PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
Infeksi bakteri
Organisme ini termasuk gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob
contohnya Eschericia coli, Klebsiella sp, Clostridium sp, dan Streptoccocus
sp.
2
Koleklitiasis (batu empedu)
Obesitas
Luka bakar
Sirosis hepar
Jenis kelamin
3
pengguna pil kontrasepsi, ekstrogen, dan klofibrat (obat penurun kadar lemak
dalam darah) yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier.
3. KLASIFKASI
4. MANIFESTASI KLINIS
Kolik bilier adalah nyeri episodik berat pada sifat dan beratnya selama
serangan akut. Dikarakteristikkan oleh awitan tiba-tiba dari nyeri epigastrik
berat atau kuadran kanan atas yang sering menyebar ke punggung. Intensitas
dari puncak nyeri dalam satu jam atau kurang dan menetap selama beberapa
jam. Nyeri disebabkan oleh kontraksi kandung empedu terhadap batu yang
tersangkut pada leher kandung empedu atau duktus kistik, kerusakan jaringan
dalam kandung empedu, distensi kandung empedu akibat proses inflamasi,
dan sentuhan fundus kandung empedu yang terdistensi pada dinding abdomen
pada daerah kartilago costa sembilan dan sepuluh kanan. Nyeri terakhir ini
timbul saat pasien menarik napas.
b. Kesulitan bernapas
4
c. Mual muntah
Terjadi sekitar 75% klien mengalami mual muntah akibat impuls yang
dihantarkan ke pusat muntah dari distensi duktus empedu.
Hal ini terjadi akibat gas yang dihasilkan oleh bakteri yang menginfeksi
kandung empedu.
e. Ikterus
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna gelap.
Feses yang tidak diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan
biasanya pekat yang disebut ‘clay-colored’.
g. Defisiensi vitamin A, D, E, K
5
5. ANATOMI FISIOLOGI
a. Kandung Empedu
6
Fungsi kandung empedu adalah sebagai tempat penyimpanan dan
pemekatan cairan empedu.
b. Cairan/getah empedu
80% getah empedu terdiri atas air, garam empedu, pigmen empedu,
kolesterol musin, dan zat lainnya
7
6. PATOFISIOLOGI
8
menghasilkan peradangan. Pasien dengan riwayat pembedahan akan
menyebabkan perubahan fungsi yang mengakibatkan ketidakseimbangan
komposisi empedu seperti tingginya asam empedu yang memicu terjadinya
peradangan.
7. DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan Fisik
Sistem tubuh
- Pernafasan
- Cardiovascular
- Persyarafan
- Musculoskeletal
- Kulit/integument
- Pola Nutrisi
9
- Pola Eliminasi
b. Pemeriksaan Laboratorium
10
Keterangan:
c. Pemeriksaan Diagnostik
USG (Ultrasonography)
11
insersi endoskop serat optic yang fleksibel ke dalam esofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam
duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan kedalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi
serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memudahkan akses kedalam
duktus koledokus nagian distal untuk mengambil batu empedu.
Pemeriksaan ERCP memerlukan kerjasama pasien untuk memungkinkan
insersi endoskop tanpa merusak struktur traktus gastrointestinal yang
mencakup percabangan bilier. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada
pasien dijelaskan prosedur pemeriksaan dan peranan pasien dalam
pemeriksaan tersebut. preparat sedative diberikan sesaat sebelum
pemeriksaan dilakukan. Selam pemeriksaan ERCP dilakukan, perawat
harus memantau cairan infus yang diberikan, memberikan obat-obatan,
dan mengatur posisi pasien. Setelah pemeriksaan dilakukan, perawat
memantau kembali kondisi pasien, mengobservasi tanda-tanda vital dan
tanda-tanda perforasi/infeksi. Perawat juga perlu melakukan pemantauan
terhadap efek samping setiap obat yang diberikan selama proses
pemeriksaan, dan terhadap pemulihan reflex muntah (gag reflex) sesudah
penggunaan anestesi lokal.
8. PENATALAKSANAAN
a. Non-farmakologi
Istirahat
12
mengkonsumsi makanan bergas, maka akumulasi gas dalam perut pasien
dapat bertambah.
T-tube
Endoskop ERCP
13
tersebut. cara ini memungkinkan pasien untuk tetap makan dan
minum secara normal sementara pelintasan batu dan
pemasukan bahan kimia terus dipantau.
b. Farmakologi
Antibiotik
Antiemetik
14
Analgesik
c. Pembedahan
Kolesitektomi
Minikolesistektomi
15
Prosedur ini dilakukan dengan mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selabar 4cm.
Koledokostomi
9. KOMPLIKASI
a. Empiema
Terjadi akibat poliferasi bakteri pada kandung empedu yang tersumbat. Pasien
dengan empyema mungkin menunjukkan reaksi toksin yang dan ditandai
dengan lebih tingginya suhu tubuh dan leukositosis. Adanya empyema kadang
harus mengubah metode pembedahan dari secara laparaskopik menjadi
kolesistektomi terbuka.
b. Kolesistitis emfisematus
10. PROGNOSIS
Kolesistitis tanpa komplikasi memiliki prognosis yang sangat baik, dengan tingkat
kematian sangat sangat rendah. Kebanyakan pasien denan kolesistits akut
memiliki remisi lengkap dalam waktu 1-4 hari. Namun, sekitar 25-30% pasien
memerlukan operasi atau menderita beberapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi
seperti perforasi/gangrene, menyebabkan prognosis menjadi kurang
menguntungkan. Perforasi terjadi pada 10-15% kasus. Pasien dengan kolesistitis
akalkulos memiliki angka kematian berkisar 10-50%, jauh melebihi perkiraan
mortalitas 4% pada pasien dengan kalkulos. Pada pasien yang sakit parah dengan
kolesistitis akalkulos disertai perforasi atau gangrene, angka kematian bis
mencapai 50-60%.
16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kolesistitis adalah radang dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri
perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
2. Berdasarkan penyebabnya, kolesistitis terbagi menjadi kolesititis kalkulus dan
akalkulus. Berdasarkan onsetnya, terbagi menjadi kolesistitis akut dan kronik.
3. Terapi kolesistitis meliputi istirahat saluran cerna, diet rendah lemak, pemberian
analgesik, pemberian antibiotik profilaksis, dan terapi pembedahan berupa
kolesistektomi.
4. Pemberian terapi lebih awal dan adekuat berperan dalam mencegah terjadinya
komplikasi kolesistitis seperti gangren, empiema, emfisema, perforasi kandung
empedu, abses hati, peritonitis, dan sepsis.
17
DAFTAR PUSTAKA
18