LP Fraktur
LP Fraktur
FRAKTUR
B. Anatomi Fisiologi
Sistem musculoskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot dan struktur pendukung
lainnya (tendon, ligament, fasia dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan
struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja (Apley.A, 2010).
1. Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan
dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesahatan dan fungsi sistem
musculoskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung dan
paru-paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan
tubuh bergerak. Jenis tulang, yaitu:
a. Tulang Panjang
Tulang panjang (missal: femur, humerus) bentuknya silindris dan
berukuran panjang seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang
kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersusun
atas tulang kanselus. Tulang diafisis memiliki lapisan luar berupa
tulang kompakta yang melindungi sebuah rongga tengah yang disebut
kanal medulla yang mengandung sumsum kuning. Sumsum kuning
terdiri dari lemak dan pembuluh darah, tetapi suplai darah atau
eritrositnya tidak banyak. Tulang epifisis terdiri dari tulang spongiosa
yang mengandung sumsum merah yang isinya sama seperti sumsum
kuning dan dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta. Bagian luar
tulang panjang dilapisi jaringan fibrosa kuat yang disebut periosteum.
Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang menembus tulang.
Periostenum memberi nutrisi tulang dibawahnya melalui pembuluh
darah. Jika periostenum robek, tulang di bawahnya akan mati.
Periostenum berperan untuk pertambahan kekebalan tulang melalui
kerja osteoblas. Periostenum berfungsi protektif dan merupakan tempat
pelekatan tendon.Periostenum tidak ditemukan pada permukaan sendi.
b. Tulang Pendek
Tulang pendek (misal: ruas-ruas tulang belakang, tulang
pergelangan tangan, tulang pergelangan kaki) bentuknya hampir sama
dengan tulang panjang, tetapi bagian distal lebih kecil dari pada bagian
proksimal, serta berukuran pendek dan kecil. Berfungsi sebagai tempat
pembentukan sel darah merah dan sel darah putih.
c. Tulang Pipih
Tulang pipih (misal: sternum, kepala, scapula, panggul, tulang
dada, tulang belikat) bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah
merah dan putih, dan melindungi organ vital dan lunak dibawahnya.
Tulang pipih terdiri dari 2 lapis tulang kompakta dan di bagian
tengahnya terdapat lapisan spongiosa. Tulang ini juga dilapisi oleh
periostenum yang dilewati oleh dua kelompok pembuluh darah
menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang
spongiosa.
d. Tulang Tidak Beraturan
Tulang tidak beraturan (misal: vertebra, telinga tengah)
mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan
terdiri dari tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis tipis tulang
kompakta. Tulang ini diselubungi periostenum kecuali pada
permukaan sendinya seperti tulang pipih. Periostenum ini memberi dua
kelompok pembuluh darah untuk menyuplai tulang kompakta dan
spongiosa.
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid (misal: patella) merupakan tulang kecil yang
terletak disekitar tulang yang berdekatan dengan persendian,
berkembang bersama tendon dan jaringan fasia.
f. Tulang Pipa
Tulang pipa bentuknya bulat, panjang, dan tengahnya berongga.
Contoh tulang pipa yaitu: tulang paha, tulang lengan atas, tulang jari
tangan. Fungsi tulang ini adalah sebai tempat pembentukan sel darah
merah.
Struktur Tulang
Tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus
(trabekular atau spongiosa). Tulang kompakta terlihat padat. Akan tetapi
jika diperiksa dengan makroskop terdiri dari system havers. System havers
terdiri dari kanal havers. Sebuah kanal havers mengandung pembuluh
darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang
mengelilingi kanal sentral), kaluna (ruang diantara lamella yang
mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli
(saluran kecil yang menghubungkan lacuna dan kanal sentral). Saluran ini
mengandung pembuluh limfe yang membawa nutrient dan oksigen ke
osteosit.
Sel – sel penyusun tulang terdiri dari:
a. Osteoblas berfungsi menghasilkan jarinagan osteosid dan menyekresi
sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam
pengendapan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang.
b. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim
proteolitik yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam darah.
2. Sendi
Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang
tidak ada. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi
adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling
berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberikan pergerakan dan
fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian ditetapkan berdasarkan
jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan klasifikasi sendi
berdasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.
Menurut klasifikasinya, sendi terdiri dari:
a. Sendi sinartrosis (sendi yang tidak bergerak sama sekali).
Contohnya satura tulang tengkorak.
b. Sendi amfriartosis (sendi bergerak terbatas) contohnya pelvik,
simfisis, dan tibia.
c. Sendi diartrosis/sinoval (sendi bergerak bebas). Contohnya siku,
lutut, dan pergelangan tangan.
Berdasarkan strukturnya, sendi dibedakan atas:
a. Fibrosa
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung pibrosa.
Contohnya, sutura tulang tengkorak perlekatan tulang tibia dan fibula
bagian distal.
b. Kartilago
Sendi yang ujung-ujung tulungnya terbungkus oleh tulang rawan
hialin, disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi
ini terbagi menjadi 2, yaitu:
1) Sinkondrosissendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi
oleh tulang rawan hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
2) Simfisissendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan
fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin yang
menyelimuti permukaan sendi. Contohnya, simfisis pubis dan
sendi tulang punggung.
c. Sendi synovial
Sendi tubuh yang dapat digerakan serta memiliki rongga sendi dan
permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan hialin. Sendi ini adalah
jenis sendi yang paling umum dalam tubuh dan berasal dari kata
sinovium yang merupakan membran yang menyekresi cairan synovial
untuk lumbrikasi dan absorpsi syok.
Kondrosit merupakan satu-satunya sel hidup di dalam tulang rawan
sendi. Kondrosit ini dipengaruhi oleh faktor anabolik dan faktor
katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan
degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh sitoksin interkeukin
1 beta, dan tumor nekrosis faktor alfa. Sedangkan faktor anabolik
diperankan oleh transforming growth factor (TGF beta) dan insulin-
like growth factor 1 (IGF 1). Dalam menjaga keseimbangan atau
homeostasis apabila terjadi osteoarthritis kondrosit akan meningkatkan
aktivitas sitokinin yang menyebabkan dikeluarkannya mediator
inflamasi dan matriks metalloproteinase (MMP).
3. Otot
Otot skeletal secara volunter dikendalikan oleh system syaraf pusat
dan perifer. Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot
dikenal sebagai motor end-plate.
Otot dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Otot rangka (lurik)
Diliputi oleh kapsul jaringan ikat. Lapisan jaringan ikat yang
membungkus otot disebut fasia otot atau episium. Otot ini terdiri dari
berkas-berkas sel otot kecil yang dibungkus lapisan jaringan ikat yang
disebut perimisium. Sel otot ini dilapisi jaringan ikat yang disebut
endomisium.
b. Otot visceral (polos)
Terdapat pada saluran pencernaan, saluran perkemihan, dan pembuluh
darah. Otot ini dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan kontraksinya
tidak dibawah kontrol keinginan.
c. Otot jantung
Ditemukan hanya pada jantung dan kontraksinya diluar kontrol atau
diluar keinginan. Otot berkontraksi jika ada rangsangan dari adenosine
trifosfat (ATP) dan kalsium.
Fungsi Otot Skeletal
Fungsi otot skeletal adalah mengontrol pergerakan, mempertahankan
postur tubuh dan menghasilkan panas.
a. Eksitabilitas adalah kesanggupan sel untuk menerima dan merespons
stimulus. Stimulus biasanya dihantarkan oleh nuerotransmiter yang
dikeluarkan oleh neuron dan respons yang distransmisikan dan
dihasilkan oleh potensial aksi pada membran plasma dari sel otot.
b. Kontraktibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus
dengan memendek secara paksa.
c. Ekstensibilitas adalah kesanggupan sel untuk merespons stimulus
dengan memperpanjang dan memperpendek serat otot saat relaksasi
ketika berkontraksi dan memanjang jika rileks.
Elastisitas adalah kesanggupan sel untuk menghasilkan waktu istirahat
yang lama setelah memendek dan memanjang (Dudley, 2013).
C. Etiologi/ Predisposisi
Menurut Barbara. C (2012), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Cedera traumatic
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan
absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
E. Patofisiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh Traumatik (jatuh), patologis
(osteoporosis,tumor tulang, infeksi) sehingga dapat mengakibatkan
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau
disebut fraktur. Fraktur dapat mengakibtan terjadi beberapa gangguan seperti
dapat mengakibatkan cidera pada sel yang dapat mengakibatkan degranulasi
selt mast sehingga terjadi pelepasan mediator kimia dari sel yang akan
mempengaruhi medula spinalis dan korteks serebri sehingga dapat
mengakibatkan timbulnya rasa nyeri. Cedera juga mengakibatkan terjadinya
gangguan mobilitas fisik pada pasien. Fraktur juga mengakibatkan terjadinya
diskontinuitas fragmen tulang yang mengakibatkan lebasnya lipid pada
sumsum tulang sehingga terabsorpsi masuk ke pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan terjadinya emboli yang mengakibatkan oklusi jaringan paru
yang mengakibatkan nekrosis jaringan paru sehingga luas permukaan paru
berkurang yang mengakibatkan penurunan laju difusi sehingga terjadi
gangguan pertukaran gas. Apabila fraktur mengakibatkan terjadinya luka
terbuka dapat menimbulkan gangguan integritas kulit dan dapat juga
menimbulkan terjadinya infeksi atau resiko terjadi infeksi. Selain itu juga
dapat menimbulkan peradangan atau reaksi peradagangan yang
mengakibatkan terjadinya udema sehingga terjadi penekanan jaringan
vaskuler sehingga aliran darah menurun sehingga timbul masalah keperawatan
resiko disfungsi neurovaskuler (Donna D, 2012).
F. Pathway
Fraktur
Perubahan jaringan
sekitar Kerusakan frakmen tulang
Pergeseran fragmen tulang Tekanan sumsum
Deformitas tulang lebih tinggi dari
Spasme otot kapiler
Melepaskan katekolamin
Gangguan fungsi
Peningkatan tekanan
ekstremitas Metabolisme asam lemak
kapiler
H. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur menurut Reksoprodjo
(2012) yaitu: Mengembalikan/ memperbaiki bagian-bagian yang patah
kedalam bentuk semula (anatomis), imobilisasi untuk mempertahankan bentuk
dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak.
1. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan
kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi
otonomi sebelumnya. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang
terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal
viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang
intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Jenis-jenis fraktur reduction yaitu :
a. Manipulasi/ close red
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan
bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun
umum.
b. Open reduksi
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering
dilakukan dengan internal fiksasi menggunakan kawat, screlus, pins,
plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah
kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan ansesthesia.
Jika dilakukan open reduksi internal fiksasi pada tulang(termasuk
sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM.
c. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang
fraktur untuk meluruskan bentuk tulang.
Ada 3 macam yaitu :
1) Skin traksi : adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempel plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk,
membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan
biasanya digunakan untuk jangka pendek(48-72 jam).
2) Skeletal Traksi: adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi,
memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.
3) Maintenance traksi: merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan
dapat diberika secara langsung pada tulang dengan kawat.
2. Fraktur Immobilisasi
a. Eksternal Fiksasi
b. Internal Fiksasi
c. Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
a. Pembedahan debridement dan irigrasi
b. Imunisasi tetanus
c. Terapi antibiotic prophylactic
d. Immobilisasi
8) Pemeriksaan Fisik
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
E. Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi
Kriteria Evaluasi:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologin untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Apley, A. Graham. 2010. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya
Medika: Jakarta.
Doenges M.E. 2012. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2
nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company
Dudley, Hugh AF, 2013. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM.
Henderson, M.A, 2012. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta.
Mansjoer, Arif, et al. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika
Aesculapius FKUI: Jakarta,.
OLEH :
Ni Kadek Veronica Cahyani Yahya, S.Kep
C2218061