Anda di halaman 1dari 5

KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI

ASET TETAP ANTARA KONVERGENSI IFRS DAN


PEMERINTAH
ARTIKEL

Disusun Oleh :

Nama : Muhamad Rizki Alrosid

NIM : 142160044

Kelas : EA-C

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


YOGYAKARTA

2019
KETENTUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS REVALUASI ASET TETAP
ANTARA KONVERGENSI IFRS DAN PEMERINTAH

Perkembangan kegiatan ekonomi dan globalisasi menuntut adanya suatu

standar akuntansi internasional yang dapat diterima dan dapat dipahami secara

internasional. Penerapan konvergensi IFRS sangat berpengaruh pada iklim dunia

bisnis di Indonesia. Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan

digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor untuk masuk

dalam pasar modal seluruh dunia. Hal ini dikarenakan mutu laporan keuangan

yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas,

informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan dan satu

lagi yang terpenting adalah dapat diterima secara internasional dan mudah untuk

dipahami (Juanda, 2012). Lebih lanjut, Juanda (2012) menyatakan bahwa tujuan

konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak

memerlukan rekonsiliasi lagi dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS.

Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kegiatan investasi secara

global, memperkecil biaya modal (cost of capital), serta lebih meningkatkan

transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan. Salah satu

perbedaan yang mendasar antara PSAK konvergen IFRS dengan peraturan

perpajakan adalah PSAK konvergen IFRS mengizinkan entitas untuk memilih

model biaya atau model revaluasi untuk penilaian aset tetapnya sedangkan

peraturan perpajakan hanya memperkenankan model biaya. Penggunaan model

revaluasi untuk tujuan perpajakan berdampak pada dikenakannya Pajak


Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset tetap. Ketentuan ini diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Kembali

Aset Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan. Peraturan ini disinyalir dapat

menghambat penerapan model revaluasi sesuai PSAK konvergen IFRS.

Untuk menggambarkan dampak harga aset tetap karena perubahan nilai

tukar dan kurs akibat inflasi dan deflasi pada IFRS revaluasi aset tidak masuk

dalam Laba Rugi. Namun pengaruh terhadap ekuitas pada pos selisih revaluasi

aset tetap oleh standar Akuntansi keuangan NKRI. Revaluasi aset tetap hanya

bermanfaat sementara untuk beberapa tahun saja. Kemudia neraca revaluation

menjadi terkena imbas akibat hasil iflasi tahunan dan perubahan nilai tukar.

Kebijakan pemerintah menghasilkan tiga keputusan mengenai deregulasi

kebijakan yang mencakup revaluasi aset untuk menghilangkan pajak berganda dan

investasi real estate properti dan infrastruktur serta deregulasi pada bank syariah.

Hal ini dilakukan oleh pemerintah kerena masih banyak perusahaan yang belum

melakukan revaluasi aset dengan adanya perubahan nilai aktiva baik karena inflasi

atau depresiasi rupiah juga dipandang perlu dengan adanya dukungan pemerintah

yang memiliki tujuan untuk meningkatkan performa finansial melalui revaluasi

tersebut.

Revaluasi aset tetap diatur dalam peraturan Menteri Keuangan PMK no

191/PMK.010/205 tentang penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan

berdampak pada dikenakannya Pajak Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aset

tetap. Masalah yang muncul yaitu ketika pemerintah hanya menetapkan bahwa

proses revaluasi hanya dapat menggunakan metode biaya sedangkan perusahaan


memilih untuk menggunakan metode revaluasi dan ketika terdapat selisih nilai

yang menunjukan penggunaan metode revaluasi lebih besar nilainya dari metode

biaya oleh pemerintah maka hasil selisihnya akan dikenakan pajak penghasilan.

Organiasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan ekonomi ( Oecd-

Organization For Econimic Co-Operation And Development) misalnya

menyatakan bahwa pada dasarnya pajak penghasilan dikenakan atas realisasi

penghasilan bersih oleh wajib pajak dalam satu periode penghasilan. Menurut

peraturan penghasilan pasal 4 ayat 1 UU Pajak Penghasilan adalah setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik

yang berasal dari Indonesia maupun Luar Negeri.


Daftar Pustaka

Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian

Laporan Keuangan (Penyesuaian 2014). Jakarta, Indonesia: Ikatan Akuntan

Indonesia.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. PSAK No. 1 (Penyesuaian 2014) Penyajian

Laporan Keuangan. Jakarta, Indonesia: Ikatan Akuntan Indonesia

jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2015/191~PMK.010~2015

Anda mungkin juga menyukai