Anda di halaman 1dari 12

NORMA-NORMA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT UNTUK

MEWUJUDKAN KEADILAN

A. Tujuan
Dengan membaca modul dan berdiskusi peserta pelatihan diharapkan mampu :
1. Menjelaskan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat
2. Menganalisis arti penting norma untuk mewujudkan keadilan
3. Mengidentifikasi tata urutan perundangan dalam norma hukum di Negara
Kesatuan Republik Indonesia

B. Indikator Pencapaian Kompetensi


1. Mendeskripsikan pengertian norma
2. Menjelaskan macam-macam norma dalam kehidupan bermasyarakat
3. Menunjukkan perilaku yang sesuai dan tidak sesuai dengan Norma Agama, Norma
Kesopanan, Norma Kesusilaan dan Norma Hukum dalam kehidupan
bermasyarakat
4. Menjelaskan fungsi norma dalam kehidupan bermasyarakat
5. Menjelaskan pengertian keadilan menurut Aristoteles
6. Menguraikan arti penting norma untuk mewujudkan keadilan
7. Mendeskripsikan pengertian peraturan perundangan
8. Mengidentifikasi tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia
9. Menjelaskan proses pembuatan peraturan perundang-undangan di Indonesia
10.Menunjukkan pentingnya ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan di
Indonesia

C. Materi
1. Pengertian Norma
Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan manusia
atau kelompok lainnya berdasarkan adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Norma-norma mempunyai dua macam isi yang berwujud perintah dan larangan.
Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena
akibat-akibatnya dipandang baik. Larangan merupakan kewajiban bagi seseorang
untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Sebelum membahas konsep norma, hendaknya memahami dulu hubungan antara
nilai, norma dan moral. Nilai menurut Darmadi,H (2006:72) adalah kualitas suatu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Fraenkel (1981) dalam
Darmadi,H (2006:70) mengemukakan bahwa nilai bersifat abstrak, adanya dalam
“people’s minds” yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia. Imam Al Ghazali
menyatakan keberadaan nilai-moral ini dalam “lubuk hati” (al-qolbu) serta menyatu di
dalamnya menjadi suara hati nurani (the conscience of man).
Wujud yang lebih kongkrit dari nilai adalah norma. Norma adalah perangkat
ketentuan/hukum/arahan, dia bisa datang dari luar (eksternal) seperti dari
Tuhan/agama, negara/Hukum, masyarakat/adat dan bisa pula (yang terbaik) datang
dari dalam diri atau sanubari/qolbu kita sendiri (Djahiri.K, 2006:6). Sedangkan moral
adalah tuntutan sikap-perilaku yang diminta oleh norma dan nilai tadi.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Norma mengandung makna sebagai
berikut :
1. Aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok di masyarakat, dipakai
sebagai panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima
2. Aturan, ukuran atau kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai atau
memperbandingkan sesuatu
Secara umum norma adalah petunjuk tingkah laku (perilaku) yang harus dilakukan
dan tidak boleh dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berdasarkan suatu alasan dan dorongan tertentu dengan disertai sanksi.

2. Macam-Macam Norma
Kirschenbaum dalam Djahiri, K. (2006:8) menjelaskan bahwa norma merupakan
tatanan aturan hukum (arti luas). Jadi sesuatu yang sudah memiliki kekuatan normatif
atau kekuatan lain dan bisa berasal dari negara (Norma Hukum), dari Tuhan (Norma
Agama), dari masyarakat (Adat) dan dari ilmu pengetahuan (hukum ekonomi, politik,
hukum alam dan lain-lain). Norma secara umum diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Norma Agama merupakan peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai
perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
b. Norma Kesusilaan merupakan peraturan hidup yang berasal dari suara hati nurani
manusia
c. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang bersumberkan dan diadakan oleh
masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masimg-masing anggota
masyarakat saling menghormati
d. Norma Hukum adalah peraturan hidup yang dibuat oleh lembaga kekuasaan negara.
Pada hakekatnya setiap norma-norma tersebut memiliki persamaan dan
perbedaan. Setiap nilai dan norma mengandung dua nilai gunanya, yaitu bila
dilaksanakan bernilai baik dan menyenangkan subyek pelaku. Sebaliknya bila dilanggar
berakibat penyesalan, rasa berdosa, kecewa dan nestapa subyek pelaku. Oleh karena itu
setiap norma memiliki sanksi. Sanksi merupakan alat pemaksa untuk menaati
ketetapan yang telah ditentukan. Adapun perbedaannya dapat digambarkan tabel di
bawah ini.
Tabel 2.1 Perbedaan Norma-Norma dalam kehidupan bermasyarakat
Norma Sumber Sifat Tujuan Kegunaan Sanksi
Agama Tuhan/ Universal Menjadikan Mengendalikan Dosa
agama manusia beriman sikap dan perilaku
dan bertakwa manusia di dunia
dan akhirat
Kesusilaan Hati Universal Memiliki rasa Mengendalikan Penyesalan
nurani kesusilaan yang tutur kata, sikap
tinggi dalam dan perilaku setiap
kehidupan individu melalui
bermasyarakat teguran hati
nuraninya sendiri
Kesopanan Masya Lokal Menciptakan Mengatur Cemooh/
rakat ketertiban dalam kehidupan antar celaan dari
hidup manusia dalam anggota
bermasyarakat berinteraksi dengan masyarakat
sesamanya
Hukum Negara Lokal Mewujudkan Melindungi Hukuman
ketertiban dan kepentingan orang dan
kedamaian dalam lain, misalnya sanksinya
masyarakat untuk berkaitan dengan memaksa
menciptakan jiwa, badan,
keadilan dan kehormatan dan
kepastian hukum kekayaan/harta
benda

3. Perilaku yang sesuai dan Perilaku yang tidak sesuai dengan Norma-norma
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa norma mempunyai dua macam isi yakni
perintah dan larangan. Perilaku yang sesuai dengan norma (konformitas) mengandung
arti sikap dan perilaku yang menjalankan perintah, mengikuti peraturan yang berlaku
dan menjauhi larangannya, walaupun tidak ada orang yang mengawasinya.
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-
norma dalam masyarakat. Perilaku menyimpang dikatakan sebagai perilaku yang tidak
diinginkan dalam lingkungan masyarakat karena dapat menyebabkan akibat-akibat yang
tidak baik bagi diri maupun orang lain. Bentuk-bentuk perilaku menyimpang antara
lain :
a. Perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak
masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat
b. Perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas-batas toleransi
c. Tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem
sosial
Perilaku yang tidak sesuai dengan norma seharusnya dihindari agar tidak menjadikan
konflik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Setiap orang harus selalu bersikap positif dalam melaksanakan norma. Sikap positif
dimaknai sebagai individu, anggota masyarakat dan warga negara mengerti dan
mentaati norma karena keyakinan dalam hatinya bahwa dengan mentaati norma akan
menciptakan kebaikan bagi dirinya dan semua orang. Bukan semata-mata karena ada
sanksi. Sehingga dapat menciptakan ketertiban, ketentraman dan keadilan masyarakat
dan negara.
Secara mikro pengembangan pendidikan agar setiap orang selalu bersikap positif
dalam melaksanakan nilai dan norma dapat dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan
belajar mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan
(school culture); kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan
keseharian di rumah, dan dalam masyarakat (Budimansyah, 2010:58).

4. Fungsi Norma dalam Kehidupan bermasyarakat


Beberapa fungsi norma antara lain:
a. Sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
b. Sebagai alat untuk menjaga kerukunan anggota masyarakat, mengatur agar
perbedaan dalam masyarakat tidak menimbulkan kekacauan atau ketidaktertiban.
c. Sistem pengendalian sosial, artinya norma atau aturan menjadi alat yang dapat
mengendalikan dan mengawasi tingkah laku anggota masyarakat
d. Sebagai alat untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat

5. Pengertian Keadilan
Pengertian Keadilan Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu hal
yang tidak berat sebelah atau tidak memihak serta tidak sewenang-wenang. Keadilan
merupakan suatu bentuk kondisi kebenaran ideal secara moral akan sesuatu hal. Ada
banyak teori tentang jenis-jenis keadilan antara lain Aristoteles menggolongkan jenis-
jenis keadilan sebagai berikut: keadilan komutatif, keadilan distributif, keadilan kodrat
alam, keadilan konvensional dan keadilan perbaikan.

6. Arti penting norma dalam mewujudkan keadilan


Keberadaan norma melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Norma diperlukan
untuk mewujudkan dan menjaga tatanan kehidupan bersama yang harmonis. Tanpa
adanya norma maka akan terjadi ketidakteraturan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam hidup bernegara diatur dengan norma hukum yang berbeda dengan norma-
norma lainnya. Norma hukum memiliki peranan yang lebih besar karena mengikat dan
memaksa seluruh warga negara serta para penyelenggara negara. Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
”Negara Indonesia adalah negara hukum”.

7. Pengertian Peraturan Perundangan


Pada umumnya norma hukum memiliki sanksi sehingga keberlakuannya dapat
dipaksakan. Hukum dapat memaksa seseorang untuk menaati tata tertib yang berlaku
di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak mentaatinya diberikan sanksi yang
tegas. Paksaan berlakunya norma hukum dilakukan oleh alat-alat perlengkapan negara.
Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan tertulis, atau disebut juga
perundang-undangan. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa Peraturan
Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat
yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-
undangan.

8. Tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia


Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Jenis dan Hierarki. Peraturan
Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

9. Proses Pembuatan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia


Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang dimaksud dengan pembentukan peraturan perundang-
undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan
persiapan dan perancangan, pembahasan atau pembicaraan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan atau pengumuman.
Adapun alur proses pembentukan peraturan perundang-undangan adalah sebagai
berikut:
a. Tahap Persiapan dan Perancangan
Tahap ini dimulai dari lahirnya prakarsa atau inisiatif, kemudian dilakukan
pembicaraan atau negosiasi antara pihak pemrakarsa dan pihak-pihak lain yang terkait
dan kompeten. Suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) atau Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (daerah) untuk
dibahas dalam sidang DPRD. Selain datang dari pihak pemerintah, rancangan undang-
undang juga bisa datang dari pihak legislatif (DPR, DPRD, dan DPD). Jika RUU datang
dari pihak legislatif, dibahas di panitia Ad-Hoc, dirumuskan menjadi RUU kemudian
dimasukkan dalam agenda pembahasan pihak legislatif.

b. Tahap Pembahasan atau Pembicaraan di DPR/DPRD


Tahap pembahasan atau pembicaraan berlaku bagi suatu rancangan undang-undang
atau Raperda. Hal ini perlu karena jenis peraturan perundang-undangan tersebut harus
mendapat persetujuan dari badan perwakilan rakyat. Suatu rancangan undang-undang
yang diajukan ke DPR atau Raperda yang diajukan ke DPRD, akan dibahas dalam rapat-
rapat DPR atau DPRD. Setelah itu, baik DPR maupun di DPRD melakukan empat tingkat
pembicaraan. Walaupun demikian, dalam hal-hal tertentu dapat ditentukan
pembahasan dengan prosedur singkat.
Keempat tahapan dalam pembahasan di DPR/DPRD, yaitu sebagai berikut:
1) Tahap pertama DPR / DPRD, DPRD menyelenggarakan sidang pleno membahas
rancangan undang-undang atau Raperda,
2) Tahap kedua, pembahasan rancangan undang-undang atau Raperda oleh komisi
atau fraksi di DPR/DPRD,
3) Tahap ketiga, hearing atau dengar pendapat. DPR/DPRD menerima aspirasi,
pendapat, dan masukan dari masyarakat, para pakar, dan ahli untuk kesempurnaan
dan perbaikan rancangan undang-undang atau Raperda.
4) Tahap keempat, sidang pleno untuk mengambil keputusan menerima atau menolak
rancangan undang-undang atau Raperda menjadi undang-undang atau Perda. Jika
rancangan undang-undang atau Raperda tidak mendapat persetujuan dari
DPR/DPRD, tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR /DPRD masa itu.

c. Tahap Penetapan dan atau Pengesahan


Pada tahap ini setelah rancangan undang-undang disetujui oleh DPR/DPRD, rancangan
undang-undang disahkan presiden menjadi undang-undang, lalu oleh menteri
sekretaris negara dicatat dalam lembaran negara tentang berlakunya undang-undang
tersebut. Adapun untuk daerah, setelah Perda disahkan oleh kepala daerah, lalu dicatat
oleh sekretaris daerah dalam Lembaran Daerah. Contohnya, Lembaran Kota tentang
berlakunya Perda tersebut.

d. Tahap Pengundangan atau Pengumuman


Peraturan perundangan pada umumnya dibentuk untuk diberlakukan kepada seluruh
penduduk. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan perlu dipublikasikan agar
diketahui oleh umum dan memperoleh kekuatan mengikat. Pengundangan atau
pengumuman dilakukan bagi peraturan perundang-undangan tertentu karena tidak
semua peraturan perundang-undangan harus diundangkan. Tempat pengundangan
atau pengumuman adalah Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita
Negara, Lembaran Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah.
Tabel 2.2 Pengundangan/Pengumuman Perundangan NKRI
No Aspek Informasi Uraian
1. UUD Negara Sebagai hukum dasar maka UUD Negara Republik
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum bagi
Indonesia peraturan perundangan. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Tahun 1945 berwewenang mengubah dan menetapkan UUD. Tata cara
perubahan UUD ditegaskan dalam pasal 37 UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai
berikut :
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan
disampaikan secara tertulis yang memuat bagian yang
diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-
kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun


1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu :
a. Tidak mengubah Pembukaaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
d. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan
dimasukkan ke dalam pasal-pasal.
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya
menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan pasal
sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum agar
untuk kepentingan bukti sejarah
2. Ketetapan Majelis Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam UU
Permusyawaratan Nomor 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis
Rakyat Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku.
3. Undang-Undang Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR
dan Peraturan atau Presiden. Dewan Perwakilan Daerah juga dapat
Pemerintah mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada
pengganti DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan
Undang-Undang diusulkan oleh DPR sebagai berikut :
a. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada Presiden.
b. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas
rancangan undang-undang bersama DPR.
c. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama
DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden
menjadi undang-undang.

Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan


diusulkan oleh Presiden sebagai berikut:
a. Presiden mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada Pimpinan DPR, berikut memuat menteri
yang ditugaskan untuk membahas bersama DPR.
b.DPR bersama Pemerintah membahas rancangan undang-
undang dari Presiden
c. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama
DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden
menjadi undang-undang.

Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan


diusulkan oleh DPD sebagai berikut :
a. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada
DPR secara tertulis.
b. DPR membahas rancangan undang-undang yang
diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada Presiden.
d. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas
rancangan undang-undang bersama DPR.
e. Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama
DPR dan Presiden, selanjutnya disahkan oleh Presiden
menjadi undang-undang.

Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22 ayat 1, 2, dan 3,


yang memuat ketentuan sebagai berikut :
a. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa.
b. Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa
persidangan berikutnya.
c. Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka
Perppu harus dicabut. Sedangkan apabila Perppu
mendapat persetujuan DPR maka Perppu ditetapkan
menjadi undang-undang.
4. Peraturan Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut
Pemerintah a. Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah
(PP) disiapkan oleh kementerian dan/atau lembaga
pemerintah bukan kementerian sesuai dengan bidang
tugasnya
b. Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk
panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah
bukan kementerian.
c. Tahap penetapan dan pengundangan, PP ditetapkan
Presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian
diundangkan oleh Sekretaris Negara.
5. Peraturan Proses penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam
Presiden pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu :
a. Pembentukan panitia antar kementerian dan/atau
lembaga pemerintah nonkementerian oleh pengusul.
b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi Rancangan
c. Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum
d. Pengesahan dan penetapan oleh Presiden.
6. Peraturan Daerah Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU
Provinsi Nomor 12 Tahun 2011, sebagai berikut:
Rancangan perda provinsi dapat diusulkan oleh DPRD
Provinsi atau Gubernur.
a. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi maka
proses penyusunan adalah :
b. DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda kepada
Gubernur secara tertulis
c. DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas rancangan
perda Provinsi.
d. Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan
bersama, maka disahkan oleh Gubernur menjadi Perda
Provinsi

Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur maka proses


penyusunan adalah :
a. Gubernur mengajukan rancangan Perda kepada DPRD
Provinsi secara tertulis
b. DPRD Provinsi bersama Gubernur membahas rancangan
Perda Provinsi.
c. Apabila rancangan Perda memperoleh persetujuan
bersama, maka disahkan oleh Gubernur menjadi Perda
Provinsi
7. Peraturan Daerah Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Kab/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, sebagai berikut :
Rancangan Perda kabupaten/kota dapat diusulkan oleh
DPRD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota Gubernur.

Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota


maka proses penyusunan adalah :
a. DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda
kepada Bupati/Walikota secara tertulis
b. DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota
membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.
c. Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan
bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi
Perda Kabupaten/Kota.

Apabila rancangan diusulkan oleh Bupati/ Walikota maka


proses penyusunan adalah :
a. Bupati/Walikota mengajukan rancangan perda kepada
DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis
b. DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/ Walikota
membahas rancangan perda Kabupaten/Kota.
c. Apabila rancangan perda memperoleh persetujuan
bersama, maka disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi
Perda Kabupaten/
d. Kota.
Sumber : Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

10. Pentingnya ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia


Peraturan perundang-undangan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
wajib ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Mentaati berasal dari
kata dasar taat yang artinya patuh atau tunduk. Orang yang patuh atau tunduk pada
peraturan adalah orang yang sadar. Seseorang dikatakan mempunyai kesadaran
terhadap aturan atau hukum, apabila :
a. Memiliki pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum yang berlaku, baik di
lingkungan masyarakat ataupun di negara Indonesia.
b. Memiliki pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum, artinya bukan
hanya sekedar dia tahu ada hukum tentang lalu lintas, tetapi dia juga mengetahui
isi peraturan tentang aturan lalu lintas tersebut.
c. Memiliki sikap positif terhadap peraturan-peraturan hukum. Sikap ini ditunjukkan
dengan perilaku hukum berupa perbuatan mentaati aturan-aturan hukum yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan apa yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Perilaku menaati undang-undang antara lain
misalnya: memiliki akta kelahiran, mematuhi aturan berlalu lintas, tidak
melakukan tindakan yang melawan hukum misalnya melakukan tindak pidana
korupsi.
Orang yang mempunyai kesadaran terhadap berbagai aturan hukum akan
mematuhi apa yang menjadi tuntutan peraturan tersebut. Dengan kata lain dia akan
menjadi patuh terhadap berbagai peraturan yang ada. Orang menjadi patuh, karena :
a. Sejak kecil dia dididik untuk selalu mematuhi dan melaksanakan berbagai aturan
yang berlaku, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat sekitar maupun
yang berlaku secara nasional (Indoctrination)
b. Pada awalnya bisa saja seseorang patuh terhadap hukum karena adanya tekanan
atau paksaan untuk melaksanakan berbagai aturan tersebut. Pelaksanaan aturan
yang semula karena faktor paksaan lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan
(habit), sehingga tanpa sadar dia melakukan perbuatan itu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. Orang taat karena dia merasakan, bahwa peraturan yang ada tersebut dapat
memberikan manfaat atau kegunaan bagi kehidupan diri dan lingkungannya
(utility)
d. Kepatuhan atau ketaatan karena merupakan salah satu sarana untuk mengadakan
identifikasi dengan kelompok

D. Lembar Kegiatan (LK) 2


1. Kegiatan Diskusi Kelompok
Melalui diskusi kelompok peserta mampu :
a. Mengidentifikasi perilaku yang sesuai dan tidak sesuai dengan Norma Agama,
Norma Kesopanan, Norma Kesusilaan dan Norma Hukum dalam kehidupan
bermasyarakat
b. Menguraikan arti penting norma untuk mewujudkan keadilan
c. Menunjukkan pentingnya ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan di
Indonesia

2. Langkah Kegiatan:
a. Mohon dibaca dengan cermat permasalahan di bawah ini :

KASUS KORUPSI DAN PEMBERANTASANNYA

Salah satu penyakit masyarakat yang menghambat pelaksanaan pembangunan


nasional adalah korupsi. Secara sederhana korupsi didefinisikan sebagai perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara yang dilakukan secara melawan hukum.
Dewasa ini Pemerintah Negara Republik Indonesia membulatkan tekad untuk
memberantas korupsi secara serius dan berkesinambungan. Untuk itu dikeluarkan
beberapa peraturan nasional anti korupsi, antara lain : UU No 28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN, UU No 20 tahun 2001
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan UU No 30 tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun kenyataannya, kasus-kasus
tindak pidana korupsi bukanlah mereda malahan semakin merebak bahkan di bagian
pemerintahan.

Mari kita perhatikan kasus-kasus korupsi akhir-akhir tersebut di media massa dengan
mengajukan beberapa pertanyaan dan sekaligus analisis jawabannya!
1) Bagaimana keterkaitan perilaku warga negara dalam kasus-kasus korupsi
tersebut ditinjau dari norma-norma baik norma agama, norma kesopanan, norma
kesusilaan dan norma hukum ?
2) Banyaknya Peraturan perundangan-undangan anti korupsi antara lain UU No 28
tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang bersih dan bebas dari
KKN, UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
ternyata tidak membawa hasil yang signifikan terhadap pemberantasan korupsi
di Indonesia. Coba anda analisa mengapa hal tersebut dapat terjadi!
3) Model pembelajaran yang bagaimanakah menurut anda yang paling tepat
digunakan agar peserta didik memiliki karakter patuh dan taat terhadap aturan ?
Berikan alasannya sesuai situasi, kondisi dan potensi peserta didik anda masing-
masing.
b. Pelajari hand out atau modul yang relevan, media massa, serta peraturan
perundangan yang berkaitan dengan masalah di atas
c. Analisa, diskusikan dan presentasikan hasil diskusi kelompok anda

E. Daftar Pustaka

Abdulkarim, Aim. 2014. Learning More Pancasila and Civic Education 2. Bandung:
Grafindo Media Pratama.
Budimansyah, D. 2010. Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun
Karakter Bangsa. Bandung : Widya Aksara Press.
Budimansyah, D. 2008. Pembelajaran Pendidikan Kesadaran Hukum. Bandung :
Genesindo.
Darmadi, H. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung : Alfabeta.
Djahiri, K. 2006. Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.
Taupan, M. & Susanti, D. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk
SMP/MTs Kelas VIII. Bandung: Yrama Widya.

Anda mungkin juga menyukai