Anda di halaman 1dari 16

A.

Biografi Singkat

H.B. Jassin dilahirkan tanggal 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara,


dari keluarga Islam. Ayahnya bernama Bague Mantu Jassin, seorang kerani
Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), dan ibunya bernama Habiba Jau.
Setelah menamatkan Gouverments HIS Gorontalo pada tahun 1932, Jassin
melanjutkan ke HBS-B 5 tahun di Medan, dan tamat akhir 1938.

Bulan Januari 1939, Jassin kembali ke Gorontalo. Antara bulan Agustus dann
Desember 1939, Jassin bekerja sebagai voluntair di Kantor Asisten Residen
Gorontalo.

Akhir Januari 1940, Jassin menuju Jakarta. Dan mulai Februari 1940 hingga 21 Juli
1947 bekerja di Balai Pustaka. Mula-mula dalam sidang pengarang redaksi buku
(1940-42), kemudian menjadi redaktur Panji Pustaka (1942-45), dan wakil
pemimpin redaksi Panca Raya (1945-21 Juli 1947).

Setelah Panca Raya tidak terbit lagi, secara berturut-turut Jassin menjadi redaktur
majalah berikut: Mimbar Indonesia (1947-66), Zenith (1951-54), Bahasa dan
Budaya (1952-63), Kisah (1953-56), Seni (1955), Sastra (1961-64 dan 1967-69),
Horison (1966-sekarang), dan Bahasa dan Sastra (1975).

Mulai Agustus 1953, Jassin menjadi dosen luar biasa untuk mata kuliah
Kesusastraan Indonesia Modern pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. “Saya
sebetulnya sama sekali tidak suka mengajar,” kata Jassin mengenang masa itu.
“Apalagi mengajar di perguruan tinggi. Saya sendiri sebelumnya tak pernah belajar
di perguruan tinggi dan itu membuat badan saya panas dingin setiap masuk ruang
kuliah”.

Di samping mengajar, Jassin juga mengikuti kuliah di fakultas yang sama. Tanggal
15 Agustus 1957, Jassin meraih gelar kesarjanaannya di Fakultas Sastra UI, dan
kemudian memperdalam pengetahuan mengenai ilmu perbandingan sastra
Universitas Yale, Amerika Serikat (1958-59).

1
Sebelum berangkat ke Amerika Serikat, Jassin pernah berencana untuk menulis
disertasi mengenai Pujangga Baru: timbulnya, pertumbuhannya, bubarnya, lengkap
dan latar belakangnya. Promotornya pun sudah ada, yakni Prof. Dr. Prijono. Akan
tetapi, sepulang dari Amerika Serikat, Jassin tidak pernah lagi berbicara mengenai
rencana itu. Dalam suratnya tanggal 10 September 1959 kepada Subagio
Sastrowardoyo, Jassin mengatakan: “Saya sudah menarik diri dari tugas mengajar
yang tak pernah saya senangi selama ini dan kembali membatasi diri pada lapangan
saya sendiri. Saya lebih senang menulis-nulis saja daripada berdiri di depan
kelas…”

Sejak Januari 1961, Jassin kembali menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Sastra
UI. Akan tetapi, tidak lagi berdiri di depan kelas, melainkan hanya membimbing
para mahasiswa yang membuat skripsi. Antara lain, Jassin membimbing penulisan
skripsi Boen S. Oemarjati, M. Saleh Saad, M.S. Hutagalung, J.U. Nasution, Bahrum
Rangkuti, dan lain-lain.

Jassin adalah salah seorang tokoh Manifes Kebudayaan, sebuah manifes yang
dibuat tanggal 17 Agustus 1963 guna menentang pihak Lembaga Kebudayaan
Rakyat (Lekra). Akibatnya, sejak dilarangnya Manifes Kebudayaan oleh Bung
Karno (8 Mei 1964), Jassin pun dipecat dari Fakultas Sastra UI. Dan pemecatan ini
berlangsung hingga G-30-S/PKI meletus. Setelah itu, Jassin kembali lagi ke
Fakultas Sastra UI. Dan sejak April 1973 menjadi Lektor Tetap di Fakultas tersebut
untuk mata kuliah Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern dan Ilmu Perbandingan
Kesusastraan.

Perlu diketahui, di samping mengajar dan mengikuti kuliah, sejak Juli 1954 hingga
Maret 1973, Jassin adalah pegawai Lembaga Bahasa dan Budaya, yang sekarang
kita kenal dengan nama: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

2
B. Kiprah/Penghargaan

1. Atas jasa-jasanya di bidang kebudayaan, Jassin menerima Satyalencana


Kebudayaan dari Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 20 Mei 1969.

2. Tanggal 26 Januari 1973 Jassin menerima Hadiah Martinus Nijhoff dari


Prins Bernhard Fonds di Den Haag, Belanda. Hadiah ini diberikan untuk
jasa Jassin menerjemahkan karya Multatuli, Max Havelaar (Jakarta:
Djambatan 1972).

3. Untuk menghormati jasanya di bidang sastra Indonesia, tanggal 14 Juni


1975 Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa
kepada Jassin.

4. Atas jasa-jasanya di bidang kesenian dan kesusastraan, Jassin menerima


Hadiah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1983.

5. Pada tahun 1987 dia mendapatkan hadiah Magsaysay dari Yayasan


Magsaysay, Filipina.

6. Pada tahun 1994 dia dianugerahi Bintang Mahaputera Nararaya oleh


Pemerintah RI.

7. Kritikus Terbesar Sastra Indonesia ( Paus Sastra Indonesia). Paus Sastra


merupakan julukan yang diberikan kepada H.B. Jassin sebagai kritikus yang
berwibawa pada masanya dan julukan itu dikemukakan oleh Gajus Siagian,
wartawan yang mempunyai perhatian pada masalah sastra.

3
C. Daftar Karya

Sebagai Kritikus Sastra

1. Tifa Penyair dan Daerahnya (1952)


2. Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei I-IV (1954, 1967;
edisi baru, 1985)
3. Kisah: Sorotan Cerita Pendek (1961)
4. Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia (1983)
5. Pengarang Indonesia dan Dunianya (1983)
6. Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993)
7. Koran dan Sastra Indonesia (1994)

Sebagai Editor

1. Gema Tanah Air (1948)


2. Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948)
3. Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1962)
4. Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963)
5. Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968)
6. Heboh Sastra 1968 (1970)
7. Polemik: Suatu Pembahasan Sastra dan Kebebasan Mencipta Berhadapan
dengan Undang-Undang dan Agama (1972)

Terjemahan

1. Chusingura karya Sakae Shioya (terjemahan bersama Karim Halim) (1945)


2. Renungan Indonesia karya Sjahrazad (1947)
3. Terbang Malam karya A. de St. Exupery (1949)
4. Api Islam karya Syed Ameer Ali (1966)
5. Cerita Panji dalam Perbandingan karya Poerbatjaraka (terjemahan bersama
Zuber Usman) (1968)

4
D. Karya Terbaik Menurut Pendapat Udji Kayang Aditya Supriyanto, Esais
Asal Wonogiri

CIPTAKAN DUNIA BAHAGIA (1945)

Alangkah rapuh badan manusia

Walau seabad hidup di dunia

Hanya sedetik di samudra masa,

Lebih lama waktu terasa

Lebih hebat menderita raga dan jiwa

Oleh dikacau nafsu kebendaan,

Di atas bumi sedang berputar

Hilangkan angkara murka

Ciptakan bahagia di stasiun antara

Dari keabadian ke keabadian

KEWAJIBAN (1945)

Aku terbaring diam

mendengarkan masa mengalir lalu

dentungan jantung memukul irama

aman, lena, aku hanyut di dalam masa

hingga tiba bagiku dunia kiamat….

Seperti ulat di atas daun?

atau cacing di dalam tanah.

5
tiada daya menunggu maut?

Tidak! Tidak!

Aku manusia dijadikan TUHAN,

bertenaga, kemauan dan rasa keadilan,

Kewajiban yang harus kuamalkan

untuk Kebahagiaan Dunia dan Manusia!

DOA (1945)

Diatas runtuhan lahir dan batin

Oleh gempa peperangan dunia

Dalam sedih dan duka dunia berjuang

Terlahir Negara Indonesia Merdeka

Semoga bangsa mulia sempurna

Senantiasa ingat kepada tuhan

Penjelmaan lahir segala yang indah

Di dalam laku dan perbuatan

Ya, Allah, berilah ilham yang suci abadi

Dalam pekerjaan bangsa kami

Turut membentuk perdamaian dunia

Manusia utama lahir dan batin

6
E. Gagasan/Pemikiran

Puisi 1 ”Ciptakan Dunia Bahagia”

Konon, yang paling didambakan manusia di dunia (bahkan juga setelahnya)


ialah bahagia. Kita kerap menemui pernyataan “mencari bahagia”, “mengejar
bahagia”, atau “menemukan bahagia”. Namun, bagi H.B. Jassin, bahagia itu
diciptakan. Pandangannya itu diungkapkan Jassin dalam puisi berjudul Ciptakan
Dunia Bahagia (1945). Jassin menulis: Alangkah rapuh badan manusia/ Walau
seabad hidup di dunia/ Hanya sedetik di samudra masa,// Lebih lama waktu terasa/
Lebih hebat menderita raga dan jiwa/ Oleh dikacau nafsu kebendaan,// Di atas bumi
sedang berputar/ Hilangkan angkara murka/ Ciptakan bahagia di stasiun antara/
Dari keabadian ke keabadian.

Jassin merenungi manusia. Selama apa pun hidup manusia di dunia, usianya tidak
akan seberapa dibandingkan umur masa. Jassin menyebut masa ibarat samudra. Ia
cuma berkubang, kitalah yang harus berenang, menyeberang. Semakin lama kita
mengarungi samudra itu, semakin hebat deritanya. Jassin mengatakan nafsu
kebendaan biang derita manusia. Kita lantas mengingat petuah Buddha, entah kita
membacanya dari buku, atau menonton serial televisi Kera Sakti (Journey to the
West). “Penderitaan manusia berasal dari keinginan-keinginan,” kurang lebih
demikian petuah Buddha. Islam pun berpetuah serupa. Salah satu ayat kitab suci
menyebut bahwa berlebih-lebihan (memanjakan nafsu kebendaan) melalaikan
manusia. Astaghfirullah.

Jassin merasa bahwa kemerdekaan suatu bangsa, terutama bangsa yang ia


tinggali, adalah peristiwa teramat penting. Ekspresi paling agung dalam
memeringati peristiwa sepenting itu bukan sorak-sorai, upacara, apalagi foto
bersama, melainkan doa. Jassin merapal doa untuk negeri, namun dengan
kecenderungan mirip puisi sebelumnya. Jassin merasa sebesar apa pun suatu
bangsa, individu tetap menentukan. Maka, ia berdoa pada Tuhan agar memberi

7
ilham yang suci abadi, dalam rangka mencetak manusia-manusia pendakwah damai
di dunia: manusia utama lahir dan batin. Masya Allah.

Puisi 2 “Kewajiban”

Puisi Kewajiban menyoal perihal tak lazim dibahas di masa kemerdekaan.


Jassin menyoal aku-Tuhan, berpretensi eksistensialis, atau minimal filosofis-
normatif. Jassin ibarat memuisikan pergulatan dasein, yang menurut Martin
Heidegger, selalu mengarah pada kematian. Larik “Aku manusia dijadikan
TUHAN” mengingatkan kita pada Erich Fromm, penulis Manusia Menjadi Tuhan:
Pergumulan Tuhan Sejarah dan Tuhan Alam (2011), atau pada Beside, grup musik
metal yang termasyhur dengan lagu Aku adalah Tuhan (2008): atas nama jiwa/ atas
nama diri/ aku Tuhan untuk diriku sendiri.

Puisi 3 “Doa”

Jassin merasa bahwa kemerdekaan suatu bangsa, terutama bangsa yang ia


tinggali adalah peristiwa teramat penting. Ekspresi paling agung dalam
memeringati peristiwa sepenting itu bukan sorak-sorai, upacara, apalagi foto
bersama, melainkan doa. Jassin merapal doa untuk negeri, namun dengan
kecenderungan mirip puisi sebelumnya. Jassin merasa sebesar apa pun suatu
bangsa, individu tetap menentukan. Maka, ia berdoa pada Tuhan agar memberi
ilham yang suci abadi, dalam rangka mencetak manusia-manusia pendakwah damai
di dunia: manusia utama lahir dan batin. Masya Allah.

Karya-karya cerpen dan puisi lainnya

Karya kreatif H.B. Jassin (cerita pendek dan puisi) terhimpun dan terbit
dalam satu buku: Darah Laut (1997). Kita telah berjumpa sekian cerpen dan puisi,
tapi hampir mengabaikan tulisan penting yang mendahuluinya. Darah Laut diawali
dengan tulisan sambutan yang ditulis penyair, sekali lagi: penyair, Sapardi Djoko
Damono. Ia memberi judul tulisannya Sastrawan H.B. Jassin, sebagai upaya

8
mengingatkan pembaca bahwa Jassin tak melulu kritikus sastra. Pada suatu ketika,
Jassin adalah sastrawan juga.

Sapardi memulai tulisan dengan meraba-raba masa awal ketertarikan Jassin pada
sastra. Sapardi menjelaskan, “Di zaman kolonial Belanda, cerpen dan puisinya
dimuat di Volksalmanak, Pandji Poestaka, dan Poedjangga Baroe. Di masa
pendudukan Jepang pun ia sempat menulis, dimuat di Djawa Baroe. Selepas
kemerdekaan karyanya dimuat di Merdeka dan Pantja Raja. Sejak pertengahan
tahun 1940-an tampaknya ia tidak berminat menulis karya kreatif lagi dan
memusatkan perhatian pada kritik sastra.”

Sapardi melanjutkan tulisan dengan menuliskan andil Jassin dalam mengenalkan


penyair terkondang di Indonesia: Chairil Anwar. Sebagai penyair, kita mengira
Sapardi akan melulu mengulas kiprah Jassin dalam perpuisian Indonesia, entah
sebagai penyair atau akhirnya sebagai kritikus sastra. Tapi, sebaliknya, Sapardi
malah melulu mengulas cerpen Jassin. Dari dua puluh paragraf tulisannya,
pembahasan puisi Jassin baru muncul di paragraf ke-18. Pembahasan puisi itu pun
jauh dari cukup, jika dibandingkan ulasan atas cerpen-cerpen Jassin.

Pembahasan puisi sebagai sekadar lanjutan ulasan cerpen pun dilakukan Sapardi di
paragraf berikutnya. Puisi Doa (1945) dibahas sekadar sebagai lanjutan ulasan
cerpen Jiwa Merdeka di Bawah Si Tigawarna (1946). Keduanya diidentifikasi
Sapardi sebagai karya Jassin yang menggambarkan situasi pascaperjuangan
melawan pemerintah militer Belanda, dengan kata lain: kemerdekaan Indonesia.
Kita sedih, tapi tak perlu berlebihan. Bahkan penyair pun tak selamanya dapat
diandalkan sebagai pengapresiasi puisi, entah karena ketidakmampuan, atau
ketidakmauan.

9
F. Bentuk Dan Struktur Puisi

Puisi 1 “Ciptakan Dunia Bahagia”

Tema : Kritik Sosial

Rima : Rima terus, berpola a-a-a-a.

Diksi : Dalam puisi ciptakan dunia bahagia ini, H.B Jassin seperti
biasa memilih kata-kata sederhana, namun indah dan sarat makna.
Pemilihan kata yang Jassin lakukan membuat pembaca sajak ini
merasakan dengan jelas susasana hati Jassin dan membuat puisi ini
lebih bernyawa.

Suasana : Pengharapan sedikit kecemasan

Imajinasi : Visual, yakni inajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-


olah melihat apa yang dikemukakan atau diceritakan oleh
penyair

Majas : Jassin memilih metafora yang berbeda dan lebih


modern.“Stasiun antara Dari keabadian ke keabadian,” tulis
Jassin. Kita gampang menebak keabadian pertama adalah
dunia prabumi, dan keabadian kedua tentu saja dunia
pascabumi. Bumi, dunia yang kita tinggali hari ini adalah
stasiun, menurut Jassin.

Amanat : Hidup di dunia hanya sementara. Oleh sebab itu, manusia


perlu mengendalikan hawa nafsu dan juga amarah yang ada
disekitarnya.

10
Puisi 2 “Kewajiban”

Tema : Patriotisme/Kebangsaan

Rima : Rima bebas, rima yang tidak mengikuti pola persajakan


sebelumnya.

Diksi : Dalam puisi kewajiban ini, H.B Jassin seperti biasa


memilih kata-kata sederhana, namun indah dan sarat makna.
Pemilihan kata yang Jassin lakukan membuat pembaca sajak ini
merasakan dengan jelas susasana hati Jassin dan membuat puisi ini
lebih bernyawa.

Rasa/Feeling : Dalam hal ini penyair merasakan semangat kemerdekaan


bahwa kemerdekaan harus dibawa dengan rasa bertenaga,
berkemauan dan keadilan.

Imajinasi : Imajinasi Auditory, yakni imajinasi yang menyebabkan


pembaca seperti mendengarsendiri apa yang dikemukakan penyair.
Suara dan bunyi yang dipergunakan tepat sekali untuk melukiskan
hal yang dikemukakan, hal ini sering menggunakan kata-kata
onomatope.

Majas : Perumpamaan (simile)

Amanat : Kewajiban seluruh umat manusia harus diamalkan untuk


kepentinganbangsa dan manusia

11
Puisi 3 “Doa”

Tema : Kemerdekaan

Rima : Rima bebas, rima yang tidak mengikuti pola persajakan yang disebut
sebelumnya (Waluyo, 1991: 93).

Diksi : Dalam puisi doa ini, H.B Jassin seperti biasa memilih kata-kata
sederhana, namun indah dan sarat makna. Pemilihan kata yang Jassin
lakukan membuat pembaca sajak ini merasakan dengan jelas susasana
hati Jassin dan membuat puisi ini lebih bernyawa.

Suasana : Pengharapan

Imajinasi : Imajinasi Olfaktory, yakni imajinasi penciuman atau pembawaan


dengan membaca atau mendengar kata-kata tertentu kita seperti
mencium bau sesuatu. Kita seperti mencium bau rumput yang
sedang dibakar, kita seperti mencium bau tanah yang baru
dicangkul, kita seperti mencium bau bunga mawar, kita seperti
mencium bau apel yang sedap dan sebagainya.

Amanat : Perjuangan untuk mencapai kemerdekaan tidak hnaya dilakukan


dengan usaha. Tetapi, diiringi juga dengan doa.

12
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menganalisisis biografi, kiprah/penghargaan, puisi karya H. B


Jassin dan juga struktur puisinya, saya menyimpulkan bahwa puisi karya beliau
begitu sarat dengan makna yang sangat berguna bagi kita dalam menempuh
kehidupan. Mengkaji tema, rima, suasana, imajinasi dan gaya bahasa beberapa puisi
memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi saya, selain kaitannya dengan
saya yang bergelut dengan dunia pendidikan juga makna yang terkandung dalam
puisi tersebut tidak terlepas dari nuansa religius yang dapat memperkokoh
keimanan.

B. Saran

Saya hanya bisa menyarankan agar mempelajari dan memakai sebuah puisi
bukan karena tuntutan tugas atau hal lain, melainkan karena panggilan jiwa yang
merasa butuh akan amanat yang terkandung dalam puisi.

13
BAHAN PUSTAKA

Eneste, Manusuk. 1987. H.B. Jassin: paus sastra Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Jassin, H.B. 1976. Angkatan 66: prosa dan puisi. Jakarta: Gunung Agung.

https://100tahunhbjassin.wordpress.com/tag/puisi/

https://khikyrizkiherdiani.wordpress.com/2012/11/07/biografi-h-b-jassin/

https://asepsopyan.com/2011/03/19/hb-jassin-dan-gelar-gelarnya/

14
15
16

Anda mungkin juga menyukai