Oleh :
ANNISA YUDISTIRANI
091001019
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2012
i
INSIDENSI PENDERITA OAB (OVERACTIVE BLADDER) PADA IBU-
IBU PENGAJIAN DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012
DENGAN MENGGUNAKAN OABSS (OVERACTIVE BLADDER
SYMPTOMS SCORE)
Sarjana Kedokteran
Oleh :
ANNISA YUDISTIRANI
091001019
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2012
ii
ABSTRAK
Overactive Bladder (OAB) adalah kelainan pada kandung kemih yang ditandai
dengan frekuensi, nokturia, dapat disertai dengan atau tanpa adanya inkontinensia
desakan. Penelitian yang dilakukan di Eropa & Amerika menunjukkan bahwa
prevalensi OAB lebih kurang 17% populasi umum, sementara penelitian berbasis
quisioner yang dilakukan pada wanita di Asia didapatkan prevalensi OAB sebesar
53,1%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidensi penderita OAB
(Overactive Bladder) pada Ibu-ibu pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun
2012 dengan menggunakan OABSS (Overactive Bladder Symptoms Score).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dari data primer dengan
melakukan wawancara menggunakan OABSS. Jumlah sampel adalah sebanyak
100 orang dengan usia kurang dari 40 tahun sebanyak 25 orang, usia 40-50 tahun
sebanyak 42 orang, dan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 33 orang. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa insidensi penderita OAB pada Ibu-ibu
pengajian di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 sebanyak 33 orang (33%).
Berdasarkan usia, penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 yang
berusia <40 tahun : 6 orang (6%), usia 40-50 tahun : 15 orang (15%), dan usia >50
tahun : 12 orang (12%) dengan total sebanyak 33 orang (33%). Berdasarkan jenis
OAB yaitu OAB basah dan OAB kering, didapati bahwa insidensi penderita OAB
basah di Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2012 adalah 26 orang (26%),
sedangkan yang menderita OAB kering adalah sebanyak 7 orang (7%).
Kata kunci : Overactive Bladder (OAB), OAB basah, OAB kering.
i
ABSTRACT
Overactive Bladder (OAB) is an abnormality of the bladder which is
characterized by frequency, nocturia, with or without the urge incontinence.
studies in Europe and America showed that the OAB prevalence is more or less
than 17 % of general population. While a studies based on questioner and
implemented on women in Asia showed that the OAB prevalence is over than
53,1%. This studies aims to determine the incidence of the OAB patient
(Overactive Bladder) on moeslem of gathering women in Kecamatan Medan
Sunggal in 2012 by using OABSS (Overactive Bladder Symptoms Score). This
studies used the descriptive research method of primary data with interviews by
doing OABSS. Total sample are 100 people, the sample with aged less than 40
years are 25 people, the sample with aged 40-50 years are 42 people and the
sample with aged over than 50 years are 33 people. The results of this study
showed that the incidence of OAB patients on moeslem of gathering women in
Kecamatan Medan Sunggal in 2012 is the OAB patiens with aged <60 are 6
people (6%), the OAB patiens with aged 40-50 are 15 people (15%), and the OAB
patiens with aged > 50 years are 12 people (12%).the total of the OAB patiens are
33 people (33%). Based on the type of OAB, the wet OAB and dry OAB, in
Kecamatan Medan Sunggal in 2012 described that the incidence of the wet OAB
patients in Kecamatan Medan Sunggal in 2012 are 26 people (26%), while the
incidence of the dry OAB patients are 7 people (7%).
ii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang. Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan
Karunia-Nya penulisan karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.
Karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar karya tulis ilmiah saya
yang berjudul “ INSIDENSI PENDERITA OVERACTIVE BLADDER
(OAB) PADA IBU-IBU PENGAJIAN DI KECAMATAN MEDAN
SUNGGAL TAHUN 2012 DENGAN MENGGUNAKAN OABSS
(OVERACTIVE BLADDER SYMPTOMS SCORE) “ ini menjadi lebih baik
lagi.
1. Bapak dr. H. Rahmat Nasution, MSc, DTM & H, M. Sc, Sp. ParK selaku
Dekan FK UISU.
2. Bapak Prof. dr. H. Gusbakti Rusip, MSc, PKK, AIFM selaku Pembantu
Dekan I
3. Bapak dr. Abd. Rachman Nasution, M. Hum selaku Pembantu Dekan II
4. Ibu dr. Hj. Sri Rahmawaty selaku Pembantu Dekan III
5. Bapak dr. Jensen Lautan M.Kes selaku Ketua Karya Tulis Ilmiah FK
UISU.
6. Bapak dr. H. Sumiardi Karakata, Sp.U selaku Dosen Pembimbing dalam
penulisan Karya Tulis Ilmiah FK UISU.
7. Orang Tua saya Aiptu. Solikhin dan Alm. Dra. Rehulinawati Br. Tarigan,
yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya
dengan penuh kasih sayang dari masa kandungan sampai saat ini dan
seluruh keluarga besar yang saya cintai yang tidak bisa saya sebutkan
namanya satu persatu.
iii
8. Teman-teman saya Nurul Lidya Ayu, Nurul Melinda Hasibuan, Fadhilla
Mahlaini Lubis, Arfa’I Laksamana, Anuari Idris Ritonga.
Annisa Yudistirani
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK........................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
LAMPIRAN
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Gejala OAB antara lain adalah adanya urgensi, frekuensi, nokturia, dapat
disertai dengan atau tanpa adanya urge inkontinensia. Untuk mengetahui derajat
keparahan OAB, penderita dapat mengisi kuisioner (system scoring) OAB yang
dirancang oleh Homma. Gejala-gejala tersebut menyebabkan penurunan kualitas
hidup, diantaranya adalah terbatasnya aktivitas fisis, psikis, sosial, seksual, dan
produktivitas kerja.1׳4,5,6
Terapi non farmakologis adalah pilihan pertama untuk pasien OAB. Yang
terbaik adalah kombinasi dengan terapi farmakologis. Tindakan pembedahan
hanya dilakukan jika terapi non farmakologis dan terapi farmakologis gagal.
Dengan pengobatan tersebut diharapkan kualitas hidup penderita OAB dapat
ditingkatkan.1׳4,5
Hanya ada sedikit data mengenai insidensi OAB, maka dari itu penulis ingin
mengetahui insidensi terjadinya OAB di kalangan Ibu-ibu pengajian di
Kecamatan Medan Sunggal.3
1
1.2.Rumusan masalah
1.3.Tujuan penelitian
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Mukosa vesika urinaria terdiri atas epitel transisional yang sama seperti
pada mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Mukosa ini sebagian
besar berlipat-lipat pada vesika urinaria yang kosong dan lipatan-lipatan tersebut
akan menghilang bila vesika urinaria terisi penuh. Pada dasar vesika urinaria,
kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang
disebut trigonum buli-buli.1,8,9
3
Gambar 2.1. Anatomi vesika urinaria
http://academic.kellogg.edu
/herbrandsonc/bio201_mckinley/f27-9a_urinary_bladder_c.jpg
Fungsi vesika urinaria adalah menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih ). Normalnya
vesika urinaria dapat menampung urin sebanyak 300-450 ml.1,10,11
4
Gambar 2.2. Sistem persarafan vesika urinaria
Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase yaitu fase pengisian dan fase
pengosongan kandung kemih.3,5,8,10,13,16,21
1. Fase pengisian
Kontraksi peristaltik yang timbul secara teratur satu sampai lima kali tiap
menit akan mendorong urin dari pelvis renalis menuju vesika urinaria, dan
akan masuk secara periodik sesuai dengan gelombang peristaltik. Ketika
vesika urinaria terisi dan tekanan dinding vesika urinaria meningkat,
kontraksi refleks involunter muskulus detrusor secara efektif dilawan oleh
aktivasi spinchter internus. Pada saat yang bersamaan terjadi penutupan
spinchter internus dan relaksasi muskulus detrusor.
5
2. Fase pengosongan kandung kemih (miksi)
Stimulus yang terpenting untuk mikturisi adalah regangan dinding vesika
urinaria. Urin yang memasuki vesika urinaria tidak begitu meningkatkan
tekanan intravesika sampai vesika urinaria terisi penuh. Selain itu, seperti
juga jenis otot polos lainnya, otot vesika urinaria memiliki sifat plastis;
bila diregang, ketegangan yang mula-mula dimiliki tidak akan
dipertahankan. Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume
vesika sekitar 150 mL, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400
mL. Reseptor regangan didalam vesika urinaria terangsang dan impuls
tersebut diteruskan ke sistem saraf pusat, dan timbullah kesadaran miksi.
Selama proses berkemih, otot perineum dan spinchter uretra externa
melemas; otot detrusor berkontraksi; dan urin akan mengalir melalui
uretra. Ketika miksi berakhir secara volunter, dasar panggul berkontraksi
untuk meninggikan leher vesika urinaria kearah simfisis pubis, leher
vesika urinaria tertutup dan tekanan detrusor menurun.
Gambar 2.3. Fase pengisian dan pengosongan vesika urinaria
http://img.medscape.com/fullsize/migrated/editorial/clinupdates/2003/242
1/ostergard.fig5.gif
6
2.3. Overactive Bladder
Overactive Bladder adalah salah satu sindroma klinik yang merupakan salah
satu bentuk dari kelainan overactive detrusor. Overactive detrusor adalah suatu
keadaan dimana terjadi aktivitas atau kontraksi kandung kemih yang berlebihan.3
Vesika urinaria adalah organ yang dilapisi otot polos yang dalam proses
miksi dikendalikan oleh sistem saraf pusat, oleh karena itu gangguan dari sistem
saraf maupun kerusakan otot vesika urinaria sendiri dapat menyebabkan OAB.
Penyebab neurogenik tersebut antara lain adalah penurunan inhibisi suprapontin
terhadap refleks miksi, seperti yang terjadi pada pasien pasca stroke. Disamping
itu, kerusakan jaras akson pada korda spinalis, meningkatnya input aferen pada
Lower Urinary Tract (LUT), hilangnya inhibisi perifer, dan meningkatnya
neurotransmisi pada jaras refleks miksi, yang kesemuanya bisa terjadi pada stroke,
cedera korda spinalis, dan sklerosis multiple.1,3,12,15,19,20
7
bukti bahwa urotelium juga berperan pada fungsi sensoris, termasuk di sini adalah
pelepasan neurotransmitter sebagai respon dari stimulus.1,3,19
http://pelvicspecialtycare.com/image_lib/vesicare_graphic.gif
2.3.2. Gejala Overactive Bladder
1. Urgensi
Keinginan yang sangat kuat untuk berkemih, yang sulit untuk ditunda
2. Inkontinensia urgensi
8
Keluarnya urin secara tidak diinginkan yang sebelumnya didahului oleh
urgensi
3. Frekuensi
Terlalu sering berkemih, dalam sehari > 8 kali
4. Nokturia
Terbangun untuk berkemih pada malam hari > 1 kali
9
- Harus dicari kemungkinan adanya gejala neurologis (double vision,
kelemahan otot, paralisis, gangguan koordinasi, tremor, rasa tebal)
keadaan neurologis yang diketahui berefek pada vesica urinaria, antara
lain cedera spinal, penyakit diskus lumbalis, mielodisplasia, diabetes,
dan parkinson.
- Riwayat operasi vagina, pernah operasi inkontinensia urin, operasi
desobstruksi uretra, atau pernah radiasi.
- Untuk mengetahui derajat keparahan OAB, pasien dapat mengisi
kuesioner (sistem skoring) OAB yang dirancang oleh Homma.
<7 0
Berapa kali rata-rata anda berkemih mulai
8-14 1
saat bangun pagi sampai pergi tidur malam
>15 2
hari ?
0 0
Berapa kali rata-rata anda terbangun untuk
1 1
berkemih pada saat tidur malam hingga
2 2
bangun pagi hari ?
>3 3
Tidak pernah 0
Berapa seringkah anda merasa tiba-tiba
<1/minggu 1
timbul perasaan ingin kencing (“kebelet”)
≥1/minggu 2
yang tidak dapat ditunda ?
±1/hari 3
2-4/hari 4
≥5/hari 5
Tidak pernah 0
Berapa seringkah Anda tiba-tiba keluar
<1/minggu 1
urin (mengompol) karena ingin kencing
≥1/minggu 2
10
yang tidak tertahankan ? ±1/hari 3
2-4/hari 4
≥5/hari 5
Total skor
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi
maupun neurologi yang dapat menyebabkan timbulnya gejala itu.
Pemeriksaan dimulai dari mengamati cara berjalan dan sikap pasien saat
masuk keruang periksa. Perlu diperiksa daerah abdomen dan pinggang.
Colok dubur untuk mengetahui kelainan prostat. Dermatom sacral
dievaluasi dengan memeriksa tonus sfingter ani, dan refleks
1
bulbokavernosus.
Beberapa ahli menyarankan pemeriksaan uroflometri (terutama pada
pasien laki-laki), tetapi pemeriksaan urodinamika diindikasikan pada
pasien yang gagal setelah terapi konservatif, atau bagi pasien yang
memiliki sisa urin sangat banyak setelah miksi, kelainan uroflometri, atau
pada kasus yang sulit dan tidak sederhana.1
11
edukasi pasien tentang traktus urinarius, proses pengisian dan pengeluaran urin.
Pencatatan miksi dengan catatan harian berkemih sangat berguna karena dapat
membantu pasien mengerti dan kemudian mengatur kebiasannya dalam
berkemih.1,4,15,20
2.3.4.2. Farmakologis
Injeksi botox (BTX) intravesika diindikasikan pada pasien yang tidak mempan
dengan pemberian antimuskarinik. Dipercayai bahwa BTX menghambat
eksositosis sinaps vesikel, sehingga menghambat pelepasan Ach. Telah terbukti
bahwa BTX mampu menurunkan atau menghilangkan inkontinensia hingga 6-9
bulan pada 67-73% pada pasien OAB neurogenik atau idiopatik.1,4
2.3.4.3. Pembedahan
12
otot dasar panggul. Cara ini diindikasikan jika dengan pengobatan secara
konservatif tidak memberikan hasil.1,4
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
13
3.2. Definisi operasional
1. OAB adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya gejala
berupa urgensi, frekuensi, nokturia, dengan atau tanpa urge inkontinensia
dimana tidak ditemukan adanya kelainan patologis maupun infeksi saluran
kemih.
2. Urgensi adalah keinginan yang sangat kuat untuk berkemih, yang sulit
untuk ditunda.
3. Inkontinensia urgensi adalah keluarnya urin secara tidak diinginkan yang
sebelumnya didahului oleh urgensi.
4. Frekuensi adalah terlalu sering berkemih, dimana dalam sehari > 8 kali.
5. Nokturia adalah terbangun untuk berkemih pada malam hari > 1 kali.
6. OABSS digunakan untuk mengetahui derajat keparahan OAB.
= 1+ ( )2
Dimana :
N = besar populasi
15
Maka jika dimasukkan dalam rumus :
=
( )
.
=
. ( , )
.
=
,
= 99, 85
Pada penelitian ini data diperoleh dari data primer dari ibu-ibu pengajian di
Kecamatan Medan Sunggal. Untuk mengukur variabel penelitian, penulis
menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah kuisioner dengan metode wawancara, dimana pertanyaan
16
disiapkan sehingga responden tinggal menjawab pertanyaan yang mencakup
variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara terpimpin (structured interview).
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah data
dari kuisioner telah terkumpul, data akan dihitung dengan menggunakan rumusan
sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel.
17
BAB 4
Penelitian ini dilakukan pada 100 orang responden atau subyek penelitian, yang
memenuhi kriteria penerimaan, yang terdiri dari Ibu-ibu pengajian di Kecamatan
Medan Sunggal.
Tabel 4.1 Insidensi penderita OAB di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012
Pada tabel 4.1 didapati bahwa yang menderita OAB di Kecamatan Medan
Sunggal tahun 2012 adalah sebanyak 33 orang (33%), sedangkan yang tidak
menderita OAB adalah 67 orang (67%).
Yang menderita 6 15 12 33 %
OAB
Yang tidak 19 27 21 67 %
menderita OAB
Total 25 42 33 100 %
18
Pada tabel 4.2 didapati bahwa penderita OAB di Kecamatan Medan
Sunggal tahun 2012 yang berusia <40 tahun : 6 orang (6%), usia 40-50 tahun : 15
orang (15%), dan usia >50 tahun : 12 orang (12%) dengan total sebanyak 33
orang (33%).
Total 33 33 %
4.2. Pembahasan
Penelitian yang dilakukan pada wanita di Asia ini hasilnya tidak berbeda jauh
dengan hasil penelitian saya pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Sunggal.
Berdasarkan survey berbasis populasi pada 16.776 orang yang berusia di atas
40 tahun yang dilakukan Milsom et al. di 6 negara, melalui telepon ataupun
wawancara langsung, prevalensi OAB pada wanita di Eropa diperkirakan 17,4 %.4
20
Berdasarkan pembagian OAB basah dan OAB kering didapati bahwa
prevalensi penderita OAB basah di Kecamatan Medan Sunggal pada tahun 2012
adalah 26 orang (26%), sedangkan yang menderita OAB kering adalah sebanyak 7
orang (7%).
21
BAB 5
KESIMPULAN
SARAN
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi ed.3. Jakarta: Sagung seto, 2011; 165-172.
2. Sudoyo SW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus KS, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid I ed.V. Jakarta: Internal publishing. 2009.
3. Abrams P, Cardozo L, Khoury S, Wein A. Incontinence volume 1 basic &
evaluation. 2005.
4. Semijurnal Farmasi & Kedokteran Ethical Digest. Overactive Bladder 2009;
66: 28-37.
5. Permana RU. Prevalensi dan Faktor-faktor resiko Overactive Bladder Pada
Paramedis Perempuan di RSUP H. Adam Malik Medan 2008; FK-USU: 1-
26.
6. Agustina N. Prevalensi penderita Overactive Bladder pada pegawai
perempuan di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta 2008; FK-UI: 82-83.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi volume 2. Jakarta: EGC. 2006.
8. Snell RS. Anatomi klinik ed.6. Jakarta : EGC. 2006; 345-349.
9. Junquiera LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks dan Atlas edisi 6. Jakarta:
EGC. 2007.
10. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.22. Jakarta: EGC. 2008;
753-756.
11. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2. Jakarta : EGC. 2001;
499-502.
12. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC. 2009: 71.
13. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 4. Jakarta:
EGC. 2010.
14. Snell RS. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: EGC. 2009; 456.
15. Martono H, Pranaka K. Geriatri ed.4. Jakarta: FK-UI; 2009.
16. Wibowo DS, Paryana W. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2009; 426-431.
23
17. Supartono, Setiati S, Soejono CH. Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan
Pendekatan Interdisiplin. Jakarta: FK-UI. 2003.
18. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu bedah edisi . Jakarta: EGC.
2005.
19. Abrams P, Cardozo L, Khoury S, Wein A. Incontinence volume 2
Management. 2005.
20. Jonas U, Hannover, Germany. European Association of Urology. European
Urology Supplements. OAB: What Matters to the Patients?. 2006. Volume 6.
21. Abrams P, Artibani W. Understanding Stress urinary Incontinence. 2004.
22. Anonymous.http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_mckinley/f27-
9a_urinary_bladder_c.jpg
23. Anonymoushttp://img.medscape.com/fullsize/migrated/editorial/clinupdates/2
003/2421/ostergard.fig5.gif
24. Anonymous http://pelvicspecialtycare.com/image_lib/vesicare_graphic.gif
25. Lapitan MC, Chyeon PLH. International Urogynecology Journal. The
Epidemiology of Overactive Bladder among Females in Asia: A
Questionnaire Survey 2001; volume 12: 226-231.
24