Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era perkembangan pasar modal saat ini, investor menjadikan pasar modal

sebagai lahan bisnis yang dapat memberikan peluang keuntungan yang sangat besar.

Untuk itu dapat dipastikan bahwa investor akan mempertimbangkan secara detail

mengenai kemungkinan hasil yang akan diterima dengan mencari informasi sebanyak-

banyaknya mengenai kondisi keuangan perusahaan ataupun kinerja perusahaan.

Investor dapat mengetahui kinerja perusahaan dari laporan keuangan. Laporan

keuangan adalah sumber informasi perusahaan bagi pihak luar. Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan (PSAK) I No. 1 (2015:2) menyatakan bahwa laporan keuangan

merupakan suatu bagian dari pelaporan keuangan.

Umumnya seluruh bagian dari laporan keuangan adalah penting dan diperlukan

dalam menilai kinerja perusahaan dan pengambilan keputusan. Salah satu informasi

keuangan yang paling banyak digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan adalah

laba. Menurut PSAK No 1, informasi laba diperlukan untuk menilai perubahan potensi

sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan di masa depan, menghasilkan

arus kas dari sumber daya yang ada dan untuk perumusan pertimbangan tentang

efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI, 2010). Akan

tetapi, terkadang investor hanya mendasarkan keputusan investasi pada besarnya

jumlah laba dan tidak memperhatikan bagaimana laba tersebut dihasilkan. Kondisi

tersebut mengakibatkan manajer sering berusaha menonjolkan prestasinya melalui


tingkat keuntungan laba yang dicapai. Cara yang dapat dilakukan oleh manajemen

dalam memenuhi target yang diberikan oleh para investor adalah dengan melakukan

manajemen laba (earnings management).

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal

dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan investor. Keadaan

tersebut dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi atau asimetri

informasi. Asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyembunyikan

beberapa informasi yang tidak diketahui investor, serta dapat mempengaruhi angka-

angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan

manajemen laba.

Kasus kecurangan tentang pelaporan keuangan telah terjadi pada perusahaan-

perusahaan besar seperti kasus yang terjadi pada Xerox, Eron, Worldcom, Adelphia,

Microstrategy, dll (Stice et al.: 2007). Kasus kecurangan tentang pelaporan keuangan

juga terjadi di Indonesia pada tahun 2018 yang lalu, tepatnya pada PT Bank Bukopin

Tbk. PT Bank Bukopin melakukan revisi terhadap laporan keuangan tahun 2016 akibat

adanya perubahan yang cukup signifikan pada sejumlah variable. Misalnya, laba tahun

2016 sebelumnya tercatat sebesar Rp 1,08 triliun, namun dalam laporan keuangan

perusahaan tahun 2017, laba perusahaan tercatat sebesar Rp 183,53 miliar. Manajemen

PT Bank Bukopin mengungkapkan bahwa perubahan tersebut dipicu adanya

pencatatan tak wajar dari sisi pendapatan bisnis kartu kredit. Akibatnya terjadi

penurunan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR), dimana pada
tahun 2016 CAR berada di batas aman yakni 15,03%, namun setelah dilakukan revisi,

CAR tersebut menurun menjadi 11,62% (Kompas, 2018).

Menurut Scott (2009:403) manajemen laba sebagai pilihan yang dilakukan oleh

manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi yang dilakukan agar mempengaruhi

laporan untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Manajemen laba merupakan upaya

manajer untuk melakukan manajemen informasi akuntansi khususnya laba (earnings)

demi kepentingan pribadi dan/atau perusahaan. Manajemen laba berhubungan erat

dengan tingkat perolehan laba (earnings) atau prestasi suatu perusahaan, sehingga tidak

mengherankan bila manajer berusaha menonjolkan prestasinya melalui tingkat

keuntungan atau laba yang dicapai.

Perilaku manajemen laba selalu diasosiasikan dengan perilaku yang negatif, karena

manajemen laba menyebabkan tampilan informasi keuangan yang tidak menceminkan

keadaan sebenarnya. Hal ini terjadi akibat dari asimetri informasi antara manajemen,

pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan tingkat kepentingan

(keinginan) yang saling bersebrangan.

Graham, et al. (2005) membagi praktik manajemen laba menjadi dua yaitu

manipulasi akrual dan manipulasi riil. Gunny (2005) mengklasifikasikan manajemen

laba dalam tiga kategori yaitu frudalent accounting, accruals management, dan real

earnings management. Penelitian terdahulu umumnya lebih berfokus pada manajemen

akrual, padahal pada kenyataanya praktik manajemen laba tidak hanya dilakukan

dengan manipulasi akrual, tetapi juga dilakukan dengan tindakan manajemen laba riil.

Cohen, et al. (2008) menyatakan bahwa pegeseran manajemen akrual ke manajemen


laba riil dimulai setelah periode Sarbanes Oaxley Act, untuk menghindari deteksi yang

dilakukan auditor dan regulator. Beberapa alasan yang mendasari pergeseran

manajemen laba akrual ke manajemen laba riil adalah manipulasi akrual sering menjadi

perhatian auditor dan regulator daripada keputusan tentang penetapan harga dan

produksi. Apabila hanya menitikberatkan pada manipulasi akrual akan membawa

risiko pada perusahaan, karena fleksibilitas yang terbatas dalam melaporkan aktivitas

akrual (Graham, et al., 2005).

Manajemen laba riil adalah suatu tindakan yang terjadi ketika manajer melakukan

tindakan yang menyimpang dari praktek yang sebenarnya untuk meningkatkan laba

yang dilaporkan selama periode akuntansi berjalan (Gunny, 2005). Manajemen laba riil

dilakukan dengan tujuan spesifik yaitu untuk memenuhi target laba tertentu,

menghindari kerugian, dan mencapai target analyst forecast. Manajemen melakukan

manajemen laba riil dengan cara manipulasi penjualan, produksi secara berlebihan, dan

mengurangi pengeluaran diskresioner.

Manajemen laba riil dapat meningkatkan laba perusahaan pada periode berjalan,

dengan peningkatan laba, manajemen dapat memberikan informasi akan kinerja

perusahaan yang baik. Para investor cenderung tertarik pada perusahaan yang

profitable, apabila informasi laba yang meningkat dapat ditangkap dengan baik oleh

calon investor maka akan berpengaruh pada nilai perusahaan. Fama (1978) menyatakan

bahwa nilai perusahaan tercermin dari harga saham perusahaan, salah satu yang

meningkatkan harga saham adalah informasi laba, apabila harga saham meningkat

maka nilai perusahaan juga akan meningkat.


Leverage merupakan tingkat sejauh mana sekuritas dengan utang digunakan dalam

struktur modal sebuah perusahaan. Watts dan Zimmerman (1986) dalam Belkaoui,

(2006: 189), menyatakan bahwa semakin tinggi utang/ekuitas perusahaan, yaitu sama

dengan semakin dekatnya (semakin ketat) perusahaan terhadap batasan-batasan yang

terdapat pada perjanjian utang dan semakin besar kesempatan atas pelanggaran

perjanjian serta terjadinya biaya kegagalan teknis, maka semakin besar kemungkinan

para manajer menggunkan metode-metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba.

Selain itu, perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan menghadapi risiko yang

lebih tinggi juga, sehingga para investor akan menginginkan return yang semakin besar.

Pertumbuhan penjualan yang dimiliki perusahaan juga dapat memotivasi manajer

dalam memperoleh laba. Menurut Gu et al. (2005) perusahaan yang memiliki

pertumbuhan penjualan yang tinggi, kemungkinan tidak termotivasi dalam melakukan

tindakan manipulasi laba, sebaliknya jika perusahaan memiliki pertumbuhan penjualan

rendah maka akan memiliki kecenderungan memanipulasi laba.

Kepemilikan institusional diduga mampu memberikan mekanisme pengawasan

dalam perusahaan. Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang

dimiliki oleh institusi atau lembaga. Investor institusional dapat melakukan

pengawasan secara aktif karena investor institusional cenderung berinvestasi dalam

jumlah yang sangat besar sehingga pengawasan yang dilakukan tentunya lebih aktif

(Wiranata dan Nugrahanti, 2013). Maka dari itu, dengan adanya saham yang dimiliki

institusional dapat meminimalisir manajer untuk melakukan manajemen laba.


Terdapat beberapa penelitian yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi

manajemen laba riil. Devi dan Iskak (2018) meneliti tentang pengaruh corporate

governance, profitabilitas, leverage, dan kualitas audit terhadap manajemen laba riil.

Hasil dari penelitian Devi dan Iskak (2018) menunjukkan bahwa profitabilitas dan

kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba riil, sedangkan corporate

governance dan leverage tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba riil.

Selain itu, penelitian dilakukan oleh Budi dan Putri (2018) mengenai pengaruh

struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan kebijakan dividen terhadap manajemen

laba riil. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa, kepemilikan institusional

tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba riil, sedangkan ukuran

perusahaan dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

riil.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Fauziyah (2017) mengenai pengaruh kepemilikan

institusional dan leverage terhadap manajemen laba riil, yang menunjukkan hasil yang

berbeda dari penelitian Devi dan Iskak (2018), serta Budi dan Putri (2018). Hasil dari

penelitian tersebut yakni kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap

manajemen laba riil, dan leverage juga berpengaruh positif tetapi tidak signifikan

terhadap manajemen laba riil.

Penelitian Ningsih (2018) menemukan bahwa profitabilitas (ROA) dan

pertumbuhan penjualan (growth) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba riil,

namun ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba riil.


Dari paparan di atas, maka motivasi peneliti melakukan penelitian ini adalah

banyaknya penelitian terdahulu yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten akibat

beberapa faktor, yaitu periode penelitian dan jenis perusahaan yang diteliti. Hal ini

menjadikan sebuah isu yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, maka peneliti

melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS MANAJEMEN LABA RIIL

MELALUI FAKTOR-FAKTOR INTERNAL PADA PERUSAHAAN GO

PUBLIK YANG TERINDEKS DI BEI”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, penulis dapat

mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ROA berpengaruh terhadap manajemen laba riil?

2. Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba riil?

3. Apakah pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap manajemen laba riil?

4. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba riil?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh antara ROA terhadap manajemen laba riil.

2. Menganalisis pengaruh leverage terhadap manajemen laba riil.

3. Menganalisis pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap manajemen laba riil.

4. Menganalisis pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba riil.


1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terdiri atas:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan

mengenai manajemen laba riil, serta dapat memberikan ide dan gagasan untuk

penelitian berikutnya yang berkaitan dengan manajemen laba riil.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai

manajemen laba riil, serta dapat memberikan ide dan gagasan untuk penelitian

berikutnya yang berkaitan dengan manajemen laba riil.

b. Bagi Stakeholder

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bukti pertimbangan bagi

stakeholder dan pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan untuk

investasi maupun kredit dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap

pengelolaan perusahaan.

c. Bagi Manajemen Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan

pemahaman tentang manajemen laba riil untuk memperbaiki praktik

manajemen laba.
3. Manfaat kebijakan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan

pertimbangan terhadap regulasi mengenai penerapan manajemen laba bagi

perusahaan-perusahaan di Indonesia, mengingat manajemen laba sering dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai