Anda di halaman 1dari 28

Why on earth do we

study earthquakes?
Setiap hari rata-rata terjadi gempa 50 kali di seluruh
penjuru dunia.

Setiap beberapa hari, satu gempa yang terjadi mampu


menghancurkan struktur bangunan.

Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sering


mematikan dan merusak kehidupan manusia.

Gempa di Tangshan (China) 27 Juli 1976

Gempa di Aceh 25 Desember 2004 menimbulkan tsunami

Gempa di Yogyakarta 27 Mei 2006

Fenomena gempa bumi selalu menyisakan berbagai


pertanyaan yang belum terjawab meski teknologi
manusia telah maju.
?
Setiap kejadian gempa bumi akan terpancarkan gelom-
bang seismik yang merambat melalui material bumi.
Perambatan gelombang seismik di bagian permukaan
bumi akan menghasilkan gerakan tanah/batuan, yang
walaupun pergeserannya kecil namun dapat terdeteksi
oleh instrumen seismograf yang tersebar di bumi.

‘Sebagian kecil fenomena gempa bumi’ dapat dipelajari


menggunakan sains SEISMOLOGI, yang mempelajari
gelombang yang merambat di dalam bumi dan sifat-
sifat fisika gempa itu sendiri.
۩ Analisis penjalaran gelombang pada media kompleks
۩ Kajian interior bumi

TEORI

G
۩ Penentuan G ۩ Studi meka-
E
kekuatan E nisme fokus
O SEISMOLOGI
tanah/batuan M ۩ Studi isose-
۩ Penentuan zone
T
E P ismisitas
lemah pada pe-
K A
rencanaan infra
struktur

EKSPLORASI

۩ Pemetaan rinci struktur sub surface untuk eksplorasi;


hidrokarbon, batubara dan mineral bijih.
۩ Pada tahap evaluasi reservoir dapat digunakan sebagai
piranti EOR
Informasi yang tersedia dalam Seismologi Gempa bumi masih
mengandung derajat ketidakpastian yang bervariasi.
Contoh:
☻ Laju rerata gel P melalui mantel
☻ Damping energi seismik pada bagian inti bumi
☻ Dan lain-lain

Parameter tersebut diperoleh hanya melalui pendekatan.

Walaupun teknologi yang dikembangkan manusia sudah sedemikian


mutakhir namun dalam bidang ‘seismologi gempa bumi’ masih saja
menyisakan sederetan pertanyaan yang belum terjawabkan, atau
mungkin tidak akan terjawab.
Secara kualitatif Seismologi telah muncul sejak manusia
mengalami dan merasakan fenomena gempa bumi:

۩ Pemikiran awal manusia kuno : gempa bumi berhu-


bungan dengan takhayul yang tidak dapat dipertang-
gungjawabkan secara ilmiah.

۩ Aristoteles (520 SM) : gempa bumi adalah fenomena


alam yang berhubungan dengan kegiatan gunung api.

۩ Pada 1900-an gempa bumi dikaitkan dengan proses


patahan.

۩ Pada 1968 pemahaman distribusi seismisitas berkaitan


dengan teori tektonik lempeng.
Secara kuantitatif Seismologi termasuk sains yang relatif
baru. Pada awal abad 18 para ahli fisika dan matematika
banyak yang membahas mengenai teori gelombang se-
cara umum, sebagian lagi mengkhususkan pada gelom-
bang yang menjalar dalam bumi.

Pada 1857 gempa besar mengguncang Naples (Italia),


Robert Mallet (Irlandia) memberikan hipotesa : bahwa
gempa bumi menyebarkan gel. seismik secara radial
dari titik fokus (hiposenter) dan titik fokus tersebut
dapat dicari posisinya dengan memproyeksikan gelom-
bang tersebut ke arah belakang.
Richard Oldam (1900) membuat laporan tentang iden-
tifikasi gelombang P dan S serta gelombang permukaan
pada seismogram. Enam tahun kemudian beliau men-
deteksi terdapatnya inti bumi berdasarkan tidak mun-
culnya gelombang P & S langsung, pada jarak sumber
sampai penerima lebih dari 100o.

Andrija Mohorovičić (1909) mengamati penjalaran


gelombang seismik dan memperlihatkan ketidakme-
nerusan kecepatan (velocity discontinuity) yang me-
misahkan antara kerak dan mantel bumi (bidang ini
dikenal dengan nama bidang MOHO).
Beno Guttenberg menerbitkan tabel (1914) dengan
fasa inti (gelombang-gelombang yang menembus atau
terpantul dari inti) dan melaporkan hasil perhitungan
yang pertama secara akurat kedalaman inti cair 2900km
(sangat dekat dengan hasil perhitungan mutakhir 2889km)

Pada 1936, Inge Lehmann menunjukkan inti dalam ber-


sifat padat, dan pada 1940 Harold Jeffreys & KE. Bullen
menerbitkan versi akhir tabel waktu penjalaran gelom-
bang untuk sejumlah fase seismik yang dikenal sebagai
tabel JB. Sampai saat ini masih digunakan dan hanya
mengandung perbedaan waktu beberapa detik dengan
model terakhir.
Peningkatan jumlah stasiun seismologi sejak awal 1900an
memungkinkan setiap gempa terdeteksi secara rutin.
Implikasinya adalah diketahuinya pola distribusi penye-
baran gempa mengikuti sabuk tertentu.

Bagaimanapun, makna pola sabuk-sabuk ini tidak secara


penuh disadari hingga sampai tahun 1960-an, sebagai ba-
gian dari revolusi teori tektonik lempeng dalam perkem-
bangan sains kebumian.

Pada waktu itu telah diketahui kenampakan permukaan


bumi secara umum ditentukan oleh gerakan-gerakan
relatif dari sejumlah lempeng yang mengapung secara
perlahan dalam skala waktu geologi.

Gerakan relatif antar lempeng berdekatan memberi


reaksi gempa bumi di sepanjang batas-batas lempeng tsb.
Lempeng-lempeng mengembang di sepanjang pematang
tengah samudra (Mid Oceanic Ridge) dimana akan ter-
bentuk lempeng samudra baru.

Proses inilah yang menyebabkan pecahnya dan memi-


sahnya lempeng Eropa dan Afrika dengan Amerika
(teori apungan samudra yang dihipotesakan oleh Alfred
Wegener, 1915).

Lempeng-lempeng yang menunjam pada zone subduksi


akan terdaur ulang di dalam mantel.

Sesar geser besar semacam sesar San Andreas di Cali-


fornia, merupakan hasil gerakan menggeser (transverse)
antar lempeng.
Batas-batas lempeng sepanjang kontinen ditandai oleh
seismisitas yang terdistribusi, seperti yang berlaku di
Himalaya antara lempeng India dan lempeng Eurasia.
Kedalaman (km)

Pakistan Kashmir India


Pada tahun 1960-an, ahli-ahli seismologi mampu menun-
jukkan bahwa focal mechanism dari kebanyakan gempa-
gempa besar adalah konsisten dengan yang diharapkan
dari teori tektonik lempeng.

Gempa dengan fokus yang dalam dapat diamati di se-


panjang bidang miring dari zone seismisitas (biasa di-
sebut zone Wadati-Benioff) yang dapat ditelusuri sam-
pai kedalaman hampir 700km; zone ini dinyatakan se-
bagai lokasi penunjaman lempeng samudra.

Keberadaan gempa dalam (>300km) menimbulkan satu


pertanyaan, karena tekanan dan temperatur yang tinggi
pada kedalaman tersebut semestinya membuat keba-
nyakan material akan berubah fasa. Bahkan saat ini
mekanisme fisika gempa dalam belum diketahui dengan
baik dan masih menjadi sumber perdebatan.
Tulisan-tulisan dan diskusi ilmiah kebanyakan berkaitan
dengan seismologi struktur, yaitu menggunakan re-
kaman gelombang seismik untuk mempelajari struktur
H.F.internal bumi.
Reid (1906) Laporansurvei
mengkaji juga banyak
seis- dibuat dalam peme-
mik lajaran
dengantentang fisika
bentangan bumi. se-
melintasi
sar San Andreas yang dilakukan se-
belum dan sesudah gempa. Analisis-
nya menuntun pada teori pantulan
elastik (Elastic Rebound Theory)
mengenai asal-usul gempa bumi
dimana terjadi akumulasi tekanan ge-
ser (shear stress) secara perlahan,
pada saat tekanan melampaui elasti-
sitas material, dengan tiba-tiba ge-
seran (strain) terlepas di sepanjang
zone patahan.
What is the Elastic Rebound Theory?

• Explains how energy is


stored in rocks
– Rocks bend until the
strength of the rock
is exceeded
– Rupture occurs and
the rocks quickly
rebound to an
undeformed shape
– Energy is released in
waves that radiate
outward from the
fault
Faults
SEISMOGRAF

Pada awalnya seismograf dirancang menggunakan


Pendulum tak berpenahan (Undamped Pendulum),
yang tidak merekam gempa secara kontinu, meskipun
kadang-kadang awal terjadinya gempa dapat terukur.

Seismograf perekam waktu pertama kali dibuat di Italia


pada 1875 oleh Filippo Cecchi. Kemudian dengan cepat
instrumen dengan kualitas tinggi dikembangkan di
Jepang, dimulai dengan pendulum horisontal yang
merekam pada tabung kaca yang berputar.

Pengamtan gempa jauh (teleseism) pertama kali dibuat


di Postdam (1889) untuk pengamatan gempa di Jepang.
Seismograph
Pada 1887, seismograf Amerika pertama dipasang di
pusat pengamatan Lick, San Jose, California yang tidak
lama kemudian merekam gempa San Fransisco (1906).

Sampai kurun waktu ini, seismograf yang dibuat


umumnya undamped pendulum.

Pada 1898, E. Wiechert memperkenalkan seismograf


dengan viscous damping yang mampu menghasilkan
rekaman untuk seluruh kejadian gempa.

Seismograf elektromagnetik pertama, dimana digu-


nakan pendulum bergerak (moving pendulum) untuk
menghasilkan arus listrik dalam suatu kumparan telah
dikembangkan oleh B.B. Galitzen (1900) yang memba-
ngun rangkaian stasiun gempa melintasi Rusia.
Pada 1961 terbentuklah World Wide Standardized
Seismograph Network (WWSSN) yang bermaksud
meningkatkan kinerja jaringan stasiun seismograf
dan kalibrasi instrumen. Ketersediaan rekaman gem-
pa dari jaringan seismograf ini telah meningkatkan
produksi katalog lokasi gempa yang lebih akurat.

Kemunculuan komputer pada 1960-an merubah dasar


seismologi bola bumi, dengan memungkinkan analisis
dari kumpulan database dan masalah-masalah yang
lebih kompleks serta membantu penentuan lokasi
gempa bumi.

Sejak 1976 data mulai tersedia dari seismograf dalam


bentuk digital. Rekaman seismogram gempa lebih
mudah diperoleh, dengan sistem online dari pusat
database dengan format yang standar.
Pengunaan ukuran gempa secara meluas, pertama kali
dipelopori oleh Charles Richter (1935) untuk mengukur
gempa California dengan skala Magnitude. Skala ini
berupa bilangan logaritmik sehingga nilai kisaran kecil
dari skala magnitud Richter dapat mendiskripsi variasi
gempa bumi yang besar.

Skala gempa bumi terkecil yang dapat dirasakan mem-


punyai magnitud 3, sementara gempa besar seperti
di Aceh 2004 mempunyai skala magnitud 9.

Anda mungkin juga menyukai