Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS

A. DEFINISI
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasa mengenai
saluran pencernaan. Gejala yang biasa ditimbulkan adalah demam yang tinggi
lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran
(FKUI, 1985).
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dengan masa
tunas 6 – 14 hari. Sedangkan typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut
pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis
yang sama dengan enteritis akut.

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit typhus abdominalis biasa dikenal dengan penyakit typhus.
Namun, dalam dunia kedokteran disebut tyfoid fever.
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian penyakit ini adalah 300 – 810
kasus per 100.000 penduduk/tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak.
Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan dan sembuh sendiri lalu menjadi
kebal. Insiden penderita berumur 12 tahun keatas adalah 70 – 80%, penderita
umur antara 12 dan 30 tahun adalah 10 – 20%, penderita antara 30 – 40 tahun
adalah 5 – 10%, dan hanya 5 – 10% diatas 40 tahun.

C. ETIOLOGI
Penyabab penyakit ini adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhii A,
dan Salmonella paratyphiiB. Basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen yaitu antigen O, antigen H, dan
antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut.
Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 –
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.
D. TANDA DAN GEJALA
Masa inkubasi rata-rata 2 minggu gejalanya: cepat lelah, malaise,
anoreksia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, dan nyeri seluruh badan. Demam
berangsur-angsur naik selama minggu pertama. Demam terjadi terutama pada sore
dan malam hari (febris remitten). Pada minggu 2 dan 3 demam terus menerus
tinggi (febris kontinue) dan kemudian turun berangsur-angsur.
Gangguan gastrointestinal, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor-
berselaput putih dan pinggirnya hiperemis, perut agak kembung dan mungkin
nyeri tekan, bradikardi relatif, kenaikan denyut nadi tidak sesuai dengan kenaikan
suhu badan (Junadi, 1982).

E. PATOFISIOLOGI
Infeksi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi,
infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil di usus halus melalui pembuluh
limfe masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan
limfa sehingga membesar dan disertai nyeri. Basil masuk kembali ke dalam darah
(bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid
usus halus  menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak
dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Jika kondisi tubuh dijaga tetap
baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini,
kuman typhus akan mati dan penderita berangsur-angsur sembuh.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan
pemeriksaan yaitu pemeriksaan laboratorium:
1. Darah tepi
- Terdapat gambaran leukopenia
- limfositosis relatif dan
- ameosinofila pada permulaan sakit
- mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
hasil pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan
cepat.

2. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih
dari 1/80, 1/ 160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat
penyakitnya.
3. Darah untuk kultur (biakan empedu)

H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
a. Kloramfenikol
b. Kotrimoksasol
c. Bila terjadi ikterus dan hepatomegali: selain kloramfenikkol, diterapi
dengan Ampisilin 100 mg/kgBB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.
2. Perawatan
a. Penderita dirawat dengan tujuan untuk isolasi, observasi, dan pengobatan.
Klien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas demam atau 14
hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi
usus.
b. Pada klien dengan kesadaran menurun, diperlukan perubahan2 posisi
berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus.
3. Diet
a. Pada mulanya klien diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus.
b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini
yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan dengan aman kepada klien.

I. KOMPLIKASI
1. Pada usus halus:
Perdarahan usus. Hanya sedikit ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut.
Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya
dan terjadi pada bagian distal ileum.
Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi. Ditemukan gejala abdomen
akut yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
2. Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterinya) yaitu
meningitis, kolesistisis, enselovati, dll.

J. PROGNOSIS
Umumnya prognosis typhus abdominalis pada anak adalah baik, asal klien cepat
berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak
baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti:
Demam tinggi (hipertireksia) atau febris continue
Kesadaran sangat menurun
Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.

K. PENCEGAHAN
Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit, maka dapat dilakukan
pengendalian.
Menerapkan dasar2 hygiene dan kesehatan masyarakat, yaitu melakukan
deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi. Perlu diperhatikan faktor
kebersihan lingkungan.
Pembuangan sampah dan klorinasi air minum, perlindungan terhadap
suplai makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan
kebiasaan hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).
Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
(pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada
industri makanan maupun restoran.
Sterilisasi pakaian, bahan, dan alat-alat yang digunakan klien dengan
menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan sabun.
Deteksi karier dilakukan dengan tes darah dan diikuti dengan pemeriksaan
tinja dan urin yang dilakukan berulang-ulang. Klien yang karier positif
dilakukan pengawasan yang lebih ketat yaitu dengan memberikan
informasi tentang kebersihan personal.

L. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c. Data Fokus
Mata : konjungtiva anemis
Mulut : lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas
bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang terjadi epistaksis
Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali,
nyeri tekan.
Sirkulasi: bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
SGOT SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada fase
akut; mungkin terdapat anemia dan trombositopenia.
Uji serologis asidal (titer O, H)
Biakan kuman (darah, feses, urin, empedu)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan:
Suhu tubuh klien kembali normal
Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan

Intervensi:

Identifikasi penyebab atau faktor yang dapat menimbulkan


hipertermi
Observasi cairan masuk dan keluar, hitung keseimbangan
cairan
Beri cairan sesuai kebutuhan bila tidak ada kontraindikasi
Beri kompres air hangat
Anjurkan klien untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan
saat suhu tubuh naik
Kolaborasi: pemberian antipiretik, pemberian antibiotik,
pemeriksaan penunjang=hasil laboratorium.

Evaluasi:

Suhu tubuh klien kembali normal


Frekuensi pernafasan kembali normal
Kulit klien tidak teraba panas
Klien dapat beraktivitas

b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang


tidak adekuat
Tujuan:
Asupan nutrisi klien tercukupi
Peningkatan nafsu makan klien

Intervensi:

Kaji pola makan klien


Observasi mual dan muntah
Identifikasi faktor pencetus mual, muntah, dan nyeri abdomen
Kaji makanan yang disukai dan tidak disukai klien
Sajikaan makanan dalam kedaan hangat dan menarik
Beri posisi semi fowler saat makan
Bantu klien untuk makan, catat masukan makanan.

Evaluasi:

Klien mengatakan sudah tidak mual dan muntah


Nafsu makan meningkat

c. Nyeri akut b.d agen cidera biologis


Tujuan:
Nyeri klien berkurang
Klien merasa nyaman
Intervensi:
Kaji karakteristik nyeri dan skala nyeri
Kaji faktor yang dapat menurunkan/menaikkan nyeri
Ajarkan dan bantu klien melakukan relaksasi dan distraksi
Beri posisi yang nyaman
Ciptakan lingkungan yang tenang
Evaluasi
Klien mengatakan nyeri abdomen berkurang
Klien mengatakan sudah merasa nyaman.

M. BIBLIOGRAFI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam
Konteks Keluarga. Departemen Kesehatan: Jakarta.
Wahidiyat, Iskandar. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Bagian
Kesehatan Anak FKUI: Jakarta.
NIC & NOC
www.google.com. Agus Waluyo. Thypus Abdominalis tanggal 17 November
2008.

Anda mungkin juga menyukai