Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

P
DENGAN PENYAKIT SIFILIS

Dosen Pengampu :
Ns. Herawati Jaya, S.Kep., M.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 5 Tingkat 2 B
1. Melya Azizah
2. Nova Yulianti
3. Putu Setyawati
4. Rizky Nabillah
5. Wahyu Kusuma Wardani
6. Yunita Anggraini

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kasih
sayang-Nya dan memberikan waktu kepada penulis untuk menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Keperawatan Maternitas yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Tn. P Dengan penyakit Sifilis” Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran baik secara tertulis ataupun
secara lisan, khususnya kepada Dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Maternitas agar penulis bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya.

Palembang, Mei 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Definisi.......................................................................................................................... 1

1.2 Etiologi.......................................................................................................................... 1

1.3 Pathway ......................................................................................................................... 2

1.4 Patofisiologi .................................................................................................................. 2

1.5 Tanda dan gejala ........................................................................................................... 2

1.6 Klasifikasi ..................................................................................................................... 6

1.7 Komplikasi .................................................................................................................... 8

1.8 Penularan....................................................................................................................... 9

1.9 Pengaruh Terhadap Kehamilan ..................................................................................... 9

1.10 Diagnosis................................................................................................................... 10

1.11 Penatalaksanaan dan Terapi ...................................................................................... 10

1.12 Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis .................................................... 11

BAB II TINJAUAN KASUS ............................................................................................ 12

A. Pengkajian .................................................................................................................... 12

B. Analisa Data ................................................................................................................. 16

C. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................. 17

D. Intervensi Keperawatan................................................................................................ 17

E. Implementasi Keperawatan .......................................................................................... 18

F. Evaluasi Keperawatan .................................................................................................. 19

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 21

ii
3.2 Saran ........................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 22

Skenario ............................................................................................................................ 23

iii
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS).
Lesi sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan
lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan
wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil
yang telah tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga
dapat diartikan sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh
dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi
tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka
ibu akan melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak
segera diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi
meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital.
Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan
terhadap janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi
sifilis terjadi sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan
dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.
1.2 Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum
merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat
empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,
Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema
pallidum endemicum. Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta
yang bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual
langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel.
Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan kepada janin melalui
jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum
pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam

1
medium kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat
mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui
jaringan dan membran mucosa.

1.3 Pathway

1.4 Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir
semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf.
Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke
janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan
bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat
disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat
berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.

1.5 Tanda dan gejala


Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah
terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan

2
jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian.
Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat
yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina.
Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan,
leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita
hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus.
Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera
akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka
tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan
cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya
akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali
tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan
sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang
muncul dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa
berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak
diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan
kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50%
penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya
dan sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya
tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata
sehingga penglihatan menjadi kabur. Sekitar 10% penderita mengalami
peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa
menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa
menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami
peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan
sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit
yang lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah
ini sangat infeksius (menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah

3
menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan
pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise),
kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan
memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa
berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan
sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi
kembali muncul .
4. Fase Tersier
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya.
Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi
menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di
berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan
meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir
semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah
lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa
terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya
semakin memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi
aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan
nyeri dada, gagal jantung atau kematian.
3) Neurosifilis
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak
diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis
meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi
tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak
dengan medulla spinalis:

4
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing,
konsentrasi yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur,
kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang,
pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil,
gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak pada
separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan
dalam mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan
penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot
(paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla spinalis
yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam
keadaan kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal
secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun.
Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia. Gejalanya
berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh
badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam
berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah,
letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian,
perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan
akan kebesaran dan penurunan persepsi.
c. Neurosifilis tabetik
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla
spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya
berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-
timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah,
terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai
yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh
sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering
mengalami infeksi saluran kemih.

5
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh
penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca.
Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang
memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai
bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan
muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung kemih
dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa
terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat
dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa
nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera.
4) Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
1) Makulopapular pada kulit
2) Retinitis
3) Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
4) Hepatosplenomegali
5) Ikterus
6) Limfadenopati
7) Osteokondrosis
8) Kordioretinitis
9) Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
1) Gigi hutchinnson
2) Gambaran mulberry pada gigi molar
3) Keratitis intertinal
4) Retaldasi mental
5) Hidrosefalus
1.6 Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan
tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda
dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya
Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer
berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk

6
bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila
diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi
dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya
seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening
di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada
perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya.
Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi
umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil,
putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan
dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I
sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu.
Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul
gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala
konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan
leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada
kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-
tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II
seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases
karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain
pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah
bening di seluruh tubuh.

c. Sifilis Stadium III


Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah
infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai
berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan
dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga
dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru,
testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier

7
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler
dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah
infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini.
Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis
terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan
apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan
dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-
turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada
lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik
sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen
pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR,
dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi
negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat
digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik,
sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema
pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan
diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat
seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

1.7 Komplikasi
1) Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus
premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang,
gigi, penglihatan, pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang
anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk
memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari
ibu ke janin.
2) Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat,
keabu-abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin

8
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan
menimbulkan cacat.

1.8 Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak
dalam kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi
pada saat janin berada di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan
karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang
sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini
bisa terjadi jika pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi
kemungkinan penularan cara lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang
tercemar bakteri penyebab sifilis, Treponema pallidum, walaupun itu baru secara
teoritis saja, karena kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan
penyakit syphilis dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit
sifilis, jika tidak (pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan
penderita sifilis maka dia tidak akan punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat
transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

1.9 Pengaruh Terhadap Kehamilan


Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses
kehamilannya dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan
yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada
kehamilan dini, dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak
tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.

9
1.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
Infeksi pada janin terjadi minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus,
kelahiran mati, cacat bawaan pada janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil
terjadi perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung
terdapat spirokaeta treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.

1.11 Penatalaksanaan dan Terapi


Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya
sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin.
Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL,
bila perlu diobati dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui
dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh
buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin
merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh
buruk terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis
pada ibu yang sedang hamil.
1. Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
2. Tingkat Penyakit Alternatif
3. Terapi Dasar
4. Terapi Infeksi Primer- Infeksi Sekunder
5. Fase Laten kurang dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4
kali/ selama 15 hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
6. Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin
500 mg/ 4 kali/ hari selama 30 hari
7. Kardiovasculer atau neuro sifilis

10
• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari
diikuti pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah
probenecid 500 mg sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari
kemudian diikuti penisilin G Benzatin sebanyak 2,4 juta unit secara
IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium
primer, sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan
pengobatan utama yaitu penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika
ibu mengalami alergi dapat diganti dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari
serta setriakson 250 mg secara IM selama 10 hari. Sedangkan pada Sifilis laten
durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis kardiovasculer diberikan obat utama penisilin
G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami
alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500 ng PO selama 30 hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G
akueous kristalin 2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G
Benzethin 2,4 juta unit secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain
2,4 juta unit IM setiap hari dengan probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari,
kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta secara IM.

1.12 Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis


1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak
mendapatkan pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang
dapat menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.

11
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 38 tahun
Alamat : Jl.Bronjong
Agama : Islam
Tgl MRS : 7 februari 2018
Tgl Pengkajian : 10 November 2018
Diagnosa Medis : sifilis
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Alamat : Jl. Bronjong
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hub dengan klien : Istri klien
c. Riwayat Keluhan
a) Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri, pada kerusakan integritas kulit
kelamin
b) Saat Pengkajian : Klien menunjukkan adanya nyeri, pada kerusakan
integritas kulit kelamin, keadaan klien lemah dengan suhu tubuh 38,7°C
TD: 120/90 RR: 20x/mnt
c) Riwayat kesehatan dahulu : Tidak penyakit di derita secara spesifik
d) Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga klien mengatakan tidak ada
penyakit yang di derita saat ini
e) Riwayat Alergi terhadap obat : Klien mengatakan tidak ada alergi
terhadap pengobatan
d. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran umum : Sadar
2. Kesadaran :Compos Mentis
a. TTV (tanda-tanda vital)

12
TD : 120/90 mmhg
Puls : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
Suhu : 38,7°C
b. STATUS GIZI
BB sebelum : 51 kg
Tinggi : 160 cm
BB Ideal : 50 kg
BB sekarang : 47 kg
c. Masalah Keperawatan
No Aktivitas Sebelum MRS Sesudah MRS
1. Pola Nutrisi
Makan
Frekuensi 3x sehari 3x sehari
Jenis Nasi Bubur saring
Jumlah 1 porsi 2-3 sendok
Masalah Tidak ada nafsu makan Selama di RS klien tdk nafsu
makan
Minum
Frekuensi 6x sehari ( 250x6=1500) 6x sehari ( 250x6=1500)
Jenis Air putih Air putih/ susu
2. Pola Eliminasi
BAB
Frekuensi 1x sehari 1x sehari
Konsistensi Lunak Lunak
Masalah Tidak Ada Tidak ada
BAK
Frekuensi 5x sehari 3x sehari
Warna Bening Kuning
Masalah Tidak ada Tidak ada
3. Pola istirahat dan tidur
Tidur siang 2-3 ½ jam 2-2 ½ jam
Tidur malam 9-10 jam 7-8 jam
masalah Tidak ada Sering terbangun
4. Personal hygiene

13
Mandi
frekuensi 2x sehari 1x sehari

3. Data sistemik
a. Sistem Penglihatan
Lapangan pandang : klien tampak berkunang-kunang
Kesimestrisan mata : Simetris
Konjungtiva : Tampak tidak pucat
Sklera : Exterik
Kornea : Tidak Ada kelainan
Masalah keperawatan : Tetap menjaga kebersihan
b. Pernapasan
Frekuensi : 20x/mnt
Bentuk : semetris
Bunyi nafas : Vesikula
Bentuk dada : Semetris
Masalah keperawatan : Tetap menjaga kebersihan
c. Sistem kardiovaskuler
TD : 120/90 mmhg
Puls : 80x/mnt
Temp: 38,7°C
I : Data Sistemik
P : Terdapat benjolan pada kelamin klien
P : Tidak Ada
A : Tidak Ada
Masalah keperawatan : Suhu tubuh tinggi
d. Sistem saraf
Kesadaran : compos mentis
Glc:
E: ( membuka amta spontan) : Ya
Y: ( mengikuti perintah) : Ya
M: ( melukalisir nyeri) : Ya
e. Sistem Integumen
Warna kulit : Tidak Diagnosis
Luka : Ada

14
Kemerahan : Kulit klien tampak kemerahan
Turgor kulit : Elastis
Masalah keperawatan : Memberi pengobatan agak kemerahan tidak
bertambah banyak dan dapat sembuh
f. Sistem Gastriointestinal
Nafsu makan : klien mengatakan tidak nafsu makan
berkurang
Porsi makan SMRS : klien mengatan makan 3x sehari
Porsi makan MRS : klien mengatakan 2-3 sendok sehari
Kemampuan mengunyah : klien dapat mengunyah dengan baik
Kemampuan menelan : klien dapat menelan dengan baik
Diet : bubur
Masalah keperawatan : gangguan penurunan nutrisi
g. Sistem Musculoskeletal
Rentang gerak : klien dapat melakukan aktivitas dengan
baik
Keseimbangan dan cara jalan : klien tidak dapat berjalan dengan
seimbang
Kemampuan memenuhi aktivitas sehari-hari : dibanti sebagian oleh
keluarganya/perawat
Gangguan tangan : klien dapat menggengam tanga dengan baik
Otot kaki : klien dapat berdiri dengan baik
Fraktur : klien tidak terdapat fraktur
Kekuatan otot : 3 4
4 4
Masalah keperawatan : mempertahankan kestabilan dan kesehatan

4. Sistem perkemihan
Urine : Kuning jernih
Frekuensi : 2-3x/hari
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Data penunjang tanggal : 11 november 2018
Laboratorium Nilai normal
-Hb : 8,69/dl L: 5,5 106/u
-Hemotoksil : 27ud 1°b

15
-Leukosit : 4000/mm 1000/m3
-Trombosit : 250.000/mm 15.000/mm
B. Analisa Data
Nama pasien : Tn. P Dx. Medik : sifilis
Jenis kelamin : laki-laki No. Medrek : 89923
No kamar/bed :8/8 hari/tanggal : 10 november 2012
No. Data Jenjang Etiologi Masalah

1. DS : Adanya infeksi Hipertermi

Klien mengatakan badannya panas ↓


tinggi
Lesi (belum nyeri
DO : dan bernanah)

Ku : lemah ↓

TD : 120/90 mmHg Chancre

Suhu : 38,70 C ↓

RR : 20 x/menit Demam

Resiko infeksi

Peningkatan suhu
tubuh

2. DS : Adanya nyeri pada Jalan saluran kemih


saluran kemih tidak efektif
Klien mengatakan nyeri pada
saluran kemih ↓

DO : Lesi merah
kecoklatan
Ku : lemah

Alat kelamin terasa nyeri, tampak

16
bernanah Treponema
pallidum masuk
aliran darah

Sakit kepala, nyeri


sendi, kelainan kulit

Jalan napas tidak


efektif

C. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai demam

2. Jalan saluran kemih tidak efektif berhubungan dengan keluarnya nanah pada saluran
berkemih

D. Intervensi Keperwatan

Nama pasien : Tn. P Dx. Medik : sifilis


Jenis kelamin : laki-laki No. Medrek : 89923
No kamar/bed :8/8 hari/tanggal : 10 november 2012
No. Tujuan Intervensi Rasional

1. Setelah dilakukan tindakan ˗ Mengkaji tanda- 1. Untuk


keperawatan selama 1x24 jam tanda vital mengetahui
masalah keperawatan kondisi dan
˗ Memberikan
Hipertermi dapat teratasi dasar intervensi
kompres hangat
dengan kriteria hasil : selanjutnya
pada area prontal
1. Klien tidak menggigil dan axial 2. Untuk
lagi menurunkan
˗ Kolaborasi dengan

17
2. Klien dapat beristirahat tim medis dalam suhu tubuh
dengan tenang pemberian obat
3. Untuk
antipiretik
mengurangi
demam/menuru
nkan suhu
tubuh

2. Setelah dilakukan tindakan ˗ Kolaborasikan 1. Untuk


keperawatan selama 1x24 jam dengan dokter dan mencegah agar
masalah keperawatan Tim medis dalam infeksi tidak
pemberian obat masuk ke
Jalan saluran kemih tidak
antibiotik daerah saluran
efektif dapat teratasi dengan
kemih
kriteria hasi : ˗ Kolaborasi dengan
dokter dalam 2. Untuk
Tidak keluarnya nanah pada
pemberian tindakan penyembuhan
saluran kemih
selanjutnya klien
selanjutnya

E. Implementasi Keperawatan

Nama pasien : Tn. P Dx. Medik : sifilis


Jenis kelamin : laki-laki No. Medrek : 89923
No kamar/bed :8/8 hari/tanggal : 10 november 2012
No. Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan Respon klien

1. Hipertermi berhubungan ˗ Mengkaji tanda- 4. Ku : lemah


dengan infeksi ditandai demam tanda vital
N : 80 x/menit
Ds : ˗ Memberikan
RR : 20 x/menit
kompres hangat
Klien mengatakan badannya
pada area prontal 5. Suhu tubuh
panas tinggi
dan axial klien masih
DO : panas
˗ Menganjurkan klien
6. Klien minum

18
Ku : lemah banyak minum sebanyak 6
gelas/hari
TD : 120/90 mmHg

Suhu : 38,70 C

RR : 20 x/menit

2. Jalan saluran kemih tidak ˗ Kolaborasikan 3. Klien


efektif berhubungan dengan dengan dokter dan mengatakan
keluarnya nanah pada saluran Tim medis dalam nyeri, pada
berkemih pemberian obat saluran kemih
mengeluarkan
DS : ˗ Kolaborasi dengan
nanah
dokter dalam
Klien mengatakan nyeri pada
pemberian tindakan 4. Klien
saluran kemih
selanjutnya mengatakan
DO : kulit pada
saluran kemih
Ku : lemah
tampak merah
Alat kelamin terasa nyeri,
5. Klien mau
tampak bernanah
meminum obat
yang diberikan

F. Evaluasi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi S : klien mengatakan membaik


ditandai demam
O:
Ds :
˗ Ku : membaik, RR :
Klien mengatakan badannya panas tinggi 20x/menit, T : 360 C, TD
: 120/90 mmHg
DO :

19
Ku : lemah A : Masalah teratasi

TD : 120/90 mmHg P : Intervensi dihentikan

Suhu : 38,70 C

RR : 20 x/menit

2. Jalan saluran kemih tidak efektif S : klien mengatakan tidak lagi


berhubungan dengan keluarnya nanah pada nyeri pada saluran kemih
saluran berkemih
O:
DS :
˗ Ku : membaik, tidak ada
Klien mengatakan nyeri pada saluran kemih lagi nanah

DO : A : masalah teratasi

Ku : lemah P : Intervensi dihentikan

Alat kelamin terasa nyeri, tampak bernanah

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual
(PMS). Lesi sifilis bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas.
Penampakan lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena
hubungan seksual. Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat
ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis
Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Penyebab infeksi sifilis
yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu
bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah
terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-
tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun
kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4
tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis
kongenital jarang sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis,
transplasenta, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang
mengidap penyakit sifilis. Pengobatannya dapat diberikan antibiotik
pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan eritromisin kerena tidak
mempengaruhi janinnya.

3.2 Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat
kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
yang positif dan membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar
dapat tersusun lebih baik lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC


Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta :
EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarata : Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha
Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

22

Anda mungkin juga menyukai