Anda di halaman 1dari 30

STUDI KASUS

I. LATAR BELAKANG
Kematian ibu dan perinatal merupakan tolak ukur kemampuan pelayanan
kesehatan suatu negara. Pre-eklampsia adalah kelainan malfungsi endotel
pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi
vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya
penurunan fungsi organ dan pengaktifan endotel yang secara klinis ditandai
oleh hipertensi, proteinuria, dengan atau tanpa edema. Besarnya masalah ini
bukan hanya karena preeklampsia berdampak saat ibu hamil dan melahirkan,
namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel
diberbagai organ. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah
(BBLR) akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin
terhambat yang akan meningkatkan risiko penyakit metabolik saat dewasa,
serta turut menyumbangkan besarnya angka morbidtas dan mortalitas perinatal.
Salah satu penyebab kematian ibu yaitu terjadinya eklamsi dalam
persalinan, eklamsi diawali dengan pre-eklamsi pada kehamilan lanjut terutama
pada trimester III. Kehamilan dengan pre eklamsia adalah keadaan dimana
hipertensi dengan protein urine, edema atau keduanya yang terjadi akibat
kehamilan setelah 20 minggu atau kadang timbul lebih awal. Meskipun secara
tradisional diagnosis pre eklamsia memerlukan adanya hipertensi karena
kehamilan disertai protein urine atau edema, ada yang mengatakan bahwa
edema pada tangan dan muka sangat sering ditemukan pada wanita hamil
sehingga diagnosa preeklamsia tidak dapat disingkirkan dengan tidak adanya
edema. Insiden preeklamsia pada wanita dengan hipertensi kronik bervariasi
karena belum ada definisi yang pasti, karena dampak Pre-klamsia ringan sangat
signifikan untuk itu ibu harus mampu mengenali dan mengobati Pre-eklamsia
ringan agar tidak berlanjut pada Pre-eklamsi berat lalu ke eklamsi, pemeriksaan
antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, serta melakukan diet makanan

1
tinggi protein, karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak. Untuk itu dalam
mengurangi kejadian dan menurunkan angka kejadian pre-eklamsia ringan
dapat menyebabkan kematian. Mengingat kejadian komplikasi pada ibu dan
BBL sebagian besar terjadi pada masa sekitar persalinan, pemeriksaan
kesehatan saat hamil dan kehadiran tenaga kesehatan yang terampil pada masa
kehamilan menjadi sangat penting. Pengetahuan masyarakat tentang gejala
komplikasi dan tindakan cepat untuk segera meminta pertolongan ke fasilitas
kesehatan terdekat menjadi kunci utama dalam menurunkan AKI dan AKB.
Secara umum tingginya kematian ibu dan bayi berkaitan erat dengan 3
terlambat, yaitu terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan,
terlambat sampai ke fasilitas kesehatan serta terlambat mendpatkan pelayanan
yang optimal (Depkes : 2004 : 24). Untuk mengetahui permasalahan tersebut di
perlukan upaya bagi seluruh pihak yang mau bersama-sama menyelamatkan
ibu dan bayi.
Hasil dari SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2012,
menyatakan bahwa sepanjang tahun 2007-2012 kasus kematian ibu melonjak
naik. Pada tahun 2012 AKI mencapai 359 per 100.000 penduduk atau
meningkat sekitar 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007,
yaitu sebesar 228 per 100.000 penduduk. Hal ini disebabkan karena terjadinya
bumil risti (ibu hamil dengan risiko tinggi) yang salah satunya adalah terkena
hipertensi dalam kehamilan (SDKI, 2012).
Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa hipertensi merupakan
penyakit yang berbahaya, terutama apabila terjadi pada wanita yang sedang
hamil. Hal ini dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan bagi bayi yang akan
dilahirkan. Karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini.
Hipertensi dalam kehamilan atau yang disebut dengan preeklampsia, kejadian
ini persentasenya 12% dari kematian ibu di seluruh dunia. Kemenkes tahun
2013 menyatakan bahwa hipertensi meningkatkan angka kematian dan
kesakitan pada ibu hamil (Kemenkes, 2013)
Jumlah kasus kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015
sebanyak 619 kasus, mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan

2
jumlah kasus kematian ibu tahun 2014 yang mencapai 711 kasus. Dengan
demikian Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah juga mengalami
penurunan dari 126,55 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014 menjadi
111,16 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Penyebab kematian ibu
di provinsi Jawa Tengah antara hipertensi, perdarahan, gangguan sistem
peredaran darah, infeksi, dan lain-lain (Profil Jateng, 2015).
Gangguan hipertensi pada kehamilan sering terjadi dan membentuk satu
dari tiga trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang
merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas. Hipertensi
gestasional disebut hipertensi sementara jika tidak terjadi preeklamsia dan
tekanan darah kembali ke normal dalam 12 minggu postpartum.
Pada sebagian pasien preeklamsia, penurunan filtrasi glomerulus ringan
sampai sedang terjadi akibat penurunan penurunan volume plasma sehingga
kadar kreatinin plasma menjadi dua kali lipat dibandingkan nilai pada
kehamilan normal yang sekitar 0,5 mg/dl.

II. SISTEM GINJAL, HIPERTENSI, PREEKLAMSIA


A. GINJAL
1. Anatomi Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama didaerah
lumbal, disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus dengan
lapisan lemak yang tebal. Setiap ginjal panjangnya 6-7,5 cm dn tebal
1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gr. Bentuk
ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya hilum menghadap ke
tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal
semuanya masuk dan keluar pada hilum. Ginjal kanan lebih panjang
dan lebih tebal dari pada yang kiri. (Pearce, 2011)
2. Fungsi Ginjal
a. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam urat,
kreatinin, dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.

3
b. Pengaturan Konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekskresi ion
natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi
ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya melalui rute
lain, seperti pada saluran gastrointestinal/kulit.
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan
ekskresi ion hidrogen, bikarbonat, dan amonium, serta
memproduksi urin asam atau basa, bergantung pada kebutuhan
tubuh.
d. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin
yang mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.
e. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang
esensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi
enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam mekanisme
renin-angiotensin-aldosteron, yang meningkatkan tekanan darah
dan retensi air.
f. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan
asam amino darah. Ginjal melalui ekskresi glukosa dan asam
amino berlebih, bertanggungjawab atas konsentrasi nutrien dalam
darah.
g. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat
tambahan makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari
tubuh.
(Sloane, 2012).
3. Pembentukan Urin
Ginjal memproduksi urin yang mengandung zat sisa metabolik dan
mengatur komposisi cairan tubuh melalui 3 proses utama: filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
a. Filtrasi Glomerular
Perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler gromerular, dalam
gradien tekanan tertentu kedalam kapsul Bowman.

4
b. Reabsorbsi Tubulus
Sebagian besar filtrat (99%) secara selektif direabsorbsi dalam
tubulus ginjal melalui difusi pasif gradien kimia atau listrik,
transport aktif terhadap gradien tersebut, atau difusi terfasilitasi.
sekitar 85% natrium klorida dan air serta semua glukosa dan asam
amino pada filtrat glomerulus diabsorbsi dalam tubulus kontortus
proximal.
c. Sekresi Tubulus
Sekresi tubular adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar
dari darah dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular
menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urin.
(Sloane, 2012)

4. Sistem Ginjal Selama Kehamilan


Tejadi sejumlah perubahan besar pada sistem kemih akibat kehamilan.
Konsentrasi kreatinin dan urea dalam plasma biasanya berkurang
akibat peningkatan filtrasi glomerulus zat-zat ini. Glukosuria selama
kehamilan tidak selalu abnormal. Peningkatan filtrasi glomerulus yang
cuup besar, disertai gangguan kapasitas reabsorptif tubulus untuk
glukosa yang tersaring, merupakan penyebab sebagian besar kasus
glukosuria. Proteinuria biasanya tidak terjadi selama kehamilan,
kecuali dalam konsentrasi rendah selama atau segera setelah persalinan
berat. Bersihan kratinin merupakan pemeriksaan yang bermanfaat
untuk memperkirakan funging gijal dalam kehamilan, asalkan
dilakukan penampungan urin lengkap secara akurat dalam kurun waktu
tertentu (Lenevo, J Kenneth dkk, 2009).

5
Perubahan Ginjal Pada Kehamilan Normal
Perubahan Relevansi klinis
Peningkatan ukuran Panjang ginjal Penurunan ukuran pasca
ginjal bertambah sekitar 1cm partu jangan
pada pemeriksaan disalahartikan sebagai
sinar-x berkurangnya parenkim
Dilatasi pelvis, kaliks, Mirip hidronefrosis Jangan dusalah artikan
ureter pada ultra sonografi sebagai uropati
atau IVP (lebih nyata obstruksi; retensi urine
dikanan) menyebabkan kesalahan
penampungan; infeksi
saluran kemih bagian
atas lebih ganas;
mungkin menyebabkan
“sindrom distensi”;
pielografi elektif
sebaiknya ditunda
minimal 12 minggu
pacapartum
Peningkatan Laju filtrasi glomerulus Nilai nitrogen urea dan
hemodinamika ginjal dan aliran plasma ginjal kreatinin serum
meningkat sekitar 50% menurun selama gestasi
normal; >0,8mg/dL
(>72 µmol/L) kreatinin
sudah mencurigakan;
eksresi protein, asam
amino, dan glukosa
meningkat.
Perubahan metabolisme Penurunan ambang Pco2 dan bikarbonat
asam-basa bikarbonat ginjal; serum masing-masing
progesteron 10 mmHg dan 4-5
merangsang pusat mEq/L lebih rendah
pernapasan pada gestasi normal;
Pco2 sebesar 40 mmHg
sudah mencerminkan
retensi CO2
Penanganan air oleh Osmoregulasi berubah; Osmoregulasi semum
ginjal ambang osmotik untuk menurun 10 mOsm/L
pengeluaragn AVP dan (Na serum ~ 5 mEq/L)
rasa haus menurun; laju selama gestasi normal;
pengeluaran hormon peningkatan
meningkat matabolisme AVP dapat
menyebabkan diabetes
insipidus transien pada
kehamilan.
(Lenevo, J Kenneth dkk, 2009)

6
5. Pemeriksaan yang mengkaji fungsi ginjal
Pasien yang mengalami kondisi cukup serius sehingga memerlukan
pengamatan dalam unit perawatan kritis seringkali memperlihatkan
abnormalitas fungsi ginjal. abnormalitas ini termasuk :
a. Kerusakan kemampuan untuk mengekskresi sisa produk nitrogen,
toksin, dan obat-obat.
b. Ketidakmampuan untuk menangani beban air dan elektrolit dengan
efisien.
c. Ketidakmampuan mengatur keseimbangan asam basa.
d. Tidak adekuatnya pembentukan eritropoetin.
(Hudak, 2010)

6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kreatinin
Pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk memeriksa
fungsi ginjal adalah kreatinin serum dan juga BUN, tetapi
pemeriksaan yang paling akurat adalah klirens kreatinin. Kreatinin
dibentuk sebagai hasil sampingan dari metabolisme otot normal
dan diekskresi kedalam urin terutama sebagai hasil filtrasi
glomerulus, dengan presentase kecil. Disekresi kedalam urin oleh
tubulus ginjal. Bila ginjal mengalami kerusakan oleh suatu proses
penyakit, klirens kreatini akan menurun, dan konsentrasi kreatinin
serum akan meningkat.
b. Nitrogen Urea Darah (BUN)
Pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk
memeriksa fungsi ginjal adalah BUN. Urea mempunyai laju klirens
lebih kecil dari kreatinin lebih sebagain besar karena sebagian urea
berdifusi keluar tubulus kembali kedalam aliran darah. Hal ini
terutama benar pada laju aliran urin rendah, dimana lebih banyak
natrium dan air, dan sebagai akibatnya lebih banyak urea yang
diabsorbsi. oleh karenanya pada penurunan volume relatif atau

7
absolut, BUN akan cenderung meningkat melebihi proporsi
terhadap setiap perubahan fungsi ginjal. Peningkatan pembentukan
urea dapat dihasilkan dari peningkatan masukan protein.
Sebaliknya untuk pasien dengan penurunan masukan protein atau
penyakit hati ( keduanya mengalami penurunan pembentukan urea)
dan untuk pasien dengan volume urin yang besar terhadap
masukan cairan yang berlebihan.
BUN kurang berguna sebagai pedoman terhadap
perubahan-perubahan terhadap fungsi ginjal daripada kreatinin
serum pada banyak keadaan. Namun masih merupakan nilai yang
signifikan, khususnya bila dilihat dalam perbandingan konsentrasi
dalam kreatinin serum. (Hudak, 2010).

B. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
a. Peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg atau diastolik sebesar 15
mmHg diatas nilai dasar tekanan darah.
b. Tekanan darah leih tinggi dari 140/90 mmHg
c. Peningkatan temuan terjadi pada 2 keadaan sekurangnya tiap 6
jam.
(Morgan Geri, 2009)
2. Gejala dan tanda
a. Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan
hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik
mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung keadaan
emosional pasien.
b. Jika tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada dua pengukuran
berajarak 1 jam atau lebih.
(Saifudin, 2009)

8
3. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
a. Hipertensi Kronis
Tekanan darah yang menetap lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
didiagnosis sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan
dibawah 20 minggu atau berdasarkan observasi hipertensi yang
tidak menghilang setelah 12 minggu pasca salin. (Pribadi Adhi,
2015)
b. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi
yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalin, kehamilan
dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria. (Prawirohardjo, 2010)
c. Preeklamsia
Perkembangan hipertensi yang disertai proteinurea, edema
berlebihan, atau keduanya. Preekalmsia terjadi setalah 20 minggu
kehamilan dan umumnya terjadi pada :
1) Primigravida, khususnya pada usia < 17 tahun atau >35
tahun.
2) Riwayat prreklamsia dalam keluarga
3) Kehamilan kembar
4) Molahidatidosa
d. Eklamsia
Kejadian kejang pada pasien yang mengalami preekamsia
e. Superimposed (Preekalmsia/Eklmsia)
Merupakan preekamsia atau ekalmsia pada ibu yang menderita
penyakit hipertensi vaskular kronis atau penyakit ginjal.
f. Sindrome HELLP
Merupakan sindrome saat kehamilan yang meliputi hipertensi
disertai hemolisis, peningkatan enzim hati, trombosit rendah.
(Morgan Geri, 2009)

9
4. Diagnosis
a. Hipertensi kronik
1) Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak
ketahui, sulit membedakan antara preekamsia dan hipertensi
kronik, tangani karena hipertensi selama kehamilan.
b. Proteinuria
1) Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi
urine , sehingga terdapat prtein uria
2) Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan
infeksi
3) Infeksi kandung kencing, anemia berat, payah jantung, partus
lama juga dapat menyebabkan proteinurea.
4) Darah dalam urine, skistosomiassis, kontaminasi darah
vagian dapat menhasilkan proteinurea positif palsu

Pada ginjal, hipertensi menyebabkan vasospasme arteriol aferen


yang menurunkan aliran darah ginjal, menimbulkan hipoksia dan
edema sel endotelial kapiler glomerulus. glomeruloendoteliosis
(kerusakan endotel glomerulus) memungkinkan protein plasma,
terutama dalam bentuk albumin, tersaring masuk ke dalam urine,
menyebabkan terjadinya proteinuria. kerusakan ginjal
diperlihatkan dengan penurunan bersihan kreatinin dan
peningkatan serum kreatinin serta kadar asam urat. oliguria
terjadi jika kondisi tersebut memburuk yang merupakan tanda-
tanda adanya preeklamsia berat dan kerusakan ginjal. (Fraser,
2009)

c. Kejang dan koma


Eklamsia harus di diagnosis diferensial den gan epilepsi, malaria
selebral, trauma kepala, penyakit serebrofaskuler, intoksikasi
(alkohol, obat, racun), kelainan metabolisme (asidosis),

10
meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air, histeria, dll.
(Saifudin, 2009)
5. Pencegahan
Menurut (Saifudin, 2009) pencegahan hipertensi :
a. Pembatasan klaori, cairan, dan diit rendah garam tidak dapat
mencegah hipertensi karewna kehamilan, malah dapat
membahayakan janin.
b. Manfaat aspirin, kalsium, dan lain-lain dalam mencegah
hipertensi kareewna kehamilan belum terbukti.
c. Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat tepat.
Kasus harus ditindak lanjuti secara reguler dan diberi penerangan
yang jelas, bila mana harus kembali ke pelayanan kesehatan.
Dalam rencana pendidikan kelurga harus dilibatkan sejak awal.
d. Pemasukan cairan yang terlalu banyak dapat menyebabkan edema
paru.
Menurut (Morgan Geri, 2009) pencegahan hipertensi :
a. Perawatan pranatal yang baik
1) Anjurkan kunjungan yang teratur.
2) Periksa BB, TD, dan urine setiap kunjungan paranatal
b. Motivasi diit yang baik mencakup :
1) Penambahan BB yang adekuat sebesar 9-18 kg
2) Diit tinggi protein , seimbang, baik

6. Penatalaksanaan
a. Riwayat Awal
1) Waspada terhadap riwayat dibawah ini :
a) Abrupsio sebelumnya
b) Persalinan prematur
c) IUFGR
d) Bayi lahir mati
e) Hipertensi bila mengkonsumsi pil KB

11
f) Riwayat hipertensi dalam keluarga
g) Preeklamsi pada kehamilan sebelumnya
h) Hipertensi sebelumnnya, saat ini teratasi
2) Konsultasikan dengan dokter bila riwayat tersebut
mengungkapkan hal berikut:
a) Dua atau lebih persalinan prematur, IUFGR, atau lahir
mati.
b) Hipertensi kronis
c) Preekalmsia berat atau eklamsia
b. Setiap pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah yang
meragukan pada kunjungan pranatal.
1) Posisikan pasien miring kiri selama lima menit
2) Ukur kembali tekanan darah sebelum diagnosis ditegakkan
c. Bila tekanan darah pasien mulai naik lakukan hal-hal berikut :
1) Sarankan istirahat dengan posisi miring kiri 4-6 jam perhari
sebagai tambahan saat tidur malam yang rutin.
2) Berhenti bekerja bila saat ini masih bekerja.
3) Sarankan peukuran tekanan darah setiap hari.
4) Berikan catatan gerakan janin dan panduan penggunaannya
5) Jadwalkan NST setiap 2 minggu sekali.
6) Berikan informasi tentang tanda bahaya dan ajurkan untiuk
segera melapor bila terjadi :
a) Sakit kepala yang tidak sembuh dengan tylemol dan
istirahat dalam ruang yang gelap
b) Gangguan penglihatan
c) Peningkatan tajam berat badan atau edema yang tiba-
tiba
d) Penurunan drastis keluaran urine walaupun asupan
seperti biasa
e) Nyeri epigastrium
f) Konseling diit

12
g) Tingkatan frekuensi kunjugan klinik, prisksa setiap
minggu atau 2 minggu sekali
d. Bila hipertensi terjadi
1) Tinjau riwayat, tanyakan mengenai gejala abnormal yang
pernah terjadi.
2) Lakukan pemeriksaan fisik :
a) Lakukan pemeriksaan refleks tendon profunda untuk
mendeteksi adanya klonus
b) Periksa fundus retina
c) Observasi edema yang berlebihan, terutama ditangan dan
diwajah
3) Lakukan pemeriksaan diagnostik darah
a) Uji SMAC
(1) Asam urat meningkat pada preeklamsia, tetapi tidak
meningkat pada hipertensi kronik temuannya
bermakna bila lebih dari 6.
(2) Peningkatan SGUT
b) Hitung darah lengkap
(1) Peningkatan hematokrit mungkin disebabkan oleh
hemokonsentrasi.
(2) Hitung trombosit bila jumlahnya rendah, dapat
mengindikasikan kerusakan vaskular
4) Pemeriksaan urine
a) Dipstik protein 3+ sampai 4+ menunjukkan temuan yang
bermakna, dan memerlukan kajian yang lebih lanjut.
b) Bila spesimen yang berasal dari kateter mengandung
protein kajian lebih lanjut diperlukan.
c) Urine 24 jam akan menunjukan fungsi ginjal
(1) Volume total harus tidak kurang darai 500 ml bila
cara pengumpulannya tepat.
(2) Protein total tidak lebih dari 5 gr

13
(3) Kreatinin, klirens kreatinin
5) Konsultasikan dengan dokter untuk membuat rencana
penatalaksanaan. Terapi pilihan pelahiran bila hampir cukup
bulan
6) Bila pasien mengalami kejang :
a) Minta seseorang untuk segera menghubungi dokter.
b) Lindungi ibu dari hal-hal yang dapat membahayakan
dirinya.
c) Berikan valium 10mg/IV secara perlahan (≥1-2 menit)
d) Berikan MgSO4 2gr/IV bolus secara perlahan > 2-3
menit
e) Pantau TTV segera setelahnya.
(Morgan Geri, 2009)
7) Penanganan Hipertensi Dalam Kehamilan Pada Berbagai
Tingkat Pelayanan

Hipertensi karena Preeklamsia Preeklamsia berat/


Hipertensi Kronik
Kehamilan Ringan eklamsia
Polindes a. Rawat jalan a. Rawat jalan a. Pastikan gejala a. Rawat Jalan
1x seminggu b. Istirahat dan tanda b. Istirahat cukup
b. Pantau TD, baring preeklamsia berat. c. Bila TD >
proteinuria, c. Diet biasa b. Nifedipine 10mg 160/110/ hari
kesejahteraan d. Tak perlu dan MgSO4 40g antihipertensi.
janin obat-obatan IV dalam 10 d. Tidak ada
c. Tunggu e. Bila tidak menit. perbaikan
persalinan ada c. Siapkan peralatan sampai rujuk
aterm perbaikan, untuk kejang.
rujuk d. Kateter urine
e. Rujuk ke RS
Puskesmas a. Idem a. Idem a. Idem a. Idem
b. Jika keadaan b. <36 minggu b. Rujuk ke RS b. Bila TD
memburuk rawat janin >160/110
lanjut tangani 1x seminggu mmHg beri
sebagai c. Tidak ada antihipertensi
preeklamsia perbaikkan c. Pikirkan
rawat, atau superimposed
rujukan ke preeklamsia
RS
Rumah a. Kendalikan a. Evaluasi a. Idem a. Jika tidak ada
Sakit hipertensi seperti di b. Penanganan komplikasi
seperti pada atas kejang dengan tunggu aterm
preekamsia b. Bila MgSO4 dosis b. Jika terdapat
b. Terminasi terdapat awal dan dosis preekalmsia,

14
kehamilan preekalsia pemeliharaan pertumbuhan
jika jika berat atau c. Antihipertensi janin
terjadi tanda- d. Persalinan segera terhambat,atau
preeklamsia tanda e. Perawatan gawat janian
berat. pertumbuh postpartum . lanjut
an jalan terminasi
terhambat kehamilan
lanjut
terminasi.
(Saifudin, 2009)
C. Preeklamsia
1. Pengertian Preeklamsi
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada kehamilan triwulan ke-3 , tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. (Mitayani, 2009).
Preeklamsia adalah suatu sindrom khas-kehamilan berupa penurunan
perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Dalam
hal ini, proteinuria adalah adanya 300 mg atau lebih protein urine per
24 jam atau 30 mg/dL (1+ pada dipstick) dalam sampel urin acak.
Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan sangat
meningkatkan risiko morbiditas dan mortilitas perinatal. (Leveno.
2009).
Preeklamsi didefinisikan sebagai terjadinya peningkatan
tekanan darah yang disertai proteinuria dalam kehamilan. Diagnosis
ditgakkan setidaknya dilakukan 2 kali pengukuruan dengan hasil
terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama
dengan 140 mmHg, atau diastolik lebih besar sama dengan 90
mmHg. Pengingkatan sistolik diatas 30 mmHg dan diastolik diatas
15 mmHg tidak lagi termasuk dalam kriteria karena berdasarkan
penelitian kohort berbasis bukti tidak meningkatkan peningkatan
risiko perburukan luaran kehamilan. (Pribadi, 2015).
2. Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum diketahui.
Banyak teori yang mencoba menerangkan sebab dari penyakit

15
tersebut., tetapi belum ada jawaban yang memuaskan. Teori yang
dapat menerangkan sebagai berikut :
a. Sering terjadi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidramnion, dan molahidatidosa.
b. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
c. Sebab jarangnya terjadi eklamsi pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.
d. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan ibu dengan kematian
janin dalam uterus,
e. Sebab timbul hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
(Mitayani, 2009).

Berdasarkan penelitian Afiani Rohmani 2013, mengatakan


bahwa ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan
kejadian hipertensi dalam kehamilan, dimana ibu hamil dengan
indeks massa tubuh >26.0 mempunyai peluang 2,602 kali
menyebabkan kejadian hipertensi dalam kehamilan. Hal ini
disebabkan karena tingginya nilai IMT berkaitan dengan
dyslipidemia, yang akan meningkatkan trigliserid serum/plasma,
LDL (Low Density Lipoprotein) dan penurunan VLDL (Very
Low Density Lipoprotein. Keadaan ini akan menginduksi
oxidative stress dan menimbulkan disfungsi sistem endhotel
yang merupakan konsep dasar penyebab hipertensi dalam
kehamilan.
3. Manifestasi klinis
Gejala klinis preeklamsi dapat dibagi menjadi 2 kelompok
berdasrkan gejala klinis dan laboratorium yaitu : preeklamsi ringan
dan preeklamsi berat. Sebagai pengingat bahwa kedua pembagian ini
tidak membagi penyakit kedalam 2 diagnosis penyakit bebrbeda tetapi
hanya menjelaskan tahapan klinis yang terjadi. Edema tidak lagi
dimasukkan keadalam diagnosis karena sebagian besar dari ibu hamil

16
mengalami edema. Edema dapat terjadi pada keadaan normal karena
adanya hambatan laju aliran darah tanpa disertai preeklamsi. Edema
pada tangan dan wajah mungkin terjadi pada 10-15% kehamilan
normal tetapi biasanya terjadi lebih massif pada penderita preeklamsi.
(Pribadi, 2015).
Menurut Mitayani (2009), manifestasi klinis preeklamsi adalah :
a. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal
yang penting pada preeklamsia. Tekanan diastolik merupakan
tanda prognostik yang lebih awal dibandingkan dengan tekanan
sistolik. Tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang
terjadi terus-menerus menunjukkan keadaan abnormal.
b. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului serangan
preeklamsia dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan
merupakan tanda pertama preeklamsia pada sebagian wanita.
Peningkatan BB normal adalah 0.5 kg per minggu. Bila mencapai
1 kg dalam seminggu, maka dapat dicurigai terjadinya
preeklamsi.
c. Proteinuria
Pada preeklamsia ringan, proteinuria hanya positif satu, positif
dua atau tidak sama sekali. Pada kasus berat proteinuria dapat
mencapai 10 g/dL/. Proteinuria hampir selalu muncul kemudian
dibandingkan hipertensi dan kenaikan BB yang berlebihan.
Gejala-gejala subjektif yang dirasakan pada prekalmsia adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering terjadi
pada kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada
daerha frontal dan oksipital, serta tidak sembuh dengan
pemberian analgetik biasa.

17
b. Nyeri episgastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklamsia
berat. Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada pasula hepar
akibat edema atau perdarahan.
c. Gangguan penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh spasme
arterial, iskemia, dan edema retina dan pada kasus-kasus yang
langka disebabkan oleh ablasio retina.
Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan tanda-tanda subjektif.
4. Patofisiologi
Pada preeklamsi terjadi perburukan patologis fungsi sejumlah organ
dan system, mungkin akibat vasopasme dan iskemia. Vasopasme
adalah hal mendasar dalam patofisiologi preekalmsia-eklamsia.
Konsep ini didasarkan pada pengamatan langsung pembuluh darah
halus di dasar kuku, fundus okuli, dan konjungtiva bilbar, dan
diperkirakan dari perubahan histologi yang dijumpai di berbagai organ
yang terkena. Kontriksi vasikular menyebabkan resistensi terhadap
aliran darah dan berperan dalam timbulnya hipertensi arteri.
Vasopasme itu sendiri kemungkinan besar juga menimbulkan
kerusakan pada pembuluh. Selain itu angiotensin II menyebabkan sel-
sel endotel berkontraksi. Perubahan ini mungkin menyebabkan
kerusakan sel endotel dan kebocoran di celah antara sel-sel endotel
serta menyebabkan bocornya konstituen darah, termasuk trombosit
dan fibrinogen yang kemudian mengendap di subenditel. Perubahan
vascular ini, bersama dengan hipoksia local jaringan di sekitarnya,
mungkin menyebabkan perdarahan, nekrosis, dan berbagai gangguan
end-organ lainnya yang dapat dijumpai pada preeklamsi berat.
a. Perubahan Karidovaskuler
Pada preeklamsia dan eklamsia sering terjadi gangguan hebat
pada fungsi kardiovaskular. Gangguan ini pada dasarnya
berikaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat

18
hipertensi, dan cedera endotel disertai ekstravasasi ke dalam
ruang ekstrasel, terutama paru. Pemberian cairan yang agresif
kepada wanita dengan preeklamsia berat menyebabkan tekanan
pengisian sisi kiri meningkat secara bermakna semenntara curah
jantung yang sudah tinggi bertambah hingga tingkat supranormal.
Hemokonsentrasi adalah tanda utama preeklamsi-eklamsia.
Volume darah yang secara normal bertambah selama kehamilan
hamper tidak terjadi sama sekali dan hal ini mungkin disebabkan
oleh vasokontriksi generalisata yang diperparah oleh
meningkatnya permeabilitas vascular.
b. Perubahan hematologis
Kelainan hematologis terjadi pada sebagian wanita yang
menderita gangguan hipertensif akibat kehamilan.
Trombositopenia kadang-kadang dapat sedemikian parah
sehingga mengancam nyawa, kadar plasma sebagian dari faktor
pembekuan mungkin menurun, dan eritrosit mungkin mengalami
trauma sehingga bentuknya menjadi aneh dan cepat mengalami
hemolisis. Pada preeklamsia-eklamsia, dapat timbul
trombositopenia ibu secara akut. Trombositopenia nyata yang
didefinisikan oleh hitung trombosit kurang dari 100.000/ µl,
menunujukkan penyakit yang parah. Terjadinya peningkatan
kadar enzim hati dalam situasi klinis ini akan memperburuk
prognosis. Kombinasi hal-hal ini disebut sindrom HELLP, yaitu
hemolisis (H), peningktan enzim hati (elevated liver enzyme,
EL), dan trombosit rendah (low platelet, LP). Preeklamsia tidak
menyebabkan trombositopenia pada neonatus. Defisiensi berat
pada salah satu faktor koagulasi larut sangat jarang terjadi pada
preeklamsia berat dan eklamsia kecuali jika terdapat keadaan lain
yang mempermudah terjadinya koagulasi konsumtif, misalnya
solusio plasenta atau perdarahan hebat akibat infark hati.
c. Ginjal

19
Pada keadaan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus meningkat secara bermakna. Jika terjadi preeklamsia,
perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus berkurang. Konsentrasi asam
urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan
penyakit yang parah.
Pada sebagian besar pasien preeklamsia, penurunan filtrasi
glomerulus ringan sampai sedang tampaknya terjadi akibat
penurunan volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma
menjadi dua kali lipat dibandingkan nilai pada kehamilan normal
yang sekitar 0,5 mg/dl. Akan tetapi, pada beberapa kasus
preeklamsia berat, ginjal mengalami kelainan berat, dan kreatinin
plasma mungkin meningkat beberapa kali lipat dibandingkan nilai
normal nonhamil atau hingga 2 sampai 3 mg/dl. Setelah
pelahiran, tanpa adanya pernyakit renovaskular kronis yang
mendasari, biasanya terjadi pemulihan sempurna fungsi ginjal.
Untuk menegakkan diagnosis preeklamsia-eklamsia harus
tersapat proteinuria.

20
D. Pathway
Penyakit Obesitas Kehamilan Hidramnion Molahidatidosa
Penanganan di Polindes
ginjal ganda
a. Rawat jalan 1 X
seminggu
b. pantau TD, proteinuria,
Perubahan pada Dyslipide Mual- muntah, kesejahteraan janin
ginjal wanita mia nyeri ulu hati c. tunggu persalinan aterm
dengan trigliserid dan memompa
preeklamsia serum,LD jantung karena Hipertensi
adalah glomerulus kesulitan untuk Di Puskesmas
L, VLDL
menyebabkan bernafas a. Idem
b. jika keadaan memburuk
penyempitan Vasospasme arteriol tangani sebagai
lumen kapiler aferen preeklamsia
Tekanan darah
meningkat
aliran darah ke Di Rumah Sakit
ginjal menurun a. kendalikan hipertensi
seperti pada preeklamsia
kerusakan endotel b. terminasi kehamilan jika
glomerulus terjadi preeklamsia berat

Metabolisme Absorbsi
(karbohidrat, (Glomerulus (-) Protein Urine
Hamil lemak, protein)
Preeklamsia
Hasil Pemeriksaan :
Penurunan Bersihan kreatinin
Peningkatan serum kreatinin

Jika kondisi memburuk terjadi Kerusakan ginjal


Oliguria

21
III. KASUS

Ny. R seorang IRT usia 38 tahun G4P3A0 hamil 29 minggu dengan


pendidikan terakhir SMP. Suami (Tn.O) usia 40 tahun bekerja sebagai
buruh harian lepas datang ke Puskesmas Bawang I. Beralamat tempat
tinggal di Dusun Kliwonan RT 04 RW 05 Kecamatan Bawang, Kebumen.
Datang pada tanggal 20 Juli 2018. Ibu mengeluhkan pusing sejak semalam
dan kaki bengkak. Ibu tidak pernah memeriksakan kehamilannya selama
hamil ini, karena ibu malu dengan tetangganya karena hamil lagi. Ibu
mengatakan tidak pernah menderita penyakit jantung, DM, hepatitis, ginjal,
HIV/AIDS tetapi ibu mengatakan bahwa keluarga mempunyai riwayat
hipertensi yaitu ibu kandung dan kakak perempuannya. Tidak ada riwayat
alergi obat, ibu mengatakan HPHT 8 Desember 2017. Ibu mengatakan
mengurus anaknya sendiri dan kadang dibantu oleh ibu mertua. Riwayat
kehamilan dan persalinan yang lalu, anak pertama ibu laki-laki berumur 17
tahun, anak kedua berumur 14 tahun dan yang ketiga perempuan berumur
10 tahun. Riwayat persalinan yang lalu kedua persalinanya ditolong oleh
bidan, riwayat KB ibu menggunakan KB pil selama 4 tahun. Keadaan
umum Ny.R terlihat kurang baik, kesadaran kompos mentis, Tekanan darah
ibu saat datang 140/90 mmHg. Nadi 80x/menit. Respirasi 23x/menit, Suhu
36,7 C. BB ibu sekarang 58 kg dan BB sebelum hamil 50 kg, TB 155cm,
pada pemeriksaan fisik ibu dalam batas normal kecuali pada bagian tungkai
bawah ibu mengalami edema. Pada auskultasi DJJ puntum maksimum
tempat kanan bawah pusat, frekuensi 142x/ menit regular, Hb : 11,2 gram,
Urin : protein (-). Bidan di Puskesmas menganjurkan ibu untuk periksa
kembali ke Puskesmas Bawang seminggu lagi, memberikan dukungan atas
kehamilan ibu merupakan anugerah yang harus tetap dijaga atau tidak perlu
merasa malu terhadap tetangga dan memberikan pendidikan kesehatan
tentang tanda bahaya kehamilan trimester 3 serta menganjurkan ibu untuk
segera datang periksa jika terjadi tanda bahaya pada kehamilan.

22
III. PEMBAHASAN
a. Identifikasi Faktor Resiko dan Rencana Perawatan untuk
Kunjungan Antenatal Berikutnya
Faktor resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan salah satunya
adalah usia yang ekstrim (Prawirohardjo, 2010). Dalam kasus, Ny.R
berusia 38 tahun dimana usia Ny.R ini termasuk dalam usia beresiko untuk
hamil yaitu usia diatas 35 tahun. Menurut jurnal yang dikemukakan oleh
(Norwitz, 2008), kehamilan pada umur ibu yang ekstrim kurang dari 20
atau lebih dari 35 tahun merupakan kehamilan yang beresiko tinggi yang
dapat menyebabkan komplikasi dalam kehamilan.
Dalam sudut pandang kebidanan, usia yang sudah tidak muda lagi
berpotensi menimbulkan resiko terjadinya komplikasi kehamilan seperti
preeklamsia dan diabetes. Dengan demikian, bidan harus memberitahu
Ny.R bahwa asuhan persalinan untuknya akan dirancang dengan
berkolaborasi bersama dokter spesialis kebidanan dan kandungan di RS.
Pengawasan tekanan darah dan analisis urin bisa tetap dilakukan di unit
pelayanan komunitas, sedangkan pengawasan tambahan antenatal terhadap
kesehatan ibu dan janin akan dilakukan oleh tim kebidanan rumah sakit.
Tempat melahirkan akan dipengaruhi oleh kesehatan Ny.R dan bayi yang
dikandungnya, tetapi pada tahap awal kehamilan, semua pilihan tersebut
harus dipertimbangkan: rumah, klinik bersalin, dan rumah sakit. Rincian
diskusi ini yang berkaitan dengan rencana asuhan persalinan harus
didokumentasikan secara jelas oleh bidan dalam rekam medis Ny.R sesuai
standar dan pedoman pencatatan. (Raynor, 2017)
Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi
kehamilan adalah adanya riwayat keluarga pernah mengalami
preeklamsi/eklamsi (Prawirohardjo, 2010). Dalam kasus Ny.R ibu
kandung dan kakak kandung Ny.R mempunyai riwayat
Preeklamsi/Eklamsi. Dalam hal ini faktor tersebut mungkin dapat memicu
terjadinya hipertensi yang dialami ibu sekarang meskipun belum dapat
dikatakan ibu mengalami preeklamsi karena protein urin negatif,

23
akantetapi jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat ibu dapat
beresiko mengalami preeklamsi. Preeklamsi merupakan penyakit yang
diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu
penderita preeklamsi atau yang mempunyai riwayat preeklamsi dalam
kehamilan. Faktor genetik atau keturunan merupakan faktor resiko
terjadinya preeklamsi (Norwitz, 2008).
Penyakit yang diderita ibu sebelumnya juga dapat menjadi faktor
resiko terjadinya hipertensi kehamilan seperti penyakit ginjal, diabetes,
dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil (Prawirohardjo, 2010). Dari
hasil penelitian yang dilakukan (Nuril, 2012) dan (Guerrier, 2013) bahwa
ibu yang memiliki riwayat hipertensi sebelumnya akan mempunyai resiko
lebih tinggi mengalami kejadian preeklamsi dibandingkan dengan ibu
yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Dalam kasus Ny.R, ibu tidak
memiliki riwayat penyakit seperti penyakit ginjal maupun riwayat
hipertensi sebelumnya.
Meskipun penyebab langsung preeklamsi tidak diketahui, ibu
dengan jarak kehamilan ≥10 tahun dari pelahiran terakhir memiliki resiko
terjadinya preeklamsi (Wylie, 2010). Dari kasus Ny.R kehamilan terakhir
ini berjarak 10 tahun dari kehamilan sebelumnya. Status gravida ibu
adalah G4P3A0 hal ini sejalan dengan terori menurut (Winkjosastro, 2008)
dimana ibu multiparitas lingkungan endometrium disekitar tempat
implantasi kurang sempurna dan tidak siap menerima hasil konsepsi,
sehingga pemberian nutrisi dan oksigenasi kepada hasil konsepsi kurang
sempurna dan mengakibatkan pertumbuhan hasil konsepsi akan terganggu
sehingga dapat menambah resiko terjadinya preeklamsi.
Dalam kasus Ny.R, ibu tidak melakukan kunjungan antenatal sama
sekali dikarenakan malu karena hamil lagi. Kunjungan ANC berpengaruh
terhadap kesehatan ibu sehingga kunjungan ANC yang kurang, mungkin
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya hipertensi dan dapat beresiko
preeklamsi dikarenakan tidak ada deteksi dini akan tanda dan gejala
preeklamsi, hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan (Nuryani,

24
2013) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara pemeriksaan
antenatal dengan kejadian preeklamsi. Melalui pemeriksaan antenatal
dapat mencegah perkembangan preeklamsi, karena salah satu tujuan dari
pemeriksaan antenatal adalah mengenali secara dini adanya penyulit-
penyulit atau komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan (Depkes,
2007).
Data psikologis ibu menyatakan malu karena hamil lagi diusianya
yang sudah berusia 38 tahun, hal ini dapat menjadi faktor predisposisi ibu
mengalami hipertensi selama kehamilan. Menurut penelitian Desi Trisiani
2016, menyatakan bahwa depresi dan kecemasan antenatal terkait dengan
ekskresi vasoaktif hormon atau neuroendokrin lainnya, yang pada
gilirannya meningkatkan risiko hipertensi, hal ini juga memicu perubahan
pembuluh darah dan peningkatan resistensi arteri uterina yang sama
halnya terjadi pada kasus preeklamsi.
Dalam kasus Ny. R, ibu menggunakan KB jenis hormon ( Pil), ibu
sudah menggunakannya selama 4 tahun. Dalam kaitannya dengan
hipertensi pada kehamilan jenis KB hormonal dapat merupakan pencetus
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini diperkuat penelitian oleh
(Pradana, 2016) kontrasepsi hormonal berupa pil KB sebagian besar
mengandung hormon Esterogen dan Progesteron. Hormon dalam
kontrasepsi ini telah diatur sedemikian rupa sehingga mendekati kadar
hormon dalam tubuh akseptor namun bila digunakan dalam jangka waktu
yang lama akan timbul efek samping yang lain. Kedua hormon tersebut
memiliki kemampuan untuk mempermudah retensi ion ntrium dan sekresi
air disertai kenaikan aktifitas renin plasma dan pembentukan angiotensin
sehingga dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah.

25
b. Pemeriksaan yang Tepat untuk Menegakkan Diagnosa dalam
Kehamilan
Pada awal kehamilan terdapat penurunan yang tajam pada tekanan
darah diastolik tetapi hanya terdapat sedikit perubahan pada tekanan
sistolik. Sebagai akibat dari berkurangnya resistensi pembuluh darah
perifer, maka tekanan darah sistolik rata-rata menurun 5-10 mmHg
dibawah nilai dasar (baseline) dengan tekanan darah diastolik 10-15
mmHg hingga usia kehamilan 24 minggu. Dari saat ini, tekanan darah
secara bertahap naik, kembali ke nilai saat pra-kehamilan. Oleh karena itu,
penilaian tekanan darah sedini mungkin merupaka hal yang penting dalam
kehamilan untuk mendapatkan data dasar (baseline) yaitu saat mendekati
masa pra-kehamilan sebagai perbandingan jelas selama kehamilan. Nilai
tekanan darah ini kemudian dapat membantu dalam mengidentifikasi
dengan cepat setiap penyakit hipertensi dalam kehamilan yang merupakan
penyebab utama kedua kematian ibu di UK, menurut laporan 3 tahun yang
lalu. (Lewis, 2011 dalam Raynor 2017).
Pemeriksaan tekanan darah tidak seharusnya dilakukan setelah
seorang wanita melakukan olahraga fisik apa pun, mengalami kecemasan
atau rasa nyeri, maupun merokok. Dalam keadaa seperti ini,
direkomendasikan untuk beristirahat 10 menit sebelum dilakukan
pengukuran tekanan darah. Penggunaan Korotkoff Tahap V saat bunyi
jantung menghilang sebagai ukuran tekanan darah diastolik lebih mudah
untuk didapatkan, lebih dapat terulang kembali (reprodusibel), dan
mendekati ke tekanan intraarteri pada kehamilan. Nilai pembacaan ini
harus selalu digunakan kecuali bunyi mendekati nol, dalam hal ini bunyi
Korotkoff Tahap IV juga harus diperhatikan dan kemudian dicatat (NMC,
2010 dalam Raynor, 2017). Pada kasus Ny. R berdasarkan hasil
pemeriksaan tekanan darah, diperoleh hasil 140/90 mmHg. Hal ini
menunjukan ibu mengalami hipertensi dalam kehamilannya.
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Ny.R, ditemukan pada
ekstrimitas bawah ibu mengalami oedem, dahulu oedem tungkai dipakai

26
sebagai tanda-tanda preeklamsia, tetapi sekarang oedema tungkai tidak
dipakai lagi, kecuali eodem generalisata (anasarka) (Prawirohardjo, 2010).
Didukung oleh penelitian (Arsani, 2017) perubahan pokok pada
preeklamsi adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam
dan air. Pada beberapa kasus lumen arteriola juga ditemukan diseluruh
tubuh maka terjadinya kenaikan tekanan darah merupakan usaha
mengatasi tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan tercukupi. Oedem
disebabkan oleh penimbunan cairan yang berlebih.

c. Potensi Resiko yang Dapat Mempengaruhi Kesehatan Ny.R dan


Pencegahannya
Dalam kasus Ny.R telah dilakukan pemeriksaan protein urin dan
hasilnya adalah negatif. Dalam kaitannya dengan penegakan diagnosa
preeklamsi ibu tidak mengalami preeklamsi tetapi ibu mengalami
hipertensi gestasional dimana sebelumnya ibu tidak punya riwayat
hipertensi sebelum hamil dan hasil protein urin yang diperoleh dari
pemeriksaan adalah negatif. Akantetapi, ibu memiliki potensi resiko
terjadinya preeklamsi karena memiliki riwayat keluarga yang mengalami
preeklamsi dan usia yang sudah tidak muda lagi. Sehingga diperlukan
penanganan yang tepat agar potensi resiko tersebut dapat dihindari dan
kehamilan ibu dalam keadaan baik.
Penatalaksanaan Ny. R dengan hipertensi gestasional yang telah
dilakukan ialah memberikan dukungan terhadap kehamilan ibu karena ibu
merasa malu terhadap kehamilannya yang sudah berusia 38 tahun.
Menurut penelitian Desi Trisiani 2016, dukungan psikologis yang
diperlukan oleh ibu hamil selain dari diri sendiri, pasangan, dan
lingkungan keluarganya adalah dari bidan yang diberikan pada saat
kunjungan ANC dengan memberikan informasi yang baik untuk mengatasi
setiap kecemasan yang dirasakan klien serta mencegah kecemasan
berkelanjutan yang bisa menyebabkan stres dan depresi yang akan
berdampak pada kesehatan ibu dan janin. Bidan juga memberi nasehat

27
untuk tetap menjaga kehamilannya dengan periksa rutin 1 x seminggu
sehingga dapat diketahui perkembangan kehamilan ibu mengarah pada
preeklamsi atau tidak dan pendkes tanda bahaya kehamilan TM 3 serta
menyarankan ibu jika mengalami tanda bahaya tersebut segera periksa
untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Menurut Saefudin 2009,
penanganan pada hipertensi gestasional di tingkat pelayanan kesehatan
puskesmas adalah dengan memantau kesejahteraan janin, pemeriksaan
proteinuria dan TD, rawat jalan 1x seminggu, menunggu persalinan aterm
dan jika keadaan memburuk lanjut tangani sebagai preeklamsia.
Kemudian merencanakan asuhan ibu bersalin dengan merujuk ke RS
dengan pertimbangan pemantauan tekanan darah & protein urin selama
hamil serta pemantauan selama nifas atau menyusui. Hal ini dikarenakan
menurut Prawirohardjo 2010, hipertensi gestasional (transient hypertensi)
adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria
dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascabersalin, kehamilan
dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria. Jika lebih dari 3 bulan
mengalami hipertensi harus dilakukan penanganan lebih lanjut seperti
pemeriksaan laboratorium darah untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan
ginjal.

28
DAFTAR PUSTAKA

Arsani, L. P. (2017). Kadar Protein Urin pada Trimester II dan III di Puskesmas
2 Denpasar Barat. Denpasar: E Jurnal. Poltekkes-Denpasar.ac.id.

Depkes. (2007). Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta: Dirjen Binkesmas


Depkes RI.

Dinkes Jateng. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2015.
Semarang: DInkes Jateng.

Fraser, D. M. (2009). Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Hudak, C. M. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Morgan Geri, H. C. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik . Jakarta:


EGC.

Guerrier. (2013). Factors Associated with Severe Preeclamsia and Eclamsia in


Jahun, Nigeria. Nigeria: International Journal of Women's Health .

Norwitz. (2008). At a Glence Obstetri and Gynekologi, terjemahan oleh Diba


Artsiyanti EP. Jakarta: Erlangga.

Nuril. (2012). Pengaruh Faktor Usia Paritas Ketururnan Riwayat Preeklamsi


Riwayat Hipertensi Stats Gizi Kenaikan Berat Badan Selama Hamil dan
ANC Terhadap Kejadian Preeklamsi di RSUD DR. Sayidiman Magetan.
Magetan: Vol.2 No.3 .

Nuryani. (2013). Hubungan Pola Makan, Sosial Ekonomi, Antenatal Care dan
Karakteristik Ibu Hamil dengan Kasus Preeklamsi di Kota Makasar .
Makasar: Vol.2 No.2 hal 104-112.

Pradana, R. (2016). Hubungan Paritas dan Kontrasepsi. Surabaya: FKM Unair.

Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Pearce, E. C. (2011). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedia .

Pribadi Adhi, D. (2015). Kehamilan Resiko Tinggi Perkembangan, Implikasi


Klinis, dan Kotroversi. Bandung: CV Sagung Seto.

29
Raynor, M. (2017). Seri Praktik Kebidanan Kasus Penyakit Kritis, Komplikasi
dan Kedaruratan. Jakarta: Erlangga Medical Series.

Saifudin. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan


Neonatal . Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sloane, E. (2012). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Trisiani, Desi dan Rima H. 2016. Hubungan Kecemasan Ibu Hamil Terhadap
Kejadian Preeklamsia Di RSUD Majalaya Kabupaten Bandung. JURNAL
ILMIAH BIDAN Vol I No 3

Winkjosastro. (2008). Ilmu Kebidanan . Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Prawirohardjo.

Wylie, L. (2010). Menejemen Kebidanan Gangguan Medis Kehamilan dan


Persalinan. Jakarta: EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai

  • Bismillah Ya Allah Semoga Lancar
    Bismillah Ya Allah Semoga Lancar
    Dokumen60 halaman
    Bismillah Ya Allah Semoga Lancar
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • NIFAS
    NIFAS
    Dokumen4 halaman
    NIFAS
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Kontrak Kehamilan Minggu 1
    Kontrak Kehamilan Minggu 1
    Dokumen3 halaman
    Kontrak Kehamilan Minggu 1
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Leaflet KB
    Leaflet KB
    Dokumen3 halaman
    Leaflet KB
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Asi Eksklusif
    Leaflet Asi Eksklusif
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Asi Eksklusif
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Bab V Nifas
    Bab V Nifas
    Dokumen2 halaman
    Bab V Nifas
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • NIFAS
    NIFAS
    Dokumen28 halaman
    NIFAS
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Leaflet
    Leaflet
    Dokumen1 halaman
    Leaflet
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Nifas
    Nifas
    Dokumen6 halaman
    Nifas
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Teori
    Tinjauan Teori
    Dokumen48 halaman
    Tinjauan Teori
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • LEAFLET
    LEAFLET
    Dokumen2 halaman
    LEAFLET
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Fix
    Bab 3 Fix
    Dokumen22 halaman
    Bab 3 Fix
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen24 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • NIFAS NYERI
    NIFAS NYERI
    Dokumen53 halaman
    NIFAS NYERI
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Patologi
    Kehamilan Patologi
    Dokumen32 halaman
    Kehamilan Patologi
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PRAKTIK
    LAPORAN PRAKTIK
    Dokumen32 halaman
    LAPORAN PRAKTIK
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Pathway BBL
    Pathway BBL
    Dokumen1 halaman
    Pathway BBL
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • ASFIKSIA NEONATORUM
    ASFIKSIA NEONATORUM
    Dokumen12 halaman
    ASFIKSIA NEONATORUM
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen15 halaman
    Bab Ii
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • ASFIKSIA NEONATORUM
    ASFIKSIA NEONATORUM
    Dokumen12 halaman
    ASFIKSIA NEONATORUM
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Lembar Bimbingan
    Lembar Bimbingan
    Dokumen1 halaman
    Lembar Bimbingan
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Cover Anemia
    Cover Anemia
    Dokumen1 halaman
    Cover Anemia
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Cover Anemia
    Cover Anemia
    Dokumen1 halaman
    Cover Anemia
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen25 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen7 halaman
    Bab II
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen34 halaman
    Cover
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Bab III
    Bab III
    Dokumen6 halaman
    Bab III
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat
  • Seminar
    Seminar
    Dokumen33 halaman
    Seminar
    Diana Dynna
    Belum ada peringkat