PENDAHULUAN
Disamping itu pesyaratan untuk peningkatan mutu asuhan keperawatan antara lain :
KDK II _ SAK 1
keperawatan dirumah sakit“ . Ini berati bahwa seluruh tenaga keperawatan dirumah
sakit dalam memberikan asuhan keperawatan harus berpedoman kepada asuhan
keperawatan yang dimaksud.
KDK II _ SAK 2
1.4 Manfaat Penulis
1. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca dan menjadi salah
satu referensi bagi penulisan makalah selanjutnya tentang standar asuhan
keperawatan.
2. Menjadi pengalaman berharga bagi penulis dan menambah pengetahuan penulis
tentang standar asuhan keperawatan.
KDK II _ SAK 3
BAB II
PEMBAHASAN
KDK II _ SAK 4
Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang
diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan
keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat dinilai pemberian
asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar
menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi
sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).
Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti
merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar
pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat
professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan
pelayanan keperawatan professional (Suparti, 2005)
KDK II _ SAK 5
Terjadi kesepakatan antara praktisi terhadap tingkat kinerja dan menawarkan
ukuran penilaian agar praktek keperawatan terbaru dapat dibandingkan. Penilaian
essensial asuhan keperawatan melalui penataan standar sebagai dasar kesepakatan
untuk mencapai asuhan keperawatan optimal. Standar keperawatan dalam prakteknya
harus dapat diterima. Setiap klien berhak mendapatkan asuhan berkualitas, tanpa
membedakan usia dan diagnosa. Dengan demikian standar dapat diharapkan
memberikan fondasi dasar dalam mengukur kualitas asuhan keperawatan (Kawonal,
2000).
Standar Asuhan Keperawatan yang kami buat, bukan mengacu pada 10 atau
20 besar penyakit, tapi pada 30 Diagnosa Keperawatan terbanyak. 30 Diagnosa
Keperawatan terbanyak ini didapatkan dari informasi yang dianalisa oleh Sistem
Informasi Keperawatan berbasis IT selama kurun waktu 2 tahun.
Walaupun SAK ini tidak sesuai dengan acuan Assesent Akreditasi Rumah
Sakit yang dikeluarkan oleh KARS, tapi SAK ini yang kami yakini lebih ideal. Dan
dalam diskusi degan surveyor Akreditasi di akhir 2009 saat kami akreditasi RS 16
Pokja yang ketiga, surveyor akreditasi bisa menerima argumen kami bahkan
mendukung SAK kami.
1. Perawat
Standar praktek keperawatan digunakan sebagi pedoman untuk
membimbing perawat dalam penentuan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan teradap kien dan perlindungan dari kelalaian dalam melakukan
tindakan keperawatan dengan membimbing perawat dalam melakukan
tindakan keperawatan yang tepat dan benar.
KDK II _ SAK 6
2. Rumah sakit
Dengan menggunakan standar praktek keperawatan akan
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan dapat menurun
dengan singkat waktu perwatan di rumah sakit.
3. Klien
Dengan perawatan yang tidak lama maka biaya yang ditanggung klien
dan keluarga menjadi ringan.
4. Profesi
Sebagai alat perencanaan untuk mencapai target dan sebagai ukuran
untuk mengevaluasi penampilan, dimana standar sebagai alat pengontrolnya.
KDK II _ SAK 7
Standar I: PengkajianKeperawatan
Perawat mengumpulkan data tentangstatus kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkatdanberkesinambungan.
Kriteria Proses:
1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, dan mempelajari data penunjang ( pengumpulan
data diperoleh dari hasil wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
lab, dan mempelajari catatan klien lainnya ).
2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis
dan catatan lain.
3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
a) Status kesehatan klien saat ini
b) Status kesehatan klien masa lalu
c) Status fisiologis, psikologis, sosial, dan spiritual
d) Respon terhadap alergi
e) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f) Resiko – resiko tinggi masalah
Kriteria Proses:
1. Proses diagnosis terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien dan
perumusan diagnosis keperawatan.
2. Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari: Masalah (P), Penyebab (E), dan tanda
atau gejala (S) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).
3. Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien, petugas kesehatan lain
untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.
4. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan
data terbaru.
KDK II _ SAK 8
Standar III: Perencanaan
KriteriaProses :
1. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana
tindakan keperawatan.
2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien.
4. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
KriteriaProses :
1. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
2. Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan status
kesehatan klien
3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan
klien.
4. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan dibawah
tanggung jawabnya.
5. Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien
untuk mencapai tujuan kesehatan.
6. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan fasilitas-
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
KDK II _ SAK 9
7. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,
ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakannya.
8. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
Standar V: Evaluasi
Kriteria Proses:
1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
kompeherensif, tepat waktu dan terus menerus.
2. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu dan terus menerus.
3. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan kearah pencapaian tujuan.
4. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan klien.
5. Bekerja sama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan.
6. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
KDK II _ SAK 10
a. Sikap “caring” perawat
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai
apabila perawat dapat memperlihatkan sikap “caring” kepada klien. Dalam
memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah
lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan
bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet,
Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk
merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan
dengan menggunakan spirit “caring”.
Spirit “caring” seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan
berasal dari hati perawat yang terdalam. Spritit “caring” bukan hanya
memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang bersifat tindakan fisik,
tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat
memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien.
“Caring” merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik
keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. “Caring” bukan semata-mata
perilaku. “Caring” adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan
(Marriner-Tomey, 1994). “Caring”juga didefinisikan sebagai tindakan yang
bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999).
Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik.
Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek
fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap “caring” untuk klien
dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan.
Watson menekankan dalam sikap”caring” ini harus tercermin sepuluh faktor
kuratif yaitu:
KDK II _ SAK 11
Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan
meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu,
perawat meningkatkan prilaku klien dalam mencari pertolngan
kesehatan.
Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar
menghargai kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri
dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.
Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan
informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut
merasakan apa yang dialami klien.
Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien.
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan
dan perasaan klien.
Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan
keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai
pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.
Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan
asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan personal klien.
Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang
mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan internal dan
eksternal klien terhadap kesehatan kondisi penyakit klien.
Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi. Perawat
perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien. Pemenuhan
kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat
selanjutnya.
Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar
pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-
kadang seseorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran
yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan
pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri.
KDK II _ SAK 12
Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar
semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan
profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan
faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri
sebelum mamahami orang lain.
Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan
signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adlah
hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada
bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan
dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk
bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.
b. Hubungan perawat-klien
Hubungan perawat dan klien adalah suatu bentuk hubungan
terapeutik/profesional dan timbal balik yang bertujuan untuk meningkatkan
efektifitas hasil intervensi keperawatan melalui suatu proses pembinaan
pemahaman tentang dua pihak yang sedang berhubungan. Hubungan
profesional ini diprakasai oleh perawat melaui sikap empati dan keinginan
berrespon (“sense of responsiveness”) serta keinginan menolong klien (“sense
of caring”).
Menurut Peplau, dalam membina hubungan profesional ini, kedua
pihak seyogyanya harus melewati beberapa tahapan (Marriner-Tomey, 1994)
yaitu :
1. tahap orientasi
2. tahap identifikasi
3. tahap eksploitasi
4. tahap resolusi.
d. Kolaborasi/kemitraan
Kaloborasi merupakan salah satu model interaksi yang terjadi diantara
dan antar praktisi klinik selama pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan.
Kolaborasi meliputi kegiatan berkomunikasi parallel, berfungsi parallel,
bertukar informasi, berkoordinasi, berkonsultasi, mengelola kasus bersama
(ko-manajemen), serta merujuk.
Kolaborasi merupakan suatu pengakuan keahlian seseorang oleh orang
lain di dalam maupun di luar profesi orang tersebut (ANA, 1995, 12).
Kaloborasi ini juga merupakan proses interpersonal dimana dua orang atau
lebih membuat suatu komitmen untuk berinteraksi secara kontruktif untuk
menyelesaikan masalah klien dan mencapai tujuan, target atau hasil yang
ditetapkan.
Para individu ini mengenali dan mengartikulasikan nilai-nilai yang
membuat komitmen ini menjadi terwujud. Kemampuan mewujudkan
komitmen untuk berinteraksi secara kontruktif tergantung dari persamaan
persepsi, tentang tujuan bersama, kompetensi klinik, dan kemapuan
interpersonal, humor, keprcayaan, menghargai dan menghormati pengetahuan
dan praktik keilmuan yang berbeda (Hanson & Spross, 1996).
KDK II _ SAK 16
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kreiteria yaitu
1. adanya rasa saling percaya dan menghormati,
2. saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing,
3. memiliki citra diri positif,
4. memiliki kematangan profesional yang setara (yang timbul dari
pendidikan dan pengalaman),
5. mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan
6. keinginan untuk bernegosiasi (Hanson & Spross, 1996).
KDK II _ SAK 17
suatu wilayah, maka standar dan kriteria keberhasilannya perlu ditetapkan
optimal dan bukan minimal.
Kegiatan jaminan mutu dapat meliputi aspek struktur, proses, dan
outcome. Kegiatan penilaian dan pemantauan dalam pelayanan keperawatan
juga selayaknya diarahkan pada ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, standar
pelayanan, kriteria keberhasilan, alat pengukur perlu dikembangkan, dan
tahapan dlam pelaksanaan kegiatan menjamin mutu perlu ditetapkan.
Strategi untuk kegiatan jaminan mutu antara lain dengan benchmarking
dan manajemen kualitas total (total quality management) (Marquis & Huston,
1998). Benchmarking atau meneliti praktik terbaik (“best practice research”)
adalah kegaiatan mengkaji kelemahan tertentu instiusi dan kemudian
mengidentifikasi instuisi lain yang memiliki keunggulan dalam aspek yang
sama. Kegaiatan dilanjutkan dengan berkomunikasi, menetapkan kesepakatan
kerjasama untuk mendukung dan meningkatkan kelemahan tersebut (Marquis
& Huston, 1998).
Manajer pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat pula bekerjasama
dengan rumah sakit lain yang tidak saling berkompetensi untuk meningkatkan
satu atau beberapa aspek yang dianggap lemah. Kerjasama ini bersifat
konfidensial dan hanya meningkatkan aspek yang dianggap masih lemah.
Manajemen kualitas total dilakukan berdasarkan harapan bahwa
individu merupakan fokus produksi dan pelayanan. Penakanan manajeman
kualitas total adalah mengidentifikasi dan melakukan kegiatan dengan benar,
cara yang benar, waktu yang sesuai dan mencegah masalah. Strategi menjamin
kualitas ini sangat menyerap biaya karena proses ini terus menerus, dan setiap
subyek maupun kegiatan diarahkan pada peningkatan secara
berkesinambungan.
Strategi lain dari kegiatan jaminan mutu ynag bersifat kontemporer
adalah penggunaan “critical patways”. Critical pathways adalah menetapkan
kemajuanj yang harus dicapai klien sejak saat klien diterima di rumah sakit.
Keuntungan cara ini adalah standar pencapaian yang ditetapkan untuk seorang
klien dapat diterapkan untuk klien lain yang berdiagnosis sama. Namun,
kelemahannya adalah tidak dapat mengakomodasi keunikan individual klien.
Selain itu, pendokumentasian critical pathways memerlukan banyak catatan
dan pengkajian ulang (Marquis & Huston).
KDK II _ SAK 18
Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah
sakit dapat pula dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu (“quality
control”). Kegaiatannya dapat dilaksanakan dalam dua tingkat yaitu tingkat
rumah sakit dan tingkat ruang rawat. Tingkat rumah sakit dapat dilaksanakan
dengan cara mengembangkan tim gugus kendali mutu yang memiliki program
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kegiatan menilai mutu pada tingkat rumah sakit, akan diawali dengan
penetapan kriteria pengendalian, mengidentifikasi informasi yang relevan
dengan kriteria, menetapkan cara mengumpulakan informasi/data,
mengumpulkan dan menganailisis informasi/data, membandingkan informasi
dengan kriteria yang telah ditetapkan, menetapkan keputusan tentang kualitas,
memperbaiki situasi sesuai hasil yang diperoleh, dan menetapkan kembali cara
mengumpulkan informasi (Marquis & Huston, 2000).
Ada 10 indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu :
1. angka infeksi nosokomial,
2. kejadian klien jatuh/kecelakaan,
3. tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan,
4. tingkat kepusan klien terhadap pengelolaan nyeri dan kenyamanan,
5. tingkat kepuasan klien terhadap informasi/pendidikan kesehatan, (6)
tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keprawtan,
6. upaya mempertahankan integritas kulit,
7. tingkat kepasan perawat,
8. kombinasi kerja anatara perawat profesional dan non profesional, (10
9. total jam asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis & Huston,
1998).
Pada tingkat ruangan, selain ada individu ruangan yang duduk sebagai
wakil pada tim gugus kendali mutu rumah sakit, maka seyogyanya dibentuk
pula tim ruangan yang disebut tim sirkulasi kualitas. Tim sirkulus kualitas
yang terdiri dari tiga sampai empat orang perawat ruangan ini berfungsi untuk
mengidentifikasi masalah-masalah pelayanan keperawatan tingkat ruangan,
membahas masalah di dalam tim, menyusun beberapa alternatif solusi, dan
menyampaikan kepada kepala ruangan untuk ditetapkan solusi yang akan
diambil dan dilaksanakan oleh ruangan. Sementara itu, tim ini akan
KDK II _ SAK 19
bekerjasama kembali mengidentifikasikan masalah-masalah lain yang terjadi.
Siklus kegiatan akan berjalan seperti sebelumnya.
KDK II _ SAK 20
Selama perawatan di rumah sakit, klein yang sedang mengalami kondisi
kritis kadang-kadang menganggap dirinya berada di luar tubunh dan
lingkungannya. Kesatua erat antara diri dan tubuhnya menjadi terganggu. Ia
mengganggap tubuhnya merupakan benda asing yang sering tidak bisa
bekerjasama lagi selama sakitnya (Morse, Bottorff, & Hutchinson, 1995). Hal ini
menyebabkan ia merasa sangat tergantung pada perawat. Bagi klien dalam
kondisi seperti apapun perawat tidak memiliki hak untuk menolak keinginan dan
harapan klien (Kitson,1998).
Kepuasan klien merupakan suatu situasi dimana klien dan keluarga
mengganggap bahwa biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kualitas pelayanan
yang diterima dan tingkat kemajuan kondisi kesehatan yang dialaminya. Mereka
merasa pelayanan yang diberikan merupakan penghargaan terhadap diri dan
kehormatan yang dimilikinya. Selain itu mereka merasakan manfaat lain setelah
dirawat yaitu pengetahuan tentang penyakit dan dirinya menjadi bertambah.
Namun sebaliknya, klien jarang untuk mencoba mempertimbangkan apakah
pelayanan keperawatan yang diberikan itu merupakan upaya yang efektif dan
efisien dilihat dari segi waktu, tenaga, dan sumber daya yang digunakan
(Wensley, 1992).
KDK II _ SAK 21
5. diberlakukannya sistem penghargaan (promosi dan kompensasi) memadai
yang memungkinkan perawat tidak harus berpikir tentang kepentingan
diri, pendidikan, dan masa depan karirinya.
KDK II _ SAK 22
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa asuhan keperawatan tidak dapat
dilaksanakan dengan baik apabila situasi dan proses kegiatan pelaksanaan
pekerjaan tidak memadai. Oleh karena itu, sudah selayaknya pimpinan rumah
sakit memberikan cukup perhatian pada kondisi kerja yang dapat memprihatinkan
yang berpotensi menimbulkan ketidak-puasan kerja sehingga dapat menurunkan
kualitas pelayanan (Reuters Health, 2001).
KDK II _ SAK 25
2.7 ASKEP Hukum Standar Peratik Keperawatan
Dengan diberlakukannya standar praktek keperawatan, maka institusi
memberikan kesempatan pada klien untuk mengontrol asuhan keperawatan yang
diberikan perawat pada klien. Apabila klien tidak mendapat pelayanan yang
memuaskan atau klien dirugikan karena kelalaian perawat maka klien dan keluarga
mempunyai hak untuk bertanya dan menuntut.
Dinegara maju dimana standar ini telah diberlakukan maka kekuatatan
hukumnya sangat kuat. Apabila perawat melakukan kelalaian karena tindakan yang
menyimpang dari standar maka perawat dianggap melanggar hukum dan harus
dituntut pertanggung jawabannya. Oleh karena itu setiap perawat harus betul-betul
memahami standar praktek keperawatan agar dapat memberikan pelayanan yang
bermutu pada klien.
Sebagai contoh, Jensen dan Bobak mengemukakan hukum of Torts yang
memuat tentang kegiatan yang dikehendaki dari perawat : mencegah penyakit mata
pada bayi baru lahir, mendokumentasikan penyakit akibat hubungan seksual.
Pada pasal 53 ayat 2 dan 4 Undang-undang kesehatan Nomer 23 tahun 1992,
dinyatakan bahwa “tenaga kesehatan termasuk perawat dalam melakukan tugasnya
berkewajiban mematuhi standar profesi dan menghormati hak klien”. Dari uraian
tersebut jelaslah bahwa standar profesi keperawatan mempunyai dasar hukum dan
barang siapa yang melanggar akan menerima sangsi atau hukuman.
Dimensi praktek profesional adalah adanya sistem etik. Etik adalah standar
untuk menentukan benar atau salah dan untuk pengambilan keputusan tentang apa
yang seharusnya dilakukan oleh dan terhadap manusia. (Wijayarini M.A,1996,h.13) .
Ada pendapat lain bahwa penyusunan standar secara otomatis dilakukan oleh
tim maka langkah-langkah dalam penyusunan standar sebagai berikut : merumuskan
KDK II _ SAK 26
filosofi dan tujuan, menghubungkan standar dan teori yang relevan, menetapkan topik
dan format standar (Sahar,J, 1996)
KDK II _ SAK 27
Topik-topik yang telah ditentukan disesuaikan pada aspek-aspek
penyusunan standar misalnya ; aspek asuhan keperawatan, pendidikan dan
kelompok klien atau yang bersifat umum yaitu menggunakan pendekatan
meliputi standar struktur, standar proses dan standar hasil.
Format standar tergantung dari cara pendekatan yang dipilih
sebelumnya dan topik standar yang telah ditentukan. Apabila standar praktek
keperawatan yang digunakan adalah pendekatan standar proses maka format
standar yang dipakai adalah format standar ANA 1991 terdiri dari enam tahap
yang meliputi ; pengkajian , diagnosa, identifikasi hasil, perencanan,
implementasi dan evaluasi.
Karena standar merupakan pendekatan sistematis yang terencana
dalam praktek keperawatan maka diharapkan bahwa pelayanan keperawatan
yang diberikan pada klien juga termasuk pendekatan diri klien dan
keluarganya.
KDK II _ SAK 28
1. Aspek Asuhan keperawatan, dapat dipilih topik atau masalah keperawatan
klien yang sering ditemukan, misalnya standar asuhan keperawatan klien
anteatal, intranatal dan postnatal.
2. Aspek pendidikan dapat dipilih paket penyuluhan/pendidikan kesehatan yang
paling dibutuhkan, misalnya penyuluhan tentang perawatan payudara.
3. Aspek kelompok klien, topik dapat dipilih berdasarkan kategori umur,
masalah kesehatan tertentu misalnya; kelompok menopouse.
Dalam penerapan standar prktek keperawatan dapt dimodifikasi keduanya dalam
pelayanan asuhan keperawatan. Contoh : pelaksanaan standar asuhan keperawatan
pada klien postnatal, perawat dapat mengunakan standar proses (metode, prinsip dan
strategi dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
KDK II _ SAK 29
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
STANDARD OF NURSING CARE TO THE PERFORMANCE
NURSE-PATIENT ROOM IN THE SRAGEN DISTRICT HOSPITALS
Rumah sakit merupakan salah satu mata rantai di dalam pemberian pelayanan
kesehatan serta suatu organisasi dengan sistem terbuka dan selalu berinteraksi dengan
lingkungannya untuk mencapai suatu keseimbangan yang dinamis mempunyai fungsi
utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan serta sebagai
tempat penelitian berdasarkan surat keputusan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian jurnal ini adalah diskriptip analitik dengan tujuan untuk
menggambarkan kenyataan yang ada tentang suatu keadaan secara objektif
(Arikunto,2006).
Dalam jurnal ini populasi penelitian mengambil 204perawat yang ada di ruang
rawat inap Rumah Sakit Umum daerah kabupaten Sragen. Pengambilan sample
dalam penelitian jurnal ini dengan mengggunakan tehnik proporsional random
sampling dengan dasar pertimbangan bahwa populasi yang relatif homogen.
KDK II _ SAK 30
Hasil Penelitian
KDK II _ SAK 31
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
1. Bagi Perawat. Bagi seorang perawat standar praktek keperawatan ini akan
digunakan sebagai pedoman dalam hal membimbing perawat dalam penentuan
tindakan keperawatan yang akan dilakukan teradap pasien dan juga
perlindungan dari kelalaian dalam melakukan tindakan keperawatan dengan
membimbing perawat dalam melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan
juga benar.
2. Bagi Rumah Sakit. Dengan penggunaan standar praktek keperawatan ini
tentunya akan meningkatkan efisiensi serta juga efektifitas pelayanan
keperawatan dan ini akan berefek kepada penurunan lama rawat pasien di
rumah sakit.
3. Bagi Pasien. Dengan perawatan yang tidak memakan waktu yang lama maka
biaya perawatan serta pengobatan yang ditanggung pasien dan keluarganya akan
menjadi semakin ringan.
4. Bagi Profesi. Standar ini digunakan sebagai alat perencanaan untuk mencapai
target dan sebagai tolak ukur untuk mengevaluasi penampilan, dimana standar
ini digunakan sebagai alat pengontrolnya.
KDK II _ SAK 32
5. Bagi Tenaga Kesehatan Lainnya. dapat digunakan untuk mengetahui batas
kewenangan dengan profesi lain sehingga dapat saling menghormati dan bekerja
sama secara baik dalam menjalankan pekerjaan sesuai profesinya dan
meningkatkan pelayanan tentunya
KDK II _ SAK 33
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Carol Vestal. 1998. Memahami Proses Keperawatan Dengan Pendekatan Latihan.
EGC:Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. PERMENKES Nomor. 47. Registrasi dan
Peratik Keperawatan. Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/89804551/7/standar-I-Pengkajian-keperawatan
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/2010/08/standar-asuhan keperawatan.html
http://ichal-apriantoblogspot.blogspot.com/2011/05/standar-asuhan-keperawatan.html
http://bidaninfo.wordpress.com/tag/hukum-kesehatan/
http://www.scribd.com/doc/78390643/Buku-Standar-Asuhan-Keperawatan
KDK II _ SAK 34