PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Identitas merupakan jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir
hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya dan
kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut.
Sedangkan Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh seseorang atau
sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sehingga Identitas Budaya
memiliki pengertian suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga
bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Dalam Lintas Budaya,
setiap orang seharusnya memahami masing-masing budaya yang ada di sekitarnya sehingga
dapat beradaptasi ketika berada di kebudayaan yang berbeda.
Seperti Negara kita, yaitu Negara Indonesia yang memiliki budaya yang beraneka
ragam dengan berbagai suku bangsa dan adat istiadat yang dapat membedakan antara Negara
yang satu dengan yang lain karena setiap Negara juga pasti memiliki budaya yang tidak
semuanya sama dengan Indonesia . Tidak hanya indonesia dengan negara luar tetapi
kebudayaan didalam Indonesia juga sangat beragam . Karakteristik dari budaya tersebut yang
mampu membedakan antara daerah yang satu dengan yang lain karena didalam daerah
tersebut ada budaya yang melekat yang sudah menjadi ciri dari daerah tersebut.
1) Asimilasi menurut Koentjara Ningrat (1996: 160) adalah suatu proses sosial
yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan
yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif, sehingga sifat khas dari
unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi
unsur-unsur kebudayaan campuran.
b. Faktor penghalang
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi antara lain:
a) Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas)
b) Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi
c) Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi
dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan
d) Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan
kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak
mau mengakui keberadaan kebudayaan kelompok lainnya
e) Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
Asimilasi ini bisa terjadi jika ada kontak budaya, antara lain:
Kontak sosial bisa terjadi pada individu, sebagian masyarakat, bahkan seluruh lapisan
masyarakat. Misalnya saja kehadiran teknologi tentu sangat berbeda dengan kehadiran ulama.
Kehadiran seorang psikolog, tntu saja sangat berbeda dengan kehadiran seorang ekonom dan
begitu seterusnya.
· Kontak budaya bisa terjadi dalam situasi damai maupun bermusuhan.
· Kontak budaya bisa terjadi antara masyarakat besar atau kecil.
· Kontak budaya bisa terjadi antara kelompok yang dikuasai dan menguasai unsur budaya.
· Kontak budaya bisa terjadi dalam 3 wujud budaya, yaitu sistem sosial, unsur budaya fisik,
dan sistem budaya.
2.3.Unsur-unsur Asimilasi
Agar suatu proses asimilasi bisa terjadi dengan cara damai, maka terdapat unsur-unsur yang
menjadikan budaya asing tersebut diterima dengan baik.
1) Penemuan teknologi baru yang manfaatnya bisa cepat dirasakan oleh masyarakat.
2) Kebudayaan yang unsur-unsurnya merupakan material.
3) Kebudayaan asing yang pengaruhnya tidak signifikan.
4) Kebudayaan yang mudah untuk disesuaikan dengan kebudayaan yang ada.
Sedangkan, suatu proses asimilasi atau kebudayaan asing yang sulit untuk diterima oleh
masyarakat, antara lain:
Identitas kebudayaan kita dikembangkan melalui proses yang meliputi beberapa tahap:
1. Identitas budaya yang tak disengaja
Pada tahap ini, identitas budaya terbentuk secara tidak disengaja atau tidak disadari.
Anda terpengaruh oleh budaya dominan hanya karena Anda merasa budaya milik Anda
kurang akomodatif, sehingga Anda ikut-ikutan membentuk identitas baru.
2. Pencarian Identitas Budaya
Pencarian identitas budaya meliputi sebuah proses penanjakan, bertanya,d an uji coba
atas sebuah identitas lain, di mana Anda terus mencari dan belajar tentang itu dengan
melakukan penelitian mendalam, bertanya pada keluarga atau teman, atau bahkan
melacaknya secara ilmiah.
3. Identitas Budaya yang Diperoleh
Yaitu bentuk identitas yang dirincikan oleh kejelasan dan keyakinan terhadap
penerimaan diri aAnda melalui interaksi kebudayaan sehingga membentuk identitas Anda.
4. Konformitas: Internalisasi
Proses pembentukan juga identitas dapat diperoleh melalui internalisasi yang
membentuk konformitas. Jadi, proses internalisasi berfungsi untuk membuat norma-norma
yang Anda miliki menjadi sama dengan norma-norma yang dominan, atau membuat norma
yang Anda miliki berasimilasi ke dalam kultur dominan.
5. Resistensi dan Separatisme
Adalah pembentukan identitas sebuah kultur dari sebuah komunitas tertentu sebagai
suatu komunitas yang berperilaku eksklusif untuk menolak norma-norma kultur dominan.
6. Integrasi
Pembentukan dengan cara seseorang atau sekelompok orang mengembangkan
identitas baru yang merupakan hasil integrasi pelbagai budaya dari komunitas ata masyarakat
asal.
Secara umum jenis identitas terbagi menjadi identitas sosial dan kultural,
sebagaimana yang dibahas oleh Martin dan Nakayama, meliputi:
1. Gender versus Seks: Gender
Pembicaraan tentang identitas gender akan berkaitan dengan pembedaan peran
perempuan dan laki-laki dalam pandangan kultur maupun sosial. Sebaliknya, kalau kita
bicara tentang identitas seks maka kita hanya akan berbicara tentang perbedaan fungsi-fungsi
biologis manusia berdasarkan jenis kelamin.
2. Pembentukan Makna Rasial
Cara pandang baru untuk mengidentifikasi ras lebih sebagai “complex of sosial
meaning” untuk menunjukkan manakah kategori ras (identitas) yang asli dan ras keturunan.
3. Bounded vs. Dominant Identities
Adalah konsep yang menujukkan persepsi tentang kekhasan sekelompok orang
dengan perilaku tertentu meskipun kelompok itu bukan merupakan kelompok dominan.
4. Kelompok ‘Whiteness’?
Dominasi ras berkulit putih yang membedakan dirinya dengan ras lain.
5. Multirasialitas/Multikulturalitas
Di dasarkan pada sikap manusia terhadap perbedaan budaya itu sendiri. Di mana
individu dapat menjadi makelar dari kebudayaan dan menjadi fasilitator antarbudaya.
Adapun faktor-faktor pembentuk Identitas budaya adalah kurang lebih sebagai berikut
:
a. Kepercayaan.
Kepercayaan menjadi faktor utama dalam identitas budaya, tanpa adanya kepercayaan
yang di anut maka tidak akan terbentuk suatu identitas budaya yang melekat pada suatu
kebudayaan. Biasanya kepercayaan ini muncul dari amanah para leluhur terdahulu yang
menyakini tentang suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh suatu budaya yang tentunya
berbeda antara budaya satu dengan budaya lainnya. Contohnya mempercayai tradisi pecah
telur pada saat resepsi pernikahan yang dipercaya sebagai salah satu tradisi penting
masyarakat Jawa dalam resepsi pernikahan.
b. Rasa aman.
Perasaan aman atau positif bagi penganut suatu kebudayaan menjadi faktor
terbentuknya identitas budaya, karena tanpa adanya rasa aman dari pelaku kegiatan budaya
maka tidak akan dilakukan secara terus menerus sesuatu yang dianggapnya negatif dan tidak
aman. Contohnya tidak ada kebiasaan menyakiti sesama karena dianggap saling menyakiti
adalah tidak memberikan rasa aman bagi siapapun.
c. Pola perilaku.
Pola perilaku juga menjadi faktor pembentuk identitas budaya, bagaimana pola
perilaku kita dimasyarakat mencerminkan identitas budaya yang kita anut. Dalam hal ini
biasa terjadinya diskriminasi terhadap orang-orang tertentu yang berprilaku kurang baik
menurut orang sekitarnya yang pada umumnya didalam budaya orang tersebut adalah sesuatu
yang wajar dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi identitas budaya maupun yang berkaitan erat
dengan identitas budaya yaitu :
a. Asimilasi budaya
Pengertian asimilasi budaya adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan
hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi
ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk
mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan,
sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu
dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu
melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan
kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain.
Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan
beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah sifat
khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan
mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian
kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.
b. Akulturasi budaya
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul bila
suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari
suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
kepribadian kebudayaan itu sendiri.
b. Perspektif Komunikasi
Dibangun di atas gagasan-gagasan tentang pembentukan identitas yang telah
disinggung sebelumnya, tetapi dalam pengertian yang lebih dinamis. Perspektif ini
menekankan bahwa identitas dinegosiasikan, dibentuk, dikuatkan, dan ditantang melalui
komunikasi dengan orang lain; mereka muncul ketika pesan-pesan dikomunikasikan (Hecht,
Collier, & Ribeau, 1993). Mempresentasikan pemikiran kita bukanlah proses yang sederhana.
Apakah seseorang melihat diri kita seperti adanya? Mungkin tidak. Untuk itulah untuk
memahami bagaimana gambaran ini saling berhubungan, dibutuhkan konsep avowal dan
ascription. Avowal: proses di mana individu menggambarkan diri. Ascription: proses di mana
orang lain memberikan atribut pada identitas individual.
Inti dari perspektif komunikasi adalah pemikiran bahwa identitas diekspresikan secara
komunikatif dalam simbol inti, label, dan norma. Simbol inti merupakan kepercayaan
mendasar dan konsep utama yang membedakan identitas tertentu. Label adalah sebuah
kategori simbol inti. Label merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada aspek
tertentu dari identitas milik kita dan orang lain. Norma adalah beberapa nilai-nilai dari
tingkah laku yang berhubungan/berkaitan dengan identitas tertentu.
c. Perspektif Kritis
Melihat identitas secara lebih dinamis, sebagai akibat dari konteks yang cukup jauh
dari individu. Pembentukan identitas kontekstual: pembentukan identitas dengan melihat
konteks sejarah, ekonomi, politik, dan wacana. Resisting ascribed identities: ketika seseorang
dihadapkan pada berbagai wacana mengenai identitas, ia itu ditarik ke dalam dorongan sosial
yang memunculkan wacana tersebut. Seseorang mungkin akan menolak posisi (identitas)
yang mereka berikan dan mencoba mengambil identitas lain. Sifat dinamis identitas:
dorongan sosial yang membangkitkan identitas-identitas tersebut tidak pernah stabil dan
selalu berubah.
2.5. Membangun Identitas Minoritas dan Mayoritas
a. Identitas Minoritas
Empat tahap dalam perkembangan identitas minoritas (Ponterotto & Pedersen, 1993).
Unexamined identity: tahap ini ditandai oleh kurangnya etnis yang dieksplorasi. Dalam
tingkat ini, pemikiran mengenai identitas dapat datang dari orangtua ataupun teman.
b. Comformity: tahap ini ditandai oleh internalisasi nilai dan norma dari kelompok dominan
dan keinginan yang kuat untuk berasimilasi ke dalam budaya yang dominan.
c. Resistance and separatism: berbagai macam peristiwa dapat memicu gerakan dari tahap
tiga ini, termasuk diskriminasi atau hinaan terhadap seseorang.
d. Integration: menurut model ini, pengeluaran ideal dari proses perkembangan identitas
adalah diraihnya sebuah identitas. Individu yang telah mencapai tahap ini memiliki sebuah
rasa yang amat kuat terhadap kelompok identitas mereka (baik itu gender, ras, etnis, orientasi
seksual, dan lain sebagainya) dan penghargaan pada kelompok budaya lainnya.
b. Identitas Mayoritas
Rita Hardiman (1994) mempresentasikan suatu model perkembangan identitas
mayoritas untuk anggota kelompok dominan. Ia menguraikannya dalam lima tahap sebagai
berikut:
a. Unexamined Identity: tahap pertama ini hampir sama dengan tahap pertama pada
perkembangan identitas minoritas. Hanya, dalam hal ini individu harus waspada pada
beberapa perbedaan fisik dan budaya. Tetapi, kewaspadaan tersebut tidak harus sampai pada
tahap di mana seorang individu takut pada kelompok rasial lain atau merasa ada superioritas.
b. Acceptance: tahap kedua ini merepresentasikan internasionalisasi, sadar ataupun tidak
sadar, dari sebuah ideologi rasial. Intinya adalah bahwa individu tidak waspada bahwa
mereka telah diprogram untuk menerima satu pandangan yang telah mengglobal.
c. Resistance: tahap ini mempresentasikan sebuah pergantian paradigma besar.
d. Redefinition: dalam tahap ini, masyarakat mulai kembali fokus atau mengatur energi
mereka pada pendefinisian ulang, yaitu menegaskan kembali makna kulit putih di dalam
terminologi yang bebas rasialisme.
e. Integration: sebagai tahap akhir dari perkembangan identitas minoritas, individu kelompok
mayoritas saat ini telah dapat menyatukan identitas ras mereka ke dalam semua rupa identitas
mereka. Mereka tidak hanya menyadari identitas mereka sebagai sebuah ras, tetapi juga
menghargai kelompok budaya lain.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa identitas budaya merupakan suatu karakter khusus yang
melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan yang lain sehingga seharusnya kita mampu beradaptasi dengan budaya disekitar
kita. Dalam pembentukan identitas budaya melalui tahap-tahap seperti Identitas budaya yang
tak disengaja, pencarian identitas budaya, identitas budaya yang diperoleh, konformitas:
internalisasi, resistensi dan separatisme serta integrasi. Identitas budaya juga dipengaruhi oleh
factor Asimilasi dan Alkulturasi budaya yang dapat membuat budaya itu hilang atau tidaknya
karena kebudayaan baru dan mampu menerima kebudayaan baru yang awalnya asing lambat
laun mudah diterimanya.
DAFTAR PUSTAKA