Anda di halaman 1dari 14

HALAMAN SAMPUL

MAKALAH TOKSIKOLOGI
“TOKSISITAS OBAT DIABETES MELLITUS GOLONGAN BIGUANID”

OLE H :
KELOMPOK 1
KELAS B

NAMA NIM
EKA WIDIANTI SAPUTRI O1A114097
NATALIA NURSAM O1A114088
FEBRISA DINDA YESSENIA O1A114103
ANDRIYANI PRADITA O1A115064
ANDRI AGUS SALIM O1A115008
HUSNATUL JANNAH O1A115026
IMROK ATUN SOLIKHA O1A115030

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalahTOKSIKOLOGImengenai “Toksisitas Obat Diabetes Mellitus Golongan
Biguanid” ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan Makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Kendari , 30 April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II : PEMBAHASAN 3
BAB III : KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang didefinisikan
sebagai kemampuan bahan kimia untuk menyebabkan kerusakan/injuri maupun
keracunan. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau tidak
terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi.
Proses pengrusakan ini baru terjadi apabila pada target organ telah menumpuk
satu jumlah yang cukup dari agent toksik ataupun metabolitnya, begitupun hal
ini bukan berarti bahwa penumpukan yang tertinggi dari agent tokis itu berada
di target organ, tetapi bisa juga ditempat yang lain. Salah satu toksisitas yang
paling banyak terjadi yaitu toksisitas obat atau bahan obat.
Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan
untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
kelainan fisik dan psikis pada manusia atau hewan. Obat sendiri dapat bersifat
racun jika penggunaan atau dosis dan takarannya tidak sesuai, serta adanya
penyalahgunaan obat. Keracunan merupakan kejadian timbulnya efek samping
obat, zat kimia, atau substansi asing lainnya yang berhubungan dengan dosis.
Keracunan dapat terjadi secara lokal (misalnya pada kulit, mata maupun
paru) atau terjadi secara sistemik, tergantung dari sifat kimia dan fisik zat racun
tersebut, mekanisme kerjanya, dan rute paparannya. Presentasi terbesar rute
paparan substansi racunialah melaluri oral/ingesti yaitu sebesar 74%. Salah
satu obat yang dapat bersifat toksik ialah obat-obat Diabetes Mellitus
khususnya pada DM tipe II. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai toksisitas obat DM golongan Biguanid yaitu metformin.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Apa definisi diabetes mellitus ?
2. Apa saja klasifikasi diabetes mellitus ?
3. Bagaimana farmakoterapi diabetes mellitus ?
4. Bagaimana toksisitas obat DM golongan biguanid ?
5. Bagaaimana mekanisme toksisitas obat DM golongan biguanid ?
C. Tujuan Penulisan
Tujua dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi diabetes mellitus.
2. Untuk mengetahui klasifikasi diabetes mellitus.
3. Untuk mengetahui bagaimana farmakoterapi diabetes mellitus.
4. Untuk mengetahui toksisitas obat DM golongan biguanid.
5. Untuk mengetahui mekanisme toksisitas obat DM golongan biguanid.
BAB II
PRMBAHASAN

A. Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan
hiperglikemia kronik tersebut dapat mengenai banyak orang pada semua apisan
masyarakat di seluruh dunia. Diabetes Mellitus ditandai oleh hiperglikemia
serta gangguan-gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
bertalian dengan defisiensi absolut atau relativ aktivitas dan atau sekresi
insulin. Karena itu meskipun diabetes asalnya merupakan endokrin, manifestasi
pokoknya adalah penyakit metabolik.
Definisi lain menyebutkan diabetes mellitus merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah
merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor dimana dapat defisiensi insulin absolut atau relativ dan
gangguan fungsi insulin.
2. Klasifikasi
 Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :
 Diabetes Mellitus tipe I (Insulin dependent)
DM jenis ini paling sering terdapat pada anak-anak dan dewasa muda,
namun demikian dapat juga ditemukan pada setiap umur. Destruksi sel-sel
pembuat insulin melalui mekanisme imunologik menyebabkan hilangnya
hampir seluruh insulin endogen. Pemberian insulin eksogen terutama tidak
hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga untuk
menghindari ketoasidosis diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan.
 Diabetes Mellitus tipe II (non-insulin dependent)
DM jenis ini biasanya timbul pada umur lebih 40 tahun. Kebanyakan
pasien DM jenis ini bertubuh gemuk, dan resistensi terhadap kerja insulin
dapat ditemukan pada banyak kasus. Produksi insulin biasanyamemadai
untuk mencegah KAD, namun KAD dapat timbul bila ada stress berat.
Insulin eksogen dapat digunakan untuk mengobati hiperglikemia yang
membandel pada para pasien jenis ini.
 Diabetes Mellitus lain (sekunder)
Pada DM jenis ini hiperglikemia berkaitan dengan penyebab lain yang
jelas, meliputi penyakit-penyakit pankreas, pankreatektomi, sindroma
cushing, acromegaly dan sejumlah kelainan genetik yang tak lazim.
 Toleransi Glukosa yang terganggu merupakan klasifikasi yang cocok untuk
para penderita yang mempunyai kadar glukosa plasma yang abnormal namun
tidak memenuhi kriteria diagnostik.
 Diabetes Mellitus Gestasional : istilah ini dipakai terhadap pasien yang
menderita hiperglikemia selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh
diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin
kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Pada pasien-pasien ini toleransi
glukosa dapat kembali normal setelah persalinan.
3. Farmakoterapi
 Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada
DM Tipe I, sel-sel ß Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga
tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita
DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar
metabolismekarbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagianbesar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun
hampir 30%ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik
oral.
 Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk
membantupenanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral
yang tepatsangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada
tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik
oral dapatdilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari
dua jenisobat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan
harusmempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta
kondisikesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada.
Tabel 1. Penggolongan Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Salah satu golongan OHO yang paling sering digunakan untuk penyakit
DM ini adalah obat golongan biguanid. Obat hipoglikemik oral golongan
biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa
hati. Senyawa-senyawa golonganbiguanida tidak merangsang sekresi insulin,
dan hampir tidak pernahmenyebabkan hipoglikemia. Satu-satunya senyawa
biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah
metformin.
Metformin merupakan obathipoglikemi oral golongan biguanid. Tidak
seperti obat hipoglikemi golongan sulfonilurea, metformin jarang
menyebabkan hipoglikemi pada pasien yang menggunakannya kecuali bila
pasien menggunakan kombinasi dengan obat lain. Metformin merupakan obat
pilihan pertama untuk pasien diabetes mellitus dengan kelebihan berat badan
(overweight).Metformin masih banyak dipakai dibeberapa negara termasuk
Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosislaktat cukup sedikit asal dosis
tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak adagangguan fungsi ginjal dan hati.
Tabel 2. Obat Hipoglikemik Oral Golongan Biguanid

 Farmakologi Metformin
Metformin meningkatkan sensitivitas insulin pada liver dan jaringan
perifer. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan masukan glukosa pada
jaringanperifer. Mekanisme pasti bagaimana metformin meningkatkan
sensitivitas sedangditeliti. Metformin tidak mempunyai efek langsung pada
sel ß pankreas, meskipunkadar insulin menurun. Selain itu diketahui bahwa
efek utama adalah denganmenurunkan produksi glukosa hepatik melalui
aktivasi enzim AMP-activatedprotein kinase dan meningkatkan stimulasi
ambilan glukosa oleh otot skelet danjaringan lemak. Metformin selain
menurunkan glukosa juga menurunkan kolesterol total (5-10%) dan
trigliserida (10-20%) dan kemungkinan menjagakadar HDL-C.Mekanisme
inti dari metformin adalah pengubahan metabolisme energi sel. Metformin
menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat glukoneogenesis
oleh hepar dan melawan aksi glukagon. Selain itu juga mampu mengubah
sensitivitas insulin.
Gambar 1. Struktur Kimia Metformin
 Farmakokinetika
Absorpsi oral metformin adalah 50-60%; dieliminasi unchanged
olehekskresi ginjal, klirens menjadi lebih besar dari laju filtrasi glomerulus
karena sekresi aktif ke dalam cairan tubulus. Metformin terakumulasi pada
pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Waktu paruh berkisar 1,5 - 4,5 jam,
tapi durasi kerjanya lama lagi, memungkinkan dua kali dosis harian.
 Dosis dan Cara Pemberian
Metformin lepas cepat 500 mg dua kali sehari digunakan bersama
makan untuk mengurangi efek samping pada saluran cerna, metformin dapat
ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai target glikemik atau 2000
mg/hari dicapai. Metformin 850 mg diberikan sekali sehari dan ditingkatkan
setiap 1-2 minggu menuju dosis maksimum 850 mg tiga kali sehari.
Tersedia sediaan extendedrelease untuk membantu meminimalkan efek
samping pada saluran cerna.
 Efek Samping
Efek samping yang paling umum adalah ketidaknyamanan perut, sakit
perut, diare, dan anoreksia. Efek ini dapat diminimalkan dengan mentitrasi
dosis perlahan dan mengkonsumsi bersamaan dengan makanan. Extended
release metformin (Glucophage XR) dapat mengurangi efek samping GI.
Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat diminimalkan dengan menghindari
penggunaan pada pasien dengan insufisiensi ginjal (kreatinin serum 1,4 mg
dL atau lebih [=124 umol / L] pada wanita dan 1,5 mg / dL atau lebih [=133
umol / L] pada laki-laki), gagal jantung kongestif, atau kondisi predisposisi
hipoksemia atau asidosis laktat.
4. Tokisitas Obat
Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis
berlebih atau penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme
atau ekskresi. Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat,
dengan menevaluasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung
berefek toksik setelah diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan efek
toksik apapun selama berhari-hari lamanya.Keracunan juga bisa terjadi akibat
terjadinya interaksi obat antidiabetes dengan obat lain karena penggunaan
secara bersamaan atau dalam waktu yang berdekatan atau karena adanya
gangguan fungsi tubuh yang berperan dalam proses pembuangan obat ke luar
tubuh setelah obat tersebut bekerja seperti gangguan fungsi hati atau ginjal.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal
yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak),
hepatotosisitas (hepar), imunotoksisitas (sistem imun), kardiotoksisitas
(jantung) dan sistem gastrointestinal (saluran cerna). Pengetahuan tentang efek
toksisitas obat akan membantu perawat untuk mendeteksi dini dan mencegah
kerusakan organ secara permanen pada klien.
Efek toksik yang paling umum dari metformin adalah pada
gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, ketidaknyamanan perut, dan diare)
yang terjadi hingga 20% dari pasien. Metformin harus dihentikan pada 3-5%
pasien akibat diare persisten. Penyerapan vitamin B12 juga dapat berkurang
selama terapi metformin jangka panjang, sehingga butuh tambahan injeksi
vitamin B12 jika mengkonsumsi obat ini dalam jangka panjang.Biguanide
memiliki kontraindikasi pada pasien dengan penyakit ginjal, alkoholisme,
penyakit hati, atau kondisi predisposisi untuk anoxia jaringan (misalnya,
disfungsi cardiopulmonary kronis) karena peningkatan risiko asidosis laktat
yang disebabkan oleh obat biguanide pada penyakit ini.

5. Mekanisme Toksisitas
Salah satu toksisitas/keracunan yang ditimbulkan dari penggunaan
metformin ialah terjadinya asidosis laktat. Asidosis laktat adalah penumpukan
asam laktat dalam tubuh, yang dapat berakibat fatal. Metformin mampu
menghasilkan asam laktat dalam jumlah besar. Hal tersebut bisa menghambat
gangguan tertentu yang lantas memaksa sel-sel tubuh untuk melakukan
metabolisme anaerob (proses pembentukan energi yang tidak menggunakan
oksigen).
Asam laktat adalah produk hasil metabolisme anaerob yang akan
membuat pH darah lebih asam. Bila kadarnya sangat tinggi maka bisa
menyebabkan kerusakan atau gagalnya fungsi berbagai organ tubuh. Karena
ginjal memproduksi hasil metabolisme obat metformin, kerusakan ginjal dalam
hal apa pun akan menyebabkan peningkatan kadar metformin dalam darah
sehingga akan terjadi peningkatan asam laktat. Inilah alasan mengapa
metformin umumnya hanya diresepkan untuk orang dengan fungsi ginjal yang
sehat.
Asidosis laktat dapat terjadi setelah 9 jam pemakaian 25 gram metformin
oleh seorang pasien berusia 83 tahun dan asidosis laktat yang fatal serta kolaps
kardiovaskuler terjadi 4 jam setelah penggunaan 35 gram oleh pasien berusia
35 tahun. Asidosis laktat akibat keracunan metformin dan phenformin dapat
dimulai dengan tanda-tanda yang tidak spesifik seperti lemas, muntah, nyeri
otot, dan tekanan pada pernapasan. Tingkat kematian akibat asidosis laktat
yang berat dilaporkan mencapai 50%.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Obat-obat hipoglikemik
oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II.
Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan
terapi diabetes. Salah satu golongan OHO yang paling sering digunakan untuk
penyakit DM ini adalah obat golongan biguanid. Satu-satunya senyawa biguanida
yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini adalah metformin.
Obat golongan ini dapat pula menimbulkan toksisitas bagi penggunanya, salah
satunya yaitu asidosis laktat.
DAFTAR PUSTAKA

Christianie, M., Siti, S., Yulia, T., dan Retnosari, A., 2008, Kejadian Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki yang Menyebabkan Pasien Usia Lanjut Dirawat Di
Ruang Perawatan Penyakit Dalam Instalasi Rawat Inap B Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol 5(3).
Depkes RI., 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus,
Jakarta.
IAI., 2014, Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 49, Penerbit Buku PT
ISFI ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai