Anda di halaman 1dari 8

Penggunaan aplikasi Facebook dan WhatsApp pada

proses pembelajaran untuk melatih siswa


berkemampuan berpikir kritis

Dosen pembimbing :
TIM SEMINAR

Disusun oleh:

Muhammad Alfian Firdaus (1610131210010)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2019
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan proses pembelajaran
dengan menggunakan Facebook dan WhatsApp untuk melatih keterampilan berpikir
kritis siswa. Langkah-langkah penelitian adalah: 1) analisis; 2) desain; 3) pengembangan;
4) implementasi; 5) evaluasi. Subjek penelitian adalah 40 mahasiswa Jurusan Fisika
Universitas Negeri Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Studi Titik validasi, kepraktisan, efektivitas, dan keterampilan berpikir kritis
penilaian siswa menggunakan skala Likert. Kriteria proses pembelajaran memenuhi
syarat jika ≥ 60% dinilai baik atau sangat baik. Hasilnya adalah: 1) penggunaan Facebook
dan WhatsApp dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran, dan kendala yang
ada dapat diatasi; 2) penilaian keterampilan berpikir kritis siswa dikategorikan baik dan
sangat baik. Hasil ini menunjukkan bahwa belajar dengan menggunakan Facebook dan
WhatsApp dapat digunakan untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa.

Pendahuluan
Saat ini, penggunaan smartphone telah mengancam keberadaan guru di kelas
konvensional ketika siswa sudah bosan dengan proses pembelajaran di kelas [1]. Siswa
sering gunakan smartphone untuk mengakses jejaring sosial populer saat ini seperti
Facebook dan WhatsApp hanya untuk bersenang-senang. WhatsApp adalah aplikasi
messenger gratis yang bekerja di berbagai platform seperti iPhone dan ponsel Android,
dan aplikasi ini banyak digunakan di kalangan siswa untuk mengirim pesan multimedia
seperti foto, video, audio dan pesan singkat [2]. Tidak bijaksana jika guru melarang siswa
membawa ponsel pintar ke sekolah karena pada dasarnya hasil teknologi adalah netral.
Untuk memberdayakan penggunaan smartphone oleh siswa, pembelajaran dengan
komunikasi digital antara kelompok siswa dan antara siswa dan guru telah menjadi
populer selama dekade terakhir. melalui berbagai jaringan termasuk Facebook dan
WhatsApp [3]. Fisika dasar yang merupakan ide dasar yang muncul dari penerapan
metode ilmiah yang meneliti tentang ide-ide paling dasar tentang sifat fisika [4]
membutuhkan proses pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir kritis
adalah upaya untuk bertanya dan menjawab pertanyaan secara sistematis untuk
menghasilkan penjelasan yang koheren dan kredibel [5]. Penelitian sebelumnya tentang
penggunaan WhatsApp dalam pembelajaran memiliki empat tujuan utama:
berkomunikasi dengan siswa, membangun suasana sosial, menciptakan dialog, dan
mendorong siswa untuk berbagi [6], dan dengan tujuan yang sama, itu juga diterapkan
dalam pembelajaran dengan menggunakan Facebook. Penyampaian pesan, gambar, dan
video yang berkaitan dengan penjelasan gejala fisika dapat menjadi sarana untuk melatih
keterampilan berpikir kritis siswa.
Penelitian tentang penggunaan WhatsApp di kelas Universitas Afrika Selatan
mendapat tanggapan positif dari siswa yang menyatakan bahwa itu adalah cara mudah
untuk berkomunikasi dengan guru mereka dan semua teman sekelas, dan menghasilkan
wacana yang bermanfaat tentang masalah yang relevan. Dalam lingkungan informal,
siswa dapat belajar sesuatu yang intim dan menyenangkan secara otentik [12].
Metode
Penelitian ini menggunakan Penelitian & Pengembangan yang mencakup desain,
pengembangan atau produksi, implementasi atau pengiriman, dan evaluasi [20]. Analisis
tahap adalah proses menganalisis kebutuhan untuk pengembangan produk, menganalisis
kelayakan produk, dan ketentuan pengembangannya. Pengembangan produk dimulai
dengan kesenjangan yang terjadi karena pembelajaran yang ada yang belum berkorelasi
dengan kebutuhan, lingkungan belajar, teknologi, dan karakteristik siswa. Tahap desain
adalah proses sistematis yang dimulai dengan menetapkan dan tujuan pembelajaran,
merancang skenario pembelajaran, merancang alat belajar, merancang bahan
pembelajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

Hasil analisis
Desain belajar Validitas
Suatu produk disebut valid jika produk tersebut dapat mencerminkan jiwa
pengetahuan (state of the art of knowledge), yang juga dapat disebut validitas konten.
Validitas penggunaan Facebook dan WhatsApp dalam proses pembelajaran dalam hal
aspek pengajaran dan aspek teknis. Aspek pembelajaran yang ditetapkan meliputi tujuan
pembelajaran, skenario pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran, lingkungan
belajar, dan evaluasi hasil pembelajaran. Aspek teknis yang ditetapkan meliputi: mudah
dioperasikan, mudah diakses, dan murah. Hasil validasi dari 3 dosen sebaya terhadap
penggunaan Facebook dan WhatsApp dalam proses pembelajaran seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, validator menyatakan aspek pembelajaran, serta aspek teknis,
33,3% baik dan 66,7% sangat baik. Hasil ditampilkan bersamaan dalam penggunaan
konseptual. Oleh karena itu, desain pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan
dalam proses pembelajaran di kelas.

Desain belajar praktek


Suatu produk dikatakan secara praktis tersedia untuk orang-orang ketika itu dapat
digunakan. Praktis menggunakan Facebook dan WhatsApp dalam proses pembelajaran
adalah dalam hal implementasi dan teknis. Aspek teknis yang dimaksud: mudah
dioperasikan, mudah diakses, murah, umum digunakan, tidak memakan memori, tidak
memakan waktu, dan tidak lelah. Aspek instruksional ditetapkan: akses ke pencarian
materi, dapat berbagi materi, penuh dengan fasilitator, belajar kapan saja dan di mana
saja, dan menyediakan lingkungan yang menyenangkan. Data praktis dikumpulkan
dengan menggunakan kuesioner untuk kelas Facebook (20 siswa) dan kelas WhatsApp
(20 siswa). Peneliti menggunakan Facebook dan WhatsApp dalam proses pembelajaran.
Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2, jumlah siswa yang menyatakan kepraktisan menggunakan


Facebook dalam proses pembelajaran adalah: sangat kurang 15%, kurang = 17%, baik =
41%, dan sangat baik = 27%. Sedangkan jumlah siswa yang menyatakan tingkat praktis
penggunaan WhatsApp dalam proses pembelajaran adalah: sangat kurang 15%, kurang =
19%, baik = 38%, dan sangat baik = 28%. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum
penggunaan Facebook dan Whatshap dalam proses pembelajaran dapat dinyatakan
praktis (Facebook = 68% dan WhatsApp = 66% kepraktisan dalam kategori baik dan
sangat baik). Kendala teknis dalam penggunaan Facebook dalam proses pembelajaran
masih sedikit dan dapat diatasi. Hambatan itu memakan waktu (65%) dan kelelahan mata
(70%). Sementara pada penggunaan WhatsApp, ada kendala teknis juga terjadi karena
memakan memori (55%), memakan waktu (60%), dan kelelahan mata (65%).

Desain belajar efektivitas


Penjelasan dari masing-masing elemen ini adalah [17]: 1) menganalisis, proses belajar
sesuatu untuk mengidentifikasi elemen atau hubungan antar elemen; 2) Mengevaluasi,
proses meninjau secara kritis dan menanggapi bahan, prosedur, atau ide, dan menilai
mereka terhadap tujuan, standar, atau kriteria lain; 3) menerapkan, proses menggunakan
ide, proses, atau keterampilan dalam situasi baru; 4) Menghasilkan ide, proses
mengekspresikan pikiran yang mengekspresikan orisinalitas, spekulasi, imajinasi,
perspektif pribadi, fleksibilitas dalam berpikir, penemuan atau kreativitas; 5)
mengekspresikan ide, proses penyajian ide awal dan logis sambil menggunakan bahasa
yang sesuai untuk audiens. Kategori peringkat menggunakan rubrik sebagai berikut:
sangat baik jika memenuhi semua indikator, baik jika memenuhi hanya 4 indikator,
kurang jika hanya memenuhi 3 indikator, sangat kurang jika memenuhi kurang dari 3
indikator. Data diperoleh dari pengamatan aktivitas siswa dalam kelompok untuk kelas
Facebook (20 siswa) dan kelas WhatsApp (20 siswa) oleh 2 pengamat. Hasil yang
diperoleh ditunjukkan pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3, penggunaan Facebook dalam proses pembelajaran


menghasilkan keterampilan berpikir kritis siswa sebagai berikut: sangat kurang 9%,
kurang = 15%, baik = 72,5%, dan sangat baik = 3,5%. Sementara penggunaan WhatsApp
dalam proses pembelajaran menghasilkan keterampilan berpikir kritis siswa sebagai
berikut: sangat kurang 11%, kurang = 17%, baik = 68%, dan sangat baik = 4%. Hasil ini
menunjukkan bahwa secara umum, penggunaan Facebook dan Whatshap dalam proses
pembelajaran dapat secara efektif melatih keterampilan berpikir kritis (Facebook = 76%
dan WhatsApp = 70% dalam kategori baik dan sangat baik). Efektivitas juga ditinjau dari
bagaimana siswa merespons pembelajaran (mencari penjelasan yang lebih dalam,
menemukan informasi dari berbagai sumber, berbagi pengalaman, mengekspresikan ide,
pengalaman baru media sosial dalam pembelajaran). Hasil yang diperoleh ditunjukkan
pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, jumlah siswa yang menanggapi penggunaan Facebook


dalam proses pembelajaran adalah: sangat kurang 0%, kurang = 11%, baik = 53%, dan
sangat baik = 36%. Sedangkan jumlah siswa yang merespons penggunaan WhatsApp
dalam proses pembelajaran adalah: sangat kurang 0%, kurang = 9%, baik = 59%, dan
sangat baik = 36%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, penggunaan
Facebook dan WhatsApp dalam proses pembelajaran mendapat respon positif dari siswa
(Facebook = 89% dan WhatsApp = 91% dari siswa merespons yang berada dalam
kategori baik dan sangat baik).

Diskusi
Hasil validasi menunjukkan bahwa aspek instruksional dan teknis 44% dalam
kategori baik dan 56% dalam kategori sangat baik. Ini menunjukkan bahwa secara
konseptual, penggunaan Facebook dan Whatshap di Internet. proses pembelajaran
dinyatakan valid yang berarti bahwa desain pembelajaran yang dikembangkan dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Skenario pembelajaran, bahan
pembelajaran, media pembelajaran, dan lingkungan belajar dapat diterapkan dengan baik
karena fitur-fiturnya memungkinkan untuk melakukannya. Itulah mengapa kita dapat
memilih pembelajaran seluler berdasarkan teknologi inovatif ini [23]. Secara teknis, ini
juga kompatibel dengan penelitian sebelumnya seperti biaya rendah, sederhana,
aksesibilitas tinggi, dan efisien [24]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum
penggunaan Facebook dan Whatshap dalam proses pembelajaran dapat dinyatakan
praktis (Facebook = 68% dan WhatsApp = 66% kepraktisan dalam kategori baik dan
sangat baik). Hambatan teknis dalam penggunaan Facebook dalam proses pembelajaran
dianggap kecil dan dapat diatasi (itu memakan waktu (65%) dan melelahkan (70%)).
Sementara pada penggunaan WhatsApp, kendala teknis juga terjadi karena memakan
memori (55%), memakan waktu (60%), dan kelelahan mata (65%). Hambatan yang
dialami diatasi dengan membatasi durasi proses pembelajaran per sesi hanya 100 menit.
Belajar menggunakan Facebook dan WhatsApp mengatasi ketersediaan fasilitator dan
pembelajaran dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja seperti hasil penelitian
sebelumnya [25].
Penelitian ini menguji efektivitas penggunaan Facebook dan WhatsApp dalam hal
keberhasilannya dalam melatih keterampilan berpikir kritis dengan elemen-elemen
berikut: menganalisis, mengevaluasi, menerapkan, menghasilkan ide, dan
mengekspresikan ide. Penilaian setiap elemen menggunakan indikator: kejelasan,
akurasi, relevansi, kedalaman, dan logika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
umum, penggunaan Facebook dan Whatshap dalam proses pembelajaran secara efektif
melatih keterampilan berpikir kritis (Facebook = 76% dan WhatsApp = 70% dalam
kategori baik dan sangat baik). Efektivitas juga ditinjau dari bagaimana siswa merespons
pembelajaran (mencari penjelasan yang lebih dalam, menemukan informasi dari berbagai
sumber, berbagi pengalaman, mengekspresikan ide, pengalaman baru media sosial dalam
pembelajaran). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, penggunaan
Facebook dan WhatsApp dalam proses pembelajaran mendapat respons positif dari siswa
(Facebook = 89% dan WhatsApp = 91% siswa merespons dengan baik dan sangat baik
kategori).

Kesimpulan
Penggunaan Facebook dan WhatsApp dalam proses pembelajaran fisika untuk melatih
keterampilan berpikir kritis siswa secara konseptual dapat dinyatakan layak untuk
diterapkan di kelas. Hambatan teknis muncul karena penggunaan Facebook dan
WhatsApp yaitu memakan waktu lama dan kelelahan mata. Selain itu, penggunaan
WhatsApp juga membutuhkan memori smartphone yang sangat besar. Kendala diatasi
oleh membatasi durasi waktu belajar menjadi hanya 100 menit. Penggunaan Facebook
dan WhatsApp efektif karena melatih keterampilan berpikir kritis siswa melalui unsur-
unsur menganalisis, mengevaluasi, menerapkan, menghasilkan ide-ide, dan
mengekspresikan ide-ide, dengan mana kategori diukur dengan kejelasan, akurasi,
relevansi, kedalaman, dan logika indikator. Selain itu, juga mendapat respons positif dari
siswa. Belajar dengan menggunakan Facebook dan WhatsApp dapat digunakan untuk
melatih keterampilan berpikir kritis siswa.

Referensi:

Kustijono, R., & Zuhri, F. (2018). The use of Facebook and WhatsApp application in learning.
IOP Publishing, 1-7.

Anda mungkin juga menyukai