Anda di halaman 1dari 136

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK

BAWANG MERAH
(Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

LELY RACHMA SEPTIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Peningkatan
Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi Kasus: Kabupaten Brebes) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Lely Rachma Septiana


NIM F351130311
RINGKASAN
LELY RACHMA SEPTIANA. Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang
Merah, Studi Kasus: Kabupaten Brebes. Dibimbing oleh MACHFUD dan INDAH
YULIASIH.

Pengelolaan rantai pasok bawang merah memiliki karakteristik tertentu


karena dipengaruhi oleh sistem produksi, bulky, perishable dan kualitas yang
menurun secara terus menerus sedangkan permintaan terhadap bawang merah
terjadi sepanjang waktu. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah menjadi sangat diperlukan agar kebutuhan pelanggan dan
keuntungan pelaku usaha dapat tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk 1)
menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah, 2) mengukur kinerja rantai
pasok bawang merah, dan 3) merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Brebes karena Kabupaten
Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia.
Kondisi rantai pasok bawang merah dibahas secara deskriptif mengikuti
kerangka pembahasan FSCN (Food Supply Chain Network). Pengukuran kinerja
rantai pasok bawang merah dilakukan dengan menggunakan metode rating scale.
Indikator penilaian kinerja (metrik) diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain
Operations Reference). Dalam merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai
pasok bawang merah terlebih dahulu dilakukan analisis kesenjangan dan analisis
masalah rantai pasok bawang merah.
Rantai pasok bawang merah dari produsen hingga konsumen akhir memiliki
aliran yang panjang dan saluran yang beragam. Pelaku rantai pasok bawang merah
di Kabupaten Brebes terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar,
dan pedagang pengecer lokal atau pedagang pasar tradisional lokal. Pola saluran
pemasaran yang terbentuk umumnya telah berjalan dalam jangka waktu yang
lama dan terbentuk secara alami. Kondisi sumber daya fisik khususnya gudang
penyimpanan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kemampuan anggota rantai
dalam pengusahaan bawang merah dilakukan atas dasar kemampuan permodalan.
Kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes menunjukkan nilai
yang lebih besar (skor 3.57) saat in season dibandingkan saat off season (skor
3.28). Hasil pengukuran terhadap kinerja anggota rantai menunjukkan bahwa pada
saat in season kinerja petani (skor 3.39) lebih rendah dibandingkan kinerja
pedagang pengumpul (skor 3.49) dan pedagang besar (skor 3.84) sedangkan pada
saat off season kinerja pedagang pengumpul (skor 3.14) lebih rendah
dibandingkan petani (skor 3.20) dan pedagang besar (skor 3.50). Secara umum,
kinerja pedagang besar lebih baik dibandingkan petani dan pedagang pengumpul
pada kedua musim.
Upaya dalam meningkatkan kinerja rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes antara lain membangun sistem persediaan yang tepat;
membangun kemitraan, koordinasi dan kolaborasi diantara anggota rantai serta
penguatan kelembagaan petani, mengatasi rendahnya ketersediaan bawang merah
terutama saat off season; meningkatkan ketersediaan informasi pasar; dan
mengatasi permasalahan mengenai mekanisme distribusi.
Kata kunci: bawang merah, rantai pasok, pengukuran kinerja, upaya peningkatan
kinerja
SUMMARY
LELY RACHMA SEPTIANA. Study of Shallots Supply Chain Performance
Improvement, Case Studies: Brebes District. Supervised by MACHFUD and
INDAH YULIASIH.

Shallots supply chain management has certain characteristics because


influenced by the production system, bulky, perishable and decreasing quality
continuously while the demand for shallots happen all of time. Therefore, efforts
to improve supply chain performance of shallots is needed in order that the needs
of customers and others goals can be achieved. This study is aimed to 1) analyze
the shallots supply chain conditions, 2) measure the performance of shallots
supply chain, and 3) formulate the efforts to improve the performance of shallots
supply chain. This research was conducted in Brebes because this region is the
largest shallots production centre in Indonesia.
Shallots supply chain mechanism are discussed in the descriptive accord
with FSCN (Food Supply Chain Network) framework. Supply chain performance
of shallots were measured by rating scale method used metric that was adapted
from the model SCOR (Supply Chain Operations Reference). The object of
performance measurement are wholesalers, traders and farmers. The efforts of
improvement supply chain performance was formulated based on gap analysis and
root cause analysis.
Shallots supply chain has a long and diverse channels from producer to final
consumer. Shallots supply chain actors in Brebes consist of farmers, traders,
wholesalers, and retailers local or traditional local market traders. Marketing
channel patterns are formed generally has been running in the long term and is
formed naturally. Condition of physical resources, especially storage facilities are
not functioning properly. The ability of members of the chain in the shallots
business is based on capital ownership.
Supply chain performance of shallots in Brebes showed a larger value (score
3.57) when in season than during off season (score 3.28). During in season, the
performance value of farmer (score 3.39) lower than the performance of traders
(score 3.49) and wholesalers (score 3.84) whereas during the off season
performance traders (score 3.14) lower than farmers (score 3.20) and wholesalers
(score 3.50). In general, the performance of wholesalers better than the farmers
and traders in both seasons.
Efforts to improve the supply chain performance of shallots in Brebes
include building proper inventory system; build partnerships, coordination and
collaboration among the members of the chain and institutional capacity building
of farmers, address the low availability of shallots especially during the off
season; increase the availability of market information; and solve the problems
concerning the distribution mechanism.

Keywords: shallots, supply chain, performance measurement, efforts to improve


the performance
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK


BAWANG MERAH (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

LELY RACHMA SEPTIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
2

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Faqih Udin, STP MSi
3

Judul Tesis : Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi
Kasus: Kabupaten Brebes)
Nama : Lely Rachma Septiana
NIM : F351130311

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Indah Yuliasih, STP MSi


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir Machfud, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Januari 2017 Tanggal Lulus:


4

PRAKATA

Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah Allah SWT penulis dapat


menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Magister pada Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis dibantu oleh
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada segenap pihak yang membantu, khususnya kepada :
1. Prof Dr Ir Machfud, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing akademik atas
bimbingan, arahan dan nasihat selama penyusunan tesis.
2. Dr Indah Yuliasih, STP MSi sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas arahan,
bimbingan dan nasihat kepada penulis.
3. Dr. Faqih Udin, STP MSi sebagai Dosen penguji yang telah memberikan saran
dan perbaikan kepada penulis.
4. Ayahanda, Ibunda, Mba Leni, Kak Wastono, Ilham, Azka dan Adwa‟, serta
suami tercinta Mas Imam Fahrurozi yang senantiasa memberikan dukungan
dan kasih sayang yang tidak ternilai harganya.
5. Dr Ir Saptana MSi, Pak Juwari, Pak Ikhwan, Pak Salim, Mba Diah dan Zuli
Rohmiyati yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan kebaikan lainnya
kepada penulis untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam
penyusunan tesis ini.
6. Seluruh rekan-rekan TIP 2013 atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari
pembaca untuk perbaikan selanjutnya.

Bogor, Februari 2017

Lely Rachma Septiana


5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Bawang Merah 4
Rantai Pasok 7
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 7
Supply Chain Operation Reference (SCOR) 10
Konsep Fuzzy 13
Penelitian Terkait 14
3 METODOLOGI PENELITIAN 16
Kerangka Pemikiran 16
Tempat dan Waktu Penelitian 16
Teknik Pengambilan Sampel 16
Jenis dan Sumber Data 17
Metode Analisis Data 20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 25
Analisis Kondisi Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes 28
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes 51
Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah 70
5 KESIMPULAN DAN SARAN 89
Kesimpulan 89
Saran 89
DAFTAR PUSTAKA 90
LAMPIRAN 94
RIWAYAT HIDUP 118
6

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total
produksinya, Tahun 2011-2015 1
2 Taksonomi bawang merah 4
3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah 6
4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja
SCM (Aramyan 2006) 9
5 Atribut kinerja manajemen rantai pasok beserta metrik kinerja 11
6 Definisi proses dalam model SCOR 12
7 Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan 15
8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian 18
9 Definisi dan fungsi keanggotaan TFN 22
10 Skala penilaian metrik kinerja pada atribut kinerja rantai pasok bawang
merah 24
11 Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten
Brebes 27
12 Peran anggota rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes 31
13 Penggolongan dan Karakteristik Bawang Merah Berdasarkan 48
14 Daerah tujuan pengiriman bawang merah Brebes dan kebutuhannya
pada tahun 2014 50
15 Hasil pengukuran kinerja petani 64
16 Hasil pengukuran kinerja pedagang pengumpul 66
17 Hasil pengukuran kinerja pedagang besar 68
18 Rekapitulasi Nilai Kinerja Anggota Rantai Pasok Bawang Merah di
Kabupaten Brebes 69
19 Gap performa kinerja petani 70
20 Gap performa kinerja pedagang pengumpul 71
21 Gap performa kinerja pedagang besar 71
22 Hasil pembobotan faktor penyebab rantai pasok bawang merah belum
efektif dan efisien 81
23 Matriks masalah, penyebab dan upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah di Kabupaten Brebes 84
24 Rencana aksi peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah 87

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun 2


2 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah (Rahayu dan
Berlian 2004) 5
3 Hirarki pemodelan proses SCOR (SCC 2012) 13
4 Kerangka pemikiran 17
5 Kerangka pengembangan rantai pasok (Van der Vorst, 2006) 21
6 Grafik produktivitas bawang merah Kabupaten Brebes Tahun 27
7

7 Struktur rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Brebes dengan


berbagai tujuan pasar 32
8 Pohon industri bawang merah 47
9 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja petani 53
10 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang pengumpul 56
11 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang besar 59
12 Grafik harga bawang merah Kabupaten Brebes tahun 2011-2015 73
13 Diagram fishbone rantai pasok belum efektif dan efisien 74
14 Diagram fishbone ketersediaan bawang merah rendah terutama 74
15 Diagram fishbone harga benih yang tinggi 75
16 Diagram fishbone penyebab belum adanya sistem persediaan yang tepat 77
17 Diagram fishbone penyebab pengaturan pola tanam belum terintegrasi 78
18 Diagram fishbone penyebab perbedaan harga di tingkat produsen dengan
harga di tingkat konsumen sangat jauh 79
19 Diagram fishbone penyebab terbatasnya ketersediaan informasi pasar 80
20 Diagram fishbone penyebab sistem informasi belum optimal 80
21 Diagram fishbone penyebab distribusi belum berjalan dengan baik 81

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner analisis kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten


Brebes 95
2 Kumpulan metrik berdasarkan atribut kinerja pada model SCOR 11.0 106
3 Kuisioner pembobotan metrik 109
4 Kuisioner penilaian kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten
Brebes 114
5 Peta lokasi Kabupaten Brebes 118
8
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian memegang peranan yang penting dan strategis dalam


perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian
dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, penyerapan tenaga
kerja, sumber devisa negara dari ekspor hasil-hasil pertanian, dan lain-lain. Data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2015, sektor
pertanian mampu menyerap sebanyak 37 748 228 tenaga kerja (32.88%) dan
menyumbang sebesar Rp 1 560.399 triliun (13.5%) terhadap PDB Nasional.
Salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah
bawang merah. Komoditas ini merupakan sumber pendapatan dan kesempatan
kerja serta memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap perkembangan
ekonomi wilayah terutama di daerah sentra produksi. Permintaan pasar yang
tinggi terhadap bawang merah menjadikan komoditas ini sebagai salah satu
komoditas unggulan nasional.
Bawang merah merupakan komoditas sayuran umbi yang populer di
kalangan masyarakat dan telah lama dibudidayakan di Indonesia. Meskipun
bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, namun selalu dibutuhkan oleh
konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak. Perkembangan
konsumsi bawang merah pada periode tahun 1981-2014 cenderung meningkat
dengan rata-rata pertumbuhan 8.69%/tahun (Pusdatin 2015). Jika dilihat secara
lebih rinci berdasarkan konsumsi per kapita per tahun dari tahun 2011 hingga
tahun 2015 (Tabel 1), akan diketahui peningkatan rata-rata konsumsi per kapita
sebesar 0.05 %/tahun. Pada tahun 2011 rata-rata konsumsi per kapita bawang
merah sebesar 2.36 kg/kapita/tahun, kemudian naik menjadi 2.76 kg/kapita/tahun
pada tahun 2012. Tahun berikutnya mengalami penurunan yang cukup tajam
hingga 2.07 kg/kapita/tahun. Kemudian kembali naik menjadi 2.49
kg/kapita/tahun pada tahun 2014 dan 2.71 pada tahun 2015. Permintaan bawang
merah akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk Indonesia.

Tabel 1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total
produksinya, Tahun 2011-2015
Tahun Kg/kap/tahun Total produksi (ton)
2011 2.36 893 124
2012 2.76 964 221
2013 2.07 1 010 773
2014 2.49 1 233 984
2015 2.71 1 231 559
Laju (%/tahun) 0.05 0.09
Sumber : Pusdatin 2015 (diolah)

Tabel 1 juga menunjukkan total produksi bawang merah dari tahun 2011
hingga tahun 2015 yang mengalami peningkatan sebesar 0.09 % tiap tahunnya.
Peningkatan jumlah produksi bawang merah yang tinggi ini, belum menyelesaikan
permasalahan mendasar bagi tataniaga bawang merah. Permintaan bawang merah
2

pada waktu-waktu tertentu seringkali belum terpenuhi sesuai harapan sehingga


lonjakan harga bawang merah tidak bisa dihindari. Fluktuasi harga bawang merah
ini selalu menjadi permasalahan pasar bawang merah lokal (Widodo dan
Rembulan 2010). Salah satu penyebabnya adalah puncak produksi bawang merah
yang terjadi pada bulan-bulan tertentu sementara konsumsi bawang merah
cenderung merata setiap saat. Adanya fluktuasi harga tersebut menjadikan bawang
merah sebagai penyumbang inflasi nasional (Bappenas 2013).

Gambar 1 Rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun
2011-2015 dan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016

Gambar 1 menunjukkan rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per


bulan tahun 2011-2015 disertai dengan prognosa kebutuhan bawang merah tahun
2016. Data konsumsi tahun 2011-2015 hanya mencakup konsumsi bawang merah
per kapita, sedangkan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016 mencakup
data untuk kebutuhan bawang merah per kapita, benih, dan industri. Berdasarkan
grafik pada Gambar 1, dapat diketahui bahwa puncak panen bawang merah berada
pada bulan-bulan tertentu sementara konsumsi relatif sama di setiap waktu.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karena adanya senjang (gap) antara
pasokan dan permintaan sehingga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu.
Persoalan tersebut dapat diatasi melalui pengelolaan sistem logistik yang
efektif dan efisien. Logistik adalah proses strategis dalam mengelola pengadaan,
pergerakan dan penyimpanan bahan, baik bahan jadi maupun bahan setengah jadi
melalui sebuah organisasi serta saluran pemasaran (Christopher 2011). Untuk
memperoleh sistem logistik yang efektif dan efisien digunakan konsep Supply
Chain Management. Manajemen rantai pasok dapat membawa anggota rantai pada
tingkat efisiensi dan efektifitas yang optimal sehingga memperoleh keuntungan
yang tinggi. Hal ini karena rantai pasok yang efektif dan efisien dapat
mengintegrasikan sumberdaya yang ada, mengurangi biaya logistik,
meningkatkan efisiensi biaya logistik dan kualitas yang tinggi. Sebaliknya, jika
3

rantai pasok yang inefisien, akan membawa pada kerugian seperti tingginya biaya
logistik, biaya pengelolaan informasi, sumberdaya tidak termanfaatkan dengan
baik, dan berkurangnya kapasitas produksi (Fan et al. 2013). Manajemen rantai
pasok yang tepat memberikan sebuah peluang strategis yang besar untuk
menciptakan keunggulan bersaing (Heizer dan Render 2010).
Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pengelolaan rantai pasok
bawang merah cukup kompleks. Sistem logistik bawang merah memiliki
karakteristik tertentu karena dipengaruhi oleh sistem produksi, bulky, perishable
dan perubahan yang terus menerus pada kualitasnya sedangkan permintaan
terhadap bawang merah terjadi sepanjang waktu. Permintaan konsumen akan
bawang merah ini harus senantiasa terpenuhi agar keuntungan pelaku usaha dapat
tercapai. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah
menjadi sangat diperlukan.
Penelitian sebelumnya mengenai peningkatan kinerja rantai pasok komoditas
pertanian telah banyak dilakukan antara lain dilakukan oleh Feifi (2008), Setiawan
(2009), Syafi (2009), Rofiq (2010), dan Dinata et al. (2014). Akan tetapi khusus
untuk komoditas bawang merah sangat terbatas. Penelitian mengenai perbaikan
rantai pasok bawang merah pernah dilakukan oleh Adiyoga et al. (2010).
Penelitian mereka dilakukan di wilayah Nganjuk (Jawa Timur) dan Buleleng
(Bali). Penelitian yang dilakukan Adiyoga et al. (2010) menggunakan analisis
deskriptif dan analisis SWOT. Namun, penelitian tersebut tidak didasari atas
pengukuran kinerja rantai pasok. Pengukuran kinerja merupakan elemen yang
penting dalam pengambilan keputusan dalam merencanakan efektivitas kerja
(Bhagwat dan Sharma 2007). Model pengukuran kinerja harus dibuat sedemikian
rupa sehingga kinerja organisasi dapat terukur dan tujuan organisasi serta
efektivitas kerja tercapai (Takkar et al. 2009).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
2. Mengukur kinerja rantai pasok bawang merah dalam lingkup Kabupaten
Brebes
3. Merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan:


1. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pelaku usaha
bawang merah dalam mengembangkan usahanya
2. Sebagai bahan masukan untuk pelaku usaha dalam mengukur kinerja
manajemen rantai pasoknya.
3. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pemerintah
dalam mengeluarkan kebijakan terkait bawang merah.
4. Sebagai bahan rujukan ilmiah bagi kalangan akademik dalam manajemen
rantai pasok bawang merah
4

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:


1. Penelitian dilakukan di Kabupaten Brebes karena Kabupaten Brebes
merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia yang
mensuplai sekitar 75% untuk kebutuhan bawang merah Propinsi Jawa Tengah
dan mensuplai sekitar 23% kebutuhan nasional.
2. Rantai pasok yang diamati adalah rantai pasok komoditas bawang merah.
3. Aspek yang dikaji dalam manajemen rantai pasok bawang merah diantaranya
aspek tujuan rantai, struktur rantai, manajemen rantai, sumber daya rantai dan
proses bisnis rantai.
4. Pengukuran kinerja rantai pasok dibatasi pada pelaku rantai pasok bawang
merah di Brebes yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang besar.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bawang Merah

Botani Bawang Merah


Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang tergolong sayuran
rempah. Bawang merah diduga berasal dari benua Asia khususnya Asia Tengah
(Rukmana 1994). Bawang merah memiliki nama ilmiah Allium cepa var.
ascalonicum. Taksonomi bawang merah secara detil dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Taksonomi bawang merah


Takson Nama
Divisi Spermatophyta
Sub Divisi Angiospermae
Class Monocotyledonae
Ordo Liliales/Liliflorae
Famili Liliaceae
Genus Allium
Spesies Allium ascalonicum atau Allium cepa var. ascalonicum
Sumber : Rahayu dan Berlian 2004

Tanaman bawang merah termasuk tanaman sempurna yang termasuk


tanaman semusim. Bagian-bagian tanaman bawang merah terdiri dari akar,
batang, daun, dan bunga. Dalam pertumbuhannya bawang merah akan membentuk
rumpun, akarnya bersifat serabut sehingga tidak tahan terhadap kekeringan,
daunnya memanjang berbentuk silindris, tumbuh tegak dengan tinggi dapat
mencapai 15-50 cm, pada pangkal daun bersatu membentuk batang semu. Batang
semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi
umbi lapis (Rahayu dan Berlian 2004). Bagian-bagian dari tanaman bawang
merah, dapat dilihat pada Gambar 2.
5

Keterangan gambar :
A : penampang membujur tanaman bawang merah
B : penampang melintang tanaman bawang merah
1 : akar serabut
2 : batang pokok rudimenter yang seperti cakram
3 : umbi lapis
4 : tunas lateral
5 : daun muda
6 : titik tumbuh atau calon tunas

Gambar 2 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah (Rahayu dan
Berlian 2004)

Karakteristik Tanaman Bawang Merah


Tanaman bawang merah dibudidayakan di daerah dataran rendah yang
beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Daerah yang
mempuyai kondisi tersebut dan menjadi sentra produksi di Indonesia diantaranya
yaitu Brebes, Probolinggo, Majalengka, Tegal, Nganjuk, Cirebon, Kediri,
Bandung, Malang, dan Palembang (Rahayu dan Berlian 2004). Syarat
pertumbuhan bawang merah antara lain tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drainase/aerasi baik, air tidak menggenang, dan mengandung bahan
organik yang cukup dengan pH berkisar 5.6-6.5. Suhu ideal untuk pertumbuhan
bawang merah adalah 25-32°C dengan kelembaban berkisar 50-70%. Bawang
merah paling baik ditanam di dataran rendah, yaitu pada ketinggian 10-250 mdpl.
Ketinggian optimal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 30 mdpl (Agromedia
2011). Di Indonesia bawang merah dapat ditanam hingga ketinggian 1 000 mdpl
(Sumarni dan Hidayat 2005).
Proses panen dan pascapanen bawang merah sangat menentukan kualitas
komoditas bawang merah yang dihasilkan. Umur panen bawang merah berbeda-
beda bergantung pada jenis dataran dan tujuan penggunaan umbi bawang merah
tersebut. Umumnya tanaman bawang merah dipanen setelah berumur 60-90 hari
setelah tanam (HST). Bawang merah yang ditanam di daerah dataran rendah (50-
200 mdpl) bisa dipanen pada saat tanaman berumur 60-70 HST. Namun, jika
ditanam di daerah dataran menengah (300-700 mdpl) pemanenan baru bisa
dilakukan ketika tanaman berumur 70-85 HST. Bawang merah yang hendak
dijadikan bibit, panen dilakukan lebih lama dibandingkan dengan panen bawang
merah biasa. Pemanenan umbi bawang untuk bibit baru bisa dilakukan saat
6

kerebahan daun sudah mencapai lebih dari 90%, yakni saat tanaman berumur 80-
90 HST (Agromedia 2011).
Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hampir selama 6-7 bulan
setiap tahun dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari,sedangkan
bulan kosong pada bulan Februari-Mei dan November sehingga musim tanam
puncak berkisar antara bulan April-Oktober (BI 2013). Penanaman bawang merah
di musim hujan yaitu bulan Oktober/Desember hingga bulan Maret/April dalam
kondisi iklim normal biasa disebut tanaman off season sedangkan pertanaman di
musim kemarau disebut tanaman in season (Suwandi 2013).

Kandungan dan Khasiat bawang merah


Komponen-komponen yang terkandung di dalam umbi bawang merah
disajikan dalam Tabel 3. Selain komponen tersebut, umbi bawang merah juga
mengandung minyak atsiri (senyawa volatil) yang dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan penyedap rasa makanan, bakterisida, fungisida, dan berkhasiat untuk
obat-obatan. Umbi bawang merah juga mengandung komponen yang dinamakan
allin. Allin merupakan suatu senyawa yang mengandung asam amino tidak
berbau, tidak berwarna, dan dapat larut dalam air. Karena terjadi sebuah proses
kimia, allin berubah menjadi senyawa allicin. Senyawa allicin dengan thiamin
(vitamin B1) membentuk ikatan kimia disebut allithiamin yang mudah diserap
tubuh, dengan demikian allicin dapat membuat vitamin B1 menjadi lebih efisien
dimanfaatkan tubuh (Rahayu dan Berlian 2004). Boelens et al. (1971) menemukan
sebanyak 45 senyawa volatil yang terdapat dalam umbi bawang merah. Namun,
senyawa yang diyakini sebagai senyawa utama pembentuk atsiri antara lain propyl
thiosulfonat, propyl dan propenyl di- dan trisulfida serta dimethylthiopena.

Tabel 3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah
Bawang merah biasa
Komposisi gizi
a b
Kalori (kal) 39.00 67.00
Protein (gr) 1.50 1.90
Lemak (gr) 0.30 0.30
Karbohidrat (gr) 0.20 15.40
Serat (gr) - 0.70
Abu (gr) - 0.60
Kalsium (mg) 36.00 46.00
Fosfor (mg) 40.00 45.00
Zat besi (mg) 0.80 0.80
Natrium (mg) - 12.00
Kalium (mg) - 334.00
Niacin (mg) - 0.30
Vitamin A (SI) 0.00 5.00
Vitamin B1 (mg) 0.03 0.04
Vitamin B2 (mg) - 0.02
Vitamin C (mg) 2.00 2.00
Air (gr) 88.00 -
Keterangan : (a) Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981)
(b) Food and Nutrition Research Center, Handbook No. 1 Manila (1964)
Sumber : Rukmana (1994)
7

Bawang merah memiliki beragam manfaat. Selain sebagai bumbu dapur dan
penyebab berbagai masakan, bawang merah juga dapat dimanfaatkan sebagai
obattradisional seperti obat nyeri perut, penyembuhan luka atau infeksi, disentri
dan diare. Khasiat umbi bawang merah sebagai obat, diduga karena mempunyai
efek antiseptic dari senyawa allin dan allicin. Senyawa allin ataupun allicin oleh
enzim allisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin antimikroba
yang bersifat bakterisida. Bawang merah juga berfungsi dalam tubuh dalam
memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan lender-lendir
dalam kerongkongan (Rukmana 1994).

Rantai Pasok

Pengertian Rantai Pasok


Rantai pasok adalah rangkaian proses yang terdiri dari aliran barang,
informasi dan uang yang bertujuan untuk memenuhi keinginan pelanggan, yang
terjadi di dalam dan di antara tahap yang berbeda dalam satu rangkaian dari
bagian produksi sampai konsumen akhir. Sementara pengertian dari manajemen
rantai pasok yaitu integrasi dari perencanaan, implementasi, koordinasi dan
kontrol dari seluruh proses usaha dan aktivitas penting dalam menghasilkan dan
mengirim seefisien mungkin sebuah produk sehingga memuaskan kebutuhan
pelanggan (Van der Vorst 2007).
Manajemen rantai pasok (Supply Chain Management) produk pertanian
mewakili pengelolaan keseluruhan proses produksi yang terdiri dari kegiatan
pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk yang diinginkan sampai ke
tangan konsumen (Marimin dan Maghfiroh 2010).
Rantai pasok produk pertanian berbeda dengan rantai pasok produk
manufaktur. Perbedaan yang mendasar antara rantai pasok produk pertanian
dengan rantai pasok lainnya adalah perubahan yang terus menerus pada kualitas
produk pertanian tersebut disepanjang rantai pasok secara keseluruhan (Nagurney
et al. 2013).
Van der Vorst (2007) membagi rantai pasok produk pertanian (bahan dasar
sayuran atau hewan) menjadi dua macam, yaitu:
1. Produk pertanian segar seperti sayuran segar, bunga, buah-buahan. Struktur
rantai pasok ini terdiri dari petani, pelelangan, pedagang perantara/grosir,
importir, dan eksportir, riteler/pedagang eceran, dan toko khusus yang menjual
produk tersebut. Proses yang terjadi dalam rantai ini: penanganan bahan,
mengkondisikan penyimpanan, pengemasan, transportasi, dan perdagangan.
2. Produk yang akan diproses (seperti daging, snack, jus, makanan pencuci mulut,
makanan kaleng). Pada rantai ini, produk pertanian digunakan sebagai bahan
baku pembuatan produk yang memiliki nilai tambah.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Neely et al. (2005) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai proses


mengkuantifikasi efisiensi dan efektifitas dari sebuah tindakan. Sedangkan sistem
pengukuran kinerja adalah sekumpulan metrik yang digunakan dalam
8

mengkuantifikasi efisiensi dan efektifitas dari sebuah aksi. Menurut Aramyan


(2007) pengukuran kinerja dalam rantai pasok adalah keseluruhan ukuran kinerja
yang didasarkan kepada kinerja dari tiap rantai disepanjang rantai pasokan.
Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja digunakan untuk:
1. Melakukan monitoring dan pengendalian.
2. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan.
3. Mengetahui posisi suatu organisasi/perusahaan relatif terhadap pesaing maupun
terhadap tujuan yang ingin dicapai.
4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
Pengukuran kinerja merupakan elemen yang penting dalam pengambilan
keputusan dalam merencanakan efektivitas kerja (Bhagwat dan Sharma 2007).
Sebuah organisasi atau perusahaan sebaiknya menerapkan satu jenis sistem
pengukuran yang paling sesuai dengan karakteristik organisasi atau perusahaan
(Chan 2003). Thakkar et al. (2009) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja rantai
pasok harus dimengerti oleh seluruh anggota rantai pasokan. Studi dan model
kinerja perusahaan harus dibuat agar tujuan dan achievement perusahaan dapat
terukur sehingga efektivitas dari strategi atau teknik yang dilakukan dapat
terlaksana.
Kinerja dari rantai pasok didefinisikan sebagai derajat/ tingkat sejauh mana
sebuah rantai pasok dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan stakeholder
mengenai indikator kunci kinerja di setiap titik. Tujuan dari pengukuran kinerja
adalah untuk mendukung tercapainya tujuan, mengevaluasi kinerja, dan
menentukan tindakan strategis, taktis dan operasional di masa depan. Untuk
mencapai tujuan, proses output harus diukur dan dibandingkan dengan ukuran
standard (Van der Vorst 2006).
Aramyan et al. (2006) menyampaikan beberapa metode yang dapat
digunakan dalam mengukur kinerja rantai pasok diantaranya model Supply Chain
Operation Reference (SCOR), Balanced Scorecards (BSC), Multi-Criteria
Analysis, Data Envelopment Analysis (DEA), Life Cycle Analysis, dan Activity
Based Costing (ABC). Fan et al. (2013) mengembangkan metode baru dalam
mengevaluasi kinerja yaitu 5DBSC yang merupakan pegembangan dari (Balanced
Scorecards) memiliki lima aspek indikator yang berbeda, 3 indikator kualitatif
dan 11 indikator kuantitatif. Metode-metode tersebut memiliki beberapa
keunggulan dan kekurangan seperti terlihat pada Tabel 4.
Menurut Melnyk et al. (2004), suatu sistem pengukuran kinerja biasanya
mengandung metrik individual, serangkaian metrik kinerja, dan sistem
pengukuran kinerja menyeluruh. Metrik adalah ukuran yang dapat diverifikasi,
diwujudkan dalam bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan
terhadap suatu titik acuan terentu. Metrik individual berada pada tingkat paling
bawah dengan cakupan paling sempit. Kumpulan dari beberapa metrik
membentuk metrik sets. Kumpulan ini diperlukan untuk memberikan informasi
kinerja suatu sub sistem. Gunasekaran et al. (2004) mengembangkan beberapa
metrik pengukuran kinerja SCM dalam kerangka kerja tertentu. Metrik
pengukuran kinerja dalam framework ini diklasifikasikan dalm tiga level, yaitu
level strategi, taktik dan operasional manajemen. Metrik juga dapat
diklasifikasikan antara aspek finansial dan nonfinansial.
9

Tabel 4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM (Aramyan 2006)
Metode-metode Kelebihan Kelemahan
Activity Based  Memberikan informasi finansial lebih banyak  Biaya pengumpulan data besar
Costing  Recognize perubahan perubahan biaya pada aktifitas  Sulit mengumpulkan data yang diinginkan
yang berbeda
Balanced Scorecard  Keseimbangan padangan tentang kinerja  Implementasi yang lengkap dapat bertahap
 Faktor-faktor finansial dan non-finansial
 Stategi pada manajemen puncak dan aksi pada
manajemen menengah terhubung dan lebih fokus.
Economic Value  Mempertimbangkan biaya modal  Perhitungan sulit
Added  Melihat kegiatan secara terpisah  Sulit untuk mengalokasikan EVA pada masing-
masing divisi
Multi Criteria  Pendekatan partisipasif dalam membuat keputusan  Informasi yang dibutuhkan untuk menurunkan
Analysis  Sesuai dengan masalah-masalh dimana nilai-nilai bobot sangat dipertimbangkan
moneter tidak tersedia  Kemungkinan mengenalkan boobot secara
implisit tidak dapat dijelaskan
Life-Cycle Analysis Memungkin untuk menilai biaya dan dampak lingkungan  Membutuhkan dukungan data yang intensif
yang berkaitan dengan siklus hidup produk atau proses  Selang kepercayaan dalam metodologi LCA
Data Envelopment  Mencakup input dan output  Membutuhkan dukungan data yang intensif
Analysis (DEA)  Menghasilkan informasi yang detail tentang efisiensi  Pendekatan deterministik
perusahaan
 Tidak memerlukan spesifikasi parametrik dari bentuk
fungsional
Supply Chain  Menilai kinerja keseluruhan dari rantai pasok  Tidak secara eksplisit menempatkan pelatihan,
Council’s SCOR  Pendekatan yang seimbang kualitas, teknologi informasi dan administrasi
Model  Kinerja rantai pasok dalam berbagai dimensi  Tidak menggambarkan setiap proses atau
kegiatan bisnis

9
10

Supply Chain Operation Reference (SCOR)

Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah suatu model referensi


proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai pasok (Supply Chain Council)
sebagai alat evaluasi kinerja manajemen rantai pasok (Supply Chain
Management). Sebagai alat evaluasi kinerja rantai pasok perusahaan, SCOR
dapat digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok perusahaan, meningkatkan
kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terkait di
dalamnya. Cakupan metode SCOR dimulai dari pemasoknya pemasok hingga ke
konsumennya konsumen (SCC 2010).
Kelebihan model SCOR sebagai Process Reference Model (PRM) adalah
kemampuannya untuk mengintegrasikan Business Process Reengineering (BPR),
benchmarking dan Best Practice Analyze (BPA) ke dalam kerangka kerja rantai
pasok. Saat ini model SCOR telah mencapai versi 11.0. Sebagai sebuah model
referensi, pada dasarnya model SCOR versi 11.0 terdiri dari empat pilar utama,
yaitu:
1. Performance (Kinerja)
Performance terdiri dari standar metrik yang menggambarkan proses kinerja
dan definisi strategis dari tujuan.
2. Processes (Proses)
Deskripsi standar dari tiap proses dalam manajemen rantai pasok
3. Practices (Praktik)
Praktik manajemen yang dapat menghasilkan kinerja proses terbaik.
4. People (Sumber Daya Manusia)
Definisi standar untuk berbagai kemampuan atau keterampilan yang
dibutuhkan untuk melakukan berbagai proses dalam rantai pasok.

Performance
Kinerja/ performa dari SCOR terdiri dari dua elemen yaitu atribut kinerja
dan metrik. Atribut kinerja adalah sekelompok metrik yang digunakan untuk
menyatakan strategi sedangkan metrik adalah standar dalam pengukuran kinerja
rantai pasok. Atribut ini tidak dapat diukur, tapi digunakan untuk membuat arahan
strategis. Atribut performa meliputi reliabilitas rantai pasokan, responsivitas rantai
pasokan, agility dalam rantai pasokan, biaya rantai pasokan, dan manajemen aset
rantai pasokan. Masing-masing atribut kinerja memiliki satu atau lebih metrik
level 1. Menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2003), umumnya perusahaan
menggunakan metrik level 1 sebagai dasar untuk menentukan strategi
pengembangan rantai pasok yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan
dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan
perusahaan (internal). Definisi dari masing-masing atribut kinerja dapat dilihat
pada Tabel 5.
Metrik level 1 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 2,
metrik level 2 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 3. Dengan
demikian, proses pengukuran performa rantai pasok diawali dengan mengukur
proses-proses pada level paling bawah (level 3) kemudian seterusnya hingga level
1.
11

Tabel 5 Atribut kinerja manajemen rantai pasok beserta metrik kinerja


Atribut
Definisi Metrik Level 1
Performa
Reliabilitas Kemampuan melakukan tugas-tugas Pemenuhan pesanan
rantai pasok seperti yang diharapkan misalnya sempurna
memenuhi pesanan pembeli dengan
produk, jumlah, waktu, kemasan,
kondisi, dan kualitas yang tepat.
Responsivitas Waktu (kecepatan) rantai pasok Waktu siklus
rantai pasok perusahaan dalam memenuhi pemenuhan pesanan
pesanan konsumen.
Agility Kemampuan merespon pengaruh luar,  Fleksibilitas rantai
(ketangkasan) kemampuan untuk merespon pasok atas
dalam rantai perubahan pasar untuk memelihara  Adaptabilitas rantai
pasok keuntungan kompetitif rantai pasok atas
pasokan.  Adaptabilitas rantai
pasok bawah
Biaya rantai Biaya yang berkaitan dengan Total biaya dalam
pasok pelaksanaan proses rantai pasokan. rantai pasok
Manajemen Kemampuan perusahaan dalam Waktu siklus kas
aset rantai mengefisien dan mengefektifkan Laba atas aset tetap
pasok penggunaan aset yang dimilikinya rantai pasok
sehingga kepuasan konsumen dapat Laba atas modal kerja
terpenuhi
Sumber : SCC 2012

Pada pengukuran performa rantai pasokan, dapat dilakukan dengan


menentukan target pencapaian perusahaan dan membandingkannya dengan
kondisi perusahaan saat ini. Penentuan target pencapaian tersebut dapat dilakukan
dengan proses benchmarking. Benchmarking merupakan proses membandingkan
kondisi perusahaan saat ini dengan kondisi perusahaan kompetitor yang paling
maju di bidangnya (best in class in performance) sehingga data pembanding yang
digunakan berasal dari perusahaan-perusahaan best in class. Jika data pembanding
dari kompetitor sulit diperoleh, maka data benchmark juga dapat diambil dari
target internal perusahaan yang hendak dicapai tanpa harus membandingkannya
dengan perusahaan lain.

Proses
Dengan menggunakan definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR,
maka elemen Process ini mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan
dan mendeskripsikan proses rantai pasok yang terjadi serta mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam model SCOR versi 11.0, proses-proses rantai pasok terebut
didefinisikan ke dalam enam proses yang terintegrasi, yaitu Plan (perencanaan),
Source (pengadaan), Make (produksi), Deliver (distribusi), Return
(pengembalian), dan Enable (tindakan). Definisi dari enam proses tersebut dapat
dilihat pada Tabel 6.
12

Tabel 6 Definisi proses dalam model SCOR


Proses SCOR Definisi
Plan Proses-proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan
secara menyeluruh yang bertujuan untuk mengembangkan
kebutuhan pengiriman, produksi dan pasokan secara optimal.
Source Proses-proses pembelian barang dan jasa yang bertujuan untuk
memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan
Make Proses tranformasi material menjadi produk akhir untuk
memenuhi permintaan aktual atau yang direncanakan
Deliver Proses-proses penyediaan produk jadi/jasa untuk memenuhi
permintaan aktual atau yang direncanakan, mencakup manajemen
pemesanan, manajemen transportasi dan distribusi
Return Proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembangan dan
penerimaan produk dengan kategori pengembalian produk dengan
berbagai alasan. Proses ini diperluas hingga ke layanan setelah
pengiriman kepada konsumen.
Enable Proses ini mendukung pelaksanaan proses PLAN, SOURCE,
MAKE, DELIVER and RETURN. Proses ENABLE berkaitan
dengan upaya mengatur setiap kegiatan proses agar berlangsung
secara terstruktur dan terkoordinir.

Praktik
Praktik atau dikenal dengan best practices, menyediakan sekumpulan
praktik industri untuk perusahaan yang bertujuan meningkatkan nilai atau
mencapai target perusahaan. Praktik ini merupakan cara yang khusus
mengkonfigurasikan proses atau sekumpulan proses. Model SCOR menyediakan
praktik-praktik atau praktek terbaik yang dapat diterapkan perusahaan sesuai
dengan karakteristik perusahaan tersebut. Praktik-praktik tersebut disusun oleh
para praktisioner dan para ahli dari berbagai kalangan industri.

People
Elemen people telah dikenalkan sebelumnya pada SCOR versi 10.0,
menyediakan standar yang mendeskripsikan keahlian yang diperlukan untuk
melakukan tugas dan mengelola proses. Keahlian yang dimaksud adalah keahlian
dalam mengelola rantai pasok secara spesifik. Keahlian yang harus dimiliki
dideskripsikan dalam definisi standar dan digabungkan dengan aspek lainnya
seperti bakat, pengalaman, pelatihan dan level kompetensi yang dimiliki.
Tahapan dalam pemodelan proses rantai pasok menggunakan SCOR adalah
sebagai berikut :
1. Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR model. Selain itu,
pada tahap ini juga ditetapkan target-target kinerja perusahaan untuk bersaing.
2. Level 2 merupakan tahap mendefinisikan arahan strategis perusahaan. Pada
level 2 ini kemampuan proses dalam rantai pasok perusahaan disusun (make to
stock, make to order).
3. Level 3 merupakan tahap penguraian proses-proses yang ada pada rantai pasok
menjadi unsur-unsur yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk
berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi unsur-unsur proses, masukan dan
keluaran dari informasi mengenai proses unsur, metrik-metrik dari kinerja
13

proses, praktik terbaik dan kapabilitas teknologi yang diperlukan untuk


mendukung praktik terbaik serta keahlian dari para staf.
4. Level 4 merupakan level yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan dalam
rantai pasok. Perusahaan mengimplementasikan proses dan praktik yang
terbaik untuk mencapai kinerja yang diinginkan.

Tahapan pemodelan proses rantai pasok menggunakan SCOR dapat dilihat


pada Gambar 3.

Gambar 3 Hirarki pemodelan proses SCOR (SCC 2012)

Konsep Fuzzy

Teori Fuzzy diperkenalkan pertama kali oleh Prof. L.A. Zadeh pada tahun
1965. Zadeh mendefinisikan teori fuzzy sebagai teknik ilmiah yang terbukti
mampu mengkonversi ukuran linguistik menjadi ukuran yang jelas/tegas
menggunakan keanggotaan fungsi. Kenggotaan fungsi menentukan batas kabur
diantara dua pengukuran seperti „cenderung‟ dan „mungkin‟(Nepal et al. 2010).
Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamis.
Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam
lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi
dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan
verbal (Marimin et al. 2013). Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalah
yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidakpastian dan
14

kebenaran parsial (Zadeh 1965). Penggunaan logika fuzzy menjadi sangat penting
dalam proses pengambilan keputusan karena skala linguistik dapat diadopsi dan
dipakai oleh para Decision Makers.
Kusumadewi dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa pada himpunan tegas
(crisp), nilai keanggotaan hanya ada dua kemungkinan, yaitu 0 atau 1, sedangkan
pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.
Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu linguistik dan numeris. Linguistik yaitu
penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan
menggunakan bahasa alami, seperti muda, parobaya, tua, dan lain-lain. Sedangkan
numeris adalah suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel
seperti 40, 25, 50 dst.
Fungsi keanggotaan merupakan fungsi yang memberikan derajat terhadap
sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus. Suatu fungsi
keanggotaan juga dirujuk sebagai fungsi penciri himpunan fuzzy yang
mendefinisikan suatu gugus fuzzy. Fungsi keanggotaan gugus fuzzy dapat berupa
sembarang bentuk seperti yang ditetapkan oleh pakar yang relevan. Salah satu
bentuk fungsi keanggotaan yang sering dipakai adalah Triangular Fuzzy Number
(TFN) (Marimin et al. 2013).
Dalam proses pengambilan keputusan, sering dihadapkan pada persoalan
adanya ketidakpastian dan ketidaklengkapan informasi. Oleh karena itu, telah
banyak teknik pengambilan keputusan yang dimodifikasi berbasis fuzzy (Marimin
et al. 2013). Beberapa studi yang menerapkan fuzzy dalam manajemen rantai
pasok (Supply Chain Management) diantaranya fuzzy AHP (Setiawan 2009), fuzzy
multi objektif programming (Wu et al. 2010), fuzzy FMEA (Nasution et al. 2014),
fuzzy c-means (Yin et al. 2013), fuzzy DEMATEL (Akyuz dan Celik 2015), fuzzy
pairwise comparison (Hakimi 2007), dan lain-lain.

Penelitian Terkait

Penelitian terhadap pengukuran kinerja rantai pasok produk pertanian telah


banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik, diantaranya Balanced
Scorecard (Feifi 2008, Mulyati et al. 2008, Fatahillah et al. 2010, Adinata 2013),
SCOR (Syafi 2009, Rofiq 2010), integrasi SCOR dan AHP (Luthfiana et al. 2012,
Hanugrani et al. 2013, Bukhori et al. 2014), integrasi SCOR dan Fuzzy AHP
(Perdana 2014), DEA (Fitriana 2010, Setiawan 2009, Amalia 2012), dan Sistem
dinamik (Dinata et al. 2014).
Penelitian sebelumnya mengenai rantai pasok bawang merah antara lain
dilakukan oleh Prihatiningsih (2007), Widodo dan Rembulan (2010), Wacana
(2011), dan Sukesi et al. (2014). Sedangkan penelitian mengenai perbaikan rantai
pasok bawang merah pernah dilakukan oleh Adiyoga et al. (2010). Adiyoga et al.
(2010) merumuskan upaya untuk memperbaiki rantai pasok bawang merah.
Penelitian mereka dilakukan di wilayah Nganjuk (Jawa Timur) dan Buleleng
(Bali). Penelitian yang dilakukan Adiyoga et al. menggunakan analisis deskriptif
dan analisis SWOT. Namun, penelitian tersebut tidak didasari atas pengukuran
kinerja rantai pasok.
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengukuran kinerja
rantai pasok bawang merah yang disertai dengan analisis kesenjangan antara
15

kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan dan analisis penyebab terjadinya
permasalahan dalam rantai pasok sehingga muncul rekomendasi dalam upaya
perbaikan kinerja rantai pasok bawang merah. Metode yang digunakan dalam
mengukur kinerja rantai pasok bawang merah adalah rating scale dan indikator
penilaiannya diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain Operations Reference).
Model SCOR digunakan dalam penelitian ini karena memiliki beberapa
keuntungan diantaranya: penilaian cepat, dapat dengan mudah mencari
kesenjangan kinerja, merancang dan mengoptimalkan jaringan rantai pasok secara
efisien, meningkatkan kendali operasional dari standar proses, manajemen
reporting dan struktur organisasi yang efisien, keselarasan antara keahlian
anggota rantai pasok dengan tujuan strategis (SCC 2010). Model SCOR juga
dapat diterapkan pada perusahaan dengan skala kecil, menengah maupun skala
besar (Thakkar et al. 2009). Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan


Metode
Metode Objek
Cakupan Pengukuran
No Peneliti Pengembangan penelitian
Kinerja
a b c d e f g h i j
1 Mutakin (2010) √ √ √
2 Rofiq (2010) √ √ √ √
3 Setiawan (2009) √ √ √ √
4 Dinata et al. (2014) √ √ √ √
5 Fan et al. (2013) √ √ √
6 Feifi (2008) √ √ √ √
7 Fatahillah et al. (2010) √ √ √
8 Adinata (2013) √ √ √
9 Mulyati et al. (2008) √ √ √
10 Adiyoga et al. (2010) √ √ √ √
11 Syafi 2009 √ √ √
12 Luthfiana et al.(2012) √ √ √
Penelitian yang akan
13 √ √ √ √ √
dilaksanakan

Keterangan :
Cakupan : a = Produk Manufaktur
b = Produk Pertanian
Metode pengukuran kinerja : c = SCOR
d = BSC
e = Metode lain
Strategi Pengembangan : f = Analisis SWOT
g = AHP
h = Lainnya
Objek Penelitian : i = Bawang merah
j = Lainnya
16

3 METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Sebagai komoditas unggulan nasional, pengusahaan bawang merah


seringkali menghadapi berbagai kendala sedangkan permintaan terhadap bawang
merah terjadi sepanjang waktu. Permintaan konsumen akan bawang merah ini
harus senantiasa terpenuhi agar target keuntungan pelaku usaha dapat tercapai.
Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah menjadi
sangat diperlukan.
Kabupaten Brebes sebagai penghasil bawang merah terbesar di Indonesia
merupakan lokasi yang sangat strategis untuk dilakukan pengkajian mengenai
upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah. Dalam rangka
merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah, diperlukan
kajian terlebih dahulu mengenai kondisi rantai pasok bawang merah. Pengkajian
kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes merujuk pada kerangka
pembahasan FSCN (Food Supply Chain Network) yang dikembangkan oleh Van
der Vorst (2006). Penggunaan kerangka pembahasan ini diharapkan dapat
memperjelas kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes. Setelah
diketahui kondisi rantai pasok bawang merah, hasilnya dapat dijadikan sebagai
input dalam melakukan pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah.
Pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah dilakukan dengan menggunakan
metode rating scale. Indikator penilaian kinerja (metrik) diadaptasi dari model
SCOR (Supply Chain Operations Reference). Untuk merumuskan upaya
peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah, dilakukan terlebih dahulu
analisis kesenjangan antara kinerja rantai pasok saat ini dengan kinerja rantai
pasok yang diharapkan dan analisis masalah rantai pasok bawang merah.
Selanjutnya, dirumuskan rekomendasi/upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 4.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Waktu


pelaksanaan penelitian yaitu bulan Mei 2015 hingga April 2016. Pengukuran
kinerja terhadap anggota rantai pasok bawang merah dilakukan pada musim
kemarau (in season) yaitu bulan Mei-September tahun 2015 dan musim hujan (off
season) yaitu pada bulan Oktober-April tahun 2016.

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah suatu cara pengumpulan data dengan


mengambil sampel yang mewakili populasi. Pertimbangan pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pemilihan responden untuk
menganalisis kondisi rantai pasok bawang merah dilakukan dengan teknik
snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran rantai pasok bawang merah di
lokasi penelitian berdasarkan informasi yang didapat dari anggota rantai pasok
17

sebelumnya dari tingkat pedagang besar sampai ke petani. Sedangkan penentuan


responden pada penilaian (pengukuran) kinerja rantai pasok bawang merah
menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti keragaman objek penelitian serta
keterbatasan dana, waktu, dan tenaga. Jumlah responden yang diambil sebagai
sampel pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah terdiri dari tiga orang
pedagang besar, tiga orang pedagang pengumpul, dan tiga orang petani.

Pengusahaan bawang merah banyak Permintaan terhadap bawang


menghadapi kendala merah terjadi sepanjang waktu

Pentingnya upaya peningkatan kinerja rantai pasok


bawang merah

Kajian mengenai peningkatan kinerja rantai pasok bawang


merah

Analisis kondisi rantai pasok bawang merah


(Analisis deskriptif)

Pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah :


1. Pemilihan metrik kinerja (Model SCOR)
2. Pembobotan metrik kinerja (Fuzzy pairwise comparison)
3. Perhitungan kinerja (rating scale)

Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok


1. Analisis kesenjangan
2. Analisis Masalah (root cause analisis)

Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok

Rencana aksi

Gambar 4 Kerangka pemikiran

Jenis dan Sumber Data

Data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 8.
18

18
Tabel 8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
No Tujuan Khusus Jenis data/ informasi Sumber data Metode pengumpulan data Alat analisis Output
1 Menganalisis kondisi Geografi dan Bps Kabupaten Wawancara mendalam Analisis Informasi
rantai pasok bawang demografi Brebes deskriptif mengenai kondisi
merah di Kabupaten dengan rantai pasok
Brebes Produksi dan Dinas Pertanian Wawancara mendalam kerangka bawang merah di
produktivitas bawang Tanaman Pangan pembahasan Kabupaten Brebes
merah dan Hortikultura FSCN (Food
Kabupaten Brebes Supply Chain
Network)
Struktur, manajemen, Pelaku usaha Kuisioner dan wawancara
proses bisnis dan bawang merah/ mendalam
sumber daya rantai anggota rantai
pasok bawang
merah
2 Mengukur kinerja rantai pasok bawang merah
a Menentukan Indikator penilaian Petani, pedagang Wawancara mendalam dan Model scor Terpilihnya
metrik kinerja kinerja anggota rantai pengumpul dan observasi indikator penilaian
pengukuran rantai pasok bawang merah pedagang besar (metrik) kinerja
pasok bawang yang sesuai dengan
merah kondisi
b Menentukan bobot Bobot metrik kinerja Petani, pedagang Kuisioner Fuzzy pairwise Melihat tingkat
metrik yang pengumpul dan comparison kepentingan metrik
terpilih pedagang besar
19

c Mengukur kinerja Nilai dari kinerja Petani, pedagang Kuisioner Rating scale Kinerja rantai
rantai pasok masing-masing pengumpul dan pasok bawang
bawang merah anggota rantai pasok pedagang besar merah dapat
bawang merah terukur

3 Merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah


a Menganalisis Nilai kinerja aktual Petani, pedagang Kuisioner Gap analysis Data dan informasi
kesenjangan antara pengumpul dan adanya
kondisi saat ini Nilai kinerja target pedagang besar kesenjangan
dengan kondisi
yang diharapkan
b Menganalisis Informasi mengenai Seluruh stakeholder Brainstorming, wawancara Root cause Diketahuinya
masalah penyebab terjadinya rantai pasok bawang pakar, dan observasi analysis faktor penyebab
masalah dalam rantai merah (diagram sebab terjadinya masalah
pasok bawang merah akibat)

c Menyusun Faktor penyebab Pakar dan sumber Studi literatur Analisis Rekomendasi
upaya/rekomendasi terjadinya masalah pustaka/literatur Wawancara pakar deskriptif Rencana aksi
dan rencana aksi

19
20

Metode Analisis Data

Analisis Kondisi Rantai Pasok Bawang Merah


Kondisi umum rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dianalisis
dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Kondisi rantai pasok bawang
merah dibahas secara deskriptif mengikuti kerangka pembahasan FSCN (Food
Supply Chain Network) yang dikembangkan oleh Van der Vorst (2006). Kerangka
pembahasan tersebut mencakup aspek struktur rantai, manajemen rantai, sumber
daya rantai, dan proses bisnis rantai (Gambar 5). Kuisioner yang digunakan untuk
mengetahui kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dapat dilihat
pada Lampiran 1.
1. Struktur rantai
Struktur rantai menjelaskan pelaku/aktor rantai pasok utama dan
peranannya, batasan-batasan dari jaringan rantai pasok, serta konfigurasi
kelembagaan (elemen) yang mendukung jalannya rantai pasok.

2. Manajemen rantai
Manajemen rantai menggambarkan koordinasi dan struktur manajemen
dalam pelaksanaan proses rantai oleh anggota rantai yang meliputi bentuk
kemitraan atau ikatan kontraktual, sistem transaksi, dan peranan pemerintah.

3. Sumber daya rantai


Sumber daya rantai menerangkan sumber daya yang dapat digunakan dalam
setiap proses pada setiap anggota rantai. Aspek sumber daya yang dibahas
meliputi aspek sumber daya fisik (infrastruktur), teknologi, dan sumber daya
manusia (SDM).

4. Proses bisnis
Proses bisnis merupakan aktivitas yang terukur dan terstruktur untuk
memproduksi output tertentu untuk pelanggan tertentu. Proses bisnis
menerangkan proses atau aktivitas yang terjadi di dalam rantai pasok bawang
merah seperti proses logistik (operasi/produksi dan distribusi) dan tingkat
integrasi dari proses dalam rantai pasok, aspek risiko, pengembangan produk,
serta permodalan.

5. Tujuan rantai
Sebuah rantai pasok yang dikelola dengan baik umumnya memiliki tujuan
yang jelas dan terarah. Tujuan rantai menjelaskan mengenai tujuan dilakukannya
proses rantai pasok bawang merah, dapat mencakup tujuan pasar maupun target/
objek dalam rantai pasok yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang
terlibat di dalamnya.
Sejauh mana rantai pasok bawang merah mewujudkan tujuannya dapat
dilihat dari performa rantai pasok. untuk mengetahui performa rantai maka
dilakukan pengukuran performa/kinerja rantai berdasarkan indikator kinerja yang
didasarkan pada kepuasan pelanggan.
21

Gambar 5 Kerangka pengembangan rantai pasok (Van der Vorst, 2006)

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah


1. Penentuan Metrik Kinerja
Salah satu tujuan penelitian ini yaitu mengukur kinerja rantai pasok bawang
merah. Kinerja rantai pasok dapat diukur dengan mengadaptasi dari model SCOR
(Supply Chain Operations Reference). Salah satu pilar dari SCOR yang akan
dianalisis dan berkaitan dengan tujuan penelitian ini adalah pilar performance
(kinerja).
Dalam pengukuran kinerja rantai pasok, digunakan standar/indikator
penilaian yang disebut dengan metrik. Sekelompok metrik yang digunakan untuk
mengekspresikan strategi perusahaan disebut atribut kinerja. Pengkodean metrik
telah diperkenalkan pada model SCOR versi 9.0. Tujuan dari pengkodean metrik
adalah untuk menyederhanakan identifikasi, serta menghilangkan kebingungan
dalam menduga hal yang sama tentang metrik dan terutama sekali
menguntungkan dalam benchmarking berdasarkan pada atribut kinerja metrik.
Bentuk dari kode dan nomor metriknya adalah XX.y.z, dimana XX = atribut
kinerja.
Nilai-nilai yang mungkin untuk XX adalah :
RL = Reliabilitas (Keandalan)
R = Responsivitas (Cepat Tanggap)
AG = Agility (Ketangkasan)
CO = Cost (Harga)
AM = Asset Management (Manajemen asset)
y = tingkat metrik
z = suatu nomor yang unik
Model SCOR mencakup 134 indikator atau metrik penilaian yang
mengukur performa proses rantai pasok (Paul 2014). Kumpulan metrik
berdasarkan atribut kinerja pada model SCOR 11.0 dapat dilihat pada Lampiran 2.
Metrik yang digunakan dalam mengukur kinerja rantai pasok bawang merah
diperoleh dari hasil observasi dan wawancara mendalam kepada stakeholder
terkait.
22

2. Pembobotan Metrik Kinerja


Dalam pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah, fuzzy pairwise
comparison digunakan untuk menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok. Nilai
bobot tersebut menggambarkan tingkat kepentingan metrik kinerja dalam rantai
pasok bawang merah. Proses pembobotan ini dilakukan dengan menggunakan
variabel linguistik dalam metode perbandingan berpasangan (pairwise
comparison). Pendekatan fuzzy pairwise comparison digunakan untuk
memperbaiki ketidakjelasan dan ketidakpastian yang muncul dalam memutuskan
tingkat kepentingan metrik kinerja rantai pasok bawang merah oleh para
pengambil keputusan. Penggunaan fuzzy bertujuan agar pengambil keputusan
merasa lebih yakin untuk memberi penilaian dalam bentuk rentang nilai daripada
penilaian dalam bentuk nilai tertentu.
Variabel linguistik yang digunakan dalam penilaian metrik kinerja rantai
pasok bawang merah yaitu :
Equal (E) : kedua elemen sama pentingnya
Weak (W) : elemen 1 sedikit lebih penting dari elemen 2
Strong (S) : elemen 1 jelas lebih penting dari elemen 2
Very Strong (VS) : elemen 1 sangat jelas lebih penting dari elemen 2
Absolutely (A) : elemen 1 mutlak lebih penting dari elemen 2
Setelah pembuatan variabel linguistik yang akan digunakan, langkah
selanjutnya yaitu dilakukan fuzzifikasi dan defuzzifikasi kemudian dihitung nilai
eigennya dengan cara manipulasi matriks (Hakimi 2007).

a. Fuzzifikasi
Fuzzifikasi pada penelitian ini menggunakan Triangular Fuzzy Number
(TFN). Bertitik tolak pada skala pairwise comparison, maka ditetapkan fungsi
keanggotaan TFN seperti pada Tabel 9.

Tabel 9 Definisi dan fungsi keanggotaan TFN


Fungsi keanggotaan
Nilai Keterangan Batas Batas Batas
bawah tengah atas
A-1 elemen 2 mutlak lebih penting dari elemen 1 1/9 1/9 1/7
VS-1 elemen 2 sangat jelas lebih penting dari 1/9 1/7 1/5
elemen 1
S-1 elemen 2 jelas lebih penting dari elemen 1 1/7 1/5 1/3
W-1 elemen 2 sedikit lebih penting dari elemen 1 1/5 1/3 1
E kedua elemen sama pentingnya 1/3 1 3
W elemen 1 sedikit lebih penting dari elemen 2 1 3 5
S elemen 1 jelas lebih penting dari elemen 2 3 5 7
VS elemen 1 sangat jelas lebih penting dari 5 7 9
elemen 2
A elemen 1 mutlak lebih penting dari elemen 2 7 9 9

b. Agregasi Pakar
Agregasi pakar merupakan penggabungan pendapat dari para pakar.
Penggabungan pendapat beberapa orang ahli atau pakar dapat dilakukan dengan
rata-rata geometrik (Marimin 2004). Agregasi pakar ini dilakukan dengan cara
23

n
BB 
i 1
menghitung nilai rata-rata geometrik dari nilai batas bawah,
n
x bbi
batas tengah dan
batas atas dari masing-masing pakar untuk mendapatkan nnilai batas bawah, batas
x
n
BB 
tengah dan batas atas gabungannpakar. x
i 1
BT  yang
Adapun rumus
bbi
n digunakan
bti
i 1
adalah:

x
n n
BB  n
x
i 1
bbi
BT  n
x
i 1
bti
BA  n
i 1
bai

n n
BT  n : bti
Keterangan x BA  n x
bai
i 1
BB = rata-rata geometrik batasi bawah
1

x
BT = rata-rata geometrik batas tengah
BA  n bai
BA = rata-rata
i 1 geometrik batas atas
xbbi = nilai batas bawah dari hasil penilaian oleh pakar ke-i
x bti
= nilai batas tengah dari hasil penilaian oleh pakar ke-i
x bai
= nilai batas atas dari hasil penilaian oleh pakar ke-i
n = jumlah pakar
i = pakar ke- 1,2,3,… dst.

c. Defuzzifikasi
Defuzzifikasi dilakukan dengan rata-rata geometrik karena proses agregasi
pakar juga menggunakan rata-rata geometrik. Tujuan dari defuzzifikasi ini adalah
untuk memperoleh nilai tunggal (crisp) dari penilaian yang telah dilakukan oleh
para pakar. Hasil proses defuzzifikasi ini berupa matriks awal hasil penilaian.
Adapun rumus yang digunakan adalah :

Ncrisp  3 BB  BT  BA
d. Penghitungan nilai eigen
Perhitungan nilai eigen dilakukan dengan manipulasi matriks, berikut
tahapannya : 1) melakukan perkalian kuadrat terhadap matriks awal hasil
penilaian, 2) menghitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian melakukan
normalisasi, 3) menghentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua
perhitungan berturut-turut lebih kecil dari 0.0009. Kuisioner yang digunakan
untuk menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok bawang merah dapat dilihat
pada Lampiran 3.

3. Perhitungan Kinerja
Bobot masing-masing metrik yang diperoleh dari metode fuzzy pairwise
comparison digunakan dalam perhitungan kinerja rantai pasok bawang merah.
Perhitungan total kinerja rantai pasok bawang merah dilakukan dengan
menghitung nilai metrik kinerja dari level terendah, yaitu level tiga. Nilai metrik
level tiga diperoleh dari hasil penilaian dengan menggunakan metode rating scale
(skala bertingkat). Rating scale merupakan alat ukur observasi yang berisi daftar
pertanyaan dalam bentuk skala penilaian. Penggunaan metode ini dimaksudkan
dengan tujuan, diantaranya 1) mengatasi keterbatasan responden dalam
menyampaikan data/informasi, dan 2) untuk melakukan normalisasi data yang
beragam. Skala penilaian yang digunakan pada pengukuran kinerja rantai pasok
24

bawang merah dapat dilihat pada Tabel 10 sedangkan kuisioner yang digunakan
untuk menilai kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dapat
dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 10 Skala penilaian metrik kinerja pada atribut kinerja rantai pasok bawang
merah
Skor Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Sangat Sangat
1 Buruk Sangat lama Sangat kurang
kurang lama
2 Kurang Lama Kurang Kurang Lama
3 Cukup Sedang Cukup Cukup Sedang
4 Baik Cepat Fleksibel Efisien Cepat
Sangat Sangat Sangat Sangat
5 Sangat cepat
baik fleksibel efisien cepat

Setelah diperoleh nilai metrik level tiga, dilakukan perhitungan metrik level
dua dan level satu. Nilai metrik level dua dan metrik level tiga, dihitung dengan
menggunakan rumus berikut (modifikasi dari Arin et al. 2013) :
n
M   (M  bobotM ) ………………………1)
2 3 3
i 1
m
M   ( M  bobotM ) ……………………...2)
1 2 2
i 1
p
Total   (M  bobotM ) ……….…………………3)
1 1
i 1
Keterangan :
M = metrik level 3 n = metrik level 3 yang terdapat pada metrik level 2
3
M = metrik level 2 m = metrik level 2 yang terdapat pada metrik level 1
2
M = metrik level 1 p = jumlah metrik level 1
1

Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah


Dalam merumuskan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah
dilakukan analisis yang mendalam dengan menggunakan beberapa langkah
sebagai berikut:
1. Analisis kesenjangan (gap analysis)
Analisis kesenjangan dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu 1)
identifikasi kondisi rantai pasok bawang merah saat ini, 2) penentuan target yang
diharapkan, 3) penyebaran kuisioner atau wawancara terfokus, dan 4) analisis data
dengan menggunakan analisis deskriptif. Nilai kesenjangan diperoleh dari
menghitung selisih antara nilai kinerja existing dengan nilai kinerja target.
Sedangkan rasio antara nilai kinerja existing dengan nilai kinerja target disebut
tingkat kesesuaian. Rumus dapat dituliskan sebagai berikut:
Gap = xi – yi
25

Tki
Keterangan:
Tki = tingkat kesesuaian
xi = nilai kinerja existing
yi = nilai kinerja target

2. Analisis masalah rantai pasok bawang merah


Hasil dari analisis kesenjangan adalah adanya kesenjangan antara kondisi
yang terjadi saat ini dengan kondisi yang diharapkan. Penyimpanan yang terjadi
antara performansi aktual dan performansi yang diharapkan (sasaran/target)
disebut masalah (Nasution 2004). Untuk memahami terjadinya suatu masalah dan
agar langkah-langkah ke arah perbaikan dapat berjalan efektif dan efisien, maka
digunakan metode Root Cause Analysis (RCA). RCA merupakan proses
identifikasi faktor penyebab dengan menggunakan teknik yang dirancang
berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah. Teknik RCA yang digunakan
dalam memecahkan masalah pada penelitian ini adalah diagram sebab akibat.
Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis suatu proses atau
situasi dan menemukan kemungkinan penyebab suatu persoalan atau masalah
yang sedang terjadi. Diagram sebab akibat terdiri dari dua sisi. Akibat atau bisa
juga kondisi yang diharapkan, diletakkan pada sisi sebelah kanan. Sementara pada
sisi kiri adalah daftar penyebab munculnya masalah tersebut. Langkah pertama
dalam membuat diagram sebab akibat adalah menentukan akibat dari problem
yang ada. Selanjutnya mencari penyebab munculnya permasalahan tersebut.
Proses dalam menganalisis masalah dilakukan dengan brainstorming dan
wawancara mendalam.

3. Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah


Upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah dirumuskan dengan
melakukan 1) analisis kesenjangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang
diharapkan, 2) analisis masalah dengan metode Root Cause Analysis (RCA), dan
3) penyusunan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah yang di
breakdown dari analisis kesenjangan dan masalah.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Aspek Geografi dan Demografi


Kabupaten Brebes terletak di sepanjang pantai utara Laut Jawa merupakan
salah satu kabupaten yang terletak di bagian barat Provinsi Jawa Tengah,
memanjang ke selatan berbatasan dengan wilayah Karasidenan Banyumas.
Sebelah timur berbatasan dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, serta sebelah
barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Secara astronomis, Kabupaten
Brebes terletak antara 6°44‟– 7°21‟ Lintang Selatan dan antara 108°41‟ – 109°11‟
Bujur Timur. Kabupaten Brebes mempunyai luas wilayah sekitar 1 662.96 Km2,
26

terbagi atas 17 kecamatan dan 297 desa/kelurahan yang membentang dari ujung
selatan hingga ujung utara Pulau Jawa. Peta lokasi Kabupaten Brebes dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Pada Tahun 2014, luas lahan sawah sebesar 627.03 Km2 (37.70%).
Sebagian besar luas lahan sawah merupakan sawah berpengairan 46.087 Ha
(73.50%), baik merupakan irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana
maupun irigasi desa, sedangkan sisanya (26.50%) merupakan sawah tadah hujan.
Rata-rata curah hujan di Kabupaten Brebes pada tahun 2013 sebesar 1 945
mm, rata-rata curah hujan per bulan 162 mm sedangkan rata-rata jumlah hari
hujan adalah 10 hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Paguyangan
sebesar 2 992 mm, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak adalah 189 hari terjadi
di Kecamatan Bumiayu.
Wilayah Kabupaten Brebes dilintasi 22 sungai dan dua waduk, yaitu Waduk
Malahayu seluas 925 Ha dan Waduk Penjalin seluas 125 Ha. Sungai terbesar yang
melintasi Kabupaten Brebes adalah Sungai Pemali yang membujur sepanjang
wilayah Kecamatan Bumiayu, Bantarkawung, Larangan, Jatibarang, Songgom dan
Brebes.
Jumlah penduduk Kabupaten Brebes pada Tahun 2014 adalah 1 773 739
jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 891 214 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebesar 822 165 jiwa. Dengan demikian sex ratio di
Kabupaten Brebes sebesar 101 yang berarti setiap 100 penduduk perempuan
terdapat 101 penduduk laki-laki. Kabupaten Brebes memiliki tingkat kepadatan
penduduk sebesar 1 066 jiwa/Km2 dan pertumbuhan penduduk pada tahun 2014
sebesar 0.49% sedangkan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 0.29%.
Selama tiga tahun terakhir (tahun 2012-2014) Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) mengalami fluktuasi, yaitu 8.20% pada tahun 2012, 9.54% pada
tahun 2013 dan 9.53% pada tahun 2014. Keadaan ini mengindikasikan bahwa
ketersediaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Brebes belum mampu menyerap
tenaga kerja secara optimal. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Brebes
bekerja pada sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan kondisi wilayah Kabupaten
Brebes yang secara agraris merupakan daerah potensial pertanian. Penduduk yang
bekerja pada sektor pertanian mencapai 43.69%, disusul pada sektor perdagangan
(25.85%), sektor jasa-jasa (9.92%), sektor konstruksi (8.07%), sektor transportasi
(5.27%), dan sektor industri (5.21%).
Dalam bidang pendidikan, selama tiga tahun terakhir (2012-2014), rata-rata
lama sekolah adalah tetap yaitu 6.07 tahun. Hal ini berarti bahwa sebagian besar
penduduk berumur 10 tahun ke atas telah menamatkan pendidikan pada jenjang
pendidikan sekolah dasar. Pada tahun 2014 jumlah penduduk umur 10 tahun ke
atas yang tamat SD/Sederajat sebesar 645 054, tidak tamat SD/tidak memiliki
ijazah SD sebanyak 452 117, tamat SMP/Sederajat sebanyak 208 282, tamat
SMA/Sederajat sebesar 119 740, dan tamat Diploma/Sarjana sebesar 34 239.
IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Kabupaten Brebes pada tahun 2014
sebesar 69.85. IPM merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan
suatu wilayah. Semakin tinggi angka IPM mengindikasikan semakin baik tingkat
keberhasilan pembangunan wilayahnya, demikian pula sebaliknya. Selain IPM,
Kabupaten Brebes juga memiliki nilai UMK (Upah Minimum Kabupaten) yang
sangat rendah yaitu Rp 859 000,- (BPS Kabupaten Brebes 2015).
27

Produksi dan produktivitas bawang merah


Tanaman bawang merah sangat potensial dibudidayakan di Kabupaten
Brebes, terutama di wilayah bagian utara. Banyaknya petani yang
membudidayakan bawang merah menjadikan komoditas ini sebagai komoditas
unggulan di Kabupaten Brebes. Areal penanaman bawang merah di Kabupaten
Brebes tersebar di 11 kecamatan, yaitu Kecamatan Brebes, Wanasari, Bulakamba,
Kersana, Tanjung, Losari, Banjarharjo, Ketanggungan, Larangan, Songgom, dan
Jatibarang. Areal penanaman tersebut memiliki ketinggian dibawah 23 mdpl dan
memiliki jenis tanah alluvial.
Perkembangan produksi dan produktivitas bawang merah di Indonesia pada
tahun 2011-2014 cenderung fluktuatif. Kecenderungan fluktuasi produktivitas
bawang merah di Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Gambar 6 sedangkan data
perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas bawang merah di
Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten


Brebes
Tahun Produksi (Kw) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha)
2011 2 988 618 25 448 117.44
2012 2 629 050 23 131 113.66
2013 3 012 970 24 910 120.95
2014 3 614 637 30 954 116.77
2015 2 661 490 23 428 113.60
Sumber : Data diolah

Gambar 6 Grafik produktivitas bawang merah Kabupaten Brebes Tahun


2011-2015

Gambar 6 memperlihatkan produktivitas bawang merah mengalami


fluktuasi sepanjang tahun baik dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Produktivitas
28

terendah umumnya terjadi pada bulan Maret sedangkan tertinggi umumnya terjadi
pada bulan Juli. Pada tahun 2011-2015 produktivitas bawang merah di Kabupaten
Brebes mencapai 113.60-120.95 Kw/Ha. Produktivitas tertinggi terjadi pada bulan
Nopember 2012 yang mencapai 141.72 Kw/Ha sedangkan produktivitas terrendah
terjadi pada bulan September 2011 yaitu 66.43 Kw/Ha. Usaha budidaya bawang
merah yang dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dapat
menghasilkan produktivitas yang tinggi hingga 100-200 Kw/Ha.

Analisis Kondisi Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes

Struktur Rantai
1. Anggota rantai dan peranannya
Pelaku utama dalam rantai pasok komoditas bawang merah sering disebut
dengan istilah anggota rantai. Anggota rantai pasok bawang merah utama (primer)
yang terdapat di Kabupaten Brebes terdiri dari petani, pedagang pengumpul,
pedagang besar, dan pedagang pengecer lokal atau pedagang pasar tradisional
lokal.

a. Petani
Petani merupakan salah satu anggota rantai pasok yang berperan sebagai
penyedia utama bawang merah. Berdasarkan luas lahan yang dimiliki, petani
dibagi menjadi tiga kategori yaitu kecil, menengah dan besar. Petani yang
termasuk kategori kecil hanya memiliki luas lahan dibawah 0.5 Ha. Petani
menengah memiliki lahan yang berkisar antara 0.5-5 Ha, sedangkan petani besar
memiliki luas lahan budidaya diatas 5 Ha.
Petani menjual bawang merah sebanyak 60-70% dari hasil panen. Sisanya
dialokasikan untuk bibit, disimpan untuk kemudian dijual pada saat harga tinggi
dan untuk konsumsi pribadi. Petani umumnya menjual hasil panennya kepada
penebas (pedagang pengumpul) yang mendatangi mereka. Menurut survey yang
telah dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Brebes (2010), sebanyak 95.11% petani menjual bawang merah ke
penebas ataupun calo (pedagang pengumpul) sedangkan sisanya dijual ke
pedagang pasar tradisional lokal atau pedagang pengecer dan pedagang besar
lokal Brebes. Beberapa petani menengah ke atas menjual hasil panennya ke
Pedagang besar Brebes. Besarnya jumlah petani yang menjual kepada pedagang
pengumpul (penebas atau calo) disebabkan adanya 1) asas saling percaya dan
telah berlangsung sejak lama, 2) tidak memiliki gudang penyimpanan, 3) cara
yang praktis dan cepat dalam mendapatkan uang, serta 4) adanya rasa keterikatan
dengan para penebas (pedagang pengumpul) yang sering meminjamkan modal
kepada petani.

b. Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul adalah pedagang yang mengumpulkan atau membeli
bawang merah dari petani produsen dan kemudian memasarkannya kembali
kepada pedagang lain. Dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes,
lembaga pemasaran yang termasuk tingkat pedagang pengumpul dibedakan
menjadi dua macam, yaitu pedagang pengumpul tingkat desa dan pedagang
29

pengumpul tingkat kecamatan/kabupaten. Lembaga pemasaran yang tergolong ke


dalam pedagang pengumpul tingkat desa adalah calo. Sesuai dengan namanya,
istilah calo menggambarkan orang yang berperan dalam mencari informasi
tanaman bawang merah siap panen. Informasi tersebut berguna untuk pedagang
pengumpul tingkat kecamatan/ kabupaten dan pedagang besar yang akan membeli
bawang merah. Calo juga berperan dalam mencarikan pembeli/pedagang yang
akan membeli bawang merah hasil panen dari petani.
Calo memiliki modal terbatas bahkan tanpa modal sehingga kemampuan
membeli bawang merah dari petani rendah. Calo mengandalkan kemampuan
menggali informasi dari petani mengenai kondisi bawang merah yang mereka
tanam. Dalam hal kekuatan relasi, calo memiliki kemampuan terbatas dalam
membangun relasi dengan petani atau pedagang tertentu. Namun, keberadaan calo
juga sedikit membantu petani. Menurut Mayrowani dan Darwis (2009)
keberadaan calo dalam perdagangan bawang merah memberikan jaminan
keamanan bagi petani dalam memasarkan bawangnya. Calo membawa contoh
(sampel) bawang merah milik petani yang akan dijual ke calon pembeli di sebuah
pasar. Setelah terjadi transaksi dengan pembeli, bawang merah yang akan dibeli
diambil di lahan atau gudang milik petani.
Lembaga pemasaran yang tergolong ke dalam pedagang pengumpul tingkat
kecamatan/kabupaten dibagi menjadi dua golongan yaitu pedagang kecil dan
pedagang menengah. Pedagang pengumpul tingkat kecamatan/kabupaten berperan
sebagai pengumpul (gatherer), pembeli (buyer), pedagang (trader), pemasaran
(marketer) bawang merah dan kadang sebagai kreditor sekaligus. Masyarakat
Brebes, lebih mengenal pedagang pengumpul tingkat kecamatan/kabupaten
dengan istilah penebas. Hal ini karena mayoritas pedagang pengumpul tingkat
kecamatan/kabupaten membeli bawang merah pada petani dengan sistem tebasan.
Berbagai sistem mereka gunakan dalam membeli komoditas bawang merah, baik
dengan cara membeli sebelum panen maupun sesudah panen. Tidak sedikit
penebas yang merangkap sebagai petani produktif sekaligus memiliki kemampuan
kewirausahaan dan insting bisnis yang lebih baik dibandingkan petani. Istilah
penebas hampir mirip dengan tengkulak. Tengkulak kadang berkonotasi negatif
karena kemampuannya dalam menekan petani dalam hal menentukan harga
komoditas, sedangkan penebas tidak memiliki kemampuan tersebut.
Berdasarkan jumlah modal yang dimiliki untuk membeli bawang merah,
penebas dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kecil, menengah dan besar. Penebas
kecil (pedagang kecil) memiliki dana dibawah 50 juta, sedangkan penebas
menengah dan besar memiliki dana diatas 50 juta. Penebas mampu meminjamkan
modal kepada petani untuk menunjang kegiatan budidaya bawang merah.
Pendekatan secara personal dengan petani dilakukan juga oleh penebas sehingga
terjadi keterikatan antara petani dengan penebas. Petani tidak mempunyai pilihan
lain dalam menjual bawang merah selain ke para penebas.
Dalam hal kekuatan relasi, penebas memiliki kemampuan dalam
membangun relasi dengan petani atau pedagang lain baik dalam maupun luar
Brebes. Dengan kekuatan modal dan membangun relasi tersebut, penebas
(pedagang pengumpul tingkat kecamatan/kabupaten) mampu memasarkan
bawang merah ke beberapa tujuan diantaranya:
30

Pedagang besar lokal Brebes


Pedagang besar pasar induk
Pedagang distributor daerah
Prosesor (industri olahan bawang merah)
Pedagang pasar tradisional lokal Brebes (pengecer)
Dalam mengirim bawang merah ke pasar induk atau luar Jawa, pedagang
pengumpul yang memiliki modal cukup besar dapat mengirimnya sendiri
sedangkan pedagang pengumpul yang memiliki modal sedikit dapat bergabung
dengan pedagang lainnya. Pengiriman tersebut dilakukan dengan melibatkan kurir
(jasa antar barang) dan jasa angkutan (ekspedisi). Kurir mendapatkan upah sekitar
Rp 100,- per Kg bawang merah sedangkan jasa ekspedisi mendapat bayaran
sekitar Rp 200-400,- per Kg tergantung harga bawang merah saat itu.

c. Pedagang Besar Brebes


Pedagang besar memiliki peran yang hampir sama dengan pedagang
pengumpul yaitu sebagai pembeli, pemroses dan penjual bawang merah. Hal yang
membedakan pedagang besar dengan pedagang pengumpul adalah kepemilikan
modal. Pedagang besar di Brebes didefinisikan sebagai pedagang yang memiliki
modal besar untuk membeli bawang merah (diatas 1 milyar), umumnya memiliki
lapak penjemuran sendiri serta memiliki kapasitas gudang penyimpanan lebih dari
1000 ton.
Dalam hal kekuatan relasi, pedagang besar memiliki hubungan yang baik
dengan berbagai pelaku perdagangan baik dalam maupun luar negeri (eksportir
dan importir) sehingga dapat memasarkan bawang merah ke beberapa tujuan
diantaranya:
Pedagang antar pulau
Pedagang besar pasar induk
Eksportir

d. Pedagang pengecer
Pedagang pengecer lokal adalah pedagang yang berperan memasarkan
bawang merah kepada konsumen rumah tangga secara langsung dan berada di
wilayah Kabupaten Brebes. Umumnya pedagang pengecer lokal menjual bawang
merah di pasar-pasar tradisional atau kios-kios pribadi. Pedagang pengecer
umumnya memiliki kemampuan membeli bawang sekitar 5-10 Kg/hari. Dalam
melakukan kegiatan pembelian, pedagang pengecer lokal membeli bawang merah
dari pedagang pengumpul.
Dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes, pihak yang
termasuk ke dalam anggota sekunder diantaranya penyedia jasa transportasi, jasa
tenaga buruh untuk pembersihan, sortasi dan grading, produsen kemasan, dan
produsen saprotan (sarana produksi pertanian). Penyedia jasa transportasi
berperan dalam menyediakan alat transportasi maupun buruh angkutnya untuk
mengangkut bawang merah dari satu anggota ke anggota rantai pasok lainnya.
Secara ringkas, anggota rantai pasok bawang merah utama dan peranannya
dapat dilihat pada Tabel 12.
31

Tabel 12 Peran anggota rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes


Tingkatan Anggota Kemampuan Tujuan pasar Peran
Produsen Petani  Modal  Pedagang  Produksi
terbatas pengumpul bawang
 Pedagang merah
besar Brebes
Pedagang Pedagang pengumpul tingkat desa
pengumpul  Calo  Modal sangat  Pedagang  Pemasaran
kecil bahkan pengumpul  Distribusi
tanpa modal (penebas)
 Pedagang
besar
Pedagang pengumpul tingkat Kecamatan/ Kabupaten
 Penebas/  Modal relatif  Pedagang
pedagang kecil (<50 besar pasar
kecil juta) induk
 Pedagang
distributor
 Pemasaran
dalam dan luar
 Pemroses
daerah
 Distribusi
 Penebas/  Modal cukup  Pedagang
pedagang besar (>50 besar pasar  Peminjaman
menengah juta) induk modal
kepada
dan besar  Pedagang antar
petani
pulau
 Pedagang
distributor
dalam dan luar
daerah
Pedagang Pedagang  Modal sangat  Ekspor  Pemasaran
besar besar lokal besar (>1  Pedagang antar  Pemroses
Brebes Milyar) pulau  Distribusi
 Pedagang  Peminjaman
besar pasar modal
induk kepada
petani
Pedagang  Pedagang  Kemampuan  Konsumen a. Pemasaran
pengecer pasar membeli Rumah tangga
tradisional bawang di Brebes
 Pedagang umumnya 5-
kios/ 10 Kg/hari
warung

Produsen ataupun distributor saprotan berhubungan dengan petani dalam


menyediakan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, dan
peralatan pertanian. Sedangkan penyedia jasa tenaga buruh berhubungan dengan
pedagang besar dalam menyediakan tenaga buruh. Tenaga buruh ini memiliki
keahlian khusus dalam melakukan pembersihan, sortasi dan grading. Umumnya
berasal dari wilayah Brebes dan ada juga yang didatangkan dari Cirebon. Selain
32

menggunakan pihak penyedia jasa tenaga buruh, pedagang besar juga


bekerjasama dengan produsen kemasan. Kemasan digunakan untuk membungkus
bawang merah yang bertujuan agar selama pengiriman, pengangkutan maupun
penyimpanan tidak mengalami kerusakan.

2. Pola Aliran dalam Rantai Pasok


a. Aliran komoditas
Berdasarkan analisis dari penjelasan di atas mengenai anggota rantai pasok
beserta peranan dan aktivitasnya, maka dapat dibuat struktur rantai pasok bawang
merah di Kabupaten Brebes yang menggambarkan aliran komoditas, informasi
dan finansial. Struktur rantai pasok bawang merah yang ditemukan di Kabupaten
Brebes dengan berbagai tujuan pasar dapat dilihat pada Gambar 7.

Pedagang besar Pedagang pasar


pasar induk induk

Pedagang Pedagang pasar


Petani Pedagang besar Eksportir
pengumpul tradisional

Pedagang antar
pulau
Pengecer
Pengecer/
pedagang pasar Pedagang
lokal distributor daerah
Konsumen

IKM olahan Industri


Konsumen lokal Pengolahan
bawang merah
Makanan

BREBES LUAR BREBES

Keterangan:

Aliran barang
Aliran informasi
Aliran uang

Gambar 7 Struktur rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Brebes dengan
berbagai tujuan pasar

Struktur rantai pasok pada Gambar 7 menggambarkan aliran komoditas


bawang merah secara umum dari petani hingga konsumen akhir. Struktur rantai
pasok tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa pola atau saluran dari aliran
komoditas bawang merah, yaitu:
Saluran 1 : Petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang
besar pasar induk – pedagang pasar induk – pedagang pasar
tradisional – pengecer – konsumen
Saluran 2 : Petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – eksportir

Saluran 3 : Petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang


antar pulau – pedagang pasar tradisional – pengecer –
konsumen
33

Saluran 4 : Petani – pedagang pengumpul – pedagang antar pulau –


pedagang pasar tradisional – pengecer – konsumen
Saluran 5 : Petani – pedagang pengumpul – pedagang besar pasar induk –
pedagang pasar induk – pedagang pasar tradisional – pengecer
– konsumen
6 : Petani – pedagang pengumpul – pedagang distributor daerah –
pedagang pasar tradisional – pengecer – konsumen
Saluran 7 : Petani – pedagang pengumpul – industri pengolahan makanan
Saluran 8 : Petani – pedagang pengumpul – IKM olahan bawang merah
Saluran 9 : Petani – pedagang pengumpul – pedagang pasar
lokal/pengecer – konsumen lokal
Saluran 10 : Petani – pedagang besar – pedagang besar pasar induk –
pedagang pasar induk – pedagang pasar tradisional – pengecer
– konsumen
Saluran 11 : Petani – pedagang besar – eksportir
Saluran 12 : Petani – pedagang besar – pedagang antar pulau – pedagang
pasar tradisional – pengecer – konsumen

Produk yang dialirkan dalam rantai pasok ini adalah umbi bawang merah
konsumsi. Aliran komoditas bawang merah diawali oleh petani bawang merah.
Bawang merah yang dihasilkan petani kemudian dialirkan ke lembaga pemasaran
seperti pedagang pengumpul, pedagang besar Brebes, pedagang di luar Brebes
hingga ke konsumen akhir. Selain dialirkan ke lembaga pemasaran, bawang
merah dialirkan ke prosesor yaitu industri olahan bawang merah termasuk industri
makanan.
Bawang merah dengan tujuan pasar induk, diterima oleh pedagang besar
pasar induk. Pedagang besar pasar induk berperan sebagai agen atau distributor
pasar induk dan masyarakat menyebutnya dengan istilah Bandar sedangkan
pedagang distributor di berbagai daerah (Jawa) disebut sebagai distributor daerah.
Agen/distributor bawang merah di pasar induk berjumlah sekitar 11 orang. Dari
agen tersebut, bawang merah selanjutnya dijual kepada pedagang-pedagang di
pasar induk.
Bawang merah yang ada di pasar induk atau di kota-kota besar, selanjutnya
didistribusikan kepada pedagang lainnya (distributor daerah). Pedagang tersebut
memasarkannya ke pedagang pasar tradisional ataupun di kios/warung milik
pribadi. Dari pedagang tradisional tersebut, bawang merah kemudian dijual ke
pedagang pengecer (pedagang kecil) dan didistribusikan ke berbagai pelosok
daerah atau pedesaan.
Dalam melakukan aktivitas penjualan bawang merah, petani dan anggota
rantai pasok lainnya dapat mengalami lebih dari satu saluran pasokan di atas.

b. Aliran informasi
Dalam rantai pasok bawang merah, aliran informasi yang sangat penting
diantaranya adalah informasi mengenai harga bawang merah di pasaran. Harga
bawang merah yang cenderung fluktuatif membuat pelaku pasar harus terus
mendapatkan informasi terbaru mengenai harga agar tidak dirugikan dalam
transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pelaku pasar lain. Berdasarkan arah
alirannya, penyebaran informasi dalam sistem rantai pasok bawang merah
34

dibedakan menjadi dua, yaitu penyebaran informasi secara vertikal dan horizontal.
Penyebaran informasi secara vertikal terjadi antar anggota rantai yang berbeda
tingkatannya, sedangkan penyebaran informasi secara horizontal terjadi diantara
anggota rantai yang berada pada tingkat yang sama.
Terbatasnya ketersediaan informasi pasar menyebabkan petani dan
pedagang memperoleh informasi satu sama lain dari anggota rantai pasok lainnya.
Petani memperoleh informasi mengenai harga bawang merah dari sesama petani,
pedagang, dan media elektronik seperti televisi, radio, dan lain-lain. Pedagang
pengumpul juga mendapatkan informasi harga bawang merah dari sesama
pedagang pengumpul, petani, dan pedagang lainnya. Sedangkan pedagang besar
mendapatkan informasi mengenai harga bawang merah dari sesama pedagang
besar lain, pedagang pasar lokal, pedagang daerah tujuan penjualan, dan harga
yang terbentuk di pasar induk. Pedagang pengecer mendapatkan informasi
mengenai harga bawang merah dari harga yang terbentuk di pasar ataupun dari
pedagang lainnya.
Aliran informasi dari mulut ke mulut ini memberikan risiko yang tinggi
seperti miskomunikasi, persaingan negatif, dan penipuan informasi yang
menyebabkan biaya transaksi atau harga bawang merah menjadi lebih tinggi
dibandingkan yang sebenarnya. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya rasa
ketidakpercayaan (distrust) antar anggota rantai pasok bawang merah. Untuk
mengatasi hal tersebut, hubungan yang baik dengan para anggota rantai pasok
lainnya harus dapat dipertahankan.

c. Aliran finansial
Aliran finansial dalam rantai pasok bawang merah berupa uang pembayaran
atas bawang merah yang diperjualbelikan. Uang pembayaran hasil penjualan ini
dapat digunakan sebagai modal untuk melakukan pengadaan kembali bawang
merah. Aliran finansial ini dimulai dari konsumen rumah tangga hingga ke petani.
Aliran finansial dari satu anggota rantai ke anggota rantai lain umumnya berjalan
lancar. Sistem pembayaran uang dari calon pembeli ke penjual umumnya
dilakukan secara tunai ataupun dibayarkan separuhnya terlebih dahulu, sisanya
dibayarkan jika barang telah sampai di tangan pembeli.
Pola aliran rantai pasok bawang merah seperti diatas sesuai dengan pendapat
Pujawan (2005) yang mengatakan bahwa pada suatu rantai pasok terdiri dari tiga
macam aliran yaitu aliran barang, uang dan aliran informasi. Aliran barang
mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Sebaliknya, aliran uang
mengalir dari hilir ke hulu. Sedangkan aliran informasi dapat terjadi dari hulu ke
hilir ataupun sebaliknya.

3. Konfigurasi kelembagaan rantai pasok bawang merah


Berdasarkan hasil identifikasi, kelembagaan rantai pasok bawang merah
mencakup:
a. Kelembagaan petani
Kelembagaan petani mencakup kelompok tani, gabungan kelompok tani,
paguyuban dan asosiasi. Fungsi dan peran kelembagaan petani adalah
memfasilitasi petani dalam melakukan interaksi sosial seperti pemecahan masalah
budidaya, akses informasi, permodalan, pengembangan teknologi, dan lain-lain.
35

b. Kelembagaan pemasaran dan distribusi


Kelembagaan pemasaran dan distribusi mencakup pedagang pengumpul
(tingkat desa maupun tingkat kecamatan/kabupaten), pedagang besar, dan
pedagang pengecer.
c. Kelembagaan pemerintah
Pemerintah merupakan pihak eksternal dari anggota rantai pasok yang
berperan dalam memberikan dukungan kepada seluruh anggota rantai pasok.
Dukungan tersebut berupa pengambilan kebijakan dalam rangka menjamin
kesejahteraan anggota rantai pasok. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam
pemberian bantuan baik berupa permodalan maupun peralatan yang mendukung
jalannya aliran produk, informasi dan finansial.
Pemerintah daerah mempunyai hubungan yang langsung maupun tidak
langsung dalam mendukung jalannya rantai pasok Bawang merah di Kabupaten
Brebes. Pemerintah daerah melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
terkait seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes berperan dalam memberikan
pelatihan-pelatihan dalam rangka pengembangan SDM dan memfasilitasi
pemberian sarana prasarana dalam rangka memperlancar jalannya rantai pasok
bawang merah.
d. Kelembagaan penelitian dan pengembangan
Kelembagaan penelitian dan pengembangan berperan dalam rangka
meningkatkan produktivitas dan mengembangkan agribisnis bawang merah.
Lembaga penelitian dan pengembangan yang berperan dalam teknologi budidaya
adalah Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian), sedangkan
lembaga yang berperan dalam pengembangan agribisnis bawang merah adalah
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Kementerian Pertanian). Selain kedua lembaga
tersebut, beberapa Universitas juga telah melakukan dukungan dalam bentuk
penelitian tentang bawang merah, baik teknologi budidaya, pengolahan pasca
panen maupun pengembangan agribisnis bawang merah.
e. Kelembagaan industri pengolah
Sebagai salah satu komoditas hortikultura, bawang merah memiliki
karakteristik yang mudah rusak (perishable). Untuk mempertahankan mutu
bawang merah, saat ini telah dikembangkan teknologi pengolahan bawang merah.
Teknologi pengolahan bawang merah menghasilkan beragam produk
(diversifikasi produk) olahan bawang merah seperti tepung bawang, bawang
goreng, bubuk bawang merah, minyak bawang merah, dll. Prosesor merupakan
pihak yang memproses atau mengolah bawang merah mentah menjadi bawang
merah olahan. Pihak yang termasuk kategori prosesor adalah industri olahan
bawang merah termasuk industri makanan.
Saat ini, produk olahan bawang merah yang telah dihasilkan di Kabupaten
Brebes berupa bawang goreng. Pengusahaan bawang goreng dilakukan oleh
industri olahan bawang merah skala IKM (Industri Kecil Menengah). Sekitar 90%
pengusahaan bawang goreng di Kabupaten Brebes ditujukan untuk memenuhi
konsumen industri. Sisanya sebanyak 10% dipasarkan melalui kios-kios di
Brebes. Bahan baku bawang merah diperoleh dari pedagang pengumpul yang ada
di Kabupaten Brebes. Untuk mendapatkan bawang merah sesuai keinginan, pihak
36

industri pengolahan menunjuk orang-orang kepercayaan untuk mencari bawang


merah di pedagang pengumpul. Begitu juga dengan industri makanan skala besar
yang mendapatkan bahan baku bawang merah melalui kerjasaman dengan para
pedagang pengumpul (supplier).
f. Kelembagaan finansial
Lembaga perbankan merupakan kelembagaan finansial yang berperan dalam
memberikan dukungan berupa pembiayaan sebagai usaha dalam mendukung
permodalan bagi para petani atau pelaku rantai pasok lainnya. Keberadaan
perbankan sangat penting bagi para petani untuk menunjang kegiatan
budidayanya.
g. Kelembagaan penyedia jasa
Dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes, terdapat aktivitas
yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh anggota rantai pasok. Aktivitas-aktivitas
tersebut diantaranya pengadaan tenaga budidaya, tenaga panen dan pascapanen,
alat transportasi, dan lain-lain sehingga muncullah penyedia jasa buruh, angkutan
transportasi, kurir dan lain-lain.

Manajemen Rantai
Manajemen rantai pasok merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan bersama dalam rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes. Manajemen rantai terdiri dari struktur manajemen, kemitraan,
sistem transaksi, dan peranan pemerintah.
1. Struktur manajemen
Pola saluran pemasaran yang terbentuk umumnya telah berjalan dalam
jangka waktu yang lama dan terbentuk secara alami. Anggota rantai menjalankan
perannya masing-masing, bahkan ada anggota rantai yang melakukan peran ganda
seperti pedagang pengumpul dan pedagang besar yang melakukan proses produksi
(budidaya) dan perdagangan sekaligus. Pedagang pengumpul atau pedagang besar
yang memiliki modal besar dapat melakukan penyimpanan bawang merah.
Penyimpanan bawang merah dilakukan ketika harga jatuh yang disebabkan
melimpahnya jumlah pasokan. Bawang merah disimpan dalam jangka waktu
tertentu hingga harga bawang merah kembali stabil yaitu ketika harga jual bawang
merah lebih besar daripada harga yang dibayarkan pedagang pengumpul kepada
petani.
Dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes, anggota rantai
tidak melakukan koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal mengenai
perencanaan produksi, distribusi maupun perencanaan pemasaran. Proses
koordinasi dapat ditemukan diantara anggota rantai dalam aktivitas pengiriman
bawang merah dari Brebes menuju pasar induk. Dalam mengirim bawang merah
ke pasar induk atau luar Jawa, pedagang yang memiliki modal cukup besar dapat
mengirim sendiri sedangkan pedagang yang memiliki modal sedikit dapat
bergabung dengan pedagang lainnya. Di tingkat pedagang pengumpul,
teridentifikasi adanya pola hubungan yang lebih bebas, artinya petani bebas untuk
berpindah dari satu pengumpul ke pengumpul lainnya dan sebaliknya pengumpul
bebas menerima pasokan dari banyak petani.
Beberapa pedagang bermodal besar memenuhi pesanannya menerapkan
strategi banyak pemasok dan integrasi vertikal. Strategi banyak pemasok strategi
yang menyarankan pelaku untuk memilih pemasok (dalam hal ini petani ataupun
37

pedagang pengumpul) yang memberikan penawaran rendah. Sedangkan strategi


integrasi vertikal menyarankan pelaku untuk membeli/menyewa pemasoknya dan
atau memproduksi sendiri barang yang sebelumnya dibeli. Menurut Heizer dan
Render (2010) strategi rantai pasok mencakup lima hal, yaitu banyak pemasok,
sedikit pemasok, integrasi vertikal, jaringan keiretsu dan perusahaan maya.

2. Kemitraan
Pola kemitraan ditemukan pada industri makanan skala besar dengan para
pemasok (supplier) bawang merah yang berperan sebagai pedagang pengumpul.
Pada awalnya kemitraan tersebut dilakukan petani ataupun pelaku usaha bawang
merah lainnya yang tergabung dalam KUD (Koperasi Unit Desa) Wanasari,
namun kemitraan ini tidak berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena
kesepakatan mengenai harga bawang merah tidak terbentuk.
Salah satu contoh mekanisme kerjasama antara industri makanan dengan
pedagang adalah dengan menggunakan sistem kontrak harga yang diperbaharui
setiap satu bulan sekali. Pada akhir bulan para supplier akan mengajukan surat
penawaran harga kepada pihak industri. Surat tersebut kemudian akan dibalas
dengan surat penetapan harga yang mencantumkan harga yang disetujui oleh
pihak perusahaan/industri dan harga tersebut yang akan digunakan dalan jangka
waktu satu bulan hingga ada pembaharuan harga kembali. Dalam sistem
kemitraan tersebut, setiap pelaku kemitraan memiliki hak dan kewajiban yang
telah dibuat pada awal kerjasama. Hak dan kewajiban tersebut secara formal
tercatat dalam suatu klausul kesepakatan secara tertulis (MoU) atau suatu nota
kesepahaman.
Kewajiban supplier dalam kemitraan ini antara lain 1) memasok bawang
merah sesuai dengan jumlah (kuota) dan spesifikasi serta kualitas yang telah
disepakati, dan 2) mengirim produk tersebut sampai ke gudang pabrik. Sementara
itu, kewajiban pihak industri antara lain 1) membeli semua hasil bawang merah
sesuai kesepakatan pada kontrak harga yang telah disepakati kedua belah pihak,
dan 2) mengawasi dan memberikan saran atas kegiatan pasokan produk yang
dilakukan oleh supplier. Adapun hak supplier dalam kegiatan kemitraan ini antara
lain 1) mendapatkan pembayaran atas bawang merah yang telah dikirimkan sesuai
dengan harga yang telah disepakati dalam kontrak harga, dan 2) mendapatkan
bimbingan dalam hal kebersamaan kemitraan pemasaran. Sedangkan, hak dari
pihak industri yaitu 1) mendapatkan bawang merah sesuai dengan jumlah (kuota)
dan spesifikasi serta kualitas yang disepakati, dan 2) menerima produk tersebut di
gudang pabrik.

3. Sistem transaksi
Secara umum, sistem penjualan hasil produksi bawang merah di tingkat
petani dilakukan dengan tiga cara yaitu sistem tebasan, kiloan/timbangan dan
larikan. Penjualan dengan sistem tebasan yaitu petani menjual bawang merah ke
penebas sebelum kegiatan pemanenan. Penebas yang akan membeli bawang
merah dari petani, akan mendatangi petani untuk meminta persetujuan pembelian.
Setelah petani menyetujui sistem pembelian yang diajukan oleh penebas, maka
penebas akan mendatangi lahan petani untuk memperkirakan jumlah bawang
merah yang akan dipanen oleh petani. Dalam melakukan perkiraan/taksiran
(estimasi hasil panen), penebas melihat terlebih dahulu kondisi tanaman dengan
38

melakukan pengambilan sampel pada beberapa tanaman dan menghitung


perkiraan jumlah yang akan diproduksi. Untuk menunjang kekuatan estimasi,
penebas meminta data hasil panen pada periode tanam sebelumnya. Setelah
melakukan estimasi jumlah bawang yang akan dipanen, penebas akan melakukan
tawar menawar harga dengan petani hingga tercapai harga yang disepakati. Ketika
masa panen tiba, penebas mendatangi lahan dan melakukan proses pemanenan
hingga pascapanen melalui para pekerjanya (buruh tani). Dalam sistem penjualan
ini, biaya untuk kegiatan panen dan pascapanen ditanggung oleh pembeli
(pedagang pengumpul/penebas) termasuk biaya tenaga kerja (buruh).
Sistem penjualan pada tingkat petani yang kedua yaitu sistem
kiloan/timbangan. Berbeda dengan sistem tebasan, pada sistem kiloan/timbangan
pihak yang melakukan proses panen hingga pascapanen adalah petani sendiri.
Proses pemanenan dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan mencabut umbi
bawang merah dengan menggunakan tangan dari dalam tanah. Umbi yang
diperoleh dari hasil panen diikat dan dibersihkan dari sisa tanah yang menempel.
Pembersihan umbi dilakukan bersamaan dengan proses pengikatan daun dari
beberapa rumpun tanaman bawang merah. Setelah dibersihkan, bawang merah
yang telah diikat dijemur dibawah matahari di lahan-lahan bekas penanaman
hingga kering. Penjemuran biasanya dilakukan selama 3-10 hari. Transaksi jual
beli dapat dilakukan di lokasi petani atau di pasar pengumpul. Penentuan harga
jual dilakukan berdasarkan harga kiloan yang berlaku. Sistem kiloan/timbangan
biasanya dilakukan ketika harga bawang merah relatif tinggi di pasaran.
Sistem larikan/ borongan adalah cara penjualan bawang merah dengan
menghitung jumlah baris (larikan) bawang merah yang ada di lahan jemur.
Transaksi penjualan umumnya dilakukan di lapangan setelah bawang merah
selesai dipanen dan sedang dalam proses penjemuran. Penjualan sistem larikan
hampir sama dengan sistem tebasan, yaitu penjual dan pembeli melakukan
transaksi tanpa menimbang hasil panennya terlebih dahulu. Perbedaannya yaitu
pada sistem tebasan pembeli menaksir hasil bawang merah sebelum dipanen,
sehingga risiko ketidaktepatan hasil taksiran lebih tinggi. Sedangkan pada sistem
larikan, perkiraan hasil panen dapat lebih tepat karena transaksi baru dilakukan
setelah bawang merah dipanen.
Sistem transaksi yang terjadi diantara anggota rantai pasok bawang merah
umumnya dilakukan dengan mekanisme tawar menawar mengenai harga jual
bawang merah. Kegiatan tawar menawar dilakukan hingga terjadi kesepakatan
harga. Setelah tercapai kesepakatan harga, pedagang akan membayar bawang
merah yang akan dibeli. Jika tidak terjadi kesepakatan harga, maka transaksi jual
beli tidak terjadi. Transaksi yang terjadi antara pedagang pengecer dengan
konsumen rumah tangga dilakukan dengan sistem cash and carry yaitu konsumen
akan membayar secara langsung bawang merah yang akan dibeli sesuai dengan
harga yang telah ditetapkan.
Sistem pembayaran yang berlaku antara petani dengan pedagang
pengumpul, pedagang pengumpul dengan pedagang besar lokal (Brebes)
umumnya menggunakan sistem pembayaran sebagian terlebih dahulu. Pedagang
pengumpul membayar sebagian dari total harga bawang merah (tebasan) sebelum
panen dan sisanya dibayarkan setelah panen. Begitu juga dengan pedagang besar
lokal dengan pedagang besar pasar induk yang membayar sebagian terlebih
dahulu sebelum dikirim dan sisanya dibayarkan setelah bawang merah diterima.
39

Namun, tidak sedikit pedagang yang melakukan transaksi secara tunai. Berbeda
dengan pedagang pengumpul dan pedagang besar, pedagang pengecer menerima
pembayaran secara tunai dari konsumen rumah tangga.

4. Pembentukan harga
Harga merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi pasar suatu
barang yang memiliki situasi kelebihan atau kekurangan pasokan. Harga eceran
suatu komoditas merupakan indikator keseimbangan antara pasokan dan
permintaan terhadap komoditas tersebut. Harga eceran akan naik apabila terjadi
kekurangan pasokan sedangkan harga akan turun apabila terjadi kelebihan
pasokan. Jadi, pembentukan harga suatu komoditas tergantung pada mekanisme
pasar. Teori ekonomi ini juga berlaku untuk komoditas bawang merah.
Harga jual bawang merah yang terbentuk, terjadi secara alami mengikuti
hukum permintaan dan penawaran. Penetapan harga antara petani dengan pembeli
(pedagang) dilakukan dengan kegiatan tawar menawar, petani akan memilih
menjual barangnya pada pedagang yang menawarkan harganya lebih tinggi.
Harga yang disepakati merupakan hasil penyesuaian dengan harga yang terbentuk
dipasaran. Bagi petani yang mempunyai konsumen tetap yang didukung dengan
adanya rasa saling percaya, serta konsumen tersebut memberikan harga yang
berlaku dipasaran, maka petani akan menjualnya pada konsumen tersebut. Begitu
juga dengan pedagang menjual bawang merahnya ke pedagang lain. Bagi petani
plasma ataupun pedagang pengumpul yang memiliki kontrak dengan industri
pengolahan bawang merah, kesepakatan harga ditetapkan diawal perjanjian dan
kedua belah pihak wajib menaati peraturan yang telah dibuat. Kondisi ini
memberikan jaminan harga dan terjualnya produk bawang merah yang dihasilkan
petani. Namun, di sisi lain apabila harga bawang merah dipasaran sedang tinggi,
maka petani atau pedagang tidak mendapat untung dengan meningkatnya harga
bawang merah tersebut.
Harga jual bawang merah di pasar induk terbentuk setelah proses tawar
menawar antara pedagang dari Brebes dengan pedagang besar di Pasar Induk.
Harga bawang merah di pasar induk akan naik jika terjadi kekurangan pasokan
dan harga akan turun jika pasokan bawang merah di pasar induk melimpah.
Dalam kerangka ini, pasar induk menjadi tempat penentu harga (price maker)
bawang merah yang mencakup lingkup nasional karena harga yang terbentuk
bergantung pada ketersediaan pasokan bawang merah dan transaksi jual beli yang
ada di pasar induk. Sedangkan petani merupakan lembaga pemasaran yang
bertidak sebagai price taker.
Jika tidak terjadi kesepakatan harga maka beberapa pedagang Brebes akan
menyimpan bawang merah tersebut dan kemudian akan dijual kembali jika harga
yang terbentuk dipasaran telah sesuai dengan yang diinginkan. Namun, umumnya
pedagang Brebes akan tetap menjual bawang merah ke pasar induk walaupun
harga yang diterima rendah. Hal ini terjadi karena truk yang mengangkut bawang
merah dari pedagang Brebes telah sampai di pasar induk tidak bisa kembali
mengangkut bawang merah ke Brebes ketika menghadapi perubahan harga karena
biaya transportasi yang mahal sehingga pedagang Brebes tidak memiliki pilihan
lain selain menjual bawang merah sesuai harga yang ditentukan pedagang besar
pasar induk.
40

Pengusahaan bawang merah di Kabupaten Brebes tidak memberikan


keuntungan yang signifikan terhadap ekonomi rumah tangga petani. Harga jual
yang cukup tinggi di tingkat pengecer dan supermarket tidak tertransmisikan
dengan baik ke tingkat petani, sehingga petani tetap memperoleh farmer’s share
yang kecil dan berfluktuasi. Selain itu, perolehan margin pemasaran komoditas
bawang merah juga memiliki nilai yang rendah. Margin pemasaran terendah
ditemukan pada petani dengan tujuan pedagang pengumpul (Rosyadi 2014).
Beberapa studi empiris terdahulu menunjukkan bahwa besar nilai margin
tataniaga dari hari ke hari atau dari bulan ke bulan (jangka pendek) cenderung
bersifat konstan (Gardner 1975; Brorsen 1984 dalam Adiyoga et al) sehingga
disebut sebagai margin tataniaga yang tidak fleksibel (sticky or inflexible
marketing margin). Margin yang tidak fleksibel memungkinkan perubahan harga
di sisi konsumsi segera ditransmisikan ke sisi produksi dan perubahan harga di
sisi produksi segera direfleksikan ke sisi konsumsi. Dalam jangka pendek, dapat
mengakibatkan ketidakstabilan harga di tingkat petani serta bagian yang diterima
petani.

5. Dukungan pemerintah
Menurut pembukaan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberikan pelayanan
peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan-kebijakan yang diambil
pemerintah daerah diharapkan dapat membantu menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dihadapi para petani bawang merah di Kabupaten Brebes
sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat. Pemerintah daerah Kabupaten
Brebes mengeluarkan kebijakan berupa program pemberdayaan petani bawang
merah.
Beberapa program pemberdayaan petani bawang merah dari Pemerintah
Kabupaten Brebes melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
antara lain:
Peningkatan kapasitas SDM melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan bagi
petani bawang merah
Pemberian bantuan permodalan bagi petani bawang merah
Memperbaiki jaringan pemasaran bawang merah
Peningkatan produktivitas bawang merah
Pengamanan produksi pertanian
Peningkatan kelembagaan petani
Penyediaan sarana prasarana dan infrastruktur pertanian
Dalam upaya peningkatan produktivitas bawang merah, Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes membuat beberapa langkah-
langkah operasional, diantaranya:
Penyuluhan dan bantuan penggunaan benih unggul bermutu
Penyuluhan penggunaan pupuk berimbang
Perbaikan budidaya pertanian dengan konsep SLPTT, SRI dan LEGOWO
Bantuan alsintan (alat mesin pertanian) atau sarana prasarana pertanian
Pengoptimalan peran irigasi pertanian
Pengembangan pupuk organik dan anorganik
41

Sebagai upaya pendukung dalam meningkatkan pemasaran, pemerintah


daerah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes telah
berupaya mempromosikan dan memfasilitasi petani untuk bermitra dengan
perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri makanan olahan. Selain itu
promosi juga dilakukan melalui event pameran hasil pertanian dan juga lelang.
Selain program di atas, Pemerintah Kabupaten Brebes mengeluarkan
kebijakan berupa peraturan, salah satunya yaitu Peraturan Bupati No 20 Tahun
2012 tentang Pengendalian Peredaran Bawang merah impor di wilayah Kabupaten
Brebes. Peraturan ini dimaksudkan untuk melindungi petani bawang merah lokal
agar tidak terpuruk karena jatuhnya harga bawang merah lokal akibat adanya
perdagangan bawang merah impor di Kabupaten Brebes. Dengan adanya
peraturan ini, diharapkan keberadaan bawang merah impor di Kabupaten Brebes
dapat terkendali. Untuk mendukung upaya tersebut, dikeluarkan Peraturan Bupati
No. 510/279 tahun 2015 tentang Pembentukan tim terpadu pengawasan bawang
merah impor di Kabupaten Brebes. Tim terpadu yang terbentuk ini bertugas
melakukan monitoring pengawasan peredaran bawang merah impor di wilayah
Kabupaten Brebes.
Dalam rangka memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak
negatif dari impor produk hortikultura, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian
menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Kementerian
Perdagangan menerbitkan Ketentuan Impor Produk Hortikultura (KIPH).
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yaitu rekomendasi besarnya kuota impor
dan alokasinya kepada importir terdaftar. Rekomendasi Impor Produk
Hortikultura (RIPH) diatur dalam Permentan No.86/2013 sedangkan Ketentuan
Impor Produk Hortikultura diatur melalui Permendag No. 16/2013. Kebijakan ini
menetapkan produk hortikultura yang boleh diimpor, kapan waktu impor dan
besarnya kuota impor. Kebijakan pengendalian impor untuk bawang merah adalah
penerapan harga referensi yaitu impor hanya dapat dilakukan pada saat harga di
pasar domestik melebihi harga referensi. Harga referensi bawang merah
ditetapkan sebesar Rp 25 700 per Kg.

Sumber Daya Rantai


Sumber daya rantai menerangkan sumber daya yang dapat digunakan dalam
setiap proses pada setiap anggota rantai. Aspek sumber daya yang dibahas
meliputi aspek sumber daya fisik, teknologi, dan sumber daya manusia (SDM).
1. Aspek sumber daya fisik
Sumber daya fisik dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
meliputi lahan budidaya, tempat penampungan air (embung), infrastruktur,
sarana/alat transportasi pengangkutan, lapak-lapak pengeringan, pasar khusus
untuk jual beli bawang merah dan gudang penyimpanan. Infrastruktur/prasarana
transportasi seperti jalan raya merupakan unsur penting dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi, keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah.
Sarana transportasi di wilayah Kabupaten memiliki peran strategis dalam
terwujudnya kelancaran arus distribusi barang termasuk bawang merah. Saat ini,
insfrastruktur jalan telah cukup memadai serta sarana tansportasi yang cukup
menunjang dalam kegiatan distribusi bawang merah.
Kabupaten Brebes mempunyai luas wilayah sebesar 1 662.96 km2. Menurut
penggunaannya, tanah dibagi menjadi dua, yaitu tanah sawah dan tanah bukan
42

sawah. Pada tahun 2014, tanah sawah memiliki luas sebesar 627.03 km2 (37.70%)
dan luas tanah bukan sawah sebesar 1 035.93 km2 (62.30%). Dari luas tanah
sawah tersebut, lahan seluas 30 954 ha digunakan untuk budidaya bawang merah.
Lahan budidaya bawang merah tersebar di 12 kecamatan, yaitu Wanasari,
Larangan, Brebes, Bulakamba, Ketanggungan, Tanjung, Jatibarang, Losari,
Songgom, Kersana, Banjarharjo serta sedikit dibudidayakan di Kecamatan
Bantarkawung.
Pasar khusus transaksi jual beli bawang merah di Kabupaten Brebes
diantaranya pasar induk bawang merah di Klampok Kecamatan Wanasari, pasar
bursa bawang merah di Pesantunan Kecamatan Wanasari, pasar bawang merah
dan cabe di Sengon Kecamatan Tanjung dan Sub Terminal Agribisnis (STA) di
Kecamatan Larangan. Selain pasar khusus bawang merah, para calon pembeli
sering mencari bawang merah di lapak-lapak pengeringan milik swasta. Para
calon pembeli tidak hanya berasal dari dalam wilayah Kabupaten Brebes saja
melainkan juga berasal dari luar Brebes. Lapak-lapak milik swasta ini disewakan
kepada para petani maupun pedagang pengumpul untuk melakukan pengeringan
bawang merah hasil panen secara konvensional dan tempat terjadinya transaksi
jual beli bawang merah.
Pemerintah Kabupaten Brebes memiliki fasilitas penyimpanan bawang
merah berupa gudang sebanyak sembilan buah. Kondisi gudang tersebut tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Hanya satu gudang yang berfungsi yaitu gudang
yang terdapat di Sub Terminal Agribisnis (STA) Larangan.
Sub Terminal Agribisnis (STA) yang terletak di Kecamatan Larangan
memiliki cakupan kerja beberapa daerah yaitu Kecamatan Jatibarang, Larangan,
Bulakamba, Wanasari, Ketanggungan, Bantarkawung, dan Songgom sehingga
dinamakan STA JALABARITANGKAS. STA ini dikelola oleh Paguyuban Petani
Agropolitan Jalabaritangkas. Paguyuban ini merupakan kelembagaan petani yang
merupakan wadah kelompok-kelompok tani untuk belajar bagi anggotanya guna
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tumbuh dan
berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya
meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.
Tujuan awal dari pendirian STA ini adalah untuk menampung hasil produksi
dan memasarkan bawang merah serta memutus mata rantai pemasaran.
Pembangunan STA diharapkan dapat memenuhi sasaran dan manfaat sebagai
berikut:
Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas
agribisnis
Mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil agribisnis
Sebagai wadah bagi pelaku agribisnis untuk merancang bangun agribisnis
Peningkatan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran
Pengembangan agribisnis dan wilayah
Kondisi saat ini, STA Jalabaritangkas memiliki fasilitas tempat parkir (200
m3), kantor, gudang penyimpanan, los bongkar muat, lapak/sarana penjemuran
atau pengeringan (1 ha), listrik dan air. Program yang baru terlaksana saat ini
diantaranya adalah penawaran jasa penjemuran/pengeringan dan penyimpanan
bawang merah, tempat perogolan (pemotongan batang/tangkai bawang merah),
tempat menampung hasil tani bawang merah dari petani atau pedagang
pengumpul hingga aktivitas jual beli.
43

Dalam perkembangannya, STA Jalabaritangkas menghadapi berbagai


permasalahan, baik permasalahan fisik maupun non fisik. Permasalahan fisik yang
dihadapi antara lain peralatan kantor yang belum lengkap, penerangan area STA
pada malam hari dan lantai untuk penjemuran dan los yang belum memadai,
belum adanya pagar keliling, dan lain-lain. Sedangkan permasalahan non fisik
yang dihadapi diantaranya belum optimalnya lima aspek dasar yang diharapkan
menjadi penopang STA (sarana prasarana, transportasi, penyuluhan dan
penelitian, jejaring pemasaran serta dukungan permodalan), belum terbentuknya
regulasi dan pola tataniaga regional bawang merah, serta belum optimalnya
koordinasi, komunikasi dan kerjasama antar stakeholder dalam pengembangan
STA.
Selain pembangunan STA, pengembangan sarana dan prasarana agribisnis
bawang merah lainnya diantaranya pengadaan dan perbaikan jaringan irigasi,
perbaikan dan penambahan jalan desa, penyediaan sarana produksi, pembangunan
gudang-gudang penyimpanan, perbaikan dan penyediaan fasilitas pasar,
pembangunan jaringan informasi (periode panen, prediksi pasokan, kelas/varietas,
dan harga), serta sarana diseminasi dan transfer teknologi (sumberdaya manusia
dan fisik).

2. Teknologi
Saat ini, aktivitas pengembangan teknologi dalam pengusahaan bawang
merah di Kabupaten Brebes masih dalam kerangka teknik dan teknologi budidaya.
Teknik budidaya mencakup kemampuan berbudidaya yang baik seperti cara
mengolah lahan, cara bercocok tanam hingga kemampuan melakukan kegiatan
panen ataupun pasca panen. Sedangkan teknologi budidaya yang telah ada
mencakup pengembangan varietas unggul, teknik budidaya bawang merah di
lahan kering maupun lahan sawah secara monokultur atau tumpang sari/gilir, dan
komponen PHT (budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/mekanik,
pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, dan penggunaan pestisida
berdasarkan ambang pengendalian). Selain teknologi budidaya, masyarakat
Kabupaten Brebes juga telah memiliki pengetahuan tentang teknologi pengolahan
bawang merah atau diversifikasi produk bawang merah seperti pembuatan tepung
bawang merah, pasta bawang merah, bubuk bawang merah, bawang goreng
kemasan, dan lain-lain.

3. SDM
Upaya mendukung pengusahaan bawang merah di Kabupaten Brebes dari
sisi pengembangan SDM, pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura membentuk kelompok tani di masing-masing desa
penghasil bawang merah. Melalui kelompok tani maupun gabungan kelompok
tani, pemerintah melakukan berbagai macam kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan
peningkatan kelembagaan petani. Adapun pelatihan yang diberikan diantaranya
adalah pemberian informasi tentang teknik berbudidaya yang baik dan tidak
merusak alam. Selain itu, pemberian alat-alat pertanian dilakukan kepada
kelompok tani untuk meningkatkan produktivitas bawang merah.
44

Proses Bisnis Rantai


1. Aktivitas bisnis
Chopra dan Meindl (2004) menyebutkan bahwa sebuah rantai pasok terdiri
dari urutan proses dan aliran barang yang terjadi di dalam maupun diantara
anggota rantai yang tergabung membentuk sebuah rantai bertujuan memenuhi
keinginan pelanggan. Demikian pula dalam rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes. Proses yang dilakukan oleh petani bawang merah antara lain
siklus pengadaan bahan baku (persiapan), produksi, dan penjualan. Siklus
pengadaan bahan baku mencakup aktivitas pengadaan bibit, pupuk, insektisida,
dan sarana produksi pertanian (saprotan) lainnya. Dalam melakukan aktivitas
pengadaan bibit bawang merah, petani memperoleh bibit dengan cara membeli
dari pihak lain atau menyiapkan bibit dari panen sebelumnya yang dianggap
unggul. Umbi bawang merah yang digunakan untuk tujuan benih telah mengalami
proses penyimpanan selama 2-3 bulan. Penyimpanan bawang merah untuk tujuan
benih dilakukan secara tradisional oleh petani yaitu menggantungkan bawang
merah dengan para-para diatas tungku perapian yang ada di dapur atau di ruangan
tertentu. Para-para adalah sebuah rak yang digunakan sebagai tempat
menggantung gedengan umbi bawang merah yang akan disimpan dalam tempat
penyimpanan. Insektisida diperoleh dari membeli dari pihak lain sedangkan pupuk
diperoleh dari subsidi pemerintah ataupun membeli dari pihak lain.
Siklus produksi yang dilakukan petani berupa proses budidaya bawang
merah. Proses budidaya meliputi kegiatan pra panen dan pemeliharaan tanaman.
Petani yang melakukan aktivitas panen maupun pascapanen dapat ditemukan
dalam jumlah sedikit. Aktivitas yang termasuk kegiatan Pra Panen diantaranya
pemilihan lokasi, penentuan waktu tanam, penyiapan benih, penyiapan lahan dan
penanaman. Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengairan,
penyiangan, pembumbunan, dan pengendalian OPT (Organisme Pengganggu
Tanaman). Siklus produksi tidak dilakukan berdasarkan permintaan melainkan
didasarkan atas kemampuan petani dilihat dari kepemilikan modal dan lahan yang
dimiliki sehingga petani akan menjual bawang merah berapapun hasilnya.
Pada tingkat pedagang pengumpul, proses yang dilakukan terdiri dari dua
aktivitas utama yaitu membeli bawang merah dari petani dan menjualnya kepada
konsumen. Umumnya pedagang pengumpul membeli bawang merah dengan
sistem tebasan sehingga pedagang pengumpul melakukan aktivitas panen dan
pascapanen. Aktivitas pascapanen mencakup kegiatan pengangkutan dari lahan,
pengeringan/penjemuran, pembersihan, sortasi dan grading. Selain itu, pedagang
pengumpul juga melakukan aktivitas pengemasan dan pendistribusian bawang
merah ke konsumen. Sortasi dan grading sangat penting dilakukan karena
menyangkut nilai harga jual serta dapat mencegah terjadinya infeksi penyakit dari
umbi yang rusak ke umbi yang sehat selama dalam penyimpanan maupun saat
distribusi. Sama halnya dengan petani, jumlah pengadaan bawang merah
didasarkan atas modal yang dimiliki pedagang pengumpul. Namun, jika ada
permintaan/pesanan dari pelanggan, maka pedagang pengumpul akan berusaha
memenuhinya dengan membeli bawang merah dari banyak petani maupun
pedagang kecil lainnya. Aktivitas penjualan dilakukan secara aktif maupun pasif.
Proses penjualan secara aktif maksudnya adalah pedagang pengumpul
menawarkan barang dagangannya kepada pelanggan misalnya ke pasar induk,
45

sedangkan penjualan secara pasif artinya pedagang pengumpul cukup menunggu


pelanggan yang ingin membeli bawang merah di lapak pengeringan/penjemuran.
Pedagang besar mengalami siklus proses pengadaan, penanganan, penjualan
dan pengiriman bawang merah. Proses pengadaan bawang merah dilakukan
dengan membeli dari petani ataupun pedagang pengumpul dan budidaya sendiri.
Sama halnya dengan pedagang pengumpul, pedagang besar juga melakukan
aktivitas panen dan pascapanen, pengemasan dan pengiriman kepada konsumen.
Selain aktivitas-aktivitas tersebut, pedagang besar juga melakukan aktivitas
penyimpanan. Penyimpanan dilakukan jika terjadi anjloknya harga bawang merah
akibat pasokan yang melimpah. Penyimpanan bawang merah dilakukan dengan
menggunakan coldstorage. Coldstorage yang dipakai merupakan jasa sewa dari
perusahaan lain. Harga sewa coldstorage mencapai Rp 55 juta per bulan atau Rp 1
500,- per Kg/bulan. Biasanya penyimpanan dilakukan selama 1-2 bulan atau
disimpan hingga harga dipasaran sesuai yang diharapkan. Akibat dari
penyimpanan, bawang merah mengalami penyusutan. Penyusutan akibat
penyimpanan dalam coldstorage tidak begitu besar, yaitu sekitar kurang dari 5%.
Berdasarkan penjelasan tersebut, prinsip penjualan bawang merah pada
petani dan sebagian pedagang pengumpul adalah menjual berapapun yang
dihasilkan atau yang dimiliki. Prinsip tersebut lebih beresiko dalam penetapan
harga khususnya yang dialami petani yaitu petani mengikuti harga yang terbentuk
dipasaran. Ketika harga di pasaran mengalami kenaikan, maka petani memperoleh
keuntungan yang relatif cukup tinggi, sedangkan ketika harga di pasaran rendah,
maka petani memperoleh keuntungan yang rendah pula. Selain itu, petani
cenderung menerima bagian harga yang relatif lebih kecil dan posisi tawar yang
cenderung lebih lemah. Posisi tawar (bargaining position) sangat menentukan
mekanisme penentuan harga barang. Syafi (2009) mengatakan bahwa pihak yang
memiliki bargaining position lebih tinggi dibandingkan dengan pihak lain
memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan yang relatif lebih tinggi. Kondisi
tersebut menciptakan dominansi yang lebih pada pihak yang memiliki bargaining
power (kekuatan tawar) sehingga menimbulkan kecenderungan bahwa pihak
tersebut dapat menciptakan role play dalam sebuah proses bisnis.

2. Distribusi
Distribusi adalah kegiatan pergerakan barang dari pemasok ke konsumen
dalam sebuah rantai pasok. Pola distribusi dalam rantai pasok bawang merah pada
prinsipnya adalah aliran bawang merah dimulai dari produsen petani hingga ke
konsumen. Aliran bawang merah ini dapat terjadi karena adanya peranan lembaga
pemasaran. Lembaga pemasaran bawang merah ini biasa disebut pedagang
perantara. Pedagang perantara adalah pihak yang membantu mendistribusikan
bawang merah melalui pemindahan bawang merah, pergerakan uang ataupun
penyebarluasan informasi dari petani atau pedagang ke konsumen. Pedagang
bawang merah yang termasuk pedagang perantara di Kabupaten Brebes yaitu calo,
penebas, pedagang pengecer dan pedagang besar lokal. Para pedagang perantara
inilah yang membentuk pola distribusi bawang merah di Kabupaten Brebes.
Proses distribusi bawang merah dari pedagang ke konsumen dalam negeri
umumnya menggunakan kendaraan berupa truk dan mobil bak terbuka (pick up).
Sedangkan distribusi bawang merah dari pedagang ke konsumen luar negeri
melalui eksportir menggunakan kontainer. Bawang merah yang akan
46

didistribusikan, dilakukan pengemasan terlebih dahulu. Penggunaan bahan


pengemas disesuaikan dengan tujuan pasar. Pengemasan bawang merah bertujuan
agar memudahkan dalam pengangkutan. Jumlah umbi bawang yang dikemas
harus sesuai dengan tujuan pengiriman. Untuk mengirim jarak dekat, bawang
merah dikemas dengan menggunakan karung jala dengan berat 90-100 kg. Untuk
pengiriman jarak jauh/antar pulau bawang merah dikemas menggunakan karung
jala dengan berat 20-25 kg.

3. Aspek risiko
Risiko rantai pasok didefinisikan sebagai sebuah kerugian yang dapat
dianalisis atau dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan
penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam sebuah rantai pasok. Dalam rantai pasok
bawang merah, masing-masing anggota rantai menerima risiko yang berbeda-
beda. Pada tingkat petani, risiko yang diterima diantaranya adalah gagal panen
dan harga. Risiko gagal panen yang terjadi dapat disebabkan oleh bencana alam
maupun hama dan penyakit tanaman. Sedangkan risiko harga yang dihadapi
petani dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu jika harga jual bawang merah lebih
rendah daripada biaya produksi dan jika harga yang dibayarkan pedagang
pengumpul jauh lebih rendah daripada harga yang terjadi di pasar.
Pada tingkat pedagang pengumpul, risiko yang diterima diantaranya risiko
harga, kerusakan dan penyusutan bobot bawang merah akibat penyimpanan
ataupun pengangkutan. Risiko harga yang terjadi di tingkat pedagang pengumpul
dapat terjadi karena harga jual bawang merah ke pedagang besar lokal atau non
lokal lebih rendah daripada harga beli bawang merah dari petani.
Risiko yang dihadapi pedagang besar diantaranya adalah risiko penyusutan
dan kerusakan atau penyakit bawang merah, risiko penipuan, dan risiko harga.
Risiko penyusutan dan kerusakan atau penyakit bawang merah dapat terjadi akibat
penyimpanan maupun pengangkutan selama pengiriman. Para pedagang besar
lokal dapat mengalami risiko penipuan dari para eksportir/ importir, pedagang luar
daerah atau calon pembeli lainnya. Risiko harga yang dialami oleh pedagang
besar lokal dapat terjadi karena uang yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih
rendah dari harga kesepakatan.

4. Permodalan
Pada umumnya, di awal pendirian usaha bawang merah, para pelaku usaha
bawang merah mendapatkan pendanaan yang berasal dari pribadi, keluarga
maupun dukungan usaha lainnya. Dalam perkembangannya, beberapa pelaku
usaha bawang merah berhasil mendapatkan modal usaha dari kredit/pembiayaan
bank, kemitraan, serta bantuan program dari dinas terkait. Beberapa bank yang
memberikan kredit untuk usaha budidaya bawang merah diantaranya BRI, Bank
Mandiri, dan BNI. Sedangkan kredit yang berasal dari program pemerintah
misalnya KUR (Kredit Usaha Rakyat), PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan), dana bergulir maupun dana bantuan program dinas pertanian.
Permodalan budidaya bawang merah dengan sistem kemitraan dilakukan dengan
pemberian bantuan kredit benih maupun uang secara langsung oleh mitra usaha
tani (industri).
47

5. Situasi Persaingan
Produksi bawang merah di Kabupaten Brebes terjadi setiap bulan. Namun,
puncak panen atau panen raya terjadi pada bulan-bulan tertentu. Akibatnya sering
terjadi excess supply (kelebihan pasokan) yang dapat berimplikasi terhadap harga,
yaitu jatuhnya harga bawang merah saat pasokan berlebih dan melambung tinggi
saat pasokan terbatas. Kondisi ini menyebabkan terjadinya persaingan antara
pedagang di Brebes dengan pedagang bawang merah di daerah sentra produksi
lain karena masa panen raya yang kadang tidak sama serta distribusi dan
konsumsi bawang merah antar wilayah sentra produksi yang belum terorganisir
secara baik. Hal ini dapat mengganggu rantai produksi dan pemasaran bawang
merah konsumsi dan benih sehingga harga dapat berfluktuasi. Kondisi ini
diperparah dengan semakin tingginya selisih harga satuan bawang merah ekspor
dan impor yang terkait dengan penurunan nilai rupiah terhadap dolar.
Jumlah pedagang pengumpul bawang merah di Kabupaten Brebes cukup
banyak yakni lebih dari 200 orang pedagang pengumpul. Hal ini menyebabkan
kompetisi antar pedagang pengumpul semakin tinggi. Keadaan ini menunjukkan
terjadinya persaingan yang ketat antar pedagang, dan petani dapat memilih kepada
pedagang mana mereka menjual dengan pertimbangan harga. Untuk mengatasi
persaingan antar pedagang, hubungan dengan langganan (petani produsen) harus
dipertahankan. Persaingan diantara pedagang besar tidak terlalu ketat. Hal ini
dikarenakan jumlah pedagang besar di Kabupaten Brebes yang sedikit serta
masing-masing pedagang besar sudah memiliki langganan tetap atau tujuan pasar
sendiri. Sementara itu, tidak ada persyaratan khusus untuk terlibat di dalam rantai
pasokan, kecuali persyaratan umum menyangkut kepemilikan modal, fasilitas,
kemampuan berdagang, pengalaman dan pelanggan.

6. Pengembangan produk
Bawang merah dapat diolah menjadi beragam produk turunan. Variasi
produk turunan dari bawang merah ditunjukkan dalam pohon industri yang dapat
dilihat pada Gambar 8.

Batang

Sayur
konsumsi

Bunga

Tanaman bawang merah

Segar
1. Irisan kering
Umbi 2. Irisan basah
3. Pickles/acar
4. Bawang goreng
5. Bubuk bawang merah
Olahan
6. Tepung bawang merah
7. Oleoresin
8. Minyak bawang merah
9. Pasta
10. Anti trombolik

Gambar 8 Pohon industri bawang merah


48

Saat ini, produk turunan dari bawang merah yang dihasilkan dan
diperdagangkan di Kabupaten Brebes berupa bawang goreng dan umbi bawang
segar. Pengusahaan bawang goreng dilakukan oleh industri olahan bawang merah
skala IKM. Sekitar 90% pengusahaan bawang goreng di Kabupaten Brebes
ditujukan untuk memenuhi konsumen industri. Sisanya sebanyak 10% dipasarkan
melalui kios-kios di Brebes. Bahan baku bawang merah diperoleh dari pedagang
pengumpul yang ada di Kabupaten Brebes.
Di Kabupaten Brebes, umbi bawang merah dibedakan menjadi dua istilah,
yaitu lokal dan askip. Bawang merah lokal adalah bawang merah yang masih
basah, belum dikeringkan setelah masa panen. Usia bawang merah lokal adalah 1-
3 hari setelah panen. Umumnya bawang merah lokal ditujukan untuk pasar di
Pulau Jawa. Bawang merah lokal terbagi menjadi dua jenis, yaitu rogol dan
kondean. Bawang merah lokal rogol adalah bawang merah yang masih basah
namun telah dibersihkan dan telah dipotong dari tangkainya sedangkan bawang
merah lokal kondean adalah bawang merah yang masih basah, tangkainya masih
ada dan dilakukan pengikatan pada tangkainya. Bawang merah askip adalah
bawang merah hasil panen yang telah berusia 4-12 hari, telah dibersihkan dan
ditujukan untuk pasar luar Jawa. Sama halnya dengan bawang merah lokal,
bawang merah askip dibagi menjadi dua jenis yaitu rogol dan kondean.
Saat ini, bawang merah konsumsi digolongkan menjadi dua jenis mutu
berdasarkan SNI 01-3159-1992, yaitu Mutu I dan Mutu II. Penggolongan mutu
dan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Penggolongan dan Karakteristik Bawang Merah Berdasarkan


SNI 01-3159-1992
Syarat
No Karakteristik
Mutu I Mutu II
1 Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam
2 Ketuaan Tua Cukup tua
3 Kekerasan Keras Cukup keras kompak
4 Diameter (cm) min. 1.7 1.3
5 Kerusakan. %(bobot/-bobot)maks. 5 8
6 Busuk. %(bobot/-bobot) maks. 1 2
7 Kotoran. %(bobot/-bobot) maks. Tidak ada Tidak ada
Keterangan :
Kesamaan sifat : kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila
varietas bawang merah dalam satu slot seragam dalam bentuk
umum umbi.
Ketuaan : bawang merah dinyatakan tua apabila bawang merah telah
mencapai tingkat pertumbuhan fisiologis yang cukup tua,
umbinya cukup padat dan tidak lunak.
Kekerasan : bawang merah dinyatakan keras apabila umbi bawang
merah setelah mengalami “curing”/pengeringan dengan
baik cukup keras dan tidak lunak bila ditekan dengan jari.
Diameter : dimensi terbesar diukur tegak lurus pada garis lurus
sepanjang batang sampai akar.
Kerusakan : bawang merah dinyatakan rusak apabila mengalami
kerusakan atau cacat oleh sebab fisiologis, mekanis, dan
lain-lain yang terlihat pada permukaan.
49

Busuk : bawang merah dinyatakan busuk apabila mengalami


pembusukan akibat kerusakan biologis.
Kotoran : semua bahan bukan bawang merah atau benda asing
lainnya (seperti tanah bahan tanaman dan lain-lain) yang
menempel atau berada dalam kemasan, yang
mempengaruhi kenampakannya, bahan penyekat/
pembungkus tidak dianggap sebagai kotoran.

Bawang merah yang dihasilkan di Kabupaten Brebes berasal dari bibit


bermutu varietas unggul. Umumnya varietas unggul dihasilkan dari daerah-daerah
tertentu di Indonesia seperti Sumenep, Bima, Lampung, Maja, dan lain
sebagainya. Beberapa varietas yang telah direkomendasikan sebagai varietas
unggul oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran adalah varietas Bima Brebes,
Medan, Keling, Maja Cipanas, Super Philip, Keramat 1, Keramat 2, Kuning, dan
Tiron. Selain bibit varietas lokal, terdapat bibit dari varietas impor seperti
Bangkok, Vietnam, Thailand, dan Filipina. Varietas bawang merah yang
diusahakan oleh petani di Brebes diantaranya adalah Bima (Curut, Sawo, Timor,
Brebes), Kuning, Sumenep, Bangkok, Vietnam, Filipina dan Thailand.
Menurut Rahayu dan Berlian (2004), beberapa keunggulan varietas impor
yaitu 1) memiliki bentuk umbi yang bulat dan berukuran besar dengan warna
merah memikat, 2) jumlah anakan umbi banyak, lebih dari 10 anakan, 3) hasil
produksinya tinggi, rata-rata mencapai 15 ton umbi kering per hektar, 4) daya
simpan lebih tinggi, serta 5) nilai penyusutan dalam pemasaran (ekspor) lebih
kecil, sekitar 10% (varietas lokal mencapai 15%). Sedangkan keunggulan bawang
merah Brebes diantaranya memiliki cita rasa tinggi, yaitu lebih menyengat dan
harum serta produk jadinya (bawang merah goreng) lebih enak dan gurih.
Saat musim tanam, bibit bawang merah yang digunakan dipilih yang
berkualitas bagus. Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor
seperti warna, kepadatan, segar atau sehat, rasa, aroma, ukuran dan bentuk.
Bawang merah yang memiliki umbi padat, rasa pedas, aroma wangi jika digoreng,
dan bentuk lonjong, lebih menarik dan disukai oleh konsumen.

Tujuan Rantai
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam, aktivitas usaha
agribisnis bawang merah dilakukan atas dasar kemampuan permodalan pelaku
usaha bawang merah. Anggota rantai terutama petani, akan memasok bawang
merah sesuai kadar permodalan yang dimiliki. Anggota rantai yang memiliki
modal besar mampu memenuhi permintaan pasar.
1. Tujuan pasar
Tujuan pasar bawang merah ada dua, yaitu pasar dalam negeri dan luar
negeri. Pasar dalam negeri dikelompokkan menjadi tiga jalur pemasaran utama,
yaitu pasar tradisional, pasar modern, dan industri pengolahan. Pasokan bawang
merah dari Kabupaten Brebes ditujukan untuk pasar tradisional dan sedikit untuk
memenuhi permintaan industri pengolahan. Daerah tujuan pengiriman bawang
merah dari Brebes dan kebutuhan supply bawang merah daerah tujuan pada tahun
2014 dapat dilihat pada Tabel 14.
50

Tabel 14 Daerah tujuan pengiriman bawang merah Brebes dan kebutuhannya


pada tahun 2014
No Wilayah/Provinsi Kebutuhan (ton per bulan)
1 Jabodetabek 6 540
2 Jawa Barat 2 835
3 Jawa Tengah 3 870
4 Jawa Timur 4 565
5 Bali 1 500
6 Kalimantan 2 440
7 Sulawesi 1 650
8 Maluku 570
9 NTB dan NTT 570
10 Lampung 1 860
11 Bengkulu 540
12 Sumatera Selatan 1 335
13 Jambi 570
14 Riau 1 675
15 Sumatera Barat 1 650
16 Sumatera Utara dan Aceh 2 550
Sumber : Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI)

Bawang merah yang ditujukan untuk pasar luar negeri adalah jenis bawang
merah konsumsi. Saat excess supply (kelebihan pasokan), para pedagang besar
mampu memenuhi permintaan dari luar negeri. Para pedagang besar yang telah
memenuhi persyaratan dari negara pengimpor dapat mengirimkan bawangnya
melalui para eksportir. Negara tujuan ekspor bawang merah dari Brebes
diantaranya Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Filipina. Umumnya,
persyaratan mutu yang harus dipenuhi dari negara-negara tersebut hanya berupa
persyaratan fisik, sedangkan untuk negara di luar ASEAN biasanya mensyaratkan
GAP (Good Agriculture Practices) dalam permintaannya.
Jika pasokan dalam negeri menipis yaitu pada bulan Februari-Mei dan harga
bawang merah melambung, maka pemerintah memberlakukan kebijakan impor.
Negara yang mengekspor bawang merahnya ke Indonesia diantaranya Thailand,
Malaysia, Filipina dan Vietnam. Bawang merah yang diimpor terdiri dari tiga
jenis, yaitu bawang merah untuk tujuan konsumsi, benih dan industri. Peredaran
bawang impor diatur oleh Peraturan Menteri baik Menteri Pertanian maupun
Menteri Perdagangan.
Bawang merah yang diperdagangkan di Kabupaten Brebes tidak hanya
bawang merah yang diproduksi di wilayah Kabupaten Brebes. Tidak sedikit
pedagang Brebes yang mendatangkan atau membeli bawang merah dari luar
Kabupaten Brebes dalam rangka memenuhi permintaan dari konsumen terutama
konsumen luar negeri. Hal ini dilakukan para pedagang untuk mendapatkan
bawang merah yang memiliki kualitas bagus dengan harga yang lebih rendah.
Selain untuk tujuan ekspor, bawang merah yang diproduksi dari luar Brebes ada
yang bertujuan untuk mendapatkan brand image Bawang merah Brebes. Hal ini
berdampak pada rendahnya harga bawang merah yang diproduksi lokal
Kabupaten Brebes.
51

2. Tujuan pengembangan
Permintaan bawang merah dalam negeri cenderung meningkat tiap
tahunnya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.
Peningkatan permintaan bawang merah juga dipengaruhi oleh meningkatnya
pertumbuhan industri olahan bawang merah dari berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, prospek untuk peningkatan ekspor cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa faktor seperti (1) di pasar Taiwan, walaupun ada persaingan dari
Thailand, Filipina, dan Vietnam, bawang merah dari Indonesia mampu menguasai
86% kebutuhan pasar, (2) permintaan bawang merah di Hongkong diperkirakan
sebesar 200 ribu ton per tahun dan dipasok oleh Filipina, Thailand, Vietnam,
Taiwan, Malaysia, dan Singapura, tidak termasuk Indonesia, dan (3) ekspor ke
negara-negara pelanggan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan masih terbuka
untuk ditingkatkan, jika produksi bawang merah dapat ditingkatkan (Kementan
2013).
Untuk mengatasi permintaan bawang merah yang cenderung meningkat,
pemerintah bersama para stakeholder berupaya mengembangkan agribisnis
bawang merah. Pengembangan agribisnis bawang merah pada masa mendatang
diarahkan untuk (1) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas impor
sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap
pasokan impor), (2) pengembangan industri benih bawang merah dalam rangka
menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu, (3) perluasan areal tanam
bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi, dan (4)
pengembangan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai
tambah.
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan terhadap bawang merah di
masa yang akan datang menuntut kerjasama yang baik diantara para pelaku rantai
pasok bawang merah. Kerjasama yang terjalin dapat berupa kemitraan atau
kesepakatan-kesepakatan tertentu antar anggota rantai pasok dalam rangka
menjamin ketersediaan bawang merah.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes

Rantai pasok bawang merah menggambarkan proses distribusi bawang


merah, yang didukung dengan transfer informasi dan uang dari petani hingga
konsumen akhir atau sebaliknya. Sebuah rantai pasok yang baik dapat
mensejahterakan para anggotanya serta memuaskan para pelanggannya.
Keberhasilan sebuah rantai pasok dalam menjalankan prosesnya, dapat dilihat dari
kinerjanya.
Kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes yang telah
dijabarkan dengan menggunakan kerangka pembahasan FSCN (Food Supply
Chain Network) menggambarkan kinerja bawang merah secara deskriptif. Untuk
mengetahui kinerja dari rantai pasok bawang merah secara jelas dan terukur,
dilakukan pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah. Pengukuran terhadap
kinerja anggota rantai pasok, didahului dengan penentuan dan pembobotan metrik
kinerja yang akan digunakan.
52

Penentuan dan Pembobotan Metrik Kinerja


Metrik dalam SCOR (Supply Chain Operations Reference) merupakan
standar penilaian ukuran kinerja rantai pasok yang dapat menggambarkan kondisi
atau performa dari rantai pasok dan tujuan yang ingin dicapai. Metrik digunakan
dalam proses pengukuran kinerja rantai pasok yang menunjukkan derajat
kuantitatif dari suatu atribut. Jumlah metrik dalam SCOR cukup banyak. Metrik
yang digunakan dalam pengukuran kinerja rantai pasok harus sesuai dengan
kondisi dari rantai pasok yang ada dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dari manajemen rantai pasok tersebut (Thakkar et al. 2009). Oleh karena itu,
sebelum melakukan pengukuran kinerja, terlebih dahulu dilakukan penentuan
metrik yang akan digunakan mengingat jumlah metrik yang tersedia dalam SCOR
cukup banyak.
Tiap tingkatan pelaku rantai pasok memiliki metrik kinerja yang berbeda.
Metrik yang digunakan pada pengukuran ini yaitu metrik level 3 dan sebagian
metrik level 2. Metrik yang dipakai disesuaikan dengan kondisi para pelaku rantai
pasok bawang merah. Metrik yang terpilih merupakan hasil dari diskusi dan
observasi terhadap anggota rantai pasok bawang merah. Berikut adalah metrik
yang terpilih pada tiap tingkatan pelaku rantai pasok bawang merah di Kabupaten
Brebes:

Petani
Hierarki metrik (indikator penilaian) kinerja petani bawang merah di
Kabupaten Brebes dan hasil pembobotan dari masing-masing metrik dapat dilihat
pada Gambar 9.
1. Reliabilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut kinerja reliabilitas petani
dalam rantai pasok bawang merah adalah pemenuhan pesanan sempurna. Bobot
metrik pemenuhan pesanan sempurna yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1767. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Pesanan terpenuhi secara utuh
Metrik pesanan terkirim secara utuh menggambarkan pasokan bawang
merah dari petani yang sesuai dengan pesanan atau keinginan pembeli/konsumen,
yaitu dari segi jumlah dan jenis barang. Bobot metrik pesanan terkirim secara utuh
sebesar 0.7486. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan jenis barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.5747.
Ketepatan jumlah barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.4253.
b. Kondisi sempurna
Metrik kondisi sempurna menggambarkan keadaan bawang merah yang
diproduksi dan dikirim petani kepada konsumen. Bobot metrik kondisi sempurna
sebesar 0.2514. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Persentase bebas kerusakan atau kehilangan barang yang dikirim kepada
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3062.
Kesesuaian dengan standar mutu. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6938.
53

Penilaian metrik
ukuran kinerja
PETANI

ATRIBUT
KNERJA RELIABILITAS RESPONSIVITAS FLEKSIBILITAS BIAYA ASET

METRIK
LEVEL 1 Pemenuhan pesanan Fleksibilitas rantai
Waktu siklus Biaya rantai pasok Siklus cash to cash
sempurna pemenuhan pesanan pasok atas
METRIK
LEVEL 2

Rentang
Pesanan Waktu siklus Biaya Rentang
Kinerja Kondisi Waktu siklus Waktu siklus Fleksibilitas Fleksibilitas Biaya Biaya pembayaran
terkirim produksi penanganan/ pembayaran
pengiriman sempurna pengadaan pengiriman produksi pengiriman pengadaan pengiriman piutang
secara utuh produksi utang

Waktu budidaya
Ketepatan jenis Ketepatan lokasi % bebas kerusakan/ Waktu persiapan Waktu loading ke Biaya sewa truk/
Biaya saprotan Biaya tenaga kerja
barang tujuan kehilangan lahan truk kontainer

Waktu panen

Ketepatan jumlah Ketepatan waktu % kesesuaian Waktu persiapan Biaya Proses


barang Lama pengiriman Biaya pembibitan Biaya Pengangkutan
pengiriman dengan standar mutu saprotan Waktu pengeringan Budidaya

METRIK Waktu pembersihan Biaya panen dan


Waktu pembibitan dan sortasi pascapanen
LEVEL 3

Waktu penyimpanan

Waktu pengemasan

Gambar 9 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja petani

53
54

2. Responsivitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut responsivitas petani dalam
rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus pemenuhan pesanan. Metrik ini
menggambarkan waktu siklus aktual rata-rata yang di butuhkan petani untuk
memasok bawang merah atau untuk memenuhi pesanan konsumen. Bobot metrik
waktu siklus pemenuhan pesanan yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1293.
Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Waktu siklus pengadaan
Metrik waktu siklus pengadaan merupakan waktu yang dibutuhkan petani
untuk mempersiapkan produksi bawang merah. Bobot metrik waktu siklus
pengadaan sebesar 0.3539. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini
yaitu:
Waktu persiapan lahan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.4158.
Waktu persiapan saprotan (sarana produksi pertanian). Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.1972.
Waktu pembibitan atau pembenihan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3869.
b. Waktu siklus produksi
Metrik waktu siklus produksi merupakan waktu yang dibutuhkan petani
untuk memproduksi bawang merah. Bobot metrik waktu siklus produksi sebesar
0.6461. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu untuk proses budidaya. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5316.
Waktu untuk panen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1688.
Waktu untuk pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2996.

3. Biaya
Metrik level satu yang digunakan pada atribut biaya dalam rantai pasok
bawang merah adalah total biaya pelayanan. Total biaya pelayanan merupakan
jumlah biaya rantai pasok yang dikeluarkan petani untuk mengirimkan barang ke
konsumen. Bobot metrik total biaya pelayanan yang diperoleh dari hasil
perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah 0.3070. Metrik level dua
yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Biaya pengadaan
Metrik biaya pengadaan merupakan biaya yang dikeluarkan petani dalam
rangka mempersiapkan proses produksi bawang merah. Metrik ini memiliki bobot
sebesar 0.3296. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Biaya saprotan (sarana produksi pertanian). Metrik ini memiliki bobot sebesar
0.2637.
Biaya pembibitan atau pembenihan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5057.
Biaya sewa lahan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2306.
b. Biaya produksi
Metrik biaya penanganan merupakan biaya yang dikeluarkan petani selama
proses produksi bawang merah. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7468. Metrik
level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Biaya proses budidaya. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5747.
Biaya panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.4253.
55

4. Aset
Metrik level satu yang digunakan pada atribut manajemen aset dalam rantai
pasok bawang merah adalah waktu siklus kas (siklus cash to cash). Waktu siklus
kas menggambarkan waktu yang dibutuhkan petani selama perputaran
uang/modal mulai dari pembayaran bahan baku dan bahan penunjang hingga
pembayaran atau pelunasan uang oleh konsumen. Bobot metrik waktu siklus kas
yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah
0.3870. Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
Rentang/lama pembayaran utang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1580.
Rentang/lama penerimaan piutang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8420.

Pedagang Pengumpul
Hierarki metrik kinerja pedagang pengumpul bawang merah di Kabupaten
Brebes dan hasil pembobotan dari masing-masing metrik dapat dilihat pada
Gambar 10.
1. Reliabilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut kinerja reliabilitas pedagang
pengumpul dalam rantai pasok bawang merah adalah pemenuhan pesanan
sempurna. Bobot metrik pemenuhan pesanan sempurna yang diperoleh dari hasil
perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1294. Metrik level dua
yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Pesanan terkirim secara utuh
Metrik pesanan terkirim secara utuh merupakan pasokan bawang merah
oleh pedagang pengumpul yang sesuai dengan pesanan atau keinginan konsumen,
yaitu dari segi jumlah dan jenis barang. Bobot metrik pesanan terkirim secara utuh
sebesar 0.3984.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik pesanan terkirim secara
utuh yaitu:
Ketepatan jenis barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.6461.
Ketepatan jumlah barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.3539.
b. Kinerja pengiriman
Metrik kinerja pengiriman merupakan indikator seberapa baik pedagang
pengumpul dapat memasok bawang merah pada waktu dan lokasi yang ditentukan
konsumen. Bobot metrik kinerja pengiriman sebesar 0.2413.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan lokasi tujuan pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0. 3539.
Ketepatan waktu pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6461.
c. Kondisi sempurna
Metrik kondisi sempurna menggambarkan keadaan barang yang dikirim
oleh pedagang pengumpul kepada konsumen. Bobot metrik kondisi sempurna
sebesar 0.3604. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Persentase bebas kerusakan atau kehilangan barang yang dikirim kepada
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2462.
Kesesuaian dengan standar mutu. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7538.
56

56
Gambar 10 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang pengumpul
57

2. Responsivitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut responsivitas pedagang
pengumpul dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus pemenuhan
pesanan. Metrik ini menggambarkan waktu siklus aktual rata-rata yang di
butuhkan pedagang pengumpul untuk memenuhi pesanan konsumen. Bobot
metrik waktu siklus pemenuhan pesanan yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.0952. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik waktu siklus pemenuhan pesanan yaitu:
a. Waktu siklus pengadaan
Metrik waktu siklus pengadaan merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang pengumpul untuk memperoleh bawang merah dari produsen utama
dalam rangka memenuhi pesanan konsumen. Bobot metrik waktu siklus
pengadaan sebesar 0.4395. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini
yaitu:
Waktu pemilihan pemasok. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.4253.
Waktu siklus penerimaan barang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5747.
b. Waktu siklus produksi/penanganan
Metrik waktu siklus produksi merupakan waktu yang dibutuhkan pedagang
pengumpul untuk menangani atau mengelola bawang merah dari produsen utama
(petani) hingga bawang merah tersebut siap dikirim kepada konsumen. Bobot
metrik waktu siklus produksi sebesar 0.2943.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu untuk panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.
Waktu untuk pengemasan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
c. Waktu siklus pengiriman
Metrik waktu siklus pengiriman merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang pengumpul untuk mengirim bawang merah yang sudah siap kirim
kepada konsumen. Bobot metrik waktu siklus pengiriman sebesar 0.2662. Metrik
level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu pemuatan barang ke kendaraan muatan. Metrik ini memiliki bobot
sebesar 0.1749.
Lama pengiriman (Waktu yang dibutuhkan untuk mengirim barang kepada
konsumen). Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8251.

3. Fleksibilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut fleksibilitas petani dalam
rantai pasok bawang merah adalah fleksibilitas rantai pasok atas. Fleksibilitas
rantai pasok atas menggambarkan tingkat fleksibilitas pedagang pengumpul jika
terjadi peningkatan kapasitas permintaan dari konsumen. Bobot metrik
fleksibilitas rantai pasok atas yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan
pada metrik level satu adalah 0.1001. Metrik level dua yang termasuk ke dalam
metrik level satu yaitu:
a. Fleksibilitas pengadaan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2462.
b. Fleksibilitas pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7538.

4. Biaya
Metrik level satu yang digunakan pada atribut biaya dalam rantai pasok
bawang merah adalah total biaya pelayanan. Total biaya pelayanan
58

menggambarkan jumlah biaya rantai pasok yang dikeluarkan pedagang


pengumpul untuk mengirimkan barang ke konsumen. Bobot metrik total biaya
pelayanan yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik level
satu adalah 0.2310. Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik level satu
yaitu:
a. Biaya pengadaan
Metrik biaya pengadaan merupakan biaya yang dikeluarkan dalam rangka
menyediakan atau mengadakan bawang merah untuk memenuhi permintaan
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5588. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik ini yaitu metrik biaya pembelian bawang merah dengan
bobot sebesar 1.000.
b. Biaya penanganan
Metrik biaya penanganan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
menangani bawang merah yang diperoleh dari produsen dan ditujukan untuk
memenuhi pesanan konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3061. Metrik
level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Biaya pengemasan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1248.
Biaya lapak penjemuran. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3359.
Biaya panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5393.
c. Biaya pengiriman
Metrik biaya pengiriman merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
mengirimkan bawang merah ke konsumen (ke lokasi yang ditentukan konsumen).
Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1351. Metrik level tiga yang termasuk ke
dalam metrik ini yaitu metrik biaya untuk pengangkutan dengan bobot sebesar
1.0000.

5. Aset
Metrik level satu yang digunakan pada atribut manajemen aset pedagang
pengumpul dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus kas (siklus
cash to cash). Waktu siklus kas menggambarkan waktu yang dibutuhkan dalam
perputaran uang/modal pedagang pengumpul mulai dari pembelian bawang merah
dari produsen hingga pembayaran atau pelunasan uang oleh konsumen. Bobot
metrik waktu siklus kas yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada
metrik level satu adalah 0.3294. Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik
level satu yaitu:
a. Rentang/lama pembayaran utang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 01749.
b. Rentang/lama penerimaan piutang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8251.

Pedagang Besar
Metrik yang digunakan untuk mengukur kinerja pedagang besar bawang
merah di Kabupaten Brebes dan hasil pembobotan dari masing-masing metrik
dapat dilihat pada Gambar 11.
59

Gambar 11 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang besar

59
60

1. Reliabilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut kinerja reliabilitas pedagang
besar dalam rantai pasok bawang merah adalah pemenuhan pesanan sempurna.
Metrik pemenuhan pesanan sempurna menggambarkan pasokan bawang merah
yang dipesan oleh konsumen memenuhi kinerja pengiriman seperti ketepatan
waktu, lokasi, jumlah, mutu, dsb. Bobot metrik pemenuhan pesanan sempurna
yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah
0.1624.
Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik pemenuhan pesanan
sempurna yaitu:
a. Pesanan terkirim secara utuh
Metrik pesanan terkirim secara utuh merupakan pasokan bawang merah
oleh pedagang besar yang sesuai dengan pesanan atau keinginan konsumen, yaitu
dari segi jumlah dan jenis barang. Bobot metrik pesanan terkirim secara utuh
sebesar 0.3938.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan jenis barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.7708.
Ketepatan jumlah barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.2292.
b. Kinerja pengiriman
Metrik kinerja pengiriman merupakan indikator seberapa baik pedagang
besar dapat memasok bawang merah pada waktu dan lokasi yang ditentukan
konsumen. Bobot metrik kinerja pengiriman sebesar 0.2198. Metrik level tiga
yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan lokasi tujuan pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3539.
Ketepatan waktu pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6461.
c. Kondisi sempurna
Metrik kondisi sempurna menggambarkan keadaan barang yang dikirim
oleh pedagang besar kepada konsumen. Bobot metrik kondisi sempurna sebesar
0.3864. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Persentase bebas kerusakan atau kehilangan barang yang dikirim kepada
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1749.
Kesesuaian dengan standar mutu. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8251.

2. Responsivitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut responsivitas pedagang besar
dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus pemenuhan pesanan.
Metrik ini menggambarkan waktu siklus aktual rata-rata yang secara konsisten
untuk memenuhi pesanan konsumen. Untuk setiap pesanan, waktu siklus dimulai
dari penerimaan pesanan dan berakhir saat konsumen menerima. Bobot metrik
waktu siklus pemenuhan pesanan yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1554. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Waktu siklus pengadaan
Metrik waktu siklus pengadaan (source) merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang besar untuk mengadakan atau memperoleh bawang merah. Bobot
61

metrik waktu siklus pengadaan sebesar 0.2984. Metrik level tiga yang termasuk ke
dalam metrik ini yaitu:
Waktu pemilihan pemasok. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3539.
Waktu siklus penerimaan barang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6461.
b. Waktu siklus produksi
Metrik waktu siklus produksi (make) merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang besar untuk menghasilkan bawang merah sesuai pesanan konsumen.
Bobot metrik waktu siklus produksi sebesar 0.4032. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu untuk panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.
Waktu untuk pascapanen terdiri dari waktu yang dihabiskan untuk
pengeringan, pembersihan dan sortasi bawang merah hasil pertanian
Waktu untuk pengemasan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
c. Waktu siklus pengiriman
Metrik waktu siklus pengiriman (deliver) merupakan waktu yang
dibutuhkan pedagang besar untuk mengirim bawang merah kepada konsumen.
Bobot metrik waktu siklus pengiriman sebesar 0.2984. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik waktu siklus pengiriman yaitu:
Waktu pemuatan barang ke dalam kendaraan (truk atau kontainer). Metrik ini
memiliki bobot sebesar 0.2885.
Lama pengiriman (Waktu yang dibutuhkan untuk mengirim barang kepada
konsumen). Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7115.

3. Fleksibilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut fleksibilitas pedagang besar
dalam rantai pasok bawang merah adalah fleksibilitas rantai pasok atas.
Fleksibilitas rantai pasok atas menggambarkan kemampuan pemasok dalam
memenuhi peningkatan permintaan tidak terencana dari pembeli/konsumen. Bobot
metrik fleksibilitas rantai pasok atas yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1218. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Fleksibilitas pengadaan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
b. Fleksibilitas pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.

4. Biaya
Metrik level satu yang digunakan pada atribut biaya dalam rantai pasok
bawang merah adalah total biaya pelayanan. Total biaya pelayanan
menggambarkan jumlah biaya rantai pasok yang dikeluarkan pedagang besar
untuk mengirimkan barang ke konsumen. Bobot metrik total biaya pelayanan
yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah
0.2310. Metrik total biaya pelayanan mencakup:
a. Biaya pengadaan
Metrik biaya pengadaan merupakan biaya yang dikeluarkan dalam rangka
menyediakan atau mengadakan bawang merah untuk memenuhi pesanan
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3925. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
62

Biaya pembelian barang dan atau budidaya. Metrik ini memiliki bobot sebesar
0.7538.
Biaya penyimpanan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2462.
b. Biaya produksi
Metrik biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi/mengolah bawang merah dengan tujuan memenuhi pesanan
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3925. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Biaya panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.
Biaya pengemasan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
c. Biaya pengiriman
Metrik biaya pengiriman merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
mengirimkan barang ke konsumen (ke lokasi yang ditentukan konsumen). Metrik
ini memiliki bobot sebesar 0.2150. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam
metrik ini yaitu:
Biaya pengangkutan barang hingga sampai kepada konsumen. Metrik ini
memiliki bobot sebesar 1.000.

5. Aset
Metrik level satu yang digunakan pada atribut manajemen aset pedagang
besar dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus kas (siklus cash to
cash). Waktu siklus kas menggambarkan waktu yang dibutuhkan sebuah investasi
untuk mengalir ke pedagang besar setelah dibelanjakan bahan baku. Bobot metrik
waktu siklus kas yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik
level satu adalah 0.3294. Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik level
satu yaitu:
a. Rentang/lama pembayaran utang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2885.
b. Rentang/lama penerimaan piutang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7115.

Berdasarkan hasil pembobotan, dapat diketahui bahwa pada metrik kinerja


level satu, waktu siklus kas (pada atribut manajemen aset) memiliki nilai bobot
tertinggi pada semua tingkat pelaku rantai pasok (pedagang besar, pedagang
pengumpul, dan petani). Posisi kedua ditempati oleh metrik total biaya pelayanan
(atribut biaya). Waktu siklus kas (atribut manajemen aset) menjadi aspek yang
sangat penting dan sangat dipertimbangkan karena umumnya para pelaku rantai
pasok membutuhkan dana/uang sebagai modal dalam melakukan aktivitasnya.
Kebutuhan akan uang ini sangat mendesak karena modal yang mereka miliki
sangat minim sehingga kemampuan mengelola arus kas (cash flow) sangat penting
dan dibutuhkan. Metrik total biaya pelayanan menduduki peringkat kedua dalam
tingkat kepentingan rantai pasok bawang merah disebabkan harga bawang merah
ditentukan oleh total biaya pelayanan seperti biaya pengadaan (bahan baku), biaya
produksi, dan biaya pengiriman.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah


Metrik yang telah terpilih selanjutnya digunakan dalam penilaian kinerja
rantai pasok bawang merah. Metrik tersebut digunakan sebagai indikator penilaian
kinerja dari anggota rantai pasok bawang merah. Anggota rantai pasok bawang
63

merah yang diukur kinerjanya adalah lembaga pemasaran utama bawang merah di
Kabupaten Brebes, yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang besar.
Pengukuran kinerja dilakukan pada dua waktu yang berbeda (saat in
season/musim penghujan dan saat off season/musim kemarau) bertujuan untuk
mengetahui kinerja objek pengukuran saat terjadi perubahan musim yang
berakibat pada produktivitas dan kualitas hasil panen. Atribut reliabilitas,
responsivitas dan fleksibilitas menggambarkan tingkat efektivitas kerja yang
dinilai oleh pihak eksternal (konsumen) sedangkan atribut biaya dan pengelolaan
aset menggambarkan efisiensi kerja yang dinilai oleh internal pelaku.

1. Petani
Hasil pengukuran kinerja petani dalam rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan tabel tersebut kinerja
petani tertinggi terlihat pada metrik pemenuhan pesanan (permintaan) sempurna
sebesar 4.00 saat in season. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani memiliki
kinerja yang baik dalam menyediakan bawang merah saat in season. Sebaliknya,
saat off season nilai kinerja petani menurun menjadi 3.25. Saat in season, hasil
panen bawang merah melimpah sehingga petani mampu menyediakan bawang
merah jumlah yang besar sedangkan saat off season hasil panen bawang merah
relatif lebih sedikit yang menyebabkan tingkat reliabilitas rendah.
Berbeda dengan atribut reliabilitas, atribut responsivitas memiliki nilai yang
lebih tinggi saat off season dibandingkan saat in season. Pada saat in season
atribut responsivitas yang digambarkan melalui metrik waktu siklus pemenuhan
pesanan memperoleh nilai sebesar 3.37, sedangkan saat off season sebesar 3.46.
Metrik kinerja pada atribut responsivitas petani saat off season umumnya lebih
tinggi dibanding saat in season kecuali metrik waktu untuk pascapanen. Hal ini
disebabkan saat off season terdapat air hujan yang dapat melancarkan proses
persiapan lahan dan proses budidaya. Metrik waktu untuk pascapanen memiliki
kinerja yang rendah saat off season karena saat musim penghujan sedikit terdapat
panas cahaya matahari sedangkan pengeringan bawang merah mengandalkan pada
panas cahaya matahari. Untuk persiapan saprotan tidak membutuhkan waktu yang
lama karena saprotan dapat diperoleh seketika serta dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama.
Total waktu yang dibutuhkan petani dalam menyediakan bawang merah saat
in season adalah 84 hari dengan rincian: waktu siklus persiapan lahan selama 14
hari, waktu persiapan saprotan satu hari, waktu proses budidaya 65 hari, dan
waktu panen satu hari. Petani membutuhkan waktu selama 75 hari untuk
pembibitan yang dilakukan dengan penyimpanan bawang merah hasil panen
sebelumnya. Sedikit lebih cepat dari in season, total waktu yang dibutuhkan
petani dalam menyediakan bawang merah saat off season adalah 83 hari dengan
rincian: waktu siklus persiapan lahan selama 12 hari, waktu persiapan saprotan
satu hari, waktu proses budidaya 65 hari, dan waktu panen satu hari.
Penilaian terhadap kinerja atribut biaya melalui metrik total biaya pelayanan
(total cost to serve) pada tingkat petani menunjukkan nilai sebesar 3.53 saat in
season dan 3.33 saat off season. Tingkat efisiensi biaya saat in season tidak
berbeda jauh dengan off season. Biaya pengeluaran yang tinggi menandakan
bahwa tingkat efisiensi rendah. Sebagian besar petani masih menganggap biaya
total pelayanan (biaya rantai pasok) cukup besar terutama biaya yang dikeluarkan
64

untuk mendapatkan benih serta biaya untuk kegiatan budidaya dan


panen/pascapanen yang meliputi upah tenaga buruh.

Tabel 15 Hasil pengukuran kinerja petani


Skor
Nomor Skor
Metrik Bobot Terbobot
Level
in off in off
RELIABILITAS
RL.1.1 Pemenuhan pesanan sempurna 0.18 4.00 3.25
RL.2.1 Pesanan terkirim secara utuh 0.75 4.14 3.29
Ketepatan jenis barang yang
RL.3.1 0.57 4.00 4.00
terkirim
RL.3.2 Ketepatan jumlah yang terkirim 0.43 4.33 2.33
RL.2.2 Kondisi sempurna 0.25 3.56 3.13
RL.3.3 % Bebas kerusakan/kehilangan 0.31 3.33 2.67
RL.3.4 % Kesesuaian dengan standar mutu 0.70 3.67 3.33
RESPONSIVITAS
RS.1.1 Waktu siklus pemenuhan pesanan 0.13 3.37 3.46
RS.2.1 Waktu siklus pengadaan 0.35 3.20 3.47
RS.3.1 Waktu persiapan lahan 0.42 3.00 3.67
RS.3.2 Waktu persiapan saprotan 0.20 4.00 4.00
RS.3.3 Waktu pembibitan 0.39 3.00 3.00
RS.2.2 Waktu siklus produksi 0.65 3.47 3.45
RS.3.4 Waktu budidaya 0.53 3.00 3.33
RS.3.5 Waktu panen 0.17 4.00 4.00
RS.3.6 Waktu pascapanen 0.30 4.00 3.33
BIAYA
BI.1.1 Total biaya pelayanan 0.31 3.53 3.33
BI.2.1 Biaya pengadaan 0.33 3.58 3.41
BI.3.1 Biaya saprotan 0.26 3.33 3.33
BI.3.2 Biaya pembibitan 0.51 3.67 3.33
BI.3.3 Biaya lahan 0.23 3.67 3.67
BI.2.2 Biaya penanganan/ produksi 0.75 3.14 2.95
BI.3.4 Biaya proses budidaya 0.57 3.00 2.67
BI.3.5 Biaya panen dan pascapanen 0.43 3.33 3.33
ASET
AS.1.1 Waktu siklus kas 0.37 3.00 3.00
AS.2.1 Lama pembayaran utang 0.16 3.00 3.00
AS.2.2 Lama penerimaan piutang 0.84 3.00 3.00
TOTAL KINERJA 3.39 3.20

Kinerja petani dalam memutar siklus kasnya memperoleh nilai sebesar 3.00
baik saat in season maupun saat off season. Nilai ini menunjukkan waktu yang
dibutuhkan petani dalam memutar siklus kasnya cukup lama. Hal ini terjadi
karena petani memiliki bargaining position yang lemah. Dari nilai keseluruhan
metrik level satu, diperoleh nilai total kinerja petani dalam rantai pasok bawang
merah, yaitu sebesar 3.39 saat in season dan 3.20 saat off season.
65

2. Pedagang Pengumpul
Hasil pengukuran kinerja pedagang pengumpul dalam rantai pasok bawang
merah dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, diketahui metrik
pemenuhan pesanan sempurna saat in season memperoleh nilai yang tinggi yaitu
sebesar 4.12 dan sedikit lebih rendah saat off season yaitu sebesar 3.62. Pada
atribut reliabilitas terdapat metrik yang mendapat nilai cukup rendah dibanding
metrik lainnya yaitu metrik kondisi sempurna (saat off season) yang terdiri dari
metrik bebas kerusakan/ kehilangan dan metrik kesesuaian dengan standar mutu.
Rendahnya kedua metrik tersebut disebabkan adanya kerusakan bawang merah
selama perjalanan/pengangkutan. Selain itu, saat off season tanaman bawang
merah menghadapi serangan dari hama dan penyakit yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan dan penurunan kualitas serta kuantitas bawang merah yang
dihasilkan. Proses pengeringan/penjemuran juga dapat menyebabkan kehilangan
(loss) yang cukup besar. Jika calon pembeli menginginkan umbi kering, maka
penjemuran dilakukan selama 4-5 hari yang mengakibatkan susut bobot umbi
sebesar 15-20% sedangkan untuk umbi basah, penjemuran dilakukan sekitar 2 hari
dengan susut bobot sebesar 10% bobot umbi hasil panen.
Nilai metrik level satu waktu siklus pemenuhan pesanan saat in season
adalah 3.67. Nilai tersebut diperoleh dari metrik level dua yaitu waktu siklus
pengadaan, waktu siklus produksi dan waktu siklus pengiriman. Umumnya, waktu
siklus pengadaan terjadi selama 6 hari dengan rincian waktu pemilihan pemasok
dua hari dan waktu siklus penerimaan barang empat hari. Siklus produksi
menghabiskan waktu selama 3.5 hari yang terdiri dari waktu pascapanen
(pembersihan, sortasi dan grading) selama tiga hari dan waktu pengemasan selama
setengah hari. Sedangkan siklus pengiriman menghabiskan waktu selama 1.5 hari
yang terdiri dari waktu muatan ke dalam kendaraan selama setengah hari dan
pengiriman selama satu hari, jika tujuan pengiriman lebih jauh maka waktu yang
dibutuhkan untuk mengirimkan barang menjadi lebih lama. Jadi, jika ada pesanan
dari konsumen, pedagang pengumpul membutuhkan waktu selama 11 hari untuk
memenuhinya. Saat off season, nilai kinerja berkurang menjadi 3.33. Pada musim
ini, siklus pemenuhan pesanan membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 13 hari
yang terdiri dari waktu pemilihan pemasok tiga hari, waktu siklus penerimaan
barang empat hari, waktu panen dan pascapanen empat hari, waktu pengemasan
setengah hari, waktu muatan kendaraan setengah hari serta lama pengiriman
sehari. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan bawang merah.
Metrik fleksibilitas rantai pasok atas rata-rata menunjukkan nilai sebesar
4.00 saat in season sedangkan pada saat off season metrik ini memperoleh nilai
yang lebih kecil yaitu sebesar 2.92. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang
pengumpul lebih mampu memenuhi peningkatan pesanan/permintaan dari
konsumen saat in season dibandingkan saat off season. Penyebabnya adalah saat
in season ketersediaan bawang merah cukup banyak sehingga pedagang
pengumpul cukup mudah dalam mendapatkan bawang merah. Jika terjadi
peningkatan jumlah pesanan dan pengiriman maka pedagang pengumpul akan
mencari ke petani atau pedagang pengumpul lainnya. Saat off season yang para
pedagang pengumpul cukup sulit memenuhi peningkatan jumlah pesanan
disebabkan harga bawang merah yang tinggi dan ketersediaan pasokan yang
rendah.
66

Tabel 16 Hasil pengukuran kinerja pedagang pengumpul


Skor
Nomor Skor
Metrik Bobot Terbobot
Level
in off in off
RELIABILITAS
RL.1.1 Pemenuhan pesanan sempurna 0.13 4.12 3.62
RL.2.1 Pesanan terkirim secara utuh 0.40 4.24 3.65
Ketepatan jenis barang yang
RL.3.1 0.65 4.00 4.00
terkirim
RL.3.2 Ketepatan jumlah yang terkirim 0.35 4.67 3.00
RL.2.2 Kinerja pengiriman 0.24 4.24 4.12
RL.3.3 Ketepatan lokasi tujuan pengiriman 0.35 4.67 4.33
RL.3.4 Ketepatan waktu pengiriman 0.65 4.00 4.00
RL.2.3 Kondisi sempurna 0.36 3.92 3.25
RL.3.5 % Bebas kerusakan/kehilangan 0.25 3.67 3.00
RL.3.6 % Kesesuaian dengan standar mutu 0.75 4.00 3.33
RESPONSIVITAS
RS.1.1 Waktu siklus pemenuhan pesanan 0.10 3.67 3.33
RS.2.1 Waktu siklus pengadaan 0.44 3.43 3.00
RS.3.1 Waktu pemilihan pemasok 0.43 4.00 3.00
RS.3.2 Waktu siklus penerimaan barang 0.57 3.00 3.00
RS.2.2 Waktu siklus produksi 0.29 3.74 3.47
RS.3.3 Waktu panen dan pascapanen 0.79 3.67 3.33
RS.3.4 Waktu pengemasan 0.21 4.00 4.00
RS.2.3 Waktu pengiriman 0.27 4.00 3.72
RS.3.5 Waktu muatan ke dalam kendaraan 0.17 4.00 4.00
RS.3.6 Lama pengiriman 0.83 4.00 3.67
FLEKSIBILITAS
FL.1.1 Fleksibilitas rantai pasok atas 0.10 4.00 2.92
Fleksibilitas peningkatan
FL.2.1 0.25 4.00 2.67
pengadaan
FL.2.2 Fleksibilitas pengiriman 0.75 4.00 3.00
BIAYA
BI.1.1 Total biaya pelayanan 0.26 3.70 3.14
BI.2.1 Biaya pengadaan 0.56 4.00 3.00
BI.3.1 Biaya pembelian barang 1.00 4.00 3.00
BI.2.2 Biaya penanganan/ produksi 0.31 3.46 3.46
BI.3.2 Biaya pengemasan 0.12 4.00 4.00
BI.3.3 Biaya sewa lapak penjemuran 0.34 4.00 4.00
BI.3.4 Biaya panen dan pascapanen 0.54 3.00 3.00
BI.2.3 Biaya pengiriman 0.14 3.00 3.00
BI.3.5 Biaya pengangkutan 1.00 3.00 3.00
ASET
AS.1 Waktu siklus kas 0.42 3.00 3.00
AS.2.1 Lama pembayaran utang 0.17 3.00 3.00
AS.2.2 Lama penerimaan piutang 0.83 3.00 3.00
TOTAL KINERJA 3.49 3.14
67

Nilai dari metrik total biaya pelayanan dari pedagang pengumpul adalah
3.70 (in season) dan 3.14 (off season) yang menunjukkan tingkat kemampuan
pedagang pengumpul dalam mengefisienkan uang yang dikeluarkan untuk
membiayai rantai pasok bawang merah. Biaya yang dikeluarkan untuk memasok
bawang merah di tingkat pedagang pengumpul meliputi biaya pengadaan, biaya
penanganan dan biaya pengiriman. Pada saat in season tingkat efisiensi lebih
tinggi dibandingkan dengan off season karena saat in season harga beli bawang
merah dan biaya penanganan relatif lebih murah.
Waktu siklus kas atau perputaran uang pada pedagang pengumpul cukup
lama, yang digambarkan dengan nilai 3.00. Siklus perputaran uang ini cukup lama
karena pelunasan pembayaran oleh konsumen cukup lama bisa mencapai lebih
dari satu bulan sehingga pembayaran kepada pemasok pun (petani dan pedagang
lainnya) cukup lama. Total nilai kinerja pedagang pengumpul dalam rantai pasok
bawang merah di Kabupaten Brebes sebesar 3.38 pada saat in season dan 3.05
saat off season.

3. Pedagang Besar
Hasil pengukuran kinerja pedagang besar bawang merah di Kabupaten
Brebes dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa
saat musim panen (in season) pedagang besar memperoleh nilai 4.03 pada metrik
pemenuhan pesanan sempurna. Namun, saat off season kinerja pedagang besar
menurun menjadi 3.59. Saat musim panen, hasil panen bawang merah
menunjukkan jumlah yang besar sehingga pedagang besar relatif lebih mudah
dalam mendapatkan bawang merah, sedangkan musim bukan panen menunjukkan
kebalikannya. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya atribut kinerja
reliabilitas pedagang besar pada saat musim bukan panen.
Kinerja atribut responsivitas pedagang besar dapat dilihat dari metrik waktu
siklus pemenuhan pesanan yang memperoleh nilai sebesar 3.86 pada in season.
Jika ada pesanan dari konsumen, pedagang besar hanya membutuhkan waktu
selama 10 hari untuk memenuhinya yang terdiri dari waktu pemilihan pemasok
dua hari, waktu siklus penerimaan barang tiga hari, waktu panen dan pascapanen
tiga hari, waktu pengemasan setengah hari, waktu muatan kendaraan setengah hari
dan sehari untuk lama pengiriman. Pada saat off season, nilai responsivitas
menurun menjadi 3.38. Saat off season, pedagang besar membutuhkan waktu
lebih lama dari saat in season yaitu 13 hari dengan rincian waktu pemilihan
pemasok tiga hari, waktu siklus penerimaan barang empat hari, waktu panen dan
pascapanen empat hari, waktu pengemasan setengah hari, waktu muatan
kendaraan setengah hari serta lama pengiriman sehari.
Jika terjadi peningkatan pesanan dari pelanggan, pedagang besar fleksibel
dalam menanggapi pesanan tersebut yang ditunjukkan dengan nilai metrik
fleksibilitas rantai pasok atas sebesar 4.00 pada waktu in season. Pedagang besar
mampu memenuhi peningkatan pengadaan karena memiliki relasi yang kuat
dengan banyak petani maupun pedagang pengumpul. Selain itu, pada waktu in
season ketersediaan bawang merah melimpah. Sebaliknya, saat ketersediaan
bawang rendah (off season) kinerja fleksibilitas juga rendah yaitu 3.00.
68

Tabel 17 Hasil pengukuran kinerja pedagang besar


Skor
Nomor Skor
Metrik Bobot terbobot
Level
in of in of
RELIABILITAS
RL.1.1 Pemenuhan pesanan sempurna 0.16 4.03 3.59
RL.2.1 Pesanan terkirim secara utuh 0.39 4.08 3.77
Ketepatan jenis barang yang
RL.3.1 terkirim 0.77 4.00 4.00
RL.3.2 Ketepatan jumlah yang terkirim 0.23 4.33 3.00
RL.2.2 Kinerja pengiriman 0.22 4.00 3.35
RL.3.3 Ketepatan lokasi tujuan pengiriman 0.35 4.00 4.00
RL.3.4 Ketepatan waktu pengiriman 0.65 4.00 3.00
RL.2.3 Kondisi sempurna 0.39 4.00 3.55
RL.3.5 % Bebas kerusakan/ kehilangan 0.17 4.00 3.00
RL.3.6 % Kesesuaian dengan standar mutu 0.83 4.00 3.67
RESPONSIVITAS
RS.1.1 Waktu siklus pemenuhan pesanan 0.16 3.86 3.38
RS.2.1 Waktu siklus pengadaan 0.30 3.88 3.00
RS.3.1 Waktu pemilihan pemasok 0.35 3.67 3.00
RS.3.2 Waktu siklus penerimaan barang 0.65 4.00 3.00
RS.2.2 Waktu siklus produksi 0.40 3.74 3.21
RS.3.3 Waktu panen dan pascapanen 0.79 3.67 3.00
RS.3.4 Waktu pengemasan 0.21 4.00 4.00
RS.2.3 Waktu pengiriman 0.30 4.00 4.00
RS.3.5 Waktu loading ke truk 0.29 4.00 4.00
RS.3.6 Lama pengiriman 0.71 4.00 4.00
FLEKSIBILITAS
FL.1.1 Fleksibilitas rantai pasok atas 0.12 4.00 3.00
Fleksibilitas peningkatan
FL.2.1 pengadaan 0.21 4.00 3.00
FL.2.2 Fleksibilitas pengiriman 0.79 4.00 3.00
BIAYA
BI.1.1 Total biaya pelayanan 0.23 3.38 3.08
BI.2.1 Biaya pengadaan 0.39 3.75 3.00
BI.3.1 Biaya Pembelian barang 0.75 3.67 3.00
BI.3.2 Biaya penyimpanan 0.25 4.00 3.00
BI.2.2 Biaya penanganan/ produksi 0.39 3.21 3.21
BI.3.3 Biaya panen dan pascapanen 0.79 3.00 3.00
BI.3.4 Biaya pengemasan 0.21 4.00 4.00
BI.2.3 Biaya pengiriman 0.22 3.00 3.00
BI.3.5 Biaya pengangkutan 1.00 3.00 3.67
ASET
AS.1.1 Waktu siklus kas 0.33 4.00 4.00
AS.2.1 Lama pembayaran utang 0.29 4.00 4.00
AS.2.2 Lama penerimaan piutang 0.71 4.00 4.00
TOTAL KINERJA 3.84 3.50
69

Atribut biaya rantai pasok yang digambarkan melalui metrik total biaya
pelayanan mendapatkan kinerja terendah yaitu sebesar 3.38 saat in season dan
3.08 saat off season. Nilai ini menunjukkan tingkat kemampuan pedagang besar
dalam mengeluarkan uang untuk membiayai rantai pasok bawang merah cukup
efisien. Biaya pengadaan saat off season cenderung lebih tinggi dibanding saat in
season karena saat off season harga bawang merah melambung tinggi. Selain itu,
saat off season melakukan penyimpanan bawang merah dengan waktu yang
relative lebih lama dari in season sehingga biaya penyimpanan saat off season
lebih tinggi.
Kinerja metrik waktu siklus kas mendapatkan nilai sebesar 4.00 pada kedua
musim. Nilai ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan pedagang besar dalam
memutar siklus kasnya relatif cepat. Hal ini terjadi karena pedagang besar
memiliki bargaining position yang kuat baik di mata pemasok maupun konsumen.
Bargaining position yang dimiliki pedagang besar tidak terlepas dari kepemilikan
modal yang besar serta kekuatan jaringan yang telah dibentuk.
Agregasi dari perkalian antara bobot dan nilai metrik level satu akan
diperoleh nilai akhir kinerja pedagang besar dalam rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes sebesar 3.81 saat musim panen dan 3.50 saat musim bukan
panen. Hasil perhitungan pada dua musim yang berbeda tersebut menunjukkan
perbedaan nilai kinerja. Pada musim in season kinerja pedagang besar cenderung
lebih tinggi dibandingkan musim off season.
Dari kelima atribut rantai pasok, atribut reliabilitas yang diwakili metrik
pemenuhan pesanan sempurna memperoleh nilai tertinggi (saat musim panen)
dibandingkan metrik level satu lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pedagang
besar memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi pesanan dari konsumen.
Pedagang besar selalu berusaha memenuhi pesanan dari konsumen dengan
mencari dari pedagang pengumpul maupun petani. Bila tidak dapat memenuhi
barang yang sesuai, maka pedagang besar menyampaikan ketidaksanggupannya di
awal perjanjian/kesepakatan.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja anggota rantai pasok bawang
merah di Kabupaten Brebes, diperoleh informasi mengenai nilai kinerja dari
masing-masing anggota rantai yang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
sebesar 3.57 pada saat in season dan 3.28 pada saat off season. Nilai tersebut
diperoleh dari hasil agregasi nilai kinerja seluruh anggota rantai, yaitu petani
sebesar 3.39 (in season) dan 3.20 (off season), pedagang pengumpul sebesar 3.49
(in season) dan 3.14 (off season), serta pedagang besar sebesar 3.84 (in season)
dan 3.50 (off season).

Tabel 18 Rekapitulasi Nilai Kinerja Anggota Rantai Pasok Bawang Merah di


Kabupaten Brebes
Pedagang Pedagang
Waktu (musim) Petani Rata-rata
besar pengumpul
in season 3.84 3.49 3.39 3.57
off season 3.50 3.14 3.20 3.28
70

Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah

Analisis kesenjangan
Dalam bidang bisnis dan manajemen, analisis kesenjangan diartikan sebagai
suatu metode pengukuran bisnis yang memudahkan perusahaan untuk
membandingkan kinerja aktual dengan kinerja potensialnya. Dengan demikian,
pelaku usaha dapat mengetahui sektor, bidang atau kinerja yang sebaiknya
diperbaiki atau ditingkatkan. Analisis kesenjangan bermanfaat untuk mengetahui
kondisi terkini dan tindakan apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang.
Nilai kesenjangan (gap) dalam rantai pasok bawang merah merupakan
indikator mengenai besar tidaknya upaya perbaikan yang perlu dilakukan pada
proses-proses di dalam rantai pasok terkait dengan metrik kinerja yang digunakan.
Selain itu, nilai gap ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk merencanakan proses
perbaikan kinerja sehingga peningkatan kinerja di masa mendatang dapat dicapai.
Langkah tersebut dapat dilakukan dengan analisis yang lebih mendalam pada
setiap tahapan proses di dalam rantai pasok melalui metrik kinerja yang digunakan
selama pengukuran. Hasil analisis kesenjangan antara kinerja aktual dengan
kinerja potensial/kinerja target dapat dilihat pada Tabel 19-21.

Tabel 19 Gap performa kinerja petani


Gap Tki
Atribut
Metrik level 3 in of in of
Kinerja
season season season season
Ketepatan jenis barang 0.00 0.00 100.00 100.00
Reliabilitas

Ketepatan jumlah barang -0.67 -2.67 86.67 46.67


% Bebas kerusakan/kehilangan -0.67 -1.33 83.33 66.67
% Kesesuaian dengan standar
-0.33 -0.67 91.67 83.33
mutu
Waktu persiapan lahan -2.00 -1.33 60.00 73.33
Responsivitas

Waktu persiapan saprotan 0.00 0.00 100.00 100.00


Waktu pembibitan -2.00 -2.00 60.00 60.00
Waktu budidaya -2.00 -1.67 60.00 66.67
Waktu panen 0.00 0.00 100.00 100.00
Waktu pascapanen -1.00 -1.67 80.00 66.67
Biaya saprotan -1.67 -1.67 66.67 66.67
Biaya pembibitan -1.33 -1.67 73.33 66.67
Biaya

Biaya sewa lahan -1.33 -1.33 73.33 73.33


Biaya proses budidaya -2.00 -2.33 60.00 53.33
Biaya panen dan pascapanen -1.67 -1.67 66.67 66.67
Lama pembayaran utang -2.00 -2.00 60.00 60.00
Aset

Lama penerimaan piutang -2.00 -2.00 60.00 60.00


71

Tabel 20 Gap performa kinerja pedagang pengumpul


Atribut Gap Tki
Metrik level 3
Kinerja in off in off
Reliabilitas Ketepatan jenis barang yang terkirim 0.00 0.00 100.00 100.00
Ketepatan jumlah yang terkirim -0.33 -2.00 93.33 60.00
Ketepatan lokasi tujuan pengiriman -0.33 -0.67 93.33 86.67
Ketepatan waktu pengiriman -1.00 -1.00 80.00 80.00
% Bebas kerusakan/kehilangan -0.33 -1.00 91.67 75.00
% Kesesuaian dengan standar mutu 0.00 -0.67 100.00 83.33
Waktu pemilihan pemasok -1.00 -2.00 80.00 60.00
Responsivitas

Waktu siklus penerimaan barang -2.00 -2.00 60.00 60.00


Waktu pascapanen -1.33 -1.67 73.33 66.67
Waktu pengemasan -1.00 -1.00 80.00 80.00
Waktu loading ke truk -1.00 -1.00 80.00 80.00
Lama pengiriman -1.00 -1.33 80.00 73.33
Fleksi
bilita

Fleksibilitas peningkatan pengadaan 0.00 -1.33 100.00 66.67


s

Fleksibilitas pengiriman 0.00 -1.00 100.00 75.00


Biaya pembelian barang -1.00 -2.00 80.00 60.00
Biaya pengemasan 0.00 0.00 100.00 100.00
Biaya

Biaya lapak penjemuran 0.00 0.00 100.00 100.00


Biaya panen dan pascapanen -2.00 -2.00 60.00 60.00
Biaya pengangkutan -2.00 -2.00 60.00 60.00
Lama pembayaran utang -2.00 -2.00 60.00 60.00
Aset

Lama penerimaan piutang -2.00 -2.00 60.00 60.00

Tabel 21 Gap performa kinerja pedagang besar


Atribut Gap Tki
Metrik level 3
Kinerja in off i off
Ketepatan jenis barang yang terkirim 0.00 0.00 100.00 100.00
Reliabilitas

Ketepatan jumlah yang terkirim -0.67 -2.00 86.67 60.00


Ketepatan lokasi tujuan pengiriman 0.00 0.00 100.00 100.00
Ketepatan waktu pengiriman -1.00 -2.00 80.00 60.00
% Bebas kerusakan/kehilangan 0.00 -1.00 100.00 75.00
% Kesesuaian dengan standar mutu 0.00 -0.33 100.00 91.67
Waktu pemilihan pemasok -1.00 -2.00 80.00 60.00
sibilit Responsivitas

Waktu siklus penerimaan barang -1.00 -2.00 80.00 60.00


Waktu panen dan pascapanen -2.00 -2.00 60.00 60.00
Waktu pengemasan -1.00 -1.00 80.00 80.00
Waktu loading ke truk -1.00 -1.00 80.00 80.00
Lama pengiriman -1.00 -1.00 80.00 80.00
Fleksibilitas peningkatan pengadaan 0.00 -1.00 100.00 75.00
Flek

as

Fleksibilitas pengiriman 0.00 -1.00 100.00 75.00


Biaya Pembelian barang -1.00 -2.00 80.00 60.00
Biaya penyimpanan -1.00 -2.00 80.00 60.00
Biaya

Biaya panen dan pascapanen -2.00 -2.00 60.00 60.00


Biaya pengemasan 0.00 0.00 100.00 100.00
Biaya pengangkutan -2.00 -1.33 60.00 73.33
Lama pembayaran utang 0.00 0.00 100.00 100.00
Aset

Lama penerimaan piutang 0.00 0.00 100.00 100.00


72

Tabel 19-21 memperlihatkan kesenjangan kinerja dari masing-masing


anggota rantai. Berdasarkan hasil analisis kesenjangan dari masing-masing
anggota rantai pasok bawang merah, terdapat metrik kinerja yang mengalami
selisih (gap) nilai dari kondisi saat ini (existing) dengan target yang ingin dicapai.
Selisih tersebut merupakan angka yang menerangkan besarnya profit lost pada
setiap atribut performa yang belum dijalankan secara optimal (Syafi 2009). Profit
lost tersebut dikategorikan ke dalam tiga aspek, yaitu lost opportunity (hilangnya
kesempatan/ keuntungan), canceled orders (pesanan yang dibatalkan), dan market
share lost (hilangnya pangsa pasar).
Para pedagang bawang merah baik pedagang pengumpul maupun pedagang
besar memiliki nilai kinerja yang dibawah target terutama saat off season.
Kemampuan pedagang dalam memenuhi jumlah barang yang diinginkan
konsumen serta ketepatan jadwal pengiriman kadang dibawah ekspektasi
konsumen. Hal ini menyebabkan hilangnya kesempatan untuk memenuhi pesanan
dari calon pembeli (lost opportunity). Nilai gap yang tinggi pada metrik
pemenuhan pesanan saat off season mendorong para pedagang untuk
meningkatkan kinerjanya pada metrik ini terutama di waktu off season.
Pada metrik siklus pemenuhan pesanan (atribut responsivitas), nilai gap
yang diperoleh tidak terlalu signifikan. Pemenuhan pesanan yang terlalu lama
menyebabkan kekecewaan dari pihak pembeli yang lebih jauh dapat berdampak
pada pembatalan pesanan. Metrik yang berpengaruh besar terhadap lamanya
waktu siklus pemenuhan pesanan yaitu waktu budidaya, persiapan lahan dan
waktu pemilihan pemasok.

Analisis Masalah rantai pasok bawang merah


Pada umumnya semua produk dihasilkan setelah melalui suatu proses
produksi atau proses kerja. Kinerja proses produksi perlu ditingkatkan
performansinya secara terus menerus agar mampu memuaskan pelanggan secara
terus menerus pula, dimana selera atau kebutuhan pelanggan selalu berubah-ubah
(Nasution 2004). Rantai pasok bawang merah merupakan sebuah proses aliran
bawang merah dari pemasok hingga ke konsumen yang disertai dengan aliran
uang dan informasi. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kinerja anggota rantai
pasok bawang merah serta analisis kesenjangan, ditemukan performansi rantai
pasok bawang merah yang belum sesuai harapan. Untuk itu, diperlukan suatu
upaya perbaikan dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes.
Kunci perbaikan proses pertama kali adalah mengidentifikasi masalah dan
memfokuskan perhatian pada masalah tersebut. Oleh karena itu, langkah awal
yang ditempuh adalah menganalisis masalah atau faktor-faktor penyebab
terjadinya masalah tersebut. Untuk mengetahui informasi mengenai faktor-faktor
penyebab terjadinya masalah, langkah yang dilakukan adalah menjalani proses
brainstorming dan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan
rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes.
Faktor-faktor penyebab timbulnya suatu masalah yang berhasil
diidentifikasi kemudian dirumuskan dalam analisis diagram tulang ikan (fishbone
diagram). Diagram tulang ikan atau diagram ishikawa merupakan grafik yang
merepresentasikan hubungan antara akibat dan penyebab yang mungkin.
Penyebab yang mungkin berpotensi sumber masalah terbagi ke dalam kategori
73

dan subkategori yang digambarkan ke dalam kerangka tulang ikan (Rampersad


2001).
Berdasarkan analisis kondisi dan hasil pengukuran kinerja, dapat diketahui
bahwa nilai kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes cukup
rendah dan dibawah ekspektasi (harapan) para pelaku rantai pasok yang
ditunjukkan secara detil dalam analisis kesenjangan (gap analysis). Kesenjangan
antara kinerja existing dengan kinerja target menandakan bahwa rantai pasok
bawang merah di Kabupaten Brebes saat ini belum efektif dan efisien. Rantai
pasok yang tidak efektif dan efisien mempengaruhi ketersediaan bawang merah di
pasaran. Jika pasokan bawang merah rendah maka harga akan naik begitupun
sebaliknya ketika pasokan meningkat maka harga akan turun. Kondisi ini
menyebabkan fluktuasi harga bawang merah. Hal ini sesuai dengan hukum
ekonomi, bahwa fluktuasi harga terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara
volume permintaan dan penawaran. Harga bawang merah di Kabupaten Brebes
selama lima tahun terakhir (2011-2015) dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Grafik harga bawang merah Kabupaten Brebes tahun 2011-2015

Jadi, masalah utama yang dihadapi dalam rantai pasok bawang merah
Kabupaten Brebes adalah rantai pasok yang belum efektif dan efisien. Untuk
mengatasi masalah ini, dilakukan analisis penyebab munculnya masalah dengan
menggunakan diagram fishbone. Hasil analisis melalui diagram fishbone dapat
dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan gambar tersebut penyebab rantai pasok yang
belum efektif dan efisien ada lima yaitu ketersediaan bawang merah rendah
terutama saat off season, belum adanya sistem persediaan bawang merah,
distribusi belum berjalan dengan baik, perbedaan harga di tingkat produsen
dengan harga di tingkat konsumen sangat jauh dan sistem informasi yang belum
optimal. Diagram fishbone ini ditetapkan sebagai diagram fishbone induk.
Kemudian, dari masing-masing faktor penyebab diagram fishbone induk, dipecah
kembali ke dalam diagram fishbone anak.
74

Belum adanya sistem persediaan Ketersediaan bawang merah


bawang merah yang tepat rendah saat off season

Rantai pasok
belum efektif dan efisien

Distribusi belum berjalan Terbatasnya ketersediaan Perbedaan harga di tingkat produsen


dengan baik informasi pasar dan konsumen tinggi

Gambar 13 Diagram fishbone rantai pasok belum efektif dan efisien

1. Ketersediaan bawang merah rendah terutama saat off season


Berdasarkan hasil pengukuran kinerja dan analisis kesenjangan, diketahui
bahwa atribut kinerja yang bernilai rendah dan berada dibawah ekspektasi
disebabkan ketersediaan bawang merah rendah terutama saat off season.
Rendahnya ketersediaan bawang merah disebabkan oleh hasil panen yang rendah
saat off season, sebagian besar petani tidak menggunakan SOP budidaya (Standar
Operational Procedure), biaya produksi tinggi, kemampuan memutar siklus kas
rendah, tingkat kesuburan lahan menurun, dan tingkat kerusakan bawang tinggi.
Diagram fishbone penyebab ketersediaan bawang merah rendah terutama saat off
season dapat dilihat pada Gambar 14.

Sebagian besar petani Hasil panen rendah


Biaya produksi tinggi tidak menggunakan SOP saat off season Penyakit dapat muncul
karena kelembaban tinggi
Tanaman bawang merah terkena serangan OPT

Harga benih tinggi Tanaman bawang merah mengalami kelebihan air


Sikap tertutup karena dampak hujan

Terjadinya alih fungsi lahan


dengan adanya penanaman komoditas lain
Biaya input seperti pupuk
dan obat obatan tinggi
Ketersediaan bawang merah rendah
terutama saat off season

Teknik pascapanen belum optimal


Penggunaan pupuk anorganik
Bargaining position
tinggi
lemah Sistem kemasan pada proses transportasi
Tingkat kejenuhan dan distribusi
lahan tinggi
Sistem pembayaran
yang tidak tunai dari konsumen

Kemampuan memutar siklus kas Tingkat kesuburan lahan Tingkat kerusakan bawang
rendah menurun tinggi

Gambar 14 Diagram fishbone ketersediaan bawang merah rendah terutama


saat off season

Gambar 14 menunjukkan bahwa penyebab dari rendahnya hasil panen saat


off season diantaranya adalah tanaman bawang merah kelebihan air karena
dampak hujan, tanaman bawang merah terkena serangan OPT (Organisme
75

Pengganggu Tanaman), dan terjadinya alih fungsi lahan akibat penanaman


komoditas lain.
Sebagian besar petani di Kabupaten Brebes tidak menggunakan SOP
budidaya (Standar Operational Procedure), baik saat off season maupun in
season. Hal ini disebabkan adanya sikap tertutup dari masyarakat yang enggan
menggunakan teknologi baru dalam budidaya bawang merah. Petani lebih
memilih teknik budidaya sendiri berdasarkan pengalaman sebelumnya.
Kerusakan pada bawang merah dapat berupa keropos, berjamur, berakar,
dan lainnya. Kerusakan tersebut dapat diakibatkan proses penyimpanan,
pengeringan dan sistem kemasan pada proses transportasi dan distribusi. Hal ini
disebabkan oleh teknik pascapanen yang masih konvensional. Prawiro (2014)
menyebutkan bahwa bibit bawang merah (hasil pengeringan dengan penjemuran
di bawah sinar matahari selama 2-14 hari) yang disimpan dalam suhu ruang
selama dua bulan memiliki tingkat kerusakan sekitar 4-19%.
Penggunaan lahan untuk penanaman bawang merah yang dilakukan secara
terus menerus dapat mengakibatkan tingkat kesuburan menurun yang
diindikasikan karena tingkat kejenuhan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh
pemakaian pupuk anorganik yang tinggi.
Umumnya anggota rantai pasok bawang merah memiliki kemampuan yang
rendah dalam memutar siklus kasnya. Hal ini disebabkan sistem pembayaran yang
tidak tunai oleh konsumen. Kejadian ini umumnya dialami oleh sebagian besar
petani. Penyebabnya adalah petani memiliki bargaining position yang lemah.
Biaya produksi seperti biaya bahan baku tinggi disebabkan kemampuan
permodalan yang rendah, subsidi belum merata dan tingginya harga benih. Harga
benih yang tinggi disebabkan beberapa faktor diantaranya terjadi penyusutan
selama penyimpanan, proses penyimpanan memakan tempat yang luas dan waktu
yang lama, proses penyimpanan menggunakan bahan pengawet dan
ketergantungan pada harga bawang merah yang berfluktuasi (Gambar 15).
Karakteristik bawang merah yang cepat busuk (perishable) dan memakan tempat
(bulky) dapat menyebabkan biaya untuk proses pembibitan tinggi sehingga harga
benih menjadi mahal.

Proses penyimpanan memakan Terjadi penyusutan


tempat dan waktu (bulky) selama penyimpanan

Harga benih tinggi

Harga benih bergantung Proses penyimpanan


pada harga bawang merah menggunakan bahan pengawet

Gambar 15 Diagram fishbone harga benih yang tinggi


76

2. Belum adanya sistem persediaan yang tepat


Keragaan harga bawang merah dipengaruhi perkembangan produksi bawang
merah. Pola produksi bawang merah ada dua yaitu in season dan off season. Pada
saat in season di musim kemarau, bawang merah mengalami musim panen.
Sedangkan saat off season yaitu saat musim penghujan, bawang merah mengalami
kekurangan stok persediaan karena tidak terjadi panen raya. Produksi bawang
merah yang bersifat musiman ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antara
pasokan (supply) dan permintaan (demand). Pada waktu yang sama, kebutuhan
akan bawang merah tetap. Adanya perbedaan pola produksi dan permintaan
menyebabkan terjadinya gejolak harga pada waktu tertentu, berupa lonjakan
kenaikan harga pada saat permintaan lebih tinggi dari pasokan, atau harga merosot
pada saat pasokan lebih tinggi dari permintaan. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem
persediaan bawang merah yang tepat untuk menangani permasalahan mengenai
fluktuasi pasokan bawang merah.
Persediaan bawang merah didefinisikan sebagai stok bawang merah yang
menunggu untuk didistribusikan/ dijual atau disimpan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijakan dan pengendalian
yang mengawasi dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan
persediaan harus disediakan dan seberapa besar pesanan yang harus dilakukan
(Rangkuti 2000). Sistem persediaan bertujuan untuk menentukan jumlah
persediaan dalam kualitas dan kuantitas pada waktu yang tepat dalam rangka
meminimalkan biaya persediaan.
Persediaan diperlukan untuk menyediakan produk musiman sepanjang
tahun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam jumlah tertentu, produk
musiman seperti bawang merah dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu
dengan menerapkan sistem persediaan yang tepat. Hal ini bermanfaat untuk
menekan terjadinya fluktuasi harga bawang merah.
Kondisi saat ini belum terbentuk model sistem persediaan bawang merah
baik di tingkat pusat maupun daerah, baik pihak pemerintah maupun swasta.
Penyebabnya antara lain belum adanya studi mengenai sistem persediaan bawang
merah, belum diterapkannya sistem penyimpanan yang tepat untuk komoditas
bawang merah, fasilitas penyimpanan yang belum termanfaatkan dengan baik
serta perencanaan produksi yang belum terlaksana dengan baik. Diagram fishbone
penyebab belum adanya sistem persediaan yang tepat dapat dilihat pada Gambar
16.
Sebagai komoditas pertanian, bawang merah memerlukan kondisi
penyimpanan yang tepat agar mutunya dapat relatif bertahan. Oleh karena itu,
dibutuhkan teknik penyimpanan yang tepat agar tidak mengalami perubahan
kualitas saat penyimpanan. Penyimpanan merupakan cara untuk memperpanjang
umur simpan suatu komoditas. Penyimpanan dapat ditujukan untuk proses
menunggu saat harga jual yang tepat.
Teknik penyimpanan yang diterapkan saat ini masih konvensional sehingga
tidak mampu menyimpan bawang merah dalam jangka waktu yang lama.
Teknologi penyimpanan bawang merah sebenarnya telah banyak diteliti oleh
lembaga penelitian maupun institusi pendidikan. Beberapa studi yang berkaitan
mengenai penyimpanan bawang merah diantaranya desain gudang penyimpanan
(Adinoto 1987), penyimpanan dalam gudang berpendingin (Prasetyawan 2003),
penyimpanan bersuhu rendah (Mardiana 2016, Mutia 2015, Prawiro 2014),
77

penyimpanan dalam in store drying (Balai Besar Pascapanen), dan penyimpanan


dengan teknik atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere Storage) yang telah
dikembangkan oleh sektor privat yaitu Bapak Jacob Busono (PT Pura Group).

Fasilitas penyimpanan Belum diterapkan sistem penyimpanan


belum termanfaatkan dengan baik yang tepat
tingkat kepraktisan dari
sebuah teknologi rendah
Pengelolaan yang buruk
Aspek ekonomi kurangnya sosialisasi mengenai
teknologi tepat guna

Alih fungsi Kesadaran masyarakat akan penerapan


gudang penyimpanan teknologi masih minim Belum adanya sistem persediaan
yang tepat

pengaturan pola tanam belum terintegrasi


baik antar daerah maupun antar produsen (petani).

Perencanaan produksi belum terlaksana Belum ada studi mengenai


dengan baik sistem persediaan bawang merah

Gambar 16 Diagram fishbone penyebab belum adanya sistem persediaan yang


tepat

Namun, dalam prakteknya, penemuan tersebut belum dapat diaplikasikan


karena terkendala beberapa hal diantaranya 1) aspek ekonomi (mahalnya
teknologi), 2) kesadaran masyarakat akan penerapan teknologi masih minim, 3)
masyarakat masih mempertimbangkan tingkat kepraktisan dari sebuah teknologi,
dan 4) kurangnya sosialisasi ataupun bimbingan mengenai teknologi tepat guna.
Bawang merah umumnya ditanam menjelang musim kemarau. Dewasa ini
telah ada varietas tertentu yang dapat dibudidayakan di luar musim (off season).
Hal ini berdampak positif terhadap ketersediaan dan kesinambungan bawang
merah di pasaran. Untuk memenuhi kebutuhan bawang merah yang cenderung
stabil pada hari-hari biasa dan mengantisipasi kenaikan permintaan pada waktu
tertentu, perlu dilakukan penyesuaian perencanaan pola tanam dan produksi yang
mengikuti keseimbangan supply-demand.
Kenyataannya di lapangan, perencanaan produksi melalui pengaturan pola
tanam belum terintegrasi baik antar daerah maupun antar produsen (petani). Pola
tanam yang telah dilakukan belum mempertimbangkan keseimbangan supply-
demand. Sekitar 46% petani menggunakan pola tanam padi-bawang merah-
bawang merah (dalam satu tahun) dari sembilan pola tanam yang ada (Winarso
2003). Hal ini berdampak pada puncak panen yang terjadi pada bulan-bulan
tertentu sehingga fluktuasi harga tidak bisa dihindari.
Pengaturan pola tanam belum terintegrasi dengan baik disebabkan oleh
kecenderungan petani yang ingin mengambil keuntungan terbesar dengan pola
tanam tertentu (Gambar 17). Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko gagal
panen yang disebabkan oleh adanya anomali iklim seperti musim hujan yang
berkepanjangan sehingga menyebabkan munculnya hama maupun penyakit
ataupun musim kering dengan tingkat kekeringan yang sangat tinggi sehingga
mengalami kekurangan pasokan air untuk tanaman.
78

Kecenderungan produsen yang ingin mengambil


keuntungan terbesar dengan pola tanam tertentu

Anomali iklim

Menghindari risiko gagal panen


Pengaturan pola tanam belum terintegrasi
baik antar daerah maupun antar produsen

Gambar 17 Diagram fishbone penyebab pengaturan pola tanam belum terintegrasi

Fasilitas yang disediakan pemerintah untuk menunjang kegiatan agribisnis


bawang merah diantaranya adalah gudang penyimpanan. Awalnya gudang
penyimpanan yang dibangun dengan menggunakan dana APBD Kabupaten
Brebes ini bertujuan untuk menyimpan bawang merah maupun sarana kegiatan
tata niaga bawang merah dan hasil pertanian lainnya. Namun, kondisi saat ini
gudang penyimpanan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan
tidak adanya pihak yang concern terhadap pengelolaan gudang ini sehingga
gudang tersebut dialihfungsikan untuk kegiatan lain.

3. Perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen sangat


jauh
Perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan
oleh konsumen disebut margin pemasaran. Perbedaan harga di tingkat pasar
produsen dengan harga di tingkat pasar konsumen telah membentuk margin
pemasaran yang cukup dinamis. Sebagian besar harga bawang merah masih
dinikmati oleh para pedagang. Jauhnya perbedaan harga di tingkat produsen
(petani) dengan harga di tingkat kosumen mencerminkan bahwa transformasi
harga cenderung hanya sampai ditangan para pelaku pasar (pedagang) (Winarso
2003). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosyadi (2014), margin
pemasaran bawang merah pada petani dengan tujuan pemasaran pedagang
pengecer memiliki nilai yang tinggi hingga mencapai 50-60%. Nurasa dan Darwis
(2007) juga menyebutkan bahwa margin pemasaran terbesar diperoleh dengan
tujuan pedagang pengecer dan pasar modern. Kondisi ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya rantai pemasaran yang panjang dari petani hingga
konsumen akhir, dalam pengusahaannya melibatkan banyak pelaku, dan
bargaining position yang dimiliki produsen (petani) lemah. Diagram fishbone
penyebab perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 18.
Pengusahaan bawang merah di Kabupaten Brebes melibatkan banyak pelaku
seperti calo (pedagang pengumpul desa), jasa sortasi/ pembersihan, pedagang
pengumpul kecamatan/ kabupaten, kurir (jasa antar barang), jasa angkutan
(ekspedisi), pedagang besar, pedagang pasar tradisional dan pengecer. Setiap
pelaku tersebut menyebabkan adanya penambahan biaya pada harga jual bawang
merah. Oleh sebab itu, harga bawang merah menjadi sangat tinggi. Rentang jarak
antara produsen dengan konsumen akhir yang jauh baik dari segi fisik maupun
79

geografi membutuhkan jasa perantara sehingga hal ini menyebabkan rantai


pemasaran semakin panjang.

Rantai pemasaran panjang

Rentang jarak petani ke konsumen


terlalu panjang

Banyak pelaku yang terlibat


(padat karya)

Perbedaan harga di tingkat produsen


dan konsumen tinggi

Modal terbatas
Sifat bawang merah
bulky dan cepat rusak

Bargaining position petani


lemah

Gambar 18 Diagram fishbone penyebab Perbedaan harga di tingkat produsen


dengan harga di tingkat konsumen sangat jauh

Sifat bawang merah yang bulky dan cepat rusak/ membusuk serta adanya
kebutuhan ekonomi rumah tangga yang mendesak menyebabkan petani produsen
tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Apalagi jika penjualan bawang merah
dilakukan dengan sistem tebasan. Hal-hal tersebut menyebabkan semakin
lebarnya jarak harga bawang merah di tingkat produsen dengan harga di tingkat
konsumen (Winarso 2003).

4. Terbatasnya ketersediaan informasi pasar


Salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran rantai pasok bawang
merah adalah aliran informasi yang tepat dan akurat baik dari downstream ke
upstream atau sebaliknya. Informasi pasar merupakan satu syarat penting dalam
pengembangan pemasaran sesuai dinamika perubahan pasar yang sangat cepat.
Karenanya kebutuhan dan tuntutan akan informasi pasar semakin meningkat yaitu
informasi pasar yang berkualitas, cepat, tepat, akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa
ketersediaan informasi pasar yang up to date (terkini), real time dan komprehensif
masih terbatas. Hal ini terjadi karena sistem informasi yang telah ada belum
optimal, kurangnya integrasi secara vertikal dalam rantai pasok bawang merag
serta lemahnya koordinasi antar anggota rantai. Diagram fishbone terbatasnya
ketersediaan informasi pasar dapat dilihat pada Gambar 19.
Pemerintah melalui Kementerian perdagangan dan Kementerian pertanian
telah mencoba untuk mengatasi permasalahan ini dengan membuat sebuah sistem
informasi pangan dan komoditas termasuk bawang merah. Sistem informasi ini
telah ada di tingkat pusat dan daerah. Namun, pada kenyataannya sistem informasi
ini belum termanfaatkan dengan baik. Baru beberapa pihak dan sebagian kecil
saja yang memanfaatkan sistem tersebut. Informasi pasar belum dapat menyebar
secara merata di sepanjang rantai pasok sehingga belum dapat diakses oleh
80

seluruh anggota rantai. Faktor penyebabnya dapat dilihat pada diagram fishbone
yang disajikan dalam Gambar 20.

Kurangnya integrasi Sistem informasi belum


secara vertikal optimal

Terbatasnya ketersediaan
informasi pasar

Lemahnya koordinasi
antar anggota rantai

Gambar 19 Diagram fishbone penyebab terbatasnya ketersediaan informasi pasar

Menurut Winarso (2003), penguasaan informasi cenderung dimiliki oleh


sebagian pihak saja seperti para pedagang di pasar-pasar besar. Hal ini disebabkan
karena para pelaku pasar selalu mengikuti perkembangan dinamika pasar baik
mengenai besarnya pasokan maupun meningkatnya permintaan yang setiap saat
dapat bergejolak. Sedangkan petani belum sepenuhnya mengikuti perkembangan
informasi yang terjadi di pasar. Sistem usahatani yang belum mengacu pada
kebutuhan pasar, serta informasi yang terkadang bias di tingkat petani, maka
harga bawang di tingkat petani tetap saja rendah.

Belum adanya kesatuan informasi Belum adanya kesatuan informasi


dari seluruh anggota rantai dari berbagai daerah

Sistem informasi belum


optimal

Fasilitas belum
memadai Keterbatasan anggaran dana,
Belum adanya pendampingan waktu dan tenaga
dan penyuluhan teknologi Kemampuan pemerintah
informasi dalam menyediakan SDM
pengolah informasi rendah

Sistem yang telah dibuat Informasi belum berjalan Informasi belum komprehensif
belum dapat diakses dengan tepat dan akurat
oleh seluruh elemen

Gambar 20 Diagram fishbone penyebab sistem informasi belum optimal

5. Distribusi belum berjalan dengan baik


Komoditas bawang merah sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.
Namun, tidak semua daerah di Indonesia dapat menghasilkan bawang merah.
Untuk dapat mencapai konsumen, bawang merah memerlukan mekanisme
distribusi yang baik dari sentra produksi hingga ke wilayah konsumen.
Mekanisme distribusi yang baik mampu menggerakkan komoditas dari produsen
81

ke konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya dan mampu memberikan


pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen kepada
semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Kondisi saat ini distribusi bawang merah belum berjalan dengan baik.
Beberapa kendalanya antara lain fasilitas sarana dan prasarana distribusi belum
mendukung (hal ini terkait dengan karakteristik bawang merah yang perishable
dan bulky), jarak dari sentra produksi ke konsumen terlalu jauh, rantai pemasaran
diluar sentra produksi terlalu panjang, dan lemahnya pengawasan saat distribusi.
Diagram fishbone penyebab distribusi belum berjalan dengan baik selengkapnya
dapat dilihat pada Gambar 21.

Belum adanya perencanaan Jarak dari lokasi produksi


distribusi ke tujuan pasar/ sentra konsumsi jauh

Distribusi belum berjalan


dengan baik

Modal terbatas

Fasilitas sarana dan prasarana Lemahnya pengawasan


Distribusi kurang memadai saat distribusi

Gambar 21 Diagram fishbone penyebab distribusi belum berjalan dengan baik

Setelah diketahui faktor penyebab terjadinya rantai pasok bawang merah


kurang efektif dan efisien, dilakukan pembobotan dengan menggunakan fuzzy
pairwise comparison. Pembobotan dilakukan untuk melihat faktor penyebab yang
memerlukan prioritas penanganan/pengelolaan. Hasil pembobotan dapat dilihat
pada Tabel 22.

Tabel 22 Hasil pembobotan faktor penyebab rantai pasok bawang merah belum
efektif dan efisien
Prioritas Faktor penyebab Bobot
1 Belum adanya sistem persediaan yang tepat 0.3838
2 Perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di 0.1802
tingkat konsumen sangat jauh
3 Ketersediaan bawang merah rendah saat off season 0.1704
4 Distribusi belum berjalan dengan baik 0.1545
5 Terbatasnya ketersediaan informasi pasar 0.1112

Berdasarkan Tabel 22, masalah yang paling dominan mempengaruhi


efektifitas dan efisiensi rantai pasok bawang merah adalah belum adanya sistem
persediaan yang tepat disusul oleh adanya perbedaan harga yang sangat jauh
antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen. Prioritas
penanganan selanjutnya adalah kinerja anggota rantai, sistem distribusi dan sistem
informasi.
82

Faktor penyebab munculnya permasalahan tersebut sesuai dengan yang


disampaikan Chopra dan Meindl. Menurut Chopra dan Meindl (2007) rantai pasok
yang efisien dicirikan melalui 1) biaya rantai pasok rendah, 2) margin yang rendah
sehingga harga produk rendah, 3) kinerja yang maksimal dengan harga produk
yang rendah, dan 4) biaya produksi yang rendah melalui pemanfaatan sumber
daya/ fasilitas 5) meminimumkan persediaan 6) mempersingkat lead time tanpa
menambah biaya, dan 7) memilih pemasok berdasarkan harga dan kualitas yang
ditawarkan.

Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah


Berdasarkan hasil analisis kesenjangan dan analisis masalah yang merujuk
pada hasil analisis kondisi dan pengukuran kinerja rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes, maka disusun langkah-langkah dalam rangka memenuhi
tujuan peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes.
Rekomendasi tersebut di breakdown dari masalah rantai pasok bawang merah dan
penyebab-penyebabnya. Rekomendasi yang berhasil disusun antara lain sebagai
berikut:
1. Membangun sistem persediaan yang tepat. Langkah-langkah untuk
merealisasikan usaha tersebut diantaranya:
a. Fasilitasi peralatan maupun teknologi penyimpanan
b. Penyuluhan mengenai adopsi teknologi
c. Revitalisasi dan optimalisasi gudang penyimpanan yang ada di Brebes
d. Pengembangan penelitian mengenai sistem persediaan bawang merah
e. Pengembangan teknologi benih tahan iklim dan tahan OPT
2. Mengurangi perbedaan harga yang sangat jauh antara harga ditingkat produsen
dengan harga ditingkat konsumen. Langkah-langkah yang dapat dilakukan
antara lain dengan membangun kemitraan, koordinasi dan kolaborasi diantara
anggota rantai serta penguatan kelembagaan petani.
3. Mengatasi rendahnya ketersediaan bawang merah terutama saat off season.
Usaha yang dapat ditempuh, diantaranya:
a. Pembuatan waduk di daerah hulu sebagai tempat penampungan air hujan
b. Pembuatan sistem drainase pada lahan budidaya bawang merah
c. Penggunaan mulsa pada lahan tanam bawang merah
d. Pengembangan teknik pengendalian OPT
e. Pembuatan pola tanam yang terintegrasi antar komoditas dan antar daerah
f. Penyuluhan dan pendampingan yang lebih intensif serta demonstrasi plot
(demplot)
g. Penggunaan pupuk organik
h. Perbaikan pada kemasan bawang merah yang digunakan
i. Pengembangan teknik penyimpanan benih
j. Penyuluhan dan pendampingan serta fasilitasi peralatan pascapanen
k. Adanya kebijakan dari Pemerintah dalam penetapan harga benih
l. Pemberian Kartu Tani untuk petani kecil
m. Adanya regulasi yang mengatur transaksi (tempat, volume dan kualitas) dan
metode pembayaran, serta peraturan lainnya
4. Meningkatkan ketersediaan informasi pasar. Upaya yang dapat dilakukan yaitu
menggalang keterlibatan masyarakat dalam penyediaan informasi, serta
mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi sistem informasi yang
83

mencakup seluruh aspek rantai pasokan (harga, jumlah pasokan, permintaan,


dan lainnya) serta adopsi teknologi informasi.
5. Mengatasi permasalahan mengenai mekanisme distribusi. Usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan sarana transportasi yang efektif dan
efisien.
Keterkaitan antara masalah, penyebab dasar dan upaya peningkatan kinerja
rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dapat dilihat dalam matrik yang
disajikan pada Tabel 23.
Komitmen dari seluruh pihak untuk menjalankan langkah-langkah dari
rekomendasi tersebut yang didukung oleh program aksi yang jelas dan terukur
perlu dilaksanakan dengan kendali yang tegas. Peran pemerintah baik pusat
maupun daerah serta lembaga terkait sangat penting dalam aspek regulasi dan
pembinaan. Sementara masyarakat dan pelaku bisnis juga penting untuk
mendukung dan berpartisipasi penuh menjalankan program yang telah disusun.
Pada Tabel 24 ditampilkan program/rencana aksi dalam rangka peningkatan
kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes.
Tabel 24 menunjukkan bahwa pemerintah pusat maupun daerah berperan
strategis dalam peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten
Brebes. Bahkan dalam prioritas pertama dalam penyelesaian masalah rantai pasok
bawang merah di Kabupaten Brebes yaitu sistem persediaan, pemerintah memiliki
peran yang dominan dalam mendukung berjalannya sistem persediaan bawang
merah. Dukungan tersebut berupa fasilitasi sarana prasarana maupun infrastruktur,
pembinaan/ penyuluhan serta dukungan kebijakan.
Produsen (petani) lebih banyak berperan dalam hal proses produksi,
peningkatan kualitas produk dan sustainabilitas produksi. Peran pedagang lebih
mengarah pada konsistensi pasokan dan efisiensi pemasaran. Peran universitas/
lembaga penelitian dalam rantai pasok bawang merah antara lain berupa
penelitian, pengembangan maupun penerapan ilmu dan teknologi yang
mendukung lancarnya rantai pasok bawang merah.
Walaupun berdasarkan Tabel 24, pemerintah memiliki peran yang cukup
banyak namun pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator saja, maju atau
mundurnya rantai pasok bergantung pada para pelakunya. Para pelaku rantai
pasok diharapkan dapat terus mengembangkan inisiasi, kreasi dan inovasi
sehingga tidak kalah saing dengan pelaku rantai pasok dari luar daerah.
84

84
Tabel 23 Matriks masalah, penyebab dan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
No Masalah Penyebab dasar Akar penyebab Upaya
1 Sistem persediaan belum ada 1. Belum diterapkannya 1. Aspek ekonomi (mahalnya Subsidi atau bantuan (fasilitasi)
sistem penyimpanan yang teknologi) peralatan/ teknologi
tepat 2. Kesadaran masyarakat Penyuluhan mengenai adopsi
akan penerapan teknologi teknologi
masih minim
3. Kurangnya sosialisasi
ataupun bimbingan
mengenai teknologi tepat
guna
4. Masyarakat masih
mempertimbangkan
tingkat kepraktisan dari
sebuah teknologi
2. Fasilitas penyimpanan Gudang penyimpanan tidak Revitalisasi dan optimalisasi gudang
belum termanfaatkan berfungsi sebagaimana penyimpanan yang ada di Brebes
dengan baik mestinya

3. Belum adanya penelitian Pengembangan penelitian mengenai


tentang sistem persediaan sistem persediaan bawang merah
bawang merah

4. Perencanaan produksi yang Anomali iklim Pengembangan teknologi benih tahan


belum terlaksana dengan iklim
baik
85

Tabel 23 Lanjutan
No Masalah Penyebab dasar Akar penyebab Upaya
2 Perbedaan harga di tingkat Rantai pemasaran panjang Melibatkan banyak pelaku Membangun kemitraan, koordinasi
produsen dengan harga di (padat karya) dan kolaborasi diantara anggota rantai
tingkat konsumen sangat jauh

3 Ketersediaan bawang merah 1. Hasil panen bawang merah 1. Saat off season tanaman 1. Pembuatan waduk di daerah hulu
rendah terutama saat off rendah saat off season bawang merah kelebihan sehingga air hujan dapat ditampung
season air karena dampak hujan 2. Pembuatan sistem drainase
3. Penggunaan mulsa atau penutup
lainnya pada lahan tanam bawang
merah
2. Tanaman bawang merah Pengembangan teknik pengendalian
terkena serangan OPT OPT
3. Terjadinya alih fungsi Pembuatan pola tanam yang
lahan dengan adanya terintegrasi antar daerah dan antar
penanaman komoditas lain komoditas
2. Sebagian besar petani tidak Sikap yang tertutup karena Penyuluhan dan pendampingan yang
menggunakan SOP tidak mau menggunakan lebih intensif serta demonstrasi plot
budidaya teknologi baru) (demplot)
3. Tingkat kesuburan lahan Pemakaian pupuk Penggunaan pupuk organik (subsidi
menurun buatan/anorganik tinggi pupuk organik)
4. Kemampuan memutar Sistem pembayaran yang b. Adanya regulasi yang mengatur
siklus kas rendah tidak tunai dalam pembayaran transaksi (tempat, volume dan
(Bargaining position lemah) kualitas) dan metode pembayaran,
serta peraturan lainnya
c. Penguatan kapasitas petani dan
kelembagaan petani

85
86

86
Tabel 23 Lanjutan
No Masalah Penyebab dasar Akar penyebab Upaya
5. Tingkat kerusakan bawang 1. Teknik pascapanen masih Penyuluhan dan pendampingan serta
merah tinggi konvensional fasilitasi peralatan pascapanen
2. Sistem kemasan saat Perbaikan pada kemasan yang
proses transportasi dan digunakan
distribusi
6. Biaya produksi tinggi 1. Harga benih tinggi, karena:
a. Terjadi penyusutan selama Pengembangan teknik penyimpanan
penyimpanan benih atau teknologi benih
b. Penyimpanan benih
memakan tempat dan
waktu (bulky)
c. Penyimpanan
menggunakan bahan
pengawet karena sifat
bawang merah yang cepat
busuk
d. Harga benih bergantung Adanya kebijakan dari Pemerintah
pada harga bawang merah dalam penetapan harga benih
awal (saat panen)
2. Biaya input seperti pupuk Pemberian KARTU TANI pada
dan obat-obatan tinggi petani khusunya
4 Terbatasnya ketersediaan 1. Informasi belum Kemampuan pemerintah Menggalang keterlibatan masyarakat
informasi pasar komprehensif dalam menyediakan SDM (LSM) dalam penyediaan informasi
pengolah informasi rendah pasar
2. Informasi belum berjalan Keterbatasan anggaran dana, Pengembangan dan aplikasi teknologi
dengan tepat dan akurat waktu dan tenaga informasi
5 Distribusi belum berjalan Fasilitas sarana dan prasarana Penggunaan sarana transportasi yang
dengan baik distribusi belum memadai efektif dan efisien
87

Tabel 24 Rencana aksi peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah


No Tindakan/ aksi Indikator keberhasilan Aktor/ stakeholder
A Sistem persediaan
1 Memfasilitasi bantuan peralatan/ teknologi Adanya peralatan/ teknologi penyimpanan yang Pemerintah daerah/ pusat
penyimpanan digunakan pelaku rantai pasok
2 Penyuluhan mengenai adopsi teknologi Implementasi teknologi Pemerintah daerah/ pusat
3 Revitalisasi gudang penyimpanan yang ada di Gudang penyimpanan yang ada di Brebes dapat Pemerintah daerah
Brebes digunakan sebagaimana mestinya
4 Memfasilitasi penelitian mengenai sistem persediaan Adanya sistem persediaan yang tepat untuk Universitas/ lembaga
bawang merah bawang merah penelitian
5 Pengembangan teknologi benih tahan iklim Adanya benih tahan iklim Universitas/ lembaga
penelitian
B Aspek perbedaan harga antara produsen dan konsumen
6 Membangun kemitraan, koordinasi dan kolaborasi Biaya operasional rendah Pedagang
diantara anggota rantai
C Aspek ketersediaan bawang merah rendah terutama saat off season
7 Pembuatan waduk di daerah hulu untuk Adanya waduk di daerah hulu Pemerintah daerah/ pusat
penampungan air hujan
8 Pembuatan sistem drainase Hasil panen bawang merah tidak berkurang Pemerintah daerah/ pusat
9 Pengembangan teknik pengendalian OPT Hasil panen bawang merah relatif stabil Lembaga penelitian dan
pengembangan
10 Pembuatan pola tanam yang terintegrasi antar daerah Terbentuknya pola tanam bergilir Produsen (petani)
dan antar komoditas
11 Penggunaan pupuk organik Lahan yang subur dan tidak jenuh Produsen (petani)
12 Penyuluhan dan pendampingan yang lebih intensif Masyarakat petani menerapkan teknik budidaya Pemerintah daerah/ pusat dan
serta demonstrasi plot (demplot) sesuai SOP produsen (petani)

87
88

88
Tabel 24 Lanjutan
No Tindakan/ aksi Indikator keberhasilan Aktor/ stakeholder
13 Pengembangan teknologi benih Adanya benih yang usia penyimpanannya singkat Universitas/ lembaga
dan tahan terhadap iklim penelitian
14 Penyuluhan dan pendampingan serta fasilitasi Kegiatan pascapanen dapat dilakukan dengan Produsen (petani)
peralatan pascapanen efektif dan efisien serta bawang merah yang dan
dihasilkan lebih baik Universitas/ lembaga
penelitian
15 Membuat peraturan mengenai harga benih bawang Adanya kebijakan dalam penetapan harga benih Pemerintah daerah/ pusat
merah
16 Pembuatan KARTU TANI Adanya KARTU TANI yang diberikan pada Pemerintah daerah/ pusat
petani kecil
17 Perbaikan pada kemasan yang digunakan Tingkat kerusakan/ kehilangan bawang merah Pelaku usaha (pedagang)
selama transportasi dan distribusi berkurang
18 Penguatan posisi tawar petani dengan pembuatan Petani memiliki posisi tawar yang kuat Pemerintah daerah
regulasi yang mengatur transaksi (tempat, volume
dan kualitas) dan metode pembayaran
D Aspek sistem informasi
19 Menggalang keterlibatan masyarakat (LSM) dalam Masyarakat terlibat dalam penyediaan informasi Pemerintah daerah/ pusat dan
penyediaan informasi pasar masyarakat
20 Pengembangan teknologi informasi Terbentuknya sistem informasi yang Universitas/ lembaga
komprehensif, tepat dan akurat penelitian dan atau
kementerian terkait
E Aspek sistem distribusi
21 Penggunaan sarana transportasi yang efektif dan Fasilitas distribusi semakin baik dan semakin Pemerintah daerah/ pusat dan
efisien bertambah pelaku usaha
89

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Rantai pasok bawang merah dari produsen hingga konsumen akhir memiliki
aliran yang panjang dan saluran yang beragam. Akan tetapi pelaku rantai pasok
bawang merah yang terdapat di Kabupaten Brebes hanya terdiri dari petani,
pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer lokal atau
pedagang pasar tradisional lokal. Pola saluran pasokan yang terbentuk umumnya
telah berjalan dalam jangka waktu yang lama dan terbentuk secara alami. Kondisi
sumber daya fisik khususnya gudang penyimpanan tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Kemampuan anggota rantai dalam pengusahaan (produksi, distribusi,
pemasaran) bawang merah dilakukan atas dasar kemampuan permodalan.
Anggota rantai terutama petani, akan memasok bawang merah sesuai kadar
permodalan yang dimiliki. Anggota rantai yang memiliki modal besar mampu
memenuhi permintaan pasar.
Kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes pada saat in
season lebih besar (skor 3.57) dibandingkan saat off season (skor 3.28). Pada saat
in season kinerja petani (skor 3.39) lebih rendah dibandingkan kinerja pedagang
pengumpul (skor 3.49) dan pedagang besar (skor 3.84) sedangkan pada saat off
season kinerja pedagang pengumpul (skor 3.14) lebih rendah dibandingkan petani
(skor 3.20) dan pedagang besar (skor 3.50). Secara umum, kinerja pedagang besar
lebih baik dibandingkan petani dan pedagang pengumpul pada kedua musim.
Upaya dalam rangka meningkatkan kinerja rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes antara lain membangun sistem persediaan yang tepat;
mengurangi perbedaan harga yang sangat jauh antara harga ditingkat produsen
dan harga ditingkat konsumen dengan membangun kemitraan, koordinasi dan
kolaborasi diantara anggota rantai serta penguatan kelembagaan petani, mengatasi
rendahnya ketersediaan bawang merah terutama saat off season; meningkatkan
ketersediaan informasi pasar; serta mengatasi permasalahan mengenai mekanisme
distribusi.

Saran

Perlu dikembangkan lebih lanjut penelitian ini dengan memperluas ruang


lingkup hingga konsumen akhir. Dalam merealisasikan upaya peningkatan kinerja
rantai pasok bawang merah, dibutuhkan komitmen yang tinggi dari masing-
masing stakeholder dengan cara menjalankan peran, tugas dan kewajiban secara
fokus.
90

DAFTAR PUSTAKA

Adinata RY. 2013. Analisis Kinerja Manajemen Rantai Pasokan Berbasis


Balanced Scorecard [skripsi]. Semarang (ID): UNDIP.
Adinoto S. 1987. Desain gudang penyimpanan bawang merah [skripsi]. Bogor
(ID): IPB.
Adiyoga W, Ameriana M, Setiawati W. 2010. Perancangan perbaikan SCM
bawang merah [Internet]. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman
Sayuran. [diunduh 2015 Maret 4]. Tersedia pada:
https://www.scribd.com/doc/44637630/Perancangan-Perbaikan-Supply-
Chain-Management-SCM-Bawang-Merah
Agromedia R. 2011. Petunjuk Praktis Bertanam Bawang. Jakarta (ID) :
Agromedia Pustaka.
Akyuz E, Celik E. 2015. Fuzzy dematel method to evaluate critical operational
hazards during gas freeing process in crude oil tankers. Journals of Loss
Prevention in The Process Industries. 38(2015): 243-253.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jlp.2015.10.006
Amalia C. 2012. Perancangan dan pengukuran kinerja rantai pasokan sayuran dan
perusahaan dengan pendekatan Analityc Network Process serta Data
Envelopment Analysis [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Aramyan L, Ondersteijn C, Van Kooten O, Lansink AO. 2006. Performance
indicators in agri-food production chains. SCM: an Int J. 12(4): 304-
315.doi.10.1108/13598540710759826
Aramyan LH. 2007. Measuring supply chain Performance in the agri-food sector
[PhD thesis]. Germany: Wageningen University.
Arin RDN, Astuti R, Ikasari DM. 2013. Penilaian kinerja pemasok susu segar
menggunakan metode ANP dan rating scale : studi kasus pusat koperasi
industri susu Sekar Tanjung, Pasuruan. J Tekn Pert. 14(2):131-140.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. RPJMN Bidang
Pangan dan Pertanian 2015-2019. Jakarta (ID): Bappenas.
Bhagwat R, Sharma MK. 2007. Performance measurement of Supply Chain
Management: A balanced scorecard approach. Comput Ind Eng. 53 (2007)
43–62.doi: 0.1016/j.cie.2007.04.001
Boelens M, .de Valois P.J, Wobben H.J, van der Gen A. 1971. Volatile flavor
compounds from onion. J Agr Food Chem. 19(5) 984-991. doi:
10.1021/jf60177a031
Bolstroff P dan Rosenbaum R. 2007. Supply Chain Excellence: A Handbook For
Dramatic Improvement Using SCOR Model, 2nd ed. New York (US):
AMACOM.
[BI] Bank Indonesia, Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM.
2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah, Usaha Budidaya Bawang
Merah. Jakarta (ID): BI.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013-2015. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Brebes Dalam Angka 2014. Jakarta (ID): BPS
Kabupaten Brebes.
91

Bukhori IB, Widodo KH, Ismoyowati. 2014. Evaluation of Poultry Supply Chain
Performance in XYZ Slaughtering House Yogyakarta using SCOR and
AHP Method. Agr Eng. 3(2015): 221–225
Chan FTS. 2003. Performance Measurement in a Supply Chain. Int J Adv Manuf
Technol. 21:534–548.
Chopra S, Meindl P. 2007. Supply chain management; strategy, planning, and
operation. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.
Christopher M. 2011. Logistic and supply chain management, fourth edition.
London (GB): Pearson Prentice Hall.
Dinata H, Suryani E, Hendrawan RA. 2014. Peningkatan Kinerja Sistem Rantai
Pasok di Industri Perikanan Untuk Ketahanan Pangan. J Sist Ind. 5(2): 86-
94.
Fan X, Zhaing S, Wang L, Yang Y, Hapeshi K. 2013. An Evaluation Model of
Supply Chain Performances Using 5DBSC and LMBP Neural Network
Algorithm. J Bio Eng. 10(2013): 383–395.
Fatahillah YH, Marimin, Harianto. 2010. Analisis kinerja rantai pasok agribisnis
sapi potong : studi kasus pada PT Kariyana Gita Utama, Jakarta. J Tek Ind
Pert. 20(3): 193-205.
Feifi D. 2008. Kajian manajemen rantai pasokan pada produk dan komoditas
kedelai edamame [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Fitriana L. 2010. Analisis rantai pasokan dan kinerja anggota rantai pasokan beras
bebas pestisida di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Gunasekaran A, Patel C, McGaughey RE. 2004. A framework for supply chain
performance measurement. Int J Prod Eco. 87(2004):333-347.
Hakimi R. 2007. Strategi peningkatan daya saing industri nata de coco di Kota
Bogor dengan pendekatan fuzzy [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Hanugrani N, Setyanto NW, Efranto RY. 2013. Pengukuran performansi supply
chain dengan menggunakan SCOR berbasis AHP dan Objective Matrix
(OMAX). J Rek Man Ind. 1(1).
Heizer J, Reinder B. 2010. Manajemen Operasi, Edisi 9. Jakarta (ID): Salemba
Empat.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Prospek dan Arah Pengembangan
Agribisnis Bawang Merah. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Luthfiana AC. 2012. Pengukuran performansi supply chain dengan pendekatan
Supply Chain Operations Reference dan Analythical Hierarchy Process
[skripsi]. Yogyakarta (ID): UIN Sunan Kalijaga.
Kusumadewi S, Purnomo H. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy, untuk Pendukung
Keputusan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Mardiana. 2016. Penyimpanan benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada
suhu rendah untuk memperpanjang masa simpan dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Marimin, Djatna T, Suharjito, Hidayat S, Utama DN, Astuti R, Martini S. 2013.
Teknik dan Analisis Pengambilan Keputusan Fuzzy dalam Manajemen
Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Mayrowani H dan Darwis V. 2009. Perspektif pemasaran bawang merah di
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (catatan penelitian). Pusat Analisis Sosial
92

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan


Pertanian, Departemen Pertanian.
Melnyk SA, Stewart DM, Swin M. 2004. Metriks and Performance measurement
in operations management: dealing with the metriks maze. J Oper Man.
22(3): 209-220.
Mulyati H, Setiawan A, Cahyadi. 2008. Model dinamik pengukuran kinerja
manajemen rantai pasokan hortikultura dengan pendekatan balanced
scorecard (catatan penelitian). Institut Pertanian Bogor.
Mutakin A. 2010. Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan dengan SCOR
Model 9.0 (Studi Kasus di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk)[skripsi].
Bogor (ID): IPB.
Mutia AK. 2015. Penyimpanan bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada suhu
rendah dan tingkat kadar air awal yang berbeda [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Nagurney A, Yu Min Masoumi AH, Nagurney LS. 2013. Networks Against Time
Supply Chain, Supply Chain Analytics For Perishable Products. New
York (US): Springer.
Nasution MN. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Nasution S, Arkeman Y, Soewardi K, Djatna T. 2014. Identifikasi dan evaluasi
risiko menggunakan fuzzy FMEA pada rantai pasok agroindustri udang.
Jurnal riset industri. 8(2):135-146.
Neely A, Gregory M and Platts K. 2005. Performance measurement sistem
design:A literature review and research agenda. Int J Oper Prod Man.
25(12): 1228-1263.
Nepal B, Yadav Om P, Murat A. 2010. A fuzzy-AHP approach to prioritization of
CS attributes in target planning for automotive product development.
Expert Syst Appl. (2010), doi:10.1016/j.eswa.2010.03.048
Nurasa T, Darwis V. 2007. Analisis usahatani dan keragaan marjin pemasaran
bawang merah di Kabupaten Brebes. J Akta Agr. 10(1): 40-48.
Perdana YR. 2014. Perbaikan kinerja dengan pendekatan SCOR dan Fuzzy AHP.
Seminar Nasional IENACO. Yogyakarta (ID): UIN Sunan Kalijaga.
Prasetyawan C. 2003. Perancangan gudang penyimpanan bawang merah di
Kabupaten Cirebon [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Prawiro EA. 2014. Penyimpanan bibit bawang merah (Allium ascalonicum L.)
pada suhu rendah dan perlakuan kadar air awal untuk mempertahankan
mutu [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Prihatiningsih N. 2007. Analisis Efisiensi Rantai Pasokan Komoditas Bawang
Merah (Studi Kasus di Kotamadya Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Pujawan, I. N. 2005. Supply Chain Management. Guna Jaya. Surabaya.
Paul, J. 2014. Panduan Penerapan; Transformasi Rantai Suplai dengan Model
SCOR. Jakarta (ID): PPM Manajemen.
[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Outlook Bawang
Merah. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
Kementerian Pertanian.
Rahayu E, Berlian N. 2004. Bawang Merah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Rampersad HK. 2001. Total Quality Management: An Executive Guide To
Continuous Improvement. Berlin (GER): Springer.
Rangkuti F. 2000. Manajemen Persediaan, Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta
(ID): Raja Grafindo Persada.
93

Rofiq MA. 2010. Kinerja rantai pasok pada industri seafood (Studi kasus di PT
Kelola Mina Laut) [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Rosyadi I. 2014. Profitabilitas dan efisiensi usahatani bawang merah di Kabupaten
Brebes. Syariah Paper. ISBN: 978-602-70429-2-6.
Rukmana R. 1994. Bawang Merah: Budidaya dan Pengolahan Pascapanen.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
Setiawan A. 2009. Studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran
dataran tinggi terpilih di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Sukesi H, Rahayuningrum N, Widayanti T. 2014. Analisis pemecahan oversupply
bawang merah : Kasus Brebes.[Internet]. [Diunduh 9 April 2015).
Tersedia pada http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/11/19/-
1416393053.pdf
Sumarni N, Hidayat A. 2005. Budidaya bawang merah, Panduan teknis PTT
Bawang Merah No.3. ISBN: 979-8304-49-7. Bandung (ID): Balai
Penelitian Sayuran.
Suwandi. 2013. Teknologi bawang merah off season: strategi dan implementasi
Budidaya (catatan penelitian). Bandung: Badan Penelitian Tanaman
Sayuran.
[SCC] Supply Chain Council. 2010. Supply Chain Operations Reference Model,
overview-version 10.0. United Stated of America (US): Supply Chain
Council, Inc.
[SCC] Supply Chain Council. 2012. Supply chain operations reference model,
revision 11.0. United Stated of America (US): Supply Chain Council, Inc.
Syafi FN. 2009. Peningkatan kinerja manajemen rantai pasok bunga krisan.
[skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Thakkar J, Kanda A, Deskhmukh SG. 2009. Supply chain performance
measurement framework for small and medium scale enterprises. Bench
Int J. 16(5): 702-723.
Van der Vorst J.G.A.J. 2006. Performance measurement in agri-food supply chain
networks, an overview. Log Oper Res. 13-24.
Van der Vorst J.G.A.J, Da Silva CA, Trienekens JH. 2007. Agro-industrial supply
chain management: concepts and application. Roma (ITA): FAO.
Wacana AD. 2011. Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan
Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) [Skripsi]. Bogor (ID):IPB
Widodo KH, Rembulan D. 2010. Basic Supply Chain Bawang Merah (Allium
ascalonicum L) di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dari
Perspektif Sistem Dinamis. INASEA. 11(2): 87-95.
Winarso B. 2003. Dinamika perkembangan harga: hubungannya dengan tingkat
keterpaduan antar pasar dalam efisiensi pemasaran komoditas bawang
merah. J Ilm Kesat. 4(1-2).
Wu DD, Zang Y, Wu D, Olson DL. 2010. Fuzzy multi-objective programming for
supplier selection and risk modeling: a possibility approach. Eur J Oper
Res. 200(2010): 774-787. doi:10.1016/j.ejor.2009.01.026
Yin XF, Khoo LP, Chong YT. 2013. A fuzzy c-means based hybrid evolutionary
approach to the clustering of supply chain. Comput Ind Eng. 66(2013):
768-780. dx.doi.org/10.1016/j.cie.2013.09.025
Zadeh LA. 1965. Fuzy sets. Info cont. 8(1965): 338-353
94

LAMPIRAN
95

Lampiran 1 Kuisioner analisis kondisi rantai pasok bawang merah di Kabupaten


Brebes

KUISIONER PENELITIAN MAHASISWA

Analisis Kondisi Rantai Pasokan Bawang Merah di Kabupaten Brebes

Oleh
Lely Rachma Septiana
F351130311

Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan
tesis yang berjudul Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah.
Tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains. Atas
kerjasamanya, Saya ucapkan Terimakasih.
96

Identitas Responden Petani


Nama Responden :
Pekerjaan :
No HP/Tlp :
Usia :
Pendidikan :
Email :
Alamat :

Aspek Usaha
1. Sejak kapan usaha ini dimulai :
2. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini:
3. Berapa luas lahan budidaya bawang merah yang saudara miliki saat ini:
4. Bagaimana status kepemilikan lahan tersebut: [ ] milik sendiri, atau [ ] sewa
5. Jika sewa, berapa ongkos sewa per Ha per tahun:
6. Berapa jumlah orang yang bekerja di lahan tersebut :
7. Bagaimana sistem upah : [ ] harian, [ ] bulanan, [ ] lainnya
8. Apakah saudara mempunyai aktivitas/ usaha lain : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan :

Aspek Produksi
1. Dalam budidaya bawang merah, darimana saudara mendapatkan pengetahuan
budidaya?
2. Apa saja tahapan budidaya bawang merah yang dilakukan oleh Saudara
dimulai dari penyiapan lahan hingga hasilnya siap dipasarkan:
3. Benih bawang merah yang digunakan berasal dari............
4. Jenis varietas benih yang digunakan :
5. Berapa jumlah benih yang digunakan:
6. Berapa biaya yang dikeluarkan saudara untuk mendapatkan benih bawang
merah tersebut:
7. Berapa total bawang merah yang dihasilkan per satu kali panen :
8. Bagaimana penjadwalan tanam atau pengaturan panen dari budidaya bawang
merah:
9. Bagaimana sistem order yang diberilan oleh prosesor/pembeli:
10. Berapa lama saudara dapat memenuhi order tersebut:
11. Bagaimana pengawasan mutu terhadap bawang merah yang dihasilkan
Saudara:
12. Apakah saudara melakukan proses sorting dan grading dari bawang merah
yang dihasilkan Saudara:
13. Apakah saudara melakukan penyimpanan bawang merah:
14. Teknologi penyimpanan seperti apa:
15. Berapa lama penyimpanan yang dilakukan:
16. Faktor apa saja yang mempengaruhi lama penyimpanan:
17. Berapa biaya untuk penyimpanan:
18. Apakah terjadi kehilangan hasil selama penyimpanan : [ ] Ya, [ ] Tidak
19. Jika Ya, berapa persentase kehilangan hasil:
20. Apa saja penyebab kehilangan hasil tersebut:
97

21. Apakah saudara melakukan pengemasan pada produk: [ ] Ya , [ ] Tidak


22. Jika Ya, kemasan yang digunakan berasal dari bahan :
23. Dari segi mutu poduk yang dihasilkan, apakah sudah memenuhi permintaan
pasar:
24. Apakah ada barang yang dikembalikan pembeli:
25. Dari total yang diproduksi, berapa jumlah yang dipasarkan/dijual:
26. Apakah ada pelatihan atau pembinaan dari pemerintah, koperasi atau instansi
lain dalam membudidayakan bawang merah:
27. Bagaimanan cara pengangkutan barang dari ladang ke konsumen:
28. Berapa biaya pengangkutan tersebut:
29. Apakah terjadi penyusutan barang? Berapa?
30. Berapa kali panen dalam setahun:
31. Kapan waktu panen:
32. Apakah pernah mengalami kekurangan benih atau bibit:

Aspek Pemasaran
1. Hasil produksi bawang merah dipasarkan oleh :
[ ] Sendiri [ ] Melalui Koperasi [ ] Melalui Kelompok tani
[ ] Lainnya, sebutkan.....
2. Untuk memasarkan bawang merah, biaya yang dikeluarkam meliputi :
[ ] Promosi : Rp .........../............
[ ] Pengangkutan : Rp .........../............
[ ] Komisi : Rp .........../............
[ ] Pungutan liar : Rp .........../............
[ ] Lainnya : Rp .........../............
3. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan bawang merah
tersebut
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
4. Darimana anda mendapatkan informasi tentang harga :
5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi harga
pemasaran bawang merah:
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
6. Berapa jumlah permintaan terhadap bawang merah :......../............
7. Apakah terpenuhi permintaan tersebut : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Tidak, berapa persentase yang bisa terpenuhi :
8. Apakah Saudara menjual produk dengan kualitas yang berbeda beda:
[ ] Ya [ ] Tidak

9. Pemasaran bawang merah dilakukan terhadap pihak-pihak di bawah ini:


Pembeli Jumlah Persentase
Individu/ rumah tangga
Industri
Koperasi
Pedagang pengumpul
Pedagang besar
Lainnya, sebutkan.....
98

10. Daerah penjualan bawang merah :


Daerah penjualan Nama daerah Persentase
Dalam kecamatan
Dalam kabupaten
Dalam propinsi
Luar propinsi
Ekspor

11. Adakah kriteria kualitas benih bawang merah yang dibeli atau dipakai :
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, apa saja kriteria tersebut :

Kinerja keuangan
1. Apa saja sarana produksi yang Saudara gunakan:
2. Berapa biaya pengadaan benih yang saudara keluarkan selama satu musim
panen:
3. Berapa biaya yang Saudara keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi
selama satu musim panen :
Jenis Alat/ Bahan Jumlah Harga Umur ekonomis Lokasi
pembelian

4. Pengeluaran untuk tenaga kerja di lahan.......... Ha


Jumlah Status kerjaan Lama kerja
Uraian kegiatan Upah
(orang) Tetap Harian (jam/hari)
Persemaian dan
pembibitan
Penanaman
Penyiraman
Perawatan
Panen dan
pascapanen
Total

5. Darimana Saudara mendapatkan modal untuk pembelian/pengadaan benih/bibit


dan saprotan lainnya:
6. Kendala yang dihadapi dalam pengadaan benih dan saprotan:
7. Berapa harga bawang merah yang Saudara jual (Rp/ Kg):
8. Apakah saudara pernah mengalami kerugian :
9. Kerugian apa saja yang pernah saudara alami:

Kemitraan
1. Apakah Saudara menjadi anggota perkumpulan petani tertentu : [ ] Ya, [ ]
Tidak
2. Jika Ya, Nama Perkumpulan :
99

Status keanggotaan :
Mulai menjadi anggota :
3. Jika Tidak, Mengapa :
4. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan pihak lain: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan nama mitra nya:
3. Bentuk kemitraan tersebut berlaku dalam hal:
[ ] Pengadaan benih [ ] Pemasaran
[ ] Permodalan [ ] Pengadaan saprotan lainnya,
[ ] Pelatihan [ ] Lainnya, Sebutkan.............
100

Identitas Responden Pedagang Pengumpul


Nama Responden :
Pekerjaan :
No HP/Tlp :
Usia :
Pendidikan :
Email :
Alamat :

Aspek Usaha
1. Sejak kapan usaha ini dimulai :
2. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini:
3. Apakah Saudara memiliki lahan budidaya bawang merah: [ ] Ya, [ ] Tidak
a. Jika Ya, Berapa luas lahan budidaya bawang merah yang saudara miliki saat
ini:
4. Bagaimana status kepemilikan lahan tersebut: [ ] milik sendiri, atau [ ] sewa
5. Jika sewa, berapa ongkos sewa per Ha per tahun:
6. Berapa jumlah orang yang bekerja di lahan tersebut :
7. Bagaimana sistem upah : [ ] harian, [ ] bulanan, [ ] lainnya
8. Apakah saudara mempunya aktivitas/ usaha lain : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan :

Aspek Pengadaan Barang


1. Pengadaan bawang merah dilakukan dengan :
[ ] Pembelian
[ ] Kesepakatan dengan petani
[ ] Budidaya sendiri
[ ] Lainnya, Sebutkan..............
2. Bagaimana sistem pembelian atau pengadaan bawang merah :

3. Darimana bawang merah yang Saudara dapatkan:


Daerah pembelian Nama daerah Persentase
Dalam kecamatan
Dalam kabupaten
Dalam propinsi
Luar propinsi
Ekspor

4. Berapa jumlah bawang merah yang dibudidayakan sendiri:


5. Berapa jumlah bawang merah yang dibeli atau dipesan dari pihak lain:
6. Berapa lama saudara dapat menerima bawang merah dari pemasok lain dalam
satu kali pesanan:
7. Bagaimana pengawasan mutu terhadap bawang merah yang dihasilkan
Saudara:
8. Apakah Saudara melakukan proses sorting dan grading dari bawang merah
yang diterima:
9. Apakah saudara melakukan penyimpanan bawang merah:
10. Teknologi penyimpanan seperti apa:
101

11. Berapa lama penyimpanan yang dilakukan:


12. Faktor apa saja yang mempengaruhi lama penyimpanan:
13. Berapa biaya untuk penyimpanan:
14. Apakah terjadi kehilangan hasil selama penyimpanan : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, berapa persentase kehilangan hasil:
Apa saja penyebab kehilangan hasil tersebut:
15. Apakah saudara melakukan pengemasan pada produk: [ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, kemasan yang digunakan berasal dari bahan :
16. Dari segi mutu poduk yang dihasilkan, apakah sudah memenuhi permintaan
pasar:
17. Apakah ada barang yang dikembalikan pembeli :
18. Dari total yang dibeli, berapa jumlah yang dipasarkan/dijual kembali:
19. Apakah ada pelatihan atau pembinaan dari pemerintah, koperasi atau instansi
lain dalam memasarkan bawang merah:
20. Bagaimanan cara pengangkutan barang ke konsumen:
21. Berapa biaya pengangkutan tersebut:
22. Apakah terjadi penyusutan barang? Berapa?
23. Setiap berapa lama sekali anda membeli bawang merah:
24. Kapan anda membeli bawang merah :
25. Pembelian bawang merah dilakukan saat : [ ] Sebelum panen, [ ] Setelah
panen

Aspek Pemasaran
1. Hasil produksi bawang merah dipasarkan oleh :
[ ] Sendiri [ ] Melalui Koperasi [ ] Melalui Kelompok tani
[ ] Lainnya, sebutkan.....
2. Untuk memasarkan bawang merah, biaya yang dikeluarkan meliputi :
[ ] Promosi : Rp .........../............
[ ] Pengangkutan : Rp .........../............
[ ] Komisi : Rp .........../............
[ ] Pungutan liar : Rp .........../............
[ ] Lainnya : Rp .........../............
3. Berapa harga beli bawang merah per Kg :
4. Berapa total harga jual bawang merah per Kg :
5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan bawang merah
tersebut
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
6. Berapa jumlah permintaan terhadap bawang merah :......../............
7. Berapa jumlah bawang merah yang dijual :
8. Apakah terpenuhi permintaan tersebut : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Tidak, berapa persentase yang bisa terpenuhi :
9. Apakah Saudara menjual produk dengan kualitas yang berbeda beda:
[ ] Ya [ ] Tidak
102

10. Pemasaran bawang merah dilakukan terhadap pihak-pihak di bawah ini:


Pembeli Jumlah Persentase
Individu/ rumah tangga
Industri
Koperasi
Pedagang pengumpul
Pedagang besar
Lainnya, sebutkan.....

11. Daerah penjualan bawang merah :


Daerah penjualan Nama daerah Persentase
Dalam kecamatan
Dalam kabupaten
Dalam propinsi
Luar propinsi
Ekspor

12. Adakah kriteria kualitas benih bawang merah yang dibeli atau dipakai :
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, apa saja kriteria tersebut :
13. Darimana anda mendapatkan informasi tentang harga :
14. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi harga
pemasaran bawang merah:
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
15. Berapa jumlah pedagang serupa dan pedagang lain sekitar Saudara:
16. Persaingan yang terjadi seringkali disebabkan oleh hal apa saja:
17. Persyaratan yang harus dipenuhi orang baru untuk berpartisipasi sebagai
pedagang:

Kemitraan
1. Apakah Saudara menjadi anggota perkumpulan tertentu : [ ] Ya, [ ] Tidak
2. Jika Ya, Nama Perkumpulan :
Status keanggotaan :
Mulai menjadi anggota :
3. Jika Tidak, Mengapa :
4. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan pihak lain: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan nama mitra nya:
5. Bentuk kemitraan tersebut berlaku dalam hal:
[ ] Pengadaan benih [ ] Pemasaran
[ ] Permodalan [ ] Pengadaan saprotan lainnya,
[ ] Pelatihan [ ] Lainnya, Sebutkan.............
103

Identitas Responden Pedagang Besar


Nama Responden :
Pekerjaan :
No HP/Tlp :
Usia :
Pendidikan :
Email :

Aspek Usaha
1. Sejak kapan usaha ini dimulai :
2. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini:
3. Apakah Saudara memiliki lahan budidaya bawang merah: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, Berapa luas lahan budidaya bawang merah yang saudara miliki saat
ini:
4. Bagaimana status kepemilikan lahan tersebut: [ ] milik sendiri, atau [ ] sewa
5. Jika sewa, berapa ongkos sewa per Ha per tahun:
6. Berapa jumlah orang yang bekerja di lahan tersebut :
7. Bagaimana sistem upah : [ ] harian, [ ] bulanan, [ ] lainnya
8. Apakah saudara mempunya aktivitas/ usaha lain : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan :

Aspek Pengadaan Barang


1. Pengadaan bawang merah dilakukan dengan :
[ ] Pembelian
[ ] Kesepakatan dengan petani
[ ] Budidaya sendiri
[ ] Lainnya, Sebutkan..............
2. Bagaimana sistem pembelian atau pengadaan bawang merah :
3. Darimana bawang merah yang Saudara dapatkan:
Daerah pembelian Nama daerah Persentase
Dalam kecamatan
Dalam kabupaten
Dalam propinsi
Luar propinsi
Ekspor

4. Berapa jumlah bawang merah yang dibudidayakan sendiri:


5. Berapa jumlah bawang merah yang dibeli atau dipesan dari pihak lain:
6. Berapa lama saudara dapat menerima bawang merah dari pemasok lain dalam
satu kali pesanan:
7. Bagaimana pengawasan mutu terhadap bawang merah yang dihasilkan
Saudara:
8. Apakah Saudara melakukan proses sorting dan grading dari bawang merah
yang diterima:
9. Apakah saudara melakukan penyimpanan bawang merah:
10. Teknologi penyimpanan seperti apa:
11. Berapa lama penyimpanan yang dilakukan:
104

12. Faktor apa saja yang mempengaruhi lama penyimpanan:


13. Berapa biaya untuk penyimpanan:
14. Apakah terjadi kehilangan hasil selama penyimpanan : [ ] Ya, [ ] Tidak
15. Jika Ya, berapa persentase kehilangan hasil:
16. Apa saja penyebab kehilangan hasil tersebut:
17. Apakah saudara melakukan pengemasan pada produk: [ ] Ya , [ ] Tidak
18. Jika Ya, kemasan yang digunakan berasal dari bahan :
19. Dari segi mutu poduk yang dihasilkan, apakah sudah memenuhi permintaan
pasar:
20. Apakah ada barang yang dikembalikan pembeli :
21. Dari total yang dibeli, berapa jumlah yang dipasarkan/dijual kembali:
22. Apakah ada pelatihan atau pembinaan dari pemerintah, koperasi atau instansi
lain dalam memasarkan bawang merah:
23. Bagaimanan cara pengangkutan barang ke konsumen:
24. Berapa biaya pengangkutan tersebut:
25. Apakah terjadi penyusutan barang? Berapa?
26. Setiap berapa lama sekali anda membeli bawang merah:
27. Kapan anda membeli bawang merah :
28. Pembelian bawang merah dilakukan saat : [ ] Sebelum panen, [ ] Setelah
panen

Aspek Pemasaran
1. Hasil produksi bawang merah dipasarkan oleh :
[ ] Sendiri [ ] Melalui Koperasi [ ] Melalui Kelompok tani
[ ] Lainnya, sebutkan.....
2. Untuk memasarkan bawang merah, biaya yang dikeluarkan meliputi :
[ ] Promosi : Rp .........../............
[ ] Pengangkutan : Rp .........../............
[ ] Komisi : Rp .........../............
[ ] Pungutan liar : Rp .........../............
[ ] Lainnya : Rp .........../............
3. Berapa harga beli bawang merah per Kg :
4. Berapa total harga jual bawang merah per Kg :
5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan bawang merah
tersebut
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
6. Berapa jumlah permintaan terhadap bawang merah :......../............
7. Berapa jumlah bawang merah yang dijual :
8. Apakah terpenuhi permintaan tersebut : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Tidak, berapa persentase yang bisa terpenuhi :
9. Apakah Saudara menjual produk dengan kualitas yang berbeda beda:
[ ] Ya [ ] Tidak
105

10. Pemasaran bawang merah dilakukan terhadap pihak-pihak di bawah ini:


Pembeli Jumlah Persentase
Individu/ rumah tangga
Industri
Koperasi
Pedagang pengumpul
Pedagang besar
Lainnya, sebutkan.....

11. Daerah penjualan bawang merah :


Daerah penjualan Nama daerah Persentase
Dalam kecamatan
Dalam kabupaten
Dalam propinsi
Luar propinsi
Ekspor

12. Adakah kriteria kualitas benih bawang merah yang dibeli atau dipakai :
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, apa saja kriteria tersebut :
13. Darimana anda mendapatkan informasi tentang harga :
14. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi harga
pemasaran bawang merah:
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi:
15. Berapa jumlah pedagang serupa dan pedagang lain sekitar Saudara:
16. Persaingan yang terjadi seringkali disebabkan oleh hal apa saja:
17. Persyaratan yang harus dipenuhi orang baru untuk berpartisipasi sebagai
pedagang:

Kemitraan
1. Apakah Saudara menjadi anggota perkumpulan tertentu : [ ] Ya, [ ] Tidak
2. Jika Ya, Nama Perkumpulan :
Status keanggotaan :
Mulai menjadi anggota :
3. Jika Tidak, Mengapa :
4. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan pihak lain: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan nama mitra nya:
5. Bentuk kemitraan tersebut berlaku dalam hal:
[ ] Pengadaan benih [ ] Pemasaran
[ ] Permodalan [ ] Pengadaan saprotan lainnya,
[ ] Pelatihan [ ] Lainnya, Sebutkan.............
106

Lampiran 2 Kumpulan metrik berdasarkan atribut kinerja pada model SCOR 11.0
Nomor Level Metrik
Reliability
RL.1.1 Perfect order fulfillment
RL.2.1 % of Orders Delivery in Full
 RL.3.33 Delivery item accuracy
 RL.3.35 Delivery quantity accuracy
RL.2.2 Delivery Performance to Customer Commit Date
 RL.3.32 Customer commit date achievement time customer
receiving
 RL.3.34 Delivery location accuracy
RL.2.3 Documentation Accuracy
 RL.3.31 Complience documentation accuracy
 RL.3.43 Other required documentation accuracy
 RL.3.45 Payment documentation accuracy
 RL.3.50 Shipping documentation accuracy
RL.2.4 Perfect Condition
 RL.3.12 % of faultless installation
 RL.3.24 % orders/lines received damage free
 RL.3.41 Ordes delivered damage free conformance
 RL.3.42 Ordes delivered defect free conformance
 RL.3.55 Warranty and returns
Responsivitas
RS.1.1 Order fulfillment cycle time
RS.2.1 Source cycle time
 RS.3.8 Authorized Supplier payment cycle time
 RS.3.35 Identify sources of supply cycle time
 RS.3.107 Receive product cycle time
 RS.3.122 Schedule product deliveries cycle time
 RS.3.125 Select supplier and negotiate cycle time
 RS.3.139 Transfer product cycle time
 RS3.140 Verify product cycle time
RS.2.2 Make cycle time
 RS.3.33 Finalize production engineering cycle time
 RS.3.49 Issue material cycle time
 RS.3.101 Produce and test cycle time
 RS.3.114 Release finished product to deliver cycle time
 RS.3.123 Release finished product to deliver cycle time
 RS.3.128 Stage finished product cycle time
 RS.3.142 Package cycle time
RS.2.3 Deliver cycle time
 RS.3.16 Build loads cycle time
 RS.3.18 Consolidate orders cycle time
 RS.3.46 Install product cycle time
 RS.3.51 Load product & geneate shipping cycle time
 RS.3.95 Pack product cycle time
 RS.3.102 Pick product cycle time
107

Lampiran 2 Lanjutan
Nomor Level Metrik
 RS.3.110 Receive & verify product by customer cycle time
 RS.3.111 Receive product from source or make cycle time
 RS.3.116 Receive, configure, enter & validate cycle time
 RS.3.117 Reserve resources and determine delivery date cycle time
 RS.3.120 Route shipment cycle time
 RS.3.124 Schedule installation cycle time
 RS.3.126 Select carriers & rate shipments cycle time
 RS3.140 Ship product cycle time
RS.2.4 Delivery retail cycle time
 RS.3.17 Checkout cycle time
 RS.3.32 Fill shopping cart cycle time
 RS.3.34 Generate stocking schedule cycle time
 RS.3.97 Pick product from backroom cycle time
 RS.3.109 Receive product at store cycle time
 RS.3.129 Stock shelf cycle time
Agility
AG.1.1 Upside supply chain flexibility
AG.2.1 Upside source flexibility
AG.2.2 Upside make flexibility
AG.2.3 Upside deliver flexibility
AG.2.4 Upside source return flexibility
AG.2.5 Upside deliver return flexibility
AG.1.2 Upside supply chain adaptability
AG.2.6 Upside source adaptability
AG.2.7 Upside make adaptability
AG.2.8 Upside deliver adaptability
AG.2.9 Upside source return adaptability
AG.2.10 Upside deliver return adaptability
AG.1.3 Downside supply chain adaptability
AG.2.11 Downside source adaptability
AG.2.12 Downside make adaptability
AG.2.13 Downside deliver adaptability
Cost
CO. Total cost to serve
CO.2.001 Planning cost
CO.3.001 Planning labor cost
CO.3.002 Planning automation cost
CO.3.003 Planning property, plant and equipment cost
CO.3.004 Planning GRC and overhead cost
CO.2.002 Sourcing cost
CO.3.005 Sourcing labor cost
CO.3.006 Sourcing automation cost
CO.3.007 Sourcing property, plant and equipment cost
CO.3.008 Sourcing GRC and overhead cost
CO.2.003 Material landed cost
CO.3.009 Purchased material cost
108

Lampiran 2 Lanjutan
Nomor Level Metrik
CO.3.010 Material transportation cost
CO.3.011 Material customs, duties, taxes and tarrifs cost
CO.3.012 Material risk and compliance cost
CO.2.004 Production cost
CO.3.014 Production labor cost
CO.3.015 Production automation cost
CO.3.016 Production property, plant and equipment cost
CO.3.017 Production GRC and overhead cost
CO.2.005 Order management cost
CO.3.018 Order management labor cost
CO.3.019 Order management automation cost
CO.3.020 Order management property, plant and equipment cost
CO.3.021 Order management GRC and overhead cost
CO.2.006 Fulfillment cost
CO.3.022 Transportation cost
CO.3.023 Fulfillment customs, duties, taxes and tarrifs cost
CO.3.024 Fulfillment labor cost
CO.3.025 Fulfillment automation cost
CO.3.026 Fulfillment property, plant and equipment cost
CO.3.027 Fulfillment GRC and overhead cost
CO.2.007 Returns cost
CO.3.028 Discounts and refunds cost
CO.3.029 Dispotition cost
CO.3.030 Returns GRC, inventory and overhead cost
CO.2.008 Cost of goods sold
Asset
management
AM.1.1 Cah to cash cycle time
AM.2.1 Day sales outstanding
AM.2.2 Inventory days of supply
AM.2.3 Days payable outstanding
AM.1.2 Return on working capital
109

Lampiran 3 Kuisioner pembobotan metrik

IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Lely Rachma Septiana
Nrp : F351130311
Program Studi : Magister Teknologi Industri Pertanian

Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan
tugas akhir/ tesis yang berjudul Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Bawang Merah. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Sains.

IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Pekerjaan :
No HP/Tlp :
Usia :
Pendidikan :
Alamat :
110

Petunjuk pengisian :
Lingkari Kecenderungan yang Saudara pilih.

Alternatif 5 4 3 2 1 2 33 4 5 Alternatif
A B

Lebih disukai alternatif A Lebih disukai alternatif B

Arti Skala 1 = kedua elemen sama pentingnya


Skala 2 = sedikit lebih penting dari elemen 2
Skala 3 = jelas lebih penting
Skala 4 = sangat jelas lebih penting
Skala 5 = mutlak lebih penting

METRIK KINERJA
Setiap atribut kinerja terdiri dari beberapa metrik kinerja (standar ukuran kinerja).
Metrik kinerja yang digunakan dalam pengukuran kinerja rantai pasok bawang
merah diantaranya sebagai berikut:

1. Pemenuhan pesanan sempurna


Metrik pemenuhan pesanan sempurna terdiri dari tiga metrik level 2 yaitu:
 Persentase pesanan terkirim secara utuh.
 Kinerja pengiriman
 Kondisi sempurna.

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting Kanan
% pesanan
Kinerja
terkirim 5 4 3 2 1 2 3 4 5
pengiriman
utuh
% pesanan
Kondisi
terkirim 5 4 3 2 1 2 3 4 5
sempurna
utuh
Kinerja Kondisi
5 4 3 2 1 2 3 4 5
pengiriman sempurna

1) Metrik persentase pesanan terkirim secara utuh. dijabarkan menjadi metrik


level tiga, yaitu:
a. ketepatan jenis barang yang dipesan
b. ketepatan jumlah pengiriman

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting Kanan
Ketepatan
Ketepatan
5 4 3 2 1 2 3 4 5 jumlah
jenis barang
pengiriman
111

2) Kinerja pengiriman. Metrik ini dijabarkan menjadi metrik level tiga, yaitu:
a. Ketepatan waktu pengiriman
b. Ketepatan lokasi tujuan pengiriman

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting Kanan
Ketepatan Ketepatan
waktu 5 4 3 2 1 2 3 4 5 lokasi
pengiriman pengiriman

3) Kondisi sempurna. Metrik ini dibagi menjadi dua metrik di level tiga, yaitu:
a. % Bebas kerusakan/kehilangan
b. % kesesuaian dengan standar mutu

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting Kanan
% Bebas % kesesuaian
kerusakan/k 5 4 3 2 1 2 3 4 5 dengan
ehilangan standar mutu

2. Siklus pemenuhan pesanan


Waktu siklus pemenuhan pesanan dapat dibagi menjadi tiga metrik level dua,
antara lain:
 Waktu siklus pengadaan
 Waktu siklus produksi (penanganan)
 Waktu siklus pengiriman

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting Kanan
Waktu
Waktu siklus
siklus 5 4 3 2 1 2 3 4 5
produksi
pengadaan
Waktu
Waktu siklus
siklus 5 4 3 2 1 2 3 4 5
pengiriman
pengadaan
Waktu
Waktu siklus
siklus 5 4 3 2 1 2 3 4 5
pengiriman
produksi

1) Waktu siklus pengadaan. Waktu ini dibagi menjadi metrik level tiga, yaitu:
a. Waktu pemilihan pemasok
b. Waktu siklus penerimaan barang

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting Kanan
Waktu Waktu siklus
5 4 3 2 1 2 3 4 5
pemilihan penerimaan
112

pemasok barang

2) Waktu siklus produksi (penanganan). Metrik level dua ini dibagi menjadi
metrik level dua yaitu:
a. waktu panen dan pascapanen
b. waktu pengemasan

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting kanan
Waktu Waktu
panen dan 5 4 3 2 1 2 3 4 5 pengemasan
pascapanen

3) Waktu siklus pengiriman. Metrik ini dibagi menjadi metrik level tiga, yaitu:
a. Waktu loading ke truk/kontainer
b. Lama pengiriman (lama perjalanan barang hingga konsumen)

Kolom kiri Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Penting Kanan

Waktu 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Lama
loading truk pengiriman

3. Fleksibilitas rantai pasok


Fleksibilitas rantai pasok terdiri dari dua metrik level 2, yaitu
1) fleksibilitas pengadaan
2) fleksibilitas pengiriman

Kolom kiri Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Penting Kanan
Fleksibilitas 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Fleksibilitas
pengadaan pengiriman

4. Biaya rantai pasok


Metrik biaya rantai pasok terdiri dari tiga metrik level 2, yaitu:
 biaya pengadaan
 biaya produksi/penanganan
 biaya pengiriman

Kolom kiri Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Penting Kanan
Biaya 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Biaya
pengadaan produksi
Biaya 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Biaya
produksi pengiriman
Biaya 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Biaya
produksi pengiriman
113

1) biaya pengadaan. Metrik ini terdiri metrik level 3 sebagai berikut:


a. biaya pembelian barang
b. biaya penyimpanan
Kolom kiri Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom
Penting Kanan
Biaya 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Biaya
pembelian penyimpanan
barang

2) biaya produksi. Metrik ini terdiri metrik level 3 sebagai berikut:


a. biaya panen dan pascapanen
b. biaya pengemasan

Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Kolom kiri
Penting kanan
Biaya
Biaya
panen dan 5 4 3 2 1 2 3 4 5
pengemasan
pascapanen

5. Siklus cash to cash


Metrik siklus cash to cash terdiri dari dua metrik yaitu:
a. Lama pembayaran utang
b. Lama penerimaan piutang

Kolom kiri Lebih Penting Sama Lebih Penting Kolom


Penting Kanan

Lama 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Lama
pembayaran penerimaan
utang piutang

------------ T E R I M A K A S I H ------------
114

Lampiran 4 Kuisioner penilaian kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten


Brebes

IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Lely Rachma Septiana
NRP : F351130311
Program Studi : Magister Teknologi Industri Pertanian

Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan
tugas akhir/ tesis yang berjudul Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Bawang Merah. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Sains.

IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Pekerjaan :
No HP/Tlp :
Usia :
Pendidikan :
Alamat :
115

METRIK KINERJA PEDAGANG BESAR

RELIABILITAS (KEANDALAN)
Atribut menggambarkan kemampuan pedagang dalam memenuhi permintaan
konsumen.

Tabel 1 Skala Penilaian kinerja pada atribut reliabilitas


Nilai Kinerja Kriteria
5 Sangat Baik (Excellent)
4 Baik (Above Average)
3 Sedang (Average)
2 Kurang (Below Average)
1 Buruk/ sangat kurang (Poor)

Tabel 2 Kinerja atribut reliabilitas


Metrik level 3 1 2 3 4 5 Keterangan
ketepatan jenis barang yang
terkirim
ketepatan jumlah yang terkirim
ketepatan lokasi tujuan
pengiriman
ketepatan waktu pengiriman
% bebas kerusakan/kehilangan
% kesesuaian dengan standar
mutu

RESPONSIVITAS
Atribut responsivitas menggambarkan waktu yang dibutuhkan oleh pedagang
untuk memenuhi permintaan konsumen mulai dari pemasok hingga ke tangan
konsumen.

Tabel 3 Skala Penilaian kinerja pada atribut responsivitas


Nilai Kinerja Kriteria
5 Sangat Baik (Excellent)
4 Baik (Above Average)
3 Sedang (Average)
2 Kurang (Below Average)
1 Buruk/ sangat kurang (Poor)

Tabel 4 Penilaian Kinerja atribut responsivitas


Metrik level 3 1 2 3 4 5 Durasi
Waktu pemilihan pemasok
Waktu siklus penerimaan barang
Waktu panen dan pascapanen
waktu pengemasan
waktu loading ke truk
Lama pengiriman
116

FLEKSIBILITAS
Fleksibilitas dalam rantai pasok berarti kemampuan pedagang untuk memenuhi
permintaan tambahan dari pembeli yang terjadi secara mendadak atau tiba-tiba.

Tabel 5 Skala Penilaian kinerja pada atribut fleksibilitas


Nilai Kinerja Kriteria
5 Sangat fleksibel
4 Fleksibel
3 Cukup/ sedang
2 Kurang
1 Buruk/ sangat kurang

Tabel 6 Penilaian Kinerja atribut responsivitas


Metrik level 3 1 2 3 4 5 Jumlah (%)
Fleksibilitas pengadaan
Fleksibilitas pengiriman

BIAYA RANTAI PASOK


Atribut biaya rantai pasok menerangkan total biaya yang dikeluarkan pedagang
dalam melakukan penanganan barang mulai dari pemasok hingga ke konsumen.

Tabel 7 Skala Penilaian kinerja pada atribut biaya


Nilai Kinerja Kriteria
5 Sangat baik (murah)
4 Baik (Murah)
3 Cukup baik (cukup murah)
2 Kurang baik (mahal)
1 Buruk (sangat mahal)

Tabel 8 Penilaian kinerja biaya rantai pasok semester 1


Jumlah
Metrik kinerja 1 2 3 4 5
(Rp)
Biaya pembelian barang
Biaya penyimpanan
Biaya panen dan pascapanen
Biaya pengemasan
Biaya pengangkutan

ASET MANAJEMEN RANTAI PASOK


Atribut aset manajemen rantai pasok menerangkan mengenai perputaran uang dari
pembayaran bahan baku ke pemasok, hingga pembayaran/pelunasan oleh
konsumen.
117

Tabel 9 Skala Penilaian kinerja pada atribut manajemen aset


Nilai Kinerja Kriteria
5 Sangat baik (sangat cepat)
4 Baik (Cepat)
3 Cukup baik (sedang)
2 Kurang baik (lama)
1 Buruk (sangat lama)

Tabel 10 Penilaian Kinerja metrik waktu siklus kas


Metrik level 3 1 2 3 4 5 Durasi
Lama pembayaran utang
Lama penerimaan piutang
118

Lampiran 5 Peta lokasi Kabupaten Brebes

118
119

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Lely Rachma Septiana dilahirkan di Brebes pada


tanggal 4 September 1988, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Suripno
dan Ibu Siti Masitoh. Pendidikan sarjana penulis ditempuh pada Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Pada Tahun 2013, penulis melanjutkan studi magisternya pada Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Pada tahun yang sama, penulis memperoleh Beasiswa pendidikan
pascasarjana dari DIKTI melalui program beasiswa BPPDN. Pada akhir studi
pascasarjana, penulis melakukan penelitian dan menuliskannya dalam sebuah
karya tulis ilmiah yang berjudul “Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Bawang Merah (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)” yang akan diterbitkan pada
Jurnal Teknologi Industri Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai