Tentang
“Sejarah Hukum Pidana di Indonesia”
Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG 2019
Kata Pengantar
Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya saya bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini guna menggenapi tugas dari mata kuliah
Hukum Pidana.
Makalah yang berjudul “SEJARAH HUKUM PIDANA DI INDONESIA” ini juga bertujuan
untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai sejarah Hukum Pidana.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis memohon maaf
apabila terjadi kesalahan dari beberapa sumber, sehingga saran dan kritik dari penilai dan
pembaca sangat membantu untuk penyempurnaan makalah ini, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi orang lain dalam menambah wawasan.
Terima Kasih
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar……………………………………………………….
Daftar Isi……………………………………………………………..
BAB I Pendahuluan………………………………………………….
a. Latar Belakang………………………………………………..
b. Uraian Materi…………………………………………………
c. Rumusan Masalah…………………………………………….
d. Tujuan Penulisan……………………………………………...
BAB II Pembahasan…………………………………………………
a. Awal Mula Hukum Pidana di Dunia…………………………
b. Sejarah Hukum Pidana di Indonesia…………………………
BAB III Penutup……………………………………………………
a. Kesimpulan…………………………………………………..
Daftar Pustaka……………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membicarakan sejarah hukum pidana tidak akan lepas dari sejarah bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang hingga
sampai dengan saat ini. Beberapa kali periode mengalami masa penjajahan dari bangsa
asing. Hal ini secara langsung mempengaruhi hukum yang diberlakukan di negara ini,
khususnya hukum pidana. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik mempunyai
peranan penting dalam tata hukum dan bernegara. Aturan-aturan dalam hukum pidana
mengatur agar munculnya sebuah keadaan kosmis yang dinamis. Menciptakan sebuah tata
sosial yang damai dan sesuai dengan keinginan masyarakat.
KHUP yang kita gunakan saat ini bukanlah hukum murni yang berasal dari bangsa
Indonesia sendiri, melainkan KHUP yang kita gunakan saat ini memiliki sejarah yang
cukup panjang. Pada bab ini membahas tentang sejarah hukum pidana di indonesia. Dalam
sejarah hukum pidana di Indonesia ini memuat keterkaitan antara code penal di perancis
dengan hukum pidana yang kita gunakan saat ini. Tidak hanya itu, dalam bab ini juga
mebahas sejarah KUHP dari zaman Romawi, zaman VOC, Zaman Hindia Belanda, Zaman
penjajah Jepang, Zaman Kemerdekaan hingga rancangan KUHP baru
B. Uraian Materi
Code Penal prancis merupakan turunan dari KUHP karena Belanda pernah di jajah
oleh Prancis sejak tahun 1811 sampai tahun 1813 ketika raja prancisnya adalah Napoleon
Bonaparte. Code Penal tetap di berlakukan di belanda meskipun penjajahan di Perancis
sudah berakhir sejak tahun 1813 dikarnakan ditetapkan dalam Koninkrijk Besluit yang
menentukan bahwa sementara code pelan di perancis masih tetap berlaku tanpa ada
perubahan-perubahan.kitab undang-undang hukum pidana nasional juga telah di usahakan
dibentuk oleh belanda, namun masih tetap mengalami kegagalan. Tatun 1870 Belanda
membentuk suatu panitia untuk merancang KUHP yang bersipat Nasional.
Tahun 1875 panitia berhasil membentuk dan menyelesaikan rancangan KUHP
Belanda yang akan menggantikan Code Penal dan menyerahkannya kepada yang akan
menggantikan Code Penal dan kemudian mengajukan rancangan KUHP tersebut
kepada Tweede Kamer pada tahun 1879 dan baru di setujui pada tanggal 3 maret 1881
setelah di adakannya perubahan seperti itu Belanda berhasil membentuk KUHP nasional
yang kemudian akan menggantikan Code Penal dan di nyatakan berlaku sejak awal 1886
dengan nama Wetboek van Strafrecht. Kemudian code penal di prancis di gunakan sebagai
kitab Undang-Undang Hukum pidana di belanda selama 75 Tahun.
KUHP yang kita gunakan saat ini adalah turunan dari code penal perancis yang di
mana dulu perancis pernah menjajah belanda kemudian bangsa Indonesia dijajah oleh
belanda. Sampai saat ini KUHP Indonesia masih memakai KUHP turunan dari prancis dan
belanda. Indonesia menggunakan hukum pidana perancis karena pada zaman penjajah dulu
belum banyak pakar hukum seperti sekarang ini. dalam benak kitapasti ada pertanyaan,
apakah sesuai kode penal perancis yang dipakai oleh Indonesia sampai sekarang
dengankeadaan Indonesia sekarang? Faktanya sampai sekarang KUHP yang kita gunakan
yang berasal dari code penal perancis masih kita gunakan. Kalau tidak sesuai tidak kan
digunakan sampai sekarang. Walaupun ada beberapa pasal yang diubah tetapi itu tidak jauh
menyimpang dari code penal di perancis. Contoh pada zaman dahulu seorang pidana
diberikan hukuman penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp .900. Jika tidak
dilakukan revisi maka tidak sesuai hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana
kalau dilhat dari nominal denda yang diberikan. Di Indonesia ada 2 hukum yaitu hukum
adat dan hukum nasional. Hukum adat itu sah digunakan apabila tidak ada termuat didalam
kitab undang- undang hukum pidana (KUHP) dan tidak menyimpang dari KUHP itu
sendiri. Karena dimana ada masyarakat disana ada hukum (ubi soceretas ibi ius)
contoh orang kawin sasak di larikan walaupun sudah dilarikan tetapi dia itu tidak
melakukan hubungan karna ada ketentuan hukum yang mengaturnya. Itulah beberapa
pertanyaann yang kami ajukan ketika melakukan wawancara di pengadilan negeri dan
kejaksaan tinggi.
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penulisan
Dimulai pada zaman Romawi. Dapat dikatakan hukum Romawi yang dituangkan
dalam Corpus Iuris Civil berlaku hampir selama seribu tahun atau dalam pertengahan
abad ke-6 Masehi. Dari sinilah kemudian hukum Romawi mengembankan dirinya
meliputi wilayah-wilayah yang semakin luas di seluruh Eropah. Gejala ini dinamakan
penerimaan (resepsi) hukum Romawi.
Adanya kepercayaan pada hukum alam yang asasi, yang dianggap sebagai suatu
hukum yang sempurna dan berlaku bagi setiap waktu (zaman) dan tempat, oleh karena itu
mereka yang menerima hukum alam ini dapat melepaskan dirinya dari hukum Romawi
yang telah dipelajari di negara Italia dan Perancis Selatan, maka biasanya mereka
menyamakan hukum alam itu hukum Romawi.
Salah satu negara di Eropa yang meresepsi hukum Romawi adalah Perancis.
Hal ini dikarenakan dalam sejarahnya Perancis pernah ditaklukan oleh Caesar, kira-kira
50 tahun sebelum Masehi. Kemudian dalam abad ke-5 sesudah Masehi, timbullah
perubahan dimana bangsa Germania memasuki Gallia. Mula-mula bangsa Wetsgota yang
menduduki barat daya Gallia.
Pada abad ke XVIII ada dua peristiwa yang menggemparkan, yang mempunyai
pengaruh besar terhadap opni publik yaitu mengenai pedagang JEAN CALAS (1762) di
Toulouse dijatuhi hukuman mati. VOLTAIRE telah menggugatnya dan meminta supaya
diadakan pemeriksaan revisi. Pemeriksaan revisi terjadi pada tahun 1765, dimana
dinyatakan bahwa JEAN CALAS tidak bersalah dan putusan yang pertama dibatalkan;
tetapi nyawa JEAN CALAS sudah tidak ada lagi;
Peristiwa kedua yang terjadi pada waktu 1764, adalah tulisan BECCARIA “Dei
delitti e delle pene” yang memprotes pelaksanaan hukuman-hukuman yang diluar peri
kemanusiaan dan kejamnya hukuman-hukuman. Kedua peristiwa itu, di samping
memberikan anjuran pemakai akal budi pada zaman RENAISSANCE (Aufklarung),
sangat banyak pengaruhnya terhadap pembaharuan hukum pidana.
Pada tahun 1791 setelah Revolusi Perancis terbentuk CODE PENAL yang
pertama yang dalam banyak hal dipengaruhi oleh jalan pikirannya BECCARIA. Pada
tahun 1810 dalam pemerintah NAPOLEON yang berlaku hingga saat ini, Code Penal
tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran dari seorang utilist Inggris yang bernama
BENTHAM. Hukum Pidana ini dalam banyak hal masih ditujukan untuk menakut-nakuti,
terutama terlihat dari ancaman pidananya.
Sebelum kedatangan bangsa Belanda yang dimulai oleh Vasco da Gamma pada
tahun 1596, orang Indonesia telah mengenal dan memberlakukan hukum pidana adat.
Hukum pidana adat yang mayoritas tidak tertulis ini bersifat lokal, dalam arti hanya
diberlakukan di wilayah adat tertentu.
Hukum adat tidak mengenal adanya pemisahan yang tajam antara hukum pidana
dengan hukum perdata (privaat). Pemisahan yang tegas antara hukum perdata yang
bersifat privat dan hukum pidana yang bersifat publik bersumber dari sistem Eropa yang
kemudian berkembang di Indonesia. Dalam ketentuannya, persoalan dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat adat ditentukan oleh aturan-aturan yang diwariskan secara turun-
temurun dan bercampur menjadi satu.
Di beberapa wilayah tertentu, hukum adat sangat kental dengan agama yang
dijadikan agama resmi atau secara mayoritas dianut oleh masyarakatnya. Sebagai contoh,
hukum pidana adat Aceh, Palembang, dan Ujung Pandang yang sangat kental dengan
nilai-nilai hukum Islamnya.
Begitu juga hukum pidana adat Bali yang sangat terpengaruh oleh ajaranajaran
Hindu.
Di samping hukum pidana adat mengalami persentuhan dengan agama yang
dipeluk oleh mayoritas penduduk, karakteristik lainnya adalah bahwa pada umumnya
hukum pidana adat tidak berwujud dalam sebuah peraturan yang tertulis. Aturan-aturan
mengenai hukum pidana ini dijaga secara turun-temurun melalui cerita, perbincangan,
dan kadang-kadang pelaksanaan hukum pidana di wilayah yang bersangkutan. Namun, di
beberapa wilayah adat di Nusantara, hukum adat yang terjaga ini telah diwujudkan dalam
bentuk tulisan, sehingga dapat dibaca oleh khalayak umum. Sebagai contoh dikenal
adanya Kitab Kuntara Raja Niti yang berisi hukum adat Lampung, Simbur Tjahaja yang
berisi hukum pidana adat Sumatera Selatan, dan Kitab Adigama yang berisi hukum
pidana adat Bali.
2. Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda
a. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Tahun 1602-1799
Masa pemberlakuan hukum pidana Barat dimulai setelah bangsa Belanda
datang ke wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya beberapa
peraturan pidana oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). VOC
sebenarnya adalah kongsi dagang Belanda yang diberikan “kekuasaaan wilayah”
di Nusantara oleh pemerintah Belanda. Hak keistimewaan VOC berbentuk hak
octrooi Staten General yang meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan,
mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di
Nusantara, dan mencetak uang. Pemberian hak demikian memberikan
konsekuensi bahwa VOC memperluas dareah jajahannya di kepulauan Nusantara.
Dalam usahanya untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan
aturanaturan yang dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang pribumi.
Setiap peraturan yang dibuat VOC diumumkan dalam bentuk plakaat,
tetapi pengumuman itu tidak tidak disimpan dalam arsip. Sesudah diumumkan,
plakaat peraturan itu kemudian dilepas tanpa disimpan sehingga tidak dapat
diketahui peraturan mana yang masih berlaku dan yang sudah tidak berlaku lagi.
Keadaan demikian menimbulkan keinginan VOC untuk mengumpulkan kembali
peraturan-peraturan itu. Kumpulan peraturan-peraturan itu disebut sebagai
Statuten van Batavia (Statuta Betawi) yang dibuat pada tahun 1642.
Pada tahun 1766 Statuta Batavia itu dibuat kembali dan dihasilkan Statuta
Batavia Baru. Statuta itu berlaku sebagai hukum positif baik bagi orang pribumi
maupun bagi orang asing, dengan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
peraturan-peraturan lain. Walaupun statuta tersebut berisi kumpulan peraturan-
peraturan, namun belum dapat disebut sebagai kodifikasi hukum karena belum
tersusun secara sistematis.
Dalam perkembangannya, salah seorang gubernur jenderal VOC, yaitu Pieter
Both juga diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara pidana yang terjadi
di peradilan-peradilan adat. Alasan VOC mencampuri urusan peradilan pidana
adat ini disebabkan beberapa hal, antara lain:
i) sistem pemidanaan yang dikenal dalam hukum pidana adat tidak memadai
untuk dapat memaksakan kepada penduduknya agar mentaati
peraturanperaturan;
ii) sistem peradilan pidana adat terkadang tidak mampu menyelesaikan
perkara pidana yang terjadi karena permasalahan alat bukti; dan
iii) adanya perbedaan pemahaman mengenai kejahatan dan pelanggaran
antara hukum pidana adat dengan hukum pidana yang dibawa VOC.
Sebagai contoh adalah suatu perbuatan yang menurut hukum pidana adat
bukanlah dianggap sebagai kejahatan, namun menurut pendapat VOC
perbuatan tersebut dianggap kejahatan, sehingga perlu dipidana yang
setimpal.
Dengan adanya dua peraturan hukum pidana yang diberlakukan di Indonesia oleh
dua “penguasa” yang bermusuhan ini, maka munculah dua hukum pidana yang
diberlakukan bersama-sama di Indonesia. Oleh para ahli hukum pidana, adanya dua
hukum pidana ini disebut masa dualisme KUHP.
b. Tahun 1949-1950
Dengan adanya ketentuan ini maka praktis hukum pidana yang berlaku pun masih
tetap sama dengan dahulu, yaitu Wetboek van Strafrecht yang berdasarkan Pasal 6
ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 dapat disebut sebagai Kitab Undang-undang
Hukum Pidana. Namun demikian, permasalahan dualisme KUHP yang muncul
setelah Belanda datang kembali ke Indonesia setelah kemerdekaan masih tetap
berlangsung pada masa ini.
c. Tahun 1950-1959
Setelah negara Indonesia menjadi negara yang berbentuk negara serikat selama 7
bulan 16 hari, sebagai trik politik agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, maka
pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara republik-kesatuan.
Dengan perubahan ini, maka konstitusi yang berlaku pun berubah yakni diganti
dengan UUD Sementara.
Sebagai peraturan peralihan yang tetap memberlakukan hukum pidana masa
sebelumnya pada masa UUD Sementara ini, Pasal 142 UUD Sementara
menyebutkan:
Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang
sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1050, tetap berlaku dengan tidak berubah
sebagai peraturan-peraturan dan ketentuanketntuan Republik Indonesia sendiri,
selama dan sekedar peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut,
ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha
atas kuasa Undang Undang Dasar ini.
Dengan adanya ketentuan Pasal 142 UUD Sementara ini maka hukum pidana
yang berlaku pun masih tetap sama dengan masa-masa sebelumnya, yaitu Wetboek
van Strafrecht (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Namun demikian,
permasalahan dualime KUHP yang muncul pada tahun 1945 sampai akhir masa
berlakunya UUD Sementara ini diselesaikan dengan dikeluarkannya UU Nomor 73
Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah
Undang-undang Hukum Pidana. Dalam penjelasan undang-undang tersebut
dinyatakan:
“Adalah dirasakan sangat ganjil bahwa hingga kini di Indonesia masih berlaku
dua jenis Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yakni Kitab Undang-undang
Hukum Pidana menurut UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Wetboek Strafrecht
voor Indonesia (Staatblad 1915 Nomor 732 seperti beberapa kali diubah),
yang sama sekali tidak beralasan. Dengan adanya undang-undang ini maka
keganjilan itu ditiadakan. Dalam Pasal 1 ditentukan bahwa UU Nomor 1
Tahun 1946 dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.”
d. Tahun 1959-sekarang
Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang salah satunya berisi
mengenai berlakunya kembali UUD 1945, maka sejak itu Indonesia menjadi negara
kesatuan yang berbentuk republik dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Oleh
karena itu, Pasal II Aturan Peralihan yang memberlakukan kembali aturan lama
berlaku kembali, termasuk di sini hukum pidananya. Pemberlakuan hukum pidana
Indonesia dengan dasar UU Nomor 1 Tahun 1946 pun kemudian berlanjut sampai
sekarang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun Indonesia telah mengalami
empat pergantian mengenai bentuk negara dan konstitusi, ternyata sumber utama
hukum pidana tidak mengalami perubahan, yaitu tetap pada Wetboek van Strafrecht
(Kitab Undang-undang Hukum Pidana) walaupun pemberlakuannya tetap
mendasarkan diri pada ketentuan peralihan pada masing-masing konstitusi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
KUHP yang saat ini kita gunakan adalah turunan dari code penal perancis.
Dahulu perancis pernah menjajah belanda, dan belanda pernah menjajah
Indonesia.Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya
hukum pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon)
memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun
Seirei melalui Osamu Seirei. Pertama kali, pemerintahan militer Jepang
mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang
tersebu tmenyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya,
hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk
sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer.
KUHP Indonesia memiliki banyak sejarah diantaranya Pada zaman
Romawi, VOC, Hindia Belanda, Zaman Penjajah Jepang, Zaman Kemerdekaan
dan yang terakhir Rancangan KUHP baru.
Hasrat untuk mengadakan kodifikasi KUHP nasional yang di susun oleh
putera-putera indonesia sendiri yang sumbernya digali dari bumi indonesia
dengan memperhatikan perkembangan dunia modrn di bidang hukum pidana,
Usaha-usaha konkret menuju tercapainya hasrat tersebut antara lain dapat
dikemukakan usaha Basaruddin S.H.dan iskandar Situmorang,S.H.yang
menyusun Rancangan Buku I KUHP Pada tahun 1971 dan Buku II KUHP Pada
Tahun 1976.
Kemudian,sejak tahun 1979 telah dibentuk Tim Pengkajian Hukum
Pidana,yang diberikan Tugas menyusun Rancangan KUHP baru oleh
pemerintah (Menteri Kehakiman dalam hal ini Badan Pembinaan Hukum
Nasional).
Pada tahun itu disusunlah materi-materi yang diperlakukan untuk tujuan
tersebut.
Tahun 1981-1982 konsep Rancangan Buku I telah diselesaikan dalam arti
kasar.Pada tahun 1982 itu diadakanlah Lokarya di BABINKUMNAS
membahas rancangan tersebut sesudah itu,terus-menerus tim berkumpul untuk
memperhalus rumusan Rancangan Buku I tersebut dan menyusun Rancangan
Buku II sampai tahun 1985.pada Tahun 1985 itu diadakanlah Lokarya lagi di
tempat yang sama untukmembahas Buku II
Pada tahun 1986 diadakan Lokarya khusus mengenai sangsi pidana
ditempat yang sama.dan terakhir Lokarya mengenai delik komputer dan delik
terhadap penyelenggaraan peradilan.
Menurut pendapat penulis,dapat dikatakan bahwa pada saat tulisan ini disusun
(mei 1991),99%pekerjaan menyusun Rancangan Buku I KUHP telah selesa dan
80% pekerjaan menyusun Buku II KUHP telah dicapai pula.
Perbedaan yang mencolok antara Rancangan dan KUHP (lama) ialah
Rancangan hanya terdiri atas dua buku,sedangkan KUHP (lama) yang sama
dengan WvS Belanda terdiri atas tiga buku.Dengan sendirinya perbedaan antara
delik kejahatan dan delik pelanggaran di dalam Rancangan telah ditiadakan.
Jadi sama dengan KUHP Jerman,Jepang,Korea,dan lain-lain tetapi materi
Buku II 95% sama dengan KUHP lama dan WvS Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
https://dinatropika.wordpress.com/2009/12/17/sejarah-hukum-pidana/
http://ronikurosaky.blogspot.com/2015/01/sejarah-hukum-pidana-di-
indonesia.html
Hamzah Andy, SH, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta. PT Asdi Mahasatya
http://wardahcheche.blogspot.com/2014/11/sejarah-hukum-pidana.html
https://www.academia.edu/35213998/SEJARAH_HUKUM_PIDANA_DI_INDONE
SIA_-_for_merge