Stratifikasi Sosial Di Indonesia
Stratifikasi Sosial Di Indonesia
PENDAHULUAN
Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka
yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan itu
tidak semata-mata ada, tetapi melalui proses; suatu bentuk kehidupan (bisa berupa
gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun benda-benda) akan ada dalam
masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna
untuk mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam kehidupan
manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya mungkin berbeda
satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka menempatkannya. Selama dalam
masyarakat itu ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai
sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat
menumbuhkan adanya sistem yang berlapis-lapis dalam masyarakat itu. Barang sesuatu
yang dihargai itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis,
mungkin berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan atau mungkin keturunan dari
orang terhormat (Moeis, 2008, hal. 7).
Oleh karena status, baik yang berupa harta, kedudukan atau jabatan seringkali
menciptakan perbedaan dalam menghargai seseorang. Dalam suatu masyarakat, orang
yang memiliki harta berlimpah lebih dihargai daripada orang yang miskin. Demikian
pula orang yang lebih berpendidikan dihargai lebih daripada yang kurang
berpendidikan. Atas dasar itu, kemudian masyarakat dikelompokkan secara vertikal
atau bertingkat-tingkat sehingga membentuk lapisan-lapisan sosial tertentu dengan
kedudukannya masing-masing. Masyarakat sebenarnya telah mengenal pembagian atau
pelapisan sosial sejak dahulu. Pada zaman dahulu, Aristoteles menyatakan bahwa
didalam setiap negara selalu terdapat tiga unsur, yakni orang-orang kaya sekali, orang-
orang melarat dan orang-orang yang berada di tengah-tengah. Menurut Aristoteles,
orang-orang kaya sekali ditempatkan dalam lapisan atas oleh masyarakat, sedangkan
orang-orang melarat ditempatkan dalam lapisan bawah, dan orang-orang di tengah
ditempatkan dalam lapisan masyarakat menengah (Herdiyanto, 2005).
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat dirumuskan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dasar timbulnya stratifikasi sosial?
2. Bagaimana stratifikasi sosial yang terjadi di Indonesia?
1.3 Manfaat dan Tujuan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah memberi pengetahuan dan pemahaman
mengenai stratifikasi sosial atau lapisan sosial dalam masyarakat kepada para pembaca.
Dan tujuan dari makalah ini adalah agar pembaca, dapat mengerti definisi stratifikasi
sosial serta bagaimana stratifikasi sosial di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
antara lain, (1) Upacara peresmian atau pengangkatan, (2) Pemberian lambing
atau tanda kehormatan, (3) Pemberian nama-nama jabatan atau pangkat, (4)
Sistem upah atau gaji berdasarkan golongan atau pangkat, (5) Wewenang dan
kekuasaan.
2.2 Stratifikasi Sosial di Indonesia
4
mengembangkan konsensus di antara anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial
yang bersifat dasar, (4) Secara relatif, seringkali terjadi konflik di antara kelompok
satu dengan kelompok lainnya, (5) Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas
paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi, (6) Adanya dominasi
politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya.
Masyarakat majemuk tentu rentan terhadap adanya konflik. Hal tersebut
dikarenakan etnosentrisme suatu kelompok masyarakat terhadap kelompok
masyarakat yang lainnya. Hal tersebut dirasa wajar mengingat terdapat banyaknya
suku budaya yang ada di Indonesia yang masing-masing dari suku tersebut merasa
bahwa sukunya lebih dominan dari suku lain. Seperti pernyataan dari pendekatan
konflik, bahwa masyarakat majemuk terintegrasi di atas paksaan dari suatu
kelompok yang lebih dominan dan karena ada saling ketergantungan antar
kelompok dalam hal ekonomi (Nasikun, 1995, hal. 64). Kelangsungan hidup suatu
masyarakat Indonesia tidak saja menuntut tumbuhnya nilai-nilai umum tertentu
yang disepakati bersama oleh sebagian besar orang akan tetapi lebih daripada itu
nilai-nilai umum tersebut harus pula mereka hayati melalui proses sosialisasi
(Nasikun, 1995, hal. 65). Sehingga dari proses sosialisasi yang ditanamkan sejak
dini, dapat mengurangi resiko konflik antar masyarakat dalam pandangan yang
etnosentris.
Kemunculan sistem penggolongan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok
tertentu tidak begitu saja muncul di atas kemajemukan suatu bangsa. Ada sebuah
hal yang dihargai dalam suatu kelompok masyarakat yang menyebabkan stratifikasi
sosial itu dibutuhkan. Dan pluralitas yang terdapat dalam bangsa Indonesia seperti
perbedaan agama, suku, budaya dan ras seharusnya tidak dijadikan sebuah masalah
mengingat semboyan yang selalu ditanamkan oleh masyarakat Indonesia
yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
5
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Herdiyanto, A. (2005). Diferensiasi Sosial dan Stratifikasi Sosial.
http://mast.ddns.net/dir/data%20pdf/DIFERENSIASI%20SOSIAL%20DAN%20%20STRATIFIK
ASI%20SOSIAL.pdf. 14 Desember 2014 (09:00).
Moeis, S. (2008). Struktur Sosial: Stratifikasi Sosial. Materi Kuliah Struktur dan Proses Sosial.
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI. Bandung.
Nasikun. (1995). “Struktur Majemuk Masyarakat Indonesia”, dalam Sistem Sosial Indonesia.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Nitibaskara, TB. Ronny Rahman. (2002). Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah. Jakarta:
Peradaban.
Soekanto, S., Sulistyowati, B. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar (45 ed.). Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Soemardjan, S. (1992). Pancasila dalam Kehidupan Sosial. dalam Pancasila sebagai Ideologi
dalam berbagai bidang kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. disunting oleh O.
Usman, & Alfian, Penyunt.) Jakarta: BP7 Pusat.