Anda di halaman 1dari 11

RESUME AHDB

WEEK 14

BENTUK PERJANJIAN-PERJANJIAN JAMINAN SESUAI DENGAN OBYEK


JAMINAN DARI PERJANJIAN KREDIT

Kelompok 2 :

1. Ega Ayuningtyas 041611233010


2. Marisa Yuni Nur Aziza 041611233020
3. Churriyatul Mukarommah 041611233048

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2019
BENTUK LEMBAGA JAMINAN

Adapun uraian singkat mengenai masing-masing bentuk lembaga jaminan adalah sebagai
berikut:

1. Gadai
Lembaga jaminan yang disebut Gadai diatur oleh ketentuan pasal 1150 sampai dengna
pasal 1160 KUH Perdata. Gadai merupakan lembaga jaminan yang digunakan untuk
mengikat jaminan utang yang berupa barang-barang bergerak antara lain berupa barang-
barang perhiasan (misalnya kalung emas dan gelang emas), surat berharga dan surat yang
mempunyai harga (misalnya saham dan sertifikat deposito), mesin-mesin yang tidak
terpasang secara tetap di tanah atau bangunan (misalnya genset), dan sebagainya.
Pengikatan jaminan melalui Gadai memberikan jaminan kebendaan kepada krediturnya
sebagai pemegang Gadai, artinya kreditur mempunyai hak menagih pelunasan piutangnya
atas benda yang diikat dengan Gadai tersebut. Pengikatan jaminan melalui Gadai
memberikan hak didahulukan atau hak preferen kepada kreditur sebagai pemegang
Gadai, artinya kreditur tersebut akan memperoleh pembayaran didahulukan atas
piutangnya dari hasil pencairan (penjualan) benda yang diikat dengna Gadai
dibandingkan dengan kreditur-kreditur lainnya.
2. Hipotik
Lembaga Hipotik pada saat ini hanya digunakan untuk mengikat jaminan utang yang
berupa kapal laut berukuran bobot 20 m3 atau lebih sesuai dengan ketentuan pasal 314
KUH Dagang dan UU No.21 tahun 1992 tentang Pelayaran, dengan mengacu antara lain
kepada ketentuan Hipotik yang tercantum dalam KUH Perdata. Pengikatan kapal laut
melalui Hipotik memberikan kepastian hukum bagi kreditur sesuai dengan dibuatnya akta
dan sertifikat Hipotik yang dalam praktek pelaksanaannya adalah berupa Akta Hipotik
berdasarkan perjanjian pinjaman dan Akta Kuasa Memasang Hipotik.
3. Hak Tanggungan
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Pemberiannya
merupakan ikutan dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan
hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya.
4. Fidusia
Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga Gadai, oleh karena itu yang menjadi
objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan. Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 42 tahun 1999 tersebut, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda
atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

BENTUK PERJANJIAN JAMINAN

a. Jaminan Berdasar Undang-Undang Dan Jaminan Berdasar Perjanjian

Jaminan berdasarkan Undang-Undang ada dalam Pasal 1131 KUHPerdata, sedangkan


jaminan berdasar perjanjian yaitu terjadinya karena adanya perjanjian jaminan dalam
bentuk gadai, fidusia, hak tanggungan dan jaminan perorangan serta garansi bank.

b. Jaminan Umum Dan Jaminan Khusus

Jaminan umum meliputi pengertian untuk semua kreditur (kreditur konkurent) dan untuk
seluruh harta kekayaan artinya tidak ditunjuk secara khusus yaitu yang ditentukan dalam
Pasal 1131 KUHPerdata. Jaminan khusus yaitu hanya untuk kreditur tertentu (kreditur
preferent) dan benda jaminannya ditunjuk secara khusus (tertentu) yaitu gadai, fidusia,
hak tanggungan apabila orang/Badan Hukum yaitu penanggungan atau misal garansi
bank.

c. Jaminan Kebendaan Dan Jaminan Perorangan

Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda
yaitu hak milik. Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan
langsung pada perorangan tertentu Pasal 1820 KUHPerdata.

d. Jaminan Atas Benda Bergerak Dan Benda Tidak Bergerak


Jaminan berupa benda bergerak lembaga jaminannya gadai dan fidusia. Jaminan berupa
benda tidak bergerak dahulu Hipotek, Credietverband dan sekarang Hak Tanggungan.

e. Jaminan Dengan Menguasai Bendanya Dan Tanpa Menguasai Bendanya

Jaminan Dengan Menguasai Bendanya yaitu gadai dan hak retensi. Gadai tidak pesat
pertumbuhannya karena terbentur syarat inbezit stelling yang dirasakan berat oleh debitur
yang justru memerlukan benda yang dijaminkan untuk menjalankan pekerjaan atau
usahanya.

Jaminan Tanpa Menguasai Bendanya yaitu Hipotek, Credietverband dan sekarang fidusia
dan Hak Tanggungan. Jaminan tanpa menguasai bendanya menguntungkan debitur
sebagai pemilik jaminan karena tetap dapat menggunakan benda jaminan dalam kegiatan
pekerjaannya atau usahanya.

PENYERAHAN JAMINAN ATAS OBYEK JAMINAN

 Gadai
Untuk terjadinya hak gadai harus memenuhi dua unsur mutlak, pertama, harus adanya
perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur sendiri atau
pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditur). Mengenai bentuk hubungan hukum
perjanjian gadai ini tidak ditentukan, apakah dibuat tertulis ataukah cukup dengan lisan
saja; hal itu hanya diserahkan kepada para pihak. Apabila dilakukan secara tertulis, dapat
dituangkan dalam akta notaries maupun cukup dengan akta dibawah tangan saja. Namun
yang terpenting, bahwa perjanjian gadai itu dapat dibuktikan adanya. Ketentuan dalam
pasal 1151 KUH Perdata menyatakan persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat
yang diperbolehkan pembuktian persetujuan pokoknya. Berdasarkan ketentuan dalam
pasal 1151 KUH Perdata tersebut, perjanjian gadai tidak dipersyaratkan dalam bentuk
tertentu, dapat saja dibuat dengan mengikuti bentuk perjanjian pokoknya, yang umumnya
perjanjian pinjam meminjam uang, perjanjian kredit bank, pengakuan hutang dengan
gadai barang, jadi bisa tertulis atau pun lisan saja. perjanjian pinjam meminjam uang,
perjanjian kredit bank, pengakuan hutang dengan gadai barang, jadi bisa tertulis atau
secara lisan saja.
Syarat kedua yang mesti ada, yaitu adanya penyerahan kebendaan yang digadaikan
tersebut dari tangan debitur (pemberi gadai) kepada tangan kreditur (pemegang gadai).
Dengan kata lain, kebendaan gadainya harus berada dibawah penguasaan kreditur
(pemegang gadainya), sehingga perjanjian gadai yang tidak dilanjutkan dengan
penyerahan kebendaan gadainya kepada kreditur (pemegang gadai) yang kemudian
berada dalam penguasaan kreditur (pemegang gadai), maka hak gadainya diancam tidak
sah atau hal itu bukan suatu gadai, dengan konsekuensi tidak melahirkan hak gadai.
 Fidusia
Berawal dari sebuah perjanjian pokok (hutang-piutang), yang dalam perjanjian pokok itu
ada pasal yang mengatur bahwa akan ada sebuah perjanjian Fidusia. Pembebanan
jaminan Fidusia diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 10 UU No 42 1999. Jaminan
Fidusia adalah perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok (hutang piutang) yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi
 Hak Tanggungan
a. Diberikan langsung oleh debitur, Prosedur pemberian hak tanggungan dengan cara
langsung
 Didahului janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan
hutang tertentu yang merupakan tak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang.
 Dilakukan dengan pembuatan akte pemberian hak tanggungan (APHT) yang
dibuat oleh PPAT.
 Objek Hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi yang
telah memenuhi syarat didaftarkan akan tetapi belum dilakukan maka pemberian
hak tanggungan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang
bersangkutan.
b. Diberikan oleh Kuasa, Prosedur Pemberian hak tanggungan dengan cara melalui surat
kuasa pembebanan hak tanggungan.
 Wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT.
 Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun kecuali
kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya.
 Surat kuasa pembebanan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah
terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat2nya 1 bulan sesudah
diberikan
 Surat kuasa membebankan hak tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum
terdaftar wajib diikuti dengna pembuatan APHT selambat2 3 Bulan sesudah
diberikan.
 Hipotek
Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah
1. Harus ada perjanjian hutang piutang
2. Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang. Setelah syarat
di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secara tertulis dihadapan para
pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT(pasal 19 PP no. 10 tahun 1961),
yang dihadiri oleh kreditur, debitur dan dua orang saksi yang mana salah satu saksi
tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di mana tanah itu
terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor
agrarian yang bersangkutan.

CARA EKSEKUTORIAL PERJANJIAN JAMINAN

1. Gadai
Pada dasarnya eksekusi barang jaminan gadai dilakukan dengan cara penjualan dimuka
umum melalui pelelangan dengan meminta bantuan kantor / badan lelang. Namun
berdasarkan parate eksekusi (parate executie), maka kreditor / pemegang gadai
mempunyai wewenang penuh tanpa melalui pengadilan untuk mengeksekusi barang
jaminan. Hal ini dapat dilakukan bilamana sebelumnya hal tersebut sudah diperjanjikan.
Seperti yang dikatakan dalam ketentuan Pasal 1155 ayat 1 KUHPerdata antara lain
menyatakan, bahwa Setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh
menjual barang gadainya dimuka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat.
2. Fidusia
Penyitaan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Alasan dilakukan
exekusi jaminan fidusia karena perjanjian pokok tidak dilaksanakan dengan baik. Serta
karena Kreditur ingkar janji atau wan prestasi atau hutang tidak dibayar.
Ada 3 cara Exekusi Benda jaminan Fidusia
 pelaksanaan title Exekutorial oleh pemberi dan penerima fidusi yaitu tulisan yang
mengandung putusan pengadilan yang memberi dasar penyitaan dan lelang sita
tanpa perantara hakim
 Penjualan benda yang menjadi objek jaminan Fidusia atas kekuasaan penerima
fidusia sendiri melalui pelelangan umum.
 Penjualan dibawah tangan yang dilakukan penanda tanganan kesepakatan
3. Hak Tanggungan
 Melalui pelelangan umumsebagaimana diatur pada Pasal 6
 Eksekusi atas titel Eksekutorial yang terdapat pada sertifikat hak tanggungan.
 Exsekusi di bawah tangan berdasarkan kesepakatan antara kreditur dengan debitur.
4. Hipotek
Pada dasarnya eksekusi hipotik dan hak tanggungan dapat dilakukan diluar campur
tangan pengadilan atau yang disebut parate eksekusi maupun melalui pengadilan.
CONTOH KASUS

Pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan surat sertifikat Tanah yang bukan milik
debitur pada pt. Bpr. Dewata candradana Di denpasar

Menurut Bapak Nyoman Sugita selaku kepala bagian kredit pada PT. BPR Dewata Candradana
Persyaratan perjanjian kredit dengan jaminan tanah milik orang lain pada BPR. Dewata
Candradana melalui beberapa persyaratan. meliputi: pertama, mengajukan permohonan pinjaman
yang harus dilampiri dengan dokumendokumen yang telah disyaratkan pada BPR. Dewata
Candradana, yaitu:

1. Bagi peminjam yang sudah menikah wajib menyerahkan dokumen yang harus
dilampirkan beserta permohonan pinjaman yang telah disediakan oleh pihak kreditur bagi
peminjam, yaitu: Foto Copy KTP suami dan istri, foto copy kartu keluarga, foto copy
surat menikah, foto copy jaminan (sertifikat tanah), dan menyediakan materai 6000.
2. Bagi peminjam yang belum menikah wajib menyerahkan dokumen-dokumen sesuai
dengan syarat yang sama dengan yang sebelumnya tetapi harus adanya Foto copy surat
keterangan belum menikah, Foto Copy jaminan (surat sertifikat tanah) dan menyediakan
materai 6000.

Syarat kedua, Pada BPR. Dewata Candradana persyaratan yang boleh mengajukan jaminan
kredit dengan menjamin sertifikat tanah yang bukan milik debitur harus adanya hubungan darah
dan hanya 1 (satu) garis lurus dalam keluarga, misalnya Bapak atas nama surat tanah tersebut,
yang bisa menjadi calon debitur hanyalah anaknya atau cucunya diluar itu tidak boleh. Tetapi
jika calon debitur sudah menikah dan mempunyai keinginan mengggunakan sertifikat suami atau
istrinya harus menyertai persetujuan suami atau istriya dengan mentandatangani surat perjanjian
kredit yang telah disediakan oleh kreditur. Jika suami atau istrinya telah meninggal maka calon
debitur harus melampirkan surat kematian atau keterangan yang menyatakan bahwa telah
meninggalnya suami atau istri calon debitur dari pihak yang dapat dipercaya, pihak yang
bersangkutan adalah kepala desa domisili penerima kuasa hak tanggungan. Objek jaminan
tersebut merupakan bukan milik debitur maka permohonan kredit harus dilampirkan dengan
surat persetujuan pemilik sertifikat surat jaminan kredit.
Ketiga, Didalam perjanjian kredit dengan jaminan sertifikat tanah yang bukan milik debitur,
pemilik sertifikat tanah tersebut harus ikut menandatangani surat perjanjian kredit, jika
menggunakan sertifikat yang ada hubungan keluarga maka yang harus menandatangani yaitu
pemilik sertifikat tersebut. Jika sudah menikah maka yang harus ikut serta menandatangani
perjanjian kredit yaitu pasangannya suami atau istri. Jika telah semua syarat telah diisi maka
semua dokumen akan diserahkan kepada bagian aprisial pada BPR. Dewata Candradana dan
akan dilakukannya tahapan selanjutnya, apabila hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
berkas permohonan telah lengkap beserta dokumen-dokumen yang harus dilampirkan dan telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan BPR. Dewata Candradana.

Tahapan selanjutnya yaitu penilaian kelayakan pinjaman dan sampai tahap pinjaman kredit cair
atau disetujuinya pinjaman kredit dengan menjamin sertifikat tanah yang bukan milik debitur
tersebut, namun apabila berkas permohonan pinjaman debitur tersebut belum lengkap atau tidak
memenuhi syarat yang diminta oleh pihak BPR Dewata Candradana, maka BPR. Dewata
Candradana meminta calon debitur tersebut untuk melengkapi syarat-syarat tersebut guna
penelitian lebih lanjut dan menyerahkan kembali kepada kreditur pada BPR. Dewata Candradana
Denpasar.

Dari hasil wawancara diatas terlihat bahwa PT. BPR Dewata Candradana Denpasar sudah
menjalankan sesuai dengan apa yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
UndangUndang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dengan perubahan Undang-Undang No 10
tahun 1992 tentang perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan), Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah,
dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta
Tanah. Oleh karena semua rumusan yang tercantum dalam peraturan diatas tersebut sudah
dilaksanakan oleh PT. BPR Dewata Candradana Denpasar, walaupun ada penambahan-
penambahan yang bersifat administratif dalam rangka memperkuat kepercayaan BPR. Dewata
Candradana Denpasar.

 Penyelesaian perjanjian kredit dengan jaminan sertifikat tanah yang bukan milik debitur
apabila debitur wanprestasi pada PT. BPR Dewata Candradana Denpasar.

Wanprestasi adalah tidak terpenuhinya prestasi oleh salah satu pihak kepada pihak lain dalam
suatu perjanjian baik sebagian maupun seluruhnya. M.Yahya Harahap mengemukakan
“wanprestasi” tidak terpenuhinya kewajiban yang seharusnya dipenuhi dan tidak pada waktu
yang sudah ditentukan. Hal ini mengakibatkan apabila salah satu tidak memenuhi atau tidak
melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati maka yang telah melanggar isi perjanjian
tersebut telah melakukan perbuatan wanprestasi. Prof. R. Subekti mengemukakan bahwa
wanprestasi itu adalah kelalaian seseorang yang dapat berupa: “Seseorang Tidak melakukan apa
yang telah disanggupi akan dilakukannya, Melaksanakan apa yang telah diperjanjikanya, tetapi
tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat, dan
seseoang melakukan perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan tetapi seseorang
tersebut tetap melakukan”. Menurut Bapak Nyoman Sugita selaku Kabag Kredit pada BPR
Dewata Candradana dalam hal menyelesaikan masalah wanprestasi dapat melalui langkah-
langkah, yaitu:

1. Melakukan pendekatan secara pribadi, tujuan dari pendekatan pribadi tersebut adalah
untuk mengetahui alasan debitur sebenarnya yang menyebabkan debitur kesulitan untuk
melakukan kewajibannya terhadap BPR. Dewata Candradana, dan pihak BPR. Dewata
Candradana akan memberikan jalan keluar yang dirasa dapat membantu si debitur untuk
keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
2. jika debitur sudah diperingati saat mengalami cidera janji tetapi seorang debitur tetap
tidak memenuhi prestasinya atau tidak memenuhi janjinya maka jalan selanjutnya adalah
memberikan sanksi-sanksi yang tegas dari pihak BPR. Dewata Candradana Denpasar
terhadap debitur tersebut, yaitu dengan memberikan denda keterlambatan membayar
dihitung dari jumlah angsuran tertunggak, denda keterlambatan membayar angsuran
sesuai kesepakatan bersama sesuai dengan isi Pasal 6 Perjanjian Kredit
No.0012/K/BDC/I/2017 yang berbunyi: “apabila peminjam terlambat membayar
angsuran sesuai kesepakatan diatas, Peminjam bersedia mebayar denda keterlambatan
sebesar 5.00% (lima persen) setiap bulan dihitung dari jumlah angsuran tertunggak”.
Apabila debitur masih tetap lalai dalam melakukan prestasinya maka pihak BPR.

Dewata Candradana tidak dapat lagi untuk memberikan kredit selanjutnya dalam jumlah yang
belum dicairkan atau dipinjam oleh peminjam dan pihak dari pada BPR. Dewata Candradana
berhak untuk melakukan tuntutan pembayaran dan pembayaran kembali atas semua utang-
utangnya debitur berdasarkan perjanjian kredit yang sudah disepakati, perubahan dan
penggantiannya kemudian, termasuk tetapi tidak terbatas pada utang-utang pokoknya, bunga,
ongkos dan biaya lainnya. Melaksanakan dan mengambil setiap jaminan yang telah diberikan
yang kepada pihak BPR. Dewata Candradana dan/atau setiap tindakan hukum lainnya. Jika dari
semua cara tersebut debitur tetap tidak melakukan prestasinya maka pihak BPR. Dewata
Candradana akan melakukan eksekusi, karena pihak BPR. Dewata Candradana telah mempunyai
kekuatan eksekusi jaminan, dan apabila pihak BPR. Candradana sudah melakukan eksekusi
jaminan maka pihak BPR. Dewata Candradana berhak untuk menjual jaminan tersebut karena
untuk menutupi jumlah kredit yang dipinjam oleh debitur yang melakukan wanprestasi tersebut
dan agar perputaran uang jadi lancar pada BPR. Dewata Candradana. (wawancara Tanggal 7
Februari 2017 pukul 10.45 Penyelesaian wanprestasi dalam BPR Candradana melakukan dengan
cara Non litigasi karena pihak BPR Candradana melakukan pendekatan secara pribadi untuk
mengatuhui sebab dari debitur melakukan wanprestasi. Tetapi jika cara tersebut juga tidak cukup
untuk membuat debitur memenuhi kewajibannya maka cara berikutnya yaitu tetap akan
dilakukan proses yang terjadi dikantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai