Anda di halaman 1dari 56

1

ANALISIS PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, DAN MAKANAN IKAN


KUNIRAN (UPNEUS MOLLUCENSIS BLEEKER, 1855) YANG
DITANGKAP DI PERAIRAN SELAT SUNDA

MUHAMMAD OBDAL AMFA

LABORATORIUM BIOLOGI PERIKANAN


MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
2

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN PRAKTIKUM DAN


SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan praktikum Analisis Pertumbuhan,


Reproduksi dan Makanan Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) Hasil Tangkapan di
Perairan Selat Sunda adalah benar karya saya dengan arahan dari asisten
pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan praktikum ini.

Bogor, 8 Februari 2019

Muhammad Obdal Amfa


NIM C24170065
3

Abstrak
Ikan Kuniran (Upneus molucensis) merupakan salah satu ikan demersal yang
saat ini produksinya semakin menurun karena tingkat penangkapan yang
meningkat sehingga perlu dijaga kelestariannya. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui aspek biologi dari ikan kuniran hasil tangkapan di perairan selat
sunda. Penelitian dilakukanan pada bulan mei-september 2018. Data primer
meliputi panjang berat ikan, tingkat kematangan gonad, dan fekunditas untuk
mengetahui aspek biologi ikan Kuniran. Hasil penelitian menunjukkan ukuran
panjang ikan kuniran sekitar 96-203 mm dan berat 20-120 gram. Sifat
pertumbuhannya adalah allometrik negatif. TKG jantan didominasi oleh TKG 3
sedangkan TKG betina didominasi TKG 4. Diameter telur terbanyak pada kisaran
0,291-0,313. Makanan yang ditemukan dalam usus ikan kuniran didominasi oleh
potongan crustacea.

Kata kunci:fekunditas, gonad, Upneus molucensis

Abstract
Golden-banded goatfish (Upneus molucensis) is one of the demersal fish
whose production is currently declining because of the increasing rate of capture
so that it needs to be preserved. The purpose of this study was to determine the
biological aspects of captive golden-banded goatfish caught in the Sunda Strait
waters. The study was conducted in May 2018 until september 2018. Primary data
included the length of fish weight, gonadal maturity level, and fecundity to
determine the biological aspects of golden-banded goatfish. The results showed that
the length of the golden-banded goatfish was around 96-203 mm and weighed 20-
120 grams. The nature of its growth is negative allometric. Male TKG is dominated
by TKG 3 while female TKG is dominated by TKG 4. The highest egg diameter is
in the range 0.291-0.313. Foods found in the intestines of golden-banded goatfish
are dominated by pieces of crustaceans.

Keyword: fecundity, gonad, Upneus molucensis


4

Judul Laporan Praktikum : Analisis Pertumbuhan, Reproduksi dan Makanan


Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) Hasil
Tangkapan di Perairan Selat Sunda
Nama : Muhammad Obdal Amfa
NIM : C24170065

Disetujui oleh

Rifqi Irfan Nurshafwan


Asisten Pembimbing
5

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga laporan praktikum ini berhasil diselesaikan. Adapun tema dari
praktikum ini adalah pembelajaran yang inovatif, dengan judul “Analisis
Pertumbuhan, Reproduksi dan Makanan Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) Hasil
Tangkapan di Perairan Selat Sunda”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Yonvitner sebagai Penanggung
Jawab Kuliah Biologi Perikanan , Bapak Ali Mashar sebagai Penanggung Jawab
Praktikum Biologi Perikanan, Asisten senior dan asisten lain. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa,
dukungan dan kasih sayangnya. Penulis berharap semoga laporan praktikum ini
bermanfaat.

Bogor,8 Februari 2019

Muhammad Obdal Amfa


6

ANALISIS PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, DAN MAKANAN IKAN


KUNIRAN (UPNEUS MOLLUCENSIS BLEEKER, 1855) YANG
DITANGKAP DI PERAIRAN SELAT SUNDA

MUHAMMAD OBDAL AMFA

Laporan Praktikum
sebagai salah satu syarat untuk
presentasi tugas akhir dan ujian praktikum
pada
Mata Praktikum Biologi Perikanan

LABORATORIUM BIOLOGI PERIKANAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
7

Daftar Isi

Cover 1
Daftar Isi 7
Daftar Tabel 8
Daftar Gambar 8
Daftar Lampiran 9
PENDAHULUAN 11
Latar Belakang 11
Perumusan Masalah 12
Tujuan Praktikum 12
Manfaat Praktikum 12
TINJAUAN PUSTAKA 12
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kuniran (Upenues moluccensis) 12
Pertumbuhan 14
Reproduksi 14
METODE 15
Bahan 15
Alat 15
Prosedur Kerja 15
Analisis Data 16
Distribusi Frekuensi Panjang 16
Hubungan Panjang – Bobot Ikan 16
Faktor kondisi 17
Reproduksi 18
Proporsi kelamin 18
Tingkat kematangan gonad (TKG) 18
Indeks Kematangan Gonad (IKG) 18
Fekunditas 18
Diameter telur 19
Luas relung 19
Indeks isi lambung (Index of Stomatch Content) 20
8

Hasil dan Pembahasan 20


Pertumbuhan 20
Distribusi frekuensi panjang 20
Hubungan panjang dan bobot 21
Faktor Kondisi 23
Pembahasan 32
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 35
RIWAYAT HIDUP 38

Daftar Tabel

Tabel 1 Distribusi frekuensi panjang 16


Tabel 2 data panjang dan bobot ikan 16
Tabel 3 Luas relung 31
Tabel 4 Tumpang tindih jantan dan betina 31
Tabel 5 hubungan panjang tubuh dengan volume makanan 31

Daftar Gambar

Gambar 1 Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) 12


Gambar 2 Peta Sebaran Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) 13
Gambar 3 Distribusi frekuensi panjang 21
Gambar 4 Hubungan panjang dan bobot gabungan 22
Gambar 5 Hubungan panjang dan bobot jantan 22
Gambar 6 Hubungan panjang dan bobot Betina 23
Gambar 7 Faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) Total pada
bulan 7. 24
Gambar 8 Faktor kondisi jantan 24
Gambar 9 Faktor kondisi betina 25
Gambar 10 TKG Jantan 26
Gambar 11 TKG Betina 26
Gambar 12 Diameter telur 27
Gambar 13 Hubungan panjang dengan fekunditas 27
Gambar 14 Hubungan bobot dengan fekunditas 28
Gambar 15 IKG Betina 28
Gambar 16 IKG Jantan 29
9

Gambar 17 Diagram IP pada ikan kuniran jantan 30


Gambar 18 Diagram IP pada ikan kuniran jantan 30
Gambar 19 grafik Index Stomach Content (ISC) ikan kuniran 32

Daftar Lampiran

Lampiran 1 grafik distribusi frekuensi panjang bulan Mei 39


Lampiran 2 grafik distribusi frekuensi panjang bulan Juli 39
Lampiran 3 grafik distribusi frekuensi panjang bulan September 40
Lampiran 4 hubungan panjang bobot bulan Mei 40
Lampiran 5 hubungan panjang bobot bulan Juli 40
Lampiran 6 hubungan panjang bobot September 41
Lampiran 7 faktor kondisi bulan Mei total 41
Lampiran 8 faktor kondisi bulan Mei jantan 42
Lampiran 9 faktor kondisi bulan betina 42
Lampiran 10 faktor kondisi bulan Juli total 43
Lampiran 11 faktor kondisi bulan Juli jantan 43
Lampiran 12 faktor kondisi bulan Juli betina 44
Lampiran 13 faktor kondisi bulan September total 44
Lampiran 14 faktor kondisi bulan September jantan 45
Lampiran 15 faktor kondisi bulan September betina 45
Lampiran 16 Proporsi kelamin bulan Mei 46
Lampiran 17 Proporsi kelamin bulan Juli 46
Lampiran 18 Proporsi kelamin bulan September 46
Lampiran 19 hubungan fekunditas dengan panjang bulan Mei 46
Lampiran 20 hubungan fekunditas dengan bobot bulan Mei 47
Lampiran 21 hubungan fekunditas dengan panjang bulan Juli 47
Lampiran 22 hubungan fekunditas dengan bobot bulan Juli 48
Lampiran 23 hubungan fekunditas dengan panjang bulan September 48
Lampiran 24 hubungan fekunditas dengan bobot bulan September 49
Lampiran 25 TKG pada bulan juni 50
Lampiran 26 TKG pada bulan September 51
Lampiran 27 IKG pada bulan Mei 51
Lampiran 28 IKG pada bulan Juli 51
Lampiran 29 IKG pada bulan September 52
Lampiran 30 Diameter telur pada bulan Mei 52
Lampiran 31 Diameter telur pada bulan Juli 53
Lampiran 32 Diameter pada bulan September 54
Lampiran 33 Index Propendance betina total 54
Lampiran 34 Index Propendance jantan Total 54
Lampiran 35 Tumpang tindih total 55
Lampiran 36 Hubungan bobot dengan volume makanan 55
Lampiran 37 IKG total 55
10
11

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan Kuniran termasuk ikan dalam kelompok ikan demersal yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi dan tersebar di seluruh wilayah perairan indonesia. Harga ikan
kuniran yang relatif murah membuat banyak masyarakat yang memilih membeli
ikan ini. Ikan kuniran hampir tersebar diseluruh perairan indonesia termasuk salah
satunya perairan selat sunda. Sejak tahun 2000-an ikan ini banyak dicari untuk
dijadikan fillet dan kemudian diolah menjadi makanan ringan untuk diekspor.
Negara tujuan utama dari makanan ringan dengan bahan baku ikan kuniran ini
adalah Malaysia. Hasil pengolahan ikan ini memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari
pada segar. Nilai produksi ikan kuniran baru tercatat dalam Statistik Perikanan
Tangkap Indonesia Tahun 2004 (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2006).
Secara taksonomis, ikan ini termasuk famili Mullidae dengan ciri khusus yaitu
di bagian dagu memiliki sepasang sungut yang panjang dan tidak bercabang,
menyerupai jenggot pada kambing sehingga dinamakan goatfish. Menurut
Kembaren dan Ernawati pada tahun 2011, Sungut ini merupakan organ sensoris
untuk membantu mencari makanan. Ciri-ciri lainnya antara lain bentuk badan
memanjang dan langsing, panjangnya dapat mencapai 23 cm, sungut lebih pendek
dibandingkan jenis lain dalam famili Mullidae, mempunyai dua sirip punggung,
cenderung hidup di perairan yang relatif dalam yaitu antara 10-90 m, dan kadang
membentuk gerombolan yang besar.
Ikan kuniran ini tersebar di perairan tropis bahkan sampai ke perairan sub
tropis di sebelah utara Cina dan selatan Australia (Food and Agriculture
Organization, 1974). Di Indonesia ikan kuniran tersebar dari Sumatera, Jawa, Bali,
Flores, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, sampai Seram.
Menurut Sumiono dan Nuraini pada tahun 2007 alat tangkap yang efektif
untuk menangkap ikan kuniran adalah cantrang. Alat ini merupakan alat penangkap
ikan tradisional yang keberadaannya dipertahankan oleh para nelayan, khususnya di
pantai utara Jawa. Selain alat tangkap cantrang, ikan kuniran juga ditangkap dengan
bottom trawl. Diketahui efek penggunaan bottom trawl dalam jangka panjang
adalah berkurangnya biomassa ikan berukuran besar (Thurstan 2010)
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi ikan kuniran,
seperti hubungan panjang dan bobot, tingkat kematangan gonad, dan Perilaku makan
(diet). Aspek biologi yang diperoleh berguna untuk mendapatkan informasi dasar
dari jenis ikan tersebut. Menurut Solichin et al. pada tahun 2014 Produksi ikan
Kuniran mulai tahun 2008 hingga tahun 2013 tidak stabil bahkan cenderung naik.
Akibatnya penangkapan ikan Kuniran yang tidak mengikuti kaidah-kaidah
pengelolaan sumberdaya perikanan yang baik, penangkapan menjadi tidak
terkontrol. Jika hal ini terus berlanjut maka dikhawatirkan dapat merugikan usaha
penangkapan serta sumberdaya ikan Kuniran masa yang akan datang. Penelitian
terhadap ikan ini perlu dilakukan agar pemanfaatan dapat dilakukan secara
berkelanjutan.
12

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, ikan kuniran adalah ikan yang rawan eksploitasi
disebabkan oleh nilai ekonomisnya dikalangan masyarakat. Banyak olahan yang
dapat dihasilkan dari ikan kuniran. Permasalahan ini menyebabkan diperlukannya
penelitian untuk mengatur pengelolaan ikan ini secara berkelanjutan di masa depan.

Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan mengetahui pola pertumbuhan
ikan kuniran melalui hubungan antara panjang tubuh dengan bobot ikan pada ikan
jenis kuniran, mengetahui cara membedakan tingkat kematangan gonad pada ikan
jenis kuniran serta mengetahui kebiasaan makan (diet) ikan kuniran.

Manfaat Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat


mengenai partumbuhan, reproduksi, serta kebiassan makan pada ikan kuniran agar
tetap terjaga kelestariaanya dan mudah dalam pengeloaannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kuniran (Upenues moluccensis)

Gambar 1 Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis)


Sumber : Fishbase.org
13

Gambar 2 Peta Sebaran Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis)


Sumber : Fishbase.org

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Percoidei
Famili : Mullidae
Genus : Upeneus
Spesies : Upeneus moluccensis
Nama FAO : Goldband goatfish
Nama Indonesia : Kuniran, Biji nangka, Kunir, Kakunir, Kuning

Ikan kuniran (Upeneus moluccensis) merupakan ikan demersal yang biasa


ditangkap menggunakan alat tangkap cantrang (Azizah et al. 2015). Menurut
Sumiono dan Nuraini pada tahun 2007, Ikan kuniran merupakan salah satu jenis
ikan. yang hidupnya cenderung berada di perairan yang relatif dalam, yaitu antara
30-70 m. Ikan tersebut termasuk ke dalam famili Mullidae. Ciri-ciri morfologis
antara lain: terdapat dua garis melintang berwarna kuning (oranye) dari kepala
sainpai bagian ekor. Pada kedua sirip punggung terdapat 2- 3 tulang keras, ujung
sirip berwarna hitam atau coklat tua. Sirip anus dan sirip dada berwarna . pucat
dengan ekor berbentuk tumpul dan berwarna kuning. Bagian punggung (dorsal) ikan
berwarna kehitam-hitaman dan bagian perutnya (abdomen) berwarna keputihan.
Sirip punggung pertama terdapat tonjolan runcing. Sirip dada berjari -jari antara I5-
I8.
Ikan kuniran ini tersebar di perairan tropis bahkan sampai ke perairan sub
tropis di sebelah utara Cina dan selatan Australia (Food and Agriculture
Organization, 1974). Ikan ini dapat ditemukan di Timur Mediterania, Laut merah
hingga Mozambik, Laut Arat, India, Laut Andaman, Indonesia, Kaledonia Baru,
Filipina, Taiwan dan Selatan Jepang (Uiblein dan Hemstra, 2009). Ikan kuniran di
Indonesia ikan kuniran tersebar dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores, Kalimantan,
Sulawesi, Ambon, sampai Seram.
14

Pertumbuhan

Pengamatan dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan


digunakan. Langkah pertama ialah memfoto ikan utuh sebelum dibedah. Kemudian
dilakukan perhitungan morfometrik berupa panjang total, panjang baku. Panjang
cagak, serta bobot ikan. Pembedahan ikan dimulai dari bagian anal dan dilanjutkan
secara vertikal hingga linea literalis, kemudian lanjutkan dengan arah horizontal
mengikuti garis linea literalis. Setelah ikan dibedah, diamati organ dalam tubuh
ikan, kemudian ambil bagian usus dan gonad. Usus yang telah diambil di hitung
panjangnya dan diikat pada kedua ujungnya agar isi usus tidak keluar. %.
Sedangkan gonad diamati jika diambil apabila menunjukkan tingkat kematangan
gondad (TKG) lebih dari tiga, Kemudian dilakukan pengaweran pada usus dan
gonad dengan formalin 4 %.

Reproduksi

Indeks Kematangan Gonad Hasil yang diperoleh selama penelitian IKG ikan
Kuniran betina lebih besar daripada ikan Kuniran jantan. Beberapa penelitian juga
menunjukkan nilai indeks kematangan gonad ikan Kuniran betina lebih besar
dibandingkan ikan Kuniran jantan Hal ini sesuai dengan Alamsyah et al., (2012)
yang menyatakan bahwa ikan jantan umumnya mempunyai nilai indeks kematangan
gonad (IKG) yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan betina. Selama penelitian
nilai IKG ikan Kuniran baik jantan maupun betina mengalami peningkatan
mengikuti perkembangan tingkat kematangan gonad. Hal ini sesuai dengan Effendie
(2002) yang menyatakan bahwa sejalan dengan perkembangan gonad, indeks
kematangan gonad akan semakin bertambah besar dan nilai indeks kematangan
gonad akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan.
Nilai IKG yang diperoleh selama penelitian lebih kecil dari < 20%, hal ini sesuai
dengan Sharfina (2011) yang menyatakan bahwa ikan yang mempunyai nilai IKG
lebih kecil dari 20% adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali
setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan Kuniran merupakan kelompok
ikan yang bernilai IKG kecil, sehingga dikategorikan sebagai ikan yang dapat
memijah lebih dari satu kali dalam setiap tahunnya. Penelitian Husna (2002) di
Perairan Teluk Labuan, Banten menyatakan ikan Kuniran memijah pada bulan
Maret, April, Juli, Agustus, dan September dengan puncak pemijahan pada bulan
Maret dan Juli.

Kebiasaan makan
Menurut Murat et al. pada tahun 1999 ikan kuniran dari 710 sampel yang
digunakan dalam penelitian, 621 ekor (87,34%) adalah penuh berisi makanan dan
90 ekor (12,66%) adalah perut tidak bersi (kosong). Sebanyak 3192 individu mangsa
yang teridentifikasi. Menurut persentase komposisi isi perut, didominasi oleh jenis
krustasea (88,1%), setelahnya Polychaeta (6,8%), ikan (3,50%), Mollusca (0,85%)
dan echinodermata (0,75%) adalah jenis makanan yang dimakan kuniran sepanjang
tahun. Mangsa utama kuniran adalah jenis krustasea dengan total 2811individu dari
9 ordo taksonomi.
15

METODE

Langkah awal dalam analisis ikan dalam praktikum pertumbuhan adalah


menyiapkan ikan segar yang akan diamati, diukur, dan dibedah pada baki yang telah
disediakan. Ikan dikeringkan dengan tisu/kain lap lalu diberi label agar ikan yang
akan diamati tidak tertukar dengan ikan lain. Pengukuran panjang dan bobot
dilakukan terhadap semua ikan contoh, hasil pengukuran tersebut dicatat dalam data
sheet yang telah disediakan. Setelah data morfometrik dan meristik ikan sudah
diamati dan dicatat, maka dilakukan pembedahan yang selanjutnya akan diambil
sampel gonad dan usus dari ikan tersebut. Sampel gonad yang ditemukan dari
seluruh ikan contoh ditimbang bobotnya, lalu disimpan dalam botol sampel dan
diawetkan dengan formalin 10% untuk gonad ikan betina TKG 3 dan TKG 4. Gonad
TKG 3 dan TKG 4 yang diawetkan tersebut akan digunakan pada praktikum
Reproduksi untuk analisis fekunditas dan diameter telur. Sampel usus dari setiap
ikan contoh yang diamati diambil sebanyak 20% dari total jumlah contoh. Sampel
usus yang diambil adalah usus yang memiliki fisik yang bagus dan tidak rusak,
kemudian usus tersebut disimpan dalam botol sampel dan diawetkan dengan
formalin 10%. Sampel usus yang diawetkan tersebut akan digunakan pada praktikum
Kebiasaan Makan dan Makanan Ikan.

Bahan

.Bahan yang diperlukan untuk praktikum ini adalah spesimen ikan segar dan
formalin 10%.

Alat

Praktikum kali ini menggunakan beberapa alat yaitu 1 set alat bedah, nampan,
trashbag, streroform, penggaris 30 cm, sarung tangan, masker 5 buah gelas
film,jarum pentul, selotip kertas, benang jahit, tisu 1 gulung, kanebo,spidol
permanen, kamera digital dan laptop.

Prosedur Kerja

Proses analisis dalam praktikum ini dimulai dengan menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan. Setelah semua alat dan bahan siap, lakukan proses
dokumentasi terlebih dahulu, kemudian timbang bobot ikan, yang selanjutnya diikuti
oleh pengukuran morfometri seperti mengukur panjang total, panjang baku, panjang
cagak, dan tinggi ikan. Langkah selanjutnya adalah melakukan pembedahan ikan
yang dimulai dengan menggunting bagian anal ke atas menuju bagian dorsal, dan
diteruskan kebagian kepala hingga proses pemotongan dilanjutkan ke arah bawah
menuju bagian pectoral. Setelah proses pembedahan selesai, isi dari perut ikan
dikeluarkan untuk selanjutnya dipisahkan setiap bagiannya. Bagian yang dipisahkan
adalah usus dan gonad jika ada. Langkah selanjutnya adalah mengikat kedua ujung
usus, dan gonad ditimbang terlebih dahulu sebelum dimasukan kedalam botol film
16

yang diisi formalin dengan konsentrasi 4%. Setelah proses pengawetan selesai,
sampel diberi nama agar memudahkan dalam mencarinya ketika disimpan dengan
sampel yang lain.

Analisis Data

Distribusi Frekuensi Panjang

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑲𝒆𝒍𝒂𝒔 = 𝟏 + 𝟑, 𝟑𝟐 𝒍𝒐𝒈 𝒏

𝑀𝑎𝑥−𝑀𝑖𝑛
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠

Tabel 1 Distribusi frekuensi panjang

SKB SKA SK BKB BKA BK Xi Fi

Keterangan :
N = Jumlah banyaknya data
Max = Nilai terbesar
Min = Nilai terkecil
SKB = Selang Kelas Bawah
SKA = Selang Kelas Atas
SK = Selang Kelas
BKB = Batas Kelas Bawah
BKA = Batas Kelas Atas
BK = Batas Kelas
Xi = Nilai tengah kelas ke-i
Fi = Frekuensi kelas data ke-i

Hubungan Panjang – Bobot Ikan


Panjang ikan dapat dihitung
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 + 𝑛𝑠𝑡 (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙)

Tabel 2 data panjang dan bobot ikan

No Panjang (cm) Bobot (gr) Log P Log W


17

menggunakan tiga acuan yaitu panjang total, panjang baku, da panjang cagak.
Suatu fungsi panjang menggunakan bobot ikan. Panjang ikan dan bobot ikan
memiliki hubungan yang mengikuti hokum kubik, bahwa bobot ikan dikatakan
sebagai pangkat tiga panjang sebuah ikan yaitu (Effendi 1997) :

𝑾 = 𝒂𝑳𝒃

Keterangan :
W = Bobot ikan (Kg)
L = Panjang ikan (cm)
a = Intercept (perpotongan antara garis regresi dengan sumbu y) b = koefisien regresi

Persamaan umum regresi

Y = bo+b1X

Hipotesis
Ho : Panjang tidak mempegaruhi bobot H1 : Panjang mempengaruhi bobot Ho : b =
3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik.
H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik. Allometrik positif : b
> 3, pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang .
Allometrik negatif : b < 3, pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan
berat

Uji T
𝐾𝑇𝑆
𝑆𝑏1 2 = 1
∑ 𝑥− (∑ 𝑥)2
𝑛
T hitung
1𝑏 −3
𝑇 ℎ𝑖𝑡 = | 𝑆𝑏 |
1

Faktor kondisi
Faktor kondisi (K) adalah keadaan yang menyatakan keidealan ikan. Effendie
(2002) untuk mengemukakan faktor kondisi pola pertumbuhan isometrik
dihitung menggunakan rumus dibawah ini:
𝑊 𝑥 105
𝐹𝐾 =
𝐿3
Sedangkan jika pertumbuhan alometrik, maka menggunakan model rumus
dibawah ini:
18

𝑊
𝐹𝐾 =
𝑎𝐿𝑏

Reproduksi

Proporsi kelamin

Proporsi kelamin adalah perbandingan jumlah jantan dan betina dalam


populasi. Proporsi kelamin dapat dihitung menggunakan rumus berikut
𝐴
𝑃𝑗 = × 100%
𝐵
Keterangan:
Pj = Proporsi jenis
A = Jumlah jenis (betina/jantan)
B = Jumlah total individu yang ada

Tingkat kematangan gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan tahap perkembangan gonad


saat ikan memijah. TKG diukur menggunakan literatur yang didapatkan dan
mencocokkannya sesuai dengan literatur. Frekuensi pada masing-masing TKG
dapat dihitung dengan menggunakan tabel frekuensi terhadap selang kelas.

Indeks Kematangan Gonad (IKG)


Rumus dalam menentukan indeks kematangan gonad (IKG) dianalisa
berdasarkan berat gonad dan berat tubuh ikan contoh sebagai berikut (Novitriana et
al. 2004):
𝐵𝑔
𝐼𝐾𝐺 = 𝑋 100
𝐵𝑡
Keterangan :
IKG = Indeks kematangan gonad (%)
Bg = Berat gonad (gram)
Bt = Berat tubuh (gram)

Fekunditas
Perhitungan fekunditas ditujukan pada gonad betina dilakukan dengan
metode sensus (Novitriana et al. 2004) :
𝐺 𝑥𝑋
𝐹=
𝑄

Keterangan :
F = Fekunditas (butir)
G = Berat gonad total (gram)
X = Rataan telur contoh
19

Diameter telur
Diameter telur diukur dengan menggunakan mikroskop yang telah
dilengkapi dengan mikrometer okuler yang telah tertera denagn perbesaran lensa
obyektif sebesar 10x10 (Novitriana et al. 2004). Pengukuran ini dilakukan pada
telur - telur yang berada pada TKG III dan IV, dengan mengkonversi skalanya
menjadi mikrometer. Perhitungannya sebagai berikut:
nxs
Diameter telur (mm) =
1000
Keterangan :
n = Jumlah garis pada mikrometer
s = Skala (100)

Makanan
Indeks bagian terbesar (Index of preponderance)
Indeks bagian terbesar adalah gabungan metode frekuensi kejadian dan
volumetric. Analisis makanan menggunakan metode indeks bagian terbesar (Index
of Preponderance) dengan formula:
Vi x Oi
IP(%) = n x 100
∑i=1(Vi x Oi )
Keterangan:
IP(%) = indeks bagian terbesar (indeks of preponderance)
Vi = persentase volume makanan ikan jenis ke-i
Oi = persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i
N = jumlah organisme makanan Luas relung makanan dihitung

Berdasarkan nilai Indeks Preponderen yang diperoleh dari hasil penelitian, maka
urutan kebiasaan makanan ikan dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu jika
nilai:
IP > 25% : makanan utama
5% ≤ IP ≥ 25% : makanan pelengkap
IP < 5% : makanan tambahan

Luas relung
Luas relung dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Colwell
dan Futuyma (1971) dalam Sulistiono et al. 2010):
1
Bi =
∑ Pij 2
Keterangan:
Bi = luas relung jenis ikan ke-i
Pij = proporsi jenis ikan ke-i yang dengan jenis makanan ke-j

Standarisasi nilai luas relung makanan bernilai antara 0-1, menggunakan rumus
perhitungan yang dikemukakan Hulbert dalam (Sulistiono et al. 2010):
20

Bi − 1
BA =
n−1
Keterangan:
Ba = standarisasi luas relung levins (kisaran 0- 1)
Bi = luas relung levins
n = jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan

Panjang usus relatif


Panjang usus relatif (Relative length of the gut/ RLG), dihitung dengan
menggunakan rumus:
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑢𝑠𝑢𝑠 (𝑚𝑚)
𝑅𝐺𝐿 (%) =
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑚𝑚)

Hubungan volume makanan dengan panjang tubuh


Volume makanan memiliki hubungan secara linier mengikuti persamaan regresi
linier dengan nilai persentase makanan sebagai variabel dependent y dan panjang
tubuh ikan sebagai variabel x.

𝑉 𝑚 = 𝛼 + 𝛽 ∗ 𝑃𝑇

Keterangan :
Vm = Volume makanan (ml)
α dan β = konstanta
PT = Panjang tubuh total (mm)

Indeks isi lambung (Index of Stomatch Content)


Indeks isi lambung dapat dianalisis dengan membandingkan berat total ikan
dengan berat isi lambung. Indeks isi lambung ikan contoh dapat diketahui dengan
menggunakan rumus perhitungan:
SCW
ISC (%) = 𝑥 100
BW
Keterangan:
ISC = indeks isi lambung (%)
SCW = berat isi lambung (gram)
BW = berat tubuh (gram)

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan

Distribusi frekuensi panjang


21

Distrubusi frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus molluccensis) yang


diamati pada bulan Mei, Juli, dan September memiliki panjang tubuh yang sangat
berkeaneakaragam. Dibawah ini gambar grafik frekuensi panjang total ikan kuniran
( Upeneus molluccensis) pada bulan Mei, Juli, dan September dan:

80
75
70
65
60
Frekuensi (individu)

55
50
45
40 Total
35
Jantan
30
25 Betina
20
15
10
5
0
96-107 108-119120-131132-143144-155156-167168-179180-191192-203
selang kelas (mm)

Gambar 3 Distribusi frekuensi panjang


Berdasarkan gambar grafik distribusi panjang ikan kuniran (Upeneus
moluccensis) pada bulan Mei, Juli dan September, terlihat total sebaran panjang
ikan jantan dan betina terbesar berada pada selang kelas 120-131 dengan frekuensi
total sebesar 76 dengan 47 dan 29 ikan. Sedangkan pada selang kelas 192-203
termasuk frekuensi sebaran panjang ikan kuniran terendah dengan total hanya
sebesar satu.

Hubungan panjang dan bobot


Hubungan panjang bobot bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan
dengan menggunakan parameter panjang dan bobot ikan jantan dan betina. Berikut
grafik hubungan panjang bobot total ikan ikan kuniran (Upeneus moluccensis) pada
bulan Mei, Juli, dan september:
22

140 W = 8E-05x2,6742
R² = 0,7262
120

100
Bobot (gram)

80

60

40

20

0
70 90 110 130 150 170 190 210
Panjang (mm)

Gambar 4 Hubungan panjang dan bobot gabungan

Berdasarkan hasil grafik hubungan panjang dan bobot ikan kuniran (Upeneus
moluccensis) total pada bulan Mei, Juli dan September diperoleh persamaan W =
0.0001L2,6742, menunjukkan perubahan panjang sebesar satu satuan akan
memengaruhi bobot sebesar 2,6742. Nilai R yang dihasilkan yaitu 72,62% berarti
panjang dapat menjelaskan bobot sebesar 72,62%. Uji lanjut terhadap nilai b yang
didapatkan nilai b≠3 yaitu 2,6742. Hal ini disimpulkan bahwa pertumbuhan ikan
kuniran betina adalah allometrik negatif.
140
y = 0,0001L2,5641
120 R² = 0,6542

100
Bobot (gram)

80

60

40

20

0
70 90 110 130 150 170 190 210
Panjang (mm)

Gambar 5 Hubungan panjang dan bobot jantan


Berdasarkan hasil grafik hubungan panjang dan bobot ikan kuniran (Upeneus
moluccensis) jantan total diperoleh persamaan W = 0.0001L2.5641berarti perubahan
panjang sebesar satu satuan akan memengaruhi bobot sebesar 2.5641dan diperoleh
R² = 65,42 % yang berarti panjang dapat menjelaskan bobot sebesar 65,42% dengan
frekuensi jantan ikan sebanyak 104 ekor. Uji lanjut terhadap nilai b yang didapatkan
23

nilai b≠3 yaitu 2.5641. Hal ini disimpulkan bahwa pertumbuhan ikan kuniran betina
adalah allometrik negatif.
120
W = 0,00004L2,7996
R² = 0,8021
100

80
Bobot(gram)

60

40

20

0
70 90 110 130 150 170 190 210
Panjang (mm)

Gambar 6 Hubungan panjang dan bobot Betina

Berdasarkan hasil grafik hubungan panjang dan bobot ikan kuniran (Upeneus
moluccensis) betina pada bulan Mei, Juli, dan september diperoleh persamaan W =
0,00004L2,7996berarti perubahan panjang sebesar satu satuan akan memengaruhi
bobot sebesar 2,7996 dan diperoleh R² = 80.21% yang berarti panjang dapat
menjelaskan bobot sebesar 2,7996 dan diperoleh R2 total sebesar 80,21% dengan
frekuensi betina ikan sebanyak 106 ekor. Uji lanjut terhadap nilai b yang didapatkan
nilai b≠3 yaitu 2,7996. Hal ini disimpulkan bahwa pertumbuhan ikan kuniran betina
adalah allometrik negatif.

Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah suatu angka yang menunjukkan kegemukan atau
kemontokan ikan. Berikut faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) total
pada bulan Mei, Juli, dan september yang disajikan dalam grafik dibawah ini:
24

1,4000
1,3000
1,2000
1,1000
1,0000
0,9000
0,8000
0,7000
0,6000
0,5000
0,4000
0,3000
0,2000
0,1000
0,0000
MEI JULI SEPTEMBER

Gambar 7 Faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) Total pada bulan 7.

Berdasarkan grafik faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) jantan


diketahui bahwa nilai faktor kondisi ikan tidak terlalu berfluktuasi pada setiap selang
kelas. Faktor kondisi rataan tertinggi terdapat pada bulan september sebesar 1,0181
adalah pertumbuhan panjang dan bobot maksimum. Sedangkan faktor kondisi rataan
terendah terdapat pada bulan mei sebesar 0,8755 adalah pertumbuhan panjang dan
bobot minimum.

1,4

1,2

0,8

0,6

0,4

0,2

0
MEI JULI SEPTEMBER

Gambar 8 Faktor kondisi jantan

Berdasarkan grafik faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) jantan


pada bulan Mei, Juli dan September diketahui bahwa nilai faktor kondisi ikan tidak
terlalu berfluktuasi pada setiap selang kelas. Faktor kondisi rataan tertinggi terdapat
pada bulan Juli sebesar 1,0592 adalah pertumbuhan panjang dan bobot maksimum.
25

Sedangkan faktor kondisi rataan terendah terdapat pada bulan mei sebesar 0,7206
adalah pertumbuhan panjang dan bobot minimum.

1,4

1,2

0,8

0,6

0,4

0,2

0
MEI JULI SEPTEMBER

Gambar 9 Faktor kondisi betina


Berdasarkan grafik faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina
pada bulan Mei, Juli dan September diketahui bahwa nilai faktor kondisi ikan tidak
terlalu berfluktuasi pada setiap selang kelas. Faktor kondisi rataan tertinggi terdapat
pada bulan september sebesar 1,0410 adalah pertumbuhan panjang dan bobot
maksimum. Sedangkan faktor kondisi rataan terendah terdapat pada bulan Mei
sebesar 0,8404 adalah pertumbuhan panjang dan bobot minimum.

Reproduksi

Reproduksi

Tingkat Kematangan Gonad


Grafik disajikan dalam bentuk diagram batang. Grafik diperoleh dari tingkat
kematangan gonad total. Grafik dibagi dua yaitu tingkat kematangan gonad jantan
dan betina.
26

100%
90%
80%
frekuensi (individu)

70%
60%
50% TKG 4
40% TKG 3
30% TKG 2
20%
TKG 1
10%
0%

selang kelas (mm)

Gambar 10 TKG Jantan

Grafik tingkat kematangan gonad jantan terlihat diperoleh selang kelas 192 – 202
mm hanya terdapat ikan di TKG 4. Selang kelas 180 – 190 mm terdapat ikan di
TKG 1 dan TKG 2.

100%
90%
80%
frekuensi (individu)

70%
60%
TKG 4
50%
TKG 3
40%
TKG 2
30%
TKG 1
20%
10%
0%
104-111112-119120-127128-135136-143144-151152-159160-167
Selang kelas (mm)

Gambar 11 TKG Betina

Grafik tingkat kematangan gonad betina terlihat diperoleh selang kelas 112 – 119
dan 144 – 151 mm hanya terdapat ikan yang memiliki TKG 4.

Diameter total
Grafik diameter telur disajikan dalam bulan Mei, Juli, dan September.
27

1200

1000
Frekuensi (individu)
800

600

400

200

Selang kelas (mm)

Gambar 12 Diameter telur


Grafik diatas merupakan grafik diameter telur pada bulan Mei, Juli dan September.
terlihat bahwa ikan Kuniran (Upeneus moluccensis) memijah satu kali dalam satu
musim pemijahan dapat dikatakan pula total spawner. Grafik diagram tertinggi
mencapai nilai 976 pada selang kelas 0,291-0,313.

Berikut grafik hubungan fekunditas dengan panjang tubuh ikan kuniran


selama 3 bulan.

6000 F = 136724L-0,855
R² = 0,0405

5000

4000

3000

2000

1000

0
80 90 100 110 120 130 140 150 160

Gambar 13 Hubungan panjang dengan fekunditas

Berdasarkan Grafik diatas dapat diketahui bahwa panjang menggambarkan


fekunditas sebesar 0,405 %.
28

Berikut grafik hubungan fekunditas dengan bobot tubuh ikan kuniran selama
3 bulan.
6000 y = 1306,8x0,1552
R² = 0,0092

5000

4000

3000

2000

1000

0
0 10 20 30 40 50 60

Gambar 14 Hubungan bobot dengan fekunditas

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa bobot menggambrakan


fekunditas sebesar 0,92%.

Indeks Kematangan Gonad (IKG)


Berikut Grafik Indeks Kematangan Gonad (IKG) pada ikan kuniran yang
berjenis kelamin betina selama 3 bulan.

3,0000

2,5000

2,0000

1,5000

1,0000

0,5000

0,0000
MEI JULI SEPTEMBER
-0,5000

-1,0000

Gambar 15 IKG Betina

Berdasarkan grafik IKG betina pada bulan Mei, Juli dan September, Semakin
besar tingkat kematangan gonad maka semakin besar nilai indeks kematanga
gonadnya semakin besar.
29

Berikut Grafik Indeks Kematangan Gonad (IKG) pada ikan kuniran yang
berjenis kelamin jantan selama 3 bulan.

3,0000

2,5000

2,0000

1,5000

1,0000

0,5000

0,0000
MEI JULI SEPTEMBER
-0,5000

Gambar 16 IKG Jantan

Berdasarkan grafik IKG jantan pada bulan Mei, Juli dan September. Semakin
besar tingkat kematangan gonad maka semakin besar nilai indeks kematanga
gonadnya semakin besar.

Pencernaan
30

Potongan crustacea Crustacea lainnya

5%

44% 51%

Gambar 17 Diagram IP pada ikan kuniran jantan

Dari diagram Index Propendence (IP) ikan kuniran jantan. Diketahui bahwa
makanan utama ikan kuniran jantan adlah potongan crustacea sebesar 51%. Dan
Crustacea sebesar 44%. Adalah makanan utama ikan kuniran jantan, makanan
tambahan yang dikonsumsi ikan kuniran jantan sebesar 5%.

Potongan crustacea lainnya

1%

99%

Gambar 18 Diagram IP pada ikan kuniran jantan

Dari diagram Index Propendence (IP) ikan kuniran betina. Diketahui bahwa
makanan utama ikan kuniran betina adlah potongan crustacea sebesar 99%.
makanan tambahan yang dikonsumsi ikan kuniran jantan sebsear 1%.
31

Tabel 3 Luas relung


Bi Ba
Jantan 2.7302 0.2163
Betina 1.1985 0.0248

Ikan kuniran jantan memiliki luas relung yang lebih besar yang
mengindikasikan ikan tersebut dapat memanfaatkan makanan dalam
jumlah besar dan lebih tidak selektif dalam memilih makanan.

Tabel 4 Tumpang tindih jantan dan betina

Jantan Betina
Jantan 1 0.649958
Betina 0.649958 1

Dari table diatas, diketahui nilai tumpang tindih ikan kuniran jantan
dan betina bernilai cukup besar atau hampir mendekati 1. Hal ini diduga
karena antara ikan kuniran jantan dan betina memiliki kesukaan terhadap
makanan yang sama pula, ketersediaan makanan yang sama, dapat juga
terjadi akibat daerah penyebaran yang berdekatan sehingga dapat terjadi
pemangsaan organisme yang sama.
.
Tabel 5 hubungan panjang tubuh dengan volume makanan

a b r^2
Total - 0.0401 0.1389
4.2865
Jantan - 0.0264 0.1380
2.6413
Betina - 0.0528 0.1397
5.7881

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa panjang total gabungan tubuh
jantan dan betina menggambarkan volume makanan sebesar 13,89 %,
panjang tubuh jantan menggambarkan volume makanan sebesar 13,80 %
dan panjang tubuh betina menggambarkan volume makanan sebesar 13,97
%.

1. ISC
32

3,5000

3,0000

2,5000

2,0000
ISC Rataan

1,5000

1,0000

0,5000

0,0000
1 2 3 4
-0,5000
TKG

Gambar 19 grafik Index Stomach Content (ISC) ikan kuniran


Dapat dilihat pada grafik ISC dapat dilihat ikan dengan TKG 1 memiliki
ISC tertinggi yaitu 1,5. Pada TKG 2,3,4 memiliki angka ISC yang tidak
jauh berbeda.

Pembahasan

Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan perubahan yang ditandai dengan bertambahnya


panjang dan bobot suatu individu dalam satuan waktu tertentu (Ikalor 2013). Hasil
yang diperoleh dari pertumbuhan dan faktor kondisi ikan kuniran betina atau ikan
kuniran jantan yang bervariasi. pertumbuhan memiliki pola yang bervariasi yaitu
pada pertmbuhan total ikan memiliki pola alometrik negatif. Sifat pertmbuhan
alometrik negatif dapat dilihat dari nilai b yang diperoleh, nilai b yang didapatkan
pada pertumbuhan ikan sebesar b< 3 maka digolongkan kedalam alometrik negatif
(Mulfizar et al. 2012). Kecepatan sebuah pertumbuhan panjang dan bobot ikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yaitu keturunan dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal yaitu suhu,
salinitas, makanan,lingkungan, dan pencemaran (Effendie 2002). Frekuensi
panjang memiliki tujuan tersendiri yaitu menentukan umur diantara kelompok
umur-umur tertentu kemdian memisahkannya dalam suatu distribusi frekuensi
panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran tertentu (Chua 1978).
Penentuan pola pertumbuhan dapat dilihat dari morfologi tubuh ikan, seperti halnya
pada ikan petek yang memiliki pola pertumbuhan alometrik positif. Hal tersebut
dilihat dari morfologi ikan petek. Ikan petek memiliki bentuk tubuh yang pipih dan
menegak, untuk itu pola pertumbuhan tidak hanya bisa dilihat dari pertambahan
panjang namun
dapat pula dilihat dari pertambahan tinggi ikan (Mulfizar et al. 2012). Penentuan
nilai b dapat bergantung pada kondisi lingkungan dan fisiologis. Ikan yang hdup
33

didaerah air deras relative memiliki nilai b yang rendah hal tersebut dipengaruhi
oleh tingkah laku ikan terhadap habitat lingkungansehingga berpengarug terhadap
penggunaan energinya (Shukor et al. 2008). Ikan kuniran memiliki faktor kondisi
berkisar dari 0 hingga 1. Faktor kondisi dapat dipengaruihi oleh faktor makanan
dan lingkungan perairan (Mulfizar et al. 2012). Ketersediaan pakan pada perairan
tersebut dapat mengubah faktor kondisi musiman. Faktor kondisi dapat dihitung
sebagai parameter kesehatan ikan, produktivitas , dan populasi ika menyeluruh
(Sulistiono 2001).

Reproduksi
Hasil proporsi kelamin diperoleh bahwa ikan kuniran (Upeneus
moluccensis) jantan lebih mendominasi di perairan Selat Sunda dibandingkan
dengan ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil uji chi square bahwa Xhit > Xtab artinya perbadingan ikan jantan dan ikan
betina tidak sama dengan 1:1. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat dari ikan
kuniran hemaprodit protandi. Sebuah mortalitas dan pertumbuhan diferensial pada
jantan dan betina dapat bertindak tidak sama, maka dari itu akan menyebabkan
terjadinya peristiwa siklus yang dapat menentukan dominasi salah satu jenis
kelamin. Presentase tertinggi dari tingkat kematangan gonad merupakan titik
puncak pemijahan ikan yang terjadi sepanjang tahun.
Komposisi tingkat kematangan gonad diperoleh melalui tahapan awal dan
berakhirnya proses pemijahan dan puncaknya. Perbedaan tingkat kematangan
gonad antara ikan kuniran jantan dengan kuniran betina disebabkan oleh proses
cepat lambatnya kematangan gonadnya. Ikan kuniran jantan lebih lambat
mengalami kematangan dibandingkan dengan ikan kuniran betina. Pada selang
100-112 ikan kuniran betina lebih dulu mengalami kematangan gonad pada TKG
IV dengan frekuensi 70% sedangkan pada ikan kuniran betina mengalami
mengalami kematangan gonad pada TKG 4 pada selang kelas 90% dengan
frekuensi 90%. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat literatur, ikan betina
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk proses vitelogenesis
dibandingkan dengan jantan (Mariskha dan Abdulghani 2012).
Perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk proses vitelogenesis menyebabkan
presentase tingkat kematangan gonad antara jantan dan betina berbeda. Ikan
menyukai tempat yang tenang untuk memijah Mariskha dan Abdulghani 2012).
Indeks kematangan gonad merupakan cara yang berguna untuk mengetahui
perkembangan gonad pada setiap kematangan gonad secara kuantitatif. Nilai
indeks kematangan goand ikan kuniran jantan mengalami penurunan pada TKG 4
sedangkan pada ikan kuniran betina mengalami peningkatan dari TKG 1 hingga
TKG 4. Indeks kematangan gonad akan semakin bertambahn seiring dengan
pertambahan dari TKG. Indeks kematangan gonad akan semakin bertambah besar
dan nilai IKG akan mencapai maksimum ketika akan terjadi pemijahan (TKG 4)
(Alamsyah et.al 2013). Namun data ikan kuniran betina yang diperoleh tidak sesuai
dengan literatur yang ada.
Fekunditas merupakan jumlah telur ikan betina sebelum dikeluarkan saat memijah.
Fekunditas memiliki hubungan dengan umur ikan, panjang, bobot tubuh, dan
spesies ikan (Effendi 2002). Panjang mempengaruhi fekunitas sebesar 0,014%
sedangkan bobot mempengaruhi fekunditas sebesar 0,002%. Fekunditas setiap ikan
tidak selalu berbanding lurus dengan ukuran ikannya. Fekunditas memiliki
34

hubungan dengan bobot tubuh ikankarena ikan medekati kondisi ikan tersebut
dibandingkan dengan panjang ikan. Data fekundiats sangat dibutuhkan untuk upaya
pengeloaan di perairan (Makmur 2006). Diameter telur ikan kuniran di perairan
Selat Sunda memiliki kisaran telur degan ukuran
0,02 sampai 0,7 mm. diameter telur memiliki hubunganerat dengan fekunditas,
semakin banyak telur yang dihasilkan maka ukuran telur yang diperoleh
diameternya semakin kecil (Unus dan Omar 2010). Pada telur tersimpan banyak
cadangan makanan sehingga dapat dimanfaatkan oleh larva ikan untuk bertahan
hidup lebih lama. Berdasarkan grafik diameter telur dapat diperoleh bahwa pola
pemijahan ikan kuniran yaitu total parsial. Total parsial merupakan ikan yang
mengekuarkan telurnya secara keseluruhan pada satu kali pemijahan.

Pencernaan
Ikan kuniran adalah jenis ikan yang hidup di daerah bentik hingga sub-bentik
dalam perairan. Diet yang dilakukan oleh individu dewasa ikan kuniran adalah
karnovora sejati (Prabha dan Santi 2008). Menurut Platell (1998), Kuniran
memakan biota bentik berukuran kecil dari golongan crustacean, cacing, moluska
dan ikan kecil. Diketahui dari laporan Jaramaiah 1996 ikan kuniran dari pesisir
Mangalore memiliki makanan utama yaitu Acetes sp. Sejenis udang yang sering
ditemukan disana. Dari hasil penelitian Russell 1983 diketahui bahwa ikan kuniran
yang ditemukan di wilayah perairan New Zealand juga memakan crustacean
sebagai makanan utama.
Menurut Ariyanto (2002) jenis makanan yang dimakan oleh satu spesies ikan
biasanya tergantung pada kesukaan ikan tersebut terhadap jenis makanan tertentu,
ukuran dan umur ikan, musim serta habitat hidupnya. Kebiasaan makan ikan
meliputi jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan. Jenis
makanan yang akan dimakan oleh ikan tergantung ketersediaan jenis makanan
dialam dan juga adaptasi fisiologis ikan tersebut misalnya panjang usus, sifat dan
kondisi fisologis pencernaan, bentuk gigi dan tulang faringeal, bentuk tubuh dan
tingkah lakunya (Zuliani et.al)
Berdasarkan nilai tumpang tindih relung makanan menunjukkan bahwa ikan
kuniran memiliki jenis makanan yang relatif sama antara ikan jantan dengan ikan
betina serta antara ikan kecil dengan ikan besar. Hal ini menunjukkan bahwa ikan
kuniran hidup secara berkelompok (Rifai 2012).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ikan Kuniran (Upneus molucensis) merupakan salah satu ikan demersal yang
saat ini.. Data primer meliputi panjang berat ikan, tingkat kematangan gonad, dan
fekunditas untuk mengetahui aspek biologi ikan Kuniran. Hasil penelitian
menunjukkan ukuran panjang ikan kuniran sekitar 96-203 mm dan berat 20-120
gram. Sifat pertumbuhannya adalah allometrik negatif. TKG jantan didominasi
oleh TKG 3 sedangkan TKG betina didominasi TKG 4. Diameter telur terbanyak
35

pada kisaran 0,291-0,313. Makanan yang ditemukan dalam usus ikan kuniran
didominasi oleh potongan crustacea.

Saran

Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan secara langsung diambil dari alam.


Penelitian ini menggunakan sampel yang di dapat dari membeli ke pasar ikan. Akan
lebih baik jika parameter yang diperhatikan dalam penelitian ini ditambah sehingga
hasilnya dapat jadi lebih luas. Penelitian yang berkelanjutan terhadap ikan kuniran
juga masih diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah FN, Solichin A, Saputra SW. 2015. Beberapa Aspek Biologi Ikan Kuniran
(Upeneus sulphureus) di Perairan Tegal dan Sekitarnya. Dipenogoro Journal
of Maquares. 4(1): 28-37.
Alamsyah, S.A., L Sara dan A. Mustafa. 2013. Studi Biologi Reproduksi Ikan
Kerapu Sunu (Plectropomus areolatus) pada Musim Tangkap. Jurnal Mina
Laut Indonesia. 1(1): 73-83.
Ariyanto, D. 2002. Analisis keragaman bentuk tubuh ikan nila strain gift pada
tingkatan umur yang berbeda. Jurnal Perikanan, 4(1): 19-26.
Azizah Ir, Rudiyanti S, Ghofar A. 2015. Komposisi hasil tangkapan cantrang dan
aspek biologi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) yang didaratkan di PPP
Bojomulyo, Juwana. Diponegoro Journal of Maquares. 4(4): 33-41.
Chua, T.E., and S.K, Teng. 1978. Effect of Feeding Frequency on the Growth of
Young Estuary Grouper (Epinephelus tauvina) Culture in Floating Net
Cages. Aquaculture. 14: 31-47.
Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2006. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia
2004. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Pustaka
Nusantama
Effendie, M.I. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Food and Agriculture Organization. 1974. Species Identification Sheet for Fishery
Purpose I-IV. Rome.
Husna, F. 2012. Reproduksi Ikan Kuniran (Upeneus moluccencis Bleeker 1855) dari
Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan Banten. [Skripsi].
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Ikalor A. 2013. Pertumbuhan dan perkembangan. Jurnal Pertumbuhan dan
Perkembangan. 7(1): 1-6.
36

Iswara KW, Saputra SW, Solichin A. 2014. Analisis aspek biologi ikan kuniran
Upeneus spp) berdasarakan jarak operasi penangkapan alat tangkap cantrang
di perairan Kabupaten Pemalang. Diponegoro Journal of Maquares. 3(4): 83-
91.
Kaya M, Benlib HA, Katagana T, Ozaydina O. 1999. Age, growth, sex-ratio,
spawning season and food of golden banded goatfish, Upeneus moluccensis
Bleeker (1855) from the Mediterranean and south Aegean Sea coasts of
Turkey
Kembaren DD, Ernawati T 2011. Beberapa aspek biologi ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) di perairan Tegal dan sekitarnya. BAWAL. 3(4): 261-267 .
Mulfizar, Muchlisin ZA, Dewiyanti I. 2012. Hubungan panjang berat dan faktor
kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan kuala gigieng, aceh Besar,
Provinsi Aceh. Depik. 1(1): 1-9.
Novitriana, R., Ernawati, Y., & Rahardjo, M. F. (2004). Aspek pemijahan ikan petek
(Leiognathus equuius, Forsskal 1775) di pesisir Mayangan, Subang, Jawa
Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia, 4(1), 70-83.
Platell, ME., Potter IC., Clarke KR. 1998. Do the habbits, mouth morphology and
diets of mullids Upneichthys stotti and Upneus lineatus in coastal waters of
South-western Australia differ? Fish Biology. (52):398-418.
Prabha YS dan Manjulatha C. 2008. Food and feeding habits of Upneus vittatus
(Forsskal, 1775) from Visakhapatnam Coast (Andhra Pradesh) of India.
International Journal of Zoological Research. 4(1):56-63.
Rifai R. 2012. Kebiasaan makanan ikan swanggi (Priacanthus tayenus Richardson,
1846) yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Russell BC. 1989. The food and feeding habits of goatfish, Parupeneus barberinus
(lacepede) from Aqaba, Jordan. Journal Fish Biology. 27:147-154.
Sharfina, M. 2011. Aspek Biologi Ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis) yang
Didaratkan di TPI Tasik Agung I Rembang. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro.
Shukor MY, Samat A, Ahmad AK, Ruziaton J. 2008. Comparative analysis of
length-weight relationship of rasbora sumatrama in relation to the
physicochemical Characteristic in different geographical areas in peninsular
Malaysia. Malaysian applied Biology. 37(1): 21-29.
Sulistiono, Arwani M, Aziz KA. 2001. Pertumbuhan ikan belanak Mugil
dussumieri diperairan ujung pangkah, Jawa Timur. Jurnal Ikhtiologi
Indonesia. 1(2): 39-47.
Sulistiono, Arwani M, Aziz KA. 2001. Pertumbuhan ikan belanak Mugil
dussumieri diperairan ujung pangkah, Jawa Timur. Jurnal Ikhtiologi
Indonesia. 1(2): 39-47.
Sumiono B. dan Nuraini S. 2007.Beberapa Parameter Biologi Ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) Hasil Tangkapan Cantrang Yang Didaratkan Di Brondong Jawa
Timur. Jurnal lktiologi Indonesia. 7(2).
Thurstan, R.H. 2010. The effects of 118 years of industrial fishing on UK bottom
trawl fisheries. National Community. 1:15.
Uiblein F, Hemstra PC. 2009. A Taxonomic review of the western Indian Ocean
goatfishes of the genus Upeneus (family mullidae), with desciptions of four
37

species. South African Institute og Aquatic Biodiversity, Private bag 1015,


Grahamstown, South Africa.
Zuliani Z, Muchlisin ZA, Nurfadillah N. 2016. Kebiasaan makanan dan hubungan
panjang berat ikan julung-julung (Dermogenys sp.) di Sungai Alur Hitam
Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1 (1) : 12-24.
38

RIWAYAT HIDUP

MUHAMMAD OBDAL AMFA, Dilahirkan di


Kabupaten Bogor tepatnya di Kecamatan Ciawi pada tanggal 18
agustus 1999. Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan dari
bapak Sabron dan ibu Efriwati. Peneliti menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Dasar di SDIT At-Taufiq di Kecamatan
Tanah Sareal Kota Bogor pada tahun pada
tahun 2011. Pada tahun itu juga peneliti melanjutkan Pendidikan
di SMP Negeri 4 Bogor dan tamat pada tahun 2014 kemudian
melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 pada
tahun 2014 dan seslesai pada tahun 2017. Pada tahun 2017
peneliti melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri,
tepatnya di Institut Pertanian Bogor Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
39

Lampiran

Lampiran 1 grafik distribusi frekuensi panjang bulan Mei


30

25

20

15
Total
10 jantan
betina
5

Lampiran 2 grafik distribusi frekuensi panjang bulan Juli


30

25

20
total
15
jantan

10 betina

0
104-111112-119120-127128-135136-143144-151152-159160-167
40

Lampiran 3 grafik distribusi frekuensi panjang bulan September

20
18
16
14
12
total
10
jantan
8
betina
6
4
2
0
96-109 110-123124-137138-151152-165166-179180-193194-207

Lampiran 4 hubungan panjang bobot bulan Mei

70

60 y = 0,0001x2,5974
R² = 0,9032
50
Bobot (gram

40

30 TOTAL
Power (TOTAL)
20

10

0
0 50 100 150 200
Panjang (mm)

Lampiran 5 hubungan panjang bobot bulan Juli


41

70
60
50
Bobot (gram)

40
Total
30
Power (Total)
20
10
0
0 50 100 150 200
Panjang (mm)

Lampiran 6 hubungan panjang bobot September

140

120

100
Bobot (gram)

80

60 Total
Power (Total)
40

20

0
0 50 100 150 200 250
Panjang (mm)

Lampiran 7 faktor kondisi bulan Mei total


42

Total
1,2000

1,0000

0,8000

0,6000

0,4000 Total

0,2000

0,0000

Lampiran 8 faktor kondisi bulan Mei jantan

1,4000

1,2000

1,0000

0,8000

0,6000

0,4000

0,2000

0,0000
105-112 113-120 121-128 129-136 137-144 145-152 153-160 161-168

Lampiran 9 faktor kondisi bulan betina


43

1,2000

1,0000

0,8000

0,6000
Betina
0,4000

0,2000

0,0000

Lampiran 10 faktor kondisi bulan Juli total

Total
2,0000
1,8000
1,6000
1,4000
1,2000
1,0000
0,8000 Total
0,6000
0,4000
0,2000
0,0000

Lampiran 11 faktor kondisi bulan Juli jantan


44

1,4000

1,2000

1,0000

0,8000

0,6000

0,4000

0,2000

0,0000
105-112 113-120 121-128 129-136 137-144 145-152 153-160 161-168

Lampiran 12 faktor kondisi bulan Juli betina

1,2000

1,0000

0,8000

0,6000
Betina
0,4000

0,2000

0,0000

Lampiran 13 faktor kondisi bulan September total


45

Total
1,8000
1,6000
1,4000
1,2000
1,0000
0,8000
0,6000 Total
0,4000
0,2000
0,0000

Lampiran 14 faktor kondisi bulan September jantan

2,5000

2,0000

1,5000

1,0000 Jantan

0,5000

0,0000

Lampiran 15 faktor kondisi bulan September betina


46

1,4000
1,2000
1,0000
0,8000
Betina
0,6000
0,4000
0,2000
0,0000

Lampiran 16 Proporsi kelamin bulan Mei

SK 95 %
0,6150 <p< 0,6421
0,3579 <q< 0,3850

Lampiran 17 Proporsi kelamin bulan Juli

SK 95 %
0,6150 <p< 0,6421
0,3579 <q< 0,3850

Lampiran 18 Proporsi kelamin bulan September

SK 95 %
0,6150 <p< 0,6421
0,3579 <q< 0,3850

Lampiran 19 hubungan fekunditas dengan panjang bulan Mei


47

50000
45000
40000
35000
30000
Frekuensi

25000
20000
15000
10000
y = 42,122x - 805,77
5000 R² = 0,003
0
80 100 120 140 160 180
Panjang

Lampiran 20 hubungan fekunditas dengan bobot bulan Mei

50000
45000
40000
35000
30000
Frekuensi

25000
20000
15000
10000
y = 51,407x + 2891,2
5000 R² = 0,0026
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Bobot tubuh

Lampiran 21 hubungan fekunditas dengan panjang bulan Juli


48

100000
90000
80000
70000
Fekunditas

60000
50000
Series1
40000
Linear (Series1)
30000
20000
10000 y = 41,016x - 1588,5
R² = 0,0015
0
100 120 140 160 180
Panjang

Lampiran 22 hubungan fekunditas dengan bobot bulan Juli

100000
90000
80000
70000
Fekunditas

60000
50000
40000
30000
20000
10000 y = -7,2186x + 4000,5
R² = 4E-05
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Panjang

Lampiran 23 hubungan fekunditas dengan panjang bulan September


49

50000

40000

30000
Fekunditas

20000 Series1
Linear (Series1)
10000 y = 89,978x - 10445
R² = 0,0668
0
0 50 100 150 200 250
-10000
Panjang

Lampiran 24 hubungan fekunditas dengan bobot bulan September

50000

40000

30000
Fekunditas

20000

y = 112,67x - 3644,4
10000
R² = 0,1079

0
0 50 100 150
-10000
Bobot Tubuh

TKG pada bulan Mei


50

100%
90%
80%
70%
60%
Fi relatif

TKG 4
50%
TKG 3
40%
TKG 2
30%
20% TKG 1
10%
0%
105-113 114-122 123-131 132-140 141-149 150-158 159-167
Selang kelas

Lampiran 25 TKG pada bulan juni

100%
90%
80%
70%
60%
Fi relatif

TKG 4
50%
TKG 3
40%
TKG 2
30%
20% TKG 1
10%
0%
110-117 118-125 126-133 134-141 142-149 150-157 158-165
Selang kelas
51

Lampiran 26 TKG pada bulan September

100%
90%
80%
70%
60% TKG 4
Fi relatif

50% TKG 3
40% TKG 2
30% TKG 1
20%
10%
0%
100-114 115-129 130-144 145-159 160-174 175-189 190-204
Selang kelas
Lampiran 27 IKG pada bulan Mei

3,5000

3,0000

2,5000
IKG Rataan

2,0000

1,5000

1,0000

0,5000

0,0000
1 2 3 4
TKG

Lampiran 28 IKG pada bulan Juli


52

3,5000

3,0000

2,5000
IKG rataan

2,0000

1,5000

1,0000

0,5000

0,0000
1 2 3 4
TKG

Lampiran 29 IKG pada bulan September

2,0000

1,5000

1,0000
IKG rataan

0,5000

0,0000
1 2 3 4

-0,5000
TKG

Lampiran 30 Diameter telur pada bulan Mei


53

12

10

6
Fi

0
178-219 220-261 262-303 304-345 346-387 388-429 430-471
Selang Kelas

Lampiran 31 Diameter telur pada bulan Juli

14

12

10

8
Fi

0
309-354 355-400 401-446 447-492 493-538 539-584
Selang kelas
54

Lampiran 32 Diameter pada bulan September

20
18
16
14
12
10
Fi

8
6
4
2
0
117-197 198-278 279-359 360-440 441-521 522-602 603-683
Selang kelas

Lampiran 33 Index Propendance betina total

Potongan crustacea lainnya

1%

99%

Lampiran 34 Index Propendance jantan Total


55

Potongan crustacea Crustacea lainnya

5%

44% 51%

Lampiran 35 Tumpang tindih total

Jantan Betina
Jantan 1 0,649958
Betina 0,649958 1

Lampiran 36 Hubungan bobot dengan volume makanan

a b r^2
Total -4,2865 0,0401 0,1389
Jantan -2,6413 0,0264 0,1380
Betina -5,7881 0,0528 0,1397

Lampiran 37 IKG total


56

3,5000

3,0000

2,5000

2,0000
ISC Rataan

1,5000

1,0000

0,5000

0,0000
1 2 3 4
-0,5000
TKG

Anda mungkin juga menyukai