Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah
penderita PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta
jiwa di tahun 2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut terjadi di negara
berkembang, termasuk negara Indonesia.
Jumlah penderita PPOK meningkat akibat faktor genetik, pola hidup yang
tidak sehat, asap rokok dan polusi udara. PPOK dianggap sebagai penyakit yang
berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Adapun faktor
penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap
batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting yang
menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih
dari 20- 30 tahunan. (Smeltzer dan Bare. 2006). Penyakit ini juga mengancam jiwa
seseorang jika tidak segera ditangani (Smeltzer dan Bare, 2006).

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari PPOK ?

2. Apa klasifikasi dari PPOK ?

3. Apa etiologi dari PPOK ?

4. Bagaimana patofisiologi dari PPOK?

5. Bagaimana manifestasi klinis PPOK ?

6. Bagaimana derajad penyakit PPOK ?

7. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada PPOK ?

8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit PPOK ?

9. Bagaimana peran perawat ?


C. Manfaat

1. Untuk mengetahui definisi dari PPOK ?

2. Untuk mengetahui klasifikasi dari PPOK ?

3. Untuk mengetahui etiologi dari PPOK ?

4. Untuk mengetahui patofisiologi dari PPOK?

5. Untuk mengetahui manifestasi klinis PPOK ?

6. Untuk mengetahui derajad penyakit PPOK ?

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada PPOK ?

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit PPOK ?

9. Untuk mengetahui peran perawat ?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD) mengartikan
PPOK adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan dan pengobatan.
PPOK memiliki tanda gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam saluran
pernafasan yang bersifat progresif. PPOK juga terdapat peradangan atau inflamasi
pada saluran pernafasan dan paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan
gas yang berbahaya (GOLD, 2013). PPOK merupakan keadaan irreversible yang
ditandai adanya sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya
aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru (Smeltzer et al, 2013). PPOK
merupakan penyakit kronis ditandai dengan terhambatnya aliran udara karena
obstruksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh paparan yang lama terhadap
polusi dan asap rokok. PPOK merupakan istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Grace et al, 2011). yang
ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (Padila, 2012).
PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang secara umum
ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus21 menerus biasanya
progresif dan berhubungan dengan peradangan kronis, peningkatan respon dalam
saluran udara dan paru-paru dari partikel berbahaya atau gas. (Vestbo et.al., 2013).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit radang saluran nafas
utama ditandai dengan keterbatasan aliran udara sebagian besar ireversibel yang
menghasilkan hypoxemia dan hiperkapnia. (Huang, et al., 2013)

B. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson (2014) :
a. Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermienb, reversible dimana trakea dan
bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu Brunner
et al., 2010).
b. Bronkhitis kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan
secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2 tahun.
Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai
dahak selama tiga bulan dalam setahun dan terjadi minimal selama dua tahun
berturut-turut (GOLD, 2010).
c. Emfisema
Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang ditandai
oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan destruksi
pada dinding alveolar. (PDPI, 2003).
C. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)


menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :

1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi.


2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi
paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asmaorang
dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,
walau pun tidak merokok.

D. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam
jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan. (Jackson, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece &
Borley, 2011).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada PPOK menurut Mansjoer (2008) dan GOLD (2010)
yaitu: Malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari.
Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas akut,
frekuensi nafas yang cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi lebih
lama daripada inspirasi.

F. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grece & Borley
(2011), Jackson (2014) dan Padila (2012):
a. Gagal napas akut atau Acute Respiratory Failure (ARF).
Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO250
mmHg, serta Ph dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
ditandai oleh sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum
bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun.
b. Corpulmonal
Adanya kor pulmonal ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %,
dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2016)
c. Pneumothoraks
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada
kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit darah.

G. Derajat PPOK
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung
Disiase (GOLD) 2011.
1. Derajat I (PPOK Ringan) : Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi
tidak sering. Pada derajat ini pasiensering tidak menyadari bahwa menderita
PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang) : Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan
kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya
pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat) : Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa
lelah dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas
hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat) : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal
napas atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini
kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa
biasanya disertai gagal napas kronik.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Tes fungsi paru-paru (spirometri) akan dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut spirometer. Fungsi paru-paru akan dinilai melalui volume hembusan
napas pasien, yang dikonversikan dalam sebuah grafik. Jika dibutuhkan, dokter
akan menganjurkan beberapa pemeriksaan yang lebih detail seperti:

1. Tes darah, untuk memastikan apakah pasien menderita penyakit lain, seperti
anemia dan polisitemia, yang memiliki gejala serupa dengan PPOK. Tes darah
juga digunakan untuk memeriksa antitripsin alfa-1.
2. Analisis gas darah arteri. Tes ini untuk melihat kandungan oksigen dan
karbondioksida dalam darah.
3. Foto Rontgen dada. Foto Rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi ganguan
pada paru-paru.
4. CT scan, yang dapat menunjukkan gambaran paru-paru secara lebih detail.
5. Elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiogram, guna memeriksa kondisi
jantung.
6. Pengambilan sampel dahak.

I. Penatalaksanaan PPOK

PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan irreversible.
Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan stabil dan eksaserbasi
akut. Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI (2016):

a. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan PDPI (2016):

1. Meminimalkan gejala
2. Pencegahan terjadinya eksaserbasi
3. Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
4. Peningkatan kualitas hidup

b. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:

1. Edukasi
Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK keadaan stabil yang
dapat dilakukan dalam jangka panjang karena PPOK merupakan penyakit
kronis yang progresif dan irreversible. Intervensi edukasi untuk
menyesuaikan keterbatasan aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan
penurunan fungsi paru. Edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang
singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti permasalahan yang
dialami pasien. Pelaksanaan edukasi seharusnya dilakukan berulang dengan
materi edukasi yang sederhana dan singkat dalam satu kali pertemuan.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
a. Mengetahui proses penyakit
b. Melakukan pengobatan yang optimal
c. Mencapai aktifitas yang maksimal
d. Mencapai peningkatan kualitas hidup
Materi edukasi menurut prioritas yaitu:
a. Penyampaian berhenti merokok dilakukan pada saat pertama kali
penegakan diagnosis PPOK.
b. Penggunaan dari macam-macam dan jenis obat yang meliputi: cara
penggunaan, waktu penggunaan dan dosis yang benar serta efek samping
penggunaan obat.
c. Waktu dan dosis penggunaan oksigen. Mengenal efek samping kelebihan
dosis penggunaan oksigen dan cara mengatasi efek samping penggunaan
oksigen tersebut.
d. Mengetahui gejala eksaserbasi akut dan penatalaksanannya seprti adanya
sesak dan batuk, peningkatan sputum, perubahan warna sputum, dan
menjauhi penyebab eksaserbasi.
e. Penyesuaian aktifitas hidup dengan berbagai keterbatasan aktifitasnya.

2. Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti oksidan,


mukolitik dan antitusif.

3. Terapi oksigen

Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif dan berkepanjangan


sehingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.

4. Ventilasi mekanis

Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi dengan adanya


gagal nafas yang akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronis atau PPOK
derajat berat dengan gagal nafas kronis. Ventilasi mekanis dapat dilakukan di
rumah sakit (ICU) dan di rumah.

5. Nutrisi Pasien
PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan meningkatnya kebutuhan
energi sebagai dampak dari peningkatan otot pernafasan karena mengalami
hipoksemia kronis dan hiperkapni sehingga terjadi hipermetabolisme.
Malnutrisi akan meningkatkan angka kematian pada pasien PPOK karena
berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa gas darah.
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan toleransi pasien
PPOK terhadap katifitas fisik yaitu: menyesuaikan aktifitas, latihan batuk
efektif dan latihan pernafasan.

J. Peran Perawat
Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional
meliputi :
a. Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan
“Care Giver” merupakan peran perawat dalam memberikan asuhan
keparawatan secara langsung atau tidak langsung kepada pasien, keluarga dan
masyarakat dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut
proses keperawatan. Proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi
keprawatan.
b. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi pasien.
Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar pasien
dengan tim kesehatan lain 27 dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien,
membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami semua
informasi dan upaya kesehatan yang diberikan.
c. Counseller, sebagai pemberi bimbingan/konseling pasien
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi pasien
terhadap keadaan sehat sakitnya. Memberikan konseling/bimbingan kepada
pasien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas.
d. Educator, sebagai pendidik pasien
Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan
kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medis yang diterima.
e. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja
sama dengan tenaga kesehatan lain. Perawat bekerja sama dengan tim
kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan
asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan pasien.
f. Coordinator, Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang
ada, baik materi maupun kemampuan pasien secara terkoordinasi sehingga
tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.
g. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan
perubahan-perubahan. Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam
cara berpikir, bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan
pasien/keluarga agar menjadi sehat.
h. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan
masalah pasien. Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan
pasien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan
peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berka itan
dengan kondisi spesifik lain.
DAFTAR PUSTAKA
Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD), (2011), Inc.
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and
Prevention.http://www.goldc opd.com.
Grace A. Pierce, Borley R. Nier. (2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3. Pt Gelora
Aksara.
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.
Padila. 2012. Buku ajar : keperawatan medical bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Pratama Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah edisi 1. Yogyakarta,
Rapha Pubising.
Price, S.A dan Wilson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai