PERENCANAAN TEROWONGAN
ANGGOTA KELOMPOK:
1. M.ADIB ROHMATULLOH 105060400111040
2. SECILLIA NOVITASARI 105060400111060
3. JAYANTI PUTRI KISWANDHI 105060401111018
4. RIZQA LIYANATA R 105060407111009
5. AYU PRATAMA PUTRI 105060407111010
6. ANISA RACHMAWARDANI 105060407111011
ASPEK HIDROLOGI dan HIROLIKA PERENCANAAN
TEROWONGAN
Pada prinsipnya debit banjir rencana diperoleh dari hasil-hasil perhitungan curah
hujan rencana dengan memasukkan beberapa faktor kondisi daerah pengaliran, sedang
debit banjir rencana didapat dari perhitungan curah hujan maksimum rata-rata yang
jatuh didaerah pengaliran dan jangka waktu sejak terkumpulnya air hujan tersebut pada
saat terjadinya debit besar pada tempat kedudukan calon tubuh bendungan. Besarnya
jangka waktu terebut tergantung dari kondisi topografi dan geologi daerah pengaliran.
Hanya setelah diketahui angka-angka hubungan antara curah hujan dan debit banjir
rencana dapat dihitung dengan metode unit hidrograf. Secara garis besarnya perhitungan
tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahapan sebagai berikut :
Perhitungan curah hujan maximum rencana
Perhitungan debit banjir rencana
Pengujian hasil perhitungan debit banjir rencana
Fungsi utama tampungan waduk adalah sebagai penampung air dan sebagai
stabilisator aliran air yang terjadi pada suatu daerah aliran sungai. Oleh karena itu, hal
yang paling penting diperhatikan dari karakteristik fisik waduk adalah berapa besar
kapasitas tampungannya.
Perencanaan penentuan lokasi waduk, ditentukan dari peta kontur dan survei
topografi lokasi bendungan yang dilaksanakan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.18.
Luas yang tertandai di peta kontur berikut ini adalah lokasi waduk rencana. Elevasi
kontur dan area yang direncanakan di masing-masing elevasi dapat diplot dari kurva
hasil hubungan antara kapasitas waduk dan elevasi pada peta kontur, hubungan
kapasitas waduk dan elevasi disebut kurva kapasitas tampungan waduk. Untuk lebih
jelasnya seperti pada Gambar 2.2
S
h
3
A1 A2 A1 . A2 (2-)
Sistem Pengelak Banjir dengan komponen utama berupa saluran pengelak dan
bendungan pengelak direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat mengalirkan debit
banjir yang mungkin terjadi dalam periode pelaksanaan konstruksi suatu bedungan dan
agar dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya limpasan-limpasan di atas mercu
bendungan pengelak yang dapat menyebabkan genangan genangan pad daerah calon
tubuh bendungan yang sedang dikerjakan.
Beberapa faktor terpenting yang akan menentukan karakteristika hidrolika suatu
saluran pengelak adalah :
Kemiringan dasar saluran pengelak
Ukuran saluran pengelak
Karakteristika terpenting saluran pengelak
Panjang saluran pengelak
Kekasaran dinding saluran pengelak
Kombinasi dari beberapa faktor-faktor tersebut akan sangat menentukan
kapasitas saluran pengelak.
Kemiringan saluran pengelak yang berupa terowongan (terowongan Pengelak)
biasanya diambil untuk aliran sub-kritis ataupun untuk aliran superkritis. Pada kedua
kondisi tersebut, maka posisi titik kontrol hidrlisnya biasanya tergantung dari hubungan
antara bentuk daerah pemasukan aliran serta tinggi tekanan air di daerah ini dan
tergantung pula pada kondisi pengaliran di ujung saluran tersebut.
Untuk analisis hidrolika pada saluran pengelak ini dibahas mengenai kapasitas
pengaliran melalui saluran pengelak, baik melalui terowongan maupun conduit karena
prinsip dasar dari ke-dua pengelak tersebut adalah sama. Kapasitas pengaliran saluran
ini dibedakan menjadi dua kondisi yaitu, pada saat aliran bebas (free flow) yaitu pada
saat sifat hidrolik yang terjadi berupa hidrolika saluran terbuka dan kondisi pada saat
aliran tertekan yaitu pada saat sifat hidrolik yang terjadi berupa hidrolika saluran
tertutup.
2.3.1 Kriteria Aliran pada Terowongan
a. Kriteria Aliran pada Terowongan Menurut USBR
Menurut USBR (United States Bureau of Reclamation) kriteria aliran pada
terowongan dapat dibagi menjadi delapan tipe aliran. Faktor geometri saluran, faktor
aliran dalam aliran tekan maupun aliran bebas, kemiringan saluran, ukuran, bentuk,
panjang, dan kekasaran menentukan jenis aliran pada terowongan. Kombinasi efek dari
faktor tersebut menentukan lokasi kontrol yang dalam bagiannya juga menentukan
karakteristik debit terowongan. Lokasi dari kontrol saluran apakah berupa aliran penuh
total (tekan) atau penuh sebagian, membentuk hubungan tinggi muka air dengan debit
yang lewat.
Kemiringan terowongan mugkin saja landai atau curam; yang mana
kemiringannya mungkin lebih datar atau curam dari lainnya untuk debit tertentu hanya
akan mendukung aliran pada tathapan aliran kritis. Untuk kedua kemiringan
terowonngan landai maupun curam, kontrol keduanya bisa jadi pada masukan ataau
keluaran, tergantung pada geometri mulut masukan dan hubungan tinggi muka air fan
kondisi aliran di keluaran. Macam kondisi yang bisa menentukan tipe aliran tertentu
ditunjukkan pada Gambar 3.5.
Jika masukan terowongan tidak dalam kondisi tenggelam, kontrol terowongan
dengan kemiringan yang landai maka aliran penuih sebagian akan terjadi di keluaran.
Jika keluaran terowongan penuh total, aliran pada titik ini akan mengalir dengan
kedalaman kritis. Kondisi ini ditunjukkan pada kondisi 1 Gambar 2.3. Jika muka air
hilir cukup tinggi untuk membentuk kedalaman lebih besar dari kritis, tinggi muka air
hilir akan mengontrol aliran pada hulu tubuh terowongan. Jika muka air hilir
menenggelamkan keluaran, terowongan mungkin penuh sebagian sepanjang terowongan
dan akhirnya akan menenggelamkan masukan. Kondisi aliran ini digambarkan sesuai
kondisi 6 pada Gambar 2.2. Sampai aliran terowongan penuh, alirannya biasanya pada
subkritis, dan debit ditentukan dengan persamaan Bernoulli. Perhitungan dimulai pada
outlet dimana level muka air menenggelamkan inlet dan dimana H/D > 1,2. Kontrol
pada kedalaman kritis bisa diletakkan di inlet jika terowongan relatif pendek sehingga
loncatan tidak terjadi di dalam tubuh terowongan. Kondisi ini ditunjukkan pada kondisi
4.
Jika terowongan memiliki kemiringan yang curam dan mulut masukan tidak
tengggelam, aliran akan dikontrol oleh kedalaman aliran di inlet, seperti diindikasikan
pada kondisi 3. Permukaan air akan turun secara tiba-tiba menuju kedalaman kritis pada
mulut masukan, dan aliran saluran terbuka berada pada kecepatan superkritis akan
terjadi sepanjang tubuh terowongan. Debit pada tampungan akan berpengaruh pada
aliran saluran, dengan asumsi kedalaman aliran kritis terjadi di mulut masukan
terowongan.
Setelah inlet tenggelam atau dimana H melampaui 1,2D, masih dimungkinkan
terjadi aliran saluran terbuka pada tingkatan superkritis pada tubuh terowongan, seperti
digambarkan pada kondisi 5, jika kontrol tetap pada mulut masukan. Pada kasus ini,
aliran pada inlet dapat disamakan dengan aliran pada orifice atau pada pintu sorong.
Kondisi aliran ini bergantung pada formasi konstruksi pada atas mulut masukan
sehibgga ruang batas udara terbentuk sepanjang bagian atas tubuh terowongan sehingga
terjadi aliran penuh sebagian sepanjang terowongan.
Karena tinggi muka air pada mulut masukan dan hasil dari peningkatan debit,
gesekan saluran atau disturbansi lokal akan menekan tubuh terowongan menjadi aliran
penuh total sampai dekat pada outlet, menutup terowongan hingga akhir hilir.
Kecepatan aliran yang tinggi di dalam terowongan akan membawa beberapa udara
yang terjebak pada bagian atas tubuh terowongan, mengurangi tekanan pada tekanan
hingga di bawah tekanan atmosfer. Lebih lanjut lagi, jika mulut masukan memiliki
bentuk yang bertujuan untuk mengurangi konstraksi inlet, tubuh terowongan akan mulai
mengalir pada aliran penuh total dekat inlet, setelah itu zona aliran penuh total akan
memanjang secara tiba-tiba sampai turun pada outlet. Efek dari kondisi aliran penuh
total ini akan menjadi draft-tube action (mirip dengan siphonic action) yang akan
meningkatkan debit. Peningkatan debit mengakibatkan penurunan lebih dalam dari
hulu pada inlet. Sebuah vortex akan terbentuk, dan udara akan masuk ke dalam
terowongan yang akan merusak draft-tube action. Pengurangan debit akan
menghasilkan kembalinya kontrol orifice pada inlet. Dengan seketika, gaya aliran penuh
total akan terbentuk lagi, dan siklusnya terus berulang. Pergantian antara gaya-gaya
pemulaian dan penghentian akan menyebabkan aliran berpusar/ bergetar yang
menyebabkan fenomena hantaman yang ditunjukkan pada kondisi 7. Ketika kondisi
tampungan berada pada H/D > 1,5 penurunan muka air pada mulut masukan tidak akan
cukup kuat untuk menghasilkan gaya aliran penuh total, dan aliran mantap pada pipa
penuh ditunjukkan pada kondisi 8 akan berlaku.
Jika diinginkan bahwa terowongan tidak berupa aliran penuh total, geometri
pada inlet menjadi pertimbangan penting. Inletnya harus dibentuk untuk menghasilkan
efisiensi debit maksimum dan mengatasi dengan baik konstraksi bagian atas inlet yang
akan membuat permukaan pada udara bebas di dalam tubuh terowongan untuk semua
tingkatan muka air tampungan. Bentuk inlet bersudut menghasilkan konstraksi yang
diinginkan tanpa mengurangi kapasitas debit utama. Konstraksi pada inlet dapat
terbentuk (tetapi pada kapasitas hidrolik yang dikurangi) dengan inlet yang
diproyeksikan, dengan mengubah sudut inlet dengan menyamakan dengan kemiringan
hilir, dengan bentuk gelang orifice yang lebih kecil dari diameter terowongan, atau
dengan menutup dinding muka bagian atas dari mulut masukan terowongan.
Jika terowongan diizinkan untuk mengalir penuh total hingga tinggi muka air
yang lebih tinggi, kontrolnya akan terjadi pada outlet dan geometri inlet akan
berpengaruh lebih kecil. Pada kasus ini inlet harus dibentuk untuk meminimalisasikan
konstraksi pancar untuk mencegah abrasi dari aliran masuk dari tubuh terowongan
karena aliran pipa penuh total diinginkan pada semua kondisi kecuali ketika inlet tidak
tenggelam. Bentuk yang lebih streamline akan mengurangi kehilangan pada mulut
masukan untuk kondisi penuh total. Penghilangan konstraksi dicapai dengan
membulatkan inlet atau dengan membuat sudut transisi bertahap menuju ke tubuh
terowongan.
Gambar 2.2 Model Kondisi Aliran pada Terowongan dengan Kemiringan/ Slope
Landai dan Curam.
Sumber: Design of Small Dams, 1987:423
c. Aliran Tipe 3
Pada jenis aliran ini, profil aliran berubah lambat laun merupakan faktor
penentu, kedalaman kritis tidak dapat terjadi, dan elevasi muka air hulu
merupakan fungsi dari elevasi hilir. Pada jenis aliran ini, aliran subkritis
terjadi pada seluruh panjang terowongan. Agar aliran tipe 3 ini bisa terjadi
persyaratan yang harus dipenuhi :
1. Rasio tinggi muka air dan diameter terowongan harus kurang dari 1,5.
2. Elevasi muka air hilir tidak cukup untuk menenggelamkan mulut
keluaran terowongan. Bagaimanapun elevasinya melampaui kedalaman
kritis pada mulut keluaran.
3. Batas terendah dari muka air hilir adalah seperti berikut: (a) elevasi
muka air hilir lebih besar dari elevasi kedalaman kritis pada mulut
masukan terowongan jika kondisi aliran serupa pada kedalaman kritis
seperti pada mulut masukan, dan (b) elevasi muka air hilir lebih besar
dari elevasi muka air kritis pada mulut keluaran jika kemiringan
terowongan serupa dengan kedalaman muka air kritis akan terjadi pada
kondisi jatuh-bebas.
d. Aliran Tipe 4
Pada jenis aliran ini, aliran terowongan penuh, dan besar aliran bisa
diperkirakan secara langsung dari persamaan energi. Untuk aliran tipe 4 ini,
kehilangan energi terjadi diantara bagian 1 dan 2 dan bagian 3 dan 4
biasanya diabaikan. Kehilangan berdasarkan perluasan aliran berubah tiba-
tiba pada mulut keluaran terowongan diasumsi dengan persamaan (h3-h4)
e. Aliran Tipe 5
Pada jenis aliran ini, aliran superkritis pada mulut masukan terowongan
dan rasio tinggi muka air hulu dengan diameter terowongan melampaui 1,5.
Namun elevasi muka air hilir masih di bawah terowongan, atau terowongan
hampir penuh.
f. Alliran Tipe 6
Pada jenis aliran ini, rasio tinggi muka air hulu-diameter terowongan
melampaui 1,5, aliran terowongan hampir penuh, dan mulut keluaran
terowongan tidak tenggelam. Flowchart di bawah nanti menjelaskan cara
mengklasifikasikan aliran terowongan dari keenam kategori berikut di atas.
Gambar 2.4 Gambar Klasifikasi Tipe Aliran pada Terowongan
Sumber : Open Channel Hydraulics, Richard H.F, 1986: 368
Tabel 3.2 Tabel Klasifikasi Aliran pada Terowongan dan Rumus Alirannya
salah
salah salah
Aliran Air Tipe 5
atau Tipe 6
salah
salah
salah
Aliran Air Tipe 1
Jika
Error benar Aliran Air Tipe 3
Y4/D ≤ 1
salah
Error
Gambar 2.6 Kriteria untuk Terowongan Pipa, Kotak Panjang dan Pendek Secara
Hidrolis dengan Kubah Beton; dan Masukan Berbentuk Persegi, Lingkaran atau
Pengurasan Miring dari Dinding Ujung Vertikal; Dilengkapi dengan atau Tanpa
Dinding Samping
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:444
Penelitian laboratorium juga menunjukkan bahwa pada suatu terowongan
(biasanya mempunyai potongan persegi pada bagian atas masukan), tidak akan memiliki
aliran penuh sekalipun masukan berada di bawah ketinggian air atas, bila saluran keluar
tidak terendam. Pada kondisi demikan, aliran yang masuk ke terowongan akan
menyusut, hingga kedalamannya lebih kecil daripada tinggi kubah terowongan; dengan
cara yang sangat mirip dengan penyusutan aliran air pada pintu air geser tegak.
Kecepatan air yang tinggi akan berlanjut sepanjang kubah, kemudian akan berkurang
secara perlahan-lahan, akibat kehilangan gesekan. Bila terowongan tidak cukup panjang
untuk mengizinkan penambahan kedalaman aliran di penyempitan hingga memenuhi
kubah, maka aliran pada terowongan tidak akan terisi penuh. Keadaan demikian
dinamakan pendek secara hidrolis. Sebaliknya, dikatakan panjang secara hidrolis, bila
aliran pada terowongan penuh, seperti yang terjadi pada pipa.
Penentuan suatu terowongan panjang atau pendek secara hidrolis, tidak dapat
ditentukan oleh panjang kubah saja. Tetapi tergantung pada karakteristik yang lain,
diantaranya: kemiringan, ukuran, geometri masukan, air atas, keadaan saluran masuk
dan keluar, dan lain-lainnya. Suatu terowongan, mungkin menjadi pendek secara
hidrolis, bila aliran hanya sebagian penuh, atau bila air atas lebih besar dari niali kritis.
Untuk situasi demikian, suatu grafik yang dibuat Carter (Gambar 2.6 dan Gambar
2.7), dapat digunakan untuk membedakan secara kasar antara terowongan pendek secara
hidrolis, dengan saluran masuk terendam, dapat memperlengkapi dirinya sendiri secara
otomatis, aliran menjadi penuh. Dari hasil penelitian laboratorium yang dilakukan Li
dan Patterson, terjadinya aksi memperlengkapi dirinya sendiri, disebabkan oleh
kenaikan air hingga bagian atas gorong-gorong. Kenaikan ini pada kebanyakan
kasus disebabkan oleh loncatan hidrolik, pengaruh air balik pada jalan keluar, atau
terbentuknya gelombang permukaan diam di dalam kubah.
Gambar 2.7 Kriteria untuk Terowongan Pendek dan Panjang Secara Hidrolis, dengan
Kubah Kasar dari Pipa Bergelombang.
Sumber : Hidrolika Saluran Terbuka,Ven Te Chow, 1997:445
Untuk keperluan praktis, aliran gorong-gorong dapat digolongkan dalam 6 jenis,
dan ditunjukkan pada Gambar 2.8. ldentifikasi masing-masing jenis dapat
diielaskan sesuai dengan sketsa berikut:
A. Jalan keluar terendam……………………………… Jenis 1
B. Jalan keluar tidak direndam
1. Air atas lebih tinggi daripada nilai kritis
a. Terowongan panjang secara hidrolis………. Jenis 2
b. Terowongan yang pendek secara hidrolis.. Jenis 3
2. Air atas lebih rendah daripada nilai kritis
a. Air bawah lebih tinggi daripada kedalaman kritis Jenis 4
b. Air bawah lebih rendah daripada kedalaman kritis
i. Kemiringan subkritis…………………………………. Jenis 5
ii. Kemiringan superkritis………………………………. Jenis 6
Gambar 2.8 Jenis Aliran Terowongan
Sumber: Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:446
Jika saluran keluarnya terendam, aliran pada terowongan akan memenuhi
seluruh bagian, serupa dengan aliran pada pipa dan alirannya termasuk jenis 1. Bila
saluran keluar tidak terendam, maka air atas mempunyai kemungkinan lebih besar atau
lebih kecil dibandingkan nilai kritisnya. Jika air atas lebih besar dibanding nilai
kritis, kemungkinan terowongan bersifat panjang atau pendek secara nilai; dan
untuk membedakan hal ini, digunakan grafik pada Gambar 2.6 dan 2.7. Jika
terowongan panjang secara hidrolis, alirannya termasuk jenis 2, sedangkan jika
pendek secara hidrolis, maka alirannya berjenis 3. Bila air atas lebih kecil daripada
nilai kritis, maka pada saluran keluar, air bawah mungkin lebih besar atau lebih
kecil dibanding kedalaman kritis aliran. Untuk air bawah yang lebih besar, alirannya
termasuk jenis 4. Sedangkan untuk air bawah lebih kecil, alirannya berjenis 5, bila
kemiringan terowongannya subkritis; dan berjenis 6, bila kemiringannya superkritis.
Pada penggolongan di atas, terdapat kekecualian, yakni bahwa aliran jenis 1,
dapat terjadi dengan air atas sedikit lebih besar dari nilai kedalaman kritis, atau
dengan air atas lebih tinggi daripada bagian atas saluran keluar, asalkan kemiringan
dasar terowongan sangat curam. Jenis 1 dan 2, termasuk aliran pipa, sedang yang
lainnya termasuk aliran saluran terbuka. Untuk aliran jenis 3, terowongan berperan
seperti suatu orifis. Koefisien pelepasan beragam kira-kira dari 0,45 sampai 0,75.
Untuk aliran jenis 4, 5, dan 6, jalan masuknya terendam air, dan terowongan
berperan seperti penyekat. Koefisien pelepasan beragam kira-kira dari 0,75 sampai
0,95, tergantung pada geometri masukkan dan kondisi air atas. Pada Gambar 3.11,
terlihat bahwa aliran jenis 4 adalah aliran subkritis pada sepanjang kubah. Aliran
jenis 5 adalah aliran subkritis, oleh karena itu penampang kontrolnya terletak pada
saluran keluar.
Survai Geologi Amerika Serikat, telah mengembangkan suatu prosedur
terinci yang dapat digunakan untuk perhitungan hidrolik perancangan
terowongan. Untuk keperluan praktis, dapat digunakan suatu penyelesaian
pendekatan dengan menggunakan grafik pada Gambar 3.12 dan 3.13, masing-
masing untuk terowongan kotak dan lingkaran. Kedua kurva hanya berlaku untuk
terowongan yang mempunyai saluran masuk berpenampang bujur sangkar:
Jenis H/d < 1,0 1,0 < H/d < 1,5 H/d > 1,5
Lingkaran 0,87 H/d 0,87 H/d 1,09 + 0,10 H/d
Kotak 1,00 H/d 0,36 + 0,64 H/d 0,62 + 0,46 H/d
Gambar 2.9 Grafik untuk Nilai Air Atas Pendekatan Pada Terowongan Kotak, dengan
Satuan untuk Bujur Sangkar, Aliran Sebagian Penuh.
Sumber : Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:448
Gambar 2.10 Grafik untuk Nilai Air Atas Pendekatan pada Terowongan Lingkaran,
dengan Saluran Masuk Bujur Sangkar, Aliran Sebagian Penuh.
Sumber : Hidrolika Saluran Terbuka, Ven Te Chow, 1997:448
2.3.2 Aliran Bebas (free flow)
Dalam hal ini diasumsikan bahwa akan terjadi aliran bebas apabila tinggi muka
air di waduk (H) ≤ 1,5diameter pengelak (D). Untuk menentukan besarnya debit
yang lewat pengelak pada keadaan aliran bebas dapat digunakan rumus Manning bila
aliran adalah subkritis.
g. A 3 z
Qc = (3-3)
B
v
F = (3-4)
g .H
Dimana:
Qc = debit yang melewati pengelak dalam kondisi kritis (m3/detik)
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/detik2)
A = luas penampang basah (m2)
F = bilangan Froude
H = kedalaman aliran (m)
Kondisi aliran tersebut sangat perlu untuk diketahui, karena dengan demikian
dapat diketahui karakteristik hidrolisnya. Bila kondisi aliran pada berbagai kedalaman
air superkritis (Q > Qc atau F > 1), maka rumus Manning tidak berlaku dan harus
digunakan rumus dalam kondisi kritis sebagai berikut:
vc = g.H c (3-5)
Yc = 2/3 H (3-6)
2
vc = gH (3-7)
3
2
Qc = A gH (3-8)
3
Dimana:
Hc = kedalaman aliran kritis (m)
2 g ( H L.sin D / 2)
v = (3-10)
(1 C )
dimana:
H = kedalaman air waduk dihitung dari dasar inlet pengelak (m)
D = tinggi pengelak (m)
L = panjang pengelak (m)
θ = sudut yang dibentuk oleh alur pengelak
c = jumlah koefisien kehilangan energi
Untuk jumlah kehilangan energi dapat dihitung berdasarkan desain saluran yang
dibuat oleh perencana.
(c L
n 1
n Wn cos n tan )
Fs = n p
(3-44)
W
n 1
n sin n
bn
Dimana Ln pada persamaan di atas sama dengan dengan bn = lebar
cos n
potongan irisan ke-n.
Perhatikan bahwa harga n bisa negatif atau positif. Harga n positif bila talud
bidang longsor yang merupakan sisi bawah dari irisan, berada pada kwadran yang sama
dengan talud maka tanah yang merupakan sisi atas dari irisan. Untuk mendapatkan
angka keamanan yang minimum yaitu angka keamanan untuk lingkaran kritis beberapa
percobaan dibuat dengan cara mengubah letak pusat lingkaran yang dicoba.
2.5.1.3 Analisis Stabilitas Talud Metode Irisan Bishop
Pada tahun 1995, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih
teliti daripada metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya–gaya
pada sisi tepi tiap irisan diperhitungkan. Gaya – gaya yang bekerja pada irisan nomor n,
yang ditunjukkan dalam Gambar 2.16, digambarkan dalam Gambar 2.16 (a).
Sekarang, misalkan Pn – Pn+1 = P; Tn – Tn+1 = T. Juga, kita dapat menulis bahwa
tan c Ln
Tr = N r tan( d ) cd Ln N r (3-45)
Fs Fs
Gambar 2.16 Metode Irisan Bishop Yang Disederhanakan; (a) Gaya – Gaya yang
Bekerja Pada Irisan Nomor N, (b) Poligon Gaya Untuk Keseimbangan
Sumber : Das, BM; 1994
Gambar 2.16(b) menunjukkan poligon gaya untuk keseimbangan dari irisan
nomor n. Jumlahkan gaya dalam arah vertikal.
N tan c Ln
Wn + T = N r cos n r sin n (3-46)
Fs Fs
atau,
c Ln
Wn T sin n
Fs
Nr = (3-47)
tan sin n
cos n
Fs
Untuk keseimbangan blok ABC (Gambar 2.16), ambil momen terhadap O
n p n p
W r sin
n 1
n n = T r
n 1
r (3-48)
dengan,
1 1
Tr = (c tan )Ln = (c Ln N r tan ) (3-49)
Fs Fs
Dengan memasukkan persamaan (3-47) dan (3-48) ke persamaan (3-49), maka
didapatkan :
n p
1
(cb
n 1
n Wn tan T tan )
m ( n )
Fs = n p
(3-50)
W
n 1
n sin n
dengan
tan sin n
m (n ) = cos n (3-51)
Fs
Untuk penyederhanaan, bila kita mengumpamakan T = 0, maka persamaan berubah
menjadi :
n p
1
(cb
n 1
n Wn tan )
m ( n )
Fs = n p
(3-52)
W
n 1
n sin n
Perhatikan bahwa Fs muncul pada kedua sisi dari persamaan (2-91). Oleh
karena itu, cara coba–coba perlu dilakukan untuk mendapatkan harga Fs. Gambar 2.17
menunjukkan variasi dari m (n ) dengan tan / Fs untuk bermacam – macam harga n .
Seperti pada metode irisan sederhana, beberapa bidang longsor harus diselidiki
untuk mendapatkan bidang longsor yang paling kritis yang akan memberikan angka
keamanan minimum.
2.5.1.4 Analisis Stabilitas dengan Metode Irisan dengan Rembesan Tetap
Pada Gambar 2.18 menunjukkan sebuah talud dengan rembesan yang tetap.
Untuk potongan nomor n, tekanan air pori rata – rata pada dasar potongan adalah sama
dengan u n hn w . Gaya total yang disebabkan oleh tekanan air pori pada dasar
c L
n 1
n (Wn cos n u n Ln ) tan
Fs = n p
(3-53)
W
n 1
n sin n
c b (Wn u n bn ) tan
1
n
n 1 m ( ) n
Fs = n p
(3-54)
W
n 1
n sin n
Perlu diperhatikan bahwa W n dalam persamaan (4-51) dan (4-52) adalah berat
total irisan. Dengan menggunakan metode irisan dan bermacam–macam asumsi
yang lain, Bishop, Margenstern (1960) dan Spencer (1967) memberikan grafik
(chart) untuk menentukan angka keamanan dari talud yang sederhana dengan
memperhitungkan pengaruh tekanan air pori.