Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka, DM ditandai oleh
hiperglikemia, arterosklerotik, mikroangiopati dan neuropati (Sylvia A Price. et al.
1995 : 1111)
Menurut Suzzane C. Smeltzer dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah” menyatakan bahwa :
Kurang lebih 90–95 % penderita DM adalah type II Non Insulin Dependen
Diabetes Melitus (NIDDM), yaitu DM yang tidak tergantung insulin. DM type II
paling sering terjadi pada penderita Diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat selama bertahun-
tahun dan progresif, maka awitan DM type II ini dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Untuk sebagian besar pasien + 75 % penyakit DM type II yang dideritanya
ditemukan secara tidak sengaja, misalnya pada saat pasien menjalankan
pemeriksaan lab yang rutin. Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit
DM selama bertahun-tahun adalah dapat terjadi komplikasi Diabetes jangka
panjang misalnya kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer
mungkin sudah tejadi sebelum diagnosa ditegakkan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mencoba
menerapkan kemampuan baik pengetahuan maupun skill yang telah didapatkan
selama pendidikan pada kasus Diabetes Mellitus, ”Asuhan Keperawatan Pada
Klien Ny. M Dengan Gangguan Sistem Endokrin : Diabetes Melitus Type II +
Ulkus A.R Pedis Dextra Di Ruang A’sal kamar 6c Rumah Sakit Al-Ihsan
Baleendah”

1
B. Tujuan Penulisan
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien
dengan Gangguan Sistem Endokrin Akibat Diabetes Melitus Tipe II + Gangren
dengan menggunakan metode proses keperawatan.

C. Manfaat Penulisan
Dapat lebih mudah memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada klien dengan Gangguan Sistem Endokrin Akibat Diabetes
Melitus Tipe II + Gangren dengan menggunakan metode proses keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. (Sylvia A. Price, 1995 : 1111)
Diabetes Melitus adalah sindrom yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara tuntutan suplai insulin yang ditandai oleh hiperglikemia
dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
(Hotma Rumahorbo, 1999 : 100)
Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Suzanne C. Smeltzer,
2002 : 1220)
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang
meliputi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protei serta menimbulkan
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long, 1996
: 4)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus
merupakan penyakit kronis yang secara generatif dan klinis ditandai oleh
hiperglikemia yang meliputi kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
sebagai akibat ketidakseimbangan insulin yang dapat menimbulkan komplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka yang disebabkan oleh neuropati
akibat penyakit diabetes mellitus (De Jong, W, dan Hidajat, S.R, 1997 : 420).
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Smeltzer, S.C, dan
Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001 : 896)

2. Anatomi dan Fisiologi


Menurut Syaifuddin, (1997 : 84) dan Rumahorbo, H, (1999 : 14) pancreas
erupakan organ yang panjang dan ramping. Letaknya retroperitoneal pada abdomen

3
bagian kuadran kiri atas, dan terbentang secara horizontal dari cincin duodenum
sampai ke limpa pada vertebra lumbalis I dan II dibelakang lambung. Strukturnya
mirip dengan kelenjar ludah yang panjangnya kira-kira 10-20 cm, lebar 2,5-5 cm,
dengan berat rata-rata 60-90 gram, dan dibagi dalam 3 segmen utama yaitu kaput,
korpus dan kauda.
a. Kaput / kepala pankreas, merupakan bagian yang lebar dari pancreas, terletak
disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum yang
melingkarinya.
b. Korpus / badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini yang letaknya
dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.
c. Kauda / ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing terletak disebelah kiri
yang sebenarnya menyentuh limpa.
Menurut Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, (1994 : 431) dan Francis, S.G
dan John, D.B, Alih bahasa Wijaya,C, dkk., (2000 : 742) pancreas dibentuk dari 2
sel dasar dengan fungsi yang sangat berbeda yaitu :
a. Sel-sel eksokrin yang berkelompok disebut sel acini yang menghasilkan unsure-
unsur getah pancreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Sel-sel endokrin atau pulau langerhans terdiri dari 0,7 – 1 juta kelenjar endokrin
kecil yang tersebar diantara massa glandular pankrea seksokrin. Volume pulau-
pulau langerhans kira-kira 1-1,5 % dari massa total pancreas dan beratnya
sekitar 1-2 gram pada orang dewasa. Sedikitnya ada empat tipe sel yang telah
dikenali pada pulau-pulaulangerhans ini. Tipe-tipe ini tersebar tidak seragam
pada pancreas, yang terdiri dari:
Tabel 2.1
Tipe-Tipe Sel Pada Pulau-Pulau Langerhans Pankreas
Persentase volume pulau lengerhans
Berasal dari dorsal Berasak dari
Tipe sel Produk yang dihasilkan
(kaput anterior, ventral (bagian
korpus, kauda) posterior kaput)
Sel alfa 10 % <0,5 % Glukgon, proglukagon,
peptide mirip glukagon
(GLP-1, GLP-2)
Sel beta 70-80 % 15-20 % Insulin, peptide C,

4
proinsullin, amillin,
asam tetra amino
butirat (GABA)
Sel delta 3-5 % <1 % Somatostatin
Sel F(PP) <2 % 80-85 % Pollipeptida pankreas
Sumber: Francis, S.G. dan John, D.B. alih bahasa Wijaya, C, dkk, 2000 : 743

Secara keseluruhan, pankreas menyerupai setangkai anggur yang cabang-


cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada duktus pankreatikus utama
(duktus wirsungi). Saluran-saluran kecil dari setiap asinus mengosongkan isinya ke
saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar, jaringan bersatu
dengan duktus koledokus pada ampula vateri sebelum masuk ke duodenum.
Pankreas mendapat darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena
kava inferior melalui vena pankreatika. Selain itu juga pankreas mendapatkan darah
dari arteri lienalis, arteri hepar, arteri mesenterika superior dan arteri seliaka yang
selanjutnya bermuara ke vena kava inverior. Pankreas dipersarafi oleh nervus vagus
yang berperan dalam sekresi getah pankreas setelah makanan masuk ke lambung
dan duodenum dan system saraf simpatis yang berperan menghambat sekresi
insulin melalui pelepasan norepinefrin. Pankreas mempunyai dua fungsi penting,
yaitu fungsi eksotrin untuk mensekresikan enzim-enzim pencernaan pada ketiga
jenis makanan utama yaitu karbohidrat, lemak, dan protein melalui saluran ke
duodenum dan fungsi endokrin untuk mengatur system endokrin melalui
mekanisme pengaturan gula darah (Price, S. A., Alih bahasa Peter, A, 1994,
Syaifudin, 1997).
Hormon-hormon sekresi pankreas yang berpengaruh pada pengaturan
kadar gula darah :.
a. Glukagon
1) Prinsip Kerja Glukagon
Glukagon merupakan protein kecil dengan berat molekul 3485 dan
terdiri dari rantai asam amino dan terdiri dari rantai yang tersusun atas 29-
asam amino. Waktu paruh dari glukagon plasma adalah sekitar 5-10 menit.
Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan kadar gula darah dengan
mempengaruhi system enzim didalah hepar, lemak, dan sel-sel otot yang
kemudian memungkinkan glukosa plasma untuk memasuki dan digunakan

5
oleh sel-sel tubuh dengan menstimulasi sekresi insulin. Dengan fungsi ini,
glukagon mencegah hipoglikemia diantara waktu makan, selama olahraga,
beberapa hari pertama puasa, dan setelah makan makanan yang tinggi
protein yang dapat menstimulasi peningkatan insulin plasma sehingga
menyebabkan ambilan selular dengan cepat dari diet karbohidrat yang
diserap.
Glukagon dapat menstimulasi sel-sel hati dalam menjalankan
fungsinya dengan cara melakukan pemecahan glikogen cadangan di hati
(glikogenolisis), mempertahankan produksi glukosa hati dari precursor
asam amino (glukoneogenetik), pemecahan lemak (lipolitik) dan
memproduksi badan-badan keton dari asam lemak (ketogenetik) di hati. Hal
ini dapat meningkatkan konsentrasi glukosa didalam sel-sel hati, karena sel-
sel hati dapat mendisforforilasi glukosa di intraseluler, maka glukosa ini
dapat dilepaskan dari hati ke dalam sirkulasi darah. Asam lemak dan asam
amino yang dibutuhkan untuk proses glukoneogenesis disupplai oleh
pemecahan lemak yang distimulasi oleh glukagon dalam sel-sel adipose dan
dilepaskan ke dalam plasma. Apabila supplai asam lemak tidak mencukupi,
maka glukagon akan manstimulasi pemecahan protein menjadi asam amino
dan menstransfernya ke dalam plasma darah.
Asam lemak dan asam amino ini kemudian diambil oleh hepatosit
dan digunakan sebagai bahan-bahan mentah dalam proses glukoneogenesis.
Selain itu juga glukagon meningkatkan kadar keton plasma dengan
meningkatkan pembentukan keton hepatic dan meningkatkan sekresi
somatostatin serta growth hormon. Meskipun fungsi glukagon berlawanan
dengan fungsi insulin dalam proses pengaturan kadar gula darah, namun
glukagon juga dapat menstimulasi insulin. Hal ini dapat memungkinkan
glukosa plasma umtuk memasuki berbagai jaringan dan digunakan oleh
jaringan itu sendiri untuk proses metabolisme, aksi langsung glukagon
dalam menstimulasi sel-sel beta ini berlangsung dengan cepat.
Pada tingkat seluler, glukagon bekerja pada system enzim sel siklik
AMP intraseluler, dimana bahan kimiawi ini berperan sebagai pembawa
pesan kedua untuk mengubah aktivitas enzim sel yang menyebabkan
sejumlah besar glukagon eksogenus bekerja meningkatkan kapasitas

6
inotropik jaringan miokardium yang disebabkan karena rendahnya glukagon
endogenus.
2) Pengaturan Sekresi Glukagon
Sel-sel alfa pankreas distimulasi oleh agonis beta adrenergik,
teofilin, yang meningkatkan kadar plasma asam amino (terutama yang
digunakan dalam proses glukoneogenesis), dan stimulasi vagal (kolinergik).
Sekresi glukagon juga dipercepat oleh glukokortikoid, olah raga, stress
fisik, dan infeksi. Efek olahraga pada sekresi glukagon di mediasi oleh beta
adrenergik, sedangkan stress dan infeksi bekerja meningkatkan kadar
glukokortikoid plasma. Kenaikan glukosa plasma dioperasikan oleh umpan
balik negatif loop untuk memperlambat atau menghambat haluaran
glukagon. Konsentrasi glukosa darah merupakan factor utama pengatur
sekresi glukagon, namun pengaruh konsentrasi glukosa darah terhadap
sekresi glukagon jelas bertentangan dengan efek glukosa terhadap sekresi
insulin.
Penurunan konsentrasi glukosa darah dari normalnya sewaktu puasa
kira-kira sebesar 90 mg/dl darah hingga kadar hipoglikemik dapat
meningkatkan konsentrasi glukagon plasma beberapa kali lipat, sebaliknya
meningkatnya kadar glukosa darah himgga mencapai hiperglikemik akan
mengurangi kadar glukagon dalam plasma. Jadi, pada keadaan hipoglikema
glukagon yang disekresikan oleh sel alfa pankreas akan meningkat dalam
plasma yang dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa dari hati
dan akibat yang lebih lanjut akan membantu memperbaiki keadaan
hipoglikemia
b. Insulin
1) Prinsip Kerja Insulin
Insulin merupakan protein kecil yang mempunyai berat molekul
sebesar 5808 dan terdiri atas dua rantai asam amino yang satu sama lainnya
dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino
dipisahkan, maka aktifitas fungsional dari insuli akan hilang. Ikatan insulin
pada resepror insulin mengawali aksi fisiologi insulin pada sel. Setelah
molekul insulin berikatan pada reseptor, kompleks reseptor nsulin diambil
kedalam sitoplasama sel melalui endositosis dan dihancurkan dalam waktu

7
14-15 jam oleh enzim lisosom. Insulin plasma mempunyai waktyu paruh
sekitar 15 menit. Sekitar 80 %dari semua insulin yang bersikulasi
dikatabolisme oleh sel-sel hati dan ginjal. Insulin mempuynyai mekanisme
kerja tunggal yang mendasari segala macam efeknya pada metabolisme.
Berikut ini prinsip kerja insulin :
a) Jaringan adipose
(1) Meningkatkan jaringan adipose
(2) Meningkatkan ambilan kalium
(3) Meningkatkan pemasukan dan sintesis lemak
(4) Meningkatkan penyimpanan lemak
(5) Meningkatkan pengubahan glukosa menjadi lemak
(6) Menghambat lipolisis
(7) Aktivasi lipoprotein lipase
b) Jaringan otot
(1) Meningkatkan pemasukan glukosa
(2) Meningkatkan ambilan kalium
(3) Meningkatkan sintesis glikogen
(4) Meningkatkan pemasukan asam amino
(5) Meningkatkan sintesis protein
(6) Meningkatkan katabolisme protein
(7) Meningkatkan pemasukan keton kedalam se-sel
c) Hati
(1) Meningkatkan sintesis protein
(2) Meningkatkan sintesis lemak
(3) Menurunkan ketogenesis
(4) Menurunkan pengeluaran karena penurunan glukoneogenesis dan
meningkatkan sintesis glukagon
Selain itu insulin diketahui dapat memudahkan ambilan glukosa oleh
jaringan ikat, leukosit, kelenjar mammary, lensa mata, aorta, pituitary, dan
sel-sel alpha.
2) Pengaturan Sekresi Insulin
Sekresi insulin diatur oleh :

8
a) Mekanisme umpan balik kadar glukosa darah, kenaikan kadar glukosa
darah meningkatkan sekresi insulin, selanjutnya insulin menyebabkan
transport glukosa ke dalam sel sehingga mengurangi konsentrasi gula
darah kembali normal.
b) Asam amino, dalam hal ini adalah asam amino yang paling kuat yaitu
arginin dan leusin, dimana kerjanya mempengaruhi peningkatan
insulinberbanding lurus dengan peningakatan konsentrasi gula darah.
Dan sebaliknya insulin sendiri meningkatkan pengangkutan asam amino
kedalam sel-sel jaringan serta meningkjkan pembentukan protein
intraseluler.
c) AMP siklik intra sel, rangsangan yang meningkatkan AMP siklik dalam
sel B meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan kalssssium
intra sel. Pada pelepasan epinefrin terjadi penurunan sekresi insulin
disebabkan karena epinefrin menghambat AMP siklik intrasel.
d) Saraf otonom, cabang nervus vagus dextra mempersarafi pulasu
langerhans dan merangsang nervus vagus menyebabkan peningkatan
sekresi insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankreas menghambat
sekresi insulin melalui pelepasan norepinefrin.
3) Aktifitas Insulin Pada Target Sel
Insulin yang telah disekresikan pankreas akan menuju target sel
dengan cara berikatan dan mengaktifkan suatu protein spesifik pada
membran sel. Reseptor protein merupakan senyawa glikoprotein yang
mempunyai berat molekul kira-kira 300.000
Reseptor insulin merupakan suatu kombinasi dari empat sub unit
yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfida, dua sub unit alfa yang
terletak seluruhnya diluar membran sel dan dua sub unit beta yang
menembus membran, menonjol kedaklam sitoplasma sel. Insulin berikatan
denan sub unit alfa dibagian luar sel, tetapi karena ikatan dengan sub unit
beta, bagian dari sub unit beta yang menonjol kedalam sel mngalami
autofosforilasi. Hal ini akan membuat ikatan tersebut menjadi suatu enzim
yang aktif, suatu protein kinase setempat, yang selanjutynya menyebabkan
fosforilasi dari banyak enzim intra seluler lainnya. Hasil akhir adalah
mengaktifkan beberapa enzim ini sementara menghentikan enzim yang lain.

9
Jadi, secara keseluruhan insulin memimpin proses metabolisme intra seluler
untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Efek akhir dari perangsangan
insulin (Hudak, C.M, dan Gallo, B.M, alih bahasa Monica, E.D, dkk., 1996
dan Guyton, A.C, alih bahasa Setiawan, I, 1996) sebagai berikut :
a) Dalam beberapa detik setelah insulin diberikan dengan membran
reseptornya, membran yang mencakup kira-kira 80 % dari sel tubuh ini
menjadi sangat permeable terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi
pada sel-sel otot dan sel lemak tetapi tidak terjadi pada sebagian besar
sel neuron diotak. Didalam sel glukosa dengan cepat di fosforilasi dan
menjadi suatu zat yang diperlukan untuk semua fungsi metabolisme
karbohidrat yang umum.
b) Sebagai tambahan untuk meningkatkan permeabilitas membran terhadap
glukosa, membran sel menjadi permeable terhadap banyak asam amino,
ion kallllium, dan ion posfor.
c) Efek yang lebih lambat terjadi dalam 10-15 menit berikutnya, untuk
mengubah tingkat aktifitas dari banyak enzim metabolic seluler yang
lain. Efek-efek ini dihasilkan terutama dari perubahan keadaan
fosforilasi enzim.
d) Efek yang jauh lebih lambat terjadsi selama berjam-jam dan bahkan
beberapa hari.
e) Efek ini dihasilkan kecepatan translasi RNA messenger pada ribosom
untuk membentuk protein yang baru dan efek yang lebih lambat
lagiterjadi dari perubahan kecepatan trankripsi DNBA didalam inti sel.
Dengan cara ini insulin membentuk kembali sebagian besar proses
enzimatik seluler untuk mencapai tujuan metabolic.

3. Etiologi
a. Etiologi Diabetes Melitus tipe II (NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes mellitus tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang

10
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe II. Faktor-faktor
ini adalah :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk
asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)
a. Etiologi Ulkus Diabetikum
 Kombinasi antara gangguan arteri dengan neuropati perifer
 Trauma/ cedera yang berulang tanpa diketahui oleh pasien

4. Tanda dan Gejala


a. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
 Polifagia
 Poliuria
 Polidipsia
 Lemas
 Berat badan turun
 Mengantuk (somnolen) yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa
minggu
 Kesemutan
 Gatal
 Mata kabur
 Impotensi pada laki-laki
 Pruritus vulva pada perempuan
a. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetikum
 Penurunan terhadap sensasi nyeri
 Perubahan pada retina
 Adanya luka yang telah terinfeksi
 Denyut nadi berkurang atau bahkan tidak ada pada daerah yang terdapat
ulkus

11
5. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, alih bahasa Hartono A, dkk, 2001 :
1220 diabetes mellitus terbagi kedalam beberapa klasifikasi atau tipe-tipe tertentu
diantaranya :
a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin atau IDDM (Insulin Independent
Diabetes Melitus)
b. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin atau NIDDM (Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus)
c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom tertentu, seperti:
1) Penyakit pancreas
2) Kelainan hormonal
3) Obat/ bahan kimia
4) Kelainan reseptor dan kelainan genital
d. Diabetes mellitus gestasional atau GDM (Gestasional Diabetes Melitus)
e. Diabetes karena kerusakan toleransi glukosa
Tipe-tipe diabetes mellitus yang paling sering terjadi adalah diabetes
mellitus tipe I (IDDM) dan diabetes mellitus tipe II (NIDDM). Sesuai dengan kasus
yang terjadi pada Tn. S maka untuk lebih jelasnya akan dijelaskan tentang
mekanisme penyakit diabetes mellitus tipe II sebagai berikut.
Pada diabetes tipe II (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin –
NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu :
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon
dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

12
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II.
Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Diabetes mellitus tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes
mellitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau
pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Untuk sebagian besar pasien ( 75%), penyakit diabetes mellitus tipe II
yang dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya pada saat pasien
menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak
terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi
diabetes jangka panjang (misalnya kelainan mata, neuropati perifer, kelainan
vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan,
karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang
penting pula untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat
ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa
darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil
menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan maka insulin dapat
digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama
periode stress fisiologis yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan.

13
6. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi
apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari.
Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan, khususnya jika makan yang
tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori :
gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.
a) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala
seperti perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa
lapar.
b) Hipoglikemia Sedang
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-
tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, confuse,
penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara rero,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak
rasional, pengllihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan
c) Hipoglikemia Berat
Fungsi sitem saraf pusat menagalami gangguan yang sangat
berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk
mengatasi Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup
perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan, atau bahkan kehilangan kesadaran.

14
2) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran
klinik yang penting pada diabetes ketoasidosis :
(1) Dehidrasi
(2) Kehilangan elektrolit
(3) Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang
memasuki sel akan berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati
menjadi tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan mengakibatkan
hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa dalam tubuh,
ginjal akan mensekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (natriun
dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan
(poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of
Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis
osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari
intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, maka
akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.
b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua sistem
organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lajim digunakan adalah
penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.
1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi
pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non
diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi
pada usia yang lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-

15
pasien diabetes. Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi
tergantung pada lokasi lesi ateerosklerotik.
Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner,
maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan
aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan
menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA (Transiennt Ischemic Attack).
Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah besar
ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif arteri perifer atau
penyakit vaskuler perifer.
2) Komplikasi Mikrovaskeler
a) Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh
darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil,
arteriol, venula dan kapiler.
b) Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi
ginjal ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein
darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah
ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan
sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati
c) Neuropati Diabetikum
Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah :
(1) Polineuropati Sensorik
Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer.
Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf,
khususnya saraf extremitas bagian bawah. Kelainan ini mengenai
kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan secara progresif
dapat meluas ke arah proksimal. Gejala permulaanya adalah
parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan dan peningkatan
kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari). Dengan
bertambah lanjutnya neuropati ini kaki akan terasa baal.

16
Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan
penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati
beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa
diketahui.
(2) Neuropati Otonom (Mononeuropati)
Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai
fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ tubuh. Ada lima
akibat utama dari neuropati otonom (Smeltzer, B, alih bahasa
Kuncara, H.Y, dkk., 2001 : 1256-1275) antara lain :
(a) Kardiovaskuler
Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler
adalah frekuensi denyut jantung yang meningkat tetapi menetap,
hipotensi ortostatik, dan infark miokard tanpa nyeri atau “silent
infark”.
(b) Pencernaan
Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan
gejala khas, seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual dan
muntah. Konstipasi atau diare diabetik (khususnya diare
nokturia) juga menyrtai neuropati otonom gastrointestinal.
(c) Perkemihan
Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan
kandung kemih yamg penuh dan gejala neurologik bladder
memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi saluran kemih.
Hal ini terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol,
mengingat keadaan hiperglikemia akan mengganggu resistensi
terhadap infeksi.
(d) Kelenjar Adrenal (“Hypoglikemik Unawarenass”)
Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan
tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia.
Ketidakmampua klien untu mendeteksi tanda-tanda peringatan
hipoglikemia akan membawa mereka kepada resiko untuk
mengalami hipogllikemi yang berbahaya.

17
(e) Disfungsi Seksual
Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki
merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti.
Efek neuropati otonom pada fungsi seksual wanita tidak pernah
tercatat dengan jelas.

7. Dampak Diabetes Melitus tipe II Terhadap Sistem Tubuh Lain


a. Sistem Pernapasan
Defisiensi insulin menimbulkan peningkatan glikolisis dijaringan lemak
serta ketogenesis dihati. Glikolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang
kegiatan lipase di jaringan lemak akibat bertambahnya pasokan asam lemak
dihati. Dalam mitokondria hati, enzim kartinil asil transferase I terangsang
untuk merubah asam lemak bebas menjadi benda-benda keton. Proses ini
menghasilkan asam beta hidroksi butirat dan asam asetoasetat yang
mengakibatkan asidosis metabolik.
Efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis
metabolik dari peningkatan langsung asam-asam keton mempunyai ambang
eksresi ginjal yang rendah yaitu 100 – 200 gram. Asam-asam keton dapat
disekresikan berikatan dengan natrium yang berasal dari CES, sebagai
akibatnya konsentrasi Na+ dalam CES biasanya berkurang dengan Na+ diganti
oleh peningkatan jumlah ion H+, sehingga meningkatkan asidosis. Hal ini dapat
dilihat dari pola pernapasan yang cepat dan dalam (kussmaull).
b. Sistem kardiovaskuler
Defisiensi insulin menyebabkan metabolisme lemak diantaranya
pembentukan kolesterol tubuh yang berpengaruh pada proses terjadinya
ateroskerosis da mempercepat timbulnya infark pada jantung dan akhirnya
pembuluh darah besar menjadi kolaps (komplikasi makrovaskuler) sehingga
menjadi pencetus munculnya penyakit jantung koroner seperti AMI (Acute
Miokard Infark) dan angina pectoris. Bila gangguan jantung dirasakan oleh
penderita diabetes mellitus dengan neuropati maka akan mengancam timbulnya
kematian karena penderita tidak merasakan gejala gangguan jantung secara
dini.

18
Bila aterosklerosis timbul pada daerah perifer maka akan timbul
kelainan pada pembuluh darah kaki berupa ulkus atau gangren diabetic dan
pada perabaan arteri dengan denyut yang berkurang sampai menghilang.
Komplikasi mikrovaskulerpun dapat terjadi, akibat defisiensi insulin
maka glukosa tidak mampu masuk ke jaringan sehingga glukosa lebih banyak
terakumulasi diekstrasel bersama glukosa yang telah diubah dalam bentuk lain
dengan bantuan enzim adolase reduktase (sorbitol dan fruktosa). Hal ini
menyebabkan meningkatnya kekentalan membran sel diantara jaringan dan
pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan sirkulasi
tubuh ke perifer lainnya dan jaringan perifer kekurangan suplai oksigen dan
nutrisi. Hal ini cenderung untuk mempertahankan produksi racun akibat
metabolisme yang lama yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel dan
terjadi peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah diluar jaringan, maka
jaringan akan menjadi hipoksia akibatnya ditandai dengan neuropati, nefropati
dan retinopati.
c. Sistem Pencernaan
Defisiensi insulin menyebabkan kegagalan dalam pemasukan glukosa
ke jaringan sehingga sel-sel kekurangan glukosa intrasel dan menimbulkan
dampak :
1) Peningkatan penggunaan protein dan glikogen oleh jaringan sehingga
menyebabkan penurunan massa sel yang berdampak pada penurunan berat
badan.
2) Pembakaran lemak dan cadangan protein untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme. Proses ini mengahsilkan benda-benda keton yang diakibatkan
karena hati tidak mampu menetralisir lemak. Penumpukan asam lemak akan
mengiritasi membrane mukosa lambung sehingga menimbulkan perasaan
mual dan muntah. Selain itu juga iritasi membrane mukosa lambung dapat
merangsang zat-zat proteolitik untuk mengeksresi serotonin, bradikinin dan
histamine sehingga timbul nyeri lambung.
3) Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan
glukosa untuk proses metabolisme (starvasi sel). Penurunan penggunaan
dan aktivitas glukosa dalam sel akan merangsang pusat makan bagian
lateral dari hypothalamus sehingga timbul peningktan rasa lapar (polifagia).

19
4) Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan penumpukan sorbitol yang
dapat merusak fungsi saraf. Bila kerusakan ini mengenai saraf otonom,
maka akan menimbulkan diare atau konstipasi dan gangguan persepsi
terhadap lapar.
d. Sistem Perkemihan
Kekurangan pemasukan glukosa kedalam sel menyebabkan peningkatan
volume ekstrasel sehingga terjadi peningkatanosmolaritas sel yang akan
merangsang pusat haus di hypothalamus bagian lateral. Pada fase ini klien dapat
merasakan polidiopsia dan penurunan produksi urin. Peningkatan sekresi ADH
akan menahan pengeluaran urin sehingga volume cairan intraseluler menurun
dan merangsang reseptor di hypothalamus untuk menekan sekresi ADH
sehingga terjadi osmosis akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi
ambang batas ginjal.
Diuresis osmotic akan mempercepat pengisian vesika urinaria, sehingga
merangsang keinginan untuk berkemih (poliuria) dan kondisi ini bertambah
pada malam hari karena terjadi vasokonstriksi akibat penurunan suhu sehingga
merangsang keinginan untuk berkemih pada malam hari (nokturia). Selain itu
juga gangguan system perkemihan dapat pula terjadi akibat adanya kerusakan
ginjal (nefropati), karena adanya penurunan perfusi ke daerah ginjal.
e. Sistem Reproduksi
Defisiensi insulin dapat menyebabkan terjadinya impotensi dan untuk
wanita terjadi penurunan libido. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan
penurunan ekstradiol pada gugus protein akibat kegagalan metabolisme protein.
Pada wanita sering pula terdapat keluhan keputihan yang disebabkan oleh
infeksi kandida dengan mekanisme seperti pada system integumen.
f. Sistem Muskuloskeletal
Defisiensi insulin menghambat transfer glukosa ke sel dalam jaringan
tubuh yang menyebabkan sel kelaparan dan terjadi peningkatan glukosa dalam
darah. Hal ini menimbulkan hambatan dalam perfusi ke jaringan otot yang akan
mengakibatkan jaringan otot kurang mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi
yang menyebabkan sel kekurangan bahan untuk metabolisme, sehingga energi
yang dihasilkan berkurang yang berdampak pada timbulnya kelemahan dan bila
dibiarkan lebih lanjut dapat mengakibatkan atrofi otot. Defisiensi insulin juga

20
menyebabkan penurunan jumlah sintesa glikogen dalam otot serta peningkatan
katabolisme protein.
g. Sistem Integumen
Defisiensi insulin dapat berdampak pada integritas jaringan kulit yang
bisa disebabkan oleh neuropati diabetes dan angiopati diabetes. Neuropati
perifer akan menyebabkan penurunan sensasi perifer sehingga pengontrolan
terhadap trauma mekanis, termis dan kimia menurun yang akan memudahkan
terjadinya luka sehingga mengancam keutuhan jaringan kulit.
Teori lain yang mendasari kerusakan jaringan kulit adalah penumpukan
endapan lipoprotein sehingga menyebabkan kebocoran protein dan butir-butir
darah. Hal ini dapat menimbulkan :
1) Pertahankan jaringan setempat menurun cepat pada kulit dan jika ada luka
mudah infeksi dan pada tahap yang lebih lanjut dapat menyebabkan
terjadinya syok septicemia.
2) Bila keadaan ini terjadi di kapiler tungkai bawah dapat menimbulkan edema
yang hilang timbul pada tungkai karena kebocoran albumin sehingga
jaringan mudah terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah selulitis dan akhirnya
terjadi ulkus atau gangrene diabetikum.
h. Sistem Persarafan
Defisiensi insulin menimbulkan hambatan glukosa ke dalam sel-sel
saraf sehingga mengganggu proses-proses metabolisme sel saraf sehingga akan
menimbulkan perubahan biokimiawi jaringan saraf yang mengakibatkan
gangguan dalam proses metabolic sel-sel schwann hambata dan kehilangan
impuls pada akson. Akibatnya akson tidak dapat menghantarkan impuls dengan
sempurna.
Dampak lainnya adalah hambatan dalam konduksi saraf yang
mengakibatkan gangguan dalam polarisasi membrane akibat dari penurunan
pembentukan ATP. Perubahan-perubahan diatas menyebabkan gangguan
terhadap fungsi dan konduksi saraf (neuropati) sebagai akibat dari penumpukan
sorbitol, fruktosa dan penurunan mioinositol. Bila menyerang saraf otonom
dapat menimbulkan konstipasi atau diare, retinopati. Selain itu juga dapat
mengakibatkan polineuropati perifer yang pertama kali ditandai oleh hilangnya
sensasi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah dan adanya rasa kesemutan, nyeri,

21
berkurangnya terhadap sensasi getar, propioseptik, baal-baal dan pada tahap
lanjut dapat menimbulkan gangguan motorik yang disertai dengan hilangnya
refleks-refleks tendon dalam.
i. Sistem Penginderaan
Hiperglikemia yang diakibatkan oleh defisiensi insulin menyebabkan
gangguan jalur poliol (glukosa – sorbitol – fruktosa) yang menyebabkan
terjadinya penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan mata. Glukosa
yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habil melalui glikolisis, tetapi
sebagian dengan perantara enzim adolase reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol ini akan tertumpuk didalam lensa mata sehingga
menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi pada lensa mata yang pada tahap
lanjut menimbulkan katarak.
Hiperglikemia menyebabkan terjadinya pelebaran sakular dari arteriola
retina yang pada tahap lanjut dapat menimbulkan retinopati dan kebutaan.

8. Prosedur Diagnostik
 Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/ dL).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
darah meningkat dibawah kondisi stress.
 Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal
 Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase
glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada
hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5 – 6%
 Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respons terhadap defisiensi
intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis)
untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah
menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria.
Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa
dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis
 Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
ateroskelosis.

22
Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa diatas 140 mg/ dL selama dua
atau lebih kejadian dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM (poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, ketonuria dan kelelahan). Juga, diagnosis dapat
dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lain (30 menit, 60 menit
atau 90 menit) melebihi 200 mg/ dL.

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap
tipe diabetes mellitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus :
1) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes
diarahkan untuk mencapai tujuan berikut :
(a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan
mineral)
(b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
(c) Memenuhi kebutuhan energi
(d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis
(e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Perencanaan makan pada penderita diabetes mellitus terdiri dari :
1) Perencanaan makan unsur karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat
kompleks khususnya yang berserat tinggi seperti : roti gandung utuh,
nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari gandum.
Disamping itu, penggunaan sukrosa dengan jumlah yang sedang kini

23
lebih banyak diterima sepanjang pasien masih dapat mempertahankan
kadar glukosa serta lemak (mencakup kolesterol dan trigliserida) yang
adekuat dan mampu mengendalikan berat badannya.
2) Perencanaan makan unsur protein
Rencana makan dapat mencakup penggunaan beberapa makanan
sumber protein nabati untuk membantu mengurangi asupan kolesterol
serta lemak jenuh.
3) Perencanaan makan unsur lemak
Perencanaan makan yang mempunyai kandungan lemak dalam
diet diabetes mencakup penurunan persentase total kalorinya yang
berasal dari sumber lemak hingga kurang 30 % total kalori dan
pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10 % total kalori. Selain itu juga
pembatasan asupan kolesterol hingga kurang dari 300 mg/ hari sangat
dianjurkan.
4) Perencanaan makan unsur serat
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan
LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dalam darah. Peningkatan
kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa
darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi
2) Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training)
dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat
bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan,
mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga
akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua

24
manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya
peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosadarah
lebih dari 250 mg/ dl (14 mmol/ L) dan menunjukkan adanya keton dalam
urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin
menjadi negative dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan
dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi
glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormone ini
membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan
kadar glukosa darah.
Pedoman umum latihan pada diabetes :
 Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindung kaki lainnya
 Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
 Periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan
 Hindari latihan pada saat pengendalian metabolik buruk
3) Pemantauan Kadar Glukosa Darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG; Self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara
optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia
serta hiperglikemiadan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah
normal yang kemungkinan aka mengurangi komplikasi diabetes jangka
panjang.
4) Terapi
 Obat hipoglikemik oral (OHO) seperti sulfonylurea, biguanid, inhibitor
alfa glukosidase dan insulin sensitizing agen
 Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu,
sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar
glukosa darah dengan diet atau dengan obat oral kadang membutuhkan
insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan,
pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin

25
sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien
ditentukan oleh kadar glukosa darah yang akurat sangat penting.
5) Pendidikan Kesehatan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau
kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki
perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka
panjang yang dapat ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.
b. Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum
1) Debridemen
Debridemen merupakan eksisi pada kulit yang terdapat luka dengan
jaringan yang telah rusak. Hal tersebut dikerjakan dengan tujuan untuk
mempercepat proses penyembuhan luka dan mempercepat pembentukan
jaringan baru pada luka. Pembedahan debridemen diindikasikan untuk klien
dengan ulkus yang sangat luas dan dalam yang disertai dengan adanya
jaringan mati pada luka, serta pada klien yang mempunyai risiko terjadinya
syock septicemia. Pembedahan debridemen dilakukan tergantung dari luas
dan kedalaman ulkus serta dengan mempertimbangkan kemungkinan
banyaknya kehilangan darah saat pembedahan. Dokter bedah dapat
melakukan debridemen diruang tindakan ataupun diruang operasi.
Pembedahan debridemen terdiri dari :
a) Mechanical Debridement
Mechanical debridement dapat dilakukan secara berulang untuk
mengangkat dan membersihkan jaringan luka yang telah mati. Pada
mechanical debridement proses perawatan luka merupakan hal yang
efektif dan dapat dilakukan dengan penggantian balutan dari balutan
lembab ke balutan kering atau juga dari balutan kering ke balutan
lembab pula.

26
b) Enzymatic Debridement
Enzymatic debridement meliputi penyediaan enzim proteolitik
dan fibrinolitik sintesis. Produk ini khusus digunakan untuk jaringan
nekrotik saluran pencernaan dan memfasilitasi pembersihan jaringan
luka yang telah mati. Enzim proteolitik dan fibrinolitik menyediakan
lingkungan yang lembab untuk keefektifan proses penyembuhan luka
dan pembentukan jaringan baru serta digunakan secara langsung pada
luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dari
penatalaksaan ini dan harus dilakukan secara terus-menerus. Enzymatic
debridement merupakan kontraindikasi untuk luka yang sangat luas dan
dalam pada tubuh terutama luka yang membentuk suatu lubang atau
rongga, pembedahan jaringan saraf dan ulkus akibat neoplasma.
c) Surgical Debridement
Surgical debridement meliputi eksisi jaringan mati. Terdapat dua
teknik yang biasa digunakan untuk surgical debridement pada saat
sekarang yaitu eksisi tangensial dan eksisi fasial. Eksisi tangensial
dilakukan dengan mengangkat banyak lapisan yang tipis sampai
jaringan pada luka tumbuh kembali. Eksisi fasial dilakukan dengan
pembersihan inti jaringan lemak sampai ke fasia. Teknik ini sering
digunakan untuk luka yang sangat dalam.
2) Grafting
Grafting merupakan pencakokan atau penanaman jaringan kulit
kepada jaringan kulit lain dengan tujuan untuk menumbuhkan jaringan kulit
yang baru sehingga luka dapat menutup secara signifikan. Indikasi untuk
dilakukannya autografting adalah sebagai berikut :
a) Ulkus yang sangat luas dan dalam serta tidak dapat ditutp dengan
grafting karena keluasan dari luka atau hal lain yang menghambat
terhadap proses grafting pada luka ulkus.
b) Penyembuhan alami yang menyebabkan kehilangan fungsi dari system
musculoskeletal seperti adanya deformitas pada persendian, tulang
ataupun yang lainnya.
Keberhasilan proses pencangkokan atau penanaman kulit
dipengaruhi oleh keadaan daerah sekitar luka yang mendukung terjadinya

27
proses granulasi jaringan. Pencangkokan atau penanaman jaringan kulit
dapat diperoleh dari donor, kemudian dipindahkan pada luka ulkus yang
selanjutnya dijahit pada daerah luka ulkus tersebut. Pengcangkokan
keseluruhan jaringan kulit dan penutupan myocutaneus digunakan untuk
penutupan luka yang dalam, luka yang luas atau pada organ yang vital.
3) Terapi Pengobatan
Agen antibakterial topikal sering diindikasikan untuk mengontrol
pertumbuhan bakteri pada luka dengan nekrosis yang sangat luka atau pada
keadaan daya immunitas jaringan luka yang terganggu. Untuk menghindari
infeksi pada jaringan luka, penggunaan antibiotic profilaksis biasanya
dihindari karena bahaya dari perkembangan strain bacterial yang resisten.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Menurut Wolf dan Weitzel bahwa proses keperawatan adalah serangkaian
perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan
pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara
kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan
berurutan, terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis (Nursalam, 2001:2)
Proses keperawatan harus saling berkeseninambungan dan berkaitan satu sama
lainnya dari pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17)
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan perawatannya juga
hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Nursalam, 2001:17)
1) Identitas
a) Identitas Klien
Fokus berisi mengenai jenis kelamin, usia, suku/ bangsa,
b) Identitas Penanggungjawab

28
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien diabetes mellitus datang dengan keluhan luka yang tidak
kunjung sembuh, mual, muntah, penurunan kesadaran, disamping
keluhan lain yang menyertai seperti mudah lelah, sering kencing, sering
lapar, sering haus, adanya kesemutan atau baal-baal pada daerah
ekstrimitas atau juga karena telah terjadi komplikasi diabetic baik akut
maupun kronik.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum cenderung
mengeluh nyeri pada daerah lukanya dengan kualitas nyeri yang tajam
dan kuantitas nyeri yang hilang timbul. Nyeri yang dirasakan klien
diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum bertambah bila klien
bergerak untuk merubah posisinya dan berkurang jika beristirahat. Nyeri
yang dirasakan klien diabetes mellitus dengan ulkus diabetikum
cenderung berada pada nyeri sedang sampai dengan berat dan berada
pada skala nyeri 5 – 10 (skala 1 – 10 menurut Smeltzer). Selain itu juga
nyeri yang dirasakan cenderung tidak menyebar ke daerah lain
(terlokalisasi pada daerah luka) dan dirasakan bertambah pada waktu
malam hari. Selain itu juga dapat ditemukan adanya kelemahan dan
cepat lelah, mual, muntah, sakit kepala (pusing) dan penurunan visus
(ketajaman penglihatan).
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat obesitas, riwayat pankreatitis kronis, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg untuk wanita, riwayat glukosuria
selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretic tiazid, kontrasepsi oral).
Kaji pula terhadap
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung disebabkan oleh
adanya riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarganya. Selain
itu juga cenderung disebabkan oleh factor lingkungan rumah yang

29
kurang sehat serta riwayat gizi keluarga yang buruk sehingga
berdampak pada kesehatan anggota keluarga.

3) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Endikrin
Klein dengan diabetes mellitus II biasanya ditemukan adanya
peningkatan kadar gula darah sebagai akibat dari terganggunya fungsi
pankreas sebagai penghasil hormone yang mengatur kadar gula darah
dalam plasma.
b) Sistem Pernapasan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan
adanya pola napas klien yang cepat dan dalam (kussmaul) sebagai upaya
tubuh untuk mengurangi asidosis gun amelawan efek dari pembentukan
badan-badan keton dalam tubuh dan napas bau aseton (bila sudah terjadi
ketoasidosis diabetikum) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan
keton dan kadar ion H+ dalam tubuh dan penurunan pelepasan oksigen
pada membrane alveolar yang ditandai dengan adanya sianosis central
ataupun perifer.
Tahap lanjut dapat ditemukan adanya pernapasan cupung hidung
dan pengguanaan otot-otot Bantu pernapasan disertai dengan adanya
retraksi interkostalis dan retraksi epigastrium sebagai akibat dari
beratnya asidosis yang ditimbulkan dari penyakit tersebut.
c) Sistem Kardiovaskuler
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mengalami
penyakit jantung koroner atau akut miokard infark (AMI), angina
pectoris yang dimanifestasikan dengan perubahan pola gambaran EKG
(Elektrokardiografi), perubahan irama, bunyi dan frekuensi denyut
jantung. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan kekuatan denyut
nadi perifer, perubahan tekanan darah, kelainan dalam faktor
pembekuan darah yang disebabkan oleh mudahnya trombosit
mengalami perlengketan (adhesi) dan umur trombosit yang pendek yang
dimanifestasikan oleh penurunan trombosit darah, penurunan
fleksibilitas sel darah merah yang dimanifestasikan oleh penurunan

30
kadar hemoglobin darah sebagai akibat dari kerusakan system
endothelial tubuh dan gangguan vaskularisasi perifer yang
dimanifestasikan dengan peningkatan waktu pengisian kapiler (Capilary
Refil Time) > 3 detik yang pada tahap lanjut dapat menimbulkan
peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure) sebagai dampak dari
peningkatan osmolaritas plasma akibat hiperglikemia.
d) Sistem Pencernaan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan
adanya mual, muntah sebagai akibat dari menumpuknya asam lemak
dan benda keton dalam tubuh dan menurunnya supplai oksigen ke
saluran cerna sehingga merangsang refleks vasovagal dengan
meningkatkan sekresi asam lambung (HCL). Selain itu juga ditemukan
adanya konstipasi dan penurunan frekuensi bising usus yang disebabkan
oleh penurunan motilitas usus yang dimanifestyasikan dengan adanya
distensi abdomen.
e) Sistem Panca Indera (Pengihatan)
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mengalami
penurunan fungsi ketajaman penglihatan (penurunan visus), penglihatan
ganda (diplopia), perubahan diameter pupil dimana pupil cenderung
mengalami dilatasi, peningkatan tekanan intraokuler, kekeruhan lensa
(katarak) dan pada tahap lanjut menyebabkan lapang pandang
berkurang.
f) Sistem Perkemihan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan
adanya perubahan yang berkaitan dengan status cairan dan elektrolit
berupa mukosa mulut kering, turgor kulit > 2 detik, kadar elektrolit
cenderung menurun dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan
perubahan fungsi ginjal (Nefropati) sebagai dampak dari hiperglikemia
yang dimanifestasikan dengan meningkatnya ureum, kreatinin plama
dan urine.
g) Sistem Muskuloskeletal
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan
adanya kelemahan, kram otot, penurunan tonisitas, kekuatan dan massa

31
otot. Selain itu juga ditemukan adanya penurunan ROM (Range of
Motion) dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan deformitas sendi dan
tulang yang disebabkan oleh adanya ulkus atau gangrene diabetikum
yang terjadi pada susunan sistem muskuloskeletal.
h) Sistem Integumen
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya
ulkus diabetikum cenderung ditemukan adanya erosi pada kulit, warna
kulit pada daerah luka cenderung kehitaman, perubahan system
thermoregulasi tubuh yang dimanifestasikan dengan perubahan suhu
tubuh secara signifikan, akral cenderung teraba dingin.
Dampak yang dapat ditemukan oleh penyakit diabetes mellitus itu
sendiri diantaranya warna kulit cenderung mengkilat, pruritis vulvular
dan pada tahap lanjut dapat menyebabkan adanya ulkus atau gangrene
diabetikum.
i) Sistem Persarafan
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan
adanya keluhan pusing, vertigo, baal-baal atau kesemutan pada
ekstrimitas atau bahkan mengalami penurunan tingkat kesadaran yang
disebabkan oleh koma hiperglikemik. Selain itu juga pada tahap yang
lebih lanjut dapat menyebabkan terjadinya penyakit serebrovaskular
berupa penyakit stroke dengan jenis TIA (Transient Ischemic Attact),
perubahan fungsi saraf cranial, perubahan fungsi sensori-motor dan
perubahan refleks neurologis.
4) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Nutrisi
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung ditemukan
adanya kebiasaan sering makan dan minum yang tinggi gula, meliputi
jumlah, jenis dan frekuensi, riwayat cepat lapar (polifagia) dan frekuensi
makan yang sering. Selain itu juga didapatkan adanya riwayat sering
makan-makanan yang berkolesteror tinggi.
b) Eliminasi
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mempunyai
kebiasaan sering kencing (poliuria) dan sering minum (polidipsia).

32
c) Istirahat tidur
Klien dengn diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya
ulkus diabetikum sering kali menimbulkan gangguan dan perubahan
pola istirahat tidur, hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri pada
luka, seringnya buang air kecil dan adanya stressor internal tentang
proses kesembuhan luka dan penyakitnya.
d) Personal Hygiene
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya
ulkus diabetikum sering kali pemenuhan kebutuhan personal
hygienenya dibantu oleh orang lain karena adanya keterbatasan aktivitas
yang ditimbulkan oleh adanya nyeri pada luka ulkus ataupun kelemahan
yang disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus itu sendiri.
e) Aktivitas
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mempunyai
kebiasaan kurang aktivitas atau olehraga pada saat sebelum sakit.
5) Data Psikologis
Klien dengan diabetes mellitus tipe II cenderung mengalami stress
akibat dari prosedur pembedahan, penyembuhan luka dan penyakit yang
lama. Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan konsep diri (gambaran
diri, peran, identitas diri, ideal diri dan harga diri) dan perubahan status
mental klien.
6) Data Sosial
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya
gangren diabetikum atau yang telah menjalani amputasi cenderung tidak
mau bersosialisasi dengan orang lain yang disebabkan olwh rasa malu
terhadap keadaannya.
7) Data Spiritual
Klien dengan diabetes mellitus tipe II yang disertai dengan adanya
gangren diabetikum atau yang telah menjalani amputasi cenderung menolak
terhadap keadaannya dan hal ini akan berdampak pada kondisi spiritualnya
dimana klien cenderung akan menyalahkan Tuhan atas penyakit yang
dideritanya.

33
8) Data Penunjang
a) Data Laboratorium
Klien dengan diabetes mellitus pada pemeriksaan laboratorium
cenderung terjadi peningkatan kadar gula darah, tes urine reduksi
positif, proteinuria, ketonuria, penurunan protein total, penurunan
albumin serum, penurunan atau peningkatan elektrolit, peningkatan lipid
dan kolesterol, penurunan hemoglobin, hematokrit dan trombosit serta
peningkatan leukosit akibat proses infeksi pada luka.
b) Terapi
Prosedur terapi yang biasa dijalani oleh klien dengan diabetes
mellitus biasanya mendapatkan terapi agen anti diabetic seperti : insulin,
sulfonylurea (dymelor, diabinase, glucotrol, micronase, diabeta, tolinase
dan orinase), biguanid (metformin) selain itu juga terapi tambahan untuk
penderita diabetes mellitus yang disertai dengan adanya ulkus atau
gangrene diabetikum biasanya diberikan obat antibiotic seperti
metronidazol, cravat dan jenis antibiotic lainnya.

b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien
(Nursalam,2001:24)

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai masalah klien
baik aktual maupun potensial yang didapat dari status kesehatan klien (Erb,
Olivieri, Kozier,1991:169)
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan Diabetes Melitus
menurut Doenges dan Carpenito adalah :
(1) Gangguan pemenuhna kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, defisiensi insulin dan
status hipermetabolisme.

34
(2) Defisit cairan berhubungan dengan diuresis osmotic, dan kurang asupan
cairan.
(3) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit.
(4) Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan gangguan sensasi,
dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
(5) Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi energi, gangguan
kimia tubuh, defisiensi insulin, peningkatan kebutuhan tubuh, dan status
hiperglikemia atau hipermetabolisme.
(6) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa,
penurunan fungsi leukosit, infeksi saluran pernapasan atau infeksi saluran
kemih.
(7) Resiko terhadap cedera/injuri berhubungan dengan penurunan sensasi
taktil, penurunan ketajaman penglihatan, dan episode hipoglikemia.
(8) Disfungsi seksual berhubugnan dengan perubahan fungsi tubuh.
(9) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di
rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi
penatalaksanaan terapeutik, dan system pendukung yang adekuat.

2. Perencanaan
Perencanaan (intervensi) merupakan suatu rangkaian tahapan dimana
perawat dank lien menetapkan prioritas, menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan
merencanakan serangkaian rencana keperawatan guna menyelesaikan atau
mengurangi masalah-masalah kesehatan klie serta mempersiapkan kerjasama
dengan tim kesehatan lainnya. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991:169)
Adapun perencanaan yang dibuat untuk klien dengan Diabetes Melitus
menurut Doenges adalah :
a. Gangguan pemenuhna kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan
1) Intake yang tidak adekuat
2) Defisiensi insulin
3) Status hipermetabolisme.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

35
Kriteria evaluasil :
1) Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat
2) Berat badan mengarah kenormal sesuai dengan tinggi badan
3) nilai laboratorium kadar gula darah dalam batas normal dan stabil
Intervensi Rasional
1. Timbang berat badan setiap hari atau 1. Mengkaji pemasukan yang adekuat.
setiap indikasi. 2. Jika makanan yang disukai kilen
2. Identifikasi makanan yang disukai dapat dimasukan dalam perencanaan
atau dikehendaki. makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
3. Observasi tanda-tanda hipoglikemia 3. Metabolisme karbohidrat mulai
seperti perubahan tingkat kesadaran, terjadi (gula darah akan berkurang)
kulit lembab dan dingin, denyut nadi dan sementara insulin tetap
cepat, lapar, peka rangsang, cemas, diberikan maka hipoglikemi dapat
sakit kepala, pusing, dan terjadi.
sempoyongan.
4. Auskultasi bising usus, catat adanya 4. Hiperglikemia dan gangguan
nyeri abdomen, perut kembung, mual, keseimbangan cairan elektrolit dapat
dan muntah. menurunkan motilitas usus.
5. Berilah makanan cair yang 5. Pemberian makanan per oral lebih
mengandungzat makanan dan baikjika pasien sadar dan fungsi
elektrolit dengan segera jika pasien gastrointestinal baik.
sudah mendapatkan toleransinya
melalui pemberian cairan oral dan
selajutnya upayakan pemberian
makanan padat sesuai dengan yang
dapat ditoleransi oleh klien.
6. Libatkan keluarga pada perencanaan 6. Meningkatkan rasa keterlibatan dan
makan sesuai dengan indikasi. memberikan informasi kep[ada
keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7. Pantau pemeriksaan lasoratorium 7. Gula darah akan menurun perlahan
seperti ; glukosa darah, Ph, HCO3-. dengan pergantian cairan dan terpai
insulin terkontrol sehingga glukosa
dapat masuk ke dalam sel dan

36
digunakan untuk sumnber kalori,
kadar aseton dapat menurun dan
asidosis dapat dikoreksi.
8. Berikan pengobatan insulin secar 8. Insulin regular memiliki awitan
teratur. cepat karenanya dengan cepat pula
dapat membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.
9. Lakukan konsultasi dengan ahli gizi. 9. Bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi klien.

b. Defisit cairan berhubungan dengan :


1) Diuresis osmotik
2) Kehilangan cairan
3) Kurang asupan / intake cairan.
Tujuan : Hidrasi adekuat
Kriteria evaluasi :
1) Tanda-tanda vital stabil
2) Nadi perifer dapat diraba
3) Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
4) Intake dan output seimbang
5) Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital, catat 1. Hipovolemi dapat dimanifestasikan
adanya perubahan tekanan darah oleh hipotensi dan tachikardi
orthostatik 2. Merupakan indicator dari tingkat
2. Kaji nadi perifer pengisian kapiler, dehidrasi atau volume sirkulasi yang
turgor kulit, dan membaran mukosa adekuat
3. Pantau intake dan output, catat berat 3. Memberikan perkiraan kebutuhan
jenis urine akan cairan pengganti, fungsi ginjal,
dan keefektifan dari terapi yang
diberiakan
4. Pertahankan untuk memberikan 4. Mempertahankan hidrasi atau
cairan paling sedikit 2500 ml/hari volume sirkulasi

37
dalam batas yang dapat ditoleransi
jantung. Jika pemasukan cairan
sudah dapat diberikan
5. Tingkatkan lingkungan yang dapat 5. Menghindari pemanasan yang
memberikan rasa nyaman dengan berlebihan terhadap klien lebih lanjut
menyelimuti klien dengan selimut dapat menimbulkan kehilangan
tipis cairan
6. Kolaborasi pemberian terapi cairan 6. Tipe dan jumlah dari cairan
sesuai dengan indikasi tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respon klien secara
individual
7. Kolaborasi pemasangan kateter urine 7. Memberikan pengukuran yang tepat
dan pertahankan kateter tetap atau akurat terhadap urine output
terpasang terutama jika kandung kemih
8. Kolaborasi pemeriksaan (retensio urine atau inkontinensia)
laboratorium seperti Ht, BUN, 8. Mengkaji tingkat hidrasi dan sering
kreatinin, osmolalitas darah, natrium, meningkat akibat hemokonsentrasi
dan kalium yang terjadi setelah diuresis osmotik

c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.


Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan tidak terjadi rasa nyeri
Kriteria evaluasi :
1) Klien tidak mengeluh nyeri
2) Klien menunjukan ekspresi wajah yang tenang atau rileks
3) Klien menunjukan keterampilan relaksasi dan aktivitas sesuai indikasi
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, 1. Perubahan lokasi, kateter, dan
karakter, da intensitas nyeri intensitas nyeri dapat mengindikasikan
terjadinya komplikasi
2. Tinggikan dan sokong area luka 2. Meningkatkan aliran balik vena,
dengan mengguankan bantalan menurunkan edema, dan menurunkan
rangsangan nyeri
3. Berikan tindakan kenyamanan dasar, 3. Meningkatkan relaksasi, menurunkan
contoh pijatan punggung, dan letegangan otot, dan kelelahan umum
perubahan posisi

38
4. Dorong penggunaan teknik 4. Memfokuskan kembali perhatian,
manajemen stress, contoh relaksasi meningkatkan relaksasi, dan
progresif, nafas dalam, bimbingan meningkatkan rasa kontrol yang dapat
imajinasi, dan visualisasi menurunkan ketergantungan
farmakologis
5. Libatkan klien dan keluarga dalam 5. Meningkatkan rasa control klien dan
penentuan jadwal aktivitas, dan kekuatan mekanisme koping
pemberian obat
6. Berikan aktivitas teutapeutik yang 6. Membantu mengurangi konsentrasi
tepat sesuai dengan usia dan kondisi nyeri yang dialami dan memfokuskan
kembali perhatian
7. Berikan analgetik sesuai dengan 7. Analgetik bekerja untuk memblok
indikasi rangsangan nyeri

d. Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan


1) Gangguan sensasi
2) Kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria evaluasi :
1) Keadaan kulit tetap utuh pada daerah yang mengalami gangguan seperti yang
ditunjukan oleh hal-hal berikut:
a) Kulit yang mengalami lesi kelihatan bersih dan memperhatikan tanda-
tanda penyembuhan
b) Klien atau orang terdekat memperlihatkan perawtan kulit yang tepat
2) Dapat mempertahankan kesehatan jaringan kulit seperti yang ditunjukan
oleh hal-hal berikut :
a) Tidak mengalami kerusakan kulit
b) Tidak terdapat daerah kemerahan
c) Mempertahankan sirkulasi yang adekuat
Intervensi Rasional
1. Jaga kulit tetap bersih dan kering 1. Kulit kotor dan basah merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya
kuman
2. Lakukan perawatan luka dengan 2. Memberikan luka mempercepat

39
larutan dan debridement sesuai pertumbuhan jaringan
dengan order
3. Berikan obat-obatan luka 3. Membunuh mikroorganisme dan
mempercepat pertumbuhan
jaringan
4. Awasi dengan cepat terhadap tanda- 4. Deteksi dini sebagai preventif dan
tanda dan gejala infeksi menentukan tindkan selanjutnya
5. Berikan tindakn untuk 5. Sirkulasi adekuat penting untuk
memaksimalkan sirkulais darah aktivitas sel
6. Awasi hasil pemeriksaan 6. Sebagai indicator pertukaran nutrisi
laboratorium seperti albumin.

e. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi energi, gangguan kimia


tubuh, defisiensi insulin, peningkatan kebutuhan tubuh, dan status
hiperglikemia atau hipermetabolisme.
Tujuan : Kelemahan berkurang
Kriteria evaluasi :
1) Mengungkapkan peningkatan energi
2) Menunjukan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan
Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengna klien kebutuhan 1. Pendidikan dapat memberikan
akan aktivitas, buat jadwal motivasi untuk meningkatkan
perencanaan dengna klien dan tingkat aktivitas meskipun klien
identifikasi aktivitas yang mungkin sangat lemah
menimbulkan kelelahan
2. Berikan aktivitas alternative dengna 2. Mencegah kelelahan yang
periode istirahat yang cukup/tanpa berlebihan
diganggu
3. Pantau nadi, frekuensi pernapasan 3. Mengindikasikan tingkat aktivitas
dan tekanan darah sebelum dan yang dapat ditoleransi secara
sesudah melakukan aktivitas fisiologis
4. Tingkatkan partisipasi klien dalam 4. Meningkatkan kepercayaan diri atau
melakuakan aktivitas sehari-hari harga diri yang positif sesuai tingkat
sesuai denagan yang dapat aktivitas yang dapat ditoleransi

40
ditoleransi klien

f. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan


fungsi leukosit, infeksi saluran pernapasan atau infeksi saluran kemih.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
1) Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
2)Mempraktekan teknik-teknik perubahan gaya hidup untuk mencegah
terjadinya infeksi
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan 1. Klien mungkin masuk dengan
peradangan seperti demam, infeksi yang biasanya telah
kemerahan, adanya pus pada luka, mencetuskan keadaan asidosis atau
sputum purulen, dan urine berwarna mengalami infeksi nasokomial
keruh
2. Pertahankan treknik aseptic pada 2. Keadaan glukosa yang tinggi dalam
prosedur infasif (pemasangan darah akan menjadi tempat yang
infuse, poli kateter dan pemberian baik bagi pertumbuhan kuman
obat iv)
3. Pasang kateter atau lakukan 3. Mengurangi resiko terjadinya
perawatan perineal dengan baik. infeksi saluran kemih
Ajarkan klien wanita untuk
membersihkan daerah perinealnya
dari depan ke belakang setelah
eliminasi
4. Berikan perawatan dengna teratur 4. Sirkulasi perifer bias terganggu dan
dan sungguh-sungguh, massage meningkatkan resiko terjadinya
daerah yang tertekan, jaga kulit kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan
tetap kering dan kencang infeksi
5. Posisikan klien pada posisi semi 5. Memberikan kemudahan bagi paru
fowler untuk berkembang dan menurunkan
resiko terjadinya aspirasi
6. Lakukan perubahan posisi dan 6. Membantu dan memfasilitasi semua
anjurkan klien untuk batuk efektif / daerah paru dan memobilisasi secret
nafas dalam

41
7. Berikan obat antibiotik yang sesuai 7. Penanganan awal dapat membantu
mencegah terjadinya sepsis serta
agen anti biotic dapat membunuh
mikroorganisme patogen

g. Resiko terhadap cedera/injuri berhubungan dengan penurunan sensasi taktil,


penurunan ketajaman penglihatan, dan episode hipoglikemia.
Tujuan : Injuri tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
1) Mencapai atau mempertahankan status mental
2) Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensorik
Intervensi Rasional
1. Anjurkan klien untuk saling 1. Pemantauan gula darah dengan
memantau kadar glukosa darah cermat dapat mendeteksi gula darah
rendah sebelum menyebabkan
cedera serius
2. Pantau tanda-tanda vital dari status 2. Sebagai dasar untuk
mental membandingkan temuan abnormal
seperti suhu yang meningkat dapat
mempengaruhi status mental
3. Jadwalkan intervensi keperawatan 3. Meningkatkan tidur, menurunkan
agar tidak mengganggu waktu rasa letih, dan memperbaiki daya
istirahat klien pikir
4. Pelihara aktivitas rutin klien 4. Membantu memelihara tetap
sekonsisten mungkin, dorong untuk berhubungan dengan realitas dan
melakukan aktivitasnya sehari-hari mempertahankan orientasi pada
sesuai dengan kemampuannya lingkungannya
5. Kaji adanya keluhan parastesia, 5. Neuropati perifer dapat
nyeri atau kehilangan sensori pada menyebabkan rasa tidak nyaman
paha atau kaki, adanya ulkus, daerah yang berat, kehilangan sensasi
kemerahan, tempat-tempat tertekan sentuhan yang mempunyai resiko
dan kehilangan denyut nadi perifer tinggi terhadap kerusakan kulit dan
gangguan keseimbangan
6. Berikan tempat tidur yang hangat, 6. Meningkatkan rasa nyaman dan
pelihara kehangatan kaki atau menurunkan kemungkinan

42
tangan, hindari terpajan air panas kerusakan kulit karena panas
atau dingin
7. Bantu klien dalam ambulasi atau 7. Meningkatkan keamanan klien
perubahan posisi terutama rasa keseimbangan
dipengaruhi

h. Disfungsi seksual berhubugnan dengan perubahan fungsi tubuh.


Tujuan : Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan seksualnya
Kriteria evaluasi :
1) Menyebutkan penyebab penurunan fungsi seksual
2) Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan seksualnya
Intervensi Rasional
1. Ajak klien dan pasangannya utnuk 1. Faktor-faktor yang memberikan
mendiskusikan tentang hubunga kenyamanan, memperlihatkan rasa
seksual hormat kepada klien dan
meningkatkan pengekspresian
perasaan
2. Hargai perasaan cemas klien 2. Menegakan dan menciptakan
tentang seksual keadaan percaya internal bagi klien
3. Tawarkan klien beberapa saran 3. Tersedianya bukti-bukti bila klien
tentang alternative yang membutuhkan hal ini akan
mengungkapkan seksual membentuk rasa percaya. Orientasi
memudahkan untuk membuat
keputusan dan mengurangi
kecemasan prustasi/perasaan
distress lainnya yang
menyembunyikan realitas oleh
karenanya membantu klien berfokus
dalam pengertian yang lebih dalam
4. Eksplorasi tentang kurangnya 4. Klien membutuhkan kesempatan
pengetahuan klien tentang untuk mengungkapkan cerita yang
seksualitas, bagaimana klien tidak benar dan harus dipersiapkan
belajar tentang seksualitas dan apa dengan informasi yang akurat
yang klien pahami tentang fungsi tentang fungsi seksual
seksual yang normal

43
i. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan
terapeutik, dan system pendukung yang adekuat.
Tujuan : Klien memperlihatkan keinginan untuk mematuhi rencana
pemeliharaan dirumah sesuai dengna ketentuan
Kriteria evaluasi :
1) Pengertian tentang keadaan klien dan rencana perawatannya yang
disampaikan dengan lisan
Intervensi Rasional
1. Ajarkan klien tentang diabetes 1. Lebih banyak klien mengetahui
mellitus, pengobatan dan perawtan tentang keadaannya semakin
sesuai dengan panduan penyuluhan mungkin mereka mematuhi
klien perawtan dan pengobatan
2. Rujuk klien pada perawatan diri 2. Karena diabetes mellitus adalah
diabetes bila diberikan fasilitas, gangguan kronis sepanjang hidup,
agensi/organisasi komunitas dukungan continue penting dalam
membantu seseorang utnuk
beradaptasi pada perubahan gaya
hidup yang disebabkan oleh
rencana teurapeutik untuk
pemeliharaan diri meliputi
pemantauan gula darah dan
prosedur pemberian insulin
3. Rujuk klien pada ahli diet untuk 3. Ahli diet khusus adalah sosialisasi
instruksi pada perencanaan makan nutrisi yang dapat membantu lien
terutama diet yang dianjurkan. dalam merencanakan
Tekanan perlunya pembatasan makandengan menggunakan daftar
makanan terutama alkohol karena penukar makanan untuk
dapat menghambat pelepasan memenuhi kebutuhan
insulin dari pankreas nutrisieningkatkan rasa
keterlibatan dan memberikan
informasi kepada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi

44
3. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah titetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan.
(Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)

4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada
akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah
informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang
diobservasi sudah sesuai. Diagnosa juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi untuk menentukan apakah tujuan
tersebut dapat dicapai secara efektif atau tidak. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991 : 169)

45
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Indentitas Klien
Nama : Ny.M
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Kampung Lembong, Kiangroke RT 11
RW 04 Banjaran Kabupaten Bandung
Suku Bangsa : Sunda
Status Marital : Menikah
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 27 Juni 2015
Tanggal pengkajian : 29 Juni 2015
Sumber Informasi : Klien dan keluarga
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus Tipe II

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny.D
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Hubungan dengan klien : Anak Kandung
Alamat : Kampung Lembong, Kiangroke RT 11
RW 04 Banjaran Kabupaten Bandung

46
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan Masuk Rumah Sakit
± 4 jam sebelum masuk RS klien mengeluh demam dan pusing, kemudian
klien pergi ke puskesmas untuk menjalani pengobatan, di puskesmas klien
mendapat tindakan pemeriksaan gula darah sewaktu dan dari pemeriksaan
tersebut diketahui hasilnya 400 g/dL. Karena alasan tersebut klien di rujuk
ke rumah sakit Al-Ihsan untuk mendapatkan pengobatan. Klien masuk
melalui IGD Rumah Sakit Al-Ihsan pada tanggal 27 Juni 2015 sekitar
pukul 10 pagi dan dipindahkan ke Ruang Asal untuk mendapatkan
perawatan dan pengobatan.

2) Keluhan Utama Saat dikaji


Klien mengeluh mati rasa pada kedua kakinya seperti kesemutan. Mati
rasa dirasakan dari paha sampai telapak kaki. Kesemutan selalu dirasakan
meskipun saat klien berjalan dan tidak berhenti meski klien duduk atau
tiduran.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien mengatakan sudah memiliki penyakit DM sejak 15 tahun yang lalu dan
memiliki riwayat hipertensi.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dalam keluarga klien, hanya klien saja yang memiliki penyakit Diabetes
Melitus. Klien mengatakan anggota keluarga yang lain tidak menderita hal
serupa dengan dirinya. Klien juga mengatakan tidak adanya penyakit yang
diturunkan keluarga seperti hipertensi ataupun diabetes mellitus. Klien juga
mengatakan tidak adanya penyakit menular seperti TBC, HIV, maupun
Hepatitis.

f. Pola Aktivitas Sehari-hari


JENIS AKTIVITAS SEBELUM
NO SELAMA SAKIT KELUHAN
SEHARI-HARI SAKIT
1 Nutrisi

47
a. Makan
- Frekuensi 3 – 4 hari sekali 3 X sehari teratur Pertama
Nasi 1 porsi Nasi: 1 piring, mengkonsumsi
- Jenis kadang 2 porsi, tahu 1 potong, makanan dari
kadang daging, telor 1 potong, rumah sakit
sayur, jarang sayur 1 mangkuk klien mengeluh
makan buah kecil (sesuai diet) mual makanan
yang di berikan
hanya habis ½
porsi saja

b. Minum
Frekuensi 7 – 8 gelas sehari 7 – 9 gelas sehari Tidak ada
( 2100cc) ( 2500 cc) keluhan
Jenis Air putih, kopi, Air putih, susu
teh
2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1 X sehari 1 – 2 X sehari Tidak ada
Konsistensi Lembek kadang Padat keluhan
padat
Warna Kuning Kuning
b. BAK 5 – 6 X /hari 7 – 8 X /hari Tidak ada
Frekuensi (1000 – 1500cc) (1500 – 2000 cc) keluhan

Warna Kuning pekat Kuning pekat


keruh
3 Istirahat / Tidur
a. Pola Siang/ malam Siang/ malam Tidak ada
b. Lama 6 – 7 jam sehari 6 – 8 sehari keluhan
4 Personal Hygine

48
a) Mandi 2 X sehari Tidak pernah
b) Cuci Rambut 3 X/ minggu Tidak pernah
c) Gosok Gigi 2 X/ hari Tidak pernah
d) Potong kuku Tidak tentu Tidak pernah
5 Aktivitas dan Olah Klien mengatakan Aktivitas klien
Raga tidak pernah dirumah sakit
berolahraga dibatasi
semenjak klien pemenuhan ADL
menikah, dan klien sedikit di
kebiasaan berjalan Bantu oleh
tanpa keluarga
menggunakan
sendal

g. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 27 Juni 2015 Pukul 10.00 WIB
Kesadaran: Composmetis
Penampilan umum: Klien tampak sedikit lemas
TTV :
 TD : 140/90 mmHg
 N : 84 x/menit
 R : 20x/menit
 S :36,60
a) Sistem Pernapasan
Bentuk hidung simetris, septum nasal berada di tengah, lubang hidung
bersih, tidak terdapat pernapasan cuping hidung, frekuensi napas
20x/menit dengan irama reguler. Bentuk dan pergerakan dada simetris,
pengembangan paru kiri dan kanan simetris, vocal fremitus kiri dan
kanan simetris, pada saaat perkusi paru terdengar suara resonan, pada
auskultasi paru terdengar suara vesikular di seluruh area paru, tidak
terdengar suara ronchi atau wheezing. Tidak terdapat pernapasan
kusmaul.

49
b) Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva anemis, bibir merah muda, tidak terdapat distensi vena
jugularis, bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler, tidak terdengar bunyi
jantung tambahan, akral teraba hangat, CRT kembali kurang dari 3
detik, tidak terdapat clubbing fingers, Tekanan Darah 140/90 mmHg,
nadi radialis 84x/menit.

c) Sistem Pencernaan
Warna bibir merah muda, mukosa bibir tampak kering, tidak terdapat
lesi pada bibir dan rongga mulut, tidak ada stomatitis, gigi berwarna
putih kekuningan, jumlah gigi sudah tidak lengkap, sebanyak 24
jumlah, tidak terdapat perdarahan pada gusi, lidah bersih, bau nafas
tidak tercium bau amoniak, bentuk abdomen cembung dan lembut tidak
distensi, bising usus 8 x/menit, perkusi abdomen terdengar tympani
pada lambung dan dullness pada hepar, saat dipalpasi tidak terdapat
pembesaran hepar dan tidak ada nyeri tekan atau nyeri lepas, tidak
teraba pembesaran limpa. Klien mengatakan tidak ada keluhan mual
dan muntah. BB tetap 70 kg.

d) Sistem Persarafan
Klien mengeluh selalu merasa pusing dan sakit kepala terutama bila
klien banyak beraktivitas misalnya bangun dari tempat tidur, terasa
kesemutan dan baal-baal pada daerah paha sampai telapak kaki.
Tes Fungsi Serebral
(a) Status Mental
- Orientasi
Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik, ditandai
dengan klien mampu mengenal keluarga dan perawat, klien mampu
menyebutkan tempat klien dirawat yaitu di RS Al-Ihsan Bandung,
klien mampu membedakan waktu siang dan malam.
- Perhatian
Perhatian klien baik terbukti dengan klien mau menjawab
pertanyaan dari perawat secara spontan.

50
(b) Tingkat Kesadaran
- Kualitas : Compos mentis, klien sadar sepenuhnya
- Kuantitas : Nilai GCS 15 (E 4 M 6 V5)
(c) Tes Fungsi Syaraf Kranial : N I sampai N XII tidak ada yang
terganggu

e) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau paratyroid, tidak terdapat
tanda-tanda gangguan perubahan hormonal seperti moonface, tidak tampak
tremor pada kedua tangan, klien selalu merasa lapar serta mengalami sering
kencing > 3 kali pada malam hari. Klien mendapat diit DM 1600 k.kal,
klien mendapat terapi suntik insulin.

f) Sistem Genitourinaria
Saat dipalpasi ginjal tidak teraba, tidak terdapat distensi kandung kemih,
tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih, tidak terdapat keluhan nyeri
pada saat BAK, saat diperkusi ginjal tidak terasa nyeri, tidak ada keluhan
pada organ genitalia.

g) Sistem Muskuloskeletal
Kedua ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak terdapat kelainan bentuk
tulang, gerakan simetris, terpasang infus NaCl 0,9 % 20 gtt/menit di lengan
kiri, terdapat luka ulkus pada telapak kaki kanan dengan ukuran 4 x 5 cm
dan luka tusuk pada telapak kaki kanan dekat kelingking dengan ukuran 1 x
1 cm, luka terlihat basah, sedikit merah banyak pus, bengkak, panas, dan
terasa baal, refleks patella ++/++, kekuatan otot 5 5
4 5
h) Sistem Integumen
Penyebaran rambut kepala merata, rambut mudah dicabut, rambut terlihat
kusam, banyak ketombe di kulit kepala, klien mengatakan belum keramas
selama 7 hari di RS, kulit berwarna putih, keadaan kulit bersih, turgor kulit
baik, suhu 35,6 0C, klien mengatakan setiap hari tubuhnya dilap oleh
anaknya, kuku tangan dan kaki pendek dan bersih, tidak terdapat clubbing

51
fingers. Adanya luka gangren pada punggung kaki kanan berukuran 6x7 cm,
klien mengatakan lukanya sulit sembuh dan semakin lama semakin
membusuk. Klien mengatakan hari ini belum diganti balutannya.

i) Sistem Wicara dan THT


Klien tidak memiliki gangguan wicara dan pendengaran, terbukti dengan
klien menatap perawat saat ditanya dan menjawab secara spontan.

j) Sistem Penglihatan
Klien mengatakan sedikit rabun pada kedua matanya bila melihat.

h. Data Psikologis
1) Konsep Diri
Gambaran diri
Klien mengatakan takut luka di kakinya tidak sembuh sehingga klien sangat
takut kalau sampai kakinya harus diamputasi.
Identitas diri
Klien merupakan seorang wanita dengan seorang suami dan 3 orang anak.
Peran
Klien mengatakan tidak bisa menjalankan perannya sebagai ibu rumah
tangga, namun klien telah menyerahkan perannya sebagai ibu kepada anak
perempuannya yang telah menikah.
Ideal diri
Klien selalu berharap kakinya akan sembuh dan ia ingin segera pulang
untuk berkumpul kembali dengan anggota keluarga yang lain
Harga diri
Klien tidak merasa rendah diri dan menerima keadaanya seperti saat ini.

2) Stasus Emosi
Emosi klien tampak stabil ditandai dengan klien mau kooperatif dimintai
informasi oleh perawat, meskipun klien terlihat sedikit menghindar bila
merasa sudah mulai kelelahan dan mengantuk.

52
3) Pola Koping
Dalam menyelesaikan masalahnya klien selalu berbagi cerita dengan
anaknya yang senantiasa menunggui klien setiap saat. Hal ini ditandai
dengan ketika klien menolak untuk dilakukan amputasi, klien mengatakan
kepada anaknya dan perawat memperoleh informasi dari anaknya bahwa
karena hal tersebut klien tidak bisa tidur semalaman. Keluarga klien pun
mengatakan jika klien harus diamputasi lebih baik membawa klien pulang
ke rumah.

4) Gaya Komunikasi
Klien berkomunikasi dengan nada yang lambat dan suara pelan/lembut
namun masih dapat dimengerti oleh perawat. Klien terkesan jarang
berbicara atau pendiam. Klien dapat berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

5) Kecemasan
Klien mengatakan sedikit khawatir tentang luka yang ada dikaki kanannya
tidak akan sembuh.

i. Data Sosial
Hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga dan orang sekitar cukup
baik, terbukti selama di RS klien selalu ditunggui oleh anaknya secara
bergantian. Klien seorang yang kooperatif namun terkesan jarang berbicara
apabila tidak ditanya. Keluarga klien terlihat sangat mendukung kesembuhan
klien.

j. Data Spiritual
Klien beragama Islam, klien selalu berdo’a untuk kesembuhannya, klien
mengatakan ingin sekali melakukan sholat 5 waktu namun karena klien tidak
membawa alat sholat sehingga sampai saat ini klien belum bisa
melaksanakannya. Dengan penyakitnya saat ini klien menerima keadaanya
dengan tabah dan tidak merasa putus asa, dan menganggap semua cobaan dari
Allah SWT.

53
k. Data Penunjang
Data Laboratorium
Tanggal 24 Juni 2015
JENIS TES HASIL NORMAL
Gula Darah Puasa 211 mg/dl 70 - 200 mg/dl

Tanggal 27 Juni 2015


Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hematologi
Hb 10,8 g/dL 12-14 g/dL
Ht 28,5 % 44-52 %
Leu 20.300 /mm3 3800-10600 /mm3
Erit 3,57 juta/mm3 4,5 – 6,5 juta/mm3
Trom 293000 /mm3 150000-450000/mm3
Kimia
GDS 236 g/dL 70-200 g/dL
Ureum 35 mg/dL 10-55 mg/dL
Kreatinin 1.14mg/dL 0,6 – 1,1 mg/dL

Tanggal 29 Juni 2015


JENIS TES HASIL NORMAL
Gula Darah Sewaktu 210 mg/dl < 200 mg/dl

Tanggal 1 Juli 2015


JENIS TES HASIL NORMAL
Gula Darah Sewaktu 193 mg/dl < 200 mg/dl

Terapi
No. Jenis Obat Dosis Rute
1 Ondancetron 3x4 mg Via IV
2 Cefotaxime 2x1 ml Via IV
3 Novorapid (insulin) 3x10 unit Via SC

54
4 Bumiperid 1x1 Per Oral
5 Captopril 2x12,5 Per Oral
6 Sanmol 3x1 Per Oral

B. ANALISA DATA
KEMUNGKINAN
NO DATA MASALAH
PENYEBAB
1 DS :
Klien mengeluh mati rasa
Ulkus diabetikum
pada kedua kakinya (baal)
DO :
Sirkulasi darah
- Ada ulkus pada
terhambat
telapak kaki
kanannya
Oksigen dari darah
- Terdapat lesi dan
tidak dapat di
kemerahan di kaki
distribusikan ke Gangguan perfusi
kirinya
jaringan jaringan
- Daerah sekitar
ulkus berwarna
Jaringan kekurangan
merah
oksigen
- Ulkus bau
- Terdapat pus pada
Perfusi jaringan tidak
ulkus
adekuat
- Tes Babinski (-),
Tes Chaddocks (-)

DS : Kadar gula darah tinggi


 Klien mengeluh
mati rasa pada Darah kental
2 kedua kakinya Ganguan integritas kulit
DO :
 Ada ulkus pada Sirkulasi melambat
telapak kaki

55
kanannya Obstruksi pembuluh
 Daerah sekitar darah
ulkus berwarna
merah Jaringan kekurangan
 Ulkus bau oksigen
 Terdapat pus
pada ulkus
Sel tidak dapat
melakukan
metabolisme

Sel mati/Nekrotik

Ulkus diabetikum

Kerusakan integritas
kulit
Kadar gula darah tinggi
DS :
- Klien mengatakan LED meningkat
3
sulit untuk berdiri
- Klien mengatakan
tidak merasakan Sirkulasi melambat
kakinya memijak
lantai Obstruksi pembuluh Keterbatasan
darah aktivitas
DO :
- Tes babinski (-), Jaringan kekurangan
Tes Chaddock (-) oksigen
- Tes sensasi nyeri
(-)
Sel tidak dapat
melakukan

56
metabolisme

Sel mati/Nekrotik

Reseptor saraf menurun

Neuropati

Keterbatasan aktivitas

Defisiensi insulin

DS :
4 Penurunan pemakaian
Klien mengatakan
glukosa oleh sel
penglihatannya buram

DO : -
Hiperglikemia

Glicosuria
Resiko Injuri
Osmotik diuretik

Dehidrasi

Trombosis

Aterosklerosis

Mikrovaskuler

Retina

57
Retinopati diabetik

Gangguan penglihatan

Resiko injuri
5 DS :
- Klien mengatakan Tingkat pendidikan
tidak pernah rendah
menggunakan
sendal/alas kaki Keterbatasan informasi
jika keluar rumah
- Klien mengatakan Sering bertanya pada
sering perawat
mengkonsumsi
makanan diluar Kurangnya
Kurang pengetahuan
yang dianjurkan pengetahuan
- Klien mengatakan
kurang
mengetahui
mengenai penyakit
DM
DO :
- Kaki klien kotor
Kuku klien panjang dan
kotor

C. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah kedaerah ulkus akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2) Ganguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada ekstrimitas.

58
3) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan iskemik jaringan pada ekstrimitas
bawah
4) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
mengenai penyakit yang diderita klien
5) Resiko Injuri berhubungan dengan menurunnya ketajaman penglihatan

59
11. PERENCANAAN
Nama : Ny M
Diagnosa Medis : DM Tipe II
DIAGNOSA PERENCANAAN
NO
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 2 3 4 5
1. Gangguan perfusi Tujuan : 1. Ajarkan klien untuk melakukan 1.Dengan mobilisasi meningkatkan
jaringan Mempertahankan sirkulasi perifer mobilisasi sirkulasi darah.
berhubungan dengan tetap normal.
melemahnya/menuru Kriteria Hasil : 2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang 2. Meningkatkan dan melancarkan
nnya aliran darah - Denyut nadi perifer teraba kuat dapat meningkatkan aliran darah: aliran darah balik sehingga tidak
kedaerah gangren dan regular Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari terjadi oedema.
akibat adanya - Warna kulit sekitar luka tidak jantung ( posisi elevasi pada waktu
obstruksi pembuluh pucat/sianosis istirahat ), hindari penyilangkan kaki,
darah. - Kulit sekitar luka teraba hindari balutan ketat, hindari penggunaan
hangat. bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
- Oedema tidak terjadi dan luka
tidak bertambah parah. 3. Ajarkan tentang modifikasi faktor- 3. Kolestrol tinggi dapat
- Sensorik dan motorik membaik faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi mempercepat terjadinya
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan arterosklerosis, Merokok dapat

60
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat menyebabkan terjadinya
vasokontriksi. vasokontriksi pembuluh darah,
Relaksasi untuk mengurangi efek
dari stres.

4. Kolaborasi dengan tim kesehatan 4. Pemberian vasodilator akan


lain dalam pemberian vasodilator, meningkatkan dilatasi pembuluh
pemeriksaan gula darah secara rutin dan darah sehingga perfusi jaringan
terapi oksigen ( HBO ). dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan klien,
HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2 Ganguan integritas Tujuan : Tercapainya proses 1. Kaji luas dan keadaan luka serta 1. Pengkajian yang tepat terhadap
kulit berhubungan penyembuhan luka. proses penyembuhan. luka dan proses penyembuhan
dengan adanya Akan membantu dalam
ulkus pada Kriteria hasil : menentukan tindakan selanjutnya.:
ekstrimitas. - Berkurangnya oedema sekitar membersihkan luka secara abseptik

61
luka. menggunakan larutan yang tidak
- Pus dan jaringan berkurang iritatif, angkat sisa balutan yang
- Adanya jaringan granulasi. menempel pada luka dan
- Bau busuk luka berkurang. nekrotomi jaringan yang mati

2. . Rawat luka dengan baik dan benar 2. Merawat luka dengan teknik
aseptik, dapat menjaga
kontaminasi. Luka dan larutan
yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan
jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.

3. Kolaborasi dengan dokter untuk 3. Insulin akan menurunkan kadar


pemberian insulin, pemeriksaan kultur gula darah, pemeriksaan kultur pus
pus pemeriksaan gula darah pemberian untuk mengetahui jenis kuman dan
anti biotik. anti biotik yang tepat untuk
. pengobatan, pemeriksaan kadar
gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit

62
3 Keterbatasan Tujuan : Klien dapat mencapai - Kaji dan identifikasi tingkat 1. Untuk mengetahui derajat
mobilitas fisik tingkat kemampuan aktivitas yang kekuatan otot pada kaki klien. kekuatan otot-otot kaki klien.
berhubungan optimal. - Beri penjelasan tentang pentingnya 2. Klien mengerti pentingnya
dengan iskemik Kriteria Hasil : melakukan aktivitas untuk menjaga aktivitas sehingga dapat
jaringan pada - Pergerakan klien bertambah kadargula darah dalam keadaan normal. kooperatif dalam tindakan
ekstrimitas bawah luas keperawatan.
- Klien dapat melaksanakan - Anjurkan klien untuk 3. Untuk melatih otot – otot kaki
aktivitas sesuai dengan menggerakkan/mengangkat ekstrimitas sehingg berfungsi dengan baik.
kemampuan ( duduk, berdiri, bawah sesuai Kemampuan.
berjalan ). - Bantu klien dalam memenuhi 4. Agar kebutuhan klien tetap
- Rasa nyeri berkurang. kebutuhannya. dapat terpenuhi.
- Klien dapat memenuhi
kebutuhan sendiri secara - Kerja sama dengan tim kesehatan 5. Analgesik dapat membantu
bertahap sesuai dengan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
kemampuan. tenaga fisioterapi. untuk melatih klien melakukan
aktivitas secara bertahap dan
benar.

4 Kurangnya Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan klien


pengetahuan keperawatan selama 2 hari, mengenai penyakit yang dialaminya

63
berhubungan dengan pengetahuan klien bertambah 2. Beri pendidikan kesehatan mengenai
kurang terpaparnya dengan kriteria hasil: penyakit yang dialaminya
informasi mengenai 1. Klien dapat memahami 3. Beri pendidikan kesehatan mengenai
penyakit yang penyakit yang dialaminya pengaturan diit yang harus
diderita klien 2. Klien dapat mengerti dijalankannya (manfaat, jenis makanan,
pengaturan diit yang harus porsi, waktu)
dijalankannya 4. Beri pendidikan kesehatan mengenai
3. Klien dapat menyebutkan obat yang dikonsumsinya saat ini (nama
nama obat, warna, dan fungsi obat, warna, dan fungsi dari obat
dari obat yang tersebut)
dikonsumsinya saat ini 5. Beri pendidikan kesehatan mengenai
4. Klien mampu cara pemberian insulin (prinsip
mendemontrasikan cara pemberian insulin, waktu dosis, cara
pemberian insulin secara pemberian)
mandiri 6. Beri pendidikan kesehatan mengenai
5. Klien dapat menyeutkan olahraga sederhana yang bisa dilakukan
manfaat dari olahraga untuk oleh penderita diabetes
penderita diabetes 7. Beri pendidikan kesehatan mengenai
6. Klien dapat menyebutkan jenis olahraga yang dapat dilakukan
jenis jenis olahraga penderita diabetes dirumah

64
sederhana yang mampu 8. Beri pendidikan kesehatan mengenai
dilakukan dirumah perawatan kaki
7. Klien dapat menyebutkan 9. Beri pendidikan kesehatan mengenai
dan meredemonstrasikan cara cara pencegahan luka
merawat kaki
8. Klien dapat menyebutkan
cara mencegah luka
9. Klien dapat meyebutkan hal
– hal yang dapat mencegah
hiperglikemi
5 Resiko Injuri Kriteria Evaluasi : a. kebutuhan individu dan
berhubungan dengan - Control peningkatan gula darah a. Kaji ketajaman penglihatan klien pilihan intervensi bervariasi sebab
menurunnya yang berlebih b. Lakukan tindakan untk membantu klien kehilagan penglihatan terjadi
ketajaman - Meningkatkan fungsi menghadapi keterbatasan penglihatan, lambat dan progresif
penglihatan ketajaman penglihatandalam contoh :kurangi kekacauan perasaan klien b. menentkan bahaya
batas situasi individu dll keamanan sehubungan dengan
- Menurunkan factor resiko c. tentukan kebutuhan untuk perubahan lapang pandang
untuk melindungi diri dari cidera menggumaka kaca mata pelindung apabial c. mencegah cedera
- Merubah lingkungan sesuai akan keluar rumah kecelakaan pada mata
indikasi untuk meningkatkan d. orientasikan klien terhadap d. mencegah cedera

65
keamanan lingkungan rumah kecelakaan akibat penurunan
e. dorong untuk mengekspresikan fugsi pengliatan
perasaan tentang kehilangan atau e. intervensi diri sementara
kemungkinan kehilangan penglihatan mencegah kebutaan, klien
menghadapi kemungkinan
pengalamam kehilangan
penglihatan total

66
D. IMPLEMENTASI
NO TANGGAL/JAM DX IMPLEMENTASI PARAF
29 Juni 2015
07.30  Mengganti alat tenun klien

 Mengobservasi tanda – tanda vital

09.30 3  Melakukan perawatan luka pada telapak kaki klien

4  Mengkaji kekuatan otot pada ekstremitas bawah klien

4  Mengkaji tingkat imobilisasi klien

6  Mengkaji lapang pandang klien

5  Mengkaji tingkat pengetahuan klien

11.30 1, 2  Melatih ROM aktif (pada kaki kanan klien)

 Mengkolaborasikan dengan tim medis untuk cek kadar gula


12.00 1, 2 darah klien

14.25 5  Memberikan terapi insulin 10 unit via SC pada klien

 Memberikan pendidikan kesehatan mengenai obat yang


dikonsumsinya saat ini (nama obat, warna, dan fungsi dari
14.30 1 s.d obat tersebut)
14.40 5
 Mengobservasi TTV
15.00
15.30  Mengatur posisi semi fowler

 Melatih teknik relaksasi nafas dalam

 Melatih keseimbangan berdiri

67
30 Juni 2015
07.30  Mengganti alat tenun klien

08.00  Mengobservasi tanda – tanda vital

09.30 3  Melakukan perawatan luka ulkus pada telapak kaki kanan


klien

10.00 4  Memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit yang


dialaminya

10.30 4  Memberikan pendidikan kesehatan mengenai olahraga


sederhana yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes

10.40 4  Memberikan pendidikan kesehatan mengenai jenis olahraga


yang dapat dilakukan penderita diabetes dirumah

10.50 4  Memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan kaki

11.00 4  Memberi pendidikan kesehatan mengenai cara pencegahan


luka

11.10 4  Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara pemberian


insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis, cara
pemberian)

11.20 4  Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara pemberian


insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis, cara
pemberian)

11.45 4  Berkolaborasi dalam melakukan cek kadar gula darah

12.00 3  Memfasilitasi klien untuk makan

68
14.00  Mengobservasi TTV

15.00  Memberikan obat sanmol flas 100 cc Per IV

16.00  Memberikan pendidikan kesehatan untuk menggunakan


sandal apabila akan pergi kemanapun

1 Juli
2015
09.00 4  Memberikan pendidikan kesehatan untuk menggunakan
sandal apabila akan pergi kemanapun

E. EVALUASI
NO TANGGAL DX CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
1 29 Juni 2015 1 S : Klien mengeluh pada kedua kakinya tidak bisa merasakan apa-
apa (baal)
O:
- Ada ulkus pada telapak kaki kanannya
- Terdapat lesi dan kemerahan di kaki kirinya
- Daerah sekitar ulkus berwarna merah
- Ulkus bau
- Terdapat pus pada ulkus
- Tes Babinski (-), Tes Chaddocks (-)

A : Gangguan perfusi jaringan belum teratasi

P :
- Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi (ROM)

- Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan


aliran darah: Tinggikan kaki sedikit lebih tinggi dari
jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat)

- Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :

69
Hindari diet tinggi kolestrol,

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian


vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi
oksigen ( HBO ).

I:
- Mengajarkan klien mobilisasi (ROM)
- Memberitahu klien untuk meninggikan bagian kaki
- Memberitahu untuk menghindari diet tinggi kolesterol
- Memeriksa gula darah sewaktu

E:
- Klien dapat mengikuti gerakan ROM
- Klien mengerti untuk meninggikan bagian kaki
- Klien mengerti untuk menghindari makanan yang
mengandung tinggi kolesterol
- GDS = 210 mg/dl
- Klien masih mengalami baal

2 S : Klien mengatakan ada luka di kedua kakinya


O:
- Terdapat lesi dan kemerahan di kaki kiri klien
- Terdapat luka ulkus di kaki kanannya
- Terdapat pus pada luka ulkus
- Luka ulkus sebesar panjang 5cm lebar 3cm

A : Gangguan Integritas Kulit belum teratasi

P:
- Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
- Rawat luka dengan baik dan benar
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian
anti biotik.

I:

70
- Mengkaji luas dan keadaan luka
- Melakukan perawatan luka serta mengganti verban
- Memberikan insulin dan anti biotik sesuai instruksi dokter

E:
- Terdapat pus di luka ulkus
- Luas luka ulkus : Panjang = 5cm , Lebar = 3cm
- Memberikan terapi insulin 10 unit, dan anti biotik
cefotaxim 1ml via iv
- Luka ulkus tidak diverban

3 S:
- Klien mengatakan tidak pernah menggunakan sendal/alas
kaki jika keluar rumah
- Klien mengatakan sering mengkonsumsi makanan diluar
yang dianjurkan
- Klien mengatakan kurang mengetahui mengenai penyakit
DM
O:
- Kaki klien kotor
- Kuku klien panjang dan kotor
-
A : Kurang pengetahuan belum teratasi
P:
- Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakit yang
dialaminya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit yang
dialaminya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai pengaturan diit yang
harus dijalankannya (manfaat, jenis makanan, porsi, waktu)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai obat yang
dikonsumsinya saat ini (nama obat, warna, dan fungsi dari
obat tersebut)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara pemberian
insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis, cara
pemberian)

71
- Beri pendidikan kesehatan mengenai olahraga sederhana
yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes
- Beri pendidikan kesehatan mengenai jenis olahraga yang
dapat dilakukan penderita diabetes dirumah
- Beri pendidikan kesehatan mengenai perawatan kaki
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara pencegahan luka

I:
- Mengkaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakit
yang dialaminya
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit
yang dialaminya
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengaturan
diit yang harus dijalankannya (manfaat, jenis makanan,
porsi, waktu)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai obat yang
dikonsumsinya saat ini (nama obat, warna, dan fungsi dari
obat tersebut)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara
pemberian insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis,
cara pemberian)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai olahraga
sederhana yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai jenis olahraga
yang dapat dilakukan penderita diabetes dirumah
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan
kaki
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara
pencegahan luka
I:
- Klien sedikit mengerti mengerti penyakit DM
- Klien menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan yaitu :
pengaturan diit yang harus dijalankan, penggunaan obat
yang harus dikonsumsi, pemberian insulin, pengecekan
gula darah secara rutin, dan olahraga untuk penderita DM.

72
4 S : Klien mengatakan penglihatannya buram

O : VOD = 1/300, VOS = 1/300

A : Resiko injuri belum teratasi

P:
- Kaji ketajaman penglihatan klien
- Lakukan tindakan untk membantu klien menghadapi
keterbatasan penglihatan, contoh : kurangi kekacauan
perasaan klien dll
- Tentukan kebutuhan untuk menggumaka kaca mata
pelindung apabila akan keluar rumah
- Orientasikan klien terhadap lingkungan rumah
- Dorong untuk mengekspresikan perasaan tentang
kehilangan atau kemungkinan kehilangan penglihatan
I:
- Mengkaji ketajaman penglihatan klien
- Dorong untuk mengekspresikan perasaan klien tentang
kondisi penglihatannya saat ini

E:
- VOD = 1/300, VOS = 1/300
- Klien mengatakan sangat khawatir terhadap penglihatanya
saat ini, klien mengatakan yakin penglihatannya akan
kembali normal jika gula darahnya turun

29 Juni 2015 1 S : Klien mengeluh pada kedua kakinya tidak bisa merasakan apa-
apa (baal)
O:
- Ada ulkus pada telapak kaki kanannya
- Terdapat lesi dan kemerahan di kaki kirinya
- Daerah sekitar ulkus berwarna merah
- Ulkus bau
- Terdapat pus pada ulkus
- Tes Babinski (-), Tes Chaddocks (-)

A : Gangguan perfusi jaringan belum teratasi

73
P :
- Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi (ROM)

- Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan


aliran darah: Tinggikan kaki sedikit lebih tinggi dari
jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat)

- Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :


Hindari diet tinggi kolestrol,

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian


vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi
oksigen ( HBO ).

I:
- Mengajarkan klien mobilisasi (ROM)
- Memberitahu klien untuk meninggikan bagian kaki
- Memberitahu untuk menghindari diet tinggi kolesterol
- Memeriksa gula darah secara

E:
- Klien dapat mengikuti gerakan ROM
- Klien mengerti untuk meninggikan bagian kaki
- Klien mengerti untuk menghindari makanan yang
mengandung tinggi kolesterol
- GDS = 210 mg/dl

2 S : Klien mengatakan ada luka di kedua kakinya


O:
- Terdapat lesi dan kemerahan di kaki kiri klien
- Terdapat luka ulkus di kaki kanannya
- Terdapat pus pada luka ulkus
- Luka ulkus sebesar panjang 5cm lebar 3cm

A : Gangguan Integritas Kulit belum teratasi

74
P:
- Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
- Rawat luka dengan baik dan benar
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian
anti biotik.

I:
- Mengkaji luas dan keadaan luka
- Melakukan perawatan luka serta mengganti verban
- Memberikan insulin dan anti biotik sesuai instruksi dokter

E:
- Terdapat pus di luka ulkus
- Luas luka ulkus : Panjang = 5cm , Lebar = 3cm
- Memberikan terapi insulin 10 unit, dan anti biotik
cefotaxim 1ml via iv

3 S : Klien mengeluh ada luka di kedua kakinya


O:
- Terdapat luka ulkus di kaki kanan klien
- Terdapat pus pada luka ulkus
- Kemerahan di sekitar luka ulkus
- Bau dari luka ulkus

A : Infeksi belum teratasi

P:
- Kaji tingkat penyebaran infeksi
- Anjurkan pada klien dan keluarga klien untuk menjaga
kebersihan diri klien selama perawatan
- Lakukan perawatan luka aseptik
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
I:
- Mengkaji tingkat penyebaran infeksi
- Menganjurkan pada klien dan keluarga untuk menjaga

75
kebersihan klien
- Melakukan perawatan luka aseptik dan mengganti verban
- Memberikan antibiotik sesuai instruksi dokter

E:
- Terdapat luka ulkus di kaki kanan klien, Terdapat pus pada
luka ulkus, Kemerahan di sekitar luka ulkus, Bau dari luka
ulkus
- Klien dan keluarga klien mengerti untuk menjaga
kebersihan klien selama perawatan
- Antibiotik cefotaxim 1 ml diberikan via iv

4. S:
- Klien mengatakan sulit untuk berdiri
- Klien mengatakan tidak merasakan kakinya memijak lantai

O:
- Tes babinski (-), Tes Chaddock (-)
- Tes sensasi nyeri (-)
A : Keterbatasan mobilitas fisik belum teratasi

P:
- Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki klien.
- Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas
untuk menjaga kadargula darah dalam keadaan normal.

- Anjurkan klien untuk menggerakkan/mengangkat


ekstrimitas bawah sesuai Kemampuan.
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

- Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian


analgesik ) dan tenaga fisioterapi.

I:
- Mengkaji dan mengidentifikasi tingkat kekuatan otot dan
sensasi pada kaki klien.
- Memberikan penjelasan tentang pentingnya melakukan
aktivitas untuk menjaga kadargula darah dalam keadaan

76
normal.
- Menganjurkan klien untuk menggerakkan/mengangkat
ekstrimitas bawah sesuai kemampuan.
- Membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

E:
- Kekuatan otot ekstrimitas bawah : kanan = 5, kiri = 5,
sensasi nyeri (-), Test Chaddock (-), Test Babinski (-)
- Klien mengerti untuk tetap melakukan aktivitas
- Klien menggerakkan dan mengangkat kaki

5 S:
- Klien mengatakan tidak pernah menggunakan sendal/alas
kaki jika keluar rumah
- Klien mengatakan sering mengkonsumsi makanan diluar
yang dianjurkan
- Klien mengatakan kurang mengetahui mengenai penyakit
DM
O:
- Kaki klien kotor
- Kuku klien panjang dan kotor
-
A : Kurang pengetahuan belum teratasi
P:
- Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakit yang
dialaminya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit yang
dialaminya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai pengaturan diit yang
harus dijalankannya (manfaat, jenis makanan, porsi, waktu)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai obat yang
dikonsumsinya saat ini (nama obat, warna, dan fungsi dari
obat tersebut)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara pemberian
insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis, cara
pemberian)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai olahraga sederhana
yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes

77
- Beri pendidikan kesehatan mengenai jenis olahraga yang
dapat dilakukan penderita diabetes dirumah
- Beri pendidikan kesehatan mengenai perawatan kaki
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara pencegahan luka

I:
- Mengkaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakit
yang dialaminya
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit
yang dialaminya
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengaturan
diit yang harus dijalankannya (manfaat, jenis makanan,
porsi, waktu)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai obat yang
dikonsumsinya saat ini (nama obat, warna, dan fungsi dari
obat tersebut)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara
pemberian insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis,
cara pemberian)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai olahraga
sederhana yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai jenis olahraga
yang dapat dilakukan penderita diabetes dirumah
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan
kaki
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara
pencegahan luka
I:
- Klien sedikit mengerti mengerti penyakit DM
- Klien menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan yaitu :
pengaturan diit yang harus dijalankan, penggunaan obat
yang harus dikonsumsi, pemberian insulin, pengecekan
gula darah secara rutin, dan olahraga untuk penderita DM.

78
6 S : Klien mengatakan penglihatannya buram

O : VOD = 1/300, VOS = 1/300

A : Resiko injuri belum teratasi

P:
- Kaji ketajaman penglihatan klien
- Lakukan tindakan untk membantu klien menghadapi
keterbatasan penglihatan, contoh : kurangi kekacauan
perasaan klien dll
- Tentukan kebutuhan untuk menggumaka kaca mata
pelindung apabila akan keluar rumah
- Orientasikan klien terhadap lingkungan rumah
- Dorong untuk mengekspresikan perasaan tentang
kehilangan atau kemungkinan kehilangan penglihatan
I:
- Mengkaji ketajaman penglihatan klien
- Dorong untuk mengekspresikan perasaan klien tentang
kondisi penglihatannya saat ini

E:
- VOD = 1/300, VOS = 1/300
- Klien mengatakan sangat khawatir terhadap penglihatanya
saat ini, klien mengatakan yakin penglihatannya akan
kembali normal jika gula darahnya turun
R:
30 Juni 2015 1 S : Klien mengeluh pada kedua kakinya tidak bisa merasakan apa-
apa (baal)
O:
- Ada ulkus pada telapak kaki kanannya
- Terdapat lesi dan kemerahan di kaki kirinya
- Daerah sekitar ulkus berwarna merah
- Ulkus bau
- Terdapat pus pada ulkus
- Tes Babinski (-), Tes Chaddocks (-)

A : Gangguan perfusi jaringan belum teratasi

79
P :
- Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi (ROM)

- Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan


aliran darah: Tinggikan kaki sedikit lebih tinggi dari
jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat)

- Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :


Hindari diet tinggi kolestrol,

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian


vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi
oksigen ( HBO ).

I:
- Mengajarkan klien mobilisasi (ROM)
- Memberitahu klien untuk meninggikan bagian kaki
- Memberitahu untuk menghindari diet tinggi kolesterol
- Memeriksa gula darah secara

E:
- Klien dapat mengikuti gerakan ROM
- Klien mengerti untuk meninggikan bagian kaki
- Klien mengerti untuk menghindari makanan yang
mengandung tinggi kolesterol
- GDS = 210 mg/dl

2 S : Klien mengatakan ada luka di kedua kakinya


O:
- Terdapat lesi dan kemerahan di kaki kiri klien
- Terdapat luka ulkus di kaki kanannya
- Terdapat pus pada luka ulkus
- Luka ulkus sebesar panjang 5cm lebar 3cm

A : Gangguan Integritas Kulit belum teratasi

80
P:
- Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
- Rawat luka dengan baik dan benar
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian
anti biotik.

I:
- Mengkaji luas dan keadaan luka
- Melakukan perawatan luka serta mengganti verban
- Memberikan insulin dan anti biotik sesuai instruksi dokter

E:
- Terdapat pus di luka ulkus
- Luas luka ulkus : Panjang = 5cm , Lebar = 3cm
- Memberikan terapi insulin 10 unit, dan anti biotik
cefotaxim 1ml via iv

3 S : Klien mengeluh ada luka di kedua kakinya


O:
- Terdapat luka ulkus di kaki kanan klien
- Terdapat pus pada luka ulkus
- Kemerahan di sekitar luka ulkus
- Bau dari luka ulkus

A : Infeksi belum teratasi

P:
- Kaji tingkat penyebaran infeksi
- Anjurkan pada klien dan keluarga klien untuk menjaga
kebersihan diri klien selama perawatan
- Lakukan perawatan luka aseptik
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
I:
- Mengkaji tingkat penyebaran infeksi
- Menganjurkan pada klien dan keluarga untuk menjaga

81
kebersihan klien
- Melakukan perawatan luka aseptik dan mengganti verban
- Memberikan antibiotik sesuai instruksi dokter

E:
- Terdapat luka ulkus di kaki kanan klien, Terdapat pus pada
luka ulkus, Kemerahan di sekitar luka ulkus, Bau dari luka
ulkus
- Klien dan keluarga klien mengerti untuk menjaga
kebersihan klien selama perawatan
- Antibiotik cefotaxim 1 ml diberikan via iv

4. S:
- Klien mengatakan sulit untuk berdiri
- Klien mengatakan tidak merasakan kakinya memijak lantai

O:
- Tes babinski (-), Tes Chaddock (-)
- Tes sensasi nyeri (-)
A : Keterbatasan mobilitas fisik belum teratasi

P:
- Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki klien.
- Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas
untuk menjaga kadargula darah dalam keadaan normal.

- Anjurkan klien untuk menggerakkan/mengangkat


ekstrimitas bawah sesuai Kemampuan.
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

- Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian


analgesik ) dan tenaga fisioterapi.

I:
- Mengkaji dan mengidentifikasi tingkat kekuatan otot dan
sensasi pada kaki klien.
- Memberikan penjelasan tentang pentingnya melakukan
aktivitas untuk menjaga kadargula darah dalam keadaan

82
normal.
- Menganjurkan klien untuk menggerakkan/mengangkat
ekstrimitas bawah sesuai kemampuan.
- Membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

E:
- Kekuatan otot ekstrimitas bawah : kanan = 5, kiri = 5,
sensasi nyeri (-), Test Chaddock (-), Test Babinski (-)
- Klien mengerti untuk tetap melakukan aktivitas
- Klien menggerakkan dan mengangkat kaki

5 S:
- Klien mengatakan tidak pernah menggunakan sendal/alas
kaki jika keluar rumah
- Klien mengatakan sering mengkonsumsi makanan diluar
yang dianjurkan
- Klien mengatakan kurang mengetahui mengenai penyakit
DM
O:
- Kaki klien kotor
- Kuku klien panjang dan kotor
-
A : Kurang pengetahuan belum teratasi
P:
- Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakit yang
dialaminya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit yang
dialaminya
- Beri pendidikan kesehatan mengenai pengaturan diit yang
harus dijalankannya (manfaat, jenis makanan, porsi, waktu)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai obat yang
dikonsumsinya saat ini (nama obat, warna, dan fungsi dari
obat tersebut)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara pemberian
insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis, cara
pemberian)
- Beri pendidikan kesehatan mengenai olahraga sederhana
yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes

83
- Beri pendidikan kesehatan mengenai jenis olahraga yang
dapat dilakukan penderita diabetes dirumah
- Beri pendidikan kesehatan mengenai perawatan kaki
- Beri pendidikan kesehatan mengenai cara pencegahan luka

I:
- Mengkaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakit
yang dialaminya
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit
yang dialaminya
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengaturan
diit yang harus dijalankannya (manfaat, jenis makanan,
porsi, waktu)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai obat yang
dikonsumsinya saat ini (nama obat, warna, dan fungsi dari
obat tersebut)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara
pemberian insulin (prinsip pemberian insulin, waktu dosis,
cara pemberian)
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai olahraga
sederhana yang bisa dilakukan oleh penderita diabetes
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai jenis olahraga
yang dapat dilakukan penderita diabetes dirumah
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan
kaki
- Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara
pencegahan luka
I:
- Klien sedikit mengerti mengerti penyakit DM
- Klien menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan yaitu :
pengaturan diit yang harus dijalankan, penggunaan obat
yang harus dikonsumsi, pemberian insulin, pengecekan
gula darah secara rutin, dan olahraga untuk penderita DM.

84
6 S : Klien mengatakan penglihatannya buram

O : VOD = 1/300, VOS = 1/300

A : Resiko injuri belum teratasi

P:
- Kaji ketajaman penglihatan klien
- Lakukan tindakan untk membantu klien menghadapi
keterbatasan penglihatan, contoh : kurangi kekacauan
perasaan klien dll
- Tentukan kebutuhan untuk menggumaka kaca mata
pelindung apabila akan keluar rumah
- Orientasikan klien terhadap lingkungan rumah
- Dorong untuk mengekspresikan perasaan tentang
kehilangan atau kemungkinan kehilangan penglihatan
I:
- Mengkaji ketajaman penglihatan klien
- Dorong untuk mengekspresikan perasaan klien tentang
kondisi penglihatannya saat ini

E:
- VOD = 1/300, VOS = 1/300
- Klien mengatakan sangat khawatir terhadap penglihatanya
saat ini, klien mengatakan yakin penglihatannya akan
kembali normal jika gula darahnya turun

85

Anda mungkin juga menyukai