Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Perkembangan Hukum Pembangunan Dalam Pembangunan Teknik Sipil

(Pembangunan Kilang Minyak di Bontang) ”

Disusun oleh :

Nama : Donatus Lasa

NIM : 616 0505 17 0247

FAKULTAS TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA PAULUS MAKASSAR

2019
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………..……………………………. i

Kata Pengantar………………………………..………………………………… ii

Daftar Isi…………………………………….……………….…………………..iii

BAB I

Pendahuluan……………………………………………………….……………. 1

Rumusan Masalah…………………………………………….….………………2

Tujuan……………………………………………………………………………2

BAB II

Pembahasan………………………………………………….…………………..3

PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………………………..……………… 8

Saran…………………………………………………………………………..…8

Daftar Pustaka…………………………………………………………………....9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tata Hukum berasal dari bahasa Belanda “recht orde” merupakan susunan hukum,
yang artinya memberikan tempat sebenarnya kepada hukum, yaitu dengan menyusun
lebih baik, dan tertib aturan hukum – aturan hukum dalam pergaulan hidup sehari-hari.

Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa hakikat pembangunan dalam arti


seluas-luasnya yaitu meliputi segala segi dari kehidupan masyarakat dan tidak terbatas
pada satu segi kehidupan. Masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan
sehingga peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan
itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur demikian dapat dibantu oleh
perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-
duanya, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat
diabaikan dalam proses pembangunan. Jika dikaji secara substansial, maka teori hukum
pembangunan merupakan hasil modifikasi dari Teori Roscoe Pound Law as a tool of
social enginering yang di negara Barat yang dikenal sebagai aliran Pragmatig legal
realism yang kemudian diubah menjadi hukum sebagai sarana pembangunan. Hukum
sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan
hukum berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur
arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan disamping fungsi
hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban (order).

Pelaksanaan jasa konstruksi selain telah diatur secara peraturan perundang-undangan


permasalahan jasa konstruksi juga harus memenuhi beberapa aspek hukum, yaitu
Keperdataan, Administrasi Negara, Pidana, Ketenagakerjaan dan aspek hukum lain yang
mengatur sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan jasa konstruksi.

Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum :

a. Keperdataan, menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan


kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan,
sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
b. Administrasi Negara, menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam
memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang konstruksi.

c. Ketenagakerjaan, menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja


pelaksana jasa konstruksi.

d. Pidana, menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut
ranah pidana.

Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam
Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata.
Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari
perjanjian persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas
kebebasan dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata
yang menerangkan segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu
perjanjian yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat
sahnya suatu perjanjian yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk
membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang diperkenankan.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengaruh aspek hukum dalam perkembangan pembangunan
infrastruktur di Indonesia.
2. Apa dampak langsung dari pengaruh aspek hukum dalam perencanaan
pembangunan infrastruktur di Indonesia.

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan makalah ini
adalah mengetahui perkembangan hukum pembangunan dalam pembangunan
infrastruktur
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

Infrastruktur merupakan salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional


dan peningkatan daya saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak
dan gas bumi, jasa keuangan dan manufaktur. Melalui kebijakan dan komitmen
pembangunan infrastruktur yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu
mengurangi masalah kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan
maupun antar-wilayah, memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan
urbanisasi yang secara keseluruhan bermuara pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian


sistim struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat,
sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan, agar perekonomian dapat berfungsi dengan
baik. Istilah umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang
mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan ,kereta api,air
bersih, bandara, kanal, waduk tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi,
Pelabuhan.secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi,dapat pula mendukung berupa
kelancaran aktifitas ekonomi masyarakat, distritibusi aliran produksi barang dan jasa
sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi pengiriman bahan baku
sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga sampai kepada masyarakat.

Pembangunan infrastruktur mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan taraf


hidup masyarakat dan kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi telah dapat
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan sektor riil.
Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui
kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah
terbangun tersebut pada akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan
lingkungan. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur pada dasarnya dimaksudkan
untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu:

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi


kemiskinan dan memperluas lapangan kerja;

2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan


untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan
akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal;

3. Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas


kawasan kumuh, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.
Secara konseptual, kebijakan paket infrastruktur ini bisa dikatakan cukup memadai,
bahkan bisa dikatakan cukup komprehensif karena menyentuh banyak aspek strategis
terkait pengembangan infrastruktur. Namun, tentu saja paket ini tidak otomatis berjalan
dengan sendirinya karena masih berfungsi seperti “blueprint” saja, yang perlu tindak
lanjut manajemen pemerintahan di lapangan. Terkait dengan paket tersebut, ada beberapa
kritik yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam penyusunan kebijakan
infrastruktur.

Pertama, sejak tahun 2005, pemerintah sudah memulai membuat kebijakan mengenai
infrastruktur, yaitu peningkatan peran swasta dalam pembangunan infrastruktur.
Sebenarnya kebijakan ini bagus dan sangat realistis karena kehadiran swasta diperlukan
pada saat anggaran pemerintah mengalami keterbatasan. Kebijakan ini diambil dengan
pertimbangan bahwa dana untuk pembangunan infrastruktur kurang dan tidak bisa
diambil dari dana APBN saja. Namun, pada perkembangan selanjutnya, yaitu tahun 2005
sampai sekarang, kebijakan ini hanya menjadi kebijakan tertulis tanpa ada implementasi
dan realisasi dari kebijakan tersebut. Sudah dapat dipastikan bahwa hasil dari kebijakan
tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Selama ini peran swasta sama sekali
belum dirasakan memadai, bahkan bisa dikatakan hampir nihil karena paket kebijakan
tersebut sepertinya hanya berada pada tataran konsep saja. Implementasi paket kebijakan
infrastruktur menjadi lebih penting dari sekadar konsep.

Kedua, paket kebijakan pemerintah yang sangat krusial dan paling sulit adalah dalam
hal pengadaan tanah. Dalam pengadaan tanah ini pemerintah hampir bisa dikatakan tidak
bisa menyelesaikan secara maksimal. Hal ini terjadi karena pemerintah harus berhadapan
dengan dinamika transisi demokrasi kurang terarah dan eforia reformasi yang ada di
dalam masyarakat. Masyarakat, atas nama reformasi, berani menentang dan memberontak
keras terhadap berbagai inisiatif yang datang dari negara. Ketika pembangunan
infrastruktur melewati tanah rakyat, negosiasi sangat sulit dilakukan, padahal kebutuhan
barang publik begitu mendesak.

Ketiga, pemerintah harus membuat dan mempunyai target untuk mendukung rencana
induk pengembangan infrastruktur. Hal ini bisa dikatakan tidak terlalu sulit karena
pemerintah sudah mempunyai cetak biru, seperti pembangunan jalan tol, pasar, saluran
air, dan jembatan.
Keempat, masalah lain yang kemudian muncul dalam kebijakan pembangunan
infrastruktur adalah masalah kelembagaan dan regulasi. Untuk masalah ini, pemerintah
sudah membentuk semacam komisi pengembangan infrastruktur. Kelembagaan baru ini
semestinya lebih produktif memfasilitasi koordinasi antarmenteri atau departemen. Akan
tetapi, semua itu bermuara pada implementasi di lapangan. Justru kelemahan selama ini
adalah dalam implementasi kebijakan yang langsung pada injeksi modal dan memulai
proyek. Kebijakan yang selama ini sudah ada tampaknya belum dapat diimplementasikan
dengan baik.
Prioritas pertama, pemerintah meminta pemda memberikan fasilitas dan kemudahan
dalam menjalankan roda bisnis di daerah, yang diterapkan dalam wujud pemangkasan
mekanisme penanaman modal di Indonesia yang akan memberatkan investor. Prioritas
kedua adalah peningkatan pembangunan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia guna
menunjang jalannya roda perputaran bisnis dan penyaluran produk di seluruh wilayah
Indonesia, terutama Indonesia Timur, serta upaya pemerintah pusat dan daerah untuk
melindungi dan membantu meringankan beban golongan menengah ke bawah yang
mengalami kesulitan dalam perekonomian.

Menurut Stone dalam Kodoatie (2003) mendefinisikan insfrastruktur sebagai


fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk
fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah dan
pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan ekonomi dan sosial. Infrastruktur
merupakan pendukung utama dalam menunjang partisipasi investor, baik lokal maupun
internasional agar menanamkan modal di Indonesia, sehingga berdampak pada
bergairahnya arus perputaran modal dan akan menurunkan tingkat pengangguran di
Indonesia. Secara filosofis, pemerintah memiliki tujuan yang berorientasi pada
kesejahteraan serta keadilan bagi segenap lapisan rakyat. Dengan pembangunan ini
diharapkan, pertumbuhan ekonomi makro dapat ditingkatkan, yang sekarang berkisar
antara 4-5 % naik signifikan hingga menyentuh angka tujuh persen per tahun. Selain itu,
adanya pembangunan infrastruktur yang merata dapat mentransformasikan kesan jawa-
sentris yang identik dengan pembangunan Indonesia yang terpusatkan di wilayah Jawa
menjadi Indonesia-sentris dengan pembangunan yang merata dan diutamakan daerah
terpinggirkan sehingga dapat menghilangkan kesenjangan antara pembangunan di pulau
Jawa dengan pembangunan di laur pulau Jawa. Pembangunan yang merata juga
memberikan kesan kehadiran pemerintah pusat dalam mengatasi salah satu problematika
yang terjadi pada suatu daerah, yaitu masalah infrastruktur. Selain itu juga dapat
meningkatkan kelancaran arus pergerakan barang dan manusia yang semakin terkoneksi
dan harga transportasi semakin terjangkau dan pada akhirnya berdampak pada harga
komoditas barang yang terjangkau, khususnya di daerah luar pulau Jawa.

Ambisi pemerintah dalam membangun infrastruktur nasional dibuktikan dengan


upaya pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk
menginisiasi pembuatan mekanisme percepatan penyediaan infrastuktur dan penerbitan
regulasi terkait sebagai payung hukum yang mengaturnya. Dengan bantuan dari KPPIP
(Komite Percepatan Penyediaan Infrastuktur Prioritas) adalah pemerintah dibantu dalam
melakukan proses seleksi daftar proyek-proyek yang dianggap strategis dan memiliki
urgensi tinggi serta diberikan fasilitas-fasilitas kemudahan pelaksanaan proyek.
Diharapkan, proyek-proyek strategis dapat direalisasikan dengan cepat. Melalui KPPIP,
proyek pembangunan memiliki dua kedudukan yang terdiri atas Proyek Prioritas yang
diatur melalui Peraturan Menko Perekonomian dan Proyek Strategis Nasional yang diatur
melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 58 tahun 2017 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dalam produk hukum ini dapat dilihat bahwa
program infrastruktur pemerintah terdiri atas bermacam bidang seperti: Jalan tol, jalan
non-tol, sarana dan prasarana kereta api, bandar udara, pelabuhan, program perumahan,
kilang minyak dan lain sebagainya; yang apabila di jumlah sebanyak 248 proyek.
 Hiperealitas Kehidupan Politik Ekonomi Indonesia

Hiperealitas adalah istilah yang digunakan sosiolog asal Prancis, Jean Baudrilland,
untuk menjelaskan keadaan yang realitas runtuh oleh rekayasa pencitraan, simulasi, dan
halusinasi. Hasil rekayasa tersebut memiliki porsi dominan dan dianggap mengandung
unsur kebenaran dari realitas sebenarnya. Hiperealitas digunakan untuk menutupi
kesalahan-kesalahan pemerintah yang berkuasa dan dimanfaatkan untuk menggiring opini
publik sehingga dampak negatif dari kebijakan yang dilakukan, tidak diketahui dan
diacuhkan oleh masyarakat.

Hiperealitas adalah salah satu problematika negara Indonesia yang berujung pada
penggiringan cara pandang masyarakat atas segala kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Implikasi media dalam menyukseskan politik hiprealitas menjadi faktor penting yang
menjadi kunci atas keberhasilan politik tersebut. Kharakteristik bangsa Indonesia yang
menjadikan media sebagai sumber utama dalam memperoleh berita-berita aktual dan
kurangnya minat baca masyarakat atas ilmu pengetahuan menyebabkan kurangnya nalar
kritis masyarakat dalam menganalisa realitas yang ada sehingga menimbulkan sentimen
aktualisasi media yang diberitakan telah berdasar pada realitas yang ada dan diberitakan
melalui berbagai macam sudut pandang. Akan tetapi, realitas yang ada menunjukkan
bahwa terdapat intervensi pemerintah dalam politik media informasi terhadap berita
aktual yang disampaikan.

 Contoh Pembangunan Kilang Minyak di Bontang

Nilai Investasi : Rp 197,58 Triliun


Skema Pendanaan : Penugasan PT Pertamina dengan kerjasama
Swasta
Lokasi : Bontang, Kalimantan Timur
Penanggung Jawab Proyek : PT Pertamina
Rencana Mulai Konstruksi : 2019
Rencana Mulai Operasi : 2025
Status Proyek : Tahap Transaksi

 Deskripsi Proyek

Kilang minyak Bontang adalah proyek pembangunan kilang minyak baru (Grass Root
Refinery) dengan kapasitas produksi bahan bakar minimal 300 ribu barel per hari yang
akan dibangun di Bontang, Kalimantan Timur. Perencanaan pembangunan Kilang
Minyak Bontang akan menggunakan konfigurasi yang mempertimbangkan sistem lain
seperti sistem petrokimia. Selanjutnya, hasil produksi kilang minyak tersebut akan
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri.
 Signifikansi Proyek

Mengingat kebutuhan bahan bakar dan upaya pencapaian ketahanan energi di dalam
negeri, maka Indonesia membutuhkan pertumbuhan industri kilang minyak. Kombinasi
Grass Root Refinery (GRR) dan Refinery Development Master Plan (RDMP) dibutuhkan
untuk meningkatkan penyediaan minyak mentah dan bahan bakar di Indonesia sehingga
dapat menurunkan ketergantungan pada impor.

 Status Kemajuan Proyek

Status kemajuan kilang bontang

 Rencana Aksi

1. Dukungan dalam perencanaan pendanaan proyek (project exposé)


2. Permohonan pemanfaatan BMN ke BLU-LMAN
3. Finalisasi kajian harga keekonomian

 Status Perkembangan Proyek Tahap Transaksi

1. Telah dilakukan project exposé pada 28 Februari 2017. Terdapat 16 peserta


yang meminta Request for Information dengan 13 potensi partner strategis.
2. Pertamina telah memilih konsorsium Overseas Oil and Gas (Oman) dan
Cosmo Energy Group (Jepang) sebagai mitra strategis padaJanuari 2018. (per
17 Mei 2019)
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau
peraturan hukum berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam
arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan
disamping fungsi hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban (order)

Dalam tahapan proses pengerjaan infrastruktur dibutuhkan aspek-aspek hukum


pembangunan yang dimana menjadi landasan utama untuk melancarkan suatu
tahapan demi tahapan dalam proses pengerjaan suatu infrastruktur.

Pembangunan infrastruktur mempunyai manfaat langsung untuk peningkatan


taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan, karena semenjak tahap konstruksi
telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekaligus menggerakkan
sektor riil. Sementara pada masa layanan, berbagai multiplier ekonomi dapat
dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur.

B. SARAN

Matakuliah aspek hukum pembangunan sangat membantu mahasiswa dalam


mengenal dunia konstuksi terutama dalam bidang pengadaan barang dan jasa serta
aspek hukum yang terkait. Sebagai mahasiswa tentunya penulis sangat mengharapkan
adanya studi lapangan baik pada suatu institusi, lembaga maupun proyek guna
memperdalam pengetahuan dan siap bila nantinya terjun dalam dunia konstruksi.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/33379351/321815758-Makalah-Aspek-Hukum-
Dalam-Konstruksi.docx

http://wpdelly08.blogspot.com/2018/10/tugas-1-aspek-hukum-dalam-
pembangunan.html

Anda mungkin juga menyukai