NPM : 8111801021
DOSEN :
BANDUNG
MARET 2019
SOAL :
Buatlah tulisan ilmiah beserta contoh yang relevan berkaitan dengan Hubungan
Sejarah dan Teori Arsitektur dalam konteks Indonesia. Saudara dapat menggali berkaitan
dengan isu-isu arsitektur di Indonesia yang berkembang dari masa lalu sampai saat kini
ataupun relasinya dengan arsitektur di luar Indonesia. Struktur penulisan berupa
pendahuluan, isi, penutup/kesimpulan, daftar pustaka.
JAWAB :
Indonesia dikenal memiliki keragaman sekaligus kesatuan budaya yang tersebar dari
sabang hingga merauke. Dalam konteks arsitektur, seiring perkembangan jaman arsitektur
Indonesia mengalami pasang surut dan hingga saat ini tak terdefinisi bagaimana arsitektur
Indonesia yang sesungguhnya. Pada kenyataannya secara faktual hampir kehilangan
jatidirinya karena tergerus oleh isu globalisasi yang terkait dengan universalisasi,
internasionalisasi, dan westernisasi (Scolte, 2005). Dari sinilah kenyataan yang tidak dapat
dihindari lagi bahwa perkembangan jaman sangat mempengaruhi bagaimana arsitektur itu
tumbuh dan berkembang. Pasang surut perkembangan arsitektur di Indonesia ini
menjunjukan bahwa harus ada sebuah pemikiran yang diikuti dengan gerakan untuk
menemukan kembali jati diri arsitektur indonesia.
Bila berarsitektur artinya berbahasa dengan ruang dan gatra, dengan garis dan
bidang, dengan material dan suasana tempat, sudah sewajarnyalah kita berarsitektur secara
budayawan dengan nurani dan tanggung jawab penggunaan bahasa arsitektural yang baik
(Mangunwijaya,2009). Artinya Mangunwijaya sangat menekankan pada tanggung jawab
arsitek sebagai subyek atau pelaku untuk mewujudkan sebuah karya yang harus dipikirkan
terhadap kondisi dan situasi lingkungan fisik dan sosial, karena hal inilah yang akan
memberikan identitas atau jatidiri pada karya arsitekturalnya. Dapat disimpulkan bahwa
arsitektur dipengaruhi oleh kultur dan natur. Kultur sendiri dapat diartikan secara luas
sebagai cara hidup atau budaya yang dimiliki oleh sekelompok orang dan akan terus
berkembang, diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur
diantaranya sistem agama dan politik, adat istiadat, Bahasa, karya seni, termasuk bangunan.
Sedangkan natur sendiri pada kenyataanya bumi ini memiliki perbedaan antara satu tempat
dan yang lainnya karena pengaruh iklim, potensi alam serta kondisi geografis. Sehingga
setiap tempat memberikan kekhasannya masing – masing.
Pada jaman dulu arsitek yang baik adalah arsitek yang memiliki order klasik dengan
mitologi dan estetika. Dari era Yunani dan Romawi hingga era neo klasik yang sebagian
besar berkembang di bumi bagian barat. Arsitektur klasik ini kemudian membawa pengaruh
Gambar 1 Nashville Parthenon (447- Gambar 2 Museum seni rupa dan Gambar 3 Rumah langgam klasik di
432 SM) keramik Jakarta karya Van Raders kawasan Kelapa Gading
(1870)
Namun seiring dengan adanya kemajuan teknologi, material, struktur dan lain
sebagainya pandangan tersebut bergeser, dari yang tadinya teosentris dimana sistem
ketuhanan adalah yang paling penting seperti yang terjadi pada era arsitektur pramodern.
Di era modern dengan adanya revolusi industri menjadikan aspek fungsi sangat diutamakan.
Sehingga karya arsitektur yang terbangun sangat fungsional seperti karya dari arsitek Frank
Llyod Wright, Le Corbusier, dan Walter Gropius sebagai pelopor International Style yang
mengenalkan konsep ’form follows function’.
Gambar 4 Falling Water (1935) Gambar 5 Unite d'habitation (1945) Gambar 6 Sekolah seni dan desain
F.L.W. sebagai contoh arsitektur Le Corbu sebagai contoh arsitektur Bauhaus (1919) Walter Gropius
moderen bergaya organik modern bergaya brutalism sebagai contoh arsitektur modern
bergaya internasional style
Gambar 7 Chang building (1997) Bangkok karya Sumet Gambar 8 Guggenheim museum (1997) Bilbao karya
Jumsai sebagai contoh arsitektur Kitsch Frank Gehry sebagai contoh arsitektur parody
Gambar 9 Barcode building Russia karya Dmitry Melentyev Gambar 10 Jean-Marie Tjibaou Cultural Centre (1998)
sebagai contoh arsitektur pastiche New Caledonia karya Renzo Piano sebagai contoh
arsitektur Champ
Setelah periode Hindu-Buddha, perlahan mulai masuk juga ajaran lainnya yaitu
Islam. Perlahan kerajaan-kerajaan Islam mulai berkembang dan mengalami masa
kejayaannya di Indonesia. Berbagai masjid kuno di Indonesia menunjukkan bahwa
penggunaan ornamen Islam semakin banyak digunakan. Karakter arsitektur Islam
seperti kubah, bentuk-bentuk lengkung kurawal hingga kaligrafi-kaligrafi dalam bahasa
Arab mulai sering ditemukan pada tempat-tempat ibadah. Salah satu wujud arsitektur
yang mengaplikasikan ornamen dan symbol – symbol islam namun masih mengadaptasi
pola arsitektur Hindu – Budha adalah Mesjid Menara Kudus yang dibangun layaknya
candi pada masa kerajaan majapahit.
Gambar 16 Candi brahu peninggalan Gambar 17 Candi pari peninggalan Gambar 18 Gapura wringin lawang
kerajaan majapahit kerajaan majapahit peninggalan kerajaan majapahit
Pada abad 18 di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur Indische Empire Style :
gaya arsitektur neo-klasik yang menunjukan kesan kekaisaran atau monumental dengan
karakter arsitektur simetris, menggunakan pilar – pilar gaya Yunani dan menggunakan atap
perisai. Pada mulanya gaya arsitektur tersebut muncul di daerah pinggiran kota Batavia
(Jakarta), tapi kemudian berkembang di daerah urban, dimana banyak terdapat penduduk
Eropa. Munculnya gaya arsitektur tersebut adalah sebagai akibat dari suatu kebudayaan
yang disebut sebagai “Indische Culture”, yang berkembang di Hindia Belanda sampai akhir
abad ke 19.
Masayarakat urban pada jaman kolonial di Hindia Belanda pada umumnya terbagi
menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama adalah golongan Pribumi ang merupakan
penduduk asli setempat. Kelompok kedua sering disebut sebagai “Vreemde Oosterlingen”
(Timur Asing), yang terdiri atas orang Cina, Arab serta orang Asia lainnya. Sedangkan
kelompok yang ketiga golongan orang Eropa. Golongan orang Eropa terdiri dari masyarakat
Indo-Eropa atau sering disebut sebagai masyarakat Eurasia dan orang Belanda totok.
Masyarakat Eurasia inilah yang awalnya melahirkan kebudayaan yang disebut sebagai
‘Indische Culture”. Kebudayaan ini kemudian juga diikuti oleh orang Cina peranakan dan
Pribumi dari golongan tertentu.
Gambar 20 Gedung Mahkamah Agung Gambar 21 Istana Pelukis Raden Saleh Gambar 22 Toko Merah Kota Tua
(1825) (1851) Jakarta (1730)
Desain Aula Barat dan Timur ITB termasuk kedalam karya arsitektur yang berhasil
memadukan konsep kolonial dengan konsep arsitektur nusantara. Merespon konteks
tempat dimana bangunan tersebut dibangun dengan mengaplikasikan kemajuan teknologi
material dan konstruksi pada masanya. Kuda – kuda atap aula berbentuk pelana dengan
kemiringan pada ujungnya dibuat dari kayu lapis yang disusun menjadi bentuk busur,
sehingga memberikan efek bentang lebar. Karena bentuk atapnya yang tidak biasa
menjadikannya sebuah bentuk baru yang memiliki makna beragam tergantung pada
interpretasi pengamat.
Gambar 27 Tampilan rumah joglo sebagai referensi bentuk Gambar 28 Tampak sisi selatan Gereja Poh Sarang
atap Gereja Poh Sarang
Gambar 29 Tampilan Candi sebagai refensi konsep Geraja Gambar 30 Tampak sisi barat Gereja Poh Sarang
Poh Sarang
Hal ini menandakan bahwa pada proses perancangan kedua bangunan diatas sudah
ada penyesuaian terhadap konteks tempat dengan mengaplikasikan kemajuan teknologi
material dan konstruksi tanpa melupakan aspek sejarah.
Setelah Indonesia merdeka pada awal tahun 1950-an, kebudayaan “Indisch” ini mulai
menghilang, bersamaan dengan kejadian ini gaya arsitektur “Indische” Empire Style”
berganti dengan gaya arsitektur kolonial yang bercorak modern. Banyak pembangunan
infrastruktur dan teknologi bangunan modern mulai diperkenalkan. Presiden Soekarno pada
saat itu banyak menggagas pembangunan bangunan berskala besar (monumental)
beberapa contoh proyek yang lahir pada periode sejarah arsitektur ini diantaranya;
Monumen Nasional, Mesjid Istiqlal, Stadion Gelora Bung Karno, dan Hotel Indonesia.
Karakter arsitektur Indonesia pada periode ini mencerminkan kemjuan, modernitas, dan
monumentalitas yang sarat akan langgam ‘international style’. Salah satu tokoh arsitek
terkemuka pada era ini adalah Frederich Silaban yang memiliki prinsip fungsional,
kenyamanan, efisiensi, dan kesederhanaan dalam merancang.
1. Rachmawati, Murni. Prijotomo, Josef. Hidayatun, Maria. Sebuah Gagasan Jati diri
Arsitektur Indonesia. Surabaya : Institut Teknologo Sepoluh Nopember.
2. Kuliah Isu Sejarah Magister Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan 2018-2019
3. https://interinoz.com/2018/11/21/perkembangan-sejarah-arsitektur-indonesia. Diakses
pada tanggal (21 mei 2019)
4. Mursidin, Ijing. (2014). SEjarah Perkembangan Arsitektur Nusantara.
5. https://www.dekoruma.com/artikel/77599/sejarah-panjang-arsitektur-indonesia.
Diakses pada tanggal (21 mei 2019)
6. http://rurucoret.blogspot.com/2008/12/architecture-modern.html. Diakses pada
tanggal (21 mei 2019)
7. http://titispitana.blogspot.com/2012/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada
tanggal (21 mei 2019)
8. Harjanti, Atika. (2013). Analisis Idiom Kitsch Pada Bangunan. Surakarta : Universitas
Sebelas Maret.
9. https://gumilarganjar.wordpress.com/2013/01/10/sedikit-mengenai-idiom-estetik-
postmodern-menurut-fredric-jameson. Diakses pada tanggal (21 mei 2019)
10. https://www.archdaily.com/600641/ad-classics-centre-culturel-jean-marie-tjibaou-
renzo-piano. Diakses pada tanggal (21 mei 2019)
11. https://virtualarsitek.wordpress.com/artikel/sejarah-arsitektur/tipologi-
arsitektur/arsitektur-post-modern. Diakses pada tanggal (21 mei 2019)
12. https://prezi.com/suobi5hnpgpi/idiomatika-arsitektur-camp. Diakses pada tanggal (21
mei 2019)
13. http://wowasiknya.com/candi-peninggalan-kerajaan-majapahit. Diakses pada tanggal
(21 mei 2019)
14. Handinoto. (1994). Indische empire style : gaya arsitektur tempo doeloe yang sekarang
sudah mualai punah. Surabaya : Universitas Kristen Petra.
15. Wonoseputro, Christine. Hidayatun, Maria. (2005). Telaah Elemen – Elemen Arsitektur
Gereja Puhsarang Kediri Sebuah Pengayaan Kosa Kata Arsitektur Melayu (Nusantara).
Surabaya : Universitas Kristen Petra.
16. Friscila, Yohana. Sitorus, Ezra. (2017). Konsep Desain Atap Aula Timur Dan Aula Barat
Institut Teknologi Bandung. Bandung : Institut Teknologi Bandung.