Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN SURVEILANS INFEKSI

RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT Tk.IV 09.07.01 WIRASAKTI KUPANG


TAHUN
2018
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 09.04.01 KUPANG
RUMAH SAKIT TK. IV 09.07.01 WIRASAKTI KUPANG
Jln. MOCH. HATTA No. 9-11. KUPANG – 85112
Telp/Fax. (0380)-821131, 824735
e-Mail:rstwirasakti@gmail.com

KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT Tk.IV 09.07.01 WIRASAKTI KUPANG


TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT
NOMOR : SKEP/ /April 2018

KEPALA RUMAH SAKIT Tk.IV 09.07.01 WIRASAKTI KUPANG

Menimbang : 1. bahwa RumahSakit sebagai salah satu sarana kesehatan


yang memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat
memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan
masyara
kat
2. bahwa dalam mendukung peningkatan program surveilans
infeksi rumah sakit di Rumah Sakit Wirasakti Kupang
diperlukan suatu panduan surveilans infeksi rumah sakit

3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam angka 1 dan angka 2 perlu ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Rumah Sakit Wirasakti Kupang

Mengingat : 1. Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek


Kedokteran (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran negara republik
Indonesia Nomor 4431)
2. Peraturan PemerintahNo. 32 tahun2014tentangTenaga
Kesehatan (Lembaran negara Republik Indonesia tahun
2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607
4. Pedoman Surveilans Infeksi, Kemenkes RI tahun 2011

5 Permenkes Nomor 27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan


pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 nomor 857)
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT Tk.IV


09.07.01 WIRASAKTI KUPANG TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN SURVEILANS INFEKSI
RUMAH SAKIT.
Kesatu : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan
dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya apabila
dikemudian hari terdapatkekeliruandalampenetapan ini

Ditetapkan di Kupang
Pada tanggal: /April 2018
Kepala Rumah Sakit Tk.IV 09.07.01
Wirasakti Kupang

dr. Aan Riswandi, Sp. PK., M. Kes.


Mayor Ckm NRP. 11040001690676
DAFTAR ISI

BAB I. DEFINISI .............................................................................. ................................ 1

A. Pengertian ............................................................................. ................................ 1


B. Tujuan .................................................................................... ................................ 3
BAB II. Ruang Lingkup..................................................................... ................................ 4

A. Mendapatkan Data Dasar IRS ................................................ ................................ 4


B. Menurunkan Laju Infeksi RS ................................................. ................................ 4
C. Identifikasi Dini KLB Infeksi RS ........................................ ................................ 4
D. Menyakinkan Nakes Tentang Adanya Masalah Yang Butuh Penanganan ............ 5
E. Mengukur dan Menilai Keberhasilan Program IRS ............. ................................ 6
F. Memenuhi Mutu Standar Pelayanan Medis dan Keperawatan .............................. 6
G. Salah Satu Pendukung Untuk Memenuhi Akreditasi RS ...... ................................ 6
H. Jehis Surveilans Infeksi Di RSUPP Betun ............................. ................................ 6
I. Lingkup Area Staf dan Instalasi Yang Terlibat .................... ................................ 6
J. Kewajiban dan Tanggung Jawab ........................................... ................................ 7
BAB III. TATA LAKSANA ............................................................. ................................ 8

A. Identifikasi Kasus .................................................................. ................................ 8


B. Kasus IRS Yang Didapatkan Secara Aktiv dan Pssif ............ ................................ 8
C. Kasus IRS Didapatkan Berdasarkan Klinis Pasien Atau temuan Kasus
Laboratorium ......................................................................... ................................ 8
D. Kasus IRS Didapatkan Secara Perspektif dan Retrospektif ... ................................ 9
E. Pengumpulan dan Pencatatan Data ....................................... ................................ 9
F. Pengumpulan Data Denominator ........................................... ................................ 11
G. Perhitunga .............................................................................. ................................ 11
H. Analisa Data ........................................................................... ................................ 12
I. Evaluasi, rekomendasi ........................................................... ................................ 15
J. Pelaporan................................................................................ ................................ 17
K. Diseminasi.............................................................................. ................................ 18
L. Tabel angka infeksi yang akan diukur ................................... ................................ 18
BAB IV DOKUMENTASI ................................................................ ................................ 24
LAMPIRAN 1 PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT Tk.IV 09.07.01 WIRASAKTI
KUPANG
TENTANG : PANDUAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT
NOMOR : SKEP/ /April 2018

BAB I

DEFINISI

A. PENGERTIAN
1. Surveilans infeksi rumah sakit adalah suatu proses yang dinamis,
sistematis, terus menerus dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan
interpretasi data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik dan
didiseminasikan secara berkala kepada pihak pihak yang memerlukan
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, serta evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
2. Healtcare Associated Infections (HAIs) Infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dimana tidak ada infeksi atau tidak masa inkubasi pada saat
masuk, termasuk infeksi didapat di rumah sakit tapi muncul setelah
pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada staf di fasilitas.
3. Infection Preventive Control Doctor (IPCD) adalah dokter yang
mempunyai minat dalam PPI, mengikuti Diklat dasar PPI dan memiliki
kemampuan leadership.
4. Infection Preventive Control Nursing (IPCN) adalah tenaga perawat
praktisi /profesional, yang bekerja khusus dibidang infeksi atau
berhubungan dengan infeksi yang terkait dengan pemberian pelayanan
kesehatan baik di rumah sakit maupun di pelayanan kesehatan lainnya,
dengan bekerja purna waktu.
5. Infection Preventive Control Nursing (IPCLN) adalah perawat PPI yang
bekerja di ruangan sebagai penghubung dalam pemberian data infeksi
dan bersama IPCN menerapkan prinsip-prinsip PPI di ruangan.
6. Infection Prevention and Control Officer (IPCO) adalah ahli atau dokter
yang mempunyai minat dalam PPI, mengikuti Diklat dasar PPI dan
memiliki kemampuan leadership.
7. Data numerator adalah jumlah atau angka kejadian infeksi dalam kurun
waktu tertentu.
8. Data denominator adalah jumlah hari dari data kelompok yang memiliki
resiko infeksi.
9. Surveilans Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) adalah pengumpulan
data kejadian infeksi aliran darah akibat penggunaan alat intravaskuler
secara sistematik, analisis dan interpretasi yang terus menerus untuk
digunakan dalam perencanaan penerapan dan evaluasi suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan yang didesiminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
10. Surveilans Infeksi Saluran Kemih(ISK) adalah pengumpulan data
kejadian infeksi saluran kemih akibat penggunaan alat dower kateter atau
tindakan aseptik lain melalui saluran kemih secara sistematik, analisis dan
interpretasi yang terus menerus untuk digunakan dalam perencanaan
penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan yang di desiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak
yang memerlukan.
11. Surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO) adalah pengumpulan data
kejadian infeksi akibat tindakan pembedahan yang dapat mengenai :
a. Superfisial (Superficial Incicional Site) adalah IDO yang terjadi 30
hari setelah pembedahan, dan hanya mengenai kulit dan jaringan
sub kutan.
b. Profunda (Deep Incicional) adalah IDO yang terjadi 30 hari setelah
tindakan pembedahan bila tidak ada implan atau infeksi terjadi dalam
satu tahun bila ada pemasangan implan, mengenai jaringan lunak
dalam dari tempat insisi (fasia dan otot).
c. Organ/rongga adalah IDO yang terjadi 30 hari pasca bedah tanpa
implan atau 1 tahun pasca bedah apabila terdapat implan, mengenai
semua organ yang dimanipulasi selama operasi kecuali jaringan lunak
superficial dan dalam.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diperolehnya petunjuk pelaksanaan agar petugas dapat melaksanakan
surveilans infeksi rumah sakit sesuai panduan, yang telah diterbitkan oleh
Rumah Sakit Wirasakti Kupang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendapatkan data dasar Infeksi Rumah Sakit.
b. Menurunkan Laju Infeksi rumah Sakit.
c. Identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit.
d. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang
memerlukan penanggulangan.
e. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI di RS.
f. Memenuhi standar mutu pelayanan di RS.
g. Melaksanakan surveilans secara sistematik aktif oleh Komite PPI.
h. Melakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
rumah sakit.
i. Mengendalikan angka IRS menggunakan target sasaran sesuai
program PPI.
j. Membuat laporan infeksi setiap bulan kepada Komite PPI.
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Mendapatkan Data Dasar IRS.


Pada dasarnya data surveilans IRS digunakan untuk mengukur laju angka
dasar (baseline rate) dari infeksi rumah sakit. Dengan demikian dapat
diketahui seberapa besar risiko yang dihadapi oleh setiap pasien yang
dirawat di rumah sakit.Sebagian besar (90-95%) dari IRS adalah endemic dan
ini di luar dari KLB yang telah dikenal.Oleh karena itu kegiatan surveilans IRS
ditujukan untuk menurunkan laju angka endemic tersebut. Meskipun data
surveilans dapat digunakan untuk menentukan laju angka endemic, namun
pengumpulan data saja tidak akan mempengaruhi risiko infeksi jika tidak
disertai dengan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi yang memadai.
Bila demikian maka kegiatan surveilans akan sia-sia belaka, bahkan selain
mahal juga sangat tidak memuaskan semua pihak.
B. Menurunkan Laju Infeksi rumah Sakit.
Dengan surveilans ditemukan factor risiko IORS yang akan diintervensi
sehingga dapat menurunkan laju angka IRS. Untuk mencapai tujuan ini
surveilans harus berdasarkan cara penggunaan data, sumber daya manusia
dan dana yang tersedia.
C. Identifikasi Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Rumah Sakit.
Bila laju angka dasar telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali bila
terjadi suatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang
mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (outbreak)
dari IRS. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus terjadinya wabah. KLB RS adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian infeksi rumah sakit yang menyimpang dari angka dasar endemic
yang bermakna dalam kurun waktu tertentu. Deteksi dini merupakan
kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadi peningkatan kasus infeksi RS
dengan cara melakukan pemantauan secara terus-menerus dan sistematis
(surveilans) terhadap factor risiko terjadinya infeksi RS.Untuk mengenali
adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat menetapkan
kejadian tersebut merupakan suatu KLB, sangat diperlukan ketrampilan
khusus dari para petugas kesehatan yang bertanggungjawab untuk itu.
Petugas diharapkan mempu memahami kapan suatui keadaan/kondisi
dinyatakan sebagai kejadian luar biasa. Suatu KLB dinyatakan apabila
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut :
a. Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
padasuatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut
jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per
bulan dalam tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (case fatality rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
g. Angka proporsi penyakit (proporsional rate) penderita baru suatu penyakit
pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding
satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.Tanpa adanya
ketrampilan tersebut maka pengumpulan data yang dilakukan tidak ada
gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.
D. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang
memerlukan penanggulangan.
Data surveilans yang diolah dengan baik dan disajikan secara rutin dapat
meyakinkan tenaga kesehatan untuk menerapkan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI).Data ini dapat melengkapi pengetahuan yang
didapat dari teori karena lebih spesifik, nyata dan terpercaya.Umpan balik
mengenai informasi seperti itu biasanya sangat efektif dalam menggiring
tenaga kesehatan untuk melakukan upaya PPI RS.
E. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI RS.
Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans
serta upaya pencegahan dan pengendalian telah dijalankan, maka masih
diperlukan surveilans secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa
permasalahan yang ada benar-benar telah terkendali. Dengan pemantauan
terus menerus maka suatu upaya pengendalian yang nampaknya rasional
yang akhirnya dapat diketahui bahwa ternyata tidak efektif sama sekali.
Sebagai contoh, bahwa perawatan meatus setiap hari untuk mencegah IRS
saluran kemih yang nampak rasional namun data surveilans menunjukkan
bahwa tidak ada manfaatnya.
F. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan.
Penatalaksanaan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan
mencegah penularan infeksi serta menurunkan angka resistensi terhadap anti
mikroba akan menurunkan angka IRS. Surveilans yang baik dapat
menyediakan data dasar sebagai data pendukung rumah sakit dalam upaya
memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit.
G. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS.
Surveilans IRS merupakan salah satu unsur untuk memenuhi akreditasi RS
yaitu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.Akan tetapi, pengumpulan data
surveilans hanya untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan
sumber daya yang luar biasa tanpa memberikan manfaat kepada rumah sakit
ataupun tenaga yang ada.Oleh karena itu surveilans harus dikembalikan
kepada tujuan yang sebenarnya yaitu untuk menurunkan risiko IRS.
H. Jenis Surveilans Infeksi Di Rumah Sakit Tk.IV 09.07.01 Wirasakti Kupang
a. Infeksi Aliran Darah Primer ( Plebitis)
b. Infeksi Saluran Kencing ( ISK )
c. Infeksi daerah Operasi (IDO)
I. Lingkup Area Staf dan Instalasi yang terlibat
a. Pelaksanaan panduan ini adalah tenaga kesehatan terdiri dari :
❖ Staf Medis
❖ Staf Perawat
❖ Staf Bidan
b. Instalasi yang terlibat dalam pelaksanaan Panduan Surveilans adalah :
❖ Unit Gawat Darurat
❖ Instalasi Rawat Inap terdiri dari :
➢ Ruang Perawatan Kartika
➢ Ruang Perawatan Melati
➢ Ruang Perawatan Bogenvile
➢ Ruang Perawatan Wijaya Kusuma
J. Kewajiban Dan Tanggung Jawab
a. Seluruh Staf Rumah Sakit wajib memahami tentang Panduan Surveilans
PPI
b. Perawat Yang Bertugas (Perawat Penanggung jawab pasien) bertanggung
jawab melakukan Panduan Surveilans PPI
c. Kepala ruangan
❖ Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami Panduan Surveilans PPI
❖ Terlibat dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Panduan
Surveilans PPI
BAB III

TATA LAKSANA SURVEILANS

A. Identifikasi Kasus
Apabila ditemukan kasus IRS, maka ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan
disini :
1. Apakah kasus IRS didapatkan secara pasif atau aktif ?
2. Apakah kasus IRS didapatkan berdasarkan pasien atau temuan
laboratorium ?
3. Apakah kasus IRS didapatkan secara prospektif atau retrospektif ?
B.Kasus IRS yang didapatkan secara pasif atau aktif.
Pada surveilans secara pasif, orang yang tidak duduk dalam Komite PPI
dipercaya untuk mencatat dan melaporkan bila menemukan infeksi selama
perawatan.Misalkan tersedia formulir yang diisi oleh dokter atau perawat yang
merawat bila menemukan IRS pada pasiennya.Oleh karena keterampilan dan
pengetahuan tenaga semacam ini lebih tertuju pada perawatan pasien
daripada masalah surveilans, maka tidak heran kalau masalah yang selalu ada
pada surveilans pasif adalah selalu misklasifikasi, underreporting dan kurang
runutnya waktu dari data yang terkumpul.
Surveilans aktif adalah kegiatan yang secara khusus dilakukan untuk mencari
kasus IRS oleh orang-orang yang telah terlatih dan hampir selalu dari Komit
PPI tersebut mencari data dari berbagai sumber untuk mengumpulkan
informasi dan memutuskan apakah terjadi IRS atau tidak.
C.Kasus IRS didapatkan berdasarkan klinis pasien atau temuan
laboratorium.

Surveilans yang didasarkan pada temuan klinis pasien, menelaah factor resiko,
memantau prosedur perawatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan
langsung di ruang perawatan dan diskusi dengan dokter atau perawat yang
merawat. Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-
mata didasarkan atas hasil pemeriksaan laboratorium atas sediaan klinik.Oleh
karena itu infeksi yang tidak dikultur yaitu yang didiagnosis secara klinik
(berdasarkan gejala dan tanda klinik) saja, seperti sepsis dapat terlewatkan,
sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi klinik dapat secara salah
diinterpretasikan sebagai IRS (misalnya hasil positif hanya merupakan
kolonisasi dan bukan infeksi).

C. Kasus IRS didapatkan secara prospektif atau retrospektif.


Yang dimaksud dengan surveilans prospektif adalah pemantauan setiap
pasien selama dirawat di rumah sakit dan untuk pasien operasi sampai
setelah pasien pulang (satu bulan untuk operasi tanpa implant dan satu tahun
jika ada pemasangan implant).Surveilans retrospektif hanya mengandalkan
catatan medic setelah pasien pulang untuk menemukan ada tidaknya IRS.
Keuntungan yang paling utama pada surveilans prospektifadalah :
a. Dapat langsung menentukan kluster dari infeksi.
b. Adanya kuinjungan Tim PPI di ruang perawatan.
c. Memungkinkan analisis data berdasarkan waktu dan dapat memberikan
umpan balik. Kelemahannya adalah memerlukan sumber daya yang lebih
besar dibandingkan surveilans retrospektif.Sistem surveilans IRS secara
Nasional memerlukan penemuan kasus berdasarkan pasien yang aktif dan
prospektif.
D. Pengumpulan dan Pencatatan Data
Komite PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut di atas,
karena mereka yang memiliki ketrampilan dalam mengidentifikasi IRS sesuai
dengan kriteria yang ada.Sedangkan pelaksana pengumpul data adalah IPCN
yang dibantu IPCLN. Banyak sumber data diperlukan dalam pelaksanaan
surveilans IRS tergantung dari jenis pelayanan medik yang diberikan oleh
suatu rumah sakit. Komite PPI harus memiliki akses yang luas atas sumber
data serta perlu mendapatkan kerja sama dari semua bagian/unit di rumah
sakit tersebut, agar dapat melaksanakan surveilans dengan baik atau
melaksanakan penyelidikan suatu KLB. Sering kali diperlukan sumber dari
dokter, perawat, pasien maupun keluarga pasien, dari farmasi, catatan medic,
catatan perawat. Untuk mengingatkan Komite PPI kepada suatu infeksi baru
dan juga untuk mencari rujukan mengenai cara pencegahan dan
pengendaliannya.
E. Pengumpulan Data Numerator
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan numerator data dapat dilakukan oleh IPCN, misalnya IPCLN
yang sudah dilatih atau dengan melihat program otomatis dari database
elektronik, tetapi tetap IPCN atau seorang IPCO (Infection Prevention
Officer) atau IPCD (Infection Prevention Control Doctor) yang membuat
keputusan final tentang adanya IRS berdasarkan kriteria yang dipakai
untuk menentukan adanya IRS.
b. Jenis Data Numerator yang Dikumpulkan
1. Data demografik : nama, tgl lahir, jenis kelamin, nomor catatan medic,
tgl masuk rumah sakit.
2. Infeksi : tgl infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang perawatan saat infeksi
muncul pertama kali.
3. Faktor Resiko : alat, prosedur, factor lain yang berhubungan dengan
IRS.
4. Data laboratprium : jenis mikroba, antibiogram, serologi, patologi.
5. Data Radiology/imaging : X-ray, USG.
c. Sumber Data Numerator
1. Catatan masuk/keluar/pindah rawat, catatan laboratorium mikrobiologi.
2. Mendatangi bangsal pasien untuk mengamati dan berdiskusi dengan
perawat.
3. Data-data pasien (catatan kertas atau computer) untuk konfirmasi kasus:
a. Hasil laboratorium dan radiologi/imaging.
b. Catatan perawat dan dokter dan konsultan.
c. Diagnosis saat masuk rumah sakit.
d. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.
e. Catatan diagnostic dan intervensi bedah.
f. Catatan suhu.
g. Informasi pemberian antibiotic.

4. Untuk kasus IDO post-discharge, sumber data termasuk catatan dari


klinik bedah, catatan dokter, departemen emergensi.
d. Bagaimana IPCO mengumpulkan data numerator.
1. Amati catatan masuk/keluar/pindah rawat pasien-pasien yang masuk
dengan infeksi, tempatkan mereka pada kelompok resiko mendapatkan
IRS.
2. Review laporan laboratorium untuk melihat pasien yang kemungkinan
terinfeksi (misalnya kultur positif mokrobiologi, temuan patologi) dan
bicarakan dengan personil laboratorium untuk mengidentifikasi pasien
yang kemungkinan terinfeksi dan untuk mengidentifikasi kluster infeksi,
khususnya pada area yang tidak dijadikan target rutin surveilans IRS.
3. Selama melakukan surveilans ke ruangan, amati lembar pengumpul
data, catatan suhu, lembar pemberian antibiotikn dan catatan medis
pasien; bicara dengan perawat dan dokter untuk mencoba
mengidentifikasi pasien-pasien yang kemungkinan terinfeksi.
4. Lakukan review data pasien yang dicurigai terkena IRS : review
perjalanan penyakit yang dibuat oleh dokter dan perawat, data
laboratorium, laporan radiologi/imaging, laporan operasi, dsb.; bila data
elektronik ada, review dapat dilakukan melalui computer, tetapi keliling
ruangan tetap penting untuk surveilans, pencegahan dan control
aktivitas.
5. Review juga dilakukan dari sumber kumpulan data lengkap IRS.
F. Pengumpulan Data Denominator.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data denominator dapat dilakukan oleh selain IPCN,
misalnya IPCLN yang sudah dilatih.Data juga dapat diperoleh, asalkan data
ini secara substansial tidak berbeda dengan data yang dikumpulkan secara
manual.
b. Jenis Data Denominator Yang Dikumpulkan
1. Jumlah populasi pasien yang berisiko terkena IRS.
2. Untuk data laju insiden IRS yang berhubungan dengan alat : catatan
harian jumlah total pasien dan jumlah total hari pemasangan alat
(perifer line, and kateter urin) pada area yang dilakukan surveilans.
Jumlahkan hitungan harian ini pada akhir periode surveilans untuk
digunakan sebagai denominator.
3. Untuk laju IDO atau untuk mengetahui indek resiko : catat informasi
untuk prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans (missal : jenis
prosedur, tanggal, factor risiko, dsb.)
c. Sumber Data Denominator.
1. Untuk laju densitas insiden yang berhubungan dengan alat : datangi
area perawatan pasien untuk mendapatkan hitungan harian dari jumlah
pasien yang datang dan jumlah pasien yang terpasang alat yang
umumnya berhubungan dengan kejadian IRS (missal : perifer line,
kateter menetap).
2. Untuk laju IDO : dapatkan data rinci dari log kamar operasi dan data-
data pasien yang diperlukan.
G. Perhitungan.
a. Numerator. Angka kejadian infeksi dan perlu data untuk dicatat.Terdapat
tiga katagori yang perlu dicatat atas seorang pasien dengan IRS yaitu :
data demografi, infeksinya sendiri dan data laboratorium.
b. Denominator.
Data yang perlu dicatat.
Denominator dari infection rate adalah tabulasi dari data pada
kelompok pasien yang memiliki resiko untuk mendapat infeksi :
1. Pengumpulan data denominator dan numerator dilakukan oleh
IPCN yang dibantu oleh IPCLN.
2. Data denominator dikumpulkan setiap hari, yaitu jumlah pasien,
jumlah pemaklaian alat-alat kesehatan ( kateter urine menetap,
kateter vena perifer) dan jumlah kasus operasi.
3. Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi seperti
infeksi saluran kemih (ISK), infeksi aliran darah primer (IADP),
infeksi luka oprasi (ILO).
H. Analisis Data
Menentukan dan menghitung laju.Laju adalah suatu probabilitas suatu
kejadian. Biasa dinyatakan dalam formula sebagai berikut :

(x/y) x k

x = numerator, adalah jumlah kali kejadian selama kurun waktu tertentu.


y = denominator, adalah jumlah populasi dari mana kelompok yang mengalami
kejadian tersebut berasal selama kurun waktu yang sama.
k = angka bulat yang dapat membantu angka laju dapat mudah dibaca (100,
1000 atau 10.000).
Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator
sehingga laju tersebut mempunyai arti.
Ada tiga macam laju yang dipakai dalam surveilans IRS atau surveilans
lainnya, yaitu incidence, prevalence dan incidence density.
1. Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam satu
kelompok populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula. Di dalam
surveilans IRS maka incidence adalah jumlah kasus IRS baru dalam
kurun waktu tertentu dibagi oleh jumlah pasien dengan resiko untuk
mendapatkan IRS yang sama dalam kurun waktu yang sama pula.
2. Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok
populasi dalam satu kurun waktu tertentu (period prevalence) atau dalam
satu waktu tertentu (point prevalence).
Point prevalence nosocomial rates adalah jumlah kasus IRS yang dapat
dibagi dengan jumlah pasien dalam survey.
Rhame menyatakan hubungan antara incidence dan prevalence adalah
sebagai berikut :
I = P (LA / LN –
INTN)

I = Incidence rates.
P = Prevalences rates.
LA = Nilai rata-rata dari lama rawat semua pasien.
LN = Nilai rata-rata dari lama rawat pasien yang mengalami satu
atau lebih IRS.
INTN = Interval rata-rata antara waktu masuk rumah sakit dan hari
pertama terjadinya IRS pada pasien-pasien yang mengalami
satu atau lebih IRS tersebut.
Dalam penerapan di rumah sakit maka prevalence rates selalu
memberikan over estimate untuk resiko infeksi oleh karena lama rawat
dari pasien yang tidak mendapat IRS biasanya lebih pendek dari lama
rawat pasien dengan IRS. Hal ini dapat lebih mudah dilihat dengan
menata ulang formula sebagai berikut :

P = I (LN – INTN) /
LA

Dimana Prevalence sama dengan Incidence dikali lama Infeksi.


1. Incidence Density.
Adalah rata-rata instant dimana infeksi terjadi, relative terhadap
besaran populasi yang bebas infeksi.Incidence density diukur dalam
satuan jumlah kasus penyakit per satuan orang per satuan waktu.
Contoh popular dari Incidence Density Rates (IDR) yang sering dipakai
di rumah sakit adalah jumlah IRS per 1000 pasien/hari.
Incidence density sangat berguna terutama pada keadaan sebagai
berikut :
a. Sangat berguna bila laju infeksinya merupakan fungsi linier dari
waktu panjang yang dialami pasien terhadap factor resiko
(misalnya semakin lama pasien terpajan, semakin besar resiko
mendapat infeksi).
Contoh incidence density rate (IDR) :
Jumlah kasus ISK / Jumlah hari pemasangan kateter.
Lebih baik dari pada Incidence rate (IR) di bawah ini :
Jumlah ISK Jumlah pasien yang terpasang kateter urine.
Oleh karena itu IDR dapat mengontrol lamanya pasien terpajan
oleh factor resikonya (dalam hal ini pemasangan kateter urine)
yang berhubungan secara linier dengan resiko infeksi.
b. Jenis laju lain yang sering digunakan adalah Atack rate (AR) yaitu
suatu bentuk khusus dari incidence rate. Biasanya dinyatakan
dengan persen (%) dimana k = 100 dan digunakan hanya pada
KLB IRS yang mana pajanan terhadap suatu populasi tertentu
terjadi dalam waktu pendek.
Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan
menyita hampir separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga
dibutuhkan penuh waktu (full time). Dalam hal ini bantuan computer
akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien pada
saat analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan dan kompleksitas
cara analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan
fasilitas computer, meski di rumah sakit kecil sekalipun. Lagi pula
sistem surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada
waktu sekarang saja, tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di
masa depan.
Dalam penggunaan computer tersebut ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan yaitu :
1. Memilih sistem computer yang akan dipakai, computer mainframe
atau computer mikro.
Komputer mainframe bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh
lebih besar dan memiliki jaringan yang dapat diakses di seluruh
area rumah sakit.Semua data pasien seperti sensus pasien, hasil
laboratorium dan sebagainya, dapat dikirim secara
elektronik.Namun harus diingat bahwa computer mainframe adalah
cukup mahal baik pembelian maupun operasionalnya.Tidak setiap
orang dapat menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang
intensif.Software untuk program pencegahan dan pengendalian
IRS bagi computer mainframe sampai saat ini masih
terbatas.Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah
dioperasikannya oleh setiap petugas.
2. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang
digunakan. Pemilihan software harus dilakukan hati-hati dengan
mempertimbangkan maksud dan tujuan dari surveilans yang akan
dilaksanakan di rumah sakit.
I. Evaluasi, Rekomendasi
Hasil surveilans dapat digunakan untuk melaksanakan program pencegahan
dan pengendalian infeksi rumah sakit (PPIRS) dalam satu waktu tertentu.
Memperbandingkan laju infeksi diantara kelompok pasien.
Denominator dari suatu laju (rate) harus menggambarkan populasi at risk.
Dalam membandingkan laju antar kelompok pasien di dalam suatu rumah
sakit, maka laju tersebut harus disesuaikan terlebih dahulu terhadap factor
resiko yang berpengaruh besar akan terjadinya infeksi. Kerentanan pasien
untuk terinfeksi sangat dipengaruhi oleh factor-faktor resiko tertentu, seperti
karakteristik pasien dan pajanan.
Faktor resiko ini secara garis besar dibagi menjadi dua katagori yaitu factor
intrinsic dan factor ektrinsik.
1. Faktor intrinsic adalah factor yang melekat pada pasien seperti penyakit
yang mendasari dan ketuaan. Mengidentifikasi factor resiko ini perlu
dilakukan dengan mengelompokkan pasien dengan kondisi yang sama
(distratifiksi).
2. Faktor ektrinsik adalah yang lebih berhubungan dengan petugas
pelayanan atau perawat (perilaku petugas di seluruh rumah sakit).
Meskipun hamper semua factor ektrinsik memberikan resiko IRS, namun
yang lebih banyak perannya adalah jenis intervensi medis yang beresiko
tinggi, seperti tindakkan invasive, tindakkan operatif atau pemasangan
alat yang invasive. Banyak alasan yang dapat dikemukakan mengapa
pasien yang memiliki penyakit lebih berat yang meningkat kerentananya.
Alat tersebut merupakan jembatan bagi masuknya kuman penyakit dari
bagian tubuh yang satu ke dalam bagian tubuh yang lain dari pasien.
Resiko untuk mendapat infeksi Daerah operasi (IDO), berkaitan dengan
beberapa factor.Diantanya yang terpenting adalah bagaimana prosedur
operasi dilaksanakan, tingkat kontaminasi mikroorganisme di tempat
operasi, lama operasi dan factor intrinsic pasien.Oleh karena factor-faktor
tersebut tidak dapat dieliminasi maka angka IDO disesuaikan terhadap
factor-faktor tersebut. Demikian pula halnya dengan jenis laju yang lain,
apabila akan diperbandingkan maka harus diingat factor-faktor mana
yang harus disesuaikan agar perbandinganya menjadi bermakna.
Memperbandingkan Laju Infeksi dengan Populasi Pasien.
Rumah sakit dapat menggunakan data surveilans IRS untuk menelaah
program pencegahan dan pengendalian IRS dengan membandingkan angka
laju IRS dengan populasi pasien yang sama di dalam rumah sakit yang sama.
Misalnya membandingkan laju IRS dari 2 (dua)atau dapat pula menggunakan
laju IRS dengan angka eksternal (benchmark rates) rumah sakit atau dengan
mengamati perubahan angka menurut waktu di rumah sakit itu sendiri.
Meskipun angka laju infeksi telah mengalami penyesuaian dan melalui uji
kemaknaan namun interprestasi dari angka-angka tersebut harus dilakukan
secara hati-hati agar tidak terjadi kekeliruan.Banyak yang menganggap
bahwa angka laju infeksi di rumah sakit itu mencerminkan keberhasilan dan
kegagalan dari petugas pelayanan/perawatan pasien atau fasilitas pelayanan
kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian IRS. Meskupun ada
benarnya, masih banyak factor yang mempengaruhi adanya perbedaan
angka tersebut.
Pertama, definisi yang dipakai atau tehnik dalam surveilans tidak seragam
antar rumah sakit atau tidak dipakai secara konsisten dari waktu ke waktu
meskipun dari sarana yang sama. Hal ini menimbulkan variasi dari sensitifitas
dan spesifisitas penemuan kasusnya.
Kedua, tidak lengkapnya informasi klinik atau bukti-bukti laboratorium yang
tertulis di catatan medic pasien member dampak yang serius terhadap
validitas dan utilitas dari angka laju IRS yang dihasilkan.
Ketiga, angka tidak disesuaikan terhadap factor resiko intrinsic, factor resiko
ini sangat penting artinya dalam mendapatkan suatu IRS, namun sering kali
lolos dari pengamatan dan sangat bervariasi dari rumah sakit yang satu ke
rumah sakit yang lain. Sebagai contoh, di rumah sakit yang memiliki pasien
dengan immunocompromised diharafkan memiliki factor resiko intrinsic yang
lebih besar dari pada rumah sakit yang tidak memiliki karakteristik pasien
seperti itu.
Keempat, jumlah population at risk (misalnya jumlah pasien masuk/pulang,
jumlah hari rawat atau jumlah operasi) mungkin tidak cukup besar untuk
menghitung angka laju IRS yang sesungguhnya di rumah sakit tersebut.
Meskipun tidak mungkin untuk mengontrol semua factor tersebut di atas,
namun harus disadari pengaruh factor-faktor tersebut terhadap angka laju
infeksi serta mempertimbangkan hal tersebut pada saat membuat interpretasi.
Memeriksa Kelayakan dan Kelaikan Peralatan Pelayana Medik
Utilisasi alat (Device Utilization = DU) didefinisikan sebagai berikut :

Ʃ hari pemakaian alat


DU =
Ʃ hari rawat pasien

Perhatian Komite PPI tidak hanya terpaku pada laju infeksi di rumah sakit.
Sehubungan dengan mutu pelayanan/perawatan maka harus dipertanyakan
tentang : “apakah pajanan pasien terhadap tindakan invasive yang meningkat
resiko IRS telah diminimalkan ?”. Peningkatan angka DU memerlukan
penelitian lebih lanjut.Untuk pasien yang mengalami tindakan operatif
tertentu, maka distribusi pasien mengenai kategori resikonya sangat
bermanfaat.Misalnya untuk membantu menentukan kelayakan intervensi yang
diberikan.Meneliti kelayakan suatu intervensi juga membantu menentukan
apakah pajanan telah diminimalkan.
J. Pelaporan
Laporan sebaiknya sistematik, tepat waktu, informative. Data dapat disajikan
dalam berbagai bentuk, yang penting mudah dianalisa dan
diinterpretasi.Penyajian data harus jelas, sederhana, dapat dijelaskan diri
sendiri.Bisa dibuat dalam bentuk table, prafik, pie.Pelaporan dengan narasi
singkat.Laporan dibuat secara periodic, setiap bulan, triwulan, semester,
tahunan.
Tujuan untuk :
❖ Memperlihatkan pola IRS dan perubahan yang terjadi (trend).
❖ Memudahkan analisis dan interpretasi data.
K. Desiminasi
Surveilans belumlah sempurna dilaksanakan apabila datanya belum
didesiminasikan kepada yang berkepentingan untuk melaksanakan
pencegahan dan pengendalian infeksi. Oleh sebab itu hasil surveilans angka
infeksi harus disampaikan ke seluruh anggotatim, direktur rumah sakit,
ruangan atau unit terkait secara berkesinambungan. Disamping itu juga perlu
didesiminasikan kepda kepala unit terkait dan penanggung jawab ruangan
beserta stafnya berikut rekomendasinya. Oleh karena IRS mengandung hal
yang sangat sensitive, maka data yang dapat mengarah ke pasien atau
perawatan harus benar-benar terjaga kerahasiannya.Dibeberapa negara data
seperti ini bersifat rahasia.Data seperti ini tidak digunakan memberikan sanksi
tetapi hanya digunakanuntuk tujuan perbaikan mutu pelayanan. Tujuan
desiminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian IRS.Laporan disesiminasi secara periodic
bulanan, triwulanan, tahunan.Bentuk penyampaian dapat secara lisan dalam
pertemuan, tertulis, papan buletin. Sudah selayaknya Tim PPI menyajikan
data surveilans dalam bentuk standar yang menarik yaitu berupa laporan
narasi singkat (rangkuman), table, grafik kepada Komite PPI.Analisis yang
mendalam dari numerator dapat dilaksanakan untuk memberikan gambaran
epidemiologinya, termasuk kuman pathogen dan factor resikonya.
L. TABEL ANGKA INFEKSI RUMAH SAKIT YANG DIUKUR

1. Infeksi Saluran kemih (ISK)


Area Klinis
Judul Indikator Infeksi Saluran Kemih
Ruang Lingkup Pencegahan dan pengendalian infeksi
Dimensi Mutu Efektivitas dan keselamatan pasien

Tujuan Menurunkan kejadian infeksi saluran kencing(ISK)


Definisi operasional Infeksi Saluran Kencing (ISK)adalah Infeksi yang terjadi
sebagai akibat dari pemasangan kateter > 48jam
Kriteria:
A. GejaladanTanda:
Umum:demam,urgensi,
frekuensi,disuria,nyerisuprapubik Usia<1tahun:
demam, hipotermi, apneu, bradikardi,letargia,
muntah-muntah
B.Nitritdan/atau leukosit esterasepositip dengan carik celup
(dipstick) C.Pyuria>10 leukosit/LPBsedimenurin
atau>10leukosit/mLatau> 3leukosit/LPBdari urine tanpa
dilakukan sentrifus
D. Terdapat koloni mikroorganisme pada hasil pemeriksaan
urine kultur
Frekuensi E. Diagnosis dokter yang merawat menyatakan adany ISK.
PengumpulanData sesuaiISK
Bulanan
Numerator Jumlah kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Denominator Jumlah lama hari pemakaian kateter urin menetap
Inklusi Pasien rawat inap dengan kateter terpasang> 48jam
Eksklusi Pasien yang terpasang kateter urin≤ 48jam
Formula (Jumlah kasus ISK dibagi Jumlah lama hari pemakaian
kateter urin
Sumber Data menetap)x1000
Rekam Medik
Standar ≤4.7‰
Hasil ≤4.7‰ skor = 100
4.7‰<Hasil≤5.2‰ skor = 75
5.2‰<Hasil≤5.7‰ skor = 50
KriteriaPenilaian
PIC 5.7‰<Hasil≤6.2‰
Ka skorinap/KetuaTimPPI
unit pelayanan rawat = 25
Hasil
1.CDC>6.2‰ skor = 2011
NHSN,Maret 0
2.buku pedoman PPI th2011
Referensi 3.buku pedoman surveilance infeksi RS Kemkes2011
4.Center for
Healthcarerelatedinfectionssurveilanceandprevention

2. INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)


Area Klinis
JudulIndikator Infeksi Daerah Operasi
Ruang Lingkup Pencegahan dan pengendalian infeksi
Dimensi Mutu Efektivitas dan keselamatan pasien
Tujuan Menurunkan kejadian infeksi Daerah operasi(IDO)

Definisi Operasional Infeksi Daerah Operasi adalah Infeksi yang terjadi pada
daerah insisi daerah operasi dalam waktu 30 hari tanpa
implan dan 90 hari dengan implan pasca bedah.
Kriteria:
A. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang
dipasang diatasfascia,

Definisi Operasional B.Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptic,
C.Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali hasil biakan negatif
(palingsedikit terdapat satu dari tanda–tanda
infeksiberikut ini:nyeri, bengkak lokal,kemerahan
danhangat lokal) dan
D.Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
Frekuensi Bulanan
Pengumpulan Data

Numerator Jumlah kasus Infeksi Daerah Operasi (IDO)


Denominator Jumlahkasusoperasi dalam periode tertentu
Inklusi Kasusoperasi
Eksklusi prosedur sirkumsisi ; stitchabscess
Formula (JumlahkasusIDOdibagi Jumlahkasusoperasi) x100%
Sumber Data RekamMedik
Standar ≤ 2%
Hasil ≤2% skor = 100
2%<Hasil≤3% skor= 75
3%<Hasil≤4% skor= 50
KriteriaPenilaian
PIC 4%<Hasil≤5% skor= 25 danketuatimPPI
Ka.Instalasi Bedahsentral
Hasil >5%
1.CDC skor =0 2011
NHSN,Maret
Referensi 2.BukupedomanPPI tahun2017
3.Bukupedomansurveilanceinfeksi RSKemkes2011
4.Center for Healthcarerelatedinfectionssurveilanceand
Prevention
3. INFEKSI ALIRAN DARAH PERIFER (PLHEBITIS)
Area Klinis
Judul Indikator InfeksiAliranDarah Perifer /Phlebitis
Ruang Lingkup Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Dimensi Mutu Efektivitasdankeselamatanpasien
Tujuan Menurunnyakejadianinfeksialirandarah
Definisi operasional Phlebitismerupakan inflamasi padavena,yangditandai
denganadanya daerahyang merah,nyeri
danpembengkakandidaerahpenusukan atausepanjangvena
Frekuensi (Brunnerdan Sudarth, 2002)
Bulanan
PengumpulanData
Numerator JumlahkasusPhlebitis
Denominator Jumlah hari pemasangan kateter intavena dalam periode
Inklusi Pasien
tertenturawatinapyangterpasangkateter intravena di Rumah
Sakit Wirasakti Kupang
Ekslusi Pasien yang sudah terpasang infus sebelum masuk rawat
inap RSUPP betun
Formula (Jumlahkasusphlebitisdibagi jumlah hari pemasangan
kateter intravena) x1000
Sumber Data Rawat Inap dan Komite PPI
Standar 1 ⁰/00
PIC Ka.Instalasi Rawat Inap
Referensi Intravenous Nurses Sociaty (INS)
BAB IV

DOKUMENTASI

Kegiatan surveilans infeksi di Rumah Sakit Tk.IV 09.07.01 Wirasakti Kupang


dilakukan sesuai panduan dan SOP pelaksanaan surveilans. Proses pencatatan
kasus infeksi pada formulir surveilans sesuai spesifikasi kasus yang dialami oleh
pasien. Formulir surveilans dikumpulkan setiap bulan pada tanggal 24, selanjutnya
data akan diolah dan dianalisis untuk menjadi informasi yang dapat diseminasikan
ke unit-unit terkait maupun sebagai gambaran hasil pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Wirasakti dalam periode tertentu. SPO dan Formulir surveilans infeksi
terlampir.
Ditetapkan di Kupang
Pada tanggal: /April 2018
Kepala Rumah Sakit Tk.IV 09.07.01
Wirasakti Kupang

dr. Aan Riswandi, Sp. PK., M. Kes.


Mayor Ckm NRP. 11040001690676

Anda mungkin juga menyukai