punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-
PB
2) Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-
hati menentukan status dehidrasi pada gizi buruk)
3) Adakah tanda syok (tangan dingin, nadi lemah dan cepat),
kesadaran menurun
4) Demam (suhu aksilar ≥37,5⁰C) atau hipotermi (suhu aksilar <
35,5⁰C)
5) Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung
6) Sangat pucat
7) Pembesaran hati dan ikterus
8) Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda
asites, atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air
(abdominal splash)
9) Tanda defisiensi vitamin A pada mata :
 Konjungtiva atau kornea kering, bercak Bitot
 Ulkus kornea
 Keratomalasia
 Ulkus pada mulut
10) Fokus infeksi : telinga, tenggoroka, paru, kulit
11) Lesi kulit pada kwashiorkor :
 Hipo-atau hiper-pigmentasi
 Deskuamasi
 Ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang teling)

31
 Lesi eksudatif (menyerupai luka bbakar), seringkali dengan
infeksi sekunder (termasuk jamur)
12) Tampilan tinja (konsistensi, darah lendir)
13) Tanda dan gejala infeksi HIV
d. Pemeriksaan Antropometri
 Berat Badan
 Panjang Badan
 Lingkar Kepala
 Lingkar Lengan Atas
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
a) Darah lengkap : Hb, Ht, glukosa darah rendah,
protein serum rendah, growth hormone tinggi
sedangkan hormone kortisol rendah, anemia
defisisensi besi, penurunan pH darah
b) Urin Lengkap : ureum rendah
c) Feses lengkap, protein serum (albumin, globulin),
elektrolit serum, transferin, ferritin, profil lemak.
2) Antropometrik
Menilai berat badan menurut umur, tinggi badan menurut
umur, berat badan menurut tinggi badan, tebal lipatan kulit,
dan lingkar lengan atas.
3) Foto Thorax
4) EKG

8. Pencegahan kasus pada skenario


a. Memberikan asi eksklusif (hanya asi) sampai anak berumur 6 bulan.
Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanantambahan sebagai
pendamping asi yang sesuai dengan tingkatan umur,lalu disapih setelah
berumur 2 tahun.
b. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan
protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya :
untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara
protein 12% dan sisanya karbohidrat.
c. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program
posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di
atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.

32
d. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan
kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah
pulang dari rumah sakit.
e. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan
kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan
untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya
sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen
mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali
membuahkan hasil yang baik.
f. Pencegahan penyakit infeksi
g. Mengikuti program imunisasi untuk anak
h. Mengikuti program keluarga berencana (kb)
i. Penyuluhan dan pendidikan gizi untuk ibu
j. Pemantauan

Pencegahan Gizi Buruk Pada Bayi dan Balita


1. Pencegahan primer
Pencegahan ini untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah oarng yang sehat menjadi sakit, yaitu :
a. Memberikan KIE mengenai gizi kurang dan gizi buruk, termasuk gejala-
gejala serta komplikasi yang akan timbul.
b. Menyarankan anggota keluarga untuk mengonsumsi makanan yang bergizi
seperti pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berisi 13
pesan, antara lain : makanlah makanan yang beraneka ragam setiap hari,
makanlah makanan yang mengandung cukup energi, untuk sumber energi
upayakan agar separuhnya berasal dari makanan yang mengandung zat
karbohidrat komplek, upayakan agar sumber energi dari minyak dan lemak
tidak lebih dari seperempat dari energi total yang anda butuhkan, gunakan
hanya garam beryodium untuk memasak sehari-hari, makanlah banyak
makanan yang kaya akan zat besi, berikan hanya air susu ibu untuk bayi
sampai usia 4 bulan, biasakan makan pagi setiap hari, minum air bersih
dan sehat dalam jumlah yang cukup, berolah raga dengan teratur untuk
menjaga kebugaran badan, hindarilah minuman beralkohol, makanlah

33
makanan yang dimasak dan/atau dihidangkan dengan bersih dan tidak
tecemar, dan bacalah selalu label pada kemasan makanan.
c. Memberikan penjelasan mengenai cara penanganan gizi kurang atau gizi
buruk dengan perubahan sikap dan perilaku anggota keluarga. Bukan saja
makanan yang harus diperhatikan, tetapi lingkungan sekitar juga harus
diperhatikan untuk mencegah penyakit infeksi yang dapat menyebabkan
nafsu makan berkurang.
d. Usahakan mengikuti program kesehatan yang ada setiap bulan di
puskesmas atau di puskesmas pembantu desa.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan ini untuk orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat
progesifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dam mengurangi
ketidakmampuan, yaitu :
a. Deteksi dini sekiranya penderita atau anggota keluarga yang lain terjangkit
penyakit yang disebabkan oleh kurangnya gizi dalam jangka waktu yang
panjang. Misalnya, melakukan penimbangan berat badan.
b. Mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Pengobatan yang awal dan
tepat dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan produktivitas semua
anggota keluarga.
3. Pencegahan tersier
Upaya pencegahan ini terus diupayakan selama orang yang menderita belum
meninggal dunia, yaitu:
a. Apabila penderita mengalami sakit lain, sebaiknya secepatnya dilakukan
pemeriksaan dan pengobatan.
b. Rehabilitasi sosial diberikan kepada penderita dan anggota keluarga. Bagi
penderita ditumbuhkembalikan kepercayaan dirinya agar bisa bergaul.

9. Patomekanisme gejala
Edema
Terjadi penimbunan cairan interstisial ketika salah satu gaya yang bekerja
melintasi dinding kapiler menjadi abnormal. Pembengkakan jaringan akibat
kelebihan cairan interstisial dikenal sebagai edema.

34
Penyebab edema :Berkuragnya konsentrasi protein plasma menurunkan
tekanan osmotic koloid plasma. Penurunan tekanan ini menyebabkan
kelebihan cairan yang keluar, sementara cairan yang direabsorbsi lebih sedikit
daripada normal.Karena itu, kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang
interstisium. Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein
plasma melalui cara berbeda :pengeluaran berlebihan protein plasma melalui
urine, akibat penyakit ginjal, penurunan sintesis protein plasma akibat
penyakit hati, makanan yang kurang mengandung protein atau pengeluaran
bermakna protein plasma akibat luk abakar yang luas.

Otore
Tuba bayi pendek, lebar dan terletak horisontal, dan ini merupakan suatu
alasan mengapa radang tuba eustakius begitu lazim pada bayi, terutama pada
masa-masa minum dari botol. Ketika lahir, panjang tuba eustachii hanya
setengah dari panjang orang dewasa dan hampir terletak horosontal (bayi 10
derajat, orang dewasa 45 derajat). Jarak yang pendek ini, ditambah dengan
sudut orientasi yang kurang tajam dan nasofaring yang merupakan pembalut
(carrier)virus serta bakteri, membuat rongga telinga tengah yang normalnya
steril menjadi lebih rentan terhadapat kontaminasi dari nasofaring. Karena
sistem imun anak yang relatif masih imatur, karakteristik ini yang
mengakibatkan anak menjadi sangat rentan terkena infeksi telinga tengah akut
dan kronik (otitis media).

Telapak tangan pucat


Berdasarakan hasil pemeriksaan fisik pada skenario di dapatkan Hb 5
gr/dl. Sesuai dengan kriteria dari WHO dikatakan anemia pada anak usia 6
bulan adalah jumlah hemoglobin < 11 gr/dl. Anemia adalah keadaan dimana
massa eritrosit dan atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat
memenuhi fungsi untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. anemia
bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan
patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang

35
seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium. Penyebab dari
anemia sendiri adalah dari banyak faktor: ada kelainan pada stem cellnya bisa
karena penyakit imun, ada kelainan pada sum sum tulang sebagai tempat
pembentukan sel darah merah, adanya defisiensi dari bahan-bahan
pembentukan darah (asam folat, vitamin B12, besi, magnesium, Zn, asam
amino) dan kelainan pada regulasi sel darah merah dimana hal ini sangat
penting dalam mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan sel dan pelepasan
sel dar sum sum tulang ke darah tepi.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, sebagaimana fungsinya
maka pengiriman O² ke jaringan menurun. Salah satu dari tanda yang paling
sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya
diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya haemoglobin,
dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O² ke organ-organ
vital. Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa mulut serta
konjungtiva merupakan indicator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jadi
pada skenario telapak tangan tampak pucat dapat disebabkan oleh kurangnya
aliran darah sampai pada pembuluh darah perifer yang ada pada telapak
tangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, SD.2008. Pengaruh Program Pendampingan Gizi Terhadap Pola Asuh,


Kejadian Infeksi daan Status Gizi Balita Kurang Energi Protein. Semarang
: Universitas Diponegoro
Bakta, M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit buku kedokteran. EGC:
Jakarta.
George L, Adams.1997.Boies(Buku Ajar Penyakit THT).Ed.6. EGC:Jakarta
Hendarto. 2013. Buku Bedah Asi. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.

36
Ikatan Dokter Indonesia Anak Cabang Jakarta, 2008. Bedah ASI – Kajian dari
Berbagai Sudut Pandang Ilmiah. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Ikatan Dokter Anak Indonesia. “Kurva Pertumbuhan WHO”. 7 Januari 2019.
http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-
pertumbuhan-who
Kristiyanasari, Weni. 2011. Asi, Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika.
Liansyah, TM. 2015. Malnutrisi Pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala
Lucente, Frank E.2011.Ilmu THT Esensial.Ed.5.EGC:Jakarta
Marcdante, dkk., 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam.
Elsevier - Local. Jakarta
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Tim Adaptasi Indonesia. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta : World Health Organization.

37

Anda mungkin juga menyukai