Anda di halaman 1dari 13

Makalah Tugas Kelompok

Analisis Kasus Gayus Tambunan

Disusun Oleh
Aripin Kurniawan
1. Pendahuluan

Pendapatan negara yang disebutkan dalam anggaran keuangan tediri dari berbagai
penerimaan yang bermacam-macam yang dikategorikan di anggaran pendapatan dalam
tiga jenis jaitu Pajak, Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Yang terakhir
jumlahnya sangat kecil dan hampir tidak berperan. Pajak yang paling penting terdiri dari
Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.

Banyak kasus korupsi yang sampai sekarang tidak diketahui ujung pangkalnya.
Salah satunya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh seorang pegawai pajak golongan
IIIA, yang sempat menggegerkan Mabes Polri, Gayus Tambunan. Keterkejutan semua
orang terhadap apa yang telah dilakukan oleh Gayus Tambunan adalah suatu hal yang
wajar. Karena apabila kita melihat dari statusnya yang hanyalah seorang pegawai negeri
biasa, tetapi memiliki tabungan yang begitu banyak, senilai Rp. 25 Miliar, tentu saja hal
ini mengundang tanya: Apalagi kalau bukan korupsi? Padahal, pekerjaan Gayus sehari-hari
cuma menjadi penelaah keberatan pajak (banding) perorangan dan badan hukum di Kantor
Pusat Direktorat Pajak. Mengingat gaji pegawai pajak setingkat golongan IIIA hanyalah
berkisar antara Rp 1.655.800 sampai Rp 1.869.300 per bulan, hal ini menegaskan bahwa
seorang Gayus Tambunan pasti telah melakukan kecurangan yang dapat merugikan Negara
dan masyarakat banyak.

Seperti yang telah diberitakan oleh berbagai media bahwa nama Gayus Tambunan
mulai mencuat ketika disebutkan oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji sebagai
seseorang yang berkaitan erat dengan makelar kasus. Susno menyebutkan Gayus memiliki
Rp 25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang disita negara. Sisanya Rp 24,6
miliar menguap entah ke mana. Susno mengutarakan bahwa ada keterlibatan dari tubuh
Polri sendiri dalam kasus manipulasi pengusutan pajak.

Gayus kemudian dituntut kepolisian dengan tiga pasal, yakni pasal penggelapan,
pencucian uang, dan korupsi. Namun pada persidangan itu Gayus hanya dituntut dengan
pasal penggelapan, divonis oleh hakim dengan hukuman 1 tahun percobaan, kemudian
dibebaskan. Terdapat berbagai kejanggalan di pengadilan Gayus saat itu, antara lain soal
ancaman hukuman yang ternyata lebih ringan dari ketentuan Undang-Undang, tuntutan
dari jaksa yang hanya berupa tuntutan soal penggelapan uang, serta penggelaran
persidangan yang dilakukan di hari Jumat, di Pengadilan Negeri Tangerang, yang biasanya
tidak digelar persidangan pidana.

Modus Gayus melakukan pelanggaran dengan memanfaatkan wewenangnya


bermacam-macam. Dalam posisinya sebagai pegawai Sub Direktorat Banding Direktorat
Keberatan dan Banding, pada pertengahan 2007 Gayus berhasil memenangkan lebih dari
40 kasus banding perusahaan. Berkaitan dengan ini, Gayus memiliki peluang besar untuk
memenangkan Ditjen Pajak dalam pengadilan pajak, yaitu dengan memainkan selisih
pemenangan banding. Misalnya seorang wajib pajak seharusnya membayar pajak Rp 3
Miliar. Lalu dia keberatan, ditolak lalu banding. Di pengadilan pajak itu Gayus
memenangkan banding wajib pajak. Selain itu, menurut Indonesia Corruption Watch
(ICW), diduga modus Gayus memanipulasi pajak dengan bermain kurs Rupiah saat
menangani pajak Bumi Resources tahun 2002-2005. Hasil manipulasi tersebut
menyebabkan kewajiban pajak berkurang hingga US$ 164,627 ribu.

Kini Gayus Tambunan kembali ditetapkan sebagai terdakwa dan dijerat pasal
berlapis yakni korupsi, pencucian uang dan penggelapan. Kasus Gayus kini melebar dan
melibatkan sejumlah pihak. Namanya mencuat kembali saat dirinya diduga bebas
berkeliaran keluar dari rumah tahanan. Gayus Tambunan, entah mengapa, mendapatkan
perlakukan khusus yang sangat tidak masuk akal.

2.1 Perkembangan terkini dari penanganan kasus korupsi Gayus Tambunan semakin membuat
masyarakat jengah. Gayus Tambunan sebagai tersangka korupsi seolah-olah memiliki kuasa
sahingga dia selalu mendapatkan perlakuan istimewa. Terakhir, dia kembali mendapatkan
perlakuan istimewa di depan hukum, yaitu kepolisian hanya menjeratnya dengan pasal
gratifikasi, di mana dia hanya dapat dihukum maksimal 3 tahun penjara. Dalam berbagai
perkara yang pernah ada, seseorang yang terjerat pasal gratifikasi sering lolos dari jeratan
hukum. Hal ini kemudian menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja
penegak hukum dalam menangani kasus Gayus. Oleh karena itu masyarakat banyak yang
mendesak agar kasus Gayus ditangai oleh KPK. Akan tetapi, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sendiri tetap menegaskan bahwa kasus Gayus tetap ditangai oleh Polisi. Padahal,
telah jelas terlihat bahwa Kepolisian sendiri tidak serius dalam menangani kasus korupsi
Gayus sehingga menyebabkan kasus ini tidak menemui ujungnya.
2 Kronologis Kasus Gayus Tambunan

Kronologis kasus gayus ini diambil dari blog SIR MR SRI TAMIANG yang diposkan hari
Minggu tanggal 13 Maret 2011 dengan pengeditan kata seperlunya.

Berawal tudingan Mantan Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Susno Duadji tentang
adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan kasus money laundring oknum
pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan yang merembet kepada Kejaksaan
Agung dan Tim Jaksa Peneliti, Tim Jaksa Peneliti akhirnya bersuara mengungkap kronologis
penanganan kasus Gayus H. Tambunan. Berikut ini kronologis penanganan kasus Gayus H.
Tambunan menurut Tim Peneliti Kejaksaan Agung.

Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) terhadap rekening milik Gayus H. Tambunan di Bank Panin. Polri kemudian
melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim
Mabes Polri menetapkan Gayus H. Tambunan sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H. Tambunan
dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Hal
ini karena Gayus H. Tambunan adalah seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25
miliar di Bank Panin.
Hasil penelitian jaksa menyebutkan bahwa hanya terdapat satu pasal yang terbukti
terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapan namun hal ini
tidak terkait dengan uang senilai Rp. 25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri. Untuk
korupsi terkait dana Rp.25 milliar tidak dapat dibuktikan karena dalam penelitian ternyata uang
tersebut merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Andi Kosasih adalah
pengusaha garmen asal Batam yang mengaku pemilik uang senilai hampir Rp. 25 miliar di
rekening Bank Panin milik Gayus H. Tambunan. Hal ini didukung dengan adanya perjanjian
tertulis antara terdakwa (Gayus H. Tambunan) dan Andi Kosasih yang ditandatangani tanggal
25 Mei 2008.

Menurut Cirrus Sinaga selaku anggota Tim Jaksa Peneliti kasus Gayus, Gayus H.
Tambunan dan Andi Kosasih awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian keduanya berteman
karena merasa sama-sama besar, tinggal dan lahir di Jakarta Utara. Karena pertemanan
keduanyalah Andi Kosasih meminta Gayus H. Tambunan mencarikan tanah dua hektar untuk
membangun ruko di kawasan Jakarta Utara. Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah
tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi Kosasih baru menyerahkan uang sebesar US$
2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah
orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada tanggal 1
Juni 2008 sebesar US$ 900.000, tanggal 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, tanggal 27
Oktober 2008 sebesar US$ 260.000, tanggal 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, tanggal
10 Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada tanggal 16 Februari 2009 sebesar
US$ 300.000. Andi Kosasih menyerahkan uang tersebut karena dia percaya kepada Gayus H.
Tambunan.

Menurut Cirrus Sinaga, dugaan money laundring hanya tetap menjadi dugaan karena
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat
membuktikan uang senilai Rp. 25 milliar tersebut merupakan uang hasil kejahatan pencucian
uang (money laundring). PPATK telah dihadirkan dalam kasus tersebut sebagai saksi. Dalam
proses perkara, PPATK tidak bisa membuktikan transfer rekening yang diduga tindak pidana.

Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga adanya aliran
dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di Bank BCA milik Gayus H. Tambunan. Uang
tersebut diketahui berasal dari dua transaksi yaitu dari PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. PT.
Mega Cipta Jaya Garmindo adalah perusahaan milik pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak
di bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada tanggal 1 September 2007
sebesar Rp. 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp. 200 juta.

Setelah diteliti dan disidik, uang senilai Rp.370 juta tersebut diketahui bukan
merupakan korupsi dan money laundring tetapi penggelapan pajak murni. Uang tersebut
dimaksudkan untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi.
Namun demikian, setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak diketahui berada di
mana. Uang tersebut masuk ke rekening Gayus H. Tambunan tetapi ternyata Gayus tidak urus
pajaknya. Uang tersebut tidak digunakan oleh Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr. Son
sehingga hanya diam di rekening Gayus. Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir
dan kemudian menyita uang senilai Rp 370 juta tersebut. Dalam petunjuknya, jaksa peneliti
juga meminta penyidik Polri menguraikan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keterangan
tersebut beserta keterangan tersangka (Gayus H. Tambunan).

Dugaan penggelapan yang dilakukan Gayus diungkapkan Cirrus Sinaga secara terpisah
dan berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus money laundring, penggelapan
dan korupsi senilai Rp. 25 milliar yang semula dituduhkan kepada Gayus. Cirrus dan jaksa
peneliti lain tidak menyinggung soal Rp 25. milliar lainnya dari transaksi Roberto Santonius,
seorang konsultan pajak. Kejaksaan pun tak menyinggung apakah mereka pernah
memerintahkan penyidik Polri untuk memblokir dan menyita uang dari Roberto ke rekening
Gayus senilai Rp 25 milyar itu.

Sebelumnya, penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya


mengungkapkan bahwa jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan
penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun tiga
transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius dan PT. Mega Jaya Citra
Termindo. Transaksi yang berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak
bernilai Rp. 25 juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp. 370 juta.
Transaksi itu terjadi pada tanggal 18 Maret, 16 Juni dan 14 Agustus 2009. Uang senilai Rp.
395 juta tersebut disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus itu.
Berkas Gayus dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa mengajukan tuntutan 1 (satu) tahun
dan masa percobaan 1 (satu) tahun. Dari pemeriksaan atas pegawai Direktorat Jenderal Pajak
itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada "guyuran" sejumlah uang kepada polisi, jaksa,
hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar. Diduga gara-gara ‘guyuran’ uang tersebut Gayus
terbebas dari hukuman. Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 12 Maret 2010,
Gayus yang hanya dituntut satu tahun percobaan, dijatuhi vonis bebas.

Menurut Yunus Husein, Ketua PPATK, "Mengalirnya uang belum kelihatan kepada
aparat negara atau kepada penegak hukum. Namun anehnya penggelapan ini tidak ada pihak
pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju ke
persidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Hasilnya,
Gayus divonis bebas.”

Sosok Gayus dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam kasus dugaan
makelar kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Direktorat Jenderal Pajak. Belum diketahui
apakah Gayus melarikan diri lantaran takut atau ada tangan-tangan pihak tertentu yang
membantunya untuk kabur supaya kasus yang membelitnya tidak terbongkar sampai ke
akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum meyakini kasus Gayus H. Tambunan bukan
hanya soal pidana pengelapan melainkan ada juga pidana korupsi dan pencucian uang.

Gayus diketahui berada di Singapura. Dia meninggalkan Indonesia pada Rabu 24


Maret 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia pernah memberikan keterangan
kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan melibatkan sekurang-kurangnya 10 rekannya.
Imigrasi tidak mengetahui posisi Gayus.

Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan bahwa kasus markus pajak dengan
aktor utama Gayus H. Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim. Satgas
menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh masing-masing institusinya,
koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut terus dilakukan bersama Satgas. Ketiga
lembaga tersebut sudah berjanji akan melakukan proses internal. Kasus ini merupakan
sindikasi (jaringan) antar berbagai lembaga terkait.
Perkembangan selanjutnya kasus Gayus melibatkan Komjen Susno Duadji, Brigjen
Edmond Ilyas, Brigjen Raja Erisman. Setelah 3 kali menjalani pemeriksaan, Komjen Susno
Duadji menolak diperiksa Propam. Alasannya, dasar aturan pemeriksaan sesuai dengan Pasal
45, 46, 47, dan 48 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, Pasal 25 Perpres No. I Tahun 2007 tentang Pengesahan Pengundangan dan
Penyebarluasan Peraturan, harus diundangkan menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan
HAM.

Komisi III DPR menyatakan siap memberi perlindungan hukum untuk Komjen Susno
Duadji. Pada tanggal 30 Maret 2010, polisi telah berhasil mendeteksi posisi keberadaan Gayus
di negara Singapura dan menunggu koordinasi dengan pihak pemerintah Singapura untuk
memulangkan Gayus ke Indonesia. Polri mengaku tidak akan seenaknya melakukan tindakan
terhadap Gayus meski yang bersangkutan telah diketahui keberadaannya di Singapura.

Pada tanggal 31 Maret 2010, Tim Penyidik Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam)
Polri memeriksa tiga orang sekaligus. Selain Gayus H. Tambunan dan Brigjen Edmond Ilyas,
ternyata Brigjen Raja Erisman juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan oleh tiga tim
berbeda. Tim pertama memeriksa berkas lanjutan pemeriksaan Andi Kosasih, tim kedua
memeriksa adanya keterlibatan anggota polri dalam pelanggaran kode etik profesi, dan tim
ketiga menyelidiki keberadaan dan tindak lanjut aliran dana rekening Gayus.

Pada tanggal 7 April 2010, Komisi III DPR mengendus seorang jenderal bintang tiga
di Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus H. Tambunan dan seseorang bernama
Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang melibatkan Gayus H.
Tambunan, dari Rp. 24 milliar yang digelapkan Gayus, Rp. 11 milliar mengalir kepada pejabat
kepolisian, Rp. 5 milliar kepada pejabat kejaksaan dan Rp. 4 milliar di lingkungan kehakiman,
sedangkan sisanya mengalir kepada para pengacara.

3. Analisis Kasus Gayus

Setiap tahun pemerintah menyiapkan anggaran keuangan yang disebut Anggaran


Pendapatan dan Belanja yang mempunyai fungsi sebagai kebijakan keuangan pemerintahan
dalam memperoleh dan mengeluarkan uang yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan.
Anggaran ini memperlihatkan jumlah pendapatan dan belanja yang diantisipasikan dalam
tahun berikut. Dalam unsur pendapatan yang paling utama dan penting adalah pendapatan yang
berasal pajak, selain dari pada itu berasal dari sumber lain yang dinamakan “Pendapatan
Negara Bukan Pajak” (PNBP) dan hibah. PNBP merupakan pendapatan negara yang paling
banyak jenisnya termasuk yang dinamakan “retribusi.” Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) kerap mengalami kebocoran lantaran dikorup para pejabat. Jumlahnya pun tak
tanggung-tanggung hingga mencapai 30 persen. Jika APBN minimal Rp1.400 triliun, sekitar
Rp400 miliar dana APBN yang menguap setiap tahun.

Pembahasan ini difokuskan pada divonis bebasnya Gayus oleh Pengadilan Negeri
Tangerang karena tidak terbukti melakukan salah satu tindak pidana yang disangkakan, yaitu:
korupsi, Menurut anggota Komisi III DPR, Andi Anzhar Cakra Wijaya, kasus penggelapan
pajak masih belum manjur jika hanya dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Money Laundering (pencucian uang) dinilai lebih sakti menindak mafia
pajak. Para penegak hukum bisa menggunakan Undang-Undang tersebut untuk membuktikan
perbuatan penggelapan pajak kasus Gayus Tambunan. Ia menyebutkan, penggelapan pajak itu
berasal dari perbuatan Gayus yang menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang
dibantunya. Akibat suap itulah terjadi penggelapan pajak yang jumlahnya sangat besar dan
merugikan negara. “Kalau ada indikasi penggelapan perpajakan, harus digunakan Undang-
Undang Pencucian Uang. Proses penyidikan bisa dimulai dari pencucian uang itu,” tutur Andi.
Setuju dengan pendapat Andi Anzhar Cakra Wijaya, penulis berpendapat bahwa sudah
seharusnya Gayus dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Khusus, yaitu korupsi,
pencucian uang dan penggelapan.

Kalau kita baca kembali kasus Gayus tersebut, jelas bahwa pada awalnya dalam berkas
yang dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H. Tambunan dijerat dengan tiga
pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Hal ini karena Gayus H.
Tambunan adalah seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin.

Sebenarnya dengan melihat besarnya dana yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri
sudah cukup menimbulkan banyak pertanyaan darimana uang sebanyak itu mengingat Gayus
hanyalah seorang pegawai negeri dan orang tuanya juga bukan pengusaha kaya raya. Sangat
mustahil dia bisa mempunyai uang sebanyak itu di rekening banknya. Keberadaan uang dua
puluh lima milyar di rekening Gayus sudah cukup menjadi bukti permulaan untuk menelusuri
darimana uang tersebut, bagaimana cara Gayus memperolehnya, apakah ada hubungannya
dengan pekerjaannya sebagai seorang pegawai pajak dan lain-lain.

Berdasarkan Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang


Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menetapkan bahwa selain dilakukan oleh
pembayar pajak (plagen atau dader), tindak pidana pajak dapat melibatkan penyerta
(deelderming) seperti wakil, kuasa atau pegawai pembayar pajak atau pihak lain yang
menyuruh melakukan (doen plegen atau middelijke), yang turut serta melakukan (medeplegen
atau mededader), yang menganjurkan (uitlokker), atau yang membantu melakukan tindak
pidana perpajakan (medeplichtige), Gayus mungkin saja berperan sebagai medeplegen,
uitlokker atau medeplichtige. Hal ini didasarkan pada keterangan Gayus pada Satgas
pemberantasan mafia hukum bahwa dalam melakukan aksinya tersebut Gayus melibatkan
sekurang-kurangnya sepuluh rekannya.

Namun apa yang terjadi?

Indikasi tindak pidana perpajakan berupa penggelapan yang dilakukan oleh Gayus
terkait uang dua puluh lima milyar di rekening banknya tidak terbukti. Hal ini sebagaimana
hasil penelitian jaksa yang menyebutkan bahwa hanya terdapat satu pasal yang terbukti
terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapan namun hal ini
tidak terkait dengan uang senilai Rp. 25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri.
Penggelapan yang dimaksud yaitu adanya aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening Bank
BCA milik Gayus H. Tambunan. Uang tersebut diketahui berasal dari dua transaksi yaitu dari
PT.Mega Cipta Jaya Garmindo. pada tanggal 1 September 2007 sebesar Rp. 170 juta dan 2
Agustus 2008 sebesar Rp. 200 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk membantu pengurusan
pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Namun setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga
Korea, tidak diketahui berada di mana. Uang tersebut masuk ke rekening Gayus H. Tambunan
tetapi ternyata Gayus tidak urus pajaknya. Uang tersebut tidak digunakan oleh Gayus dan tidak
dikembalikan kepada Mr. Son sehingga hanya diam di rekening Gayus. Berdasarkan penelitian
dan penyidikan, uang senilai Rp.370 juta tersebut diketahui bukan merupakan korupsi dan
money laundring tetapi penggelapan pajak murni.
Oleh karena itu, kebocoran APBN di sana-sini hampir dipastikan semakin besar
ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Sebab, semua sektor rawan dikorupsi. Hanya, peluang
beberapa pos anggaran lebih terbuka. Di antaranya, pos penganggaran untuk bantuan sosial
dan belanja modal seperti untuk pembangunan infrastruktur. Mengacu pada sejumlah kasus
korupsi yang bisa dibongkar, jika ditotal, kerugian negara memang cukup besar. Sebut saja
kasus Nazaruddin di wisma atlet yang merugikan negara sekitar Rp25 miliar. Selain itu, kasus
mafia pajak Gayus Tambunan yang merugikan keuangan negara Rp25 miliar. Jadi, kejahatan
anggaran yang belum terungkap itu sebenarnya masih sangat banyak.

4. Kesimpulan

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010, belanja negara yang dibiayai
dari penerimaan perpajakan mencapai 71 persen. Sebaliknya, porsi pembiayaan dari utang luar
negeri kian menyusut. Betapa perpajakan kian penting peranannya yang menunjukkan bahwa
kita semakin mandiri, terlihat juga dari porsinya yang mencapai 78 persen dari keseluruhan
penerimaan negara. Namun kenyataan tadi tidak seimbang dengan realita yang terjadi di
Indonesia, pendapatan negara yang paling banyak diterima dari pajak tersebut justru
disalahgunakan oleh pegawai pajak itu sendiri.

Kasus pajak di Indonesia seperti halnya pada Gayus saat ini sudah meresahkan banyak
pihak. Pajak yang seharusnya menjadi alat pembiayaan dan pengaturan negara sudah
dikomoditkan berbagai kepentingan. Pemerintah dianggap kurang tegas dan memberikan
banyak peluang dalam menghadapi kasus pajak ini. Terlalu banyak terjadi pelanggaran atau
kolusi di berbagai lini. Memang ada yang tertangkap dan mendapat sanksi. Namun, jika
dibandingkan dengan yang tidak katahuan, jumlahnya lebih banyak lagi.

Kasus ini adalah bentuk kongkalikong Gayus dengan perusahaan yang berusaha
mengakali peraturan agar pajak yang telah dibayar oleh perusahaan tersebut dapat ditarik
kembali. Meskipun Gayus “bermain” di putusan Pengadilan Pajak yang berada diluar tanggung
jawab dari Direktorat Jenderal Pajak, namun kasus ini akhirnya menjadi tanggungjawab
bersama. Pengadilan Pajak adalah instansi yang terpisah dari Direktorat Jenderal Pajak. Ada
dua pelaku kejahatan di dalam kasus ini, yaitu Gayus serta Perusahaan yang diuntungkan
dengan sepak terjang Gayus. Akibat dari kejahatan ini, negara dirugikan karena pajak yang
seharusnya dibayar oleh perusahaan tersebut menjadi lebih kecil. Namun alangkah sayangnya,
dari kedua belah pihak tersebut saat ini yang diusut hanya Gayus seorang. Sementara
perusahaan yang telah menikmati “jasa” Gayus melenggang kangkung dengan bebas. Padahal
kedua belah tersebut sama-sama diuntungkan dengan uang pajak yang lolos dari penerimaan
negara.

Korupsi pada dasarnya dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, menyentuh semua
kalangan di dalam masyarakat. Namun dengan mengacu kepada kasus Gayus Tambunan,
korupsi yang sangat merugikan ini sering kali terjadi di kalangan atas, kaum elite, dan para
pejabat yang memiliki kekuasaan dan posisi yang strategis. Korupsi muncul bukan tanpa
sebab. Korupsi merupakan akibat dari sebuah situasi kondisi di mana seseorang membutuhkan
penghasilan lebih, atau merasa kurang terhadap apa yang dia peroleh jika menjalankan usaha
dengan cara-cara yang sah. Korupsi merupakan tindakan yang tidak lepas dari pengaruh
kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh individu maupun kelompok, dan
dilaksanakan baik sebagai kejahatan individu (professional) maupun sebagai bentuk dari
kejahatan korporasi (dilakukan denga kerjasama antara berbagai pihak yang ingin
mendapatkan keuntungan sehingga membentuk suatu struktur organisasi yang saling
melindungi dan menutupi keburukan masing-masing). Korupsi merupakan cerminan dari krisis
kebijakan dan representasi dari rendahnya akuntabilitas birokrasi publik.

Anda mungkin juga menyukai