PAPER
ID
2017
KAWASAN
KONSERVASI
PERAIRAN
INVESTASI CERDAS UNTUK
PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN
HAYATI LAUT DAN MEMBANGUN
PERIKANAN INDONESIA
KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Investasi cerdas untuk perlindungan keanekaragaman hayati laut dan
membangun perikanan Indonesia
Penulis:
Estradivari, Christian Novia N. Handayani, Fikri Firmansyah, Muhammad Yusuf
& Veda Santiadji
Kontributor:
Wawan Ridwan, Imam Musthofa, Anton Wijonarno, M. Ridha Hakim,
Abdullah Habibi, Dirga Daniel, Gabby Ahmadia, & Dwi Aryo Tjiptohandonoo
Saat ini, para ahli dan praktisi sepakat bahwa KKP merupakan salah satu solusi terbaik
untuk menekan ancaman terhadap ekosistem pesisir dan melindungi habitat penting
untuk ikan memijah, tumbuh dan mencari makan, sehingga masyarakat sekitar KKP
mendapatkan manfaat dari perikanan yang sehat. Manfaat lain dari KKP adalah untuk
mengembangkan pariwisata bahari laut dari sumber daya laut yang terjaga sehingga
bisa mendatangkan keuntungan ekonomi buat masyarakat dan pemerintah lokal.
Wawan Ridwan
Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia
Lingkungan laut yang sehat perlu didukung oleh pengelolaan agar sumber daya alam tetap lestari.
SEBUAH INVESTASI
CERDAS Ancaman terhadap ekosistem pesisir dan laut
menjadikan kondisi habitat pesisir dan laut
menurun dalam 10 tahun terakhir (Burke, et al.,
2012). Oleh karena itu kita perlu
17,98 JUTA HA mengalokasikan sebagian kecil kawasan pesisir Indonesia untuk
LUASAN KKP YANG dilindungi agar habitat dan keanekaragaman hayati yang rusak
ADA DI INDONESIA dapat pulih kembali dan terus memberikan manfaat ekologi, sosial
SAMPAI DENGAN dan ekonomi secara berkesinambungan untuk masyarakat.
DESEMBER 2016
Perlindungan kawasan perairan sebenarnya bukan hal yang baru,
masyarakat tradisional/adat telah mempraktekkan berbagai bentuk
kearifan lokal yang memiliki prinsip konservasi dimana sumber daya
laut dikelola agar tetap lestari, seperti Sasi di Indonesia Timur,
Hading Mulung di Alor, Awig-awig di Bali dan Lombok, atau
Panglima Laut di Aceh. Pemerintah Indonesia pun telah memulai
konservasi wilayah laut dengan pembentukan Taman Nasional dan
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dari tahun 1978. Saat ini, KKP 1
menjadi salah satu alat paling efektif yang dapat dilaksanakan di saat
sumber daya yang tersedia terbatas dan ancaman terhadap
ekosistem sudah semakin mengkhawatirkan.
1
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang dipakai dalam publikasi ini adalah seluruh tipe kawasan
konservasi di wilayah perairan yang dikelola oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan serta
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memiliki status minimal dicadangkan, telah lolos
verifikasi tata batas, dan memiliki SK minimal dari Bupati.
Gambar 1. Sebaran KKP di Indonesia. Per Desember 2016, terdapat 165 KKP dengan total luasan
mencapai 17,98 juta hektar (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016b)
Masyarakat lokal memiliki peran penting dalam pengelolaan SDL, sehingga keterlibatan mereka
dalam pengelolaan mutlak diperlukan.
2
Zona inti merupakan salah satu zona yang ada dalam KKP. Bentuk zona inti yang ideal adalah simetris
berupa kotak atau lingkaran, sehingga dapat memaksimalkan pergerakan ikan dewasa. Namun, apabila
pada suatu kasus bentuk zona inti tidak bisa simetris, maka diharapkan ukuran diameter zona inti dapat
diperbesar agar perlindungan tetap berjalan efektif (Krueck et al., in prep).
Gambar 3. Lokasi yang memiliki nilai konservasi tinggi dan konektivitas larva yang kuat.
Lokasi-lokasi tersebut potensial untuk dicadangkan sebagai KKP baru di Bentang Laut Sunda
Banda. Arsiran memperlihatkan semakin gelap warna biru maka semakin penting untuk
dilindungi, sementara tanda bintang menunjukkan lokasi dengan nilai konektivitas larva paling
tinggi. Lingkaran warna hitam dan bintang merah menandakan lokasi paling penting yang
harus dilindungi.
Untuk membangun jejaring KKP yang tangguh diperlukan desain jejaring yang
memperhatikan penyebaran resiko, melindungi habitat kritis, mempertimbangkan
konektivitas antar KKP, penurunan tingkat ancaman, dan pemanfaatan yang
berkelanjutan (Green, et al., 2013), sehingga dapat mengantisipasi tekanan terhadap
ekosistem. Sedangkan dari sisi sosial-ekonomi dan budaya, pengelolaan KKP secara
berjejaring dapat memperkuat kerja sama antar daerah sehingga diharapkan juga bisa
meminimalisir konflik kepentingan serta dapat mengakomodasi kearifan lokal dan
adat istiadat yang lebih luas. Keuntungan lainnya adalah kesempatan pembelajaran
bersama atas keberhasilan pengelolaan KKP dalam satu jejaring.
03 MENERAPKAN STRATEGI
PEMANFAATAN PERIKANAN
DI SETIAP KKP
Strategi pemanfaatan perikanan (Harvest Strategy/HS) merupakan komponen
terpenting dari kerangka pengelolaan perikanan dalam seluruh wilayah pengelolaan
perikanan Indonesia (WPP-RI), termasuk KKP. Setiap KKP harus memiliki strategi
pemanfaatan perikanan yang dituangkan dalam rencana pengelolaan perikanan
(RPP), yang bertujuan untuk pengambilan keputusan dalam mengatur tingkat
eksploitasi serta mengendalikan aktivitas penangkapan dan jumlah tangkapan untuk
spesies ikan tertentu. Dalam hal ini, strategi pemanfaatan perikanan berfungsi sebagai
salah satu perangkat operasional untuk suatu RPP dan harus menjadi basis dari siklus
pengelolaan perikanan yang adaptif.
Salah satu metode yang digunakan dalam strategi pemanfaatan perikanan adalah
Harvest Control Rules (HCR) atau aturan pengendalian penangkapan. HCR
merupakan alat penting dalam pengelolaan perikanan modern dan juga merupakan
kebutuhan beberapa program sertifikasi ekolabel. HCR mengidentifikasi tindakan
pengelolaan yang disepakati sebelumnya terkait dengan status stok dan kondisi
ekonomi atau lingkungan lainnya terhadap angka acuan yang disepakati (Berger et al.,
2012).
Bentuk HCR akan tergantung pada instrumen pengelolaan yang digunakan dalam
perikanan. Jika pengendalian output yang digunakan, HCR akan menentukan tingkat
hasil tangkapan (misalnya kuota) untuk setiap tingkat stok. Bila pengendalian input
yang digunakan, aturan pengendalian akan menentukan tingkat input (antara lain
tingkat upaya penangkapan, batas ukuran, musim penangkapan, lokasi penangkapan)
untuk status stok tertentu. Aturan pengendalian penangkapan antara lain menyatakan
tindakan/langkah pengelolaan yang harus diambil pada saat tingkat fishing mortality
lebih tinggi daripada angka acuan dan/atau kelimpahan stok lebih rendah dari angka
acuan atau tingkat upaya penangkapan.
Pencatatan hasil tangkapan nelayan dapat berguna untuk mengestimasi kondisi perikanan.
Pemberian hak eksklusif ini bisa diintegrasikan dengan pengelolaan adat atau
tradisional yang telah berjalan di banyak tempat di Indonesia atau dijalankan
menggunakan skema pengelolaan berdasarkan Hak (Right Based Management).
Berdasarkan pembelajaran WWF-Indonesia di Koon, Seram bagian Timur, ketika
suatu kawasan hanya boleh dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat tertentu, maka
mereka akan lebih patuh terhadap peraturan dan mau terlibat dalam pemantauan dan
pengelolaan kawasan.
05 MENGIMPLEMENTASIKAN PRAKTEK
PENGELOLAAN YANG LEBIH BAIK
Berbagai bentuk strategi pengelolaan KKP di Indonesia telah dijalankan oleh banyak
pihak, dan selalu ada pembelajaran berguna untuk strategi pengelolaan di masa
depan. Dalam beberapa tahun belakangan, WWF-Indonesia secara kontinu
mendokumentasikan keberhasilan dan pembelajaran dari praktek-praktek
pengelolaan perikanan yang sudah diimplementasikan. Dokumen-dokumen praktek
pengelolaan yang lebih baik (better management practices) ini dapat langsung
dipraktekkan dan diadopsi oleh para pemangku kepentingan di Indonesia dalam
upaya pengelolaan perikanan di dalam KKP karena sudah teruji. Beberapa manfaat
dengan menerapkan praktek pengelolaan terbaik adalah mendorongkan pengelolaan
yang lebih efektif dan efisien, membantu mengurangi ancaman terhadap KKP dan
pengelolaan perikanan, mengurangi dampak terhadap lingkungan serta
meningkatkan kualitas dan nilai produk perikanan. Untuk informasi lebih lanjut
mengenai publikasi praktek pengelolaan yang lebih baik, silahkan kunjungi laman
www.wwf.or.id.
Bentang Laut Sunda Kecil/Lesser Sunda Seascape (LSS) terletak di bagian Selatan
Bentang Laut Sunda Banda dan menjadi kawasan penting karena memiliki tingkat
keanekaragaman hayati tinggi (Turak & DeVantier, 2012) dan merupakan jalur migrasi
berbagai mamalia laut (Kahn, 2003). Untuk mengoptimalkan fungsi 36 KKP tunggal
yang telah ada di kawasan ini dalam memaksimalkan perlindungan habitat dan
peningkatan ekonomi lokal, maka KemenKP menginisiasi untuk membentuk jejaring
KKP semenjak tahun 2014.
Gambar 4. Jejaring 36 KKP di Bentang Laut Sunda Kecil yang meliputi Provinsi Bali,
Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur
07 MENDORONG TRANSFORMASI
PASAR PERIKANAN
Tidak dapat dielakkan bahwa pemanfaatan sumber daya laut sangat dipengaruhi oleh
permintaan dan tren global. Oleh karena itu, diperlukan upaya masif dari berbagai
pihak untuk mendorongkan terjadinya transformasi pasar untuk mengurangi
kerusakan sumber daya alam dan mengadopsi praktek-praktek ekonomi dan sosial
berkelanjutan. Berbagai inisiatif untuk mendorongkan transformasi pasar telah
dilakukan oleh banyak pihak. Untuk mendukung pendekatan ini, WWF-Indonesia
telah mendorongkan platform Seafood Savers (www.seafoodsavers.org) pada tahun
2009 untuk mempromosikan industri perikanan yang berkelanjutan dengan
meyakinkan ikan yang diproduksi, ditangkap diproses dan didistribusikan melalui
jaringan yang berkelanjutan, dari laut ke piring. Seafood savers juga memfasilitasi
produsen domestik ini dalam memenuhi permintaan produk makanan laut yang
ramah lingkungan yang terus meningkat dari pembeli baik di dalam maupun di luar
Indonesia. Selain itu, WWF-Indonesia juga telah mendorongkan platform Signing
Blue (www.signingblue.com) untuk meningkatkan permintaan terhadap pariwisata
ramah lingkungan dan mendukung KKP sebagai destinasi wisata.
Pemantauan dan evaluasi berkala akan dampak dari pengelolaan KKP sangat diperlukan.
Perlindungan lokasi perairan secara adat melalui larangan atau mitos telah dijalankan
oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia semenjak ratusan tahun lalu. Sistem
perlindungan ini cukup efektif untuk melarang masyarakat masuk ke lokasi tersebut
dan memanfaatkan sumber daya ikannya. Agar sistem perlindungan ini relevan dengan
perkembangan jaman dan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat, maka
introduksi pengetahuan ekologis pada masyarakat menjadi sangat penting.
Upaya yang dibangun hampir satu dekade lalu telah menunjukkan hasil positif.
Pertama, hasil tangkapan di sekitar lokasi bank ikan menjadi lebih banyak. Kedua, saat
cuaca buruk mereka punya lokasi tangkapan yang dekat dengan kampung, sehingga
tidak perlu mengambil resiko memancing ke lokasi tangkapan yang lebih jauh jaraknya.
Upaya ini diapresiasi oleh PBB melalui UNDP dengan memberikan penghargaan
Equator Prize kepada KOMUNTO di tahun 2010. Upaya ini juga mendorong
dibangunnya Bank Ikan di perairan desa Onemay dan desa Kulati pada tahun 2012
dengan menganut sistem yang sama. Balai Taman Nasional Wakatobi juga mengakui
sistem ini bermanfaat dalam membantu pengelolaan kawasan konservasi dan menjadi
satu praktek cerdas yang dipromosikan oleh Forum Kawasan Timur Indonesia untuk
dapat diadopsi oleh kelompok-kelompok nelayan lain di Indonesia.
Mengacu kepada FAO (2003), prinsip utama dari EAFM adalah: (1) perikanan harus
beroperasi dengan cara yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem;
(2) interaksi ekologi antara spesies target perikanan dengan habitatnya harus dijaga;
(3) pendekatan pengelola harus sesuai dengan distribusi dan dinamika populasi
spesies target; (4) pengambilan keputusan harus mengadopsi pendekatan
kehati-hatian; dan (5) baik faktor ekologi maupun sosia-ekonomi harus
dipertimbangkan dalam perencanaan pengelolaan perikanan.
1-10 km
US$387 JUTA
Menetapkan setidaknya
1–10 km diameter
zona inti dalam KKP
untuk melindungi
antara 20-30% spesies
Ekosistem pesisir dan laut ikan penting
Indonesia yang sehat, dapat
bernilai hingga US $387 juta
melalui perlindungan pantai
(Burke, et al., 2012)
panda.org
© 1986 Panda symbol WWF – World Wide Fund For Nature (Formerly World Wildlife
Fund)® “WWF” is a WWF Registered Trademark. WWF, Avenue du Mont-Blanc,
1196 Gland,Switzerland – Tel. +41 22 364 9111 Fax +41 22 364 0332. For contact
details and further information, please visit our international website at www.panda.org