Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya


dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.

Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kualitas
tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektual tetapi juga menyangkut kualitas
moral dan kepribadian. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini
merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan
kerugian materil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi
adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara
kolektif oleh pejabat yang tidak amanah. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan
negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan
rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji
mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain jika
kita ingin maju adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,
atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap
negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi
sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan
dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis menetapkan judul makalah
“TINJAUAN HUKUM TERHADAP KORUPSI DANA PENDIDIKAN OLEH BUPATI
CIANJUR, Dihubungkan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999”.
2

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa penyebab korupsi atau latar belakang terjadinya korupsi oleh Bupati Cianjur?
2. Bagaimana fakta-fakta yang terungkap terhadap korupsi oleh Bupati Cianjur?
3. Bagaimana dampak korupsi terhadap masyarakat?
4. Bagaimana penyelesaian korupsi dana pendidikan oleh Bupati Cianjur dihubungkan
dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :


A. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas perorangan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui penyebab korupsi atau latar belakang terjadinya korupsi oleh Bupati
Cianjur.
2. Mengetahui fakta-fakta yang terungkap terhadap korupsi oleh Bupati Cianjur?.
3. Mengetahui dampak korupsi terhadap masyarakat.
4. Mengetahui penyelesaian korupsi dana pendidikan oleh Bupati Cianjur
dihubungkan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

1.4. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
A. Teoritis
Untuk menambah wawasan terhadap korupsi dana pendidikan oleh Bupati
Cianjur.
B. Praktis
Manfaat bagi Mahasiswa
Manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh mahasiswa adalah agar
mahasiswa dapat mengkritisi terhadap terjadinya korupsi dana pendidikan oleh Bupati
Cianjur.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian-pengertian
a. Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi
adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah
perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat,
dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka
dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakikatnya mempunyai makna
yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya dengan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan
bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang
pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang
yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam
keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah
4

tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

b. Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Normatif


Memperhatikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001, maka tindak pidana korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu Korupsi Aktif
dan Korupsi Pasif, adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
1. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999).
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau dapat merugikan keuangan negara,
atau perekonomian negara (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
3. Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999).
4. Percobaan pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana
korupsi (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001).
6. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 Ayat
(1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
7. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6
Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
8. Pemborong ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan
5

negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun
2001).
9. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf
a (Pasal 7 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
10. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 Ayat
(1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
11. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja
mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (Pasal 7 Ayat (1)
huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
12. Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yang di tugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut
(Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
13. Pegawai negeri atau selain pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001).
14. Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkan menghancurkan, merusakkan, atau mebuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001).
15. Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
6

a) Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (Pasal 12 huruf e Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001).
b) Pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau memotong pembayaran
kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai hutang kepadanya. Padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan hutang (huruf f).
c) Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau
penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g).
d) Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya
terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung
maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya
atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i).
6. Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).

Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut:


1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
2. Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi
nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 Ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001).
7

3. Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan Tentara Nasional Indonesia,
atau Kepolisisan Negara Republik Indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf a atau c Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 (Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
4. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, atau sebaga akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001).
5. Hakim yang enerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001).
6. Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili (Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
7. Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).
2.2 Konsep
1. Pelanggaran hukum mengenai korupsi dana pendidikan oleh Bupati Cianjur.
2. Dampak yang terjadi akibat korupsi dana pendidikan oleh Bupati Cianjur.
3. Penerapan implementasi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai
bentuk penyelesaian kasus. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).
8

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan perumusan masalah pada Bab I, dapat penulis bahas pembahasan sebagai
berikut:
3.1. Penyebab korupsi atau latar belakang terjadinya korupsi oleh Bupati Cianjur
KPK telah menetapkan Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar, sebagai tersangka
dalam kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus Pendidikan (DAK) Kabupaten
Cianjur Tahun 2018, Rabu (12/12/2018). Irvan adalah putra Bupati Cianjur periode
2006-2011 dan 2011-2016, Tjetjep Muchtar Soleh. Sejarah korupsi dalam rangkaian
dinasti politik di Cianjur beberapa kali terdengar selama masa kepemimpinan Tjetjep dan
kini berlanjut di era Irvan.
Dinasti politik di Cianjur bermula ketika Tjetjep Muchtar Soleh terpilih sebagai
bupati pada 2006. Di tahun yang sama, Irvan menjabat Ketua Komite Nasional Pemuda
Indonesia, dari 2006 sampai 2009. Ia terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Cianjur
untuk periode 2009-2012 dari Partai Demokrat, lalu berlanjut ke DPRD Jawa Barat sejak
2014.
Tjetjep pernah diduga terlibat korupsi semasa era kepemimpinannya, yakni terkait
Dana Anggaran Sekretariat Kabupaten Cianjur 2007-2010. Kasus ini menyeruak setelah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam penggunaan
anggaran tersebut. Temuan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jawa Barat.
Tim penyidik Kejati Jabar menemukan beberapa kejanggalan penggunaan anggaran
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cianjur, terutama membengkaknya dana makan
dan minum kepala daerah. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp7,5 miliar. Diperiksa
KPK Sehari Semalam, Bupati Cianjur Mengaku Tak Korupsi Seperti dilansir Inilah.com
tanggal 25 Januari 2012, Tjetjep pernah menyatakan siap diperiksa. “Di depan hukum
siapapun sama, sehingga saya serahkan jika memang ada panggilan untuk saya.
Pemanggilan itu, tidak mengganggu kinerja pemerintahan, saya menekankan jangan
terganggu pelayanan pada masyarakat terkait pemeriksaan tersebut yang sedang
berjalan,” tandasnya.
Namun, Tjetjep belum juga ditetapkan sebagai tersangka. Banyak dalih yang muncul
saat itu meskipun hasil penyelidikan Kejati Jabar sudah cukup kuat. Belum turunnya izin
9

dari presiden menjadi salah satu alasan mengapa proses pemeriksaan Tjetjep yang saat
itu juga duduk sebagai petinggi Partai Demokrat Cianjur terkesan jalan di tempat.
Kejati Jabar telah menetapkan status tersangka kepada Edi Iryana (mantan Kabag
Keuangan/Kadis Tata Ruang Pemukiman) serta Heri Khaeruman (Ajudan
Bupati/Kasubbag Rumah Tangga). Tapi, terkait dugaan keterlibatan Tjetjep, kelanjutan
perkara ini terus berlarut-larut.
Tjetjep Muchtar Soleh Ayah Bupati Cianjur Ingin Koruptor "disiksa" Sudah
berulangkali masyarakat Cianjur dari berbagai elemen menggelar aksi protes, bahkan
hingga menyambangi Gedung KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta, agar
kasus korupsi yang diduga melibatkan sang bupati segera ditindaklanjuti dengan
transparan. Namun, perkembangannya belum jelas juga, bahkan setelah masa jabatan
Tjetjep selesai dan digantikan oleh anaknya, Irvan Rivano Muchtar, sejak 2016.
Kini, nama Tjetjep terdengar lagi seiring ditetapkannya Irvan sebagai tersangka oleh
KPK dalam kasus dugaan korupsi dana pendidikan di Kabupaten Cianjur Tahun 2018.
KPK menyebut, perkara ini sudah berlangsung sejak Tjetjep masih menjabat sebagai
bupati.

3.2. Fakta-fakta yang terungkap terhadap korupsi oleh Bupati Cianjur


1. Bupati Irvan diduga mendapatkan jatah senilai Rp. 3,276 M
dari total anggaran DAK pendidikan Kabupaten Cianjur, Irvan memotong 14,5
persen atau sekitar Rp 6,78 miliar. Uang tersebut dibagi-bagikan ke sejumlah
orang, sedangkan Irvan mendapat jat ah sekitar Rp 3,276 miliar. Orang lain yang
mendapat jatah adalah Cecep Sobandi selaku Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Cianjur dan Rosidin selaku Kepala Bidang SMP di Dinas Pendidikan
Kabupaten Cianjur. Keduanya juga sudah menjadi tersangka.
2. Kakak ipar Irvan dinyatakan tersangka dalam korupsi dana pendidikan di Cianjur
Selain itu, adalah satu yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Tubagus Cepy
Sethiady, kakak ipar Irvan, yang bertindak sebagai perantara. Namun Cepy tidak
terjaring dalam OTT.
3. Kode Uang ‘Cempaka’
Dalam kasus ini, KPK mengungkap adanya kode atau sandi khusus, yaitu
cempaka. Kode itu diduga KPK merujuk pada Irvan.
4. Anggaran untuk membangun fasilitas 140 SMP
10

KPK menyebut dana yang dipangkas Irvan dan kawan-kawan itu dapat digunakan
sekitar 140 SMP di Cianjur untuk membangun fasilitas sekolah, seperti ruang
kelas, laboratorium, atau fasilitas lain. Namun, karena tindakan Irvan dan kawan-
kawan, penggunaan uang tersebut menjadi tidak maksimal.
5. Irvan mengundurkan diri dari Ormas NasDem
Selain sebagai bupati, Irvan menjabat Ketua Garda Pemuda (GP) NasDem Jawa
Barat. Organisasi itu merupakan sayap Partai NasDem. Namun, setelah
dinyatakan sebagai tersangka, Irvan mengundurkan diri dari jabatan tersebut.
Surat pengunduran diri sudah diterima Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GP
NasDem.

3.3. Dampak korupsi terhadap masyarakat


Kasus korupsi Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar terkait Dana Alokasi
Khusus (DAK) pendidikan tahun 2018 mendapat kecaman dari banyak pihak. Salah
satunya datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menilai
korupsi itu sekaligus melanggar HAM Pendidikan anak. Komisioner KPAI Bidang
Pendidikan, Retno Listyarti membeberkan, korupsi yang dilakukan anak bupati dua
periode sebelumnya, Tjetjep Muchtar Soleh melahirkan dampak panjang, yaitu:
a. Berdampak buruk terhadap pelayanan pendidikan dan pencapaian kualitas
pendidikan di Kabupaten Cianjur.
b. Menurunkan kualitas bangunan dari yang seharusnya karena anggarannya di
potong. Akibatnya ruang kelas dan laboratorium dibangun dengan bahan
bangunan yang tidak sesuai standar keamanan.
c. Mempengaruhi kekuatan dan umur bangunan. Karena uang yang seharusnya
digunakan untuk pembangunan ruang kelas dan labotarium dipotong.
d. Dikarenakan ruang kelas dan laboratorium tidak sesuai standar dan usia
bangunan pendek, maka pendidik, peserta didik dan sekolah dirugikan.
Sebab, kedua sarana dan prasarana tersebut diperlukan dalam proses
pembelajaran yang berkualitas. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, anak-anak wajib
mendapatkan perlindungan selama berada di sekolah.
11

3.4. Penyelesaian korupsi dana pendidikan oleh Bupati Cianjur sebagai


pelanggaran Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk
menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan wewenang,
kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatannya dan berdampak pada kerugian
keuangan dan perekonomian negara.

Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dijatuhkan secara maksimal
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Penanggulangan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana khusus memiliki sistem
pengadilan tersendiri yang disebut dengan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Pengadilan ini dibentuk agar majelis hakim yang menangani perkara korupsi lebih
intensif dan fokus dalam memformulasikan dan menjatuhkan pidana terhadap pelaku
tindak pidana korupsi secara maksimal. Keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
didasarkan pada spirit semangat reformasi hukum dalam penegakan hukum dan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Pengadilan Tipikor sebagai bagian dari lembaga
negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenang di bidang penegakan hukum
pidana khusus korupsi bersifat independen dari pengaruh atau intervensi kekuasaan
manapun. Setiap pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum, sesuai dengan ketentuan
undang-undang. Setiap warga negara wajib menjunjung hukum, namun demikian dalam
kenyataan sehari-hari adanya warga negara yang lalai/sengaja tidak melaksanakan
kewajibannya sehingga merugikan masyarakat, dikatakan bahwa warga negara tersebut
melanggar hukum karena kewajibannya tersebut telah ditentukan berdasarkan hukum.
12

Seseorang yang melanggar hukum harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai


dengan peraturan yang berlaku.

Setiap pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus


mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum dan mendapatkan pidana
maksimal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Seseorang yang melanggar hukum
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan aturan hukum.

Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, yaitu
mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik
bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam
membuatnya. Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara
merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak
tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat mengintervensi hakim dalam
menjalankan tugasnya tertentu.

Hakim dalam menjatuhkan putusan mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang
berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang
dilakukan pelaku, kepentingan pihak korban, keluarganya dan rasa keadilan masyarakat.
Pemidanaan terhadap pelaku tindakpidana korupsi seharusnya lebih dioptimalkan
sehingga memberikan efek jerakepada pelakunya dan sebagai pembelajaran bagi pihak
lain yang berpotensi melakukan tindak pidana korupsi agar tidak melakukan hal tersebut,
sehingga pemberantasan korupsi menjadi lebih maksimal.
13

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
KPK telah menetapkan Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar, sebagai tersangka
dalam kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus Pendidikan (DAK) Kabupaten
Cianjur Tahun 2018, Rabu (12/12/2018). Irvan adalah putra Bupati Cianjur periode
2006-2011 dan 2011-2016, Tjetjep Muchtar Soleh. Sejarah korupsi dalam rangkaian
dinasti politik di Cianjur beberapa kali terdengar selama masa kepemimpinan Tjetjep dan
kini berlanjut di era Irvan.
Fakta-fakta yang terungkap terhadap kasus korupsi bupati Cianjur diantaranya Bupati
Irvan diduga mendapatkan jatah senilai Rp. 3,276 M, kakak ipar Irvan dinyatakan
tersangka dalam kasus korupsi dana pendidikan di Cianjur, menggunakan kode uang
‘Cempaka’, uang tersebut merupakan anggaran untuk membangun fasilitas 140 SMP,
dan Irvan mengundurkan diri dari Ormas NasDem.
Kasus korupsi Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar terkait dana alokasi khusus
(DAK) Pendidikan Tahun 2018 mendapat kecaman dari banyak pihak. Salah satunya
datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menilai korupsi itu
sekaligus melanggar HAM Pendidikan anak. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan,
Retno Listyarti membeberkan, korupsi yang dilakukan anak bupati dua periode
sebelumnya, Tjetjep Muchtar Soleh melahirkan dampak panjang, yaitu pendidik, peserta
didik dan sekolah dirugikan. Sebab, kedua sarana dan prasarana tersebut diperlukan
dalam proses pembelajaran yang berkualitas. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, anak-anak wajib mendapatkan
perlindungan selama berada di sekolah.
Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dijatuhkan hukuman secara
maksimal sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
14

4.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.
Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman dengan banyak sumber
yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
2. Sumber lain
2.1. Anonim. Pengertian korupsi secara teoritis.
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi.(Diakses pada hari Minggu, 21 April
2019).
2.2. Sofian Munawar Asgart. Tinjauan korupsi secara normative.
https://www.kompasiana.com/sasgart/5500aec1a33311c56f511d4e/korupsi-di-
indonesia-tinjauan-normative-theory?page=all. (Diakses pada hari Minggu, 21
April 2019)
2.3. AS Rimbawana. Sejarah Korupsi dan Dinasti Politik Bupati
Cianjur.https://tirto.id/sejarah-korupsi-dan-dinasti-politik-bupati-cianjur-dbRf.
(Diakeses pada hari Minggu, 21 April 2019).
2.4. Anonim. Fakta-fakta Bupati Irvan Tersangka 'Sunat' Duit Anggaran
Pendidikan.https://news.detik.com/berita/4341145/fakta-fakta-bupati-irvan-
tersangka-sunat-duit-anggaran-pendidikan. (Diakses pada hari Minggu, 21
April 2019).
2.5. Anonim. KPAI Beberkan Dampak Mengerikan Korupsi Bupati Cianjur.
https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2018/12/16/kpai-beberkan-dampak-
mengerikan-korupsi-bupati-cianjur-bikin-siswa-mati-kelas/. (Diakses pad hari
Minggu, 21 April 2019).

Anda mungkin juga menyukai