Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Bismillahhirohmanirrohim,
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ”ILMU
KEPERAWATAN DASAR 1” dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini, tidak lepas dari
dorongan dan bantuan berbagai pihak.Untuk itu penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1. Drs. H. Turmin, B.Sc, selaku Ketua Pengurus Yayasan Indra Husada
Indramayu.
2. Heri Sugianto, S.KM,.M.Kes selaku Ketua STIKes Indramayu.
3. M. Saefulloh, S.Kep.,Ns..M.Kep selaku Ketua Prodi Ilmu Kesehatan STIkes
Indramayu.
4. Seluruh dosen dan staf karyawan STIKes Indramayu.
5. Rekan – rekan seperjuangan.
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata pelajaran ilmu
keperawatan dasar 1 semester I dengan harapan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan para pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, tidak lepas dari dorongan
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing (M. Saefulloh) dan teman-teman dari penulis.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat diharapkan dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan makalah ini, sehingga
Insya Allah dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.
MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR 1

Disusun oleh :
Amelia Apriani
Ester Mega h.s.
Ibnu Jiddi Ibtigoh A.
Nova Puspita Dewi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDRAMAYU
2016
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………..i

Daftar Isi…………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….iii

a. Latar Belakang…………………………………………………..iii
b. Rumusan Masalah………………………………………………iii
c. Tujuan…………………………………………………………...iii
d. Manfaat………………………………………………………….iii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….iv

Definisi…………………………………………iv

Etiologi…………………………………………v

Ptofisiologi……………………………………...vii

Penatalaksanaan………………………………..vii

BAB III PEMBAHASAN……………………..xi

a. Kasus……………………………………..xi
b. Tinjauan Kasus…………………….xi
c. Pembahasan Penyelesaian……………..xii

BAB IV PENUTUP…………………..xiii

a. Kesimpulan………………..xiii
b. Saran…………………………….xiii

Daftar Pustaka…………………………..xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing manis adalah kelainan metabolic yang disebabkan oleh banyak faktor seperti
kurangnya insulin atau ketidakmampuan tubuh untuk memanfaatkan insulin (insulin
resistance), dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan
metabolismekarbohidrat, lemak dan protein.
Penyakit COPD itu merupakan penyakit kronis paru-paru yang disebabkan oleh
kerusakan paru-paru yang tidak bisa lagi disembuhkan. Penyakit ini sangat erat
hubungannya dengan asap rokok yang dihirup baik oleh perokok ataupun orang yang
disekitarnya yang juga menghirup asap rook tersebut secara berkepanjangan, adapun
gejalanya meliputi : sesak nafas terutama setelah berolahraga ataupun saat sedang
beristirahat, batuk berdahak, dll.
CHF atau gagal jantung kongestif merupakan kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gagal jantung juga memrupakan
sindrom klinik yang ditandai dengan sesak nafas dan kelelahan (saat beristirahat atau
beraktivitas)yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.

1.2 Rumusan Masalah


1. apa definisi, etiologi, patofisiologi dan penatalaksanaan dari diabetes
mellitus?
2. apa definsi, etiologi, patofisiologi dan penatalaksanaan dari COPD?
3. apa definisi, etiologi, patofisiologi dan penatalaksanaan dari CHF?
4. bagaimana sikap perawat dalam menangani kasus tersebut?

1.3 Tujuan
Untuk mengambil keputusan yang berdasarkan ilmu / kode etik perawat pada
pasien dengan gangguan komplikasi Diabetes Mellitus, COPD, CHF.

1.4 Manfaat
Supaya kita sebagai perawat itu tau apa yang harus dilakukan apa bila
mengalami dilema etik , berdasarkan ilmu pengetahuannya terhadap penyakit tersebut
dan berdasarkan pengetahuannya terhadap apa saja kode etik perawat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

2.1.1 Diabetes mellitus


merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.glukosa dibentuk
dihati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang
diproduksi pancreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan
mengatur produksi dan penyimpananya.
Ada beberapa tipe diabetes militus yang berbeda penyakit ini
dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi
diabetes yang utama adalah :
 Tipe I:diabetes militus tergantung insulin (insulin dependent
diabetes mellitus[IDDM])
 Tipe II :diabetes mellitus tidak tergantung insulin (non-insulin-
dependent diabetes mellitus[NIDDM]) diabetes mellitus yang
berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya diabetes
mellitus gestasional (gestational diabetes mellitus[GDM])

2.1.2 Chronic obstructive pulmonary diseases (COPD)


merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD
adalah asma bronkial, bronchitis kronis dan emfisema paru-paru. Sering juga
penyakit-penyakit ini disebut dengan chronic airflow limitation (CAL) dan
chronic obstructive lung diseases (COLD).
 ASMA BRONKIAL merupakan suatu gangguan pada saluran
bronchial yang mempunyai cirri bronkospasme periodic (kontraksi
spasme pada saluran nafas) terutama pada percabangan trakeobronkial
yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor
biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
 BRONKITIS KRONIS merupakan radang mendadak pada bronkus
yang biasanya mengenai trakea dan laring, sehingga sering disebut
juga dengan laringotrakeobronkitis.
 EMFISEMA PARU menurut WHO merupakan tujuan gangguan
pengembangan paru yang ditandai dengan pelebaran ruang udara
didalam paru-paru disertai destruksi jaringan.

2.1.3 Congestive heart failure (CHF) atau gagal jantung kongestif


gagal jantung berkembang saat jantung tidak dapat secara efektif
mengisi atau berkontraksi cukup kuat agar dapat berfungsi sebagai sebuah
pompa untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

2.2. Etiologi

2.2.1 Etiologi diabetes

Diabetes tipe I

Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas.


kombinasi faktor genetic, imunologi dan mungkin pula lingkungan (
misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

Faktor-faktor genetik. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes


tipe I itu sendiri; tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. kecenderungan genetic ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antingen HLA (human leulcocyte antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya. 95% pasien berkulit putih (Caucasian)
dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau
DR4). Resiko diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada
individu yg memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Resiko tersebut
meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe
HLA DR3 maupun DR4 ( jika dibandingkan dengan populasi umum).

Faktor-faktor imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya


suatu respon otoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Otoantibodi terhadap sel-sel langerhans dan insulin endogen (internal)
terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum
timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I . Riset dilakukan untuk
mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit
pada pasien diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien
pradiabetes (pasien dengan antibody yang terdeteksi tetapi tidak
memperlihatkan gejala klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek
protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.

Faktor-faktor lingkungan. Penyelidikan juga sedang dilakukan


terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi
sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.interaksi antara faktor-faktor genetic, imunologi dan
lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset
yang terus berlanjut meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta
tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetic
merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe I
merupakan hal secara umum dapat diterima.

Diabetes tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan
memenggang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
tipe II.
Faktor- faktor ini adalah:
usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
obesitas
riwayat keluarga
kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli Amerika
tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II
dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika).
2.2.2 Etiologi COPD

Emfisema

1. merokok
2. keturunan
3. infeksi
4. hipotesis Elastase-Antielastase

Asma Bronkhial

1. allergen
2. infeksi saluran pernafasan
3. tekanan jiwa
4. olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
5. obat-obatan
6. polusi udara
7. lingkungan kerja

Bronchitis kronis
1. infeksi
2. alergi
3. rangsangan seperti asap yang berasal dari pabrik

2.3 Patofisiologi

2.3.1 Patofisiologi diabetes

Diabetes tipe I. pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemia – puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan)

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yauitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat oleh reseptor khusus pada
permukaaan sel. Sebagai akibat terikatnya dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.

2.3.2 patofisiologi COPD

Obstruksi jalan nafas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam


bergantung pada penyakit. Pada bronkitis kronis terjadi penumpukan lendir
dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas. Pada
emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi
akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang
udara dalam paru. Pada asma, jalan nafas bronchial menyempit dan
membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru. Protocol pengobatan
tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari
masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.

2.3.3 patofisiologi CHF

Ketika jantung mulai gagal, mekanisme diaktifkan untuk mengkompensasi


utama adalah:

1. mekanisme franek-starling
2. respons neuroendokrin termasuk aktivasi sistem saraf simpatis dan RAAS
3. hipertrofi miokardium.

2.4 Penatalaksanaan

Diabetes Mellitus

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadr
glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktivitas pasien.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

1. diet
2. latihan
3. pemantauan
4. terapi (jika diperlukan)
5. pendidikan

penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan terjadinya perubahan


pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya disamping karena berbagai
kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan oleh riset. Karena itu,
penatalaksanaan diabetes mellitus meliputi pengkajian yang konstan dan modifikasi
rencana penanganan oleh profesi kesehhatan disamping penyesuaian terapi oleh
pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan
terrsebut, namun pasienn sendiriilah yang harus bertanggung jawabdalam
pelaksanaan terapiyang kompleks itu setiap harinya. Karena alasan ini, pendidikan
pasien dan keluarganya dipandang sebagai komponen yang penting dalam menangani
penyakit diabetes, sama pentingnya dengan komponen lain pada terapi diabetes.

COPD

Asma bronchial

Prinsip-prinsip piñata pelaksanaan asma bronchial adalah sebagai berikut

a. diagnosis status asmatikus. Fakta penting yang harus diperhatikan


1. saatnya serangan
2. obat-obatan yang telah diberikan
b. pemberian obat bronkodilator
c. penilaian terhadap perbaikan serangan
d. pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
e. penatalaksanaan setelah serangan mereda
1. cari faktor penyebab
2. modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.

Bronchitis kronis

Penatalaksanaan bronchitis dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah


timbulnyaa penyulit. Meliputi :

- edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali


gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan bronchitis kronis.
- Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
- Rehabilitasi medic untuk mengoptimalkan fungsi pernafasan dan mecegah
kekambuhan. Diantaranya dengan olahraga sesuai usia dan kemampuan,
istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.
- Oksigenasi (terapi oksigen)
- Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan
- Antibiotika.

Emfisema paru

Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah meningkatkan kualitas hidup,


memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran nafas
agar tidak terjadi hipoksia pendekatan tetapi mencakup :

a. pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas


b. mencegah dan mengobati infeksi;
c. tehnik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
d. memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernafasan yang adekuat
e. lingkungan psikologis
f. edukasi dan rehabilitasi klien

jenis obat yang diberikan berupa :

1. bronkodilators
2. terapis aerosol
3. terapi infeksi;
4. kortikosteroid, dan
5. oksigenasi

CHF

Prinsip pelaksanaan gagal jantung

- menurun kerja jantung


- meningkatkan curah jantung
- kontraktilitas miokard

tirah baring

dengan kinaktivitas (tirah baring) diharapkan kebutuhan pemompaan jantung


diturunkan. Tirah baring merupakan bagian penting dari pengobatan gagal jantung
kongestif.

Obat yang perlu diberikan :


1. diuretic
2. digilatis
3. dopamine
4. obat lain : morfin
5. obat lain : nitrat dan fasodilator

BAB III

PEMBAHASAN
KASUS 3

Klien 85 tahun dirawat di RS karena sesak berat, riwayat DM tidak terkontrol dan COPD
dengan CHF dan sering dirawat di RS. Klien mengatakan telah bahagia dengan
kehidupannya dan siap meninggal. Ketika klien mengalami henti jantung, anaknya
meminta klien diresusitasi dan dirawat dengan ventilator. Bagaimana sikap perawat
sebaiknya? Apa yang harus dilakukan terhadap amnak klien tersebut

3.1 Tinjauan kasus

Dalam kasus ini perawat mengalami dilema etik, dilema etik merupakan suatu
masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak
daapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternative
memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini, sukar untuk menentukan
mana yang benar atau salah serta dapat menimbulkan stress pada perawat karena
perawat tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk
melakukannya.dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau
lingkungan tidak lagi menjadi kohensif sehingga timbul ketentangan dalam
mengambil keputusan . penyelesaian dilema etik sarana pendukung :

1. Kode etik (organisasi profesi)


2. Penjelasan butir kode etik
3. Tim / komite etik
4. Prosedur penanganan secara etik

Tahapan umum penyelesaian kasus etik :

 Melakukan peninjauan terhadap kejadian


 Memanggil saksi
 Mengkaji dan mengidentifikasi pelanggaran etik yang
dilakukan
 Menetapkan sanksi terhadap pelanggaran atau
memberikan rehabilitasi
 Melakukan pembinaan tentang etik keperwatan

Pelaksanaan penyelesaian kasus etik :

1. Persiapan dan pencegahan


2. Melaksanakan persidangan

3.1 Pembahasan penyelesaian

menurut kami sebaiknya sikap perawat tidak mengikuti apa yang diinginkan anak
klien tersebut yaitu memberikan tindakan diresusitasi dan dirawat dengan ventilator.

Praktek keperawatan professional salah satunya mempunyai ciri bertanggung jawab


dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri, memfasilitasi
kepentingan pasien. Walaupun memfasilitasi kepentingan pasien menurut
Standar Kinerja Professional salah satunya ialah :
Penggunaan sumber : Perawat mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan
dengan keamanan .
Etik : keputusan dan tindakan perawat atas nama pasien ditentukan dengan cara
etis.
Selain itu perawat juga mempunyai Hak dan kewajiban pasal 36, perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan berhak, Menolak keinginan klien atau pihak lain
yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar
prosedur operasional, atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Disisi lain
Hak dan Kewajiban Klien pasal 38 (d) dalam praktik keperawatan klien berhak,
memberi persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan
diterimanya, dalam kasus ini klien mengatakan “bahwa ia telah bahagia dengan
kehidupannya dan sudah siap untuk meninggal.”
Dan dalam praktik keperawatan pasal 40 (b), klien berkewajiban mematuhi nasihat
atau petunjuk perawat. kasus ini masuk ke dalam Aplikasi Prinsip Justice yaitu
memberikan pelayanan tanpa membedakan status social, agama, suku, ekonomi,
pekerjaan dan jabatan. Tetapi peran perawat disini memberikan pelayanan
menggunakan kode etik, standar kinerja professional dan undang-undang
keperawatan.
Bab IV

Penutup

4.1 Kesimpulan
keputusan dan tindakan perawat atas nama pasien ditentukan dengan cara etis.
Selain itu perawat juga mempunyai Hak dan kewajiban pasal 36, perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan berhak, Menolak keinginan klien atau pihak lain
yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar
prosedur operasional, atau ketentuan peraturan perundang-undangan
4.2 saran
sebaiknya anak klien menyadari dan menerima kenyataan bahwa klien sudah
mengidap komplikasi dan henti jatung. Menghidupkan klien yang sudah henti
jantung itu perbuatan tidak etis. Sebaiknya anak klien segera mengikhlaskan dan
mengambil hikmahnya. Kita sebagai perawat juga harus tahu akan tindakan yang
dilakukan.
Daftar Pustaka

Somantri, Irman.2009

Anda mungkin juga menyukai