Anda di halaman 1dari 24

Preparasi Nanopartikel Seng Oksida dan Karakterisasi

Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray


Difraksi (XRD)

Kelompok

Naufal Rahmat Wisudawan 2018430062

Aryoga Herdyar Putra 2018430034

TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


0|K I M I A Z AT PA D AT
BAB 1

A. Latar Belakang

Zinc oksida dapat disebut bahan multifungsi berkat sifat fisik dan kimianya yang
unik. Tujuan utama makalah ini adalah preparasi nanopartikel Zinc oksida menggunakan
metode konvensional dan preparasi menggunakan surfaktan. Bagian pertama dari makalah ini
menyajikan berbagai metode preparasi nanopartikel Zinc oksida menggunakan prekursor
yang berbeda dan modifikasi permukaan menggunakan Poly Vinyl Alcohol (PVA). Bagian
selanjutnya dari makalah ini berkaitan dengan karakterisasi yang Zinc oksida yang telah
dipreparasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Difraksi X-Ray untuk
menentukan metode mana yang lebih layak dalam hal aglomerasi partikel, ukuran partikel,
pemisahan partikel.

B. Tujuan

Untuk menentukan metode mana yang lebih layak dalam hal aglomerasi(penyatuan)
partikel, ukuran partikel, pemisahan partikel menggunakan Scanning Electron Microscopy
(SEM) dan Difraksi X-Ray.

1|K I M I A Z AT PA D AT
BAB 2

Konsep nanoteknologi diperkenalkan oleh Richard Feynman pada tahun 1959,


ketika dia mempresentasikan yang disebut "ada banyak ruang di bagian bawah ”. Dalam
presentasinya dia tidak pernah menyebutkan secara langsung tentang nanoteknologi, dia
mangatakan bahwa pada akhirnya akan mungkin untuk memanipulasi atom dan molekul
secara tepat. Penemuan Scanning Tunneling Mikroskop pada tahun 1981 dan penemuan
fullerene pada 1985 dianggap sebagai titik temu kemajuan yang mengarah pada munculnya
nanoteknologi pada 1980-an. nanosains dan nanoteknologi secara luas dianggap sebagai
teknologi yang menentukan pada abad ke - 21 dan nanoteknologi didefinisikan sebagai
kontrol dan manipulasi penting di dimensi nano. Pengenalan nanoteknologi menghasilkan
pengembangan bubuk Nano yang bisa digunakan untuk berbagai aplikasi. Penelitian telah
dilakukan untuk bahan ukuran nano dalam beberapa tahun terakhir karena karakter unik
mereka berbeda dari kebanyakan. Salah satu yang menjanjikan dari nanopartikel dari logam
oksida dalam aplikasi kimia adalah kemampuannya yang luar biasa secara kimia untuk
menyerap berbagai molekul, terutama molekul organik yang dikhawatirkan sebagai bahaya
lingkungan.

Dalam beberapa tahun terakhir zinc oksida telah mempromosikan dirinya sebagai
bahan oksida logam yang menarik karena fisiknya yang unik dan sifat-sifat kimia seperti
stabilitas kimia dan mekanik yang tinggi, jangkauan penyerapan radiasi yang luas,
kemampuan sebagai katalis yang tinggi, koefisien kopling elektrokimia, sifat tidak beracun
dll. Dalam ilmu material, Zinc oksida adalah dianggap sebagai semikonduktor pada kelompok
II-VI, dengan pita energi luas 3,37 eV dan energi pita tinggi 60meV.Karena sifatnya yang
berbeda banyak digunakan di berbagai bidang seperti industri karet, farmasi dan industri
kosmetik, industri tekstil, elektronik dan industri teknologi elektro, dll. Nanometri Zinc
oksida bisa terjadi dalam berbagai struktur. Ini dapat terjadi dalam satu dimensi (1D), dua
dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) struktur. Struktur satu dimensi membentuk kelompok
terbesar termasuk needles, helixes, nanorods, ribbons, belts, wires dan combs. Zinc oksida
dapat terjadi dalam struktur dua dimensi seperti nanopellets, nanosheet / nanoplate. Contoh
struktur tiga dimensi oksida Zinc termasuk snowflakes, dandelion, flower dll. Dalam makalah
ini metode sintesis, karakterisasi, modifikasi permukaan akan dibahas. Zinc oksida bisa
disintesis menggunakan berbagai metode termasuk sintesis micro emulsion, spray drying,
metode sol-gel, pirolisis, pengendapan terkendali, sintesis plasma RF, vapour transport
2|K I M I A Z AT PA D AT
process, dll. Pengendapan terkendali dulu digunakan disini untuk sintesis nanopartikel Zinc
oksida.

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang


didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran
10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Kombinasi dari
perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk
mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk
keperluan penelitian dan industri .SEM memfokuskan sinar elektron (electron beam) di
permukaan obyek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari
permukaan obyek.

Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

1. Electron gun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya electron gun yang
digunakan adalahtungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi
sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan.
Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke
anoda.

2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel.

3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh
koil pemindai.

4. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik Secondary
Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari permukaan sampel dan akan dideteksi
oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT.

Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:

3|K I M I A Z AT PA D AT
Gambar 1. Mekanisme Kerja SEM

Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis
didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X. Sedangkan dari pantulan elastis
didapatkan sinyal backscattered elektron. Sinyal -sinyal tersebut dijelaskan pada gambar
berikut ini.

Gambar 2. Sinyal-sinyal dalam SEM

Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada
mikroskop cahaya dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron
4|K I M I A Z AT PA D AT
sekunder atau backscaterred elektron yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan
sampel tersebut dipindai dengan elektron. Elektron-elektron yang terdeteksi selanjutnya
diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang
pada monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah
diperbesar dapat dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang
ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi .

KOMPONEN UTAMA SEM

SEM memiliki beberapa peralatan utama, antara lain:

1. Penembak elektron (electron gun)

1) Ada dua jenis atau tipe dari electron gun yaitu :


a) Termal

Pada jenis ini, energi luar yang masuk ke bahan dalam bentuk energi panas. Energi panas ini
diubah menjadi energi kinetik. Semakin besar panas yang diterima bahan maka akan semakin
besar pula kenaikan energi kinetik yang terjadi pada electron. Pada situasi inilah akan terdapat
elektron yang pada ahirnya terlepas keluarmelalui permukaan bahan. Bahan yang digunakan
sebagai sumber elektron disebut sebagai emiter atau lebih sering disebut katoda. Sedangkan
bahan yangmenerima elektron disebut sebagai anoda. Dalam konteks tabung hampa (vacuum
tube) anoda lebih sering disebut sebagai plate. Dalam proses emisi termal dikenal dua macam
jenis katoda yaitu :

a) Katoda panas langsung (Direct Heated Cathode, disingkat DHC)

b) Katoda panas tak langsung (Indirect Heated Cathode, disingkat IHC)

Pada katoda jenis ini katoda selain sebagai sumber elektron juga dialiri oleh arus heater
(pemanas).Material yang digunakan untuk membuat katoda diantaranya adalah :

2) Tungsten Filamen

Material ini adalah material yang pertama kali digunakan orang untuk membuatkatode.
Tungsten memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai katoda yaitumemiliki ketahanan
mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (sekitar 3400 oC), sehingga tungsten banyak
digunakan untuk aplikasi khas yaitu tabung XRay yang bekerja pada tegangan sekitar 5000 V
dan suhu tinggi. Akan tetapiuntuk aplikasi yang umum terutama untuk aplikasi Tabung Audio

5|K I M I A Z AT PA D AT
dimana tegangankerja dan temperature tidak terlalu tinggi maka tungsten bukan material yang
ideal,hal ini disebabkan karena tungsten memilik fungsi kerja yang tinggi (4,52 eV) danjuga
temperature kerja optimal yang cukup tinggi (sekitar 2200 oC).

3) Field emission

Pada emisi jenis ini yang menjadi penyebab lepasnya elektron dari bahan ialahadanya gaya
tarik medan listrik luar yang diberikan pada bahan. Pada katoda yangdigunakan pada proses
emisi ini dikenakan medan listrik yang cukup besarsehingga tarikan yang terjadi dari medan
listrik pada elektron menyebabkanelektron memiliki energi yang cukup untuk lompat keluar
dari permukaan katoda.Emisi medan listrik adalah salah satu emisi utama yang terjadi pada
vacuum tubeselain emisi thermionic.

Jenis katoda yang digunakan diantaranya adalah :


- Cold Field Emission

- Schottky Field Emission Gun

2. Lensa Magnetik

Lensa magnetik yang digunakan yaitu dua buah condenser lens. Condenser lens kedua (atau
biasa disebut dengan lensa objektif) memfokuskan electron dengan diameter yang sangat
kecil, yaitu sekitar 10-20 nm.

3. Detektor

SEM memiliki beberapa detektor yang berfungsi untuk menangkap hamburan elektron dan
memberikan informasi yang berbeda-beda. Detektor-detektor tersebut antara lain:

- Backscatter detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai nomor


atom dan topografi.

- Secondary detector, yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai topografi

4. Sample Holder

Untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis dengan SEM.

6|K I M I A Z AT PA D AT
5. Monitor CRT (Cathode Ray Tube)

Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar dapat dilihat.

a) Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan


cahaya, dan sebagainya).

b) Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan, cacat
pada Integrated Circuit (IC)dan chip, dan sebagainya).

c) Komposisi, yaitu data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di dalam objek
(titik lebur, kereaktifan, kekerasan, dan sebagainya).

d) Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir di


dalam objek yang diamati (konduktifitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya).

Jenis sampel yang dapat dianalisa: sampel biologi atau material padat.
Aplikasi (analisa sampel):

Sampel Padat: logam, bubuk kimia, kristal, polymers, plastik, keramik, fosil, butiran, karbon,
campuran partikel logam, sampel Arkeologi.

Sampel Biologi: sel darah, produk bakteri, fungal, ganggang, benalu dan cacing. Jaringan
binatang, manusia dan tumbuhan.

Sampel Padatan Biologi: contoh profesi dokter gigi, tulang, fosil dan sampel arkeologi

Teori Dasar X-Ray Diffraction (XRD)

Proses analisis menggunakan X-ray diffraction (XRD) merupakan salah satu metoda
karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik
ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan
parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Sinar X merupakan radiasi
elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X
dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom.
Spektrum sinar X memilki panjang gelombang 10-10 s/d 5-10 nm, berfrekuensi 1017-1020 Hz
dan memiliki energi 103-106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama
dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. SinarX
7|K I M I A Z AT PA D AT
dihasilkan dari tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam sasaran. Olehk arena
itu, suatu tabung sinar X harus mempunyai suatu sumber elektron, voltase tinggi, dan logam
sasaran. Selanjutnya elektron elektron yang ditumbukan ini mengalami pengurangan
kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi foton.

Sinar X ditemukan pertama kali oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895, di
Universitas Wurtzburg, Jerman. Karena asalnya tidak diketahui waktu itu maka disebut sinar
X. Untuk penemuan ini Rontgen mendapat hadiah nobel pada tahun 1901, yang merupakan
hadiah nobel pertama di bidang fisika. Sejak ditemukannya, sinar-X telah umum digunakan
untuk tujuan pemeriksaan tidak merusak pada material maupun manusia. Disamping itu,
sinar-X dapat juga digunakan untuk menghasilkan pola difraksi tertentu yang dapat digunakan
dalam analisis kualitatif dan kuantitatif material. Pengujian dengan menggunakan sinar X
disebut dengan pengujian XRD (X-Ray Diffraction).

XRD digunakan untuk analisis komposisi fasa atau senyawa pada material dan juga
karakterisasi kristal. Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya yang melalui celah kristal.
Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari
radius yang memiliki panjang gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1
Angstrom. Radiasi yang digunakan berupa radiasi sinar-X, elektron, dan neutron. Sinar-X
merupakan foton dengan energi tinggi yang memiliki panjang gelombang berkisar antara 0.5
sampai 2.5 Angstrom. Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan suatu material, maka
sebagian berkas akan diabsorbsi, ditransmisikan, dan sebagian lagi dihamburkan terdifraksi.
Hamburan terdifraksi inilah yang dideteksi oleh XRD. Berkas sinar X yang dihamburkan
tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling
menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut
sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merumuskan tentang persyaratan yang harus dipenuhi
agar berkas sinar X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Ilustrasi difraksi
sinar-X pada XRD dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

8|K I M I A Z AT PA D AT
Gambar 3 : Ilustrasi difraksi sinar-X pada XRD

Gambar 4 : Ilustrasi difraksi sinar-X pada XRD


Dari Gambar 2 dapat dideskripsikan sebagai berikut. Sinar datang yang menumbuk pada titik
pada bidang pertama dan dihamburkan oleh atom P. Sinar datang yang kedua menumbuk
bidang berikutnya dan dihamburkan oleh atom Q, sinar ini menempuh jarak SQ + QT bila dua
sinar tersebut paralel dan satu fasa (saling menguatkan). Jarak tempuh ini merupakan
kelipatan (n) panjang gelombang (λ), sehingga persamaan menjadi :

Persamaan diatas dikenal juga sebagai Bragg’s law, dimana, berdasarkan persamaan diatas,
maka kita dapat mengetahui panjang gelombang sinar X (λ) dan sudut datang pada bidang kisi
(θ), maka dengan ita kita akan dapat mengestimasi jarak antara dua bidang planar kristal
(d001). Skema alat uji XRD dapat dilihat pada Gamnbar 5 dibawah ini.

9|K I M I A Z AT PA D AT
Gambar 5: Skema alat uji XRD
Dari metode difraksi kita dapat mengetahui secara langsung mengenai jarak rata-rata antar
bidang atom. Kemudian kita juga dapat menentukan orientasi dari kristal tunggal. Secara
langsung mendeteksi struktur kristal dari suatu material yang belum diketahui komposisinya.
Kemudian secara tidak langsung mengukur ukuran, bentuk dan internal stres dari suatu
kristal. Prinsip dari difraksi terjadi sebagai akibat dari pantulan elastis yang terjadi ketika
sebuah sinar berinteraksi dengan sebuah target. Pantulan yang tidak terjadi kehilangan energi
disebut pantulan elastis (elastic scatering). Ada dua karakteristik utama dari difraksi yaitu
geometri dan intensitas. Geometri dari difraksi secara sederhana dijelaskan oleh Bragg’s
Law (Lihat persamaan 2). Misalkan ada dua pantulan sinar α dan β. Secara matematis
sinar β tertinggal dari sinar α sejauh SQ+QT yang sama dengan 2d sin θ secara geometris.
Agar dua sinar ini dalam fasa yang sama maka jarak ini harus berupa kelipatan bilangan bulat
dari panjang gelombang sinar λ. Maka didapatkanlah Hukum Bragg: 2d sin θ = nλ. Secara
matematis, difraksi hanya terjadi ketika Hukum Bragg dipenuhi. Secara fisis jika kita
mengetahui panjang gelombang dari sinar yang membentur kemudian kita bisa mengontrol
sudut dari benturan maka kita bisa menentukan jarak antar atom (geometri dari latis).
Persamaan ini adalah persamaan utama dalam difraksi. Secara praktis sebenarnya nilai n pada
persamaan Bragg diatas nilainya 1. Sehingga cukup dengan persamaan 2d sin θ = λ . Dengan
menghitung d dari rumus Bragg serta mengetahui nilai h, k, l dari masing-masing nilai d,
dengan rumus-rumus yang telah ditentukan tiap-tiap bidang kristal kita bisa menentukan latis
parameter (a, b dan c) sesuai dengan bentuk kristalnya.

Estimasi Crystallite Size dan Strain Menggunakan XRD

10 | K I M I A Z A T P A D A T
Elektron dan Neutron memiliki panjang gelombang yang sebanding dengan dimensi
atomik sehingga radiasi sinar X dapat digunakan untuk menginvestigasi material kristalin.
Teknik difraksi memanfaatkan radiasi yang terpantul dari berbagai sumber seperti atom dan
kelompok atom dalam kristal. Ada beberapa macam difraksi yang dipakai dalam studi
material yaitu: difraksi sinar X, difraksi neutron dan difraksi elektron. Namun yang sekarang
umum dipakai adalah difraksi sinar X dan elektron. Metode yang sering digunakan untuk
menganalisa struktur kristal adalah metode Scherrer. Ukuran kristallin ditentukan
berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar X yang muncul. Metode ini sebenarnya
memprediksi ukuran kristallin dalam material, bukan ukuran partikel. Jika satu partikel
mengandung sejumlah kritallites yang kecil-kecil maka informasi yang diberikan
metiode Schrerrer adalah ukuran kristallin tersebut, bukan ukuran partikel. Untuk partikel berukuran
nanometer, biasanya satu partikel hanya mengandung satu kristallites. Dengan demikian, ukuran
kristallinitas yang diprediksi dengan metode Schreer juga merupakan ukuran partikel. Berdasarkan
metode ini, makin kecil ukuran kristallites maka makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan, seperti
diilustrasikan pada Gambar 4. Kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan
puncak difraksi yang mendekati sebuah garis vertikal. Kristallites yang sangat kecil menghasilkan
puncak difraksi yang sangat lebar. Lebar puncak difraksi tersebut memberikan informasi tentang
ukuran kristallites. Hubungan antara ukuran ksirtallites dengan lebar puncal difraksi sinar X dapat
diproksimasi dengan persamaan Schrerer [5-9].

Gambar 6 : XRD Peaks


Gambar 6 mengindikasikan bahwa makin lebar puncak difraksi sinar X maka semakin kecil
ukuran kristallites. Ukuran kristallites yangmenghasilkan pola difraksi pada gambar bawah
lebih kecil dari pada ukuran kristallites yang menghasilkan pola diffraksi atas. Puncak
diffraksi dihasilkan oleh interferensi secara kontrukstif cahaya yang dipantulkan oleh bidang-

11 | K I M I A Z A T P A D A T
bidang kristal. Hubungan antara ukuran ksirtallites dengan lebar puncal difraksi sinar X dapat
diproksimasi dengan persamaan Schrerer [5-7].

Scherrer Formula

Dimana:

 Crystallite size (satuan: nm) dinotasikan dengan symbol (D)


 FWHM (Line broadening at half the maximum intensity), Nilai yang dipakai adalah
nilai FWHM setelah dikurangi oleh “the instrumental line broadening” (satuan: radian)
dinotasikan dengan symbol (B)
 Bragg’s Angle dinotasikan dengan symbol (θ)
 X-Ray wave length dinotasikan dengan symbol (λ)
 K Adalah nilai konstantata “Shape Factor” (0.8-1) dinotasikan dengan symbol (K)
Perlu diingan disini adalah: Untuk memperoleh hasil estimasi ukuran kristal dengan lebih
akurat maka, nilai FWHM harus dikoreksi oleh "Instrumental Line Broadening" berdasarkan
persamaan berikut [4-9].

Dimana :
FWHMsample adalah lebar puncak difraksi puncak pada setengah maksimum dari sampel benda
uji dan FWHMstandard adalah lebar puncak difraksi material standard yang sangat besar
puncaknya berada di sekitar lokasi puncak sample yang akan kita hitung.

Contoh Estimasi Crystallite size menggunakan X-Ray Diffraction Analysis

12 | K I M I A Z A T P A D A T
Gambar 7: Penulis sedang melakukan sampel analisis menggunakan XRD Bruker 8 Advance
Setelah data hasil uji sampel menggunakan XRD diperoleh, Data hasil analisa yang diperoleh
tersimpan dalam format RAW.data, yang kemudian data tersebut dianalisa menggunakan Software
EVA, data hasil uji sampel yang diperoleh adalah berupa peak seperti gambar dibawah ini.

Gambar 8: XRD Peak untuk sampel Fe powder yang diuji penulis.


Sekilas Tentang Struktur Atom Suatu Unsur

Setiap atom terdiri dari inti yang sangat kecil yang terdiri dari proton dan neutron, dan
di kelilingi oleh elektron yang bergerak. Elektron dan proton mempunyai muatan listrik yang
besarnya 1,60 x 10-19 C dengan tanda negatif untuk elektron dan positif untuk proton

13 | K I M I A Z A T P A D A T
sedangkan neutron tidak bermuatan listrik. Massa partikel-partikel subatom ini sangat kecil:
proton dan neutron mempunyai massa kira-kira sama yaitu 1,67 x 10 -27 kg, dan lebih besar
dari elektron yang massanya 9,11 x 10-31 kg. Setiap unsur kimia dibedakan oleh jumlah proton
di dalam inti, atau nomor atom (Z). Untuk atom yang bermuatan listrik netral atau atom yang
lengkap, nomor atom adalah sama dengan jumlah elektron. Nomor atom merupakan bilangan
bulat dan mempunyai jangkauan dari 1 untuk hidrogen hingga 94 untuk plutonium yang
merupakan nomor atom yang paling tinggi untuk unsur yang terbentuk secara alami. Massa
atom (A) dari sebuah atom tertentu bisa dinyatakan sebagai jumlah massa proton dan neutron
di dalam inti. Walaupun jumlah proton sama untuk semua atom pada sebuah unsur tertentu,
namun jumlah neutron (N) bisa bervariasi. Karena itu atom dari sebuah unsur bisa
mempunyai dua atau lebih massa atom yang disebut isotop. Berat atom berkaitan dengan
berat rata-rata massa atom dari isotop yang terjadi secara alami. Satuan massa atom (sma)
bisa digunakan untuk perhitungan berat atom. Suatu skala sudah ditentukan dimana 1 sma
didefinisikan sebagai 1/12 massa atom dari isotop karbon yang paling umum, karbon 12 (12
C) (A = 12,00000). Dengan teori tersebut, massa proton dan neutron sedikit lebih besar dari
satu, dan,
A≅Z+N

Berat atom dari unsur atau berat molekul dari senyawa bisa dijelaskan berdasarkan
sma per atom (molekul) atau massa per mol material. Satu mol zat terdiri dari 6,023 x
1023 atom atau molekul (bilangan Avogadro). Kedua teori berat atom ini dikaitkan dengan
persamaan berikut: 1 sma/atom (molekul) = 1 g/mol Sebagai contoh, berat atom besi adalah
55,85 sma/atom, atau 55,85 g/mol. Kadang-kadang penggunaan sma per atom atau molekul
lebih disukai; pada kesempatan lain g/mol (atau kg/mol) juga digunakan.

BAB 3

A. Alat Dan Bahan

Alat

Scanning Electron Microscope (SEM)

14 | K I M I A Z A T P A D A T
X-Ray Diffraction (XRD)

Bahan

Zinc sulphate heptahydrate (M=287.49g/mol ,Sigma Aldrich),

Zinc acetate (M=219.5g/mol, Merk),

Poly Vinyl Alcohol (PVA) (Sigma Aldrich)

B. Cara Kerja

1. Preparasi Sampel

a) Preparasi menggunakan Zinc sulfat sebagai bahan awal


Untuk larutan encer Zinc sulfat heptahidrat ditambahkan natrium
hidroksida tetes demi tetes dalam rasio molar 1: 2, di bawah pengadukan kuat, dan
pengadukan dilakukan selama hampir 18 jam dan endapan putih terbentuk dalam
jumlah besar, endapan ini disaring dan dicuci dengan air suling dan dikeringkan

menggunakan tanur pada suhu 100 C dan ditumbuk menjadi serbuk halus dan

akhirnya bubuk yang diperoleh dikalsinasi pada suhu yang berbeda seperti 500 C,

700 C, 900 C. Di sini partikel dikalsinasi pada suhu yang berbeda untuk
mendapatkan gagasan tentang hubungan yang menghubungkan hasil dan suhu,
Lar.ZnSO
karena suhu
4
(e) kalsinasi ditingkatkan hasil berkurang
Terbentuk Sambil diaduk Saring dan Pijarkan
endapan selama 18 cuci pada suhu
+ NaOH putih jam endapan tsb
Tetes demi
tetes dengan
rasio 1;2

b) Preparasi menggunakan Zinc asetat sebagai bahan awal.


Awalnya, larutan Zinc asetat 1M diaduk dengan kuat, dan pada asetat Zinc
yang diaduk dengan kuat ini, larutan natrium hidroksida 2M ditambahkan tetes demi
Endapan
Lar.ZnAc 1M
15 | K I M I A Z A T P A D A T Sambil diaduk putih
Pijarkan
Terbentuk terbentuk,
selama 18 pada suhu
+ NaOH 2M bubur putih
jam Saring dan 400 ° C
Tetes demi
tetes cuci
endapan
tetes, terbentuklah bubur putih dalam jumlah besar, dan bubur putih ini secara terus
menerus diaduk selama 18 jam, endapan putih terbentuk, yang disaring dan dicuci
dengan air suling dan dikeringkan menggunakan tanur lalu ditumbuk menjadi bubuk
halus dan akhirnya dikalsinasi pada suhu 400 ° C. Jika suhunya lebih dari 400 ° C
maka partikel-partikelnya mulai terdegradasi secara termal dan Kita dapat
mengamati perubahan warna yang nyata dari putih menjadi abu gelap.

c) Preparasi menggunakan Poly Vinyl Alcohol (PVA) sebagai surfaktan


Untuk menyiapkan nanopartikel Zinc oksida 0,01% larutan PVA yang
disiapkan terlebih dahulu dan 2ml PVA ditambahkan ke larutan Zinc sulfat
heptahidrat 1M dan natrium hidroksida 2M ditambahkan ke dalamnya dengan
sangat lambat, larutan yang dihasilkan akan diaduk selama hampir 18 jam. Jika
konsentrasi PVA tinggi maka akan mengarahkan pada situasi di mana banyak busa
akan terbentuk, bukan endapan. Setelah 18 jam sejumlah besar endapan putih yang
terbentuk, disaring dan dicuci dengan air suling dan dikeringkan dalam tanur pada
suhu 100 ° C selama 2 jam kemudian ditumbuk menjadi bubuk halus dan akhirnya
dikalsinasi pada 450 ° C.
0 Lar.ZnSO4.
7H2O 1M
Saring dan
Sambil diaduk Terbentuk Keringkan
cuci
selama 18 endapan pada suhu
endapan
+ 2 mL PVA jam putih 100° C
+ NaOH 2M Pijarkan
pada suhu
450° C

2.Pengukuran
Gambar Scanning Electron Microscopy (SEM) dari nanopartikel Zinc oksida dan
epoksi nanokomposit diperoleh dengan menggunakan JSM-JEOL 6390 Scanning Electron
16 | K I M I A Z A T P A D A T
Microscope. JSM-6390 adalah kinerja tinggi, mikroskop elektron pemindaian biaya
rendah dengan resolusi tinggi 3nm. Antarmuka pengguna grafis yang dapat disesuaikan
memungkinkan instrumen dioperasikan secara intuitif. Dilengkapi dengan pelapis
otomatis untuk melapisi sampel dan waktu pelapisan secara otomatis disesuaikan oleh
pelapis dan bervariasi sesuai dengan sifat sampel.

BAB 4

17 | K I M I A Z A T P A D A T
A. Data Pengamatan

18 | K I M I A Z A T P A D A T
B. Hasil Dan Pembahasan

Gambar 1 menunjukkan gambar Scanning Electron Microscope (SEM) dari


nanopartikel Zinc oksida yang diperbesar dan menunjukann bahwa partikelnya menggumpal
dan pemisahan sempurna tidak terjadi

Gambar 2 menunjukkan gambar SEM pada perbesaran yang lebih tinggi dan kita
dapat melihat bahwa partikelnya menempel satu sama lain karena kekuatan fisik yang lemah.
Disini partikel terbentuk pada rentang ukuran mikro, kami menginginkan ukuran partikel
dalam wilayah tersebut berukuran setidaknya 100 nm sehingga dapat disimpulkan bahwa
preparasi zinc oksida menggunakan zinc sulfat sebagai bahan awal tidak menghasilkan
partikel dalam ukuran rentang nanometer dan juga pemisahan partikel dengan metode ini
tidak baik dan metode pemisahan ini sangat terpengaruhi oleh penggumpalan partikel.

Gambar 3 menunjukkan gambar Scanning Electron Microscope (SEM) dari Zinc


oksida yang dipreparasi menggunakan Zinc asetat sebagai bahan awal dibawah perbesaran
yang lebih rendah. Disini partikel sedikit menggumpal tetapi pemisahan partikel tidak cukup
baik dan juga dapat kita lihat bahwa partikel menempel karena kekuatan fisik yang lemah.

Gambar 4 menunjukkan gambar SEM dari Zinc oksida dibawah perbesaran yang lebih
tinggi, terlihat jelas pemisahan partikel tidak cukup baik dan juga terbentuk partikel yang
mempunyai rentang ukuran mikro jadi dapat disimpulkan bahwa Zinc oksida yang dipreparasi
menggunakan Zinc asetat sebagai bahan awal tidak menghasilkan partikel dengan rentang
ukuran nanometer dan penggumpalan partikel lebih sedikit terjadi dibandingkan metode
sebelumnya

Gambar 5 menunjukkan gambar Scanning Electron Microscope (SEM) dari Zinc


oksida yang dipreparasi menggunakan Zinc sulfat sebagai bahan awal dan Poly vinyl alcohol

19 | K I M I A Z A T P A D A T
sebagai surfaktan. Beginilah efek negative penggumpalan partikel dan pemisahan partikel
yang sudah selesai karena penambahan PVA sebagai surfaktan.

Gambar 6 menunjukkan gambar SEM pada perbesaran lebih tinggi dan kita dapat
melihat partikel dengan ukuran kurang dari 100 nm terbentuk dan juga memberikan gagasan
yang jelas tentang pemisahan partikel, kita dapat melihat bahwa partikel terpisah secara halus
dan tidak terlalu terpengaruh oleh penggumpalan.

Pengukuran menggunakan XRD hasil sintesis Zinc oksida menunjukkan luas puncak
pada 31,9 ; 34,5 ; 36,3 ; 56,7 dan 62,9 yang mana sesuai dengan struktur Zinc oksida.
Perluasan garis penting dari puncak difraksi adalah indicator bahwa bahan yang disintesis
berada dalam rentang nanometer. Ukuran partikel rata-rata telah ditentukan dari lebar penuh
saat setengah maksimumnya (FWHM) dari puncak difraksi menggunakan persamaan
Scherrer. Yang mana diberikan

dimana adalah panjang gelombang dari sinar x dan B adalah lebar penuh saat

setengah maksimum. Ukuran rata-rata dari nanopartikel Zinc oksida telah ditemukan sekitar
25 nm.

20 | K I M I A Z A T P A D A T
BAB 5

Kesimpulan

Nanopartikel Zinc oksida telah berhasil dipreparasi dengan dan tanpa menggunakan
surfaktan. Poly vinyl alcohol (PVA) digunakan sebagai surfaktan dan bubuk nano dipreparasi
untuk dikarakterisasi menggunakan Scanning electron microscope (SEM) dan Difrasi sinar X
(XRD). Menurut hasil karakterisasi hasilnya jelas bahwa preparasi metode konvensional yaitu
tanpa surfaktan sangat dipengaruhi oleh penggumpalan partikel dan juga pemisahan partikel
tidak cukup baik. Tetapi ketika dipreparasi menggunakan surfaktan, penggumpalan partikel
menjadi sangat berkurang dan juga pemisahan partikel menjadi baik. Dan yang paling penting
adalah ukuran partikel Zinc oksida yang dipreparasi menggunakan PVA berada dalam rentang
nanometer sedangakan dalam metode konvensional partikel berada dalam rentang
micrometer. Menurut karakterisasi oleh XRD, ukuran rata-rata partikel Zinc oksida yang
dipreparasi menggunakan PVA sebagai surfaktan telah ditentukan menggunakan persamaan
Scherrer. Rata-rata ukuran nanoparikel Zinc oksida telah ditemukan yaitu 25 nm.

21 | K I M I A Z A T P A D A T
DAFTAR PUSTAKA

[1] Agnieszka Kołodziejczak-Radzimska and Teofil Jesionowski(2014) “ Zinc Oxide—From


Synthesis to Application: A Review” materials 2833-2881

[2] AbdulazizBagabas, Ahmad Alshammari, Mohamed FA Aboud and Hendrik


Kosslick(2013) ”Room-temperature synthesis of zinc oxide nanoparticles in different media
and their application in cyanide photo degradation” Nanoscale research letters

[3] Hong, R.; Pan, T.; Qian, J.; Li, H.(2006) “Synthesis and surface modification of ZnO
nanoparticles”. Chem. Eng. J. ,119, 71–81.

[4] Ristiü, M.; Musiü, S.; Ivanda, M.; Popoviü,S (2005) . “Sol–gel synthesis and
characterization of nanocrystallineZnO powders”. J. Alloy. Compd., 39, L1–L4.

[5] Ismail, A.A.; El-Midany, A.; Abdel-Aal, E.A.; El-Shall, H. (2005) “Application of
statistical design to optimize the preparation of ZnO nanoparticles via hydrothermal
technique”. Mater. Lett. 59, 1924௅1928.

[6] Singhal, M.; Chhabra, V.; Kang, P.; Shah, D.O.(1997). “Synthesis of ZnO nanoparticles
for varistor application using Zn-substituted Aerosol OT microemulsion”. Mater. Res. Bull.,
32, 239௅247.

[7] A.Matei, I. Cernica1, O. Cadar, C. Roman, V. Schiopu1. “Synthesis and characterization of


ZnO – polymer nanocomposites”

[8] IA State. 2009. Microscopy. http://mse.iastate.edu/microscopy/college.html Tanggal akses


19 April 2019.

[10] www.terrachem.de Tanggal akses 19 April 2019


[11] Callister,Jr, W.D., Rethwisch, D.G,. “Materials Science and Engineering An Introduction
8Th”, John Wiley & Sons, Inc. 2009.

22 | K I M I A Z A T P A D A T
[12] Saryanto, H., "High Temperature Oxidation Behavior of Fe80Cr20 Alloys Implanted
with Lanthanum and Titanium Dopant" Master Thesis, Universiti Tun Hussein Onn Malaysia,
Malaysia, 2011.
[13] Abdullah, M & Khairurrijal,. "Review: Karakterisasi Nanomaterial" J. Nano Saintek. Vol.
2 No. 1, Feb. 2009.
[14] Abdullah, M., Isakndar, F., Okuyama, K. and Shi, F.G,. “ J. Appl. Phys. 89, 6431, 2001.
Abdullah, M. dan Khairurrijal, Nano Saintek. 1, 28. 2008.
[15] Itoh, Y. Abdullah, M and Okuyama, K,. J. Mater. Res. 19, 1077, 2004.
P. Scherrer, “Bestimmung der Grösse und der inneren Struktur von Kolloidteilchen mittels
Röntgenstrahlen,” Nachr. Ges. Wiss. Göttingen 26 (1918) pp 98-100.
J.I. Langford and A.J.C. Wilson, “Scherrer after Sixty Years: A Survey and Some New
Results in the Determination of Crystallite Size,” J. Appl. Cryst. 11 (1978) pp 102-
113.

23 | K I M I A Z A T P A D A T

Anda mungkin juga menyukai