Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

FHARINGITIS

I. Konsep Faringitis
1.1 Definisi Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring (Efiaty Arsyad
S,Dr,Sp.THT, 2000). Faringitis (pharyngitis) yaitu suatu penyakit peradangan
yang menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau
virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok. Faringitis
adalah radang pada faring yang biasanya disebabkan oleh bakteri dan virus
(Ngastiyah, 2005).

Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa


tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring,
hipofaring, tonsil dan adenoid.

Faringitis Akut yaitu radang tenggorok yang disebabkan oleh organisme virus
hampir 70% dan streptokakus group A adalah organisme bakteri yang umum
berkenaan dengan faringitis akut yang kemudian disebut sebagai
“streepthroat” (Brunner & Suddarth, 2001)

Faringitis kronik umumnya terjadi pada individu dewasa yang bekerja/tinggal


dengan lingkungan berdebu, menggunakan suara berlebihan, menderita akibat
batuk kronik, penggunaan habitual alkohol dan tembakau. Ada 3 jenis
faringitis : 1) Hipertrofik (penebalan umum dan kongesti membrane mukosa
faring). 2) Atrofik (tahap lanjut dari jenis pertama : membran tipis, keputihan,
licin dan waktunya berkerut). 3) Granular kronik (pembengkakan folikel limfe
pada dinding faring).

1.2 Etiologi
Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab common cold,
flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang menyebabkan
faringitis adalah streptokokus grup A (organism bakteri paling umum yang
berkenaan dengan faringitis akut, yang kemudian disebut sebagai “strep
throat”), korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau
Chlamydia pneumoniae.
1.3 Tanda Gejala
1. Manifestasi klinis akut:
a. Membran faring tampak merah
b. Folikel tonsil dan limfoid membengkak dan di selimuti oleh eksudat
c. Nodus limfe servikal membesar dan mengeras
d. Mungkin terdapat demam, malaise, sakit tenggorokan, dan sulit
menelan makanan
e. Serak, batuk, rhinitis bukan hal yang tidak lazim.
2. Manifestasi klinis kronis:
a. Rasa iritasi dan sesak yang konstan pada tenggorokan.
b. Lendir yang terkumpul dalam tenggorokan dan dikeluarkan dengan
batuk.

1.4 Patofisiologi
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka
jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi,
kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi
menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat
pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring
menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu
terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid
dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral,
menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan
Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat
sekresi nasal.

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan


pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A
streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard
dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung.
Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi
glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran
pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi.
Jaringan tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui
adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik penting
dalam diagnosis etiologi penyakit.Warna bau dan adanya darah merupakan
petunjuk yang berharga.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Lengkap (DL)  WBC (Leukosit)
Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukkan adanya
infeksi atau inflamasi.
b. Analisa Gas Darah
Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga mempelajari
hal-hal diluar paru seperti distribusi gas yang diangkut oleh sistem
sirkulasi.

1.6 Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses
peritonsiler. Abses peritonsiler terjadi
- Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri
yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia.
Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak
tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.
- Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal
glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses,
- Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain
Barré syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell
lymphoma, dan karsinoma nasofaring (Kazzi,at.al.,2006).

1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap faringitis dapat menurunkan durasi gejala, dan
mengurangi risiko penularan penyakit.
Pada faringitis dengan penyebab bakteri, dapat diberikan antibiotik, yaitu:
- Penicillin benzathine; diberikan secara IM dalam dosis tunggal
- Penicillin; diberikan secara oral
- Eritromisin
- Penicillin profilaksis, yaitu penicillin benzathine G.
Sedangkan, pada penyebab virus, penatalaksanaan ditujukan untuk mengobati
gejala, kecuali pada penyebab virus influenza. Beberapa obat yang dapat
digunakan yaitu:
- Amantadine
- Rimantadine
- Oseltamivir
- Zanamivir; dapat digunakan untuk penyebab virus influenza A dan B
Faringitis yang disebabkan oleh virus biasanya ditangani dengan istirahat
yang cukup, karena penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya. Selain
itu, dibutuhkan juga mengkonsumsi air yang cukup dan hindari konsumsi
alkohol. Gejala biasanya membaik pada keadaan udara yang lembab. Untuk
menghilangkan nyeri pada tenggorokan, dapat digunakan obat kumur yang
mengandung asetaminofen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil, Motrin). Anak
berusia di bawah 18 tahun sebaiknya tidak diberikan aspirin sebagai analgesik
karena berisiko terkena sindrom Reye.
Pemberian suplemen dapat dilakukan untuk menyembuhkan faringitis atau
mencegahnya, yaitu :
- Sup hangat atau minuman hangat, dapat meringankan gejala dan
mencairkan mukus, sehingga dapat mencegah hidung tersumbat
- Madu, dapat digunakan untuk mengurangi batuk
- Vitamin C, dapat digunakan untuk menghindari demam, namun
penggunaan dalam dosis tinggi perlu pengawasan dokter.
1.8 Pathway

Virus Bakteri

PHARINGITIS

Hipertermia Inflamasi

Demam Edema mukosa Mukosa kemerahan Batuk

Penguapan Nyeri Kesulitan menelan Sekret

Kekurangan Ketidakseimbangan Ketidakefektifan


volume cairan nutrisi: kurang dari jalan napas
kebutuhan

I. Rencana asuhan klien dengan Pharingitis


1.1 Pengkajian
1.1.1 Riwayat keperawatan
1. Identitas penderita
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Masalah yang sekarang dikeluhkan
b. Riwayat penyakit dahulu
Umumnya dikaitkan dengan riwayat medis
c. Riwayat penyakit keluarga
Dalam susunan keluarga adalah riwayat penyakit yang pernah
diderita atau penyakit turunan.
1.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
Pada faringitis kronis, pengkajian head to toe yang dilakukan lebih
difokuskan pada :
 Sistem pernafasan : Batuk, sesak
1.1.3 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran
pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi.
Jaringan tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk
mengetahui adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik
penting dalam diagnosis etiologi penyakit.Warna bau dan adanya
darah merupakan petunjuk yang berharga.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Sel darah putih (SDP)
Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukkan
adanya infeksi atau inflamasi.
b. Analisa Gas Darah
Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga
mempelajari hal-hal diluar paru seperti distribusi gas yang
diangkut oleh sistem sirkulasi.

1.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
1.2.1 Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.
1.2.2 Batasan karakteristik
Suara napas tambahan (Wheezing).
Perubahan frekuensi napas.
Perubahan irama napas.
Produksi sputum.
Kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.
Dyspneu (sesak atau kesulitan dalam bernapas).
1.2.3 Faktor yang berhubungan
Benda asing dalam jalan napas
Ekskudat dalam alveoli
Mukus berlebihan
Sekresi yang tertahan
Spasme jalan nafas
Asma
Infeksi
Jalan napas alergik

Diagnosa 2: Nyeri Akut


1.2.4 Definisi
pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan, yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dalam hal sedemikia rupa.
1.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertega sampai
kaku)
Respons autonomic (misalnya diaphoresis; perubahan tekanan darah,
pernapasan, atau nadi; dilatasi pupil)
Perubahan selera makan
Perilaku distraksi (misalnya mondar-mandir, mencari orang lain
dan/atau aktivitas lain, aktivitas berulang)
Perilaku ekspresif (misalnya, gelisah merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela nafas panjang)
Wajah topeng (nyeri)
Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Fokus menyempit (misalnya gangguan persepsi waktu, gangguan
proses piker, interaksi dengan orang lain atau lingkungan menurun)
Bukti nyeri yang dapat diamati
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak
menentu dan menyeringai)
1.2.6 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, dan
psikologis)

Diagnosa 3: Hipertermia
2.2.7 Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal..
2.2.8 Batasan karakteristik
2.2.8.1 Objektif:
 Kulit merah
 Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
 Kejang atau kovulasi
 Takikardie
 takipnea
2.2.9 Faktor yang berhubungan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Ketidak mampuan dan penurunan kemampuan berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anastesi
Terpajan lingkungan panas
Aktivitas yang berlebih

1.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
1.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam
bersihan jalan napas tidak terganggu
Kriteria Hasil : menunjukkan jalan napas yang paten
1.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
1. Posisikan anak untuk memaksimalkan ventilasi dengan posisi
fowler (900) atau semi fowler (300-450).
R: untuk memudahkan jalan napas
2. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
R: mengurangi/mempercepat mengeluarkan sekret
3. Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction.
R: cara untuk mengeluarkan sekret
4. Auskultasi suara napas.
R: mngetahui kepastian adanya suara tambahan atau tidak
5. Berikan bronkodilator bila perlu.
R: memepercepat pengeluaran sekret yang susah.
6. Monitor respirasi dan status O2 (Oksigen)
R: mengetahui tidaknya ada sesak napas

Diagnosa 2: Nyeri akut


1.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam
nyeri berkurang.
Kriteria hasil : tidak adanya nyeri
1.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
1. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri.
R: mengetahui nyeri yang dialami
2. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk menurunkan
rasa nyeri
R: lingkungan yang nyaman dan rileks membuat klien lebih
tenang sehingga stimulus nyeri dari lingkungan berkurang
3. Instruksikan untuk menggunakan metode relaksasi, misalnya:
napas dalam, visualisasi distraksi
R: Dapat membantu dalam menurunkan tingkat asietas dan
karenanya mereduksi ketidaknyamanan
4. Kolaborasi dengan pemberikan obat analgesik
R: Meningkatkan kenyamanan, menurunkan rasa nyeri.

Diagnosa 3: : Hipertermia
2.3.5 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.5.1Termoregulasi: keseimbangan antara produksi panas, dan
kehilangan panas.
2.3.5.2 tanda-tanda vital: nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan,
dan tekanan darah dalam rentang normal
2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
1. Monitor tanda vital : suhu badan
R: sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
2. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat
(sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari
buah 2,5-3 liter/hari.
R: dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang
memicu timbulnya dehidrasi
3. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R: menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui penguapan
4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R: kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.
5. Kolaborasi dengan pemberian obat antipiretik
R: menghindari sebelum terjadinya demam tinggi yang akan
mengakibatkan kejang anak / dapat menurunkan panas.

II. Daftar Pustaka


Efiaty Arsyad S,Dr,Sp.THT, 2000, Buku Ajar Ulmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Herdman, T. Heather. (2015). Nanda Internasional Inc.Diagnosa Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC
Http://deka48.blogspot.co.id/2014/06/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan.html (diakses pada tanggal 10 Mei 2017)
Nurarif, A.,H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
Mediaction.
Banjarmasin, Januari 2019
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(.....................................) (Marlina,S.Kep.,Ns)
LAPORAN PENDAHULUAN PHARINGITIS
DI PUSKESMAS PEKAUMAN
BANJARMASIN

OLEH :

RAHIMATUN NISA,S.Kep

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
BANJARMASIN, 2019

Anda mungkin juga menyukai