Anda di halaman 1dari 3

1 Tahap-tahap produksi biodiesel dari biji mahoni

Proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui dua tahapan proses, yaitu degumming dan proses
transesterifi kasi. Proses degumming dilakukan dengan menambahkan asam fosfat 20%
sebanyak 0,5% (b//b) terhadap minyak biji mahoni maupun kelapa sawit pada suhu 800C selama
15 menit sampai terjadi endapan. Hasil dari proses degumming terdiri dari 2 fase, fase atas
merupakan minyak nabati yang berwarna jernih sedangkan fase bawah berupa endapan. Minyak
yang dihasilkan kemudian ditimbang dan dilakukan pencucian dengan menambahkan air hangat
bersuhu 60oC sebanyak 30% (b/b). Pengadukan minyak dilakukan di atas hot plate. Kemudian
campuran air dan minyak yang diperoleh dipisahkan. Proses pencucian tersebut dilakukan
hingga pH netral. Minyak yang dihasilkan kemudian ditimbang. Pemanasan pada suhu 105oC
dilakukan sampai air yang masih terperangkap dalam minyak menguap dan tidak terlihat
gelembung-gelembung air. Kemudian minyak yang dihasilkan ditimbang kembali.
Minyak dikonversikan menjadi biodiesel melalui proses transesterifi kasi. Pada proses ini
perbandingan molar metanol terhadap minyak yang digunakan adalah 6:1 dan jumlah katalis
yang digunkan adalah 1% dari bobot minyak. Proses transesterifi kasi dilakukan pada suhu 60oC
selama 60 menit dengan pengadukan. Kemudian campuran hasil yang diperoleh dari proses
transesterifi kasi dipindahkan ke labu pemisah dan didiamkan sampai terjadi pemisahan 2 fase
antara metil ester dan gliserol. Biodiesel yang diperoleh dicuci dengan menambahkan air hangat
bersuhu 60oC sebanyak 30% (b/b) biodiesel, kemudian diaduk diatas hot plate. Setelah itu
dilakukan pemisahan air dengan biodiesel. Proses pencucian dilakukan berulang kali sampai pH
netral. Biodiesel hasil pencucian dipanaskan pada suhu 105oC selama 2 jam untuk
menghilangkan air yang masih terperangkap dalam biodiesel, setelah itu biodiesel hasil
pengovenan ditimbang (sampai konstan).
Setelah sintesis biodiesel melalui proses degumming dan transesterifi kasi selesai, kemudian
dilakukan pengujian terhadap biodiesel yang dihasilkan. Metode yang digunakan pada pengujian
ini diantaranya adalah uji densitas, uji viskositas, dan uji angka asam biodiesel.
rendemen biodiesel yang dihasilkan dari minyak biji mahoni 86,92%, senyawa utama biodiesel
dari minyak biji mahoni adalah metil linoleat, nilai bilangan asam dari biodiesel biji mahoni
0,5601 mg KOH/g, densitas pada suhu 40ºC yaitu 874,08 kg/m³, viskositas 3,07 m2/s. Nilai ini
sudah sesuai dengan kriteria SNI-04-7182-2006.
1.1 karakteristik bahan baku yang digunakan

1.2 pretreatment dari bahan baku


Bahan baku pembuatan biodiesel dalam penelitian ini adalah biji mahoni. Pada tahap persiapan
bahan baku, biji mahoni yang sudah dikupas kulit luarnya, dijemur di bawah sinar matahari
kurang lebih selama 3 hari (sampai kering). Biji yang telah kering kemudian dipres. Bungkil yang
masih mengandung minyak disangrai hingga berubah warna coklat tuadan sedikit lembek karena
minyak yang ada didalam biji tersebut keluar. Proses ini dilanjutkan sampai hasil sangraian
tersebut menjadi bubur dan terlihat kandungan minyaknya. Kemudian bubur mahoni diperas
dengan kain blacu sehingga didapatkan minyak yang lebih banyak. Sebanyak 340 gram minyak
mahoni kotor yang dihasilkan disaring kembali dengan kertas saring, kemudian dihitung
rendemannya.
2 Uji kualitas biodiesel
1. Berat jenis
Jika biodiesel mempunyai massa jenis melebihi ketentuan, akan terjadi reaksi tidak sempurna
pada konversi minyak nabati. Biodiesel dengan mutu seperti ini seharusnya tidak digunakan
untuk mesin diesel karena akan meningkatkan keausan mesin, emisi, dan menyebabkan
kerusakan pada mesin.
2. Viskositas
Viskositas yang tinggi atau fluida yang masih lebih kental akan mengakibatkan kecepatan aliran
akan lebih lambat sehingga proses derajat atomisasi bahan bakar akan terlambat pada ruang
bakar. Dalam proses transesterifikasi dimana asam lemak bereaksi dengan katalis NaOH dan
membentuk sabun. Dengan adanya sabun yang dihasilkan dalam pembuatan biodiesel maka
mengakibatkan tegangan permukaan biodiesel menjadi tinggi, dan apabila tegangan permukaan
tinggi maka susah untuk memecah molekul senyawa tersebut, hal ini berkaitan dengan tingkat
kekentalan dari senyawa biodiesel tersebut.
3. Kadar air
Makin kecil kadar air dalam minyak maka mutunya akan semakin baik pula karena akan
memperkecil terjadinya hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas,
kandungan air dalam bahan bakar dapat juga menyebabkan turunnya panas pembakaran,
berbusa dan bersifat korosif jika bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam.
4. Bilangan asam
Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung asam lemak bebas.
Berarti, biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan kerak pada injektor mesin diesel.
Biodiesel dinyatakan mengandung asam lemak siklopropenoid yang akan berpolimerisasi
akibatnya injektor mesin diesel akan tersumbat.
5. Gliserol bebas
Gliserol bebas ini adalah merupakan produk samping dari reaksi transesterifikasi yang telah
dilakukan pada pembuatan biodiesel.Keberadaan gliserol (produk samping pembuatan
biodiesel) dan gliserida dapat membahayakan mesin diesel, terutama akibat adanya gugus OH
yang secara kimiawi agresif terhadap logam bukan besi dan campuran krom. Adanya senyawa
gliserida dalam FAME disebabkan konversi minyak nabati yang kurang sempurna selama proses
transesterifikasi.
6. Kadar ester alkil
Besarnya kadar ester yang dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan minimnya produk samping
yang dihasilkan yaitu gliserol, artinya proses pembuatan biodiesel yang telah dilakukan sesuai
dengan yang diinginkan. Selain itu juga disebabkan karena pada proses reaksi transesterifikasi
methanol langsung bereaksi dengan asam lemak bebas yang terkandung dalam biodiesel.
7. Bilangan iod
Bilangan iod menunjukkan banyaknya derajat ketidakjenuhan minyak yaitu banyaknya ikatan
rangkap 2 pada ikatan biodiesel. Semakin banyak derajat ketidakjenuhan maka semakin bagus
kualitas biodiesel yang dihasilkan. Kandungan senyawa asam lemak tak jenuh meningkatkan
ferpormansi biodiesel pada temperatur rendah karena senyawa ini memiliki titik leleh (Melting
Point) yang lebih rendah sehingga berkorelasi terhadap clout point dan puor point yang rendah.
Namun disisi lain banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa
tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer. Biodiesel dengan kandungan bilangan iod yang
tinggi akan mengakibatkan tendensi polimerisasi dan pembentukan deposit pada injector noozle
dan cincin piston padasaat mulai pembakaran.

Anda mungkin juga menyukai