Anda di halaman 1dari 7

The hallucinating brain: A review structural and functional neuroimaging studies of

hallucinations
Halusinasi menjadi salah satu fenomena di psikopatologi. Beberapa dekade yang lalu, penemuan
teknik ​neuroimaging membantu peneliti untuk meneliti apa yang terjadi di dalam otak pada saat
halusinasi. Pada artikel ini kami menjelaskan ulang tentang struktur dan fungsi ​neuroimaging dari
pasien pendengaran dan penglihatan halusinasi. Ada literatur yang menyebutkan bahwa sensori kedua,
disfungsi premotor, dan lainnya dapat menjadi faktor dari halusinasi. Terdapat hipotesis yang
menyatakan bahwa etiologi skizofrenia karena dimensi variasi bahasa dapat dihubungkan dengan
penyakit. Sebagai contoh, Crow (1998) berpendapat bahwa penalaran dari skizofrenia dapat dimengerti
sebagai suatu kesalahan penerjemahan bahasa dari satu hemisper sehingga terjadi pikiran yang berbeda.
Hipotesis ini dikembalikan lagi ke buku yang ditulis Julian Jaynes (1976). Berdasarkan penemuan ini
dapat disimpulkan bahwa model​neuroncognitive yang prosesnya dapat menghasilkan persepsi yang salah
sehingga terjadi halusinasi.

Missatribution of external speech in patiens with hallucinations and delusions


Penelitian ini dilatar belakangi oleh halusinasi sebagai salah satu pemicu skizofrenia. ​Auditory
verbal hallucination ​digunakan sebagai kunci untuk meneliti hal ini. Metode yang digunakan dengan cara
partisipan mendengarkan rekamann atau orang lain yang berbicara. Percobaan dilakukan ke dalam dua
sesi. Sesi pertama digunakan untuk merekam pembicaraan mereka dan sesi kedua digunakan untuk
mengelola. Penelitian ini menguji apakah link antara halusinasi dan delusi pada skizofrenia dan
kecenderungan untuk membuat misattributions eksternal terkait dengan cacat pemantauan diri.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa ketika mendengarkan kata-kata terdistorsi, pasien dengan
halusinasi dan delusi akan lebih mungkin daripada pasien yang tidak dengan halusinasi dan delusi. Jadi
dapat disimpulkan, temuan ini menunjukkan bahwa pasien dengan halusinasi dan delusi rentan terhadap
tidak mengenali diri sendiri dan mereka sebagai orang asing dalam suatu tugas yang tidak melibatkan
kognitif pemantauan diri. Hal ini menunjukkan bahwa gejala ini berkaitan dengan bias eksternalisasi
dalam pengolahan sensorik materi dan tidak hanya karena fungsi dari cacat pemantauan diri.

Verbal hallucinations in normals, V: perceived reality characteristics


Realitas karakteristik verbal halusinasi dilaporkan oleh 24 mahasiswa dengan diperiksa dan
dibandingkan terhadap 20 pasien skizofrenia halusinasi. Metode yang digunakan adalah dengan
kuesioner halusinasi verbal yang disebarkan kepada 250 responden. Pada pasien skizofrenia, diambil 20
pasien dari sebuah rumah sakit besar. Semua peserta diwawancarai secara individual dalam satu sesi.
Setiap dikotomi itu dinilai dua kali, pertama untuk halusinasi yang orang bisa mengingatnya dan sekali
untuk yang baru-baru terjadi halusinasi. Wawancara rata-rata dilakukan masing-masing sekitar 90
menit. Halusinasi lisan dilaporkan oleh mahasiswa memenuhi persyaratan dari definisi halusinasi. Hal ini
dapat memproduksi halusinasi berhubungan dengan kesadaran normal yang berhubungan dengan
psikotik dan non-psikotik halusinasi dieksplorasi.

Acting on command hallucinations and dangerous behavior: A critique of the major


findings in the last decade
Command hallucinations ​(CH) menjadi fokus penelitian dalam skizofrenia. Pentingnya CH
sebagai teori dan alasan praktis karena CH menjadi potensi yang berbahaya bagi skizofrenia. Peningkatan
telah terjadi untuk mengerti psikologikal dan karakteristik seseorang terhadap halusinasi.Tujuan dari
review ini untuk mengerti tentang CH dan mengumpulkan teori-teori yang dapat memprediksi perilaku
dan penyembuhan psikologis. Review ini menggambarkan, menunjukkan, dan mendiskusikan tubuh
berhubungan dengan CH. Pengetahuan tentang tubuh yang diberikan perintah masih menjadi sesuatu
yang jauh untuk dapat diprediksikan dan dikontrol perilakunya. Penelitian berikutnya lebih baik
dilakukan dalam aspek perintah yang spesifik pada populasi yang spesifik dengan menggunakan
penelitian longitudinal sehingga menghasilkan korelasi yang lebih terlihat terhadap CH. Metodologi
seharusnya tidak membuat pembaca tetap bertanya tentang sampel penelitian tetapi dapat memberikan
penjelasan yang jelas mengenai fenomena penelitian.

Paranoid delusions and threatning hallucinations: A prospective study of sleep paralysis


experiences
Dalam penelitian sebelumnya peneliti melaporkan tiga faktor halusinasi karena ​sleep paralysis
(SP) atau kelumpuhan tidur. Analisis awal penelitian ini berdasarkan akun masa lampau sehingga
penelitian dilakukan kembali. Tujuan penelitian yang kembali dilakukan ini adalah untuk membangun
penelitian sebelumnya dengan mengaitkan terhadap struktur halusinasi yang dilaporkan setiap babak
oleh responden. Penelitian ini merekrut responden yang berasal dari responden yang telah memenuhuhi
survei umum dan memiliki kemungkinan untuk dapat dihubungi untuk penelitian kelanjutan dengan
meninggalkan alamat email. Dari semua responden yang dapat dihubungi dan dilakukan penyortiran
karena berbagai alasan sehingga terdapat 383 responden. Responden tersebut melaporkan setiap
halusinasinya setiap dua babak. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang dilakukan peneliti.
Struktur faktor yang sekarang mirip dengan laporan survei secara umum.

The effects of focus of attention on attributional bias in patients experiencing auditory


hallucinations
Model kognitif menunjukkan bahwa halusinasi pendengaran terjadi sebagai hasil dari kejadian
internal dan dihubungkan dengan sumber eksternal. Setelah memperoleh persetujuan tertulis dari
psikiater konsultan yang tepat, 30 psikiatri pasien rawat inap direkrut untuk mengambil bagian dalam
studi ini. Usia berkisar antara 26 dan 63 tahun, dengan usia rata-rata dari 40,73 tahun (SD = 9,52); 22
peserta adalah laki-laki, dan 8 perempuan. Semua peserta melaporkan mendengar suara-suara dalam
waktu seminggu sebelum partisipasi. Pengujian dilakukan secara individual secara pribadi, menggunakan
ruangan yang tenang di bangsal. Fokus attentional dimanipulasi menggunakan prosedur yang diadaptasi
dari Fenigstein dan Levine (1984). Peserta disajikan dengan salah satu dari tiga set 20 kata dan
menginstruksikan untuk memasukkan sebanyak mungkin ke sebuah cerita pendek. Hal ini bertujuan
untuk menggambarkan peristiwa apa yang terjadi sebelumnya, dan apa yang terjadi berikutnya.

Connecting neurosis and psychosis: the direct influence of emotion on delusions and
hallucinations
Diagnosa klasifikasi sistem terdiri dari neurosis dan psikosis. Dasar dari ketidaksesuaian
perbedaan inilah yang diteliti. Ada yang berpendapat bahwa fakta-fakta empiris tidak mendukung
perbedaan yang jauh antara neurosis dan psikosis. Penelitian ini membahas bentuk emosi delusi dan
halusinasi melihat dari hal tersebut. Delusi adalah representasi langsung dari emosi. Bentuk halusinasi
kurang sering mengekspresikan emosi. Namun, emosi dapat membentuk fenomena halusinasi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa fenomena halusinasi dapat dihubungkan dengan ketidaksesuaian neurosi dan
psikosis.

Association of religion with delusions and hallucinations in the context of schizophrenia:


Implications for engagement and adherence
Hubungan agama dan skizofrenia sebagai suatu pengetahuan yang dalam. Dalam tiga dekade,
terdapat peningkatan terhadap hubungan agama dan skizofrenia, terutama berfokus kepada halusinasi
dan delusi. Dalam 70 artikel termasuk artikel ulasan ini, 7 artikel dipublikasikan pada 1980an, 23
dipublikasikan pada 1990an, dan 40 dipublikasikan pada 2000an. Hal ini menunjukkan terdapat
peningkatan penelitian di periode ini. 30 penelitian (43%) melaporkan hubungan antara delusi dan
halusinasi dan agama dan supernatural. Delusi dan halusinasi dikategorikan sebagai agama yang alami
ketika mereka memasukkan unsur-unsur langsung dalam organisasi agama (contoh: doa, dosa) atau figur
agama (Tuhan, iblis). Delusi dan halusinasi dapat dikategorikan sebagai supernatural ketika mereka
menyertakan referensi mistik (ilmu hitam, roh, setan, penyihir, kekuatan mistis, hantu, ilmu sihir,
vodoo). Hubungan antara agama dan skizofrenia, terkait delusi dan halusinasi perlu diteliti lebih dalam
lagi.

Applying interpersonal theories to the understanding of and therapy for auditory


hallucinations: A review of the literature and directions for further research
Halusinasi suara adalah halusinasi yang paling umum dilaporkan dan merupakan hasil diagnosis
skizofrenia dan perilaku menyimpang lainnya. Suara sebagai persepsi sensori yang muncul secara nyata
tanpa ada stimulus dari luar. Suara sangat berarti untuk pengalaman-pengalaman mereka. Suara-suara
tersebut dapat dikaitkan dengan stress secara psikologi walaupun suara dapat menghasilkan pengalaman
yang positif dan mengurangi isolasi. Ulasan ini menjelaskan bagaimana hubungan suara terhadap
perspektif seseorang dan dapat dijadikan terapi. Penelitian yang diulas menyarankan bahwa pengalaman
halusinasi suara dapat dimengerti dengan hubungan pendengar dengan halusinasi mereka dan
hubungannya dengan dunia luar. Dari kedua hal ini dapat diketahui bahwa kekuatan pendengar
bergantung pada halusinasi suara dan hubungannya dengan orang-orang sekitar. Hal ini dikarenakan
faktor sosial menjadi faktor utama dalam membentuk pola hubungan dengan orang lain. Penemuan ini
dianggap berkaitan dengan implikasi klinis dan penelitian di masa depan.

Neural functional organization of hallucinations in schizophrenia: Multisensory


dissolution of pathological emergence in consciousness
Halusinasi auditori verbal adalah gejala utama dalam skizofrenia. Hal ini dapat didefinisikan
sebagai representasi internal tanpa stimulus yang datang melalui indera. Namun, neuro-kognitif
mekanisme yang mendasari halusinasi masih belum jelas. Walaupun halusinasi yang kompleks dapat
digambarkan dengan jelas, skizofrenia sedikit diketahui sebagai fenomena integrasi multisensori. Kami
menyelidiki dasar saraf kesadaran yang berubah pada pasien skizofrenia dengan menggabungkan metode
eksplorasi ilmu syaraf seperti MRI fungsional, ​diffusion tensor ​imaging​, analisis ketebalan kortikal,
rekonstruksi sumber daya dan trans-kranial stimulasi magnetik. Pada dua kesempatan yang berbeda
(termasuk MRI dan akuisisi EEG), Tuan T.A. diminta untuk menekan tombol dengan tangan yang
dominant ketika manisfestasi patologikal muncul. Analisis MRI, multivariat yang normal cb-ICA dan
hipotesis berbasis pendekatan univariat telah dibandingkan. Hipotesis didasarkan pada asumsi umum
model GLM yang dilakukan dengan menggunakan paradigma pseudo-blok berdasarkan respon pasien.
Dari penelitan Tuan T.A., kami meneliti bahwa keaktifan spontan terjadi pada penglihatan, pendengaran,
cross-modal ​dan daerah kognitif otak selama halusinasi terjadi.

Neural correlates of inner speech and auditory verbal hallucinations: A critical review and
theoretical integration
Neuroimaging dan neurofisiologi literatur tentang kesehatan partisipan dan yang memiliki
pengalaman ​auditory verbal hallucinations​(AVHs) diulas. Awal dari penilitian ini kami mengatur 4 kunci
dari AVHs. Kami mempercayai akun komprehensif dari suatu fenomena harus dijelaskan. Kami mengulas
neuroimaging dan neurofisiologikal yang dipakai untuk mempelajari korelasi neural dari
pendengar-AVH dan kontrol kesehatan. Kami mengusulkan bahwa teka-teki kata yang jelas diposisikan
oleh penelitian ini. Perbedaan dari grup-grup ini hanya dijelaskan dalam level yang tinggi VSM. Sebelum
menggambarkan kesimpulan terakhir dari ide-ide teoretis, kami kembali ke asumsi awal. Kami
menyebutkan beberapa saran bagaimana penelitian berikutnya memerlukan pendengaran-AVH dan
kontrol kesehatan memungkinkan untuk menguji hipotesis-hipotesis ini.
Associations between hallucinations and personality structure in a non-clinical sample:
Comparison between young and elderly samples
Akhir-akhir tahun ini dapat terlihat ketertarikan terhadap halusinasi dalam penelitian-penelitian.
Beberap siswa menunjukkan angka yang substansial tanpa laporan psikiatri mendapat pengalaman
halusinasi. Penelitian ini terdiri dari 230 orang dalam tahap dewasa muda (18-30 tahun) dan 183 dewasa
akhir (60-75 tahun). Subjek muda merupakan siswa-siswa dari universitas dan dewasa akhir terdiri dari
subjek yang aktif dan tidak terlembaga yang semua respondennya tidak pernah menerima diagnosis dari
psikiatri atau diagnosis neurologikal selama 3 tahun terakhir. Hasilnya, sebagian besar persentase
responden dapat digolongkan sebagai pengidap tipe-tipe halusinasi. Contohnya, 25 % responden
mengidap halusinasi dengan mendengar suara dari seseorang tetapi tidak ada orang di sana. 17%
responden mendengar suara-suara keras di dalam pikirannya. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa
pada responden muda halusinasi berbentuk mimpi nyata atau pikiran-pikiran nyata. Namun, pada
responden yang lebih tua halusinasi terkait pendengaran dan penglihatan halusinasi.

Metacognitions in proneness towards hallucination and delusions


Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa tingkat ko-eksistensi dari halusinasi dan delusi dalam
populasi nonklinikal. Responden terdiri dari 331 peserta nonklinikal (mahasiswa Universitas). Semua
responden tidak ada yang intensif untuk ditawari menjadi responden dalam penelitian ini tetapi semua
responden bersifat suka rela. Setelah membuang mensortir, terdapat 296 responden. Usia rata-rata
responden adalah 23,1 tahun (SD ¼ 3.21). Responden terdiri dari 192 perempuan dan 104 laki-laki. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa wilayah rawan halusinasi signifikan terkait dengan wilayah rawan delusi.
Akhirnya, analisis regresi berganda menunjukkan bahwa keyakinan positif dan negatif menjadi peran
terjadinya halusinasi dan delusi.

Acetylcholinesterase Inhibitors (AChEI’s) for the treatment of visual hallucinations in


schizophrenia: A review of the literature
Halusinasi visual diakui gejalanya dalam berbagai gangguan kejiwaan termasuk penyakit psikotik
dan demensia. Para patosiologi halusinasi visual menjelaskan ketidakjelasan dan pengobatan
farmakologis menjadi lebih kacau daripada gangguan gejala spesifik. Halusinasi visual terjadi pada
berbagai penyakit saraf, tetapi yang paling menonjol dalam demensia tubuh, penyakit parkinson dan
skizofrenia. Kami menemukan 3 artikel pada pencarian awal. Ketiganya tidak berhubungan dengan
objetivitas dan sindrom Charles Bonnet, parkinson dan hipotikal halusinasi visual. Hasilnya
menunjukkan bahwa tidak ada dampak langsung penggunaan AcheI’s dalam pengobatan menggunakan
visual halusinasi terhadap penderita skizofrenia. Pengulasan kami lebih dalam terhadap objetivitas untuk
mengidentifikasi gangguan penyembuhan. Tinjauan ini bertujuan untuk menyoroti kebutuhan untuk
berhati-hati menggunakan AChEI dalam pengobatan nonkognitif gejala skizofrenia, lebih khusus,
halusinasi visual. Hal ini tentu menyoroti kebutuhan untuk studi menyelidiki penggunaan adjunctive
AchEI.

Characterizing hallucination epistemically


Sifat psikologis dasar halusinasi dari jenis tertentu didasari pengalaman asli dari jenis yang
sesuai. Walaupun masih dalam penglihatan yang minoritas, ​epistemic theory of hallucination (EH)
bertumbuh dalam literatur kontemporer. Menurut teori epistemis halusinasi, sifat fundamental psikologis
dari pengalaman halusinasi berdasarkan '​introspectively indiscriminable'​. Hal ini berdasarkan
pengalaman asli yang saling berhubungan. Ulasan ini berpendapat bahwa standar asumsi dapat menjadi
salah. Gagasan yang relevan dari​introspective indiscriminability lebih baik ditafsirkan dalam hal
epistemics positif. Ide lebih baik dijelaskan dengan mengacu pada fakta bahwa rasional untuk halusinator
positif akan membuat jenis penelitian tertentu. Penilaian yang dilakukan akan bersifat spesifik.

Visual hallucinations during spontaneous and training-induced visual field recovery


Halusinasi visual akan digambarkan berhubungan dengan penyembuhan spontan dari fungsi
visual. Dalam penelitan ini terdapat 2 macam sample. Pada sample pertama, terdapat 19 orang pasien
yang akan diteliti fungsi perannya berkaitan dengan penglihatan. Sample kedua terdapat 121 pasien
dengan berbagai tipe hilang penglihatan yang menjalani ​Vision Restoration Therapyi (VRT) untuk
menjawab kuesioner. Hasilnya, banyak pasien dari kedua grup yang terkena ​post-lesion halusinasi dapat
berakhir setelah penyembuhan spontan fungsi visual. Halusinasi muncul kembali selama latihan.
Halusinasi kebanyakan muncul di pasien dengan perubahan yang besar terhadap pembatas visual.
Halusinasi seharusnya tidak secara umum dibuang sebagai sesuatu yang tidak penting tetapi dapat
dianggap sebagai indikator plastisitas sistem penglihatan.

Contribution of hippocampal region CA3 to consciousness and schizophrenic


hallucinations
Dikatakan bahwa pengalaman sadar menggambarkan/melambangkan informasi pola aktivitas di
CA3. Citra, persepsi sadar atau halusinasi dilakukan
tidak dengan sendirinya dengan mempengaruhi lintasan fisik perilaku. Namun, bukti untuk pola saraf
kegiatan yang bertindak melalui korteks prefrontal medial, memodulasi disposisi tindakan dan pengaruh
prefrontal kontrol atas-bawah pengolahan sensoris. Stimulasi listrik dari hippocampus pada hewan dapat
menyebabkan visual yang mencari dan fiksasi perhatian ke obyek imajiner (Isaacson, 2002). Listrik
stimulasi medial manusia dapat menimbulkan halusinasi visual yang kompleks dan terkadang halusinasi
pendengaran, yang mana rangsangan darinamigdala dan hipokampus. Hal ini yang paling efektif dalam
merangsang halusinasi visual yang kompleks atau pengalaman hidup dari yg berhubungan dengan
kenangan hidup sendiri (Vignal et al., 2007). Stimulasi amigdala dapat menimbulkan perasaan takut dan
kecemasan, perasaan keakraban, serta sebagai halusinasi kompleks. Kecenderungan untuk mengalami
gejala positif (halusinasi dan delusi) pada pasien dengan skizofrenia dikaitkan dengan hiperaktivitas dari
hippocampus kiri dan parahippocampal gyrus (Liddle et al, 2000.). Temuan ini berhubungan dengan
hipotesis bahwa hiperaktif hippocampal mungkin mendasari halusinasi dan gejala positif lainnya dalam
skizofrenia (Liddle et al, 2000.;Heckers, 2001; Lodge dan Grace, 2007).

Making sense of the voices


Halusinasi auditori direfleksikan sebagai kondisi yang tidak biasa tetapi bukan fenomena yang
tidak umum. Halusinasi adalah pengalaman sebagai ‘bukan saya’ dan dengan dorongan persepsi sensori.
Halusinasi whilst dapat terjadi pada mode sensori, halusinasi auditori yang mendengarkan musik, suara
atau nyanyian muncul sebagai hal yang umum. Pada halusinasi, suara-suara yang terdengar terjadi secara
umum dan biasa. Orang-orang yang ditugaskan untuk membantu penyembuhan halusinasi diperlukan
orang yang dapat memberikan perhatian khusus. Bantuan ini diperlukan untu membantu penderita yang
mendengar suara-suara. Hal ini dapat menjadi intervensi yang dapat menjadi kontol dalam
perkembangan halusinasi. Ulasan ini berpendapat seharusnya penderita halusinasi dibantu oleh
orang-orang yang peduli dan dapat membantu mengelola suara-suara yang muncul pada penderita
halusinasi.

Voices from the storm: A critical review of quantitative studies of auditory verbal
hallucinations and childhood sexual abuse
Meskipun hubungan antara halusinasi dan pelecehan seksual telah didokumentasikan, hubungan
antara ​auditory visual hallucinations(​ AVHs) atau halusinasi pendengaran secara spesifik verbal dan
childhood sexual abuse (​ CSA) atau penyalahgunaan seksual masa kanak-kanak kurang jelas. Hal ini
diulas kembali terhadap penelitian kuantitatif terhadap AVHs dan CSA. 36% pasien psikiatri dengan
AVHs, dan 22% pasien bukan psikiatri dengan AVHs melaporkan CSA. Setidaknya 16% populasi secara
umum dengan halusinasi pendengaran juga melaporkan CSA. Ulasan ini menemukan bahwa penderita
AVHs lebih menyelamatkan orang dari CSA daripada seseorang tanpa AVHs. 56% pasien psikiatri dengan
CSA melaporkan karena AVHs. Setidaknya 21% dari populasi secara umum dengan CSA melaporkan
karena halusinasi pendengaran. Hal ini menjadi hubungan jelas antara AVHs dan CSA.

Cognitive triggers of auditory hallucinations: An experimental investigation


Berbagai peristiwa yang berkaitan dengan mental diubah menjadi halusinasi suara. Hal ini
terbukti sulit untuk menjelaskan bagaimana proses ini bisa terjadi. Tahap-tahap awal dari generasi
halusinasi mungkin terbukti lebih mudah untuk penelitian. Beberapa pasien ada yang melaporkan bahwa
kognisi sebagai pemicu halusinasi pendengaran, tetapi sejauh mana peran pikiran ini mempengaruhi
belum dapat diketahui hubungannya. Dalam penelitian ini, peserta direkrut melalui South London and
Maudsley NHS Foundation. 30 individual berpartisipasi dalam penelitian ini. Mayoritas individu dalam
studi ini mampu mengidentifikasi kognitif untuk halusinasi pendengaran. Namun, manipulasi
eksperimental tidak memberikan bukti bahwa kognisi anteseden adalah pemicu halusinasi pendengaran.
Terjadinya suara di VR menunjukkan apakah individu fokus terhadap identifikasi pikiran atau pikiran
yang netral. Tidak ada perbedaan dalam kenyaringan, frekuensi kejelasan, atau tekanan suara antara
kedua kelompok. Hubungan antara kognisi anteseden dan pendengaran halusinasi mungkin lebih
kompleks dari yang diuji.

Referensi

Allen, P., F. Larøi, et al. (2008). "The hallucinating brain: A review of structural and functional
neuroimaging studies of hallucinations." ​Neuroscience & Biobehavioral Reviews​ ​32​(1): 175-191.

Allen, P. P., L. C. Johns, et al. (2004). "Misattribution of external speech in patients with hallucinations
and delusions." ​Schizophrenia Research​ 6 ​ 9​(2-3): 277-287.

Barrett, T. R. and M. R. Caylor (1998). "Verbal hallucinations in normals, V: perceived reality


characteristics." ​Personality and Individual Differences​ ​25​(2): 209-221.

Braham, L. G., P. Trower, et al. (2004). "Acting on command hallucinations and dangerous behavior: A
critique of the major findings in the last decade." ​Clinical Psychology Review​ ​24​(5): 513-528.

Cheyne, J. A. and T. A. Girard (2007). "Paranoid delusions and threatening hallucinations: A prospective
study of sleep paralysis experiences." ​Consciousness and Cognition​ ​16​(4): 959-974

Ensum, I. and A. P. Morrison (2003). "The effects of focus of attention on attributional bias in patients
experiencing auditory hallucinations." ​Behaviour Research and Therapy​ ​41​(8): 895-907.

Freeman, D. and P. A. Garety (2003). "Connecting neurosis and psychosis: the direct influence of emotion
on delusions and hallucinations." ​Behaviour Research and Therapy​ ​41​(8): 923-947.

Gearing, R. E., D. Alonzo, et al. "Association of religion with delusions and hallucinations in the context of
schizophrenia: Implications for engagement and adherence." ​Schizophrenia Research
126​(1-3): 150-163.
Hayward, M., K. Berry, et al. "Applying interpersonal theories to the understanding of and therapy for
auditory hallucinations: A review of the literature and directions for further research." ​Clinical Psychology
Review​(0).

Jardri, R., D. Pins, et al. (2009). "Neural functional organization of hallucinations in schizophrenia:
Multisensory dissolution of pathological emergence in consciousness." ​Consciousness and Cognition
18​(2): 449-457.

Jones, S. R. and C. Fernyhough (2007). "Neural correlates of inner speech and auditory verbal
hallucinations: A critical review and theoretical integration." ​Clinical Psychology Review​ ​27​(2): 140-154.

Larøi, F., F. DeFruyt, et al. (2005). "Associations between hallucinations and personality structure in a
non-clinical sample: Comparison between young and elderly samples." ​Personality and Individual
Differences​ ​39​(1): 189-200.

Larøi, F. and M. Van der Linden (2005). "Metacognitions in proneness towards hallucinations and
delusions." ​Behaviour Research and Therapy​ ​43​(11): 1425-1441.

Patel, S., A. Attard, et al. "Acetylcholinesterase Inhibitors (AChEI's) for the treatment of visual
hallucinations in schizophrenia: A review of the literature." ​BMC Psychiatry​ 1​ 0​(1): 1-3.

Pelling, C. "Characterizing hallucination epistemically." ​Synthese​ ​178​(3): 437-459.

Poggel, D. A., E. M. Müller-Oehring, et al. (2007). "Visual hallucinations during spontaneous and
training-induced visual field recovery." ​Neuropsychologia​ ​45​(11): 2598-2607.

Ralf-Peter, B. "Contribution of hippocampal region CA3 to consciousness and schizophrenic


hallucinations." ​Neuroscience & Biobehavioral Reviews​ ​34​(8): 1121-1136.

Richard, L. (2001). "Making sense of the voices." ​International Journal of Nursing Studies​ ​38​(5): 523-531.

Simon, M.-J. "Voices from the storm: A critical review of quantitative studies of auditory verbal
hallucinations and childhood sexual abuse." ​Clinical Psychology Review​ ​31​(6): 983-992.

Stinson, K., L. R. Valmaggia, et al. "Cognitive triggers of auditory hallucinations: An experimental


investigation." ​Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry​ ​41​(3): 179-184.

Anda mungkin juga menyukai