BAWANG MERAH
(Studi Kasus: Kabupaten Brebes)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Peningkatan
Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi Kasus: Kabupaten Brebes) adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
2
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Faqih Udin, STP MSi
3
Judul Tesis : Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah (Studi
Kasus: Kabupaten Brebes)
Nama : Lely Rachma Septiana
NIM : F351130311
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Bawang Merah 4
Rantai Pasok 7
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 7
Supply Chain Operation Reference (SCOR) 10
Konsep Fuzzy 13
Penelitian Terkait 14
3 METODOLOGI PENELITIAN 16
Kerangka Pemikiran 16
Tempat dan Waktu Penelitian 16
Teknik Pengambilan Sampel 16
Jenis dan Sumber Data 17
Metode Analisis Data 20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 25
Analisis Kondisi Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes 28
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah di Kabupaten Brebes 51
Perumusan Upaya Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah 70
5 KESIMPULAN DAN SARAN 89
Kesimpulan 89
Saran 89
DAFTAR PUSTAKA 90
LAMPIRAN 94
RIWAYAT HIDUP 118
6
DAFTAR TABEL
1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total
produksinya, Tahun 2011-2015 1
2 Taksonomi bawang merah 4
3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah 6
4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja
SCM (Aramyan 2006) 9
5 Atribut kinerja manajemen rantai pasok beserta metrik kinerja 11
6 Definisi proses dalam model SCOR 12
7 Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan dilakukan 15
8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian 18
9 Definisi dan fungsi keanggotaan TFN 22
10 Skala penilaian metrik kinerja pada atribut kinerja rantai pasok bawang
merah 24
11 Produksi, luas panen, dan produktivitas bawang merah di Kabupaten
Brebes 27
12 Peran anggota rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes 31
13 Penggolongan dan Karakteristik Bawang Merah Berdasarkan 48
14 Daerah tujuan pengiriman bawang merah Brebes dan kebutuhannya
pada tahun 2014 50
15 Hasil pengukuran kinerja petani 64
16 Hasil pengukuran kinerja pedagang pengumpul 66
17 Hasil pengukuran kinerja pedagang besar 68
18 Rekapitulasi Nilai Kinerja Anggota Rantai Pasok Bawang Merah di
Kabupaten Brebes 69
19 Gap performa kinerja petani 70
20 Gap performa kinerja pedagang pengumpul 71
21 Gap performa kinerja pedagang besar 71
22 Hasil pembobotan faktor penyebab rantai pasok bawang merah belum
efektif dan efisien 81
23 Matriks masalah, penyebab dan upaya peningkatan kinerja rantai pasok
bawang merah di Kabupaten Brebes 84
24 Rencana aksi peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah 87
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tabel 1 Konsumsi bawang merah rata-rata per kapita per tahun dan total
produksinya, Tahun 2011-2015
Tahun Kg/kap/tahun Total produksi (ton)
2011 2.36 893 124
2012 2.76 964 221
2013 2.07 1 010 773
2014 2.49 1 233 984
2015 2.71 1 231 559
Laju (%/tahun) 0.05 0.09
Sumber : Pusdatin 2015 (diolah)
Tabel 1 juga menunjukkan total produksi bawang merah dari tahun 2011
hingga tahun 2015 yang mengalami peningkatan sebesar 0.09 % tiap tahunnya.
Peningkatan jumlah produksi bawang merah yang tinggi ini, belum menyelesaikan
permasalahan mendasar bagi tataniaga bawang merah. Permintaan bawang merah
2
Gambar 1 Rata-rata produksi dan konsumsi bawang merah per bulan tahun
2011-2015 dan prognosa kebutuhan bawang merah tahun 2016
rantai pasok yang inefisien, akan membawa pada kerugian seperti tingginya biaya
logistik, biaya pengelolaan informasi, sumberdaya tidak termanfaatkan dengan
baik, dan berkurangnya kapasitas produksi (Fan et al. 2013). Manajemen rantai
pasok yang tepat memberikan sebuah peluang strategis yang besar untuk
menciptakan keunggulan bersaing (Heizer dan Render 2010).
Sama halnya dengan komoditas pertanian lainnya, pengelolaan rantai pasok
bawang merah cukup kompleks. Sistem logistik bawang merah memiliki
karakteristik tertentu karena dipengaruhi oleh sistem produksi, bulky, perishable
dan perubahan yang terus menerus pada kualitasnya sedangkan permintaan
terhadap bawang merah terjadi sepanjang waktu. Permintaan konsumen akan
bawang merah ini harus senantiasa terpenuhi agar keuntungan pelaku usaha dapat
tercapai. Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah
menjadi sangat diperlukan.
Penelitian sebelumnya mengenai peningkatan kinerja rantai pasok komoditas
pertanian telah banyak dilakukan antara lain dilakukan oleh Feifi (2008), Setiawan
(2009), Syafi (2009), Rofiq (2010), dan Dinata et al. (2014). Akan tetapi khusus
untuk komoditas bawang merah sangat terbatas. Penelitian mengenai perbaikan
rantai pasok bawang merah pernah dilakukan oleh Adiyoga et al. (2010).
Penelitian mereka dilakukan di wilayah Nganjuk (Jawa Timur) dan Buleleng
(Bali). Penelitian yang dilakukan Adiyoga et al. (2010) menggunakan analisis
deskriptif dan analisis SWOT. Namun, penelitian tersebut tidak didasari atas
pengukuran kinerja rantai pasok. Pengukuran kinerja merupakan elemen yang
penting dalam pengambilan keputusan dalam merencanakan efektivitas kerja
(Bhagwat dan Sharma 2007). Model pengukuran kinerja harus dibuat sedemikian
rupa sehingga kinerja organisasi dapat terukur dan tujuan organisasi serta
efektivitas kerja tercapai (Takkar et al. 2009).
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah
Keterangan gambar :
A : penampang membujur tanaman bawang merah
B : penampang melintang tanaman bawang merah
1 : akar serabut
2 : batang pokok rudimenter yang seperti cakram
3 : umbi lapis
4 : tunas lateral
5 : daun muda
6 : titik tumbuh atau calon tunas
Gambar 2 Penampang membujur dan melintang umbi bawang merah (Rahayu dan
Berlian 2004)
kerebahan daun sudah mencapai lebih dari 90%, yakni saat tanaman berumur 80-
90 HST (Agromedia 2011).
Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hampir selama 6-7 bulan
setiap tahun dan terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari,sedangkan
bulan kosong pada bulan Februari-Mei dan November sehingga musim tanam
puncak berkisar antara bulan April-Oktober (BI 2013). Penanaman bawang merah
di musim hujan yaitu bulan Oktober/Desember hingga bulan Maret/April dalam
kondisi iklim normal biasa disebut tanaman off season sedangkan pertanaman di
musim kemarau disebut tanaman in season (Suwandi 2013).
Tabel 3 Kandungan dan komposisi gizi tiap 100 gram bawang merah
Bawang merah biasa
Komposisi gizi
a b
Kalori (kal) 39.00 67.00
Protein (gr) 1.50 1.90
Lemak (gr) 0.30 0.30
Karbohidrat (gr) 0.20 15.40
Serat (gr) - 0.70
Abu (gr) - 0.60
Kalsium (mg) 36.00 46.00
Fosfor (mg) 40.00 45.00
Zat besi (mg) 0.80 0.80
Natrium (mg) - 12.00
Kalium (mg) - 334.00
Niacin (mg) - 0.30
Vitamin A (SI) 0.00 5.00
Vitamin B1 (mg) 0.03 0.04
Vitamin B2 (mg) - 0.02
Vitamin C (mg) 2.00 2.00
Air (gr) 88.00 -
Keterangan : (a) Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981)
(b) Food and Nutrition Research Center, Handbook No. 1 Manila (1964)
Sumber : Rukmana (1994)
7
Bawang merah memiliki beragam manfaat. Selain sebagai bumbu dapur dan
penyebab berbagai masakan, bawang merah juga dapat dimanfaatkan sebagai
obattradisional seperti obat nyeri perut, penyembuhan luka atau infeksi, disentri
dan diare. Khasiat umbi bawang merah sebagai obat, diduga karena mempunyai
efek antiseptic dari senyawa allin dan allicin. Senyawa allin ataupun allicin oleh
enzim allisin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin antimikroba
yang bersifat bakterisida. Bawang merah juga berfungsi dalam tubuh dalam
memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan lender-lendir
dalam kerongkongan (Rukmana 1994).
Rantai Pasok
Tabel 4 Kelebihan dan kekurangan metode-metode untuk pengukuran kinerja SCM (Aramyan 2006)
Metode-metode Kelebihan Kelemahan
Activity Based Memberikan informasi finansial lebih banyak Biaya pengumpulan data besar
Costing Recognize perubahan perubahan biaya pada aktifitas Sulit mengumpulkan data yang diinginkan
yang berbeda
Balanced Scorecard Keseimbangan padangan tentang kinerja Implementasi yang lengkap dapat bertahap
Faktor-faktor finansial dan non-finansial
Stategi pada manajemen puncak dan aksi pada
manajemen menengah terhubung dan lebih fokus.
Economic Value Mempertimbangkan biaya modal Perhitungan sulit
Added Melihat kegiatan secara terpisah Sulit untuk mengalokasikan EVA pada masing-
masing divisi
Multi Criteria Pendekatan partisipasif dalam membuat keputusan Informasi yang dibutuhkan untuk menurunkan
Analysis Sesuai dengan masalah-masalh dimana nilai-nilai bobot sangat dipertimbangkan
moneter tidak tersedia Kemungkinan mengenalkan boobot secara
implisit tidak dapat dijelaskan
Life-Cycle Analysis Memungkin untuk menilai biaya dan dampak lingkungan Membutuhkan dukungan data yang intensif
yang berkaitan dengan siklus hidup produk atau proses Selang kepercayaan dalam metodologi LCA
Data Envelopment Mencakup input dan output Membutuhkan dukungan data yang intensif
Analysis (DEA) Menghasilkan informasi yang detail tentang efisiensi Pendekatan deterministik
perusahaan
Tidak memerlukan spesifikasi parametrik dari bentuk
fungsional
Supply Chain Menilai kinerja keseluruhan dari rantai pasok Tidak secara eksplisit menempatkan pelatihan,
Council’s SCOR Pendekatan yang seimbang kualitas, teknologi informasi dan administrasi
Model Kinerja rantai pasok dalam berbagai dimensi Tidak menggambarkan setiap proses atau
kegiatan bisnis
9
10
Performance
Kinerja/ performa dari SCOR terdiri dari dua elemen yaitu atribut kinerja
dan metrik. Atribut kinerja adalah sekelompok metrik yang digunakan untuk
menyatakan strategi sedangkan metrik adalah standar dalam pengukuran kinerja
rantai pasok. Atribut ini tidak dapat diukur, tapi digunakan untuk membuat arahan
strategis. Atribut performa meliputi reliabilitas rantai pasokan, responsivitas rantai
pasokan, agility dalam rantai pasokan, biaya rantai pasokan, dan manajemen aset
rantai pasokan. Masing-masing atribut kinerja memiliki satu atau lebih metrik
level 1. Menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2003), umumnya perusahaan
menggunakan metrik level 1 sebagai dasar untuk menentukan strategi
pengembangan rantai pasok yang hendak dicapai oleh perusahaan, disesuaikan
dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan
perusahaan (internal). Definisi dari masing-masing atribut kinerja dapat dilihat
pada Tabel 5.
Metrik level 1 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 2,
metrik level 2 merupakan agregat penilaian dari metrik-metrik level 3. Dengan
demikian, proses pengukuran performa rantai pasok diawali dengan mengukur
proses-proses pada level paling bawah (level 3) kemudian seterusnya hingga level
1.
11
Proses
Dengan menggunakan definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR,
maka elemen Process ini mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan
dan mendeskripsikan proses rantai pasok yang terjadi serta mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam model SCOR versi 11.0, proses-proses rantai pasok terebut
didefinisikan ke dalam enam proses yang terintegrasi, yaitu Plan (perencanaan),
Source (pengadaan), Make (produksi), Deliver (distribusi), Return
(pengembalian), dan Enable (tindakan). Definisi dari enam proses tersebut dapat
dilihat pada Tabel 6.
12
Praktik
Praktik atau dikenal dengan best practices, menyediakan sekumpulan
praktik industri untuk perusahaan yang bertujuan meningkatkan nilai atau
mencapai target perusahaan. Praktik ini merupakan cara yang khusus
mengkonfigurasikan proses atau sekumpulan proses. Model SCOR menyediakan
praktik-praktik atau praktek terbaik yang dapat diterapkan perusahaan sesuai
dengan karakteristik perusahaan tersebut. Praktik-praktik tersebut disusun oleh
para praktisioner dan para ahli dari berbagai kalangan industri.
People
Elemen people telah dikenalkan sebelumnya pada SCOR versi 10.0,
menyediakan standar yang mendeskripsikan keahlian yang diperlukan untuk
melakukan tugas dan mengelola proses. Keahlian yang dimaksud adalah keahlian
dalam mengelola rantai pasok secara spesifik. Keahlian yang harus dimiliki
dideskripsikan dalam definisi standar dan digabungkan dengan aspek lainnya
seperti bakat, pengalaman, pelatihan dan level kompetensi yang dimiliki.
Tahapan dalam pemodelan proses rantai pasok menggunakan SCOR adalah
sebagai berikut :
1. Level 1 mendefinisikan ruang lingkup dan isi dari SCOR model. Selain itu,
pada tahap ini juga ditetapkan target-target kinerja perusahaan untuk bersaing.
2. Level 2 merupakan tahap mendefinisikan arahan strategis perusahaan. Pada
level 2 ini kemampuan proses dalam rantai pasok perusahaan disusun (make to
stock, make to order).
3. Level 3 merupakan tahap penguraian proses-proses yang ada pada rantai pasok
menjadi unsur-unsur yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk
berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi unsur-unsur proses, masukan dan
keluaran dari informasi mengenai proses unsur, metrik-metrik dari kinerja
13
Konsep Fuzzy
Teori Fuzzy diperkenalkan pertama kali oleh Prof. L.A. Zadeh pada tahun
1965. Zadeh mendefinisikan teori fuzzy sebagai teknik ilmiah yang terbukti
mampu mengkonversi ukuran linguistik menjadi ukuran yang jelas/tegas
menggunakan keanggotaan fungsi. Kenggotaan fungsi menentukan batas kabur
diantara dua pengukuran seperti „cenderung‟ dan „mungkin‟(Nepal et al. 2010).
Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamis.
Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam
lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi
dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan
verbal (Marimin et al. 2013). Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalah
yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidakpastian dan
14
kebenaran parsial (Zadeh 1965). Penggunaan logika fuzzy menjadi sangat penting
dalam proses pengambilan keputusan karena skala linguistik dapat diadopsi dan
dipakai oleh para Decision Makers.
Kusumadewi dan Purnomo (2004) menyatakan bahwa pada himpunan tegas
(crisp), nilai keanggotaan hanya ada dua kemungkinan, yaitu 0 atau 1, sedangkan
pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1.
Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu linguistik dan numeris. Linguistik yaitu
penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan
menggunakan bahasa alami, seperti muda, parobaya, tua, dan lain-lain. Sedangkan
numeris adalah suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel
seperti 40, 25, 50 dst.
Fungsi keanggotaan merupakan fungsi yang memberikan derajat terhadap
sebuah elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus. Suatu fungsi
keanggotaan juga dirujuk sebagai fungsi penciri himpunan fuzzy yang
mendefinisikan suatu gugus fuzzy. Fungsi keanggotaan gugus fuzzy dapat berupa
sembarang bentuk seperti yang ditetapkan oleh pakar yang relevan. Salah satu
bentuk fungsi keanggotaan yang sering dipakai adalah Triangular Fuzzy Number
(TFN) (Marimin et al. 2013).
Dalam proses pengambilan keputusan, sering dihadapkan pada persoalan
adanya ketidakpastian dan ketidaklengkapan informasi. Oleh karena itu, telah
banyak teknik pengambilan keputusan yang dimodifikasi berbasis fuzzy (Marimin
et al. 2013). Beberapa studi yang menerapkan fuzzy dalam manajemen rantai
pasok (Supply Chain Management) diantaranya fuzzy AHP (Setiawan 2009), fuzzy
multi objektif programming (Wu et al. 2010), fuzzy FMEA (Nasution et al. 2014),
fuzzy c-means (Yin et al. 2013), fuzzy DEMATEL (Akyuz dan Celik 2015), fuzzy
pairwise comparison (Hakimi 2007), dan lain-lain.
Penelitian Terkait
kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan dan analisis penyebab terjadinya
permasalahan dalam rantai pasok sehingga muncul rekomendasi dalam upaya
perbaikan kinerja rantai pasok bawang merah. Metode yang digunakan dalam
mengukur kinerja rantai pasok bawang merah adalah rating scale dan indikator
penilaiannya diadaptasi dari model SCOR (Supply Chain Operations Reference).
Model SCOR digunakan dalam penelitian ini karena memiliki beberapa
keuntungan diantaranya: penilaian cepat, dapat dengan mudah mencari
kesenjangan kinerja, merancang dan mengoptimalkan jaringan rantai pasok secara
efisien, meningkatkan kendali operasional dari standar proses, manajemen
reporting dan struktur organisasi yang efisien, keselarasan antara keahlian
anggota rantai pasok dengan tujuan strategis (SCC 2010). Model SCOR juga
dapat diterapkan pada perusahaan dengan skala kecil, menengah maupun skala
besar (Thakkar et al. 2009). Penelitian terdahulu dan posisi penelitian yang akan
dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7.
Keterangan :
Cakupan : a = Produk Manufaktur
b = Produk Pertanian
Metode pengukuran kinerja : c = SCOR
d = BSC
e = Metode lain
Strategi Pengembangan : f = Analisis SWOT
g = AHP
h = Lainnya
Objek Penelitian : i = Bawang merah
j = Lainnya
16
3 METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Rencana aksi
Data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 8.
18
18
Tabel 8 Jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
No Tujuan Khusus Jenis data/ informasi Sumber data Metode pengumpulan data Alat analisis Output
1 Menganalisis kondisi Geografi dan Bps Kabupaten Wawancara mendalam Analisis Informasi
rantai pasok bawang demografi Brebes deskriptif mengenai kondisi
merah di Kabupaten dengan rantai pasok
Brebes Produksi dan Dinas Pertanian Wawancara mendalam kerangka bawang merah di
produktivitas bawang Tanaman Pangan pembahasan Kabupaten Brebes
merah dan Hortikultura FSCN (Food
Kabupaten Brebes Supply Chain
Network)
Struktur, manajemen, Pelaku usaha Kuisioner dan wawancara
proses bisnis dan bawang merah/ mendalam
sumber daya rantai anggota rantai
pasok bawang
merah
2 Mengukur kinerja rantai pasok bawang merah
a Menentukan Indikator penilaian Petani, pedagang Wawancara mendalam dan Model scor Terpilihnya
metrik kinerja kinerja anggota rantai pengumpul dan observasi indikator penilaian
pengukuran rantai pasok bawang merah pedagang besar (metrik) kinerja
pasok bawang yang sesuai dengan
merah kondisi
b Menentukan bobot Bobot metrik kinerja Petani, pedagang Kuisioner Fuzzy pairwise Melihat tingkat
metrik yang pengumpul dan comparison kepentingan metrik
terpilih pedagang besar
19
c Mengukur kinerja Nilai dari kinerja Petani, pedagang Kuisioner Rating scale Kinerja rantai
rantai pasok masing-masing pengumpul dan pasok bawang
bawang merah anggota rantai pasok pedagang besar merah dapat
bawang merah terukur
c Menyusun Faktor penyebab Pakar dan sumber Studi literatur Analisis Rekomendasi
upaya/rekomendasi terjadinya masalah pustaka/literatur Wawancara pakar deskriptif Rencana aksi
dan rencana aksi
19
20
2. Manajemen rantai
Manajemen rantai menggambarkan koordinasi dan struktur manajemen
dalam pelaksanaan proses rantai oleh anggota rantai yang meliputi bentuk
kemitraan atau ikatan kontraktual, sistem transaksi, dan peranan pemerintah.
4. Proses bisnis
Proses bisnis merupakan aktivitas yang terukur dan terstruktur untuk
memproduksi output tertentu untuk pelanggan tertentu. Proses bisnis
menerangkan proses atau aktivitas yang terjadi di dalam rantai pasok bawang
merah seperti proses logistik (operasi/produksi dan distribusi) dan tingkat
integrasi dari proses dalam rantai pasok, aspek risiko, pengembangan produk,
serta permodalan.
5. Tujuan rantai
Sebuah rantai pasok yang dikelola dengan baik umumnya memiliki tujuan
yang jelas dan terarah. Tujuan rantai menjelaskan mengenai tujuan dilakukannya
proses rantai pasok bawang merah, dapat mencakup tujuan pasar maupun target/
objek dalam rantai pasok yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang
terlibat di dalamnya.
Sejauh mana rantai pasok bawang merah mewujudkan tujuannya dapat
dilihat dari performa rantai pasok. untuk mengetahui performa rantai maka
dilakukan pengukuran performa/kinerja rantai berdasarkan indikator kinerja yang
didasarkan pada kepuasan pelanggan.
21
a. Fuzzifikasi
Fuzzifikasi pada penelitian ini menggunakan Triangular Fuzzy Number
(TFN). Bertitik tolak pada skala pairwise comparison, maka ditetapkan fungsi
keanggotaan TFN seperti pada Tabel 9.
b. Agregasi Pakar
Agregasi pakar merupakan penggabungan pendapat dari para pakar.
Penggabungan pendapat beberapa orang ahli atau pakar dapat dilakukan dengan
rata-rata geometrik (Marimin 2004). Agregasi pakar ini dilakukan dengan cara
23
n
BB
i 1
menghitung nilai rata-rata geometrik dari nilai batas bawah,
n
x bbi
batas tengah dan
batas atas dari masing-masing pakar untuk mendapatkan nnilai batas bawah, batas
x
n
BB
tengah dan batas atas gabungannpakar. x
i 1
BT yang
Adapun rumus
bbi
n digunakan
bti
i 1
adalah:
x
n n
BB n
x
i 1
bbi
BT n
x
i 1
bti
BA n
i 1
bai
n n
BT n : bti
Keterangan x BA n x
bai
i 1
BB = rata-rata geometrik batasi bawah
1
x
BT = rata-rata geometrik batas tengah
BA n bai
BA = rata-rata
i 1 geometrik batas atas
xbbi = nilai batas bawah dari hasil penilaian oleh pakar ke-i
x bti
= nilai batas tengah dari hasil penilaian oleh pakar ke-i
x bai
= nilai batas atas dari hasil penilaian oleh pakar ke-i
n = jumlah pakar
i = pakar ke- 1,2,3,… dst.
c. Defuzzifikasi
Defuzzifikasi dilakukan dengan rata-rata geometrik karena proses agregasi
pakar juga menggunakan rata-rata geometrik. Tujuan dari defuzzifikasi ini adalah
untuk memperoleh nilai tunggal (crisp) dari penilaian yang telah dilakukan oleh
para pakar. Hasil proses defuzzifikasi ini berupa matriks awal hasil penilaian.
Adapun rumus yang digunakan adalah :
Ncrisp 3 BB BT BA
d. Penghitungan nilai eigen
Perhitungan nilai eigen dilakukan dengan manipulasi matriks, berikut
tahapannya : 1) melakukan perkalian kuadrat terhadap matriks awal hasil
penilaian, 2) menghitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian melakukan
normalisasi, 3) menghentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua
perhitungan berturut-turut lebih kecil dari 0.0009. Kuisioner yang digunakan
untuk menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok bawang merah dapat dilihat
pada Lampiran 3.
3. Perhitungan Kinerja
Bobot masing-masing metrik yang diperoleh dari metode fuzzy pairwise
comparison digunakan dalam perhitungan kinerja rantai pasok bawang merah.
Perhitungan total kinerja rantai pasok bawang merah dilakukan dengan
menghitung nilai metrik kinerja dari level terendah, yaitu level tiga. Nilai metrik
level tiga diperoleh dari hasil penilaian dengan menggunakan metode rating scale
(skala bertingkat). Rating scale merupakan alat ukur observasi yang berisi daftar
pertanyaan dalam bentuk skala penilaian. Penggunaan metode ini dimaksudkan
dengan tujuan, diantaranya 1) mengatasi keterbatasan responden dalam
menyampaikan data/informasi, dan 2) untuk melakukan normalisasi data yang
beragam. Skala penilaian yang digunakan pada pengukuran kinerja rantai pasok
24
bawang merah dapat dilihat pada Tabel 10 sedangkan kuisioner yang digunakan
untuk menilai kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 10 Skala penilaian metrik kinerja pada atribut kinerja rantai pasok bawang
merah
Skor Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Sangat Sangat
1 Buruk Sangat lama Sangat kurang
kurang lama
2 Kurang Lama Kurang Kurang Lama
3 Cukup Sedang Cukup Cukup Sedang
4 Baik Cepat Fleksibel Efisien Cepat
Sangat Sangat Sangat Sangat
5 Sangat cepat
baik fleksibel efisien cepat
Setelah diperoleh nilai metrik level tiga, dilakukan perhitungan metrik level
dua dan level satu. Nilai metrik level dua dan metrik level tiga, dihitung dengan
menggunakan rumus berikut (modifikasi dari Arin et al. 2013) :
n
M (M bobotM ) ………………………1)
2 3 3
i 1
m
M ( M bobotM ) ……………………...2)
1 2 2
i 1
p
Total (M bobotM ) ……….…………………3)
1 1
i 1
Keterangan :
M = metrik level 3 n = metrik level 3 yang terdapat pada metrik level 2
3
M = metrik level 2 m = metrik level 2 yang terdapat pada metrik level 1
2
M = metrik level 1 p = jumlah metrik level 1
1
Tki
Keterangan:
Tki = tingkat kesesuaian
xi = nilai kinerja existing
yi = nilai kinerja target
terbagi atas 17 kecamatan dan 297 desa/kelurahan yang membentang dari ujung
selatan hingga ujung utara Pulau Jawa. Peta lokasi Kabupaten Brebes dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Pada Tahun 2014, luas lahan sawah sebesar 627.03 Km2 (37.70%).
Sebagian besar luas lahan sawah merupakan sawah berpengairan 46.087 Ha
(73.50%), baik merupakan irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana
maupun irigasi desa, sedangkan sisanya (26.50%) merupakan sawah tadah hujan.
Rata-rata curah hujan di Kabupaten Brebes pada tahun 2013 sebesar 1 945
mm, rata-rata curah hujan per bulan 162 mm sedangkan rata-rata jumlah hari
hujan adalah 10 hari. Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Paguyangan
sebesar 2 992 mm, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak adalah 189 hari terjadi
di Kecamatan Bumiayu.
Wilayah Kabupaten Brebes dilintasi 22 sungai dan dua waduk, yaitu Waduk
Malahayu seluas 925 Ha dan Waduk Penjalin seluas 125 Ha. Sungai terbesar yang
melintasi Kabupaten Brebes adalah Sungai Pemali yang membujur sepanjang
wilayah Kecamatan Bumiayu, Bantarkawung, Larangan, Jatibarang, Songgom dan
Brebes.
Jumlah penduduk Kabupaten Brebes pada Tahun 2014 adalah 1 773 739
jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 891 214 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan sebesar 822 165 jiwa. Dengan demikian sex ratio di
Kabupaten Brebes sebesar 101 yang berarti setiap 100 penduduk perempuan
terdapat 101 penduduk laki-laki. Kabupaten Brebes memiliki tingkat kepadatan
penduduk sebesar 1 066 jiwa/Km2 dan pertumbuhan penduduk pada tahun 2014
sebesar 0.49% sedangkan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 0.29%.
Selama tiga tahun terakhir (tahun 2012-2014) Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) mengalami fluktuasi, yaitu 8.20% pada tahun 2012, 9.54% pada
tahun 2013 dan 9.53% pada tahun 2014. Keadaan ini mengindikasikan bahwa
ketersediaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Brebes belum mampu menyerap
tenaga kerja secara optimal. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Brebes
bekerja pada sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan kondisi wilayah Kabupaten
Brebes yang secara agraris merupakan daerah potensial pertanian. Penduduk yang
bekerja pada sektor pertanian mencapai 43.69%, disusul pada sektor perdagangan
(25.85%), sektor jasa-jasa (9.92%), sektor konstruksi (8.07%), sektor transportasi
(5.27%), dan sektor industri (5.21%).
Dalam bidang pendidikan, selama tiga tahun terakhir (2012-2014), rata-rata
lama sekolah adalah tetap yaitu 6.07 tahun. Hal ini berarti bahwa sebagian besar
penduduk berumur 10 tahun ke atas telah menamatkan pendidikan pada jenjang
pendidikan sekolah dasar. Pada tahun 2014 jumlah penduduk umur 10 tahun ke
atas yang tamat SD/Sederajat sebesar 645 054, tidak tamat SD/tidak memiliki
ijazah SD sebanyak 452 117, tamat SMP/Sederajat sebanyak 208 282, tamat
SMA/Sederajat sebesar 119 740, dan tamat Diploma/Sarjana sebesar 34 239.
IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Kabupaten Brebes pada tahun 2014
sebesar 69.85. IPM merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan
suatu wilayah. Semakin tinggi angka IPM mengindikasikan semakin baik tingkat
keberhasilan pembangunan wilayahnya, demikian pula sebaliknya. Selain IPM,
Kabupaten Brebes juga memiliki nilai UMK (Upah Minimum Kabupaten) yang
sangat rendah yaitu Rp 859 000,- (BPS Kabupaten Brebes 2015).
27
terendah umumnya terjadi pada bulan Maret sedangkan tertinggi umumnya terjadi
pada bulan Juli. Pada tahun 2011-2015 produktivitas bawang merah di Kabupaten
Brebes mencapai 113.60-120.95 Kw/Ha. Produktivitas tertinggi terjadi pada bulan
Nopember 2012 yang mencapai 141.72 Kw/Ha sedangkan produktivitas terrendah
terjadi pada bulan September 2011 yaitu 66.43 Kw/Ha. Usaha budidaya bawang
merah yang dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dapat
menghasilkan produktivitas yang tinggi hingga 100-200 Kw/Ha.
Struktur Rantai
1. Anggota rantai dan peranannya
Pelaku utama dalam rantai pasok komoditas bawang merah sering disebut
dengan istilah anggota rantai. Anggota rantai pasok bawang merah utama (primer)
yang terdapat di Kabupaten Brebes terdiri dari petani, pedagang pengumpul,
pedagang besar, dan pedagang pengecer lokal atau pedagang pasar tradisional
lokal.
a. Petani
Petani merupakan salah satu anggota rantai pasok yang berperan sebagai
penyedia utama bawang merah. Berdasarkan luas lahan yang dimiliki, petani
dibagi menjadi tiga kategori yaitu kecil, menengah dan besar. Petani yang
termasuk kategori kecil hanya memiliki luas lahan dibawah 0.5 Ha. Petani
menengah memiliki lahan yang berkisar antara 0.5-5 Ha, sedangkan petani besar
memiliki luas lahan budidaya diatas 5 Ha.
Petani menjual bawang merah sebanyak 60-70% dari hasil panen. Sisanya
dialokasikan untuk bibit, disimpan untuk kemudian dijual pada saat harga tinggi
dan untuk konsumsi pribadi. Petani umumnya menjual hasil panennya kepada
penebas (pedagang pengumpul) yang mendatangi mereka. Menurut survey yang
telah dilakukan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Brebes (2010), sebanyak 95.11% petani menjual bawang merah ke
penebas ataupun calo (pedagang pengumpul) sedangkan sisanya dijual ke
pedagang pasar tradisional lokal atau pedagang pengecer dan pedagang besar
lokal Brebes. Beberapa petani menengah ke atas menjual hasil panennya ke
Pedagang besar Brebes. Besarnya jumlah petani yang menjual kepada pedagang
pengumpul (penebas atau calo) disebabkan adanya 1) asas saling percaya dan
telah berlangsung sejak lama, 2) tidak memiliki gudang penyimpanan, 3) cara
yang praktis dan cepat dalam mendapatkan uang, serta 4) adanya rasa keterikatan
dengan para penebas (pedagang pengumpul) yang sering meminjamkan modal
kepada petani.
b. Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul adalah pedagang yang mengumpulkan atau membeli
bawang merah dari petani produsen dan kemudian memasarkannya kembali
kepada pedagang lain. Dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes,
lembaga pemasaran yang termasuk tingkat pedagang pengumpul dibedakan
menjadi dua macam, yaitu pedagang pengumpul tingkat desa dan pedagang
29
d. Pedagang pengecer
Pedagang pengecer lokal adalah pedagang yang berperan memasarkan
bawang merah kepada konsumen rumah tangga secara langsung dan berada di
wilayah Kabupaten Brebes. Umumnya pedagang pengecer lokal menjual bawang
merah di pasar-pasar tradisional atau kios-kios pribadi. Pedagang pengecer
umumnya memiliki kemampuan membeli bawang sekitar 5-10 Kg/hari. Dalam
melakukan kegiatan pembelian, pedagang pengecer lokal membeli bawang merah
dari pedagang pengumpul.
Dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes, pihak yang
termasuk ke dalam anggota sekunder diantaranya penyedia jasa transportasi, jasa
tenaga buruh untuk pembersihan, sortasi dan grading, produsen kemasan, dan
produsen saprotan (sarana produksi pertanian). Penyedia jasa transportasi
berperan dalam menyediakan alat transportasi maupun buruh angkutnya untuk
mengangkut bawang merah dari satu anggota ke anggota rantai pasok lainnya.
Secara ringkas, anggota rantai pasok bawang merah utama dan peranannya
dapat dilihat pada Tabel 12.
31
Pedagang antar
pulau
Pengecer
Pengecer/
pedagang pasar Pedagang
lokal distributor daerah
Konsumen
Keterangan:
Aliran barang
Aliran informasi
Aliran uang
Gambar 7 Struktur rantai pasok bawang merah dari Kabupaten Brebes dengan
berbagai tujuan pasar
Produk yang dialirkan dalam rantai pasok ini adalah umbi bawang merah
konsumsi. Aliran komoditas bawang merah diawali oleh petani bawang merah.
Bawang merah yang dihasilkan petani kemudian dialirkan ke lembaga pemasaran
seperti pedagang pengumpul, pedagang besar Brebes, pedagang di luar Brebes
hingga ke konsumen akhir. Selain dialirkan ke lembaga pemasaran, bawang
merah dialirkan ke prosesor yaitu industri olahan bawang merah termasuk industri
makanan.
Bawang merah dengan tujuan pasar induk, diterima oleh pedagang besar
pasar induk. Pedagang besar pasar induk berperan sebagai agen atau distributor
pasar induk dan masyarakat menyebutnya dengan istilah Bandar sedangkan
pedagang distributor di berbagai daerah (Jawa) disebut sebagai distributor daerah.
Agen/distributor bawang merah di pasar induk berjumlah sekitar 11 orang. Dari
agen tersebut, bawang merah selanjutnya dijual kepada pedagang-pedagang di
pasar induk.
Bawang merah yang ada di pasar induk atau di kota-kota besar, selanjutnya
didistribusikan kepada pedagang lainnya (distributor daerah). Pedagang tersebut
memasarkannya ke pedagang pasar tradisional ataupun di kios/warung milik
pribadi. Dari pedagang tradisional tersebut, bawang merah kemudian dijual ke
pedagang pengecer (pedagang kecil) dan didistribusikan ke berbagai pelosok
daerah atau pedesaan.
Dalam melakukan aktivitas penjualan bawang merah, petani dan anggota
rantai pasok lainnya dapat mengalami lebih dari satu saluran pasokan di atas.
b. Aliran informasi
Dalam rantai pasok bawang merah, aliran informasi yang sangat penting
diantaranya adalah informasi mengenai harga bawang merah di pasaran. Harga
bawang merah yang cenderung fluktuatif membuat pelaku pasar harus terus
mendapatkan informasi terbaru mengenai harga agar tidak dirugikan dalam
transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pelaku pasar lain. Berdasarkan arah
alirannya, penyebaran informasi dalam sistem rantai pasok bawang merah
34
dibedakan menjadi dua, yaitu penyebaran informasi secara vertikal dan horizontal.
Penyebaran informasi secara vertikal terjadi antar anggota rantai yang berbeda
tingkatannya, sedangkan penyebaran informasi secara horizontal terjadi diantara
anggota rantai yang berada pada tingkat yang sama.
Terbatasnya ketersediaan informasi pasar menyebabkan petani dan
pedagang memperoleh informasi satu sama lain dari anggota rantai pasok lainnya.
Petani memperoleh informasi mengenai harga bawang merah dari sesama petani,
pedagang, dan media elektronik seperti televisi, radio, dan lain-lain. Pedagang
pengumpul juga mendapatkan informasi harga bawang merah dari sesama
pedagang pengumpul, petani, dan pedagang lainnya. Sedangkan pedagang besar
mendapatkan informasi mengenai harga bawang merah dari sesama pedagang
besar lain, pedagang pasar lokal, pedagang daerah tujuan penjualan, dan harga
yang terbentuk di pasar induk. Pedagang pengecer mendapatkan informasi
mengenai harga bawang merah dari harga yang terbentuk di pasar ataupun dari
pedagang lainnya.
Aliran informasi dari mulut ke mulut ini memberikan risiko yang tinggi
seperti miskomunikasi, persaingan negatif, dan penipuan informasi yang
menyebabkan biaya transaksi atau harga bawang merah menjadi lebih tinggi
dibandingkan yang sebenarnya. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya rasa
ketidakpercayaan (distrust) antar anggota rantai pasok bawang merah. Untuk
mengatasi hal tersebut, hubungan yang baik dengan para anggota rantai pasok
lainnya harus dapat dipertahankan.
c. Aliran finansial
Aliran finansial dalam rantai pasok bawang merah berupa uang pembayaran
atas bawang merah yang diperjualbelikan. Uang pembayaran hasil penjualan ini
dapat digunakan sebagai modal untuk melakukan pengadaan kembali bawang
merah. Aliran finansial ini dimulai dari konsumen rumah tangga hingga ke petani.
Aliran finansial dari satu anggota rantai ke anggota rantai lain umumnya berjalan
lancar. Sistem pembayaran uang dari calon pembeli ke penjual umumnya
dilakukan secara tunai ataupun dibayarkan separuhnya terlebih dahulu, sisanya
dibayarkan jika barang telah sampai di tangan pembeli.
Pola aliran rantai pasok bawang merah seperti diatas sesuai dengan pendapat
Pujawan (2005) yang mengatakan bahwa pada suatu rantai pasok terdiri dari tiga
macam aliran yaitu aliran barang, uang dan aliran informasi. Aliran barang
mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Sebaliknya, aliran uang
mengalir dari hilir ke hulu. Sedangkan aliran informasi dapat terjadi dari hulu ke
hilir ataupun sebaliknya.
Manajemen Rantai
Manajemen rantai pasok merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan bersama dalam rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes. Manajemen rantai terdiri dari struktur manajemen, kemitraan,
sistem transaksi, dan peranan pemerintah.
1. Struktur manajemen
Pola saluran pemasaran yang terbentuk umumnya telah berjalan dalam
jangka waktu yang lama dan terbentuk secara alami. Anggota rantai menjalankan
perannya masing-masing, bahkan ada anggota rantai yang melakukan peran ganda
seperti pedagang pengumpul dan pedagang besar yang melakukan proses produksi
(budidaya) dan perdagangan sekaligus. Pedagang pengumpul atau pedagang besar
yang memiliki modal besar dapat melakukan penyimpanan bawang merah.
Penyimpanan bawang merah dilakukan ketika harga jatuh yang disebabkan
melimpahnya jumlah pasokan. Bawang merah disimpan dalam jangka waktu
tertentu hingga harga bawang merah kembali stabil yaitu ketika harga jual bawang
merah lebih besar daripada harga yang dibayarkan pedagang pengumpul kepada
petani.
Dalam rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes, anggota rantai
tidak melakukan koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal mengenai
perencanaan produksi, distribusi maupun perencanaan pemasaran. Proses
koordinasi dapat ditemukan diantara anggota rantai dalam aktivitas pengiriman
bawang merah dari Brebes menuju pasar induk. Dalam mengirim bawang merah
ke pasar induk atau luar Jawa, pedagang yang memiliki modal cukup besar dapat
mengirim sendiri sedangkan pedagang yang memiliki modal sedikit dapat
bergabung dengan pedagang lainnya. Di tingkat pedagang pengumpul,
teridentifikasi adanya pola hubungan yang lebih bebas, artinya petani bebas untuk
berpindah dari satu pengumpul ke pengumpul lainnya dan sebaliknya pengumpul
bebas menerima pasokan dari banyak petani.
Beberapa pedagang bermodal besar memenuhi pesanannya menerapkan
strategi banyak pemasok dan integrasi vertikal. Strategi banyak pemasok strategi
yang menyarankan pelaku untuk memilih pemasok (dalam hal ini petani ataupun
37
2. Kemitraan
Pola kemitraan ditemukan pada industri makanan skala besar dengan para
pemasok (supplier) bawang merah yang berperan sebagai pedagang pengumpul.
Pada awalnya kemitraan tersebut dilakukan petani ataupun pelaku usaha bawang
merah lainnya yang tergabung dalam KUD (Koperasi Unit Desa) Wanasari,
namun kemitraan ini tidak berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena
kesepakatan mengenai harga bawang merah tidak terbentuk.
Salah satu contoh mekanisme kerjasama antara industri makanan dengan
pedagang adalah dengan menggunakan sistem kontrak harga yang diperbaharui
setiap satu bulan sekali. Pada akhir bulan para supplier akan mengajukan surat
penawaran harga kepada pihak industri. Surat tersebut kemudian akan dibalas
dengan surat penetapan harga yang mencantumkan harga yang disetujui oleh
pihak perusahaan/industri dan harga tersebut yang akan digunakan dalan jangka
waktu satu bulan hingga ada pembaharuan harga kembali. Dalam sistem
kemitraan tersebut, setiap pelaku kemitraan memiliki hak dan kewajiban yang
telah dibuat pada awal kerjasama. Hak dan kewajiban tersebut secara formal
tercatat dalam suatu klausul kesepakatan secara tertulis (MoU) atau suatu nota
kesepahaman.
Kewajiban supplier dalam kemitraan ini antara lain 1) memasok bawang
merah sesuai dengan jumlah (kuota) dan spesifikasi serta kualitas yang telah
disepakati, dan 2) mengirim produk tersebut sampai ke gudang pabrik. Sementara
itu, kewajiban pihak industri antara lain 1) membeli semua hasil bawang merah
sesuai kesepakatan pada kontrak harga yang telah disepakati kedua belah pihak,
dan 2) mengawasi dan memberikan saran atas kegiatan pasokan produk yang
dilakukan oleh supplier. Adapun hak supplier dalam kegiatan kemitraan ini antara
lain 1) mendapatkan pembayaran atas bawang merah yang telah dikirimkan sesuai
dengan harga yang telah disepakati dalam kontrak harga, dan 2) mendapatkan
bimbingan dalam hal kebersamaan kemitraan pemasaran. Sedangkan, hak dari
pihak industri yaitu 1) mendapatkan bawang merah sesuai dengan jumlah (kuota)
dan spesifikasi serta kualitas yang disepakati, dan 2) menerima produk tersebut di
gudang pabrik.
3. Sistem transaksi
Secara umum, sistem penjualan hasil produksi bawang merah di tingkat
petani dilakukan dengan tiga cara yaitu sistem tebasan, kiloan/timbangan dan
larikan. Penjualan dengan sistem tebasan yaitu petani menjual bawang merah ke
penebas sebelum kegiatan pemanenan. Penebas yang akan membeli bawang
merah dari petani, akan mendatangi petani untuk meminta persetujuan pembelian.
Setelah petani menyetujui sistem pembelian yang diajukan oleh penebas, maka
penebas akan mendatangi lahan petani untuk memperkirakan jumlah bawang
merah yang akan dipanen oleh petani. Dalam melakukan perkiraan/taksiran
(estimasi hasil panen), penebas melihat terlebih dahulu kondisi tanaman dengan
38
Namun, tidak sedikit pedagang yang melakukan transaksi secara tunai. Berbeda
dengan pedagang pengumpul dan pedagang besar, pedagang pengecer menerima
pembayaran secara tunai dari konsumen rumah tangga.
4. Pembentukan harga
Harga merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi pasar suatu
barang yang memiliki situasi kelebihan atau kekurangan pasokan. Harga eceran
suatu komoditas merupakan indikator keseimbangan antara pasokan dan
permintaan terhadap komoditas tersebut. Harga eceran akan naik apabila terjadi
kekurangan pasokan sedangkan harga akan turun apabila terjadi kelebihan
pasokan. Jadi, pembentukan harga suatu komoditas tergantung pada mekanisme
pasar. Teori ekonomi ini juga berlaku untuk komoditas bawang merah.
Harga jual bawang merah yang terbentuk, terjadi secara alami mengikuti
hukum permintaan dan penawaran. Penetapan harga antara petani dengan pembeli
(pedagang) dilakukan dengan kegiatan tawar menawar, petani akan memilih
menjual barangnya pada pedagang yang menawarkan harganya lebih tinggi.
Harga yang disepakati merupakan hasil penyesuaian dengan harga yang terbentuk
dipasaran. Bagi petani yang mempunyai konsumen tetap yang didukung dengan
adanya rasa saling percaya, serta konsumen tersebut memberikan harga yang
berlaku dipasaran, maka petani akan menjualnya pada konsumen tersebut. Begitu
juga dengan pedagang menjual bawang merahnya ke pedagang lain. Bagi petani
plasma ataupun pedagang pengumpul yang memiliki kontrak dengan industri
pengolahan bawang merah, kesepakatan harga ditetapkan diawal perjanjian dan
kedua belah pihak wajib menaati peraturan yang telah dibuat. Kondisi ini
memberikan jaminan harga dan terjualnya produk bawang merah yang dihasilkan
petani. Namun, di sisi lain apabila harga bawang merah dipasaran sedang tinggi,
maka petani atau pedagang tidak mendapat untung dengan meningkatnya harga
bawang merah tersebut.
Harga jual bawang merah di pasar induk terbentuk setelah proses tawar
menawar antara pedagang dari Brebes dengan pedagang besar di Pasar Induk.
Harga bawang merah di pasar induk akan naik jika terjadi kekurangan pasokan
dan harga akan turun jika pasokan bawang merah di pasar induk melimpah.
Dalam kerangka ini, pasar induk menjadi tempat penentu harga (price maker)
bawang merah yang mencakup lingkup nasional karena harga yang terbentuk
bergantung pada ketersediaan pasokan bawang merah dan transaksi jual beli yang
ada di pasar induk. Sedangkan petani merupakan lembaga pemasaran yang
bertidak sebagai price taker.
Jika tidak terjadi kesepakatan harga maka beberapa pedagang Brebes akan
menyimpan bawang merah tersebut dan kemudian akan dijual kembali jika harga
yang terbentuk dipasaran telah sesuai dengan yang diinginkan. Namun, umumnya
pedagang Brebes akan tetap menjual bawang merah ke pasar induk walaupun
harga yang diterima rendah. Hal ini terjadi karena truk yang mengangkut bawang
merah dari pedagang Brebes telah sampai di pasar induk tidak bisa kembali
mengangkut bawang merah ke Brebes ketika menghadapi perubahan harga karena
biaya transportasi yang mahal sehingga pedagang Brebes tidak memiliki pilihan
lain selain menjual bawang merah sesuai harga yang ditentukan pedagang besar
pasar induk.
40
5. Dukungan pemerintah
Menurut pembukaan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberikan pelayanan
peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan-kebijakan yang diambil
pemerintah daerah diharapkan dapat membantu menyelesaikan berbagai
permasalahan yang dihadapi para petani bawang merah di Kabupaten Brebes
sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat. Pemerintah daerah Kabupaten
Brebes mengeluarkan kebijakan berupa program pemberdayaan petani bawang
merah.
Beberapa program pemberdayaan petani bawang merah dari Pemerintah
Kabupaten Brebes melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
antara lain:
Peningkatan kapasitas SDM melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan bagi
petani bawang merah
Pemberian bantuan permodalan bagi petani bawang merah
Memperbaiki jaringan pemasaran bawang merah
Peningkatan produktivitas bawang merah
Pengamanan produksi pertanian
Peningkatan kelembagaan petani
Penyediaan sarana prasarana dan infrastruktur pertanian
Dalam upaya peningkatan produktivitas bawang merah, Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Brebes membuat beberapa langkah-
langkah operasional, diantaranya:
Penyuluhan dan bantuan penggunaan benih unggul bermutu
Penyuluhan penggunaan pupuk berimbang
Perbaikan budidaya pertanian dengan konsep SLPTT, SRI dan LEGOWO
Bantuan alsintan (alat mesin pertanian) atau sarana prasarana pertanian
Pengoptimalan peran irigasi pertanian
Pengembangan pupuk organik dan anorganik
41
sawah. Pada tahun 2014, tanah sawah memiliki luas sebesar 627.03 km2 (37.70%)
dan luas tanah bukan sawah sebesar 1 035.93 km2 (62.30%). Dari luas tanah
sawah tersebut, lahan seluas 30 954 ha digunakan untuk budidaya bawang merah.
Lahan budidaya bawang merah tersebar di 12 kecamatan, yaitu Wanasari,
Larangan, Brebes, Bulakamba, Ketanggungan, Tanjung, Jatibarang, Losari,
Songgom, Kersana, Banjarharjo serta sedikit dibudidayakan di Kecamatan
Bantarkawung.
Pasar khusus transaksi jual beli bawang merah di Kabupaten Brebes
diantaranya pasar induk bawang merah di Klampok Kecamatan Wanasari, pasar
bursa bawang merah di Pesantunan Kecamatan Wanasari, pasar bawang merah
dan cabe di Sengon Kecamatan Tanjung dan Sub Terminal Agribisnis (STA) di
Kecamatan Larangan. Selain pasar khusus bawang merah, para calon pembeli
sering mencari bawang merah di lapak-lapak pengeringan milik swasta. Para
calon pembeli tidak hanya berasal dari dalam wilayah Kabupaten Brebes saja
melainkan juga berasal dari luar Brebes. Lapak-lapak milik swasta ini disewakan
kepada para petani maupun pedagang pengumpul untuk melakukan pengeringan
bawang merah hasil panen secara konvensional dan tempat terjadinya transaksi
jual beli bawang merah.
Pemerintah Kabupaten Brebes memiliki fasilitas penyimpanan bawang
merah berupa gudang sebanyak sembilan buah. Kondisi gudang tersebut tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Hanya satu gudang yang berfungsi yaitu gudang
yang terdapat di Sub Terminal Agribisnis (STA) Larangan.
Sub Terminal Agribisnis (STA) yang terletak di Kecamatan Larangan
memiliki cakupan kerja beberapa daerah yaitu Kecamatan Jatibarang, Larangan,
Bulakamba, Wanasari, Ketanggungan, Bantarkawung, dan Songgom sehingga
dinamakan STA JALABARITANGKAS. STA ini dikelola oleh Paguyuban Petani
Agropolitan Jalabaritangkas. Paguyuban ini merupakan kelembagaan petani yang
merupakan wadah kelompok-kelompok tani untuk belajar bagi anggotanya guna
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tumbuh dan
berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya
meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera.
Tujuan awal dari pendirian STA ini adalah untuk menampung hasil produksi
dan memasarkan bawang merah serta memutus mata rantai pemasaran.
Pembangunan STA diharapkan dapat memenuhi sasaran dan manfaat sebagai
berikut:
Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas
agribisnis
Mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil agribisnis
Sebagai wadah bagi pelaku agribisnis untuk merancang bangun agribisnis
Peningkatan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran
Pengembangan agribisnis dan wilayah
Kondisi saat ini, STA Jalabaritangkas memiliki fasilitas tempat parkir (200
m3), kantor, gudang penyimpanan, los bongkar muat, lapak/sarana penjemuran
atau pengeringan (1 ha), listrik dan air. Program yang baru terlaksana saat ini
diantaranya adalah penawaran jasa penjemuran/pengeringan dan penyimpanan
bawang merah, tempat perogolan (pemotongan batang/tangkai bawang merah),
tempat menampung hasil tani bawang merah dari petani atau pedagang
pengumpul hingga aktivitas jual beli.
43
2. Teknologi
Saat ini, aktivitas pengembangan teknologi dalam pengusahaan bawang
merah di Kabupaten Brebes masih dalam kerangka teknik dan teknologi budidaya.
Teknik budidaya mencakup kemampuan berbudidaya yang baik seperti cara
mengolah lahan, cara bercocok tanam hingga kemampuan melakukan kegiatan
panen ataupun pasca panen. Sedangkan teknologi budidaya yang telah ada
mencakup pengembangan varietas unggul, teknik budidaya bawang merah di
lahan kering maupun lahan sawah secara monokultur atau tumpang sari/gilir, dan
komponen PHT (budidaya tanaman sehat, pengendalian secara fisik/mekanik,
pemasangan perangkap, pengamatan secara rutin, dan penggunaan pestisida
berdasarkan ambang pengendalian). Selain teknologi budidaya, masyarakat
Kabupaten Brebes juga telah memiliki pengetahuan tentang teknologi pengolahan
bawang merah atau diversifikasi produk bawang merah seperti pembuatan tepung
bawang merah, pasta bawang merah, bubuk bawang merah, bawang goreng
kemasan, dan lain-lain.
3. SDM
Upaya mendukung pengusahaan bawang merah di Kabupaten Brebes dari
sisi pengembangan SDM, pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura membentuk kelompok tani di masing-masing desa
penghasil bawang merah. Melalui kelompok tani maupun gabungan kelompok
tani, pemerintah melakukan berbagai macam kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan
peningkatan kelembagaan petani. Adapun pelatihan yang diberikan diantaranya
adalah pemberian informasi tentang teknik berbudidaya yang baik dan tidak
merusak alam. Selain itu, pemberian alat-alat pertanian dilakukan kepada
kelompok tani untuk meningkatkan produktivitas bawang merah.
44
2. Distribusi
Distribusi adalah kegiatan pergerakan barang dari pemasok ke konsumen
dalam sebuah rantai pasok. Pola distribusi dalam rantai pasok bawang merah pada
prinsipnya adalah aliran bawang merah dimulai dari produsen petani hingga ke
konsumen. Aliran bawang merah ini dapat terjadi karena adanya peranan lembaga
pemasaran. Lembaga pemasaran bawang merah ini biasa disebut pedagang
perantara. Pedagang perantara adalah pihak yang membantu mendistribusikan
bawang merah melalui pemindahan bawang merah, pergerakan uang ataupun
penyebarluasan informasi dari petani atau pedagang ke konsumen. Pedagang
bawang merah yang termasuk pedagang perantara di Kabupaten Brebes yaitu calo,
penebas, pedagang pengecer dan pedagang besar lokal. Para pedagang perantara
inilah yang membentuk pola distribusi bawang merah di Kabupaten Brebes.
Proses distribusi bawang merah dari pedagang ke konsumen dalam negeri
umumnya menggunakan kendaraan berupa truk dan mobil bak terbuka (pick up).
Sedangkan distribusi bawang merah dari pedagang ke konsumen luar negeri
melalui eksportir menggunakan kontainer. Bawang merah yang akan
46
3. Aspek risiko
Risiko rantai pasok didefinisikan sebagai sebuah kerugian yang dapat
dianalisis atau dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan
penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam sebuah rantai pasok. Dalam rantai pasok
bawang merah, masing-masing anggota rantai menerima risiko yang berbeda-
beda. Pada tingkat petani, risiko yang diterima diantaranya adalah gagal panen
dan harga. Risiko gagal panen yang terjadi dapat disebabkan oleh bencana alam
maupun hama dan penyakit tanaman. Sedangkan risiko harga yang dihadapi
petani dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu jika harga jual bawang merah lebih
rendah daripada biaya produksi dan jika harga yang dibayarkan pedagang
pengumpul jauh lebih rendah daripada harga yang terjadi di pasar.
Pada tingkat pedagang pengumpul, risiko yang diterima diantaranya risiko
harga, kerusakan dan penyusutan bobot bawang merah akibat penyimpanan
ataupun pengangkutan. Risiko harga yang terjadi di tingkat pedagang pengumpul
dapat terjadi karena harga jual bawang merah ke pedagang besar lokal atau non
lokal lebih rendah daripada harga beli bawang merah dari petani.
Risiko yang dihadapi pedagang besar diantaranya adalah risiko penyusutan
dan kerusakan atau penyakit bawang merah, risiko penipuan, dan risiko harga.
Risiko penyusutan dan kerusakan atau penyakit bawang merah dapat terjadi akibat
penyimpanan maupun pengangkutan selama pengiriman. Para pedagang besar
lokal dapat mengalami risiko penipuan dari para eksportir/ importir, pedagang luar
daerah atau calon pembeli lainnya. Risiko harga yang dialami oleh pedagang
besar lokal dapat terjadi karena uang yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih
rendah dari harga kesepakatan.
4. Permodalan
Pada umumnya, di awal pendirian usaha bawang merah, para pelaku usaha
bawang merah mendapatkan pendanaan yang berasal dari pribadi, keluarga
maupun dukungan usaha lainnya. Dalam perkembangannya, beberapa pelaku
usaha bawang merah berhasil mendapatkan modal usaha dari kredit/pembiayaan
bank, kemitraan, serta bantuan program dari dinas terkait. Beberapa bank yang
memberikan kredit untuk usaha budidaya bawang merah diantaranya BRI, Bank
Mandiri, dan BNI. Sedangkan kredit yang berasal dari program pemerintah
misalnya KUR (Kredit Usaha Rakyat), PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis
Pedesaan), dana bergulir maupun dana bantuan program dinas pertanian.
Permodalan budidaya bawang merah dengan sistem kemitraan dilakukan dengan
pemberian bantuan kredit benih maupun uang secara langsung oleh mitra usaha
tani (industri).
47
5. Situasi Persaingan
Produksi bawang merah di Kabupaten Brebes terjadi setiap bulan. Namun,
puncak panen atau panen raya terjadi pada bulan-bulan tertentu. Akibatnya sering
terjadi excess supply (kelebihan pasokan) yang dapat berimplikasi terhadap harga,
yaitu jatuhnya harga bawang merah saat pasokan berlebih dan melambung tinggi
saat pasokan terbatas. Kondisi ini menyebabkan terjadinya persaingan antara
pedagang di Brebes dengan pedagang bawang merah di daerah sentra produksi
lain karena masa panen raya yang kadang tidak sama serta distribusi dan
konsumsi bawang merah antar wilayah sentra produksi yang belum terorganisir
secara baik. Hal ini dapat mengganggu rantai produksi dan pemasaran bawang
merah konsumsi dan benih sehingga harga dapat berfluktuasi. Kondisi ini
diperparah dengan semakin tingginya selisih harga satuan bawang merah ekspor
dan impor yang terkait dengan penurunan nilai rupiah terhadap dolar.
Jumlah pedagang pengumpul bawang merah di Kabupaten Brebes cukup
banyak yakni lebih dari 200 orang pedagang pengumpul. Hal ini menyebabkan
kompetisi antar pedagang pengumpul semakin tinggi. Keadaan ini menunjukkan
terjadinya persaingan yang ketat antar pedagang, dan petani dapat memilih kepada
pedagang mana mereka menjual dengan pertimbangan harga. Untuk mengatasi
persaingan antar pedagang, hubungan dengan langganan (petani produsen) harus
dipertahankan. Persaingan diantara pedagang besar tidak terlalu ketat. Hal ini
dikarenakan jumlah pedagang besar di Kabupaten Brebes yang sedikit serta
masing-masing pedagang besar sudah memiliki langganan tetap atau tujuan pasar
sendiri. Sementara itu, tidak ada persyaratan khusus untuk terlibat di dalam rantai
pasokan, kecuali persyaratan umum menyangkut kepemilikan modal, fasilitas,
kemampuan berdagang, pengalaman dan pelanggan.
6. Pengembangan produk
Bawang merah dapat diolah menjadi beragam produk turunan. Variasi
produk turunan dari bawang merah ditunjukkan dalam pohon industri yang dapat
dilihat pada Gambar 8.
Batang
Sayur
konsumsi
Bunga
Segar
1. Irisan kering
Umbi 2. Irisan basah
3. Pickles/acar
4. Bawang goreng
5. Bubuk bawang merah
Olahan
6. Tepung bawang merah
7. Oleoresin
8. Minyak bawang merah
9. Pasta
10. Anti trombolik
Saat ini, produk turunan dari bawang merah yang dihasilkan dan
diperdagangkan di Kabupaten Brebes berupa bawang goreng dan umbi bawang
segar. Pengusahaan bawang goreng dilakukan oleh industri olahan bawang merah
skala IKM. Sekitar 90% pengusahaan bawang goreng di Kabupaten Brebes
ditujukan untuk memenuhi konsumen industri. Sisanya sebanyak 10% dipasarkan
melalui kios-kios di Brebes. Bahan baku bawang merah diperoleh dari pedagang
pengumpul yang ada di Kabupaten Brebes.
Di Kabupaten Brebes, umbi bawang merah dibedakan menjadi dua istilah,
yaitu lokal dan askip. Bawang merah lokal adalah bawang merah yang masih
basah, belum dikeringkan setelah masa panen. Usia bawang merah lokal adalah 1-
3 hari setelah panen. Umumnya bawang merah lokal ditujukan untuk pasar di
Pulau Jawa. Bawang merah lokal terbagi menjadi dua jenis, yaitu rogol dan
kondean. Bawang merah lokal rogol adalah bawang merah yang masih basah
namun telah dibersihkan dan telah dipotong dari tangkainya sedangkan bawang
merah lokal kondean adalah bawang merah yang masih basah, tangkainya masih
ada dan dilakukan pengikatan pada tangkainya. Bawang merah askip adalah
bawang merah hasil panen yang telah berusia 4-12 hari, telah dibersihkan dan
ditujukan untuk pasar luar Jawa. Sama halnya dengan bawang merah lokal,
bawang merah askip dibagi menjadi dua jenis yaitu rogol dan kondean.
Saat ini, bawang merah konsumsi digolongkan menjadi dua jenis mutu
berdasarkan SNI 01-3159-1992, yaitu Mutu I dan Mutu II. Penggolongan mutu
dan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tujuan Rantai
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam, aktivitas usaha
agribisnis bawang merah dilakukan atas dasar kemampuan permodalan pelaku
usaha bawang merah. Anggota rantai terutama petani, akan memasok bawang
merah sesuai kadar permodalan yang dimiliki. Anggota rantai yang memiliki
modal besar mampu memenuhi permintaan pasar.
1. Tujuan pasar
Tujuan pasar bawang merah ada dua, yaitu pasar dalam negeri dan luar
negeri. Pasar dalam negeri dikelompokkan menjadi tiga jalur pemasaran utama,
yaitu pasar tradisional, pasar modern, dan industri pengolahan. Pasokan bawang
merah dari Kabupaten Brebes ditujukan untuk pasar tradisional dan sedikit untuk
memenuhi permintaan industri pengolahan. Daerah tujuan pengiriman bawang
merah dari Brebes dan kebutuhan supply bawang merah daerah tujuan pada tahun
2014 dapat dilihat pada Tabel 14.
50
Bawang merah yang ditujukan untuk pasar luar negeri adalah jenis bawang
merah konsumsi. Saat excess supply (kelebihan pasokan), para pedagang besar
mampu memenuhi permintaan dari luar negeri. Para pedagang besar yang telah
memenuhi persyaratan dari negara pengimpor dapat mengirimkan bawangnya
melalui para eksportir. Negara tujuan ekspor bawang merah dari Brebes
diantaranya Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Filipina. Umumnya,
persyaratan mutu yang harus dipenuhi dari negara-negara tersebut hanya berupa
persyaratan fisik, sedangkan untuk negara di luar ASEAN biasanya mensyaratkan
GAP (Good Agriculture Practices) dalam permintaannya.
Jika pasokan dalam negeri menipis yaitu pada bulan Februari-Mei dan harga
bawang merah melambung, maka pemerintah memberlakukan kebijakan impor.
Negara yang mengekspor bawang merahnya ke Indonesia diantaranya Thailand,
Malaysia, Filipina dan Vietnam. Bawang merah yang diimpor terdiri dari tiga
jenis, yaitu bawang merah untuk tujuan konsumsi, benih dan industri. Peredaran
bawang impor diatur oleh Peraturan Menteri baik Menteri Pertanian maupun
Menteri Perdagangan.
Bawang merah yang diperdagangkan di Kabupaten Brebes tidak hanya
bawang merah yang diproduksi di wilayah Kabupaten Brebes. Tidak sedikit
pedagang Brebes yang mendatangkan atau membeli bawang merah dari luar
Kabupaten Brebes dalam rangka memenuhi permintaan dari konsumen terutama
konsumen luar negeri. Hal ini dilakukan para pedagang untuk mendapatkan
bawang merah yang memiliki kualitas bagus dengan harga yang lebih rendah.
Selain untuk tujuan ekspor, bawang merah yang diproduksi dari luar Brebes ada
yang bertujuan untuk mendapatkan brand image Bawang merah Brebes. Hal ini
berdampak pada rendahnya harga bawang merah yang diproduksi lokal
Kabupaten Brebes.
51
2. Tujuan pengembangan
Permintaan bawang merah dalam negeri cenderung meningkat tiap
tahunnya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.
Peningkatan permintaan bawang merah juga dipengaruhi oleh meningkatnya
pertumbuhan industri olahan bawang merah dari berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, prospek untuk peningkatan ekspor cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari beberapa faktor seperti (1) di pasar Taiwan, walaupun ada persaingan dari
Thailand, Filipina, dan Vietnam, bawang merah dari Indonesia mampu menguasai
86% kebutuhan pasar, (2) permintaan bawang merah di Hongkong diperkirakan
sebesar 200 ribu ton per tahun dan dipasok oleh Filipina, Thailand, Vietnam,
Taiwan, Malaysia, dan Singapura, tidak termasuk Indonesia, dan (3) ekspor ke
negara-negara pelanggan seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan masih terbuka
untuk ditingkatkan, jika produksi bawang merah dapat ditingkatkan (Kementan
2013).
Untuk mengatasi permintaan bawang merah yang cenderung meningkat,
pemerintah bersama para stakeholder berupaya mengembangkan agribisnis
bawang merah. Pengembangan agribisnis bawang merah pada masa mendatang
diarahkan untuk (1) pengembangan varietas bawang merah setara kualitas impor
sebagai salah satu upaya substitusi (pengurangan ketergantungan terhadap
pasokan impor), (2) pengembangan industri benih bawang merah dalam rangka
menjaga kesinambungan pasokan benih bermutu, (3) perluasan areal tanam
bawang merah sebagai upaya antisipasi peningkatan konsumsi, dan (4)
pengembangan diversifikasi produk bawang merah dalam upaya peningkatan nilai
tambah.
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan terhadap bawang merah di
masa yang akan datang menuntut kerjasama yang baik diantara para pelaku rantai
pasok bawang merah. Kerjasama yang terjalin dapat berupa kemitraan atau
kesepakatan-kesepakatan tertentu antar anggota rantai pasok dalam rangka
menjamin ketersediaan bawang merah.
Petani
Hierarki metrik (indikator penilaian) kinerja petani bawang merah di
Kabupaten Brebes dan hasil pembobotan dari masing-masing metrik dapat dilihat
pada Gambar 9.
1. Reliabilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut kinerja reliabilitas petani
dalam rantai pasok bawang merah adalah pemenuhan pesanan sempurna. Bobot
metrik pemenuhan pesanan sempurna yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1767. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Pesanan terpenuhi secara utuh
Metrik pesanan terkirim secara utuh menggambarkan pasokan bawang
merah dari petani yang sesuai dengan pesanan atau keinginan pembeli/konsumen,
yaitu dari segi jumlah dan jenis barang. Bobot metrik pesanan terkirim secara utuh
sebesar 0.7486. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan jenis barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.5747.
Ketepatan jumlah barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.4253.
b. Kondisi sempurna
Metrik kondisi sempurna menggambarkan keadaan bawang merah yang
diproduksi dan dikirim petani kepada konsumen. Bobot metrik kondisi sempurna
sebesar 0.2514. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Persentase bebas kerusakan atau kehilangan barang yang dikirim kepada
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3062.
Kesesuaian dengan standar mutu. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6938.
53
Penilaian metrik
ukuran kinerja
PETANI
ATRIBUT
KNERJA RELIABILITAS RESPONSIVITAS FLEKSIBILITAS BIAYA ASET
METRIK
LEVEL 1 Pemenuhan pesanan Fleksibilitas rantai
Waktu siklus Biaya rantai pasok Siklus cash to cash
sempurna pemenuhan pesanan pasok atas
METRIK
LEVEL 2
Rentang
Pesanan Waktu siklus Biaya Rentang
Kinerja Kondisi Waktu siklus Waktu siklus Fleksibilitas Fleksibilitas Biaya Biaya pembayaran
terkirim produksi penanganan/ pembayaran
pengiriman sempurna pengadaan pengiriman produksi pengiriman pengadaan pengiriman piutang
secara utuh produksi utang
Waktu budidaya
Ketepatan jenis Ketepatan lokasi % bebas kerusakan/ Waktu persiapan Waktu loading ke Biaya sewa truk/
Biaya saprotan Biaya tenaga kerja
barang tujuan kehilangan lahan truk kontainer
Waktu panen
Waktu penyimpanan
Waktu pengemasan
53
54
2. Responsivitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut responsivitas petani dalam
rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus pemenuhan pesanan. Metrik ini
menggambarkan waktu siklus aktual rata-rata yang di butuhkan petani untuk
memasok bawang merah atau untuk memenuhi pesanan konsumen. Bobot metrik
waktu siklus pemenuhan pesanan yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1293.
Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Waktu siklus pengadaan
Metrik waktu siklus pengadaan merupakan waktu yang dibutuhkan petani
untuk mempersiapkan produksi bawang merah. Bobot metrik waktu siklus
pengadaan sebesar 0.3539. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini
yaitu:
Waktu persiapan lahan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.4158.
Waktu persiapan saprotan (sarana produksi pertanian). Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.1972.
Waktu pembibitan atau pembenihan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3869.
b. Waktu siklus produksi
Metrik waktu siklus produksi merupakan waktu yang dibutuhkan petani
untuk memproduksi bawang merah. Bobot metrik waktu siklus produksi sebesar
0.6461. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu untuk proses budidaya. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5316.
Waktu untuk panen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1688.
Waktu untuk pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2996.
3. Biaya
Metrik level satu yang digunakan pada atribut biaya dalam rantai pasok
bawang merah adalah total biaya pelayanan. Total biaya pelayanan merupakan
jumlah biaya rantai pasok yang dikeluarkan petani untuk mengirimkan barang ke
konsumen. Bobot metrik total biaya pelayanan yang diperoleh dari hasil
perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah 0.3070. Metrik level dua
yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Biaya pengadaan
Metrik biaya pengadaan merupakan biaya yang dikeluarkan petani dalam
rangka mempersiapkan proses produksi bawang merah. Metrik ini memiliki bobot
sebesar 0.3296. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Biaya saprotan (sarana produksi pertanian). Metrik ini memiliki bobot sebesar
0.2637.
Biaya pembibitan atau pembenihan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5057.
Biaya sewa lahan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2306.
b. Biaya produksi
Metrik biaya penanganan merupakan biaya yang dikeluarkan petani selama
proses produksi bawang merah. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7468. Metrik
level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Biaya proses budidaya. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5747.
Biaya panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.4253.
55
4. Aset
Metrik level satu yang digunakan pada atribut manajemen aset dalam rantai
pasok bawang merah adalah waktu siklus kas (siklus cash to cash). Waktu siklus
kas menggambarkan waktu yang dibutuhkan petani selama perputaran
uang/modal mulai dari pembayaran bahan baku dan bahan penunjang hingga
pembayaran atau pelunasan uang oleh konsumen. Bobot metrik waktu siklus kas
yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah
0.3870. Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
Rentang/lama pembayaran utang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1580.
Rentang/lama penerimaan piutang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8420.
Pedagang Pengumpul
Hierarki metrik kinerja pedagang pengumpul bawang merah di Kabupaten
Brebes dan hasil pembobotan dari masing-masing metrik dapat dilihat pada
Gambar 10.
1. Reliabilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut kinerja reliabilitas pedagang
pengumpul dalam rantai pasok bawang merah adalah pemenuhan pesanan
sempurna. Bobot metrik pemenuhan pesanan sempurna yang diperoleh dari hasil
perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1294. Metrik level dua
yang termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Pesanan terkirim secara utuh
Metrik pesanan terkirim secara utuh merupakan pasokan bawang merah
oleh pedagang pengumpul yang sesuai dengan pesanan atau keinginan konsumen,
yaitu dari segi jumlah dan jenis barang. Bobot metrik pesanan terkirim secara utuh
sebesar 0.3984.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik pesanan terkirim secara
utuh yaitu:
Ketepatan jenis barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.6461.
Ketepatan jumlah barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.3539.
b. Kinerja pengiriman
Metrik kinerja pengiriman merupakan indikator seberapa baik pedagang
pengumpul dapat memasok bawang merah pada waktu dan lokasi yang ditentukan
konsumen. Bobot metrik kinerja pengiriman sebesar 0.2413.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan lokasi tujuan pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0. 3539.
Ketepatan waktu pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6461.
c. Kondisi sempurna
Metrik kondisi sempurna menggambarkan keadaan barang yang dikirim
oleh pedagang pengumpul kepada konsumen. Bobot metrik kondisi sempurna
sebesar 0.3604. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Persentase bebas kerusakan atau kehilangan barang yang dikirim kepada
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2462.
Kesesuaian dengan standar mutu. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7538.
56
56
Gambar 10 Struktur hirarki dan bobot metrik kinerja pedagang pengumpul
57
2. Responsivitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut responsivitas pedagang
pengumpul dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus pemenuhan
pesanan. Metrik ini menggambarkan waktu siklus aktual rata-rata yang di
butuhkan pedagang pengumpul untuk memenuhi pesanan konsumen. Bobot
metrik waktu siklus pemenuhan pesanan yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.0952. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik waktu siklus pemenuhan pesanan yaitu:
a. Waktu siklus pengadaan
Metrik waktu siklus pengadaan merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang pengumpul untuk memperoleh bawang merah dari produsen utama
dalam rangka memenuhi pesanan konsumen. Bobot metrik waktu siklus
pengadaan sebesar 0.4395. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini
yaitu:
Waktu pemilihan pemasok. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.4253.
Waktu siklus penerimaan barang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.5747.
b. Waktu siklus produksi/penanganan
Metrik waktu siklus produksi merupakan waktu yang dibutuhkan pedagang
pengumpul untuk menangani atau mengelola bawang merah dari produsen utama
(petani) hingga bawang merah tersebut siap dikirim kepada konsumen. Bobot
metrik waktu siklus produksi sebesar 0.2943.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu untuk panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.
Waktu untuk pengemasan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
c. Waktu siklus pengiriman
Metrik waktu siklus pengiriman merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang pengumpul untuk mengirim bawang merah yang sudah siap kirim
kepada konsumen. Bobot metrik waktu siklus pengiriman sebesar 0.2662. Metrik
level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu pemuatan barang ke kendaraan muatan. Metrik ini memiliki bobot
sebesar 0.1749.
Lama pengiriman (Waktu yang dibutuhkan untuk mengirim barang kepada
konsumen). Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8251.
3. Fleksibilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut fleksibilitas petani dalam
rantai pasok bawang merah adalah fleksibilitas rantai pasok atas. Fleksibilitas
rantai pasok atas menggambarkan tingkat fleksibilitas pedagang pengumpul jika
terjadi peningkatan kapasitas permintaan dari konsumen. Bobot metrik
fleksibilitas rantai pasok atas yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan
pada metrik level satu adalah 0.1001. Metrik level dua yang termasuk ke dalam
metrik level satu yaitu:
a. Fleksibilitas pengadaan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2462.
b. Fleksibilitas pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7538.
4. Biaya
Metrik level satu yang digunakan pada atribut biaya dalam rantai pasok
bawang merah adalah total biaya pelayanan. Total biaya pelayanan
58
5. Aset
Metrik level satu yang digunakan pada atribut manajemen aset pedagang
pengumpul dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus kas (siklus
cash to cash). Waktu siklus kas menggambarkan waktu yang dibutuhkan dalam
perputaran uang/modal pedagang pengumpul mulai dari pembelian bawang merah
dari produsen hingga pembayaran atau pelunasan uang oleh konsumen. Bobot
metrik waktu siklus kas yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada
metrik level satu adalah 0.3294. Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik
level satu yaitu:
a. Rentang/lama pembayaran utang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 01749.
b. Rentang/lama penerimaan piutang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8251.
Pedagang Besar
Metrik yang digunakan untuk mengukur kinerja pedagang besar bawang
merah di Kabupaten Brebes dan hasil pembobotan dari masing-masing metrik
dapat dilihat pada Gambar 11.
59
59
60
1. Reliabilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut kinerja reliabilitas pedagang
besar dalam rantai pasok bawang merah adalah pemenuhan pesanan sempurna.
Metrik pemenuhan pesanan sempurna menggambarkan pasokan bawang merah
yang dipesan oleh konsumen memenuhi kinerja pengiriman seperti ketepatan
waktu, lokasi, jumlah, mutu, dsb. Bobot metrik pemenuhan pesanan sempurna
yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah
0.1624.
Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik pemenuhan pesanan
sempurna yaitu:
a. Pesanan terkirim secara utuh
Metrik pesanan terkirim secara utuh merupakan pasokan bawang merah
oleh pedagang besar yang sesuai dengan pesanan atau keinginan konsumen, yaitu
dari segi jumlah dan jenis barang. Bobot metrik pesanan terkirim secara utuh
sebesar 0.3938.
Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan jenis barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.7708.
Ketepatan jumlah barang yang terkirim kepada konsumen. Metrik ini memiliki
bobot sebesar 0.2292.
b. Kinerja pengiriman
Metrik kinerja pengiriman merupakan indikator seberapa baik pedagang
besar dapat memasok bawang merah pada waktu dan lokasi yang ditentukan
konsumen. Bobot metrik kinerja pengiriman sebesar 0.2198. Metrik level tiga
yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Ketepatan lokasi tujuan pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3539.
Ketepatan waktu pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6461.
c. Kondisi sempurna
Metrik kondisi sempurna menggambarkan keadaan barang yang dikirim
oleh pedagang besar kepada konsumen. Bobot metrik kondisi sempurna sebesar
0.3864. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Persentase bebas kerusakan atau kehilangan barang yang dikirim kepada
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.1749.
Kesesuaian dengan standar mutu. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.8251.
2. Responsivitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut responsivitas pedagang besar
dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus pemenuhan pesanan.
Metrik ini menggambarkan waktu siklus aktual rata-rata yang secara konsisten
untuk memenuhi pesanan konsumen. Untuk setiap pesanan, waktu siklus dimulai
dari penerimaan pesanan dan berakhir saat konsumen menerima. Bobot metrik
waktu siklus pemenuhan pesanan yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1554. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Waktu siklus pengadaan
Metrik waktu siklus pengadaan (source) merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang besar untuk mengadakan atau memperoleh bawang merah. Bobot
61
metrik waktu siklus pengadaan sebesar 0.2984. Metrik level tiga yang termasuk ke
dalam metrik ini yaitu:
Waktu pemilihan pemasok. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3539.
Waktu siklus penerimaan barang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.6461.
b. Waktu siklus produksi
Metrik waktu siklus produksi (make) merupakan waktu yang dibutuhkan
pedagang besar untuk menghasilkan bawang merah sesuai pesanan konsumen.
Bobot metrik waktu siklus produksi sebesar 0.4032. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Waktu untuk panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.
Waktu untuk pascapanen terdiri dari waktu yang dihabiskan untuk
pengeringan, pembersihan dan sortasi bawang merah hasil pertanian
Waktu untuk pengemasan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
c. Waktu siklus pengiriman
Metrik waktu siklus pengiriman (deliver) merupakan waktu yang
dibutuhkan pedagang besar untuk mengirim bawang merah kepada konsumen.
Bobot metrik waktu siklus pengiriman sebesar 0.2984. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik waktu siklus pengiriman yaitu:
Waktu pemuatan barang ke dalam kendaraan (truk atau kontainer). Metrik ini
memiliki bobot sebesar 0.2885.
Lama pengiriman (Waktu yang dibutuhkan untuk mengirim barang kepada
konsumen). Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7115.
3. Fleksibilitas
Metrik level satu yang digunakan pada atribut fleksibilitas pedagang besar
dalam rantai pasok bawang merah adalah fleksibilitas rantai pasok atas.
Fleksibilitas rantai pasok atas menggambarkan kemampuan pemasok dalam
memenuhi peningkatan permintaan tidak terencana dari pembeli/konsumen. Bobot
metrik fleksibilitas rantai pasok atas yang diperoleh dari hasil perbandingan
berpasangan pada metrik level satu adalah 0.1218. Metrik level dua yang
termasuk ke dalam metrik level satu yaitu:
a. Fleksibilitas pengadaan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
b. Fleksibilitas pengiriman. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.
4. Biaya
Metrik level satu yang digunakan pada atribut biaya dalam rantai pasok
bawang merah adalah total biaya pelayanan. Total biaya pelayanan
menggambarkan jumlah biaya rantai pasok yang dikeluarkan pedagang besar
untuk mengirimkan barang ke konsumen. Bobot metrik total biaya pelayanan
yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik level satu adalah
0.2310. Metrik total biaya pelayanan mencakup:
a. Biaya pengadaan
Metrik biaya pengadaan merupakan biaya yang dikeluarkan dalam rangka
menyediakan atau mengadakan bawang merah untuk memenuhi pesanan
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3925. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
62
Biaya pembelian barang dan atau budidaya. Metrik ini memiliki bobot sebesar
0.7538.
Biaya penyimpanan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2462.
b. Biaya produksi
Metrik biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi/mengolah bawang merah dengan tujuan memenuhi pesanan
konsumen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.3925. Metrik level tiga yang
termasuk ke dalam metrik ini yaitu:
Biaya panen dan pascapanen. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7917.
Biaya pengemasan. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2083.
c. Biaya pengiriman
Metrik biaya pengiriman merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
mengirimkan barang ke konsumen (ke lokasi yang ditentukan konsumen). Metrik
ini memiliki bobot sebesar 0.2150. Metrik level tiga yang termasuk ke dalam
metrik ini yaitu:
Biaya pengangkutan barang hingga sampai kepada konsumen. Metrik ini
memiliki bobot sebesar 1.000.
5. Aset
Metrik level satu yang digunakan pada atribut manajemen aset pedagang
besar dalam rantai pasok bawang merah adalah waktu siklus kas (siklus cash to
cash). Waktu siklus kas menggambarkan waktu yang dibutuhkan sebuah investasi
untuk mengalir ke pedagang besar setelah dibelanjakan bahan baku. Bobot metrik
waktu siklus kas yang diperoleh dari hasil perbandingan berpasangan pada metrik
level satu adalah 0.3294. Metrik level dua yang termasuk ke dalam metrik level
satu yaitu:
a. Rentang/lama pembayaran utang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.2885.
b. Rentang/lama penerimaan piutang. Metrik ini memiliki bobot sebesar 0.7115.
merah yang diukur kinerjanya adalah lembaga pemasaran utama bawang merah di
Kabupaten Brebes, yaitu petani, pedagang pengumpul, dan pedagang besar.
Pengukuran kinerja dilakukan pada dua waktu yang berbeda (saat in
season/musim penghujan dan saat off season/musim kemarau) bertujuan untuk
mengetahui kinerja objek pengukuran saat terjadi perubahan musim yang
berakibat pada produktivitas dan kualitas hasil panen. Atribut reliabilitas,
responsivitas dan fleksibilitas menggambarkan tingkat efektivitas kerja yang
dinilai oleh pihak eksternal (konsumen) sedangkan atribut biaya dan pengelolaan
aset menggambarkan efisiensi kerja yang dinilai oleh internal pelaku.
1. Petani
Hasil pengukuran kinerja petani dalam rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan tabel tersebut kinerja
petani tertinggi terlihat pada metrik pemenuhan pesanan (permintaan) sempurna
sebesar 4.00 saat in season. Nilai tersebut menunjukkan bahwa petani memiliki
kinerja yang baik dalam menyediakan bawang merah saat in season. Sebaliknya,
saat off season nilai kinerja petani menurun menjadi 3.25. Saat in season, hasil
panen bawang merah melimpah sehingga petani mampu menyediakan bawang
merah jumlah yang besar sedangkan saat off season hasil panen bawang merah
relatif lebih sedikit yang menyebabkan tingkat reliabilitas rendah.
Berbeda dengan atribut reliabilitas, atribut responsivitas memiliki nilai yang
lebih tinggi saat off season dibandingkan saat in season. Pada saat in season
atribut responsivitas yang digambarkan melalui metrik waktu siklus pemenuhan
pesanan memperoleh nilai sebesar 3.37, sedangkan saat off season sebesar 3.46.
Metrik kinerja pada atribut responsivitas petani saat off season umumnya lebih
tinggi dibanding saat in season kecuali metrik waktu untuk pascapanen. Hal ini
disebabkan saat off season terdapat air hujan yang dapat melancarkan proses
persiapan lahan dan proses budidaya. Metrik waktu untuk pascapanen memiliki
kinerja yang rendah saat off season karena saat musim penghujan sedikit terdapat
panas cahaya matahari sedangkan pengeringan bawang merah mengandalkan pada
panas cahaya matahari. Untuk persiapan saprotan tidak membutuhkan waktu yang
lama karena saprotan dapat diperoleh seketika serta dapat disimpan dalam jangka
waktu yang lama.
Total waktu yang dibutuhkan petani dalam menyediakan bawang merah saat
in season adalah 84 hari dengan rincian: waktu siklus persiapan lahan selama 14
hari, waktu persiapan saprotan satu hari, waktu proses budidaya 65 hari, dan
waktu panen satu hari. Petani membutuhkan waktu selama 75 hari untuk
pembibitan yang dilakukan dengan penyimpanan bawang merah hasil panen
sebelumnya. Sedikit lebih cepat dari in season, total waktu yang dibutuhkan
petani dalam menyediakan bawang merah saat off season adalah 83 hari dengan
rincian: waktu siklus persiapan lahan selama 12 hari, waktu persiapan saprotan
satu hari, waktu proses budidaya 65 hari, dan waktu panen satu hari.
Penilaian terhadap kinerja atribut biaya melalui metrik total biaya pelayanan
(total cost to serve) pada tingkat petani menunjukkan nilai sebesar 3.53 saat in
season dan 3.33 saat off season. Tingkat efisiensi biaya saat in season tidak
berbeda jauh dengan off season. Biaya pengeluaran yang tinggi menandakan
bahwa tingkat efisiensi rendah. Sebagian besar petani masih menganggap biaya
total pelayanan (biaya rantai pasok) cukup besar terutama biaya yang dikeluarkan
64
Kinerja petani dalam memutar siklus kasnya memperoleh nilai sebesar 3.00
baik saat in season maupun saat off season. Nilai ini menunjukkan waktu yang
dibutuhkan petani dalam memutar siklus kasnya cukup lama. Hal ini terjadi
karena petani memiliki bargaining position yang lemah. Dari nilai keseluruhan
metrik level satu, diperoleh nilai total kinerja petani dalam rantai pasok bawang
merah, yaitu sebesar 3.39 saat in season dan 3.20 saat off season.
65
2. Pedagang Pengumpul
Hasil pengukuran kinerja pedagang pengumpul dalam rantai pasok bawang
merah dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, diketahui metrik
pemenuhan pesanan sempurna saat in season memperoleh nilai yang tinggi yaitu
sebesar 4.12 dan sedikit lebih rendah saat off season yaitu sebesar 3.62. Pada
atribut reliabilitas terdapat metrik yang mendapat nilai cukup rendah dibanding
metrik lainnya yaitu metrik kondisi sempurna (saat off season) yang terdiri dari
metrik bebas kerusakan/ kehilangan dan metrik kesesuaian dengan standar mutu.
Rendahnya kedua metrik tersebut disebabkan adanya kerusakan bawang merah
selama perjalanan/pengangkutan. Selain itu, saat off season tanaman bawang
merah menghadapi serangan dari hama dan penyakit yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan dan penurunan kualitas serta kuantitas bawang merah yang
dihasilkan. Proses pengeringan/penjemuran juga dapat menyebabkan kehilangan
(loss) yang cukup besar. Jika calon pembeli menginginkan umbi kering, maka
penjemuran dilakukan selama 4-5 hari yang mengakibatkan susut bobot umbi
sebesar 15-20% sedangkan untuk umbi basah, penjemuran dilakukan sekitar 2 hari
dengan susut bobot sebesar 10% bobot umbi hasil panen.
Nilai metrik level satu waktu siklus pemenuhan pesanan saat in season
adalah 3.67. Nilai tersebut diperoleh dari metrik level dua yaitu waktu siklus
pengadaan, waktu siklus produksi dan waktu siklus pengiriman. Umumnya, waktu
siklus pengadaan terjadi selama 6 hari dengan rincian waktu pemilihan pemasok
dua hari dan waktu siklus penerimaan barang empat hari. Siklus produksi
menghabiskan waktu selama 3.5 hari yang terdiri dari waktu pascapanen
(pembersihan, sortasi dan grading) selama tiga hari dan waktu pengemasan selama
setengah hari. Sedangkan siklus pengiriman menghabiskan waktu selama 1.5 hari
yang terdiri dari waktu muatan ke dalam kendaraan selama setengah hari dan
pengiriman selama satu hari, jika tujuan pengiriman lebih jauh maka waktu yang
dibutuhkan untuk mengirimkan barang menjadi lebih lama. Jadi, jika ada pesanan
dari konsumen, pedagang pengumpul membutuhkan waktu selama 11 hari untuk
memenuhinya. Saat off season, nilai kinerja berkurang menjadi 3.33. Pada musim
ini, siklus pemenuhan pesanan membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 13 hari
yang terdiri dari waktu pemilihan pemasok tiga hari, waktu siklus penerimaan
barang empat hari, waktu panen dan pascapanen empat hari, waktu pengemasan
setengah hari, waktu muatan kendaraan setengah hari serta lama pengiriman
sehari. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan bawang merah.
Metrik fleksibilitas rantai pasok atas rata-rata menunjukkan nilai sebesar
4.00 saat in season sedangkan pada saat off season metrik ini memperoleh nilai
yang lebih kecil yaitu sebesar 2.92. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang
pengumpul lebih mampu memenuhi peningkatan pesanan/permintaan dari
konsumen saat in season dibandingkan saat off season. Penyebabnya adalah saat
in season ketersediaan bawang merah cukup banyak sehingga pedagang
pengumpul cukup mudah dalam mendapatkan bawang merah. Jika terjadi
peningkatan jumlah pesanan dan pengiriman maka pedagang pengumpul akan
mencari ke petani atau pedagang pengumpul lainnya. Saat off season yang para
pedagang pengumpul cukup sulit memenuhi peningkatan jumlah pesanan
disebabkan harga bawang merah yang tinggi dan ketersediaan pasokan yang
rendah.
66
Nilai dari metrik total biaya pelayanan dari pedagang pengumpul adalah
3.70 (in season) dan 3.14 (off season) yang menunjukkan tingkat kemampuan
pedagang pengumpul dalam mengefisienkan uang yang dikeluarkan untuk
membiayai rantai pasok bawang merah. Biaya yang dikeluarkan untuk memasok
bawang merah di tingkat pedagang pengumpul meliputi biaya pengadaan, biaya
penanganan dan biaya pengiriman. Pada saat in season tingkat efisiensi lebih
tinggi dibandingkan dengan off season karena saat in season harga beli bawang
merah dan biaya penanganan relatif lebih murah.
Waktu siklus kas atau perputaran uang pada pedagang pengumpul cukup
lama, yang digambarkan dengan nilai 3.00. Siklus perputaran uang ini cukup lama
karena pelunasan pembayaran oleh konsumen cukup lama bisa mencapai lebih
dari satu bulan sehingga pembayaran kepada pemasok pun (petani dan pedagang
lainnya) cukup lama. Total nilai kinerja pedagang pengumpul dalam rantai pasok
bawang merah di Kabupaten Brebes sebesar 3.38 pada saat in season dan 3.05
saat off season.
3. Pedagang Besar
Hasil pengukuran kinerja pedagang besar bawang merah di Kabupaten
Brebes dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa
saat musim panen (in season) pedagang besar memperoleh nilai 4.03 pada metrik
pemenuhan pesanan sempurna. Namun, saat off season kinerja pedagang besar
menurun menjadi 3.59. Saat musim panen, hasil panen bawang merah
menunjukkan jumlah yang besar sehingga pedagang besar relatif lebih mudah
dalam mendapatkan bawang merah, sedangkan musim bukan panen menunjukkan
kebalikannya. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya atribut kinerja
reliabilitas pedagang besar pada saat musim bukan panen.
Kinerja atribut responsivitas pedagang besar dapat dilihat dari metrik waktu
siklus pemenuhan pesanan yang memperoleh nilai sebesar 3.86 pada in season.
Jika ada pesanan dari konsumen, pedagang besar hanya membutuhkan waktu
selama 10 hari untuk memenuhinya yang terdiri dari waktu pemilihan pemasok
dua hari, waktu siklus penerimaan barang tiga hari, waktu panen dan pascapanen
tiga hari, waktu pengemasan setengah hari, waktu muatan kendaraan setengah hari
dan sehari untuk lama pengiriman. Pada saat off season, nilai responsivitas
menurun menjadi 3.38. Saat off season, pedagang besar membutuhkan waktu
lebih lama dari saat in season yaitu 13 hari dengan rincian waktu pemilihan
pemasok tiga hari, waktu siklus penerimaan barang empat hari, waktu panen dan
pascapanen empat hari, waktu pengemasan setengah hari, waktu muatan
kendaraan setengah hari serta lama pengiriman sehari.
Jika terjadi peningkatan pesanan dari pelanggan, pedagang besar fleksibel
dalam menanggapi pesanan tersebut yang ditunjukkan dengan nilai metrik
fleksibilitas rantai pasok atas sebesar 4.00 pada waktu in season. Pedagang besar
mampu memenuhi peningkatan pengadaan karena memiliki relasi yang kuat
dengan banyak petani maupun pedagang pengumpul. Selain itu, pada waktu in
season ketersediaan bawang merah melimpah. Sebaliknya, saat ketersediaan
bawang rendah (off season) kinerja fleksibilitas juga rendah yaitu 3.00.
68
Atribut biaya rantai pasok yang digambarkan melalui metrik total biaya
pelayanan mendapatkan kinerja terendah yaitu sebesar 3.38 saat in season dan
3.08 saat off season. Nilai ini menunjukkan tingkat kemampuan pedagang besar
dalam mengeluarkan uang untuk membiayai rantai pasok bawang merah cukup
efisien. Biaya pengadaan saat off season cenderung lebih tinggi dibanding saat in
season karena saat off season harga bawang merah melambung tinggi. Selain itu,
saat off season melakukan penyimpanan bawang merah dengan waktu yang
relative lebih lama dari in season sehingga biaya penyimpanan saat off season
lebih tinggi.
Kinerja metrik waktu siklus kas mendapatkan nilai sebesar 4.00 pada kedua
musim. Nilai ini menunjukkan waktu yang dibutuhkan pedagang besar dalam
memutar siklus kasnya relatif cepat. Hal ini terjadi karena pedagang besar
memiliki bargaining position yang kuat baik di mata pemasok maupun konsumen.
Bargaining position yang dimiliki pedagang besar tidak terlepas dari kepemilikan
modal yang besar serta kekuatan jaringan yang telah dibentuk.
Agregasi dari perkalian antara bobot dan nilai metrik level satu akan
diperoleh nilai akhir kinerja pedagang besar dalam rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes sebesar 3.81 saat musim panen dan 3.50 saat musim bukan
panen. Hasil perhitungan pada dua musim yang berbeda tersebut menunjukkan
perbedaan nilai kinerja. Pada musim in season kinerja pedagang besar cenderung
lebih tinggi dibandingkan musim off season.
Dari kelima atribut rantai pasok, atribut reliabilitas yang diwakili metrik
pemenuhan pesanan sempurna memperoleh nilai tertinggi (saat musim panen)
dibandingkan metrik level satu lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pedagang
besar memiliki kemampuan yang baik dalam memenuhi pesanan dari konsumen.
Pedagang besar selalu berusaha memenuhi pesanan dari konsumen dengan
mencari dari pedagang pengumpul maupun petani. Bila tidak dapat memenuhi
barang yang sesuai, maka pedagang besar menyampaikan ketidaksanggupannya di
awal perjanjian/kesepakatan.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja anggota rantai pasok bawang
merah di Kabupaten Brebes, diperoleh informasi mengenai nilai kinerja dari
masing-masing anggota rantai yang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
sebesar 3.57 pada saat in season dan 3.28 pada saat off season. Nilai tersebut
diperoleh dari hasil agregasi nilai kinerja seluruh anggota rantai, yaitu petani
sebesar 3.39 (in season) dan 3.20 (off season), pedagang pengumpul sebesar 3.49
(in season) dan 3.14 (off season), serta pedagang besar sebesar 3.84 (in season)
dan 3.50 (off season).
Analisis kesenjangan
Dalam bidang bisnis dan manajemen, analisis kesenjangan diartikan sebagai
suatu metode pengukuran bisnis yang memudahkan perusahaan untuk
membandingkan kinerja aktual dengan kinerja potensialnya. Dengan demikian,
pelaku usaha dapat mengetahui sektor, bidang atau kinerja yang sebaiknya
diperbaiki atau ditingkatkan. Analisis kesenjangan bermanfaat untuk mengetahui
kondisi terkini dan tindakan apa yang akan dilakukan dimasa yang akan datang.
Nilai kesenjangan (gap) dalam rantai pasok bawang merah merupakan
indikator mengenai besar tidaknya upaya perbaikan yang perlu dilakukan pada
proses-proses di dalam rantai pasok terkait dengan metrik kinerja yang digunakan.
Selain itu, nilai gap ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk merencanakan proses
perbaikan kinerja sehingga peningkatan kinerja di masa mendatang dapat dicapai.
Langkah tersebut dapat dilakukan dengan analisis yang lebih mendalam pada
setiap tahapan proses di dalam rantai pasok melalui metrik kinerja yang digunakan
selama pengukuran. Hasil analisis kesenjangan antara kinerja aktual dengan
kinerja potensial/kinerja target dapat dilihat pada Tabel 19-21.
as
Jadi, masalah utama yang dihadapi dalam rantai pasok bawang merah
Kabupaten Brebes adalah rantai pasok yang belum efektif dan efisien. Untuk
mengatasi masalah ini, dilakukan analisis penyebab munculnya masalah dengan
menggunakan diagram fishbone. Hasil analisis melalui diagram fishbone dapat
dilihat pada Gambar 13. Berdasarkan gambar tersebut penyebab rantai pasok yang
belum efektif dan efisien ada lima yaitu ketersediaan bawang merah rendah
terutama saat off season, belum adanya sistem persediaan bawang merah,
distribusi belum berjalan dengan baik, perbedaan harga di tingkat produsen
dengan harga di tingkat konsumen sangat jauh dan sistem informasi yang belum
optimal. Diagram fishbone ini ditetapkan sebagai diagram fishbone induk.
Kemudian, dari masing-masing faktor penyebab diagram fishbone induk, dipecah
kembali ke dalam diagram fishbone anak.
74
Rantai pasok
belum efektif dan efisien
Kemampuan memutar siklus kas Tingkat kesuburan lahan Tingkat kerusakan bawang
rendah menurun tinggi
Anomali iklim
Modal terbatas
Sifat bawang merah
bulky dan cepat rusak
Sifat bawang merah yang bulky dan cepat rusak/ membusuk serta adanya
kebutuhan ekonomi rumah tangga yang mendesak menyebabkan petani produsen
tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Apalagi jika penjualan bawang merah
dilakukan dengan sistem tebasan. Hal-hal tersebut menyebabkan semakin
lebarnya jarak harga bawang merah di tingkat produsen dengan harga di tingkat
konsumen (Winarso 2003).
seluruh anggota rantai. Faktor penyebabnya dapat dilihat pada diagram fishbone
yang disajikan dalam Gambar 20.
Terbatasnya ketersediaan
informasi pasar
Lemahnya koordinasi
antar anggota rantai
Fasilitas belum
memadai Keterbatasan anggaran dana,
Belum adanya pendampingan waktu dan tenaga
dan penyuluhan teknologi Kemampuan pemerintah
informasi dalam menyediakan SDM
pengolah informasi rendah
Sistem yang telah dibuat Informasi belum berjalan Informasi belum komprehensif
belum dapat diakses dengan tepat dan akurat
oleh seluruh elemen
Modal terbatas
Tabel 22 Hasil pembobotan faktor penyebab rantai pasok bawang merah belum
efektif dan efisien
Prioritas Faktor penyebab Bobot
1 Belum adanya sistem persediaan yang tepat 0.3838
2 Perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di 0.1802
tingkat konsumen sangat jauh
3 Ketersediaan bawang merah rendah saat off season 0.1704
4 Distribusi belum berjalan dengan baik 0.1545
5 Terbatasnya ketersediaan informasi pasar 0.1112
84
Tabel 23 Matriks masalah, penyebab dan upaya peningkatan kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes
No Masalah Penyebab dasar Akar penyebab Upaya
1 Sistem persediaan belum ada 1. Belum diterapkannya 1. Aspek ekonomi (mahalnya Subsidi atau bantuan (fasilitasi)
sistem penyimpanan yang teknologi) peralatan/ teknologi
tepat 2. Kesadaran masyarakat Penyuluhan mengenai adopsi
akan penerapan teknologi teknologi
masih minim
3. Kurangnya sosialisasi
ataupun bimbingan
mengenai teknologi tepat
guna
4. Masyarakat masih
mempertimbangkan
tingkat kepraktisan dari
sebuah teknologi
2. Fasilitas penyimpanan Gudang penyimpanan tidak Revitalisasi dan optimalisasi gudang
belum termanfaatkan berfungsi sebagaimana penyimpanan yang ada di Brebes
dengan baik mestinya
Tabel 23 Lanjutan
No Masalah Penyebab dasar Akar penyebab Upaya
2 Perbedaan harga di tingkat Rantai pemasaran panjang Melibatkan banyak pelaku Membangun kemitraan, koordinasi
produsen dengan harga di (padat karya) dan kolaborasi diantara anggota rantai
tingkat konsumen sangat jauh
3 Ketersediaan bawang merah 1. Hasil panen bawang merah 1. Saat off season tanaman 1. Pembuatan waduk di daerah hulu
rendah terutama saat off rendah saat off season bawang merah kelebihan sehingga air hujan dapat ditampung
season air karena dampak hujan 2. Pembuatan sistem drainase
3. Penggunaan mulsa atau penutup
lainnya pada lahan tanam bawang
merah
2. Tanaman bawang merah Pengembangan teknik pengendalian
terkena serangan OPT OPT
3. Terjadinya alih fungsi Pembuatan pola tanam yang
lahan dengan adanya terintegrasi antar daerah dan antar
penanaman komoditas lain komoditas
2. Sebagian besar petani tidak Sikap yang tertutup karena Penyuluhan dan pendampingan yang
menggunakan SOP tidak mau menggunakan lebih intensif serta demonstrasi plot
budidaya teknologi baru) (demplot)
3. Tingkat kesuburan lahan Pemakaian pupuk Penggunaan pupuk organik (subsidi
menurun buatan/anorganik tinggi pupuk organik)
4. Kemampuan memutar Sistem pembayaran yang b. Adanya regulasi yang mengatur
siklus kas rendah tidak tunai dalam pembayaran transaksi (tempat, volume dan
(Bargaining position lemah) kualitas) dan metode pembayaran,
serta peraturan lainnya
c. Penguatan kapasitas petani dan
kelembagaan petani
85
86
86
Tabel 23 Lanjutan
No Masalah Penyebab dasar Akar penyebab Upaya
5. Tingkat kerusakan bawang 1. Teknik pascapanen masih Penyuluhan dan pendampingan serta
merah tinggi konvensional fasilitasi peralatan pascapanen
2. Sistem kemasan saat Perbaikan pada kemasan yang
proses transportasi dan digunakan
distribusi
6. Biaya produksi tinggi 1. Harga benih tinggi, karena:
a. Terjadi penyusutan selama Pengembangan teknik penyimpanan
penyimpanan benih atau teknologi benih
b. Penyimpanan benih
memakan tempat dan
waktu (bulky)
c. Penyimpanan
menggunakan bahan
pengawet karena sifat
bawang merah yang cepat
busuk
d. Harga benih bergantung Adanya kebijakan dari Pemerintah
pada harga bawang merah dalam penetapan harga benih
awal (saat panen)
2. Biaya input seperti pupuk Pemberian KARTU TANI pada
dan obat-obatan tinggi petani khusunya
4 Terbatasnya ketersediaan 1. Informasi belum Kemampuan pemerintah Menggalang keterlibatan masyarakat
informasi pasar komprehensif dalam menyediakan SDM (LSM) dalam penyediaan informasi
pengolah informasi rendah pasar
2. Informasi belum berjalan Keterbatasan anggaran dana, Pengembangan dan aplikasi teknologi
dengan tepat dan akurat waktu dan tenaga informasi
5 Distribusi belum berjalan Fasilitas sarana dan prasarana Penggunaan sarana transportasi yang
dengan baik distribusi belum memadai efektif dan efisien
87
87
88
88
Tabel 24 Lanjutan
No Tindakan/ aksi Indikator keberhasilan Aktor/ stakeholder
13 Pengembangan teknologi benih Adanya benih yang usia penyimpanannya singkat Universitas/ lembaga
dan tahan terhadap iklim penelitian
14 Penyuluhan dan pendampingan serta fasilitasi Kegiatan pascapanen dapat dilakukan dengan Produsen (petani)
peralatan pascapanen efektif dan efisien serta bawang merah yang dan
dihasilkan lebih baik Universitas/ lembaga
penelitian
15 Membuat peraturan mengenai harga benih bawang Adanya kebijakan dalam penetapan harga benih Pemerintah daerah/ pusat
merah
16 Pembuatan KARTU TANI Adanya KARTU TANI yang diberikan pada Pemerintah daerah/ pusat
petani kecil
17 Perbaikan pada kemasan yang digunakan Tingkat kerusakan/ kehilangan bawang merah Pelaku usaha (pedagang)
selama transportasi dan distribusi berkurang
18 Penguatan posisi tawar petani dengan pembuatan Petani memiliki posisi tawar yang kuat Pemerintah daerah
regulasi yang mengatur transaksi (tempat, volume
dan kualitas) dan metode pembayaran
D Aspek sistem informasi
19 Menggalang keterlibatan masyarakat (LSM) dalam Masyarakat terlibat dalam penyediaan informasi Pemerintah daerah/ pusat dan
penyediaan informasi pasar masyarakat
20 Pengembangan teknologi informasi Terbentuknya sistem informasi yang Universitas/ lembaga
komprehensif, tepat dan akurat penelitian dan atau
kementerian terkait
E Aspek sistem distribusi
21 Penggunaan sarana transportasi yang efektif dan Fasilitas distribusi semakin baik dan semakin Pemerintah daerah/ pusat dan
efisien bertambah pelaku usaha
89
Kesimpulan
Rantai pasok bawang merah dari produsen hingga konsumen akhir memiliki
aliran yang panjang dan saluran yang beragam. Akan tetapi pelaku rantai pasok
bawang merah yang terdapat di Kabupaten Brebes hanya terdiri dari petani,
pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer lokal atau
pedagang pasar tradisional lokal. Pola saluran pasokan yang terbentuk umumnya
telah berjalan dalam jangka waktu yang lama dan terbentuk secara alami. Kondisi
sumber daya fisik khususnya gudang penyimpanan tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Kemampuan anggota rantai dalam pengusahaan (produksi, distribusi,
pemasaran) bawang merah dilakukan atas dasar kemampuan permodalan.
Anggota rantai terutama petani, akan memasok bawang merah sesuai kadar
permodalan yang dimiliki. Anggota rantai yang memiliki modal besar mampu
memenuhi permintaan pasar.
Kinerja rantai pasok bawang merah di Kabupaten Brebes pada saat in
season lebih besar (skor 3.57) dibandingkan saat off season (skor 3.28). Pada saat
in season kinerja petani (skor 3.39) lebih rendah dibandingkan kinerja pedagang
pengumpul (skor 3.49) dan pedagang besar (skor 3.84) sedangkan pada saat off
season kinerja pedagang pengumpul (skor 3.14) lebih rendah dibandingkan petani
(skor 3.20) dan pedagang besar (skor 3.50). Secara umum, kinerja pedagang besar
lebih baik dibandingkan petani dan pedagang pengumpul pada kedua musim.
Upaya dalam rangka meningkatkan kinerja rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Brebes antara lain membangun sistem persediaan yang tepat;
mengurangi perbedaan harga yang sangat jauh antara harga ditingkat produsen
dan harga ditingkat konsumen dengan membangun kemitraan, koordinasi dan
kolaborasi diantara anggota rantai serta penguatan kelembagaan petani, mengatasi
rendahnya ketersediaan bawang merah terutama saat off season; meningkatkan
ketersediaan informasi pasar; serta mengatasi permasalahan mengenai mekanisme
distribusi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bukhori IB, Widodo KH, Ismoyowati. 2014. Evaluation of Poultry Supply Chain
Performance in XYZ Slaughtering House Yogyakarta using SCOR and
AHP Method. Agr Eng. 3(2015): 221–225
Chan FTS. 2003. Performance Measurement in a Supply Chain. Int J Adv Manuf
Technol. 21:534–548.
Chopra S, Meindl P. 2007. Supply chain management; strategy, planning, and
operation. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.
Christopher M. 2011. Logistic and supply chain management, fourth edition.
London (GB): Pearson Prentice Hall.
Dinata H, Suryani E, Hendrawan RA. 2014. Peningkatan Kinerja Sistem Rantai
Pasok di Industri Perikanan Untuk Ketahanan Pangan. J Sist Ind. 5(2): 86-
94.
Fan X, Zhaing S, Wang L, Yang Y, Hapeshi K. 2013. An Evaluation Model of
Supply Chain Performances Using 5DBSC and LMBP Neural Network
Algorithm. J Bio Eng. 10(2013): 383–395.
Fatahillah YH, Marimin, Harianto. 2010. Analisis kinerja rantai pasok agribisnis
sapi potong : studi kasus pada PT Kariyana Gita Utama, Jakarta. J Tek Ind
Pert. 20(3): 193-205.
Feifi D. 2008. Kajian manajemen rantai pasokan pada produk dan komoditas
kedelai edamame [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Fitriana L. 2010. Analisis rantai pasokan dan kinerja anggota rantai pasokan beras
bebas pestisida di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Gunasekaran A, Patel C, McGaughey RE. 2004. A framework for supply chain
performance measurement. Int J Prod Eco. 87(2004):333-347.
Hakimi R. 2007. Strategi peningkatan daya saing industri nata de coco di Kota
Bogor dengan pendekatan fuzzy [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Hanugrani N, Setyanto NW, Efranto RY. 2013. Pengukuran performansi supply
chain dengan menggunakan SCOR berbasis AHP dan Objective Matrix
(OMAX). J Rek Man Ind. 1(1).
Heizer J, Reinder B. 2010. Manajemen Operasi, Edisi 9. Jakarta (ID): Salemba
Empat.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Prospek dan Arah Pengembangan
Agribisnis Bawang Merah. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Luthfiana AC. 2012. Pengukuran performansi supply chain dengan pendekatan
Supply Chain Operations Reference dan Analythical Hierarchy Process
[skripsi]. Yogyakarta (ID): UIN Sunan Kalijaga.
Kusumadewi S, Purnomo H. 2004. Aplikasi Logika Fuzzy, untuk Pendukung
Keputusan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Mardiana. 2016. Penyimpanan benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada
suhu rendah untuk memperpanjang masa simpan dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Marimin, Djatna T, Suharjito, Hidayat S, Utama DN, Astuti R, Martini S. 2013.
Teknik dan Analisis Pengambilan Keputusan Fuzzy dalam Manajemen
Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Mayrowani H dan Darwis V. 2009. Perspektif pemasaran bawang merah di
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (catatan penelitian). Pusat Analisis Sosial
92
Rofiq MA. 2010. Kinerja rantai pasok pada industri seafood (Studi kasus di PT
Kelola Mina Laut) [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Rosyadi I. 2014. Profitabilitas dan efisiensi usahatani bawang merah di Kabupaten
Brebes. Syariah Paper. ISBN: 978-602-70429-2-6.
Rukmana R. 1994. Bawang Merah: Budidaya dan Pengolahan Pascapanen.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
Setiawan A. 2009. Studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran
dataran tinggi terpilih di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Sukesi H, Rahayuningrum N, Widayanti T. 2014. Analisis pemecahan oversupply
bawang merah : Kasus Brebes.[Internet]. [Diunduh 9 April 2015).
Tersedia pada http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/11/19/-
1416393053.pdf
Sumarni N, Hidayat A. 2005. Budidaya bawang merah, Panduan teknis PTT
Bawang Merah No.3. ISBN: 979-8304-49-7. Bandung (ID): Balai
Penelitian Sayuran.
Suwandi. 2013. Teknologi bawang merah off season: strategi dan implementasi
Budidaya (catatan penelitian). Bandung: Badan Penelitian Tanaman
Sayuran.
[SCC] Supply Chain Council. 2010. Supply Chain Operations Reference Model,
overview-version 10.0. United Stated of America (US): Supply Chain
Council, Inc.
[SCC] Supply Chain Council. 2012. Supply chain operations reference model,
revision 11.0. United Stated of America (US): Supply Chain Council, Inc.
Syafi FN. 2009. Peningkatan kinerja manajemen rantai pasok bunga krisan.
[skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Thakkar J, Kanda A, Deskhmukh SG. 2009. Supply chain performance
measurement framework for small and medium scale enterprises. Bench
Int J. 16(5): 702-723.
Van der Vorst J.G.A.J. 2006. Performance measurement in agri-food supply chain
networks, an overview. Log Oper Res. 13-24.
Van der Vorst J.G.A.J, Da Silva CA, Trienekens JH. 2007. Agro-industrial supply
chain management: concepts and application. Roma (ITA): FAO.
Wacana AD. 2011. Analisis Tataniaga Bawang Merah (Kasus di Kelurahan
Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes) [Skripsi]. Bogor (ID):IPB
Widodo KH, Rembulan D. 2010. Basic Supply Chain Bawang Merah (Allium
ascalonicum L) di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dari
Perspektif Sistem Dinamis. INASEA. 11(2): 87-95.
Winarso B. 2003. Dinamika perkembangan harga: hubungannya dengan tingkat
keterpaduan antar pasar dalam efisiensi pemasaran komoditas bawang
merah. J Ilm Kesat. 4(1-2).
Wu DD, Zang Y, Wu D, Olson DL. 2010. Fuzzy multi-objective programming for
supplier selection and risk modeling: a possibility approach. Eur J Oper
Res. 200(2010): 774-787. doi:10.1016/j.ejor.2009.01.026
Yin XF, Khoo LP, Chong YT. 2013. A fuzzy c-means based hybrid evolutionary
approach to the clustering of supply chain. Comput Ind Eng. 66(2013):
768-780. dx.doi.org/10.1016/j.cie.2013.09.025
Zadeh LA. 1965. Fuzy sets. Info cont. 8(1965): 338-353
94
LAMPIRAN
95
Oleh
Lely Rachma Septiana
F351130311
Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan
tesis yang berjudul Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Bawang Merah.
Tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains. Atas
kerjasamanya, Saya ucapkan Terimakasih.
96
Aspek Usaha
1. Sejak kapan usaha ini dimulai :
2. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini:
3. Berapa luas lahan budidaya bawang merah yang saudara miliki saat ini:
4. Bagaimana status kepemilikan lahan tersebut: [ ] milik sendiri, atau [ ] sewa
5. Jika sewa, berapa ongkos sewa per Ha per tahun:
6. Berapa jumlah orang yang bekerja di lahan tersebut :
7. Bagaimana sistem upah : [ ] harian, [ ] bulanan, [ ] lainnya
8. Apakah saudara mempunyai aktivitas/ usaha lain : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan :
Aspek Produksi
1. Dalam budidaya bawang merah, darimana saudara mendapatkan pengetahuan
budidaya?
2. Apa saja tahapan budidaya bawang merah yang dilakukan oleh Saudara
dimulai dari penyiapan lahan hingga hasilnya siap dipasarkan:
3. Benih bawang merah yang digunakan berasal dari............
4. Jenis varietas benih yang digunakan :
5. Berapa jumlah benih yang digunakan:
6. Berapa biaya yang dikeluarkan saudara untuk mendapatkan benih bawang
merah tersebut:
7. Berapa total bawang merah yang dihasilkan per satu kali panen :
8. Bagaimana penjadwalan tanam atau pengaturan panen dari budidaya bawang
merah:
9. Bagaimana sistem order yang diberilan oleh prosesor/pembeli:
10. Berapa lama saudara dapat memenuhi order tersebut:
11. Bagaimana pengawasan mutu terhadap bawang merah yang dihasilkan
Saudara:
12. Apakah saudara melakukan proses sorting dan grading dari bawang merah
yang dihasilkan Saudara:
13. Apakah saudara melakukan penyimpanan bawang merah:
14. Teknologi penyimpanan seperti apa:
15. Berapa lama penyimpanan yang dilakukan:
16. Faktor apa saja yang mempengaruhi lama penyimpanan:
17. Berapa biaya untuk penyimpanan:
18. Apakah terjadi kehilangan hasil selama penyimpanan : [ ] Ya, [ ] Tidak
19. Jika Ya, berapa persentase kehilangan hasil:
20. Apa saja penyebab kehilangan hasil tersebut:
97
Aspek Pemasaran
1. Hasil produksi bawang merah dipasarkan oleh :
[ ] Sendiri [ ] Melalui Koperasi [ ] Melalui Kelompok tani
[ ] Lainnya, sebutkan.....
2. Untuk memasarkan bawang merah, biaya yang dikeluarkam meliputi :
[ ] Promosi : Rp .........../............
[ ] Pengangkutan : Rp .........../............
[ ] Komisi : Rp .........../............
[ ] Pungutan liar : Rp .........../............
[ ] Lainnya : Rp .........../............
3. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan bawang merah
tersebut
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
4. Darimana anda mendapatkan informasi tentang harga :
5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi harga
pemasaran bawang merah:
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
6. Berapa jumlah permintaan terhadap bawang merah :......../............
7. Apakah terpenuhi permintaan tersebut : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Tidak, berapa persentase yang bisa terpenuhi :
8. Apakah Saudara menjual produk dengan kualitas yang berbeda beda:
[ ] Ya [ ] Tidak
11. Adakah kriteria kualitas benih bawang merah yang dibeli atau dipakai :
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, apa saja kriteria tersebut :
Kinerja keuangan
1. Apa saja sarana produksi yang Saudara gunakan:
2. Berapa biaya pengadaan benih yang saudara keluarkan selama satu musim
panen:
3. Berapa biaya yang Saudara keluarkan untuk pemenuhan sarana produksi
selama satu musim panen :
Jenis Alat/ Bahan Jumlah Harga Umur ekonomis Lokasi
pembelian
Kemitraan
1. Apakah Saudara menjadi anggota perkumpulan petani tertentu : [ ] Ya, [ ]
Tidak
2. Jika Ya, Nama Perkumpulan :
99
Status keanggotaan :
Mulai menjadi anggota :
3. Jika Tidak, Mengapa :
4. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan pihak lain: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan nama mitra nya:
3. Bentuk kemitraan tersebut berlaku dalam hal:
[ ] Pengadaan benih [ ] Pemasaran
[ ] Permodalan [ ] Pengadaan saprotan lainnya,
[ ] Pelatihan [ ] Lainnya, Sebutkan.............
100
Aspek Usaha
1. Sejak kapan usaha ini dimulai :
2. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini:
3. Apakah Saudara memiliki lahan budidaya bawang merah: [ ] Ya, [ ] Tidak
a. Jika Ya, Berapa luas lahan budidaya bawang merah yang saudara miliki saat
ini:
4. Bagaimana status kepemilikan lahan tersebut: [ ] milik sendiri, atau [ ] sewa
5. Jika sewa, berapa ongkos sewa per Ha per tahun:
6. Berapa jumlah orang yang bekerja di lahan tersebut :
7. Bagaimana sistem upah : [ ] harian, [ ] bulanan, [ ] lainnya
8. Apakah saudara mempunya aktivitas/ usaha lain : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan :
Aspek Pemasaran
1. Hasil produksi bawang merah dipasarkan oleh :
[ ] Sendiri [ ] Melalui Koperasi [ ] Melalui Kelompok tani
[ ] Lainnya, sebutkan.....
2. Untuk memasarkan bawang merah, biaya yang dikeluarkan meliputi :
[ ] Promosi : Rp .........../............
[ ] Pengangkutan : Rp .........../............
[ ] Komisi : Rp .........../............
[ ] Pungutan liar : Rp .........../............
[ ] Lainnya : Rp .........../............
3. Berapa harga beli bawang merah per Kg :
4. Berapa total harga jual bawang merah per Kg :
5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan bawang merah
tersebut
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
6. Berapa jumlah permintaan terhadap bawang merah :......../............
7. Berapa jumlah bawang merah yang dijual :
8. Apakah terpenuhi permintaan tersebut : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Tidak, berapa persentase yang bisa terpenuhi :
9. Apakah Saudara menjual produk dengan kualitas yang berbeda beda:
[ ] Ya [ ] Tidak
102
12. Adakah kriteria kualitas benih bawang merah yang dibeli atau dipakai :
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, apa saja kriteria tersebut :
13. Darimana anda mendapatkan informasi tentang harga :
14. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi harga
pemasaran bawang merah:
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
15. Berapa jumlah pedagang serupa dan pedagang lain sekitar Saudara:
16. Persaingan yang terjadi seringkali disebabkan oleh hal apa saja:
17. Persyaratan yang harus dipenuhi orang baru untuk berpartisipasi sebagai
pedagang:
Kemitraan
1. Apakah Saudara menjadi anggota perkumpulan tertentu : [ ] Ya, [ ] Tidak
2. Jika Ya, Nama Perkumpulan :
Status keanggotaan :
Mulai menjadi anggota :
3. Jika Tidak, Mengapa :
4. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan pihak lain: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan nama mitra nya:
5. Bentuk kemitraan tersebut berlaku dalam hal:
[ ] Pengadaan benih [ ] Pemasaran
[ ] Permodalan [ ] Pengadaan saprotan lainnya,
[ ] Pelatihan [ ] Lainnya, Sebutkan.............
103
Aspek Usaha
1. Sejak kapan usaha ini dimulai :
2. Sejak kapan saudara menjalani usaha ini:
3. Apakah Saudara memiliki lahan budidaya bawang merah: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, Berapa luas lahan budidaya bawang merah yang saudara miliki saat
ini:
4. Bagaimana status kepemilikan lahan tersebut: [ ] milik sendiri, atau [ ] sewa
5. Jika sewa, berapa ongkos sewa per Ha per tahun:
6. Berapa jumlah orang yang bekerja di lahan tersebut :
7. Bagaimana sistem upah : [ ] harian, [ ] bulanan, [ ] lainnya
8. Apakah saudara mempunya aktivitas/ usaha lain : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan :
Aspek Pemasaran
1. Hasil produksi bawang merah dipasarkan oleh :
[ ] Sendiri [ ] Melalui Koperasi [ ] Melalui Kelompok tani
[ ] Lainnya, sebutkan.....
2. Untuk memasarkan bawang merah, biaya yang dikeluarkan meliputi :
[ ] Promosi : Rp .........../............
[ ] Pengangkutan : Rp .........../............
[ ] Komisi : Rp .........../............
[ ] Pungutan liar : Rp .........../............
[ ] Lainnya : Rp .........../............
3. Berapa harga beli bawang merah per Kg :
4. Berapa total harga jual bawang merah per Kg :
5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam memasarkan bawang merah
tersebut
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi..................
6. Berapa jumlah permintaan terhadap bawang merah :......../............
7. Berapa jumlah bawang merah yang dijual :
8. Apakah terpenuhi permintaan tersebut : [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Tidak, berapa persentase yang bisa terpenuhi :
9. Apakah Saudara menjual produk dengan kualitas yang berbeda beda:
[ ] Ya [ ] Tidak
105
12. Adakah kriteria kualitas benih bawang merah yang dibeli atau dipakai :
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, apa saja kriteria tersebut :
13. Darimana anda mendapatkan informasi tentang harga :
14. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi harga
pemasaran bawang merah:
[ ] Ya [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan kesulitan yang dihadapi:
15. Berapa jumlah pedagang serupa dan pedagang lain sekitar Saudara:
16. Persaingan yang terjadi seringkali disebabkan oleh hal apa saja:
17. Persyaratan yang harus dipenuhi orang baru untuk berpartisipasi sebagai
pedagang:
Kemitraan
1. Apakah Saudara menjadi anggota perkumpulan tertentu : [ ] Ya, [ ] Tidak
2. Jika Ya, Nama Perkumpulan :
Status keanggotaan :
Mulai menjadi anggota :
3. Jika Tidak, Mengapa :
4. Apakah Saudara melakukan kemitraan dengan pihak lain: [ ] Ya, [ ] Tidak
Jika Ya, sebutkan nama mitra nya:
5. Bentuk kemitraan tersebut berlaku dalam hal:
[ ] Pengadaan benih [ ] Pemasaran
[ ] Permodalan [ ] Pengadaan saprotan lainnya,
[ ] Pelatihan [ ] Lainnya, Sebutkan.............
106
Lampiran 2 Kumpulan metrik berdasarkan atribut kinerja pada model SCOR 11.0
Nomor Level Metrik
Reliability
RL.1.1 Perfect order fulfillment
RL.2.1 % of Orders Delivery in Full
RL.3.33 Delivery item accuracy
RL.3.35 Delivery quantity accuracy
RL.2.2 Delivery Performance to Customer Commit Date
RL.3.32 Customer commit date achievement time customer
receiving
RL.3.34 Delivery location accuracy
RL.2.3 Documentation Accuracy
RL.3.31 Complience documentation accuracy
RL.3.43 Other required documentation accuracy
RL.3.45 Payment documentation accuracy
RL.3.50 Shipping documentation accuracy
RL.2.4 Perfect Condition
RL.3.12 % of faultless installation
RL.3.24 % orders/lines received damage free
RL.3.41 Ordes delivered damage free conformance
RL.3.42 Ordes delivered defect free conformance
RL.3.55 Warranty and returns
Responsivitas
RS.1.1 Order fulfillment cycle time
RS.2.1 Source cycle time
RS.3.8 Authorized Supplier payment cycle time
RS.3.35 Identify sources of supply cycle time
RS.3.107 Receive product cycle time
RS.3.122 Schedule product deliveries cycle time
RS.3.125 Select supplier and negotiate cycle time
RS.3.139 Transfer product cycle time
RS3.140 Verify product cycle time
RS.2.2 Make cycle time
RS.3.33 Finalize production engineering cycle time
RS.3.49 Issue material cycle time
RS.3.101 Produce and test cycle time
RS.3.114 Release finished product to deliver cycle time
RS.3.123 Release finished product to deliver cycle time
RS.3.128 Stage finished product cycle time
RS.3.142 Package cycle time
RS.2.3 Deliver cycle time
RS.3.16 Build loads cycle time
RS.3.18 Consolidate orders cycle time
RS.3.46 Install product cycle time
RS.3.51 Load product & geneate shipping cycle time
RS.3.95 Pack product cycle time
RS.3.102 Pick product cycle time
107
Lampiran 2 Lanjutan
Nomor Level Metrik
RS.3.110 Receive & verify product by customer cycle time
RS.3.111 Receive product from source or make cycle time
RS.3.116 Receive, configure, enter & validate cycle time
RS.3.117 Reserve resources and determine delivery date cycle time
RS.3.120 Route shipment cycle time
RS.3.124 Schedule installation cycle time
RS.3.126 Select carriers & rate shipments cycle time
RS3.140 Ship product cycle time
RS.2.4 Delivery retail cycle time
RS.3.17 Checkout cycle time
RS.3.32 Fill shopping cart cycle time
RS.3.34 Generate stocking schedule cycle time
RS.3.97 Pick product from backroom cycle time
RS.3.109 Receive product at store cycle time
RS.3.129 Stock shelf cycle time
Agility
AG.1.1 Upside supply chain flexibility
AG.2.1 Upside source flexibility
AG.2.2 Upside make flexibility
AG.2.3 Upside deliver flexibility
AG.2.4 Upside source return flexibility
AG.2.5 Upside deliver return flexibility
AG.1.2 Upside supply chain adaptability
AG.2.6 Upside source adaptability
AG.2.7 Upside make adaptability
AG.2.8 Upside deliver adaptability
AG.2.9 Upside source return adaptability
AG.2.10 Upside deliver return adaptability
AG.1.3 Downside supply chain adaptability
AG.2.11 Downside source adaptability
AG.2.12 Downside make adaptability
AG.2.13 Downside deliver adaptability
Cost
CO. Total cost to serve
CO.2.001 Planning cost
CO.3.001 Planning labor cost
CO.3.002 Planning automation cost
CO.3.003 Planning property, plant and equipment cost
CO.3.004 Planning GRC and overhead cost
CO.2.002 Sourcing cost
CO.3.005 Sourcing labor cost
CO.3.006 Sourcing automation cost
CO.3.007 Sourcing property, plant and equipment cost
CO.3.008 Sourcing GRC and overhead cost
CO.2.003 Material landed cost
CO.3.009 Purchased material cost
108
Lampiran 2 Lanjutan
Nomor Level Metrik
CO.3.010 Material transportation cost
CO.3.011 Material customs, duties, taxes and tarrifs cost
CO.3.012 Material risk and compliance cost
CO.2.004 Production cost
CO.3.014 Production labor cost
CO.3.015 Production automation cost
CO.3.016 Production property, plant and equipment cost
CO.3.017 Production GRC and overhead cost
CO.2.005 Order management cost
CO.3.018 Order management labor cost
CO.3.019 Order management automation cost
CO.3.020 Order management property, plant and equipment cost
CO.3.021 Order management GRC and overhead cost
CO.2.006 Fulfillment cost
CO.3.022 Transportation cost
CO.3.023 Fulfillment customs, duties, taxes and tarrifs cost
CO.3.024 Fulfillment labor cost
CO.3.025 Fulfillment automation cost
CO.3.026 Fulfillment property, plant and equipment cost
CO.3.027 Fulfillment GRC and overhead cost
CO.2.007 Returns cost
CO.3.028 Discounts and refunds cost
CO.3.029 Dispotition cost
CO.3.030 Returns GRC, inventory and overhead cost
CO.2.008 Cost of goods sold
Asset
management
AM.1.1 Cah to cash cycle time
AM.2.1 Day sales outstanding
AM.2.2 Inventory days of supply
AM.2.3 Days payable outstanding
AM.1.2 Return on working capital
109
IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Lely Rachma Septiana
Nrp : F351130311
Program Studi : Magister Teknologi Industri Pertanian
Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan
tugas akhir/ tesis yang berjudul Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Bawang Merah. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Sains.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Pekerjaan :
No HP/Tlp :
Usia :
Pendidikan :
Alamat :
110
Petunjuk pengisian :
Lingkari Kecenderungan yang Saudara pilih.
Alternatif 5 4 3 2 1 2 33 4 5 Alternatif
A B
METRIK KINERJA
Setiap atribut kinerja terdiri dari beberapa metrik kinerja (standar ukuran kinerja).
Metrik kinerja yang digunakan dalam pengukuran kinerja rantai pasok bawang
merah diantaranya sebagai berikut:
2) Kinerja pengiriman. Metrik ini dijabarkan menjadi metrik level tiga, yaitu:
a. Ketepatan waktu pengiriman
b. Ketepatan lokasi tujuan pengiriman
3) Kondisi sempurna. Metrik ini dibagi menjadi dua metrik di level tiga, yaitu:
a. % Bebas kerusakan/kehilangan
b. % kesesuaian dengan standar mutu
1) Waktu siklus pengadaan. Waktu ini dibagi menjadi metrik level tiga, yaitu:
a. Waktu pemilihan pemasok
b. Waktu siklus penerimaan barang
pemasok barang
2) Waktu siklus produksi (penanganan). Metrik level dua ini dibagi menjadi
metrik level dua yaitu:
a. waktu panen dan pascapanen
b. waktu pengemasan
3) Waktu siklus pengiriman. Metrik ini dibagi menjadi metrik level tiga, yaitu:
a. Waktu loading ke truk/kontainer
b. Lama pengiriman (lama perjalanan barang hingga konsumen)
Waktu 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Lama
loading truk pengiriman
Lama 5 4 3 2 1 2 3 4 5 Lama
pembayaran penerimaan
utang piutang
------------ T E R I M A K A S I H ------------
114
IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Lely Rachma Septiana
NRP : F351130311
Program Studi : Magister Teknologi Industri Pertanian
Kuisioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan
tugas akhir/ tesis yang berjudul Kajian Peningkatan Kinerja Rantai Pasok
Bawang Merah. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Magister Sains.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Pekerjaan :
No HP/Tlp :
Usia :
Pendidikan :
Alamat :
115
RELIABILITAS (KEANDALAN)
Atribut menggambarkan kemampuan pedagang dalam memenuhi permintaan
konsumen.
RESPONSIVITAS
Atribut responsivitas menggambarkan waktu yang dibutuhkan oleh pedagang
untuk memenuhi permintaan konsumen mulai dari pemasok hingga ke tangan
konsumen.
FLEKSIBILITAS
Fleksibilitas dalam rantai pasok berarti kemampuan pedagang untuk memenuhi
permintaan tambahan dari pembeli yang terjadi secara mendadak atau tiba-tiba.
118
119
RIWAYAT HIDUP