Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu kelainan atau penyakit kepala-leher
diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan anamnesis dan pemeriksaan organ-
organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari pemeriksaan fisik yang merupakan
syarat bila terdapat keluhan atau gejala yang berhubungan dengan kepala dan leher. Organ-
organ di daerah leher dan metastasis dari keganasan dapat memberikan manifestasi
pembengkakan pada leher.1
Sistem aliran limfe leher sangat penting untuk dipelajari, karena hampir semua
bentuk radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar
limfe leher. 1
Pasien dengan penyakit pada leher dan wajah dapat mempunyai banyak gejala yang
bervariasi. Nyeri kepala, kelemahan otot atau kelompok otot, disestesia, pembengkakan
atau massa, deformitas dan perubahan pada kulit merupakan keluhan-keluhan yang paling
sering dijumpai.2
Palpasi leher dan wajah harus dilakukan dengan sistematik. Kelenjar limfe leher
dan metastatik seringkali terletak pada segitiga leher depan. Daerah ini perlu di inspeksi
dengan cermat, khususnya di bawah otot sternokleidomastoideus dan sepanjang perjalanan
selubung karotis.Bangunan yang bisanya dapat dan harus dipalpasi adalah tulang hioid,
rawan tiroid dan krikoid, celah tirohioid dan krikotiroid, cincin trakea, otot
sternokleidomastoideus, arteri karotis, klavikula dan celah supraklavikula. 2
Secara umum pembagian pembengkakan pada leher dapat dibagi dua, yaitu
kongenital dan didapat.3 Selain itu dapat diklasifikasikan menurut etiologi yaitu inflamasi,
kongenital, tumor jinak, dan keganasan. Organ-organ yang patut dicurigai di daerah leher
antara lain kelenjar limfa, kelenjar saliva dan tiroid, Evaluasi dari benjolan pada leher
harus dilakukan dengan cermat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dikarenakan
banyak kemungkinan diferensial diagnosis.4

1.2 BatasanMasalah
Referat ini membahas mengenai epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinik, diagnosis banding, dan penatalaksanaan secara umum kasus benjolan pada leher.

1
1.3 TujuanPenelitian
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang benjolan pada leher.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi sistem limfa1


Sekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan berada
pada rangkaian jugularis interna dan spinalis assesorius. Kelenjar limfe yang selalu terlibat
dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis interna.
Kelenjar limfe servical dibagi ke dalam gugusan superficial dan gugusan profunda.
Kelenjar limfe superficial menembus lapisan pertama fascia servical masuk kedalam
gugusan kelenjar limfe profunda. Meskipun kelenjar limfe nodus kelompok superficial
lebih sering terlibat dengan metastasis, keistimewaan yang dimiliki kelenjar kelompok ini
adalah sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar limfe nodus kelompok ini masih signifikan
terhadap terapi pembedahan.
Kelenjar limfe profunda sangat penting sejak kelenjar-kelenjar kelompok ini
menerima aliran limfe dari membran mukosa mulut, faring, laring, glandula saliva dan
glandula thyroidea sama halnya pada kepala dan leher.
Hampir semua bentuk radang dan keganasan kepala dan leher akan melibatkan
kelenjar getah bening leher bila ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher,
perhatikan ukurannya, apakah nyeri atau tidak, bagaimana konsistensinya, apakah lunak
kenyal atau keras, apakah melekat pada dasar atau kulit. Menurut Sloan Kattering
Memorial Cancer Center Classification, kelenjar getah bening leher dibagi atas 5 daerah
penyebaran.

Gambar 1. Daerah penyebaran kelenjar limfe leher

3
I. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae
II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah bening jugularis
superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis posterior.
III. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan persilangan
Musculus omohioid dengan musculus sternokleidomastoideus dan batas
posterior musculus sternokleidomastoideus.
IV. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula
V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.

Gambar 2. Penyebaran kelenjar limfe di kepala dan leher

1. Kelenjar limfe occipitalis terletak diatas os occipitalis pada apeks trigonum


cervicalis posterior. Menampung aliran limfe dari kulit kepala bagian belakang.
Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis
profundi.

4
2. Kelenjar limfe retroaurikular terletak di atas permukaan lateral processus
mastoideus. Mereka menampung limfe sebagian kulit kepala di atas auricula
dan dari dinding posterior meatus acusticus externus. Pembuluh limfe eferen
mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
3. Kelenjar limfe parotid terletak pada atau di dalam glandula parotis.
Menampung limfe dari sebagian kulit kepala di atas glandula parotis, dari
permukaan lateral auricula dan dinding anterior meatus acusticus externus, dan
dari bagian lateral palpebra. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke
dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.
4. Kelenjar submandibular : terletak sepanjang bagian bawah dari mandibula pada
kedua sisi lateral, pada permukaan atas glandula submandibularis dibawah
lamina superfisialis. Menerima aliran limfe dari struktur lantai dari mulut.
Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis
profundi.
5. Kelenjar submental : terletak dibawah dari mandibula dalam trigonum
submentale. Menerima aliran dari lidah dan cavum oral. Pembuluh limfe eferen
mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe submandibularis dan cervicalis
profundi.
6. Kelenjar supraclavicular : terletak didalam cekungan diatas clavicula, lateral
dari persendian sternum. Menerima aliran dari bagian dari cavum toraks dan
abdomen.

2.2. Anatomi Regional Kelenjar Saliva


Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang mensekresikan cairan saliva,
terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor.Kelenjar saliva mayor terdapat tiga
pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Kelenjar
saliva minor terutama tersebar dalam rongga mulut, sinus paranasal, submukosa, trakeadan
lain-lain

5
Gambar 3. Anatomi Kelenjar Liur

2.2.1 Kelenjar Parotis


Terletak di lateral wajah, berbadan kelenjar tunggal tetapi sering kali dengan batas
nervus fasialis dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus profunda dan superficial. Lobus
superficial lebih besar, bentuk tidak beraturan, terletak di superficial dari bagian posterior
otot masseter ke atas hingga ke arkus zigomatik dan ke bawah mencapai margo inferior os
mandibular. Lobus profunda lebih kecil, ke atas berbatasan dengan kartilago meatus
akustikus eksternal, mengitari posterior ramus asendens os mandibular menjulur ke dalam
dan bersebelahan dengan celah parafaring.Duktus primer kelenjar parotis terletak di
superficial fasia otot maseter hampir tegak lurus menuju ke dalam membentuk otot
businator dan bermuara di mukosa bukal, dekat gigi Molar 2 atas dan disebut Stensen’s
Duct.
Traktus nervus fasialis keluar dari foramen stilomastoideus di antara kartilago
meatus akustikus eksternal dan venter posterior otot digastrikus, fasies profunda arteri
aurikularis posterior, 1 cm superior prosesus mastoideus, melintasi bagian superficial
radiks prosesus stiloideusdari bagian posterior kelenjar parotis memasuki kelenjar parotis.
Di dalam parenkim kelenjar tersebut nervus fasialis bercabang dua menjadi trukus
temporofasialis dan trunkus servikofasialis, trunkus temporofasialis lebih besar, berjalan ke
superior, trunkus servikofasialis lebih halus, berjalan kurang lebih sejajar margo posterior
ramus asendens os mandibular, di posterior, vena fasialis posterior berjalan ke inferior.
Dari trunkus tersebut timbul lima percabangan, yaitu cabang temporal, cabang zigomatik,
cabang bukal, cabang mandibular marginal dan cabang servikal.

6
2.2.2 Kelenjar Submandibular
Terletak di tengah trigonum mandibular, terbagi menjadi dua bagian, profunda dan
superficial.Bagian superficial lebih besar, bagian profunda timbul dari sisi internal bagian
superficial, melalui celah antara otot mylohioid dan hioglosus sampai ke bagian bawah
lidah, berhubungan dengan ujung posterior kelenjar sublingual.Duktus kelenjar
submandibular muncul dari bagian internal kelenjar, bermuara di papilla di bawah lidah.
Arteri maksilaris eksternal melalui venter posterior otot digastrik dan fasies profunda
kelenjar submandibular menuju ke superior,mengitari margo inferior korpus mandibular, di
margo anterior otot maseter mencapai daerah muka. Nervus linguialis dari lateral menuju
medial melintasi bagian inferior duktus kelenjar submandibular memasuki lidah. Nervus
sublingualis melintasi fasies profunda venter posterior otot digastrik, bagian superficial
otot hioglosus, ke arah anterosuperior masuk lidah. Cabang mandibular nervus fasialis
sejak muncul dari trunkus servikofasialis, di inferior kelenjar parotis, fasies profunda otot
platisma melintasi vena fasialis posterior, di sekitar 1 cm dari angulus mandibular menuju
anterior, melintasi vena fasialis anterior dan arteri maksilaris eksternal dan menyebar di
bibir bawah.

2.2.3 Kelenjar Sublingual


Kelenjar sublingual berbentuk pipih panjang, terbentuk dari banyak kelenjar kecil,
terletak di area sublingual, ujung posteriornya berhubungan dengan perpanjangan kelenjar
submandibular.Duktus sublingual ada dua jenis, besar dan kecil.Kebanyakan adalah duktus
kecil, bermuara di mukosa bawah lidah, duktus besar mengikuti sisi medial badan kelenjar
mengikuti duktus submandibular dan keduanya kebanyakan bersatu bermuara di papilla di
bawah lidah.

2.2.4 Kelenjar Liur Minor


Palatum durum dan palatum mole mengandung konsentrasi kelenjar liur minor yang
terbanyak. Bagaimanapun kelenjar ini juga terletak di kavum oral, bibir, lidah dan
orofaring. Kelenjar liur minor bisa diidentifikasi dalam berkelompok seperti kelenjar
lingual anterior Blandin-Nuhn.
Kelenjar liur mengandung beberapa unit sekretori yang meliputi asinus di ujung
proksimal dan unit duktus distal. Unit duktus ini menggabungkan beberapa elemen duktus
yang mencapai hingga asinus: suktus striata dan duktus ekskretori. Sel-sel mioepitel
mengelilingi asinus dan mencapai hingga duktus intercalata. Sel-sel mioepitel ini

7
berkontraksi sehingga membolehkan sel glandular mengeluarkan sekresinya. Kelainan
benigna dari kelenjar liur mencakup kelainan produksi dan sekresi saliva.
Saliva diproduksi oleh sel-sel asinar yang berkelompok dan mengandung elektrolit,
enzim-enzim(ptyalin dan maltase), karbohidrat, protein, garam inorganik dan beberapa
faktor antimikroba. Kira-kira 500-1500mL saliva diproduksi oleh sel acinar setiap hari dan
ditransportasi lewat elemen duktus dengan kadar rata-rata 1mL per menit. Saliva manusia
secara umum adalah bersifat alkali.

2.2 .5 Fisiologi Kelenjar Saliva


2.2.5.1 Produksi Saliva
Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal oleh asinus dan
kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh duktus.Kelenjar saliva memiliki unit sekresi
yang terdiri dari asinus, tubulus sekretoridan duktus kolektivus.Sel-sel asini dan duktus
proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang berperan untuk memproduksi sekret. Sel
asini menghasilkan saliva yang akan dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus
interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus.
Kelenjar submandibula dan parotis mempunyai sistem tubuloasiner, sedangkan
kelenjar sublingual memiliki sistem sekresi yang lebih sederhana.Kelenjar parotis hanya
memiliki sel-sel asini yang memproduksi sekret yang encer, sedangkan kelenjar sublingual
memiliki sel-sel asini mukus yang memproduksi sekret yang lebih kental.Kelenjar
submandibula memiliki kedua jenis sel asini sehingga memproduksi sekret baik serosa
maupun mukoid.Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel asini yang
memproduksi kedua jenis sekret.

2.3. Anatomi Kelenjar Tiroid5


Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat
vascular.Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis
5 sampai vertebra thorakalis 1.Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia
cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh
isthmus.Beratnya kira-kira 25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu.Kelenjar tiroid sedikit
lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil.Lobus kelenjar tiroid seperti
kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago
thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2 cm.

8
Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa
orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo
trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya
berubah.

Gambar 4. Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago
krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea. Pada orang dewasa beratnya lebih kurang 18
gram.
Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan oleh
isthmus. Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih kurang 2 cm,
lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-
masing lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga
yang berisi koloid dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi
darah dari arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior.Arteri tiroidea superior
merupakan percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan
percabangan dari arteri subklavia.Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah
yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri.Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan
kolinergik.saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasal dari
nervus vagus.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit
kalsitonin.Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin dihasilkan

9
oleh parafolikuler.Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang
diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikomsumsi akan diubah menjadi
ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP
sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh
ATP- ase, ion klorat dan ion sianat.

2.4 Epidemiologi3
Benjolan pada leher umumnya terjadi pada dewasa usia rata-rata 40
tahun.3Penyebab paling banyak adalah pembengkakan yang berasal dari kelenjar tiroid,
Metastasis, kongenital dan inflamasi.Untuk kelenjar tiroid, 40% dari populasi dewasa rata-
rata dapat memiliki satu nodul atau multiple nodul pada tiroidnya.Kebanyakan terjadi pada
perempuan dan kebanyakan nodul tiroid adalah jinak. Insiden keganasan dari tiroid hanya
2-4%.6
Kebanyakan tumor pada kelenjar ludah bersumber dari kelenjar parotis dengan
khas painless salivary mass dengan presentasi 85%.Selanjutnya benjolan pada leher dapat
bersumber dari kelenjar submandibular dan kelenjar ludah inor dan sisanya sekitar 1%
berada pada sublingual. Sekitar 75-80% adalah tumor jinak yang tumbuh lambat, dapat
degerakan, tidak nyeri dan biasanya soliter.7
Metastasis tumor pada leher disesuaikan dengan asal infeksi dan aliran kelenjar
getah bening pada leher. Selain itu dapat disebabkan oleh limfadenitis pada kelenjar limfe
dileher dan penyakit keganasan pada kelenjar getah bening itu sendiri.4

2.5Etiologi4
Roseman membagi etiologi benjolan pada leher secara umum menjadi berikut.

10
•LImfadenitis •kistaTiroglosus
•Abses Leher dalam •Higroma

Infeksi dan
Kongenital
inflamasi

Tumor
Keganasan
JInak

•Nodul tiroid •ca tiroid


•Tumor Laring •LImfoma
•ca nasofaring

2.6 Mekanisme Timbulnya Benjolan pada Leher4


Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormon, neoplasma dan kelainan kongenital.Faktor-faktor ini bekerja
dengan caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan.Hal yang perlu ditekankan
adalah tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada
pada leher.Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma
dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan seperti itu
kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang bahkan kelenjar liur.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara
yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan
yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja
imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai
mekanisme infeksi.Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya
tidak menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun,
maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh

11
terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator
radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain.
Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan
meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini
mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi
dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan
tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan
berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya
untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrosit agar bisa mendapatkan nutrisi.
Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena
bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang
mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh
lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma di otot, sel limfoid,
tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan
metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi
sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal
ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya
benjolan pada jaringan.Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu
kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma
maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.

2.7 Diagnosis 4
Evaluasi dari benjolan pada leher harus didiagnosis dengan hati-hati dikarenakan
banyak terdapat diferensial diagnosis.Pertanyaan pada anamnesis sangat menunjang untuk
penegakan diagnosis.Contohnya, pasien muda lebih dipikirkan kearah kelainan kongenital
sementara yang dewasa lebih dipikirkan ke arah keganasan.
Durasi dari perkembangan masa harus di perhatiakan bahwa untuk keganasan
perkembanganya lebih cepat dari tumor jinak.Lokasi dari benjolan pada leher juga harus
diperhatikan sesuai dengan organ yang kira-kira merupakan asal dari benjolan pada
leher.Selain itu, pemeriksaan fisik yang benar juga harus dilakukan untuk menunjang

12
diagnosis.Jika ditemukan pasien dengan keluhan benjolan di leher, maka beberapa hal
yang perlu dilakukan pada pasien untuk mengarahkan diagnosis adalah sebagai berikut:

Pasien datang dengan


benjolan pada leher

Anamnesis Lengkap

• Tentukan onset
perkembangan masa
• Lokasi massa
• Faktor resiko infeksi dan
inflamasi
• Faktor resiko keganasan

Working Diagnosis Pemeriksaan fisik

• Perhatikan: simetris, perubahan kulit, tanda-


tanda trauma, pergerakan massa, bruit,
Pemeriksaan Penunjang perubahan suara
• Tentukan lokasi masa dan karakter fisiknya
• Biopsi • pemeriksaan seksama pada kgb leher, kulit,
• USG tiroid, kel. saliva, rongga mulut dan orofaring,
laring dan hipofaring, rongga hidung dan
• Foto polos nasofaring
• CT Scan
• Konsultasi bagian

Infeksi & Inflamasi

Kongenital

Diagnosis
Tumor Jinak

Keganasan

13
2.8 Diagnosis Banding

1. Abses Leher Dalam8


Abses submandibula
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada
daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu manifestasi yang ditimbulkan
oleh adanya infeksi padaleher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber
infeksi padaruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring,
dan kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga merupakan kelanjutan infeksi dari ruang
leher dalam lain seperti pada kasus abses peritonsil, abses parafaring, atau abses
retrofaring.

Patofisiologi
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga darimandibula, jika
apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus milohyoid.Infeksi dari gigi dapat
menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui
pinggir milohioid, posterior dariruang sublingual, periostitis dan melalui ruang
mastikor.Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagaikuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerobyang sering
ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, S treptococcus
Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp.Kuman anaerob yang sering
ditemukan pada abses leher dalamadalah kelompok batang gram negatif,
seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.

Gejala
Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismusakibat
keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh
lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi
didapatkan material yang bernanah atau purulen merupakan tanda khas. Angulus
mandibula dapat diraba.Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.

Penanganan
Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah :
1.Antibiotik (parenteral)

14
Sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus.Antibiotik spektrum luas
adalah pilihan terbaik. Secara empiris kombinasi Ceftriaxone dengan Metronidazole masih
cukup baik. Setelah hasil uji sensitivitas kultur pus telah didapat, pemberian antibiotik
dapatdisesuaikan.Antibiotik biasanya diberikan selama lebih kurang 10-14 hari.
2.Insisi abses
Dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yangdangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak absesdalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang
paling berfluktuasi atausetinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.Pasien dirawat
inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.

2. Limfadenitis Tuberkulosa9,10,11
Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening, sedangkan
limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil M. tuberculosis.Apabila peradangan terjadi pada
kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula.Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher
inilah yang biasanya paling sering terjadi. Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang
berarti pembengkakan kelenjar. Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh
perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasarnya atau terpajan langsung
melalui kontak dengan M.tuberculosis yang disebut denganscrofuloderma.

Patofisiologi
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan
TB ekstrapulmoner.TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan
TB pulmoner post-primer (sekunder). Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain
selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Organ ekstrapulmoner yang sering
diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih,
tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium.

Gejala
Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB
ekstrapulmoner.Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit
sistemik.Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang
lambat.Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi
adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien.Oleh

15
karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari
pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis.Durasi gejala
sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian
diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal
hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis.
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal
maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat
dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis
posterior dan yang lebih jarang di regio supraklavikular. Beberapa pasien dengan
limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat
badan, fatigue dan keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala
sistemik.

Penanganan
Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni
secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dengan
pembedahan, sedangkan terapi farmakologis memiliki prinsip dan regimen obatnya yang
sama dengan tuberkulosis paru. Pembedahan tidaklah merupakan suatu pilihan terapi yang
utama. Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan:
a. Biopsi eksisional: pada limfadenitis yang disebabkan oleh karenaatypical mycobacteria.
b. Aspirasi
c. Insisi dan drainase
Indikasi dilakukan pembedahan pada limfadenitis adalah ketika pusat radang
tuberkulosis sudah terdiri dari pengejuan dan dikelilingi jaringan fibrosa.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2011) mengklasifikasikan limfadenitis
TB ke dalam TB ekstra paru dan mendapat terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Kategori
I. Regimen obat yang digunakan adalah 2HRZE/4H3R3.Obat yang digunakan adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol.

3. Parotitis12,13
Parotitis adalah proses peradangan pada kelenjar parotis. Peradangan pada kelenjar
parotis dapat disebabkan oleh infeksi, autoimun, penyakit sistemik dan neoplasma. Infeksi
merupakan penyebab terjadinya inflamasi yang paling sering pada kelenjar parotis.

16
Patofisiologi
Infeksi bakteri
Parotitis supuratif akut adalah infeksi pada kelenjar parotis yang disebabkab oleh
bakteri. Penyakit ini biasanya timbul pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pasien
dengan dehidrasi, pasien dengan higienitas mulut yang buruk. Mulut yang kering akibat
menurunnya aliran saliva merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan menurunnya aliran saliva, misalnya pasien
yang megalami dehidrasi akibat suatu tindakan pasca operasi dengan tidak adekuatnya
hidrasi pada pasien tersebut.
Selain itu, beberapa obat juga dapat menyebabkan aliran saliva menurun, trauma pada
duktus parotis atau adanya penyebaran secara hematogen pada duktusnya. Bakteri
penyebab parotitis supuratif adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians,
Streptococcus pneumonia, Escherichia coli dan Haemophilus influenza.
Infeksi virus
Penyebab utama pada parotitis karena infeksi virus adalah mumps, yang disebabkan
oleh RNA virus grup paramyxovirus. Mumps adalah penyebab utama dari infeksi kelenjar
saliva, terutama kelenjar parotis. Setelah masuk melalui saluran respirasi, virus mulai
melakukan multiplikasi atau memperbanyak diri dalam selepithel saluran nafas,virus
kemudian menuju ke banyak jaringan serta menuju kekelenjar ludah dan parotis.
Virus lain yang dapat menyebabkan parotitis adalah Coxsackie A virus, Eechovirus,
Cytomegalovirus, Parainfluenza virus tipe 1 dan 2. Penyebaran virus pada organ-organ
lain dapat terjadi. Setelah virus bereplikasi di saluran pernapasan dan kelenjar getah
bening,dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain, termasuk selaput
otak, gonad, pankreas, payudara, tiroid, jantung, hati, ginjal dan saraf otak.

Gejala
Parotitis supuratif akut
Parotitis supuratif akut ditandai oleh nyeri yang timbul mendadak kemerahan,
pembengkakan daerah parotis dengan konsistensi lunak dan kadang tampak eksudat pada
mukosa pipi daerah muara duktus parotis. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu
tinggi, malaise, nyeri kepala serta adanya trismus.
Mumps
Mumps adalah penyebab utama pada parotitis. Gejala prodromal yang ditimbulkannya
adalah demam, malaise, nyeri kepala dan nyeri otot. Pembengkakan pada kelenjar parotis

17
unilateral didapatkan pada 20-30 % kasus dan 70 % kasus didapatkan pembengkakan
bilateral. Nyeri lokal yang hebat seperti pada saat membuka mulut,misalnya saat berbicara
atau makan juga dapat terjadi. Diagnosis mumps sering terlewatkan, 20 % dari kasus
adalah asimptomatik dan 40-50% kasus hanya terlihat gejala non spesifik atau hanya gejala
pernapasan, terutama sekali pada anak usia dibawah 5 tahun.
Parotitis kronis
Secara klinis, keadaan kronis ini memenuhi satu dari tiga kriteria. Pertama, adanya
episode berulang dari parotitis akut yang berhubungan dengan pembengkakan pada
kelenjar parotis namun dengan gejala klinis yang tidak terlalu nampak serta ukuran
kelenjar yang mengalami pembengkakan tidak sebesar pada parotitis akut. Kedua,
pembesaran kelenjar parotis dengan progresifitas yang lambat dengan episode periodik
parotitis akut. Ketiga, progresitifitas yang lambat disertai dengan rasa tidak nyeri pada
pembesarannya. Hal ini sering diragukan dengan suatu neoplasma.
Parotitis rekuren juvenile adalah suatu episode kambuh atau berulangnya inflamasi
pada kelenjar parotis yang berhubungan dengan non-obstruktif, yang biasanya terjadi pada
usia 3-6 tahun. Penyebab dari parotitis rekuren juvenile adalah keadaan-keadaan yang
mengakibatkan berkurangnya laju pada aliran saliva.

Penanganan
Penatalaksanaan pada mumps berupa terapi simptomatik yaitu analgetik dan
kortikosteroid serta tirah baring. Menurut departemen Kesehatan RI tahun 2007,
penatalaksanaannya adalah bed rest hingga suhu tubuh normal kembali. Makanan yang
dikonsumsi adalah cair dan lunak. Dapat digunakan obat kumur untuk membersihkan
selaput lendir mulut dan minum yang banyak untuk menghindari dehidrasi.
Pada parotitis supuratif akut, penatalaksanaannya meliputi terapi kausatif (bakteri
penyebab) dan rehidrasi untuk mencegah kekeringan mulut. Antibiotik resisten penisilinase
dimulai sambil menunggu hasil kultur. Koreksi terhadap dehidrasi dilakukan, kompres
hangat dan analgetik diberikan untuk terapi simptomatik dan higiene mulut harus
diperhatikan. Jika infeksi melanjut walaupun sudah dilakukan penatalaksanaan medis yang
adekuat, operasi untuk drainase mungkin diperlukan.

4. Kista Duktus Tiroglosus14,15


Benjolan kista duktus tiroglosus terdapat di sekitar os.hyoid, di garis tengah, dan ikut
bergerak waktu menelan atau pada penjuluran lidah.

18
Patofisiologi
Duktus yang menandai jaringan bakal tiroid akan bermigrasi dari foramen sekum di
pangkal lidah ke daerah di ventral laring dan mengalami obliterasi. Obliterasi yang tidak
lengkap akan membentuk kista. Kista terletak di garis tengah, di cranial atau kaudal dari
os. hyoid. Bila terletak di bagian depan tulang rawan dari os. hyoid mungkin tergeser
sedikit ke paramedian. Jika di tarik kearah kaudal, umumnya teraba atau terlihat sisa
duktus berupa tali halus di subkutis.

Gejala klinik
Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher, dapat di atas
atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di
tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah
digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan
atau menjulurkan lidah.Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih
besar.Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien mengeluh nyeri saat menelan dan
kulit di atasnya berwarna merah.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik yang harus dipikirkan pada setiap
benjolan di garis tengah leher. Untuk fistula, diagnosis dapat ditegakkan menggunakan
suntikan cairan radioopak ke dalam saluran yang dicurigai dan dilakukan foto Rontgen.

Penanganan
Kelainan ini ditangani dengan ekstripasi seluruh kista dan duktus. Biasanya os hyoid
harus dibelah dulu karena duktus sering menembus os. hyoid. Kista harus diekstripasi
dengan seluruh sisa duktus sampai ke foramen sekum. Jika ada sisa duktus tertinggal, akan
terbentuk fistel di luka operasi setelah beberapa waktu.

5. Higroma Kistik8,15
Higroma kistik dapat terjadi baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan dengan
frekuensi yang sama. Kebanyakan higroma kistik terdapat didaerah leher. Higroma kistik
berasal dari sistem limfe sehingga secara patologi-anatomi lebih tepat disebut limfangioma
kistik.

19
Patofisiologi
Terbentuknya higroma kistik biasanya disebabkan karena anyaman pembuluh limfe
yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh vena mengalami dilatasi dan bergabung
membentuk jala yang di daerah tertentu akan berkembang menjadi sakus limfatikus. Pada
embrio usia dua bulan, pembentukan sakus primitif telah sempurna. Bila hubungan saluran
kearah sentral tidak terbentuk maka timbulah penimbunan cairan yang akhirnya
membentuk kista berisi cairan. Kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti ke jaringan
sublingualis di mulut.

Gejala
Keluhan pada higroma kistik berupa adanya benjolan di leher yang telah lama atau
sejak lahir tanpa nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol,
dan lunak. Permukaannya halus, lepas dari kulit, dan sedikit melekat pada jaringan dasar.
Kebanyakan terletak di region trigonum posterior koli. Sebagai tanda khas, pada
pemeriksaan transiluminasi positif tampak terang sebagai jaringan kistik. Benjolan ini
jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar karena radang dan
menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran napas seperti trakea,
orofaring, maupun laring.

Penanganan
Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan dimaksudkan untuk mengambil
keseluruhan masa kista. Tetapi bila tumor besar dan telah menyusup ke organ penting
seperti trakea, esophagus, atau pembuluh darah, ekstirpasi total sulit dikerjakan. Maka
penanganannya cukup dengan pengambilan sebanyak-banyaknya kista. Kemudian pasca
bedah dilakukan infiltrasi bleomoson subkutan untuk mencegah kekambuhan.

20
gambar 5. Higroma kistik

6. Nodul Tiroid16
Terminologi nodul tiroid mengacu pada setiap pertumbuhan abnormal yang
membentukmassa pada kelenjar tiroid. Penyakit nodul tiroid umum ditemukan di
masyarakat. Risiko untuk mengalami nodul tiroid diperkirakan sebesar 5-50 % bergantung
pada sensitivitas metode yang digunakan dan populasi yang diteliti. Nodul tiroid lebih
sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Prevalensi nodul tiroid meningkat secara
linier dengan penambahan usia, pajanan sinar radiasi pengion, dan defisiensi iodium.

Etiologi
Nodul tiroid sebagian besar berupa neoplasma jinak. Jenis tersering dari nodul
tiroid adalah nodul koloid dan neoplasma follikuler. Nodul yang memproduksi hormon
tiroid melebihi kebutuhan tubuh disebut autonomous nodule, hal ini akan bermanifestasi
menjadi keadaan hipertiroidisme, seperti pada penyakit Graves. Pada Grave’s disease dapat
ditemukan pembesaran kelenjar tiroid dengan permukaan yang rata. Sedangkan jika nodul
terisi cairan atau darah disebut sebagai kista tiroid.
Penyebab sebagian besar nodul tiroid belum dapat diketahui. Seorang pasien
dengan sindrom hipotiroidisme biasanya disertai dengan nodul tiroid, hal ini biasanya
disebabkan oleh penyakit inflamasi Hashimoto’s disease. Defisiensi yodium dalam diet
sehari-hari dapat menyebabkan kelenjar tiroid membentuk nodul.

Gejala
Pada umumnya nodul tiroid bersifat asimtomatik ketika nodul tersebut pertama
kali ditemukan. Umumnya, pasien dengan nodul tiroid datang berobat karena keluhan
21
kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan
struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini juga ditemukan pada tiroiditis
kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila
timbul perdarahan di dalam nodul.

Penanganan
Setiap nodul tiroid yang dicurigai mengandung sel-sel kanker harus ditatalaksana
secara pembedahan oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Prosedur pembedahan
kelenjar tiroid dinamakan tiroidektomi. Sebagian besar keganasan tiroid dapat
disembuhkan dan jarang mengancam kehidupan. Setiap nodul tiroid yang tidak
dihilangkan harus dievaluasi secara teliti, melalui pemeriksaan nodul setiap 6-12 bulan
atau diobati dengan preparat levotiroksin untuk menekan pertumbuhan nodul. Pada kasus
nodul tiroid dengan gejala hipertiroidisme, pemberian preparat yang dapat menghambat
aktivitas hormon tiroid dapat diberikan.

7. Tumor Laring8,16
Dibagi dalam tiga macam yaitu supraglotik, glotik, dan infraglotik. Pada tumor yang
supraglotik termasuk permukaan posterior epiglottis, plika ariepiglotik, dan plika
ventrikularis. Pada tumor yang glotik termasuk korda vokalis, komisura anterior dan
posterior, sedangkan pada karsinoma infraglotik termasuk jaringan di bawah korda vokalis
sampai tepi bawah krikoid.

Gambaran klinik
Suara parau merupakan gejala utama yang sering terdapat pada tipe supraglotik.
Dispnoe merupakan keluhan dan tanda bila tumor mulai menutup plika vokalis. Disfagia,
batuk darah, stridor, foeter ex ore, dan benjolan di leher karena penyebaran limfogen
merupakan gejala dan tanda lanjut. Diagnosis ditegakkakan melalui pemeriksaan
laringoskopi dengan biopsi.

Penanganan
Radioterapi dilakukan pada stadium T1-T2 tipe glotik dan supraglotik bila pita suara
masih bergerak. Radioterapi juga diberikan sebagai terapi adjuvant setelah laringektomi
total kuratif mengakibatkan penderita kehilangan suara selamanya.

22
Kordektomi merupakan tindakan bedah terbatas yang dianjurkan pada stadium Tis,
dan stadium T1 di pita suara. Laringektomi parsial merupakan operasi terbatas yang dapat
dilakukan pada tumor yang terbatas di supraglotik atau bilamana hanya satu sisi laring
yang terserang.

8. Karsinoma Tiroid16,17
Karsinoma tiroid timbul dari sel folikel. Kebanyakan keganasan di kelompokan
sebagai jenis karsinoma tiroid berdiferensiasi, yang menisfestasi sebagai bentuk papiler,
folikuler, atau campuran. Jenis keganasan tiroid yang lain adalah karsinoma medularis
yang berasal dari sel farafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin (APUO-oma).
Karsinoma tiroid agak jarang di dapat yaitu sekitar 3-5% dari semua tumor maligna.
Karsinoma torid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda (7-20 tahun) dan
usia setengah baya (40-60 tahun). Insidens pada pria adalah sekitar 3/100.000/tahun dan
wanita sekitar 8/100.000/tahun. Radiasi merupakan salah satu faktor resiko yang
bermakna. Bila radiasi tersebut terjadi pada usia lebih dari 20 korelasinya kurang
bermakna.

Patologi
 Adenokarsinoma Papilare
Adenokarsinoma papiler adalah jenis keganasan tiroid yang paling sering di temukan
(50-60%). Kebanyakkan sudah disertai pembesaran kelenjar getah bening pada waktu
penderita pertama kali datang memeriksakan diri. Karsinoma ini merupakan kersinoma
tiroid yang paling kronik dan yang mempunyai prongnosa paling baik diantara karsinoma
tiroid yang lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40
tahun, wanita dan jenis histologik papilare, penyebaran limfogennya tidak terlalu
mempengaruhi prognosisnya. Faktor prognosis kurang baik dalah usia diatas 45 tahun dan
serta tumor tingkat T3 dan T4. Tumor ini jarang bermetastasis secara hematogen, tetapi
pada 10% kasus terdapat metastasis jauh.
Pada anamnesis di temukan keluhan tentang adanya benjolan pada leher bagian depan.
Benjolan tesebut mungkin di temukan secara kebetulan oleh penderita sendiri atau oleh
orang lain. Kadang terdapat pembesaran kelenjar getah bening di leher bagian lateral, yaitu
penyebaran getah bening yang dahulu dikenal sebagai tiroid aberans. Tumor primer
biasanya tidak dikeluhkan dan tidak dapat di temukan secara klinis. Bila tumornya cukup
besar, akan timbul keluhan karena desakan mekanik pada trakea dan esofagus, atau hanya

23
timbul rasa mengganjal di leher. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tumor biasanya dapat
diraba dengan mudah, dan umumnya dapat pula di lihat. Yang khas untuk tumor tiroid
adalah tumor ikut dengan gerakan menelan.

Penanganan
Pengobatan dengan radioaktif tidak memberi hasil karena adenokarsinoma papilare
pada umumnya tidak menyerap yodium. Pascatirodektomi total ternyata yodium dapat
ditangkap oleh sel anak sebar tumor papiler tertentu sehingga pemberian pada keadaan itu
yodium radioaktif bermanfaat. Radiasi ekstern dapat diberikan bila tidak terdapat fasilitas
radiasi intern. Metastasis ditanggulangi secara ablasio radioaktif.

 Adenokarsinoma folikuler
Adenokarsinoma folikuler meliputi sekitar 25% keganasan tiroid dan didapat terutama
pada wanita setengah baya. Kadang ditemukan tumor soliter besar di tulang seperti di
tengkorak dan humerus, yang merupakan metastasis jauh dari adenokarsinoma folikuler
yang tidak di temukan karena kecil dan tidak bergejala.

Penanganan
Dilakukan dengan cara tiroidektomi total. Karena sel karsinoma ini menangkap
yodium, maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan. Bila masih ada tumor yang
tersisa maupun yang terdapat metastasis, maka dilakukan pemberian yodium radioaktif ini.
Radiasi ekstern untuk metastasis ternyata memberi hasil yang cukup baik.

 Adenokarsinoma meduler
Adenokarsinoma meduler meliputi 5-100% keganasan tiroid dan berasal dari sel para
folikuler, atau sel C yang memproduksitirokalsitonin. Kadang di hasilkan pula CEA
(carsino embryonic antiagen). Tumor adenokarsinoma meduler berbatas tegas dan keras
pada peraabaan. Tumor ini terutama terdapat pada usia di atas 40 tahun tetapi juga di
temukan pada usia yang lebih muda bahkan pada anak, dan biasanya disertai gangguan
endokrin lainnya. Pada sindrom sipple (multiple endocrine neopleasia IIa/MEN IIa)
ditemukan kombinasi adenokarsinoma meduler, feokromositoma, dan hiperparatiroid,
sedangkan pada MEN IIb disertai feokromositoma dan neuroma submukosa. Bila di
curigai adanya adenokarsinoma meduler maka dilakukan pemeriksaan kadar kalsitonin
darah sebelum dan sesudah perangsangan dengan suntikan pentagastrin atau kalsium.

24
Penanganan
Penanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian yodium radioaktif juga
tidak akan memberi hasil karena tumor ini berasal dari sel C sehingga tidak menangkap
dan menyerap yodium.

 Adenokarsinoma anaplastik
Adenokarsinoma anaplastik jarang ditemukan dibandingkan dengan karsinoma
berdeferensi baik, yaitu sekitar 20%. Tumor ini sangat ganas, terdapat terutama pada usia
tua, dan lebih banyak pada wanita. Sebagian tumor terjadi pada struma nodosa lama yang
kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering disertai nyeri dan nyeri ahli ke daerah
telinga dan suara serak karena infiltrasi ke n. rekurens. biasanya waktu penderita datang
sudah terjadi penyusupan ke jaringan sekitarnya seperti laring, faring dan oesofagus
sehingga prognosisnya buruk. Pada anamnesis ditemukan struma yang telah di derita
cukup lama dan kemudian membesar dengan cepat. Bila disertai dengan suara parau, harus
dicurigai keras terdapatnya karsinoma anaplastik. Pemeriksaan penunjang berupa foto
roentgen toraks dan seluruh tulang tubuh dilakukan untuk mencari metastasis ke organ
tersebut. Prognosis tumor ini buruk dan penderita biasanya meninggal dalam waktu enam
bulan sampai satu tahun setelah diagnosis.

Penanganan
Pembedahan biasanya sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga hanya dapat
dilakukan biopsi insisi untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu-satunya terapi yang bisa
diberikan adalah radiasi eksterna.

gambar 6. karsinoma tiroid

25
9. Limfoma18,19
Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit
Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LMNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal
dari sel retikulum. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit
ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut.
Limfoma non Hodgkin pada dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.
Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin
timbul dari kelenjar limfe, hanya10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe.
Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan
limfatik di luar kelenjar.

Limfoma Hodgkin18
Etiologi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit
Hodgkin berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi
abnormal. Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed
Sternberg yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel
abnormal ini tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari
infeksi maupun penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini
menyebabkan terbentuknya massa dari jaringan yang disebut tumor.
Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit
Hodgkin dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali
ditemukan pada nodus limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan
rongga thoraks dan rongga abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat
ditemukan di kumpulan nodus limfatikus.
Gejala
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila
ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam,
keringat dan gatal.Pada pemeriksaan fisik, Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang
tidak nyeri dapat ditemukan di leher terutama supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%),
dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal (6-20%) dengan konsistensi kenyal sepert

26
karet. Terkadang dapat ditemukan pembesaran hepar dan lien. Pemeriksaan THT perlu
dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut terlibat. Sindrom vena
cava superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfadenopati mediastinal.
Penanganan
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan multidisiplin
segera setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan diantaranya
adalah umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan
yang diberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka panjang,
dengan disease free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling
rendah. Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja
kadang-kadang dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas.
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin,
prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD),
siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya
yang digunakan.

Linfoma non Hodgkin19


Etiologi
Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LMNH dapat
disebabkan oleh abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus.
Translokasi kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam
patogenesis limfoma, dan berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi
t(14;18)(q32;q21) adalah translokasi kromosomal abnormal yang paling sering
dihubungkan dengan LMNH. Beberapa infeksi virus berperan dalam patogenesis LMNH,
seperti virus Epstein Barr yang merupakan penyebab paling sering pada limfoma
Burkitt,limfoma pada pasien dengan imunocompremised dan penyakit Hodgkin
Gejala
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu
tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar
secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah
bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Selain itu dapat ditemukanadanya massa abdominal dan intrathorakal (massa
mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada anak yang lebih
besar massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada limfoma

27
limfoblastik sel T. Gejala yang menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas,
pembengkakan daerah leher, muka, dan sekitar leher akibat adanya obstruksi vena cava
superior.
Pembengkakan kelenjar limfe (limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi
leher, supraklavikula atau aksiler, tetapi jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran
kelenjar limpa dan hati menunjukkan adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali
pasien menunjukkan gejala-gejala leukemia limfoblastik akut, jarang sekali melibatkan
gejala susunan saraf pusat, kadang-kadang disertai pembesaran testis.
Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif,
dengan gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan. Gambaran
laboratorium biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH dan asam urat yang
meningkat sebagai akibat adanya tumor lisis maupun adanya nekrosis jaringan.
Penanganan
Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali disertai
dengan berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan secepatnya. Sebelum
pengobatan dengan kemoterapi harus diperhatikan terlebih dahulu keadaan sistemik dari
pasien.
Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif
stadium dini adalah kemoterapikombinasi, dengan lebih dari satu obat kemoterapi yang
diberikan, biasanya bersama dengan steroid, seperti prednisolon. Di kebanyakan negara,
diberikan antibodi monoklonalrituximab dalam kombinasi dengan kemoterapi sebagai
terapi standar.Radioterapi terkadang diberikan setelah kemoterapi. Pengobatan stadium
dini (stadium I dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat mencapai kesembuhan atau
remisi pada sekitar 80% pasien.
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada stadium lanjut
(stadium III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan ataupun tanpa antibodi
monoklonal. Meski demikian, kemoterapi kadang-kadang diberikan lebih lama daripada
pada penyakit stadium awal dan mungkin juga diberikan radioterapi.

10. Karsinoma Nasofaring20


Kejadiannya lebih dari separuh kejadiaan semua karsinoma di daerah leher dan kepala.
Insidens yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan, dan virus
Epstein-Barr (EBV).

28
Patofisiologi
Infeksi laten EBV sangat penting dalam perkembangan menuju displasia yang berat
pada karsinoma nasofaring. Seperti yang ditemukan pada keganasan umumnya, terdapat
beberapa tahap gambaran histologi yang mencerminkan perubahan genetik pada karsinoma
nasofaring. Displasia merupakan lesi awal yang dapatterdeteksi, diikuti dengan perubahan
progresif yang terus berlanjut yang berlangsung secara tidak terkontrol, yang diperkirakan
dipengaruhi oleh beberapa karsinogen lingkungan. Hal ini berkaitan dengan kehilanganalel
pada lengan pendek kromosom 3 dan 9 yangmenyebabkan inaktivasi beberapa tumor
suppressor genes,terutama p14, p15, dan p16. Karsinogen yang berkaitan secara pasti
belum ditemukannamun terdapat hubungan antara konsumsi ikan asin padamasyarakat
Cina dan makanan asin lain denganperkembangan karsinoma nasofaring.

Gambaran klinik
Kadang hanya ada keluhan ringan seperti nyeri kepala atau pendengaran kurang,
bahkan sering tidak ada kelhan sama sekali sehingga metastasis di leher merupakan tanda
pertama. Gejala dan tanda yang mungkin didapat adalah epistaksis, tinnitus dan tuli. Tidak
jarang penderita datang dengan keluhan juling dan bengkak leher bagian kranial bilateral.
Bila penyakit telah lanjut keluhan berupa rinolalia, eksoftalmus dan trismus. Pada leher
bagian cranial terdapat benjolan medial terhadap m. sternokleidomastoideus yang akhirnya
membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Tanda neurologis sering muncul berupa
paresis atau paralysis dari saraf II, IV, V, dan VI (sindrom petrosfenoidal) karena tumor ini
berada di daerah keluarnya saraf tersebut serta saraf otak lain dari dasar tengkorak.
Gangguan saraf IX, X, XI, XII, serta saraf simpatis servikal disebut sindrom parafaringeal.
Infiltrasi pada saraf simpatis di leher menimbulkan sindrom Horner seperti miosis,
enoftalmus dan ptosis.

Penanganan
Radioterapi diberikan berupa penyinaran leher kiri dan kanan karena umumnya
penyebaran terjadi bilateral. Terapi adjuvant berupa kemoterapi dapat menghasilkan
perbaikan yang berarti untuk waktu yang terbatas.

11. Neoplasma Sekunder (Tumor Metastasis)


Mungkin karena sangat vaskularitas, metastasis timbul dalam thyroidea dan dalam
kebanyakan kasus timbul dari hipernefroma. Melanoma, karsinoma pankreas serta tumor
bronkus dan gastrointestinalis kadang-kadang bermetastasis ke thyroidea.

29
Gejala dari metastasis ini biasanya ditutupi oleh tumor primer dan timbunan sekunder
lain serta penyakit primer dan timbunan sekunder lain serta penyakit thyroidea biasanya
mempunyai akibat yang kecil. Metastasis tumor di kelenjar limfe leher barasal dari
karsinoma di kepala atau leher seperti karsinoma nasofaring, tiroid, tonsil, lidah, sinus
maksilaris, dan kulit kepala. Kelenjar supraklavikular menerima metastasis melalui duktus
torasikus, terutama dari karsinoma lambung, ovarium, dan bronkus. Kelenjar teraba keras,
tidak nyeri, mulanya soliter, kemudian dapat multiple unilateral atau bilateral, dan bila
berlanjut akan melekat dengan jaringan sekitar. Bila saling melekat akan terjadi massa
yang massif dan sulit digerakan dengan tanda penekanan ke sekitarnya, misalnya sesak
nafas, disfagia, bendungan vena, dan paresis pleksus serviobrakialis.
Diagnosis ditegakkan melalui biopsi kelenjar dan dengan mencari tumor primernya
yang kadang tersembunyi. Kebanyakan kasus dari tumor metastasis di leher, yang tumor
primernya tersembunyi maka terapi yang terbanyak adalah operatif sebagai permulaan
suatu management yang terbaik. Kesimpulan ini juga dibuat dengan indikasi tumor masih
operable, terletak didaerah leher, dan secara histologi, tumor termasuk dalam grade I-II.

30
BAB III

PENUTUP

Benjolan pada leher merupakan salah satu keluhan yang dapat membawa pasien
mencari pertolongan tenaga medis. Benjolan pada leher berkaitan erat dengan organ-organ
yang berada pada leher seperti kelenjar tiroid, kelenjar saliva, dan kelenjar limfe. Etiologi
dari benjolan pada leher berhubungan dengan infeksi dan inflamasi, kelainan kongenital,
tumor jinak maupun tumor ganas pada organ-organ tersebut. Penegakan diagnosis dapat
dilakukan dengan anamnesis yang cermat dan pemeriksaan fisik yang tepat.

Penyakit-penyakit yang terkait dengan benjolan pada leher antara lain. Infeksi dan
inflamasi seperti Limfadenitis dan Abses Leher dalam. Penyakit Kongenital dapat berupa
kistaTiroglosus dan Higroma. Keganasan dapat berupa, Limfoma dan Ca nasofaring.
Untuk tumor jinak dapat berupa kelainan pada kelenjar limfa, nodul tiroid dan tumor laring

Pada umumnya, penatalaksanaan adanya benjolan di leher adalah pembedahan.


Namun, pembedahan dapat dilakukan jika memenuhi indikasi yang ada pada tiap penyakit
atau jenis dari benjolan. Tata laksana konseravtif dapat diberikan sebelum dan atau
sesudah pembedahan, tergantung macam dari pembedahan, begitu pula prognosisnya.
Untuk penyakit yang dicurigai infeksi dan inflamasi dapat dilakukan pemberian antibiotic
yang adekuat

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N. Sistem aliran limfe leher dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Leher. 5th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI; 2001. p. 137-42
2. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Anamnesis dan Pemeriksaan Kepala dan Leher
dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC; 1997. p. 3,23
3. Trites, Jonathan. Approach to the neck mass. Update in Gneral Surgery. 2008
4. Roseman, Barry. Neck mass.ACS surgery.Principles and Practice. BC Decker Inc.
2008
5. Sudoyo AR, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. p. 32-3
6. Kelley DJ. Thyroid. Evaluation of Solitary Thyroid Nodule. Medscape, Dec 2011
7. Salivary Glad Tumor.Diunduh pada 4 Desember 2014 dari
http://www.merckmanuals.com/professional/ear_nose_and_throat_disorders/tumors
_of_the_head_and_neck/salivary_gland_tumors.html. 2008
8. Efiaty AS, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2012.
9. PDPI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2011.
10. World Health Organization. Global Tuberculosis Control. Geneva : World Health
Organization. 2010.
11. Mohapatra, Prasanta R,Janmeja, Ashok K. Tuberculous Lymphadenitis. India :
Journal of The Association of Physicians of India. 2009
12. Cohen JI. Massa Jinak Leher. Dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6, Alih
Bahasa: Wijaya C. Jakarta : EGC, 2008; Hal. 415-21.
13. Washington State Departemen Of Health. Mumps: Reporting and Surveilance
Guideline. 2011. p.1-14
14. Spencer WR, Josephsons JS. Thyroglossal duct cyst: the New York Eye and Ear
Infirmary experience and a literature review. Ear Nose Throat J 2008; 77:642.

32
15. Tewfik LT, Yoskovitch A eds. Cogenital Malformation, Neck. eMedicine
Otolaryngology and Facial Plastic Surgery. Update: October 21, 2008.
emedicine.medscape.com.
16. Grace Pierce A, Borley Niel R. Benjolan Leher dan Keganasan Tiroid. At a
Glance, Ilmu Bedah, Erlangga. 2006. Hal: 10 & 134
17. Subekti, Imam. Karsinoma Tiroid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Hal: 1959
– 1963
18. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi
Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
19. Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-83.
20. Firdaus MA, Prijadi J. Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma Nasofaring.
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2009.

33

Anda mungkin juga menyukai