Anda di halaman 1dari 57

PERILAKU ORGANISASI

Disusun Oleh :

M Fani Rahmansyah (01011381621179)

Dosen Pengampuh :

Dr. Dra. Agustina Hanafi, M.B.A.

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG


BAB I

PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI

A. Pengertian Perilaku Organisasi


Perilaku Organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-
aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok
tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi
terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh
manusia terhadap organisasi. Tujuan praktis dari penelaahan studi ini
adalah untuk mendeterminasi bagaimanakan perilaku manusia itu
mempengaruhi usaha pencapaian tujuan-tujuan organisasi. (Thoha , 2007 :
5). Dalam perspektif system pengendalian manajemen, Sokarno, 2002:11,
mengemukakan bahwa perilaku organisasi merupakan “crucial” untuk
dapat memahami, menjelaskan, memperkirakan dan
mempengaruhi/mengubah perilaku manusia yang terjadi di organisasi
tempat kerja. Pengertian ini mengandung tiga unsur pengertian yaitu
1) perilaku organisasi mencermati tingkah laku yang kasat mata, seperti
diskusi dngan temankerja, mengoperasikan computer, menyuusun
laporan.;
2) perilaku organisasi mempelajari tingkah laku manusia sebagai individu
maupun sebagai anggota kelompok organisasi;
3) perilaku kelompok juga menganalisis perilaku kelompok dan organisasi
sendiri.
Menurut Duncan yang dikutip oleh Thoha bahwa bidang baru dari
ilmu tingkah laku yang dikembangkan dengan titikperhatiannya pada
pemahaman perilaku manusia di dalam suatu organisasi yang sedang
berproses, dinamakan perilaku organisasi. Serentetan defenisi tentang
perilaku organisasi selalu titik awal pemberangkatannya dimulai dari
perilaku manusia dan atau lebih banyak menekankan pada aspek-aspek
psikologi dari tingkah laku individu.
B. Perilaku Individu dalam Organisasi
Perilaku organisasi hakikatnya adalah hasil-hasil integrasi antara
individu-individu dalam organisasinya. Oleh karena itu untuk memahami
perilaku organisasi sebaiknya diketahui terlebih dahulu individu-individu
sebagai pendukung organisasi tersebut. Menurut David A.Nadler (1970)
sebagaimana dikemukakan oleh Anoraga (1995:54) dan Thoha (2007:33)
bahwa perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari integrasi antara
person atau individu dengan lingkungannya.
Sebagai gambaran dari pemahaman ungkapan ini, misalnya
seorang tukang parkir yang melayani memparkir mobil, seorang tukang
pos yang menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang karyawan asuransi
yang datang ke rumah menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat di
rumah sakit, dan juga seorang manajer di kantor yang membuat keputusan.
Berbagai karakter yang diperlihatkan oleh individu sesuai dengan
jabatanya tentunya akan berbeda-beda. Dan perilakunya adalah ditentukan
oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda.Karakter yang
dibawah individu ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan
pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini
semuanya adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik
ini akan dibawa olehnya manakala ia akan memasuki sesuatu lingkungan
baru, yakni organisasi atau lainnya.
Organisasi yang juga merupakan suatu lingkungan bagi individu
mempunyai karakteristik pula. Adapun karakteristik yang dipunyai
organisasi antaranya keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki,
pekerjaan-pekerjaan, tugastugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem
penggajian (reward system), sistem pengendalian dan lain sebagainya.
Jikalau karakteristik individu terintegrasi dengan karakteristik organisasi
maka akan terwujudlah perilaku individu dalam organisasi.
C. Sifat-Sifat Individu Dalam Organisasi
Salah satu cara untuk memahami sifat-sifat manusia ialah dengan
menganalisa kembali prinsip-prinsip dasar yang merupakan salah satu
bagian daripadanya. Prinsip-prinsip dasar itu sebagaimana dikemukakan
oleh Thoha, (2007:36) sebagai berikut:

1. Manusia berbeda perilakunya


karena kemampuannya tidak sama Mempelajari prinsip dasar
kemampuan amat penting agar dapat diketahui mengapa seseorang
berbuat dan berperilaku berbeda dengan yang lain. Dengan adanya
keterbatasan kemampuan ini, maka setiap orang didalam
melaksanakan tugasnya akan tidak sama pula. Demikian pula dengan
seorng pemimpin. Ada seorang pemimpin bisa mengatasi persoalan
yang rumit hanya memerlukan beberapa saat saja, tetapi tidak
demikianlah dengan pimpinan yang lain, ia memerlukan puasa tiga
hari tiga malam, berkonsultasi dengan orang tua disuatu desa yang
diagung-agungkan, dan banyak cara yang dilakukan.Keterbatasan
kemampuan ini yang membuat seseorang bertingkah laku yang
berbeda. Banyak yang diinginkan manusia, tetapi jawaban manusia
untuk mewujudkan keinginannya itu terbatas, sehingga menyebabkan
semua yang diinginkan itu tidak tercapai. Ada yang beranggapan
bahwa perbedaan kemampuan ini karena disebabkan sejak lahir
manusia ditakdirkan tidak sama kemampuannya. Ada pula yang
beranggapan bukan disebabkan sejak lahir, melainkan karena
perbedaanya menyerap informasi dari suatu gejala. Ada lagi yang
beranggapan bahwa perbedaan kemampuan itu disebabkan kombinasi
dari keduanya. Oleh karenanya kecerdasan merupakan salah satu
perwujudan dari kemampuan seseorang, ada pula yang beranggapan
bahwakecerdasan seseorang itu juga berasal dari pembawaan sejak
lahir, adapula yang beranggapan karena didikan dan pengalaman.
Namun demikian ada pula yang membenarkan bahwa kecerdasan (IQ)
seseorang itu dipengaruhi oleh tingkat keterbatasan karena adanya
pembatasan-pembatasan psyhis (physiological limitation). Lepas dari
setuju atau tidak setuju dari perbedaan-perbedaan tersebut ternyata
bahwa kemampuan seseorang dapat membedakan perilakunya. Dan
karena perbedaan kemampuannya ini maka dapat kiranya
dipergunakan untuk memprediksi pelaksanaan dan hasil kerja
seseorang yang bekerja sama di dalam suatu organisasi tertentu.
Disinilah mengapa kita perlu memahami sifat-sifat manusia, karena
dengan memahami hal tersebut dimana mengapa setiap orang berbeda
maka kita akan paham mengapa seseorang berperilaku berbeda dengan
yang lain di dalam melaksanakan suatu kerja yang sama.

2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda.


Para ahli sepakat bahwa manusia ini berperilaku karena di dorong
oleh serangkaian kebutuhan. Dengan adanya kebutuhan yang ada
dalam diri setiap individu, hal ini mendorong semangatnya untuk
berbuat dalam mencapainya sesuatu objek atau hasil. Kebutuhan
seseorang berbeda dengan kebutuhan orang lain. Seseorang karyawan
yang didorong untuk mendapatkan tambahan gaji supaya dapat hidup
satu bulan dengan keluarganya, tingkah perilakunya jelas akan berbeda
dengan karyawan yang didorong oleh keinginan memperoleh
kedudukan agar mendapatkan harga diri di dalam
masyarakat.Pemahaman kebutuhan yang berbeda dari seseorang ini
amat bermanfaat untuk memahami konsep perilaku seseorang di dalam
organisasi. Hal ini bisa dipergunakan untuk memprediksi dan
menjelaskan perilaku yang berorientasi tujuan di dalam kerja sama
organisasi. Ini juga dapat menolong kita untuk memahami mengapa
suatu hasil dianggap penting bagi seseorang, dan juga menolong
kepada kita untuk mengerti hasil manakah yang akan menajdi
terpenting untuk menentukan spesifikasi individu.
3. Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang
bagaimana bertindak.
Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dipenuhi lewat perilakunya
masing-masing. Didalam banyak hal, seseorang dihadapi dengan
sejumlah kebutuhan yang potensial harus dipenuhi lewat perilaku yang
diperilakunya. Cara untuk menjelaskan bagaimana seseorang membuat
pilihan di antara sejumlah besar rangkaian pilihan perilaku yang
terbuka baginya, adalah dengan mempergunakan penjelasan teori
expectancy (pengharapan). Teori ini didasarkan atas proposisi yang
sederhana yakni bahwa seseorang memilih berperilaku sedemikian
karena ia yakin dapat mengerjakan untuk mendapatkan sesuatu hasil
tertentu (misalkan mendapatkan hadiah atau upah, dan dikenal oleh
atasan yang menarik baginya karena sesuai dengan tuntutan
kebutuhannya)

4. Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan


pengalaman masa lalu dan kebutuhannya.
Memahami lingkungan adalah suatu proses yang aktif dimana
seseorang mencoba membuat lingkungannya itu mempunyai arti
baginya. Proses yang aktif melibatkan seseorangindividu mengakui
secara selektif aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan, menilai apa
yang dilihatnya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu,
dan mengevaluasi apa yang dialami dalam kaitannya dengan
kebutuhan-kebutuhannya dan nilainilainya. Oleh karena kebutuhan-
kebutuhan dan pengalaman seseorang itu seringkali berbeda sifatnya,
maka persepsi terhadap lingkungan juga akan berbeda. Suatu contoh,
orang-orang yang berada dalam organisasi yang sama seringkali
mempunyai perbedaan di dalam berpengharapan (expectancy)
mengenai suatu jenis perilaku yang membuahkan suatu penghargaan,
misalnya naiknya gaji dan cepatnya promosi.
5. Seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi senang atau tidak senang (
affective)
Orang-orang jarang bertindak netral mengenai suatu hal yang
mereka ketahui dan alami. Dan mereka cenderung untuk mengevaluasi
sesuatu yang mereka alami dengan cara senang atau tidak senang.
Selanjutnya, evaluasinya itu merupakan salah satu faktor yang teramat
sulit di dalam mempengaruhi perilakunya dimasa yang akan datang.
Perasaan senang dan tidak senang ini akan menjadikan seseorang
berbuat yang berbeda dengan orang lain dalam rangka menanggapi
sesuatu hal. Seseorang bisa puas mendapatkan gaji tertentu karena
bekerja di suatu tempat tertentu, orang lain pada tempat yang sama
merasa tidak puas. Kepuasan dan ketidakpuasan ini ditimbulkan karena
adanya perbedaan dari sesuatu yang diterima dengan sesuatu yang
diharapkan seharusnya diterima. Sesuatu jumlah yang oleh seseorang
dirasakan harus diterima oleh orang lain. Orang acapkali
membandingkan apa yang iaterima dalam suatu situasi kerja tertentu
dengan apa yang diterima orang lain dalam situasi yang sama. Jika
hasil perbandingannya ia rasakan tidak adil, maka timbullah rasa tidak
puas terhadap hasil yang diterima.

D. Kepribadian
Berbicara tentang kepribadian sering diidentikkan dengan perilaku.
Hubungan antar kepribadian dengan perilaku memang agak rumit
dipahami oleh setiap manajer. Ketika kita berbicara mengenai kepribadian,
kita tidak memaksudkan bahwa seorang mempunyai pesona (charm), suatu
sikap positif terhadap hidup, wajah yang tersenyum. Bila para psikolog
bicara mengenai kepribadian, mereka maksudkan suatu konsep dinamis
yang menggambarkan pertumbuhan dan pengembangan dari sistem
psikologis keseluruhan dari seseorang. Bukannya memandang pada
bagian-bagian dari pribadi itu, kepribadian memandang pada keseluruhan
agregasi yang lebih besar daripada jumlah dari bagianbagian. Definisi
yang paling sering digunakan dari kepribadian oleh Gordon Allport
hampir 60 tahun yang lalu. Ia mengatakan bahwa kepribadian adalah “
organisasi dinamis pada masing-masing sistem psikofisik yang
menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya” (Robbins, 2001 :
50).

E. Determinan Kepribadian
Argumentasi awal yang sering diperdebatkan dalam riset
kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang merupakan hasil
keturunan atau lingkungan. Apakah kepribadian ditentukan sebelumnya
saat kelahiran, ataukah itu akibat dari interaksi individu itu dengan
lingkungannya? Jelas, tidak ada jawaban hitam putih yang sederhana.
Kepribadian tampaknya merupakan suatu hasil dari kedua pengaruh itu.
Tambahan pula, dewasa ini kita mengenali suatu faktor ketiga situasi.
Dengan demikian kepribadian seorang pada umumnya terbentuk oleh
faktor keturunan maupun lingkungan, yang diperlunak (moderated) oleh
kondisi situasi :
1. Keturunan
Keturunan merujuk ke faktor-faktor yang ditentukan pada saat
pembuahan. Sosok fisik, daya tarik wajah, kelamin, temperamen,
komposisi otot dan refleks, tingkat energi, dan ritme hayati merupakan
karakteristik yang umumnya dianggap sebagai atau sama sekali atau
sebagian besar dipengaruhi oleh siapa kedua orangtua anda, yaitu oleh
susunan hayati, faali (fisiologis) dan psikologis yang melekat.
Pendekatan keturunan berargumen bahwa penjelasan paling akhir dari
kepribadian seorang individu adalah struktur molekul dari gen, yang
terletak dalam kromosom. Lombroso ( dalam Sofyandi 2007:79),
seorang menjadi penjahat karena memang ia sudah dilahirkan sebagai
penjahat. Lombroso tidak tidak terlalu memperhatikan pengaruh
lingkungan. Menurutnya pengaruh bawaan atau turunan sangat
dominan membentuk kepribadian seseorang. Itulah sebabnya mengapa
paramanajer sangat memerlukan latar belakang kehidupan seseorang
ketika proses rekruiment.
2. Lingkungan
Faktor lain yang memiliki peran yang cukup signifikan pada
pembentukan kepribadian kita adalah budaya dimana kita dibesarkan.
Pengkondisian dini, norma-norma diantara keluarga, teman-teman, dan
kelompok–kelompok sosial,serta pengaruh– pengaruh lain yang kita
alami. Lingkungan yang dipaparkan pada kita memainkan suatu peran
yang cukup besar dalam membentuk kepribadian kita. Tokoh yang
sangat terkenal denga teori “Tabula Rasa” Jhon Locke, menurutnya
bahwa seorang bayi yang dilahirkan itu adalah ibarat selembar kertas
putih. Lingkunganlah yang dapat menentukan apakah kertas putih itu
akan menjadi hitam, kuning, merah atau apapun juga. Para ahli
sepakat bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya.
Jika seseorang dibentuk dalam rumah tangga yang bahagia, pola
perilaku akan bersikap baik misalnya dalam sifat-sifat yang positif
seperti peramah, gembira, sabar, toleran, mdah diajak kerja sama, tidak
egois danlain-lain. Sebaliknya, jika seseorang dibesarkan dalam
keluarga yang tidak bahagia dimana kedua orang tuanya yang sering
bertengkar maka sifat-sifat seperti digambarkan di atas tidak akan
nampak.

3. Situasi
Faktor ketiga, situasi, memepengaruhi dampak keturunan dan
lingkungan terhadap kepribadian. Kepribadian seseorang, walaupun
pada umumnya mantap dan konsisten, berubah dalam situasi yang
berbeda. Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berlainan
memunculakn aspek-aspek yang berlainan darikepribadian seseorang.
Oleh karena itu hendaknya kita tidak melihat pola kepribadian dalam
keterpencilan (isolasi). Sementara tampaknya logis untuk
mengendalikan bahwa situasi akan mempengaruhi kepribadian
seseorang, untuk suatu bagan klasifikasi yang rapi akan mengatakan
kepada kita dampak berbagai tipe situasi sejauh ini tidak kita punyai.
BAB II

NILAI, SIKAP DAN KEPUASAN

A. NILAI
Nilai adalah sebuah keyakinan dasar dari individu maupun
kelompok bahwa sebuah metode tindakan spesifik atau akhir dari
keberadaan lebih diinginkan secara pribadi atau sosial dibandingkan
metode tindakan atau akhir keberadaan lawannya atau kebalikannya. Nilai
mengandung elemen penilaian karena mengandung ide – ide seorang
individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan.
Nilai memberikan fondasi bagi pemahaman mengenai sikap dan
motivasi orang – orang serta pengaruh persepsi seseorang. Individu yang
memasuki satu kesatuan organisasi akan melihat ide – ide yang
ditanamkan pada organisasi mengenai apa yang seharusnya terjadi maupun
tidak terjadi berdasarkan nilai.
Menurut Milton Rokeach, nilai terbagi menjadi dua kategori yaitu
nilai terminal dan nilai instrumental. Nilai terminal adalah hasil akhir yang
diinginkan dari keberadaan; sasaran yang ingin dicapai seseorang dalam
hidupnya. Contohnya adalah kesejahteraan dan kesuksesan ekonomi,
kebebasan, kesehatan dan kebaikan, kedamaian dunia, serta arti hidup.
Sedangkan Nilai Instrumental adalah model perilaku yang lebih disukai,
atau alat untuk mencapai nilai terminal seseorang. Contoh – contoh nilai
instrumental adalah otonomi dan harapan diri, disiplin pribadi, kebaikan,
serta orientasi sasaran.

B. SIKAP
Sikap adalah pernyataan – pernyataan evaluatif baik
menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai objek, orang, atau
peristuwa. Sikap merefleksikan bagaimana perasaan individu tentang
sesuatu.
Komponen utama dari sikap terbagi menjadi tiga menurut para ahli
yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen perilaku.
Komponen kognitif memiliki arti dari sebuah sikap deskripsi dari atau
kepercayaan tentang suatu hal. Selanjutnya komponen afektif merupakan
segmen perasaan atau emosional dari suatu sikap yang direfleksikan dalam
pernyataan. Komponen terakhir yaitu komponen perilaku adalah sebuah
maksud untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

Ketiga komponen ini berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan


yang pada akhirnya untuk dijadikan pemahaman kompleksitas dan
hubungan potensial antara sikap dan perilaku. Dalam organisasi, sikap
adalah komponen penting untuk perilaku sebab sikap merujuk pada
sesuatu yang sangat berhubungan dengan pengalaman pribadi individu di
dalam lingkungan organisasi. Terkadang juga, sikap dan perilaku saling
berlawanan di lingkungan organisasi pada individu karena tekanan sosial
yang sangat tinggi terhadap individu tersebut.

C. KEPUASAN KERJA
Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan,
yang dihasilkan dari suatu evaluasi dari karakteristik – karakteristiknya.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan
yang positif mengenai pekerjaanya, sedangkan seseorang dengan tingkast
kepuasan kerja yang rendah memiliki perasaan negatif.
Kepuasan kerja seseorang pada dasarnya tergantung kepada selisih
antara harapan, kebutuhan atau nilai dengan apa yang menurut perasaan
atau persepsi telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Seseorang
akan merasa puas jika tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan
persepsinya atas kenyataan.Kepuasan kerja sangat berhubungan dengan
sikap dan perilaku individu seseorang karena kepuasan kerja seseorang
tercemin dari sikap dan perilaku tersebut. Meningkatkan kepuasan kerja
tentunya akan meningkatkan kinerja seseorang terhadap organisasi melalui
motivasi dan pemenuhan kebutuhan individu.
BAB III

KEPRIBADIAN DAN EMOSI

A. KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah jumlah total cara – cara dimana seorang
individu beraksi atas dan berinteraksi dengan orang lain. Kepribadian
seseorang dibentuk dan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu keturunan (
hereditas ) individu dari lahir, lingkungan sosial individu tempat ia
bermukim.
Karakteristik – karakteristik kepribadian telah diklasifikasikan
menjadi beberapa bagian untuk generalisasi perilaku individu umumnya
digunakan sebagai alat pengambil keputusan organisasi. Ada dua tipe
karakteristik menurut para ahli yaitu Indikator Tipe Myers – Briggs dan
Model Lima Besar.
1. Indikator Tipe Myers – Briggs

Myers – Briggs Type Indicator adalah sebuah tes kepribadian yang


mengelompokkan empat karateristik dan mengklasifikasikan orang dalam
1 dari 16 tipe kepribadian. Para responden diklasifikasikan sebagai
ekstrover atau introver, perasa ( sensing ) atau intuitif ( Intuitive ),
memikirkan ( Thinking ) atau merasakan ( Feeling ), dan menilai (
Judging) atau menerima ( Perceiving ). MBTI dapat menjadi alat yang
bernilai untuk meningkatkan kesadaran diri dan memberikan panduan
karier, tetapi karena hasil cenderung tidak berhubungan dengan kinerja,
manajer mungkin tidak seharusnya menggunakannya sebagai sebuah tes
seleksi bagi kandidat pekerjaan.

2. Model Kepribadian Lima Besar

Model Lima Besar adalah sebuah penilaian kepribadian yang


mencakup lima dimensi dasar diantaranya :
Ekstraversi. Dimensi ini menampilkan level kenyamanan kita di
dalam hubungan. Ekstrover cenderung ekspresif, percaya diri, dan mampu
bersosialiasi. Introver cenderung pemalu, penakut, dan tenang.

Keramahan. Dimensi ini merujuk pada kecenderungan seorang


individu untuk memahami orang lain. Orang yang ramah, kooperatif,
hangat, dan mempercayai. Orang yang berskor rendah dingin, tidak ramah,
dan antagonis.

Kehati – hatian. Dimensi ini adalah sebuah ukuran reliabilitas.


Orang yang sangat hati – hati bertanggung jawab, teratur, dapat
diandalkan, dan persisten. Mereka yang berskor rendah pada dimensi ini
mudah dialihkan, tidak teratur, dan tidak dapat diandalkan.

Stabilitas Emosional. Dimensi ini sering dilabeli kebalikannya,


uring – uringan menunjukkan kemampuan seseorang untuk menghadapi
stress. Orang dengan stabilitas emosional positif tinggi cenderung tenang,
percaya diri, dan aman. Mereka dengan skor negatif tinggi cenderung
gugup, cemas, depresi, dan tidak aman.

Keterbukaan pada pengalaman. Dimensi ini mencakup kisaran


minat dan ketertarikan atas inovasi. Orang yang sangat terbuka kreatif,
ingin tahu, dan secara artistik sensitif. Sebaliknya, mereka yang berada di
ujung lainnya dari kategori ini konvensional dan merasa nyaman dalam
keadaan yang dikenal.

Kelima sifat – sifat tersebut mencerminkan karakteristik –


karakteristik karyawan pada umumnya sehingga para manajer perlu
melakukan pertimbangan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik –
karakteristik individu yang ada di dalam organisasi agar menjadi handal
yang pada akhirnya meningkatkan kinerja organisasi secara efisien dan
efektif.
B. EMOSI
Emosi adalah perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau
kelompok. Emosi berbeda dengan suasana hati yang merupakan perasaan
yang cenderung kurang intens dibandingkan emosi dan kurang stimulus
konstekstual. Namun emosi dapat berubah menjadi suasana hati saat
individu kehilangan fokus pada peristiwa atau objek yang memulai
perasaan itu. Dengan cara yang sama, suasana hati baik atau buruk dapat
membuat individu lebih emosional dalam merespons sebuah peristiwa.
Di dalam dunia pekerjaan saat ini, emosi sangat berhubungan
langsung dengan individu – individu yang bernaung di dalam organisasi
tersebut. Dalam beberapa studi menyatakan bahwa emosi sangat
mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan organisasi. Hal
ini perlu digaris bawahi karena pemimpin maupun manajer harus
terkondisikan emosi yang stabil.
Jika para manajer maupun para pengambil keputusan mengambil
keputusan berdasarkan emosi, biasanya keputusan tersebut dipertanyakan
kualitasnya sebab emosi membuat seseorang berpikir tidak rasional dan
hanya mengandalkan sebuah emosi adalah hal yang etis. Namun, emosi
juga membantu dalam hal motivasi karyawan untuk memaksimalkan
kinerjanya dan membantu pemecahan masalah dari konflik yang pada
dasarnya didasarkan atas emosi yang berlebihan antara satu pihak terhadap
pihak lainnya.\
BAB IV

KONSEP DASAR MOTIVASI

A. Pengertian Motivasi
Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive)
yang berati dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu.
Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau
menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang
berlangsung secara sadar. Dari pengertian tersebut berarti pula semua teori
motivasi bertolak dari prinsip utama bahwa manusia (seseorang) hanya
melakukan suatu kegiatan yang menyenangkannya untuk dilakukan.
Prinsip itu tidak menutup kemungkinan bahwa dalam keadaan terpaksa
seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak
disukainya.(Nawawi, 2000:351). Kast dan James (2002:398)
mengemukakan bahwa motif adalah apa yang menggerakkan seseorang
untuk bertindak dengan cara tertentu atau sekurang-kurangnya
mengembangkan suatu kecenderungan perilaku tertentu. Dorongan untuk
bertindak inidapat dipicu oleh suatu rangsangan luar, atau lahir dari dalam
diri orang itu sendiri dalam proses fisikologi dan pemikiran individu itu.
Perbedaan motivasi niscayalah merupakan factor terpenting untuk
memahami dan meramalkan perbedaan dan prilaku individual
B. Teori Motivasi
Ada enam teori motivasi yakni :
1) Teori kebutuhan (Need) dari Abraham Maslow
2) Teori dua faktor dari Frederic Herzberg.
3) Teori prestasi (Achevement) dari David McClland
4) Teori penguatan (Reinforcement).
5) Teori harapan (Expectetensy).
6) Teori tujuan sebagai motivasi.

Tiga teori yang disebutkan terdahulu berfokus pada “apa” yang


mendorong manusia melakukan suatu kegiatan. Teori-teori itu membahas
tentang sesuatu yang mendorong (motivator) seorang dalam melakukan
suatu kegiatan termasuk juga yang disebut bekerja di sebuah
organisasi/perusahaan. Oleh karena itu teori-teori tersebut di kelompokan
dalam kategori “ Teori Isi (content Theories)”. Berikutnya teori yang
disebut terakhir dalam urutan tersebut di atas, adalah teori-teori motivasi
yang berfokus pada “bagaimana” mendorong manusia agar berbuat
sesuatu, termasuk juga dalam bekerja di sebuah organisasi/perusahaan.
Dengan demikian berarti teori-teori motivasi tersebut membahas cara-cara
dan langkah-langkah dalam memberikan dorongan, sehingga di
kategorikan sebagai “Teori Proses ”
1. Teori Kebutuhan dari Maslow
Setiap manusia memiliki kebutuhan dalam hidupnya, bahwa
kebutuhan tersebut terdiri dari Kebutuhan Fisik, Kebutuhan Psikologi,
dan Kebutuhan Spritual. Dalam teori ini kebutuhan di artikan sebagi
kekuatan/tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi individu
untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak berfungsi untuk kehilangan
kekuatan dalam memotivasi kegiatan, sampai saat timbul kembali
sebagai kebutuhan baru yang mungkin saja sama dengan sebelumnya.
Maslow dalam teorinya mengetengahkan tingkatan (herarchi)
kebutuhan, yang berbeda kekuatannya dalam motivasi seorang
melakukan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan bersifat
bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalam
memotivasi suatu kegiatan termasuk juga yang disebut bekerja. Urutan
tersebut dari yang terkuat sampai yang terlemah dalam memotivasi
terdiri dari kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,
kebutuhan status/kekuasaan dan kebutuhan aktualisasi diri. (Sigit,
2003, 46). Maslow tidak mempersoalkan kebutuhan spritual, yang
sebenarnya cukup penting/dominan perannya sebagai motivasi,
terutama dilingkungan pemeluk suatu agama/kepercayaan pada Tuhan
Yang Maha Esa. . Secara ringkas kebutuhan Maslow ialah, 1) tidak
ada kebutuhan yang terjadi bersamaan di antara kategori-kategori
kebutuhan, 2) kebutuhan dipuaskan terlebih dahulu dari yang paling
bawah, 3) kebutuhan di tingkat atas dipenuhi, jika kebutuhan yang ada
di tingkat bawah sudah terpuaskan, 4) kebutuhan aktualisasi diri tidak
pernah terpuaskan, selalu terus menerus untuk dipenuhi tiada henti-
hentinya, 5) kebutuhan yang belum terpuaskan menjadi pendorong
atau motivasi perbuatan/perilaku.

2. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg


Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat
memberikan kepuasan dalam bekerja. Kedua faktor tersebut adalah:
a. Faktor sesuatu yang dapat memotivasi ( motivator ). Faktor ini
antara lain adalah faktor prestasi (achievement), faktor
pengakuan/penghargaan, faktor tanggung jawab, faktor
memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khusunya
promosi, dan faktor pekerjaan itu sendiri. Faktor ini terkait dengan
kebutuhan pada urutan yang tinggi dalam teori Maslow.

b. Kebutuhan Kesehatan Lingkungan Kerja (hygiene factors). Faktor


ini dapat berbentuk upah/gaji, hubungan antara pekerja, supervisi
teknis, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan proses
administrasi diperusahaan. Faktor ini terkait dengan kebutuhan
pada urutan yang lebih rendah dalam teori Maslow. Dalam
implementasinya di lingkungan sebuah organisasi/ perusahaan,
teori ini menekankan pentingnya menciptakan/ mewujudkan
keseimbangan antara kedua faktor tersebut. Salah satu diantaranya
yang tidak terpenuhi, akan mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak
efektif dan tidak efisien.

3. Teori Prestasi (Achievement) dari Mc Clelland


Teori ini mengklasifikasi berdasarkan akibat suatu kegiatan berupa
prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja. Dengan kata lain
kebutuhan berprestasi merupakan motivasi dalam pelaksanaan
pekerjaan. Artinya bahwa manusia pada hakekatnya mempunyai
kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain (Thoha,
2003 : 234). Dalam hubugannya dengan Teori Maslow, berarti
motivasi ini terkait dengan kebutuhan pada urutan yang tinggi,
terutama kebutuhan aktualisasi diri dan kebutuhan akan status dan
kekuasaan. Kebutuhan ini memerlukan dan mengharuskan seseorang
pekerja melakukan kegiatan belajar, agar menguasai
keterampilan/keahlian yang memungkinkan seorang pekerja mencapai
suatu prestasi. Berikutnya jika dihubungkan dengan teori dua faktor,
jelas bahwa prestasi termasuk klasifikasi faktor sesuatu yang
memotivasi (motivator) dalam melaksanakan pekerjaan.
Implementasinya di lingkungan sebuah perusahaan, antara lain sebagai
berikut :
A. Para pekerja terutama manajer dan tenaga kerja kunci
produk ini, menyukai memikul tanggung jawab dalam
bekerja, karena kemampuan melaksanakannya
merupakan prestasi bagi yang bersangkutan.
B. Dalam bekerja yang memiliki resiko kerja, para pekerja
menyukai pekerjaan yang beresiko lunak (moderat).
Pekerjaan yang beresiko tinggi dapat
mengecewakannya, karena jika gagal berarti tidak atau
kurang berprestasi. Sebaliknya juga kurang menyukai
pekerjaan yang beresiko rendah atau tanpa resiko, yang
dapat mengakibatkan pekerjaan tersebut
diklasifikasikan tidak/kurang berprestasi, baik berhasil
maupun gagal melaksanakannya.
C. Pekerja yang berprestasi tinggi menyukai informasi
sebagai umpan balik, karena selalu terdorong untuk
memperbaiki dan meningkatkan kegiatannya dalam
bekerja. Dengan demikian peluangnya untuk
meningkatkan prestasi kerja akan lebih besar.
D. Kelemahan yang dapat merugikan adalah pekerja yang
berprestasi lebih menyukai bekerja mandiri, sehingga
kurang positif sebagai manajer. Kemandirian itu
dimaksudkan untuk menunjukkan prestasinya, yang
mungkin lebih baik dari pekerja yang lain.

4. Teori Penguatan (Reinforcement)


Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam
proses belajar, dengan mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum
Ganjaran (Law Of Effect)“. Hukum itu mengatakan bahwa suatu
tingkah laku yang mendapat ganjaran menyenagkan akan mengalami
penguatan dan cenderung untuk diulangi. Misalnya memperoleh nilai
baik dalam belajar mendapat pujian atau hadiah, maka cenderung
untuk dipertahankan dengan mengulangi proses belajar yang pernah
dilakukan. Demikian pula sebaiknya suatu tingkah laku yang tidak
mandapat ganjaran, tidak akan mengalami penguatan, karena
cenderung tidak diulangi, bahkan duhindari. Berdasarkan uraian diatas
jelas bahwa penguatan (reinforcement) pada dasarnya berarti
pengulangan kegiatan karena mendapat ganjaran. Ganjaran selain
berbentuk material, dapat pula bersifat non material. Ganjaran berarti
juga memberi insentif. Oleh karena itu teori ini sering disebut “ teori
insentif
5. Teori Harapan (Expectancy)
Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan : terhadap
hubungan yang erat antara pengertian seorang mengenai suatu tingkah
laku, dengan hasil yang ingin di perolehnya sebagai harapan. Dengan
demikian berarti juga harapan merupakan energi penggerak untuk
melakukan suatu kegiatan yang karena terarah untuk mencapai suatu
kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai suatu yang di inginkan
di sebut “usaha”. Usaha di lingkungan para pekerja dilakukan berupa
kegiatan yang di sebut bekerja, pada dasarnya di dorong oleh harapan
tertentu. Usaha yang dapat di lakukan pekerja sebagai individu di
pengaruhi oleh jenis dan kualitas kemampuan yang di milikinya, yang
di wujudkan berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja. Berdasarkan
hal tadi akan memperoleh hasil, yang sesuai dengan harapan akan
dirasakan sebagai ganjaran yang memberikan rasa kepuasan.
Implementasinya di lingkungan sebuah perusahan dapat di lakukan
sebagi berikut :
a. Manejer perlu membantu para pekerja memahami
tugastugas/pekerjaanya, di hubungkan dengan kemampuan atau
jenis dan kualitas keterampilan/keahlian yang di milikinya.
b. Berdasarkan pengertian itu, manejer perlu membantu para
pekerja agar memiliki harapan yang realistis, yang tidak
berlebihan. Harapannya tidak melampaui usaha yang dapat
dilakukannya sesuai degan kemampuan yang di milikinya.
c. Manejer perlu membantu para pekerja dalam meningkatkan
keterampilan dalam bekerja, dalam meningkatkan harapanya,
dan akan meningkatkan pula usahanya melalui pelaksanaan
pekerjaan yang semakin efektif dan efisien.

6. Teori Tujuan sebagai Motivasi


Setiap pekerja yang memahami dan menerima dan menerima
tujuan organisasi/perusahan atau unit kerjanya, dan merasa sesuai
dengan dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam
mewujudkannya. Dalam keadaan seperti ini tujuan akan berfungsi
sebagai motivasi dalam bekerja, yang mendorong para pekerja memilih
alternatif cara bekerja yang terbaik atau yang paling efektif dan efisien.
Implementasi dari teori ini dilingkungan suatu perusahaan dapat di
wujudkan sebagai berikut:
a. Tujuan unit kerja atau tujuan organisasi merupakan fokus
utama dalam bekerja. Oleh karena itu para menejer perlu
memiliki kemampuan merumuskannya secara jelas dan terinci,
agar mudah di pahami para pekerja. Untuk itu para menejer
perlu membantu pekerja jika mengalami kesulitan memahami
dan menyesuaikan diri dengan tujuan yang hendak di capai.
b. Tujuan perusahaan menentukan tingkat intensitas pelaksanaan
pekerjaan, sesuai dengan tingkat kesulitan mencapainya. Untuk
itu para menejer perlu merumuskan tujuan yang bersifat
menentang, sesuai dengan kemampuan pekerja yang ikut serta
mewujudkannya.
c. Tujuan yang sulit menimbulkan kegigihan dan ketekunan
dalam usaha mencapainya, melebihi dari tujuan yang mudah
mencapainya. Untuk itu para menejer perlu menghargai para
pekerja yang berhasil mewujudkan tujuan unit kerja atau
perusahaan yang sulit mencapainya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi


Kast dan James (2002:402), mengemukakan beberapa factor yang
mempengaruhi motivasi yaitu : Faktor Internal dan Faktor Eksternal.
Faktor internal seperti sasaran dan nilai-nilai organisasi, teknologi, struktur
dan proses manajerial. Faktor-faktor ini, secara individual dan kolektif,
mempengaruhi motivasi individu dan kelompok dalam orgnaisasi. Sasaran
dan nilai-nilai (impilisit atau eksplisit) suatu organisasi mempengaruhi
motivasi.dengan mengidentifikasi hal yang dikehendaki dan menunjukkan
perilaku yang sesuai yang dapat dipakai untuk mencapai hasil tersebut.
Tipe teknologi yang dipakai dalam organisasi juga mempengaruhi
motivasi. Dalam beberapa hal, kegiatan manusia dipacu oleh kecepatan
mesin. Proses manajemen dalam organisasi dapat pula mempengaruhi
motivasi, seperti gaya kepemimpinan, pengambilan keputusan dan lain-
lain.
BAB V

DASAR PERILAKU KELOMPOK

Kita mendefinisikan sebuah kelompok sebagai dua individu atau


lebih yang berinteraksi dan saling bergantung yang dating bersama-sama
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.Kelompok dapat bersifat formal
maupun informal.Sebuah kelompok formal didefinisikan melalui
keberadaan struktur organisasi dengan penugasan kerja yang di tetapkan
untuk menentukan tugas tugas sedangkan kelompok informal adalah yang
tidak ditetapkan struktur secara formal atau tidak di tentukan secara
organisasional.

Orang-orang yang membentuk kelompok akan mengenal secara


tidak langsung teori identitas social. Teori ini mengusulkan bahwa orang-
orang memiliki reaksi emosional pada kegagalan atau keberhasilan dari
kelompok mereka karena penghargaan diri terikat ke dalam kinerja
kelompok. Identitas sosial juga membantu kita memahami siapa kita dan
di mana kita cocok dengan orang lain, tetapi identitas social dapat
memiliki sisi negative pula. Diatas penderitaan orang terjadi bila kita
melihat para anggota dari dalam kelompok kita lebih baik dari pada orang
lain dan orang-orang yang bukan berasal dari dalam kelompok semuanya
sama saja.

Berikut adalah beberapa karakteristik yang membuat identitas social


menjadi penting bagi seseorang:

1. Kesamaan
orang-orang memiliki nilai atau karakteristik yang sama
sebagaimana para anggota lainya dari organisasi mereka memiliki
level identifikasi kelompok yang lebih tinggi
2. Keunikan
orang-orang yang cenderung memperhatikan identitas yang
memperhatikan bagaimana mereka berbeda dari kelompok lainnya.
3. Status
oleh karena orang-orang menggunakan identitas untuk
mendefinisikan diri mereka sendiri dan meningkatkan penghargaan diri
sehingga masuk akal bahwa mereka tertatik dalam mengaitkan diri
mereka sendiri dengan kelompok yang memiliki status yang tinggi.
4. Penurunan yang tidak pasti
keanggotaan dalam sebuah kelompok juga membantu beberapa
orang memahami siapa mereka dan bagaimana mereka meenyesuaikan
diri ke dalam dunia.

Tahap-Tahap dalam Pengembangan Kelompok

1. Tahap membentuk
di golongkan sebagai sejumlah besar ketidakpastian
mengenai tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok
2. Tahap mempeributkan
salah satu konflik intrakelompok, para anggota menerima
keberadaan kelompok tetapi menentang hambatan yang
memaksakan pada individualitas
3. Tahap menyusun norma
selesai ketika struktur kelompok mengeras dan kelompok
telah berasimilasi serangkaian ekspetasi umum mengenai apa yang
mendefinisikan perilaku anggota yang benar.
4. Mengerjakan
struktur pada poin ini sepenuhnya fungsional dan diterima.
Energi kelopok telah berpindah diri mengenal dan memahami satu
sama lain hingga mengerjakan tugas yang ada.
5. Membubarkan
adalah untuk mengakhiri kegiatan dan mempersiapakan diri
untuk pembubaran.
Properti Kelompok: Peranan, Norma, Status, Besaran, Kekompakan
dan Keragaman

Kelompok kerja bukanlah tidak terorganisasi oleh massa, mereka


memiliki beberapa property seperti peranan, norma, status,
besaran,kekompakan dan keragaman.

1. Properti Kelompok

Dengan menggunakan metafora yang sama, semua anggota


kelompok adalah para actor, masing-masing memainkan
sebuah peran. Persepsi peran, pandangan kita mengenai
bagaimana kita seharusnya bertindak dalam suatu situasi
tertentu adalah persepsi peran. Selain persepsi peran ad juga
ekspetasi peran, adalah cara orang lain menyakini anda
bertindak dalam suatu konteks tertentu. Konflik peran, ketika
kepatuhan dengan salah satu persyaratan peran mempersulit
untuk menyesuaikan dengan yang lainya hasilnya adalah
konflik peran.Simulasi benar-benar telah membuktikan dengan
sangat berhasil dalam mendemonstrasikan seberapa cepat para
individu mempelajari peran yang baru.

2. Norma

Suatu kelompok menciptakan norma standar perilaku


yang diterima dan berlaku pada para anggota kelompok yang
mencerminkan apa yang harus dilakukan berdasrkan suatu
keadaan tertentu. Ketika di setujui oleh kelompok , maka
norma akan memperngarahui perilaku para anggota dengan
pengendalian eksternal yang minimum. Kelompok – kelompok
yang berbeda, komunitas dan masyarakat memiliki norma yang
berbeda tetapi mereka semua memilikinya.

3. Status

Merupakan suatu posisi yang di definisikan secara


social atau peringkat yang di berikan kepada kelompok atau
para anggota kelompok oleh orang lain. Apa yang menentukan
status? Status cenderung berasal dari ketiga sumber berikut :

1. Kekuasaan seseorang yang dimiliki atas orang laim


2. Kemampuan seseorang untuk memberikan kontribusi
bagi tujuan kelompok
3. Karakteristik pribadi individu

Status dan interaksi kelompok, orang-orang yang memiliki


status yang tinggi cenderung menjadi anggota kelompok
yang lebih sombong “mereka lebih sering berbicara dengan
bahasa lebih banyak mengkritik, menyatakan lebih banyak
perintahdan lebih sering mengintrupsi anggota lain.
Ketidakadilan status penting bagi para anggota kelompok
untuk menyakini hierarki status tersebut adil. Hal yang di
anggap sebagai ketidakadilan akan menciptakan
ketidakseimbangan yang mana menginspirasi bermacam
tipe perilaku yang koreklatif. Status dan stigmatisasi,
meskipun jelas bahwa status anda mempengaruhi cara
orang memandang anda, status orang dengan siapa anda
berafiliasi juga dapat mempengaruhi pandangan orang lain
terhadap anda, semantara berafiliasi dengan individu yang
distigmatisasikan dapat merusak reputasi dari seseorang,
begitu juga sebalinknya dalam hal berafiliasi dengan
seseorang yang memiliki status yang tinggi.

4. Besaran

Besaran suatu kelompok memengaruhi keseluruhan


perilaku kelompok tetapi pengaruhnya bergantung pada apa
variable dependen yang kita amati. Kelompok dengan puluhan
atau lebih para anggota baik untuk memperoleh input yang
beragam, jika tujuanya adalah untuk menemukan kenyataan,
maka semakin besar kelompok harusnya semakin efektif.
Kelompok yang lebih kecil sekitar 7 anggota lebih baik saat
melakukan sesuatu yang produktif dengan input tersebut.

5. Kekompakan

Kelompok-kelompok memiliki kekompakan berbeda-


beda yang mana para anggota tertarik satu sama lain dan
termotivasi untuk tetap bertaahn di dalam kelompok. Beberapa
kelompok kerja kompak karena para anggota telah
menghabiskan sejumlah waktu bersama-sama .

6. Keragaman

Property yang terakhir dari kelompok yang kita


pertimbangkan adalah keragaman di dalam keanggotaan
kelompok ,keadaan yang mana para anggota kelompok sama
dengan atau berbeda dari satu sama lain

Pengambilan Keputusan Kelompok

-Kelompok Versus Individu

Pengambilan keputusan kelompok dapat secara luas di gunakan


dalam organisasi, tetapi keputusan kelompok lebih disukai bila
diambil oleh individu semata, itu bergantung pada sejumlah factor.

-Kekuatan pengambilan Keputusan Kelompok

Kelompok dapat menghasilkan informasi dan pengetahuan yang


lebih lengkap. Dengan menggabungkan sumber daya dari beberapa
individu, maka kelompok akan membawa lebih banyak input serta
heterogenitas ke dalam proses keputusan. Mereka menawarkan
keragaman pandangan yang lebih luas. Hal ini akan membuka peluang
untuk mempertimbangkan lebih banyak pendekatandan alternative.
Terakhir, kelompok akan mengarahkan ke solusi.
Kelemahan Pengambilan keputusan Kelompok

Keputusan Kelompok menghabiskan waktu karena kelompok-


kelompok umumnya memerlukan lebih banyak waktu untuk mencapai
suatu solusi

Efektivitas dan Efisiensi

Kelompok lebih efektif daripada individu bergantung pada


bagaimana cara kita mendefinisikan efektivitas. Keputusan kelompok
umumnya lebih akurat daripada keputusan rata-rata individu dalam
satu kelompok, tetapi kurang akurat daripada pertimbangan yang
paling akurat.

Pemikiran Kelompok dan Pergeseran Kelompok

Disebut pemikiran kelompok karena terkait dengan norma, ini


menggambarkan situasi yang mana tekanan kelompok atas kepatuhan
mencegah kelompok dari secara kritikal menilai pandangan yang tidak
kbiasa, minoritas atau tidak popular. Fenomena kedua yaitu
pergeseran kelompok, dalam beberapa situasi, kelompok cenderung
mengarah pada pergeseran yang beresiko

Pemikiran Kelompok

Berikut ini merupakan gejala pemikiran kelompok :

1. Para anggota meneralisasikan setiap perlawanan atas asumsi yang


telah mereka buat . Tidak peduli seberapa kuatnya bukti akan
bertentangan dengan asumsi dasar mereka
2. Para anggota yang memiliki sudut pandang yang meragukan atau
berbeda yang berusaha untuk menghindari menyimpang dari apa
yang terlihat merupakan hasil konsuensi kelompok dengan
berdiam diri mengenai kesangsian dan bahkan meminimalkan
pentingnya keraguan mereka pada diri sendiri
3. Para anggota menerapkan tekanan secara langsung pada mereka
sesaat mengekspresikan keraguan mengenai beberapa pandangan
yang dibagikan oleh kelompok
4. Terdapat suatu ilusi kebulatan suara. Jika seseorang tidak
berbicara, di asumsikan bahwa dia telah patuh sepenuhnya. Tidak
memberikan hak suara berarti dinilai ya

Pergeseran Kelompok atau polarisasi Kelompok

Terdapat perbedaan antara keputusan kelompok dengan


keputusan individu dari para anggota kelompok .Memandang
polarisasi kelompok sebagai suatu kasus dari pemikiran kelompok.
Keputusan kelompok mencerminkan norma pengambilan keputusan
dominan yang berkembang selama pembahasan .pergeseran yang
mengarah pada polarisasi telah menghasilkan beberapa penjelasan.

Teknik – Teknik dalam pengambilan Keputusan kelompok


1. Sumbang pendapat
dapat mengatasi tekanan dan kepatuhan yang mengurangi
kreativitass dengan mendorong beberapa dan semua alternative
selain menahan kritikan-kritikan. Sumbang pendapat dapat
menghasilkan gagasan-gagasan tetapi bukan suatu cara yang
efisien.
2. Teknik kelompok nominal
Menghambat pembahasan atau komunikasi intrapersonal
selama proses pengambilan sehingga disebut dengan istilah
nominal. Secara spesifik, permasalahan dihadirkan dan kemudian
kelompok akan mengambil langkah-langkah berikut
a. Sebelum pembahasan dilakukan, masing-masing
anggota secara independen menulis gagasan-
gagasan atas permasalahan
b. Setelah periode hening, masing-masing anggota
akan menghadirkan salah satu gagasan kepada
kelompok
c. Kelompok membahas gagasan-gagasan untuk
menjernihkan dan mengevaluasinya
d. Masing-masing anggota kelompok dengan diam dan
independen memeringkatkan sesuai urutan gagasan,
kemuadian akan diambil keputusan final
BAB VI

MEMAHAMI TEAM WORK

1. Defenisi Team

Team adalah Satu kumpulan individu yang ada atau tergabung dalam satu
sistem sosial yang lebih besar, seperti organisasi. Mereka dapat dikenal
(identifikasi) oleh mereka sendiri dan juga pihak lain sebagai sebuah tim yang
memiliki tujuan bersama, kesepakatan bekerjasama dan standar kerja serta
prestasi disepakati. TIM di perlukan untuk yaitu:

2. Manfaat dan Resiko membangun team

MANFAAT

 Mampu memotivasi lingkungan kerja

 Berbagi tanggungjawab dan rasa memiliki

 Respons yang lebih cepat terhadap dinamika (teknologi).

 Klasifikasi pekerjaan lebih sederhana

 Lebih dapat menerima nilai-nilai informal dan baru (termasuk rekan kerja
yang baru)

 Memiliki komitmen yang selaras dalam mencapai tujuan

 Pendekatan pro-aktif

 Penghargaan terhadap diri lebih baik

 Meningkatkan komunikasi sehingga proses pengambilan keputusan lebih


baik, berbagi pengetahuan, dan lebih mampu waspada terhadap
‘ancaman’

RESIKO

 Dapat memakan waktu lebih lama bahkan tidak jarang tidak cukup waktu

 Timbul kebingungan , tidak terkendali dan tidak beraturan dalam


mengambil keputusan

 Seringkali dipandang ‘negatif’ oleh ‘aliran lama’

 Membutuhkan proses yang cukup lama dalam membentuk tim yang kuat
 Perlu perhatian khusus dalam memelihara TIM KUAT

3. Perbedaan Kelompok dan Team

Kelompok Kerja (Work Group) adalah kelompok yang berinteraksi


terutama untuk berbagi informasi dan mengambil keputusan untuk membantu
setiap anggota kelompok yang bekerja di dalam area tanggung jawabnya.
Kelompok kerja tidak memiliki kebutuhan atau peluang untuk terlibat dalam
kerja kolektif yang memerlukan usaha gabungan. Jadi, kinerja mereka
hanyalah merupakan gabungan dari tiap-tiap kontribusi individu dari anggota
kelompok.

Sebaliknya, TIM Kerja (Work Team) yaitu suatu kelompok yang


memiliki upaya individu yang menghasilkan kinerja yang lebih besar dari
pada jumlah Input individu. Dalam kelompok maupun tim kerja akan diminta
untuk menghasilkan gagasan, mengumpulkan sumber daya, atau
mengkoordinasikan logistik seperti misalnya jadwal kerja; namun bagi
kelompok kerja, upaya ini akan terbatas pada pengumpulan informasi bagi
para pengambil keputusan di luar kelompok (bukan ditindak lanjuti oleh tim).

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa tim kerja merupakan


bagian dari kelompok kerja, tim dibangun untuk kebermanfaatan (simbiosis)
pada interaksi antar anggota.

4. Tipe Team

Tim dapat membuat produk, memberikan jasa, menegosiasikan


kesepakatan, mengoordinasikan proyek, menawarkan saran, dan mengambil
keputusan. Dalam hal ini ada empat tipe umum dari tim dalam organisasi: tim
pemecahan masalah, tim kerja yang dikelola sendiri, tim fungsional silang,
dan tim virtual. Kemudian mengambarkan Sistem Multitim.

1. Tim Pemecahan Permasalahan (Problem Solving Team)

Kelompok yang terdiri atas 5 hingga 12 karyawan dari departeman


yang sama yang bertemu selama beberapa jam setiap minggu untuk
membahas cara-cara untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan
lingkungan kerja.

2. Tim Kerja yang Dikelola Sendiri (Self-Managed Work Team)

Kelompo para karyawan yang biasanya terdiri atas 10 hingga 15 orang


mengerjakan yang sangat terkait dengan pekerjaan yang saling tergantung
dan mengambil banyak tanggung jawab dari supervisor mereka
sebelumnya.
3. Tim Fungsional Silang (Cross-Funcional Teams)

Para Karyawan dari level hierarki yang kira-kira sama, tetapi dari area
kerja yang berbeda, yang datang bersama-sama untuk menyelesaikan suatu
tugas. Ataupun juga Tim fungsional silang dapat diartikan sebagai suatu
sarana efektif yang memungkinkan orang-orang dari area yang beragam di
dalam atau bahkan di anatar organisasi untuk saling bertukar informasi,
mengembangkan gagasan-gagasan baru, memecahkan permasalahan, dan
mengoordinasikan proyek-proyek yang rumit.

4. Tim Virtual (Virtual Team)

Tim yang menggunakan teknologi komputer untuk mengikat bersama-


sama secara fisik yang para anggotanya tersebar agar mencapai tujuan
umum.

5. Sistem Multitim (Multiteam System)

Suatu pengumpulan dua atau lebih tim yang saling bergantung yang
berbagi tujuan dari atasan; tim yang terdiri atas banyak tim.

5. Tahapan Membangun Team

Tahap 1: FORMING (Pembentukan)

 Pilih cara yang paling ‘aman’; cari pola perilaku yang dapat saling
menerima

 Pilih / cari pimpinan untuk dapat dijadikan acuan

 Tetapkan orientasi tugas-spesifik

 Hindari setiap kontroversi

 Usahakan rasional; hindari gosip

 Jika diperlukan “subgrouping” sebaiknya didasari oleh kenyamanan


masing-masing individu

 Kondisi nyaman sebisa mungkin dipertahankan

Tahap 2: STORMING (Banyak gangguan)

 Muncul kompetisi dan konflik hubungan diantara anggota

 Sebagai awal dari fokus “organisasi”


 Meningkatnya keinginan untuk menciptakan struktur

 Konflik personal berpotensi semakin meningkat

 Perlu segera bergerak (pindah) dari “uji dan bukti” menjadi upaya
mencari jalan keluar dan seterusnya ke orientasi progresif

Tahap 3: NORMING (menciptakan norma)

 Dicirikan oleh timbulnya rasa ‘satu’ (kohesi)

 Anggota kelompok/tim mengingatkan satu sama lainnya

 Berbagi kepemimpinan – kebuntuan dapat mulai dihindari

 Merasa lega dan nyaman berada dalam TIM

 Mulai muncul inspirasi untuk berkreasi

 Ada perasaan kuatir jika ada perubahan dalam TIM

Tahap 4: PERFORMING (Prestasi)

 Tidak perlu melakukan segala sesuatu (tugas) harus melibatkan semua


anggota

 Anggota TIM dapat melaksanakan tugasnya secara independen, baik


dalam satu sub-TIM atau TIM yang cukup besar dengan fasilitas yang
dimanfaatkan sama

 Sangat berorientasi pada tugas

 Sangat berorientasi pada manusia

 Tingkat moral yang tinggi dan loyalitas terhadap TIM semakin intensif/
mendalam

 Saling mendukung jika menghadapi satu resiko


BAB VII

KOMUNIKASI

Komunikasi dalam organisasi merupakan proses penyampaian informasi yang


akurat dan pemahaman atas informasi dari suatu unit (pengirim) ke unit yang lain
(penerima) tidak hanya vital dalam perumusan tujuan organisasi, tetapi juga
merupakan peralatan dan sarana penting melalui kegiatan organisasi.
Komunikasi adalah satu usaha praktek dalam mempersatukan pendapat-pendapat,
ide-ide, persamaan pengertian dan persatuan kelompok.

A. Fungsi-fungsi Komunikasi
Komunikasi menjalankan empat fungsi utama dalam organisasi atau
perusahaan yaitu:
1. Pengendalian
Fungsi komunikasi ini untuk mengendalikan perilaku anggota dengan
beberapa cara. Setiap organisasi mempunyai wewenang dan garis panduan
formal yang harus dipatuhi oleh pegawai.
2. Motivasi
Komunikasi memperkuat motivasi dengan menjelaskan ke para
pegawai apa yang harus dilakukannya.Seberapa baik mereka bekerja, dan apa
yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar.
3. Pengungkapan emosi
Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok atau organisasi
merupakan mekanisme fundamental dimana para anggota menunjukkan
kekecewaan dan kepuasan. Oleh karena itu, komunikasi memfasilitasi
pelepasan ungkapan emosi perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.
4. Informasi
Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan dan kelompok
untuk mengambil keputusan melalui penyampaian data guna mengenali dan
mengevaluasi pilihan-pilihan alternatif.
B. Proses Komunikasi

Proses komunikasi adalah langkah-langkah di antara seorang sumber dan


penerimanya yang menghasilkan transfer dan pemahaman makna. Pesan tersebut
disampaikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima. Ia disandikan
dengan cara diubah menjadi suatu bentuk simbolis dan dialihkan melalui
perantara (saluran) kepada penerima, yang lalu menerjemahkan ulang (membaca
sandi ) pesan yang diberikan pengirim.

1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan / materi


Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk
disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang
yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah
informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan.
Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir
secara baik dan jelas.
2. Simbol / isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga
pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manajer
menyampaikan pesan dalam bentuk kata-kata, gerakan anggota badan
(tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya). Tujuan penyampaian
pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku atau
menunjukkan arah tertentu.
3. Media / penghubung
Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti : TV, radio, surat
kabar, papan pengumuman, telepon, dan lainnya. Pemilihan ini dapat
dipengaruhi oleh isi pesan yang akan disampaikan, jumlah penerima pesan
dan situasi.
4. Mengartikan kode / isyarat
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan
seterusnya) maka si penerima pesan harus dapat mengartikan simbul/kode
dari pesan tersebut, sehingga dapat dimengerti atau dipahaminya.
5. Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari
sipengirim meskipun dalam bentuk code atau isyarat tanpa mengurangi arti
pesan yang dimaksud oleh pengirim
6. Balikan (feedback)
Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari
penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan
seorang pengirim pesan tidak akan tahu dampak pesannya terhadap si
penerima pesan Hal ini penting bagi manajer atau pengirim pesan untuk
mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar
dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang lain
yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima
pesan pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung
pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu
akan dilaksanakan atau tidak balikan yang diberikan oleh orang lain
didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun
ucapan penerima pesan.
7. Gangguan
Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan
tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap
situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal
yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah
menafsirkan pesan yang diterimanya.

C. Arah Komunikasi

A. Ke Bawah
Komunikasi ke bawah yaitu komunikasi yang mengalir dari satu
tingkat dalam kelompok atau organisasi ke tingkat yang lebih bawah.
B. Ke Atas
Komunikasi ke atas yaitu komunikasi yang mengalir ke tingkat
yang lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi. Komunikasi ini
digunakan untuk memberikan umpan balik ke atasan, menginformasikan
mereka mengenai kemajuan ke sasaran, dan menyampaikan masalah-
masalah yang dihadapi.
C. Lateral (Horizontal)
Komunikasi horizontal yaitu komunikasi yang terjadi antara
anggota kelompok kerja yang sama, baik antar sesama pekerja ataupun
antar sesama manajer. Komunikasi horizontal berfungsi untuk menghemat
waktu dan memudahkan koordinasi.

D. Komunikasi Organisasi

A. Jaringan kelompok kecil formal


Jaringan organisasi formal ini bisa jadi sangat rumit, karena bisa
jadi mencakup ratusan orang atau puluhan tingkat hierarki. Stephen P.
Robbins menyederhanakan jaringan formal ini kedalam tiga kelompok
kecil yang umum yang masing-masing terdiri dari lima orang. Tiga
jaringan ini adalah rantai, roda, dan semua saluran.

B. Selentingan
Selain system formal tersebut, dalam komunikasi dikenal juga
system informal yang disebut dengan selentingan.Selentingan merupakan
bagian penting dari komunikasi kelompok atau organisasi. Selentingan
menunjukkan kepada para manajer isu-isu yang membingungkan yang
dianggap oleh para karyawan dianggap penting dan memicu kecemasan.
Oleh karena itu, selentingan bertindak sebagai filter dan sebagai
mekanisme umpan balik, yang mengumpulkan isu-isu yang dianggap
relevan oleh para karyawan. Dan yang lebih penting lagi yaitu dari
perspektif manajerial, adanya kemungkinan menganalisis informasi
selentingan dan meramalkan arahnya.
E. Model Komunikasi

A. Komunikasi Lisan
Sarana utama satu individu melakukan komunikasi dengan
individu lainnya adalah melalui lisan dengan cara berbicara, berpidato,
mengobrol, diskusi kelompok dan lain sebagainya.
B. Komunikasi Tulisan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah terbiasa melakukan
komunikasi secara tertulis. Diantara media yang sering digunakan untuk
melakukan komunikasi tertulis ini diantaranya memo, surat, email, fax,
sms, laporan berkala organisasi, pengumuman di papan, bulletin dan alat-
alat lain yang dikirimkan via kata-kata secara tertulis.
C. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata
dan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
 Ekspresi wajah, Wajah merupakan sumber yang kaya dengan
komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi
seseorang.
 Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi.
Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya
jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya
dengan kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan.
Melalui kontak mata juga memberikan kesempatan pada orang lain
untuk mengobservasi yang lainnya.
 Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan
lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan
seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih
sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
 Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk,
berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh
dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat
kesehatannya.
 Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah
satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan
komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi
non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang
sangat jelas.
 Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan.
Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti
mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama berbicara
menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai
upaya untuk menghilangkan stres.

F. Hambatan-Hambatan Pada Komunikasi Yang Efektif


Penyaringan (filtering)

Suatu manipulasi informasi dari pengirim sehingga akan terlihat


lebih menyenangkan bagi penerima. Level yang semakin vertical dalam
hierarki organisasi, maka akan semakin membuka banyak kesempatan
untuk melakukan penyaringan.

2. Pemilihan persepsi

Pemilihan persepsi dalam proses komunikasi melihat dan


mendengar secara selektif berdasarkan pada kebutuhan mereka, motivasi,
pengalaman, latar belakang, dan karakteristik personal lainnya. Penerima
juga memproyeksikan ketertarikan dan ekspektasi mereka kedalam
komunikasi seperti mereka akan menguraikan isi pesan mereka.

3. Informasi yang berlebihan (information overload)

Suatu tradisi dimana informasi yang mengalir masuk melebihi


kapasitas pemrosesan dari seorang individu. Yang terjadi ketika para
indvidu memiliki lebih banyak informasi dari pada yang dapat mereka
sortir dan gunakan, mereka cenderung untuk memilih, mengabaikan,
melewati atau melupakannya. Atau mereka dapat menangguhkan
pemrosesan lebih lanjut, hingga situasi yang berlebihan telah berakhir.

4. Emosi

Para individu yang berada pada suasana hati positif lebih percaya
diri mengenai opini mereka, setelah membaca sebuah pesan yang
persuasive, sehingga arguman yang dirancang dengan baik akan memiliki
dampak yang lebih kuat pada opini mereka. Orang-orang yang berada pada
suasana hati negative lebih cenderung untuk mengkritisi pesan dengan
lebih terperinci, sedangkan mereka yang berada pada suasana hati positif
cenderung untuk menerima komunikasi begitu saja.

5. Bahasa

Ketika berkomunikasi dalam bahasa yang sama, kata-kata dapat


berarti hal-hal yang berbeda dengan orang lain. Umur dan konteks adalah
dua dari factor terbesar yang memengaruhi perbedaan-perbedaan terebut.
Para pengirim cenderung untuk mengasumsikan kata-kata dan istilah-
istilah dengan tidak tepat yang mana arti yang mereka maksud berbeda
dengan si penerima.

6. Keheningan

Salah satu tindakan yang mengabaikan atau meremahkan seorang


pekerja untuk mengekspresikan perhatiannya akan mengarahkan pekerja
untuk menahan komunikasi yang penting pada masa yang akan datang.
Keheningan akan berkurang ketika opini dari kaum minoritas diperlakukan
dengan hormat, identifikasi kelompok kerja tinggi, dan keadilan
procedural yang tinggi

.
6. Kekhawatiran komunikasi (communication apprehension)

Ketegangan dan kecemasan yang tidak semestinya dalam


komunikasi secara lisan, tertulis atau kedua-duanya. Kekhawatiran dalam
komunikasi secara lisan menghindari situasi misalnya mengajar, yang
mana komunikasi lisan merupakan suatu persyaratan yang dominan.
Menjadi pusat perhatian yang lebih besar adalah bukti bahwa
kekhawatiran komunikasi lisan yang tinggi dapat memutarbalikkan
tuntutan komunikasi atas pekerjaan mereka agar supaya meminimalkan
kebutuhan komunikasi.

7. Berbohong

Hambatan terakhir terhadap komunikasi yang efektif adalah


kesalahan penyajian atas informasi secara sekaligus atau berbohong.
Secara jumlah frekuensi kebohongan dan kesulitan dalam mendeteksi
kebohongan, terutama membuatnya menjadi hambatan yang besar bagi
komunikasi yang efektif.

G. Implikasi Global

Faktor lintas budaya jelas berpotensial menciptakan permasalahan


komunikasi yang yang besar.

Hambatan-hambatan budaya

1. Hambatan yang disebabkan oleh semantik, istilah-istilah yang tidak


memiliki padanan dalam bahasa lainnya.
2. Hambatan yang disebabkan oleh konotasi, kata-kata yang memiliki
makna yangberbeda dalam bahasa yang berbeda.
3. Hambatan yang disebabkan oleh perbedaan nada.
4. Perbedaan dalam toleransi untuk konflik dan metode untuk
menyelesaikan konflik.
BAB VIII

KEPEMIMPINAN

A. DEFINISI KEPEMIMPINAN
Menurut George Terry (1986), Kepemimpinan adalah kegiatan
untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk
mencapai tujuan kelompok
Kepimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dlm
mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-
baiknya sesuai dg kemampuan (Sullivan & Decker, 1989)
Jadi dapat disimpulkan kepemimpinan (leadership) merupakan
kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian
sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan.

Dalam hal ini kepemimpinan berbeda dengan manajemen yaitu:

Kepemimpinan, menekankan pada proses perilaku yang berfungsi


di dalam dan di luar sutu organisasi, seorang pemimpin harus dapat
memotivasi dan member inspirasi orang lain secara individu maupun
secara kelompok.

Manajemen, pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber


yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan dalam pencapaian tujuan

B. TEORI SIFAT
Teori Sifat Kepemimpinan (Trait Theories of leadership) yaitu
Berfokus pada kualitas dan karakteristik personal. Pencarian atas
kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang membedakan seorang
pemimpin dengan yang bukan pemimpin menjadi tahap awal dalam riset
kepemimpinan.
C. TEORI-TEORI MENGENAI PERILAKU
Teori Mengenai Perilaku Kepemimpinan (behavioral theories of
leadership) menyiratkan bahwa kita dapat melatih orang-orang untuk
menjadi para pemimpin. Teori yang sangat komprehensif dihasilkan dari
Studi Ohio State (Ohio State Studies) pada akhir tahun 1940, yang mana
berupaya untuk mengidentifikasi dimensi, studi-studi mempersempit
daftar menjadi dua yang pada dasarnya sangat diperhitungkan sebagai
perilaku kepemimpinan oleh para karyawan; memprakarsai struktur dan
keramahan.
 Memprakarsai Struktur (intiating structure) adalah sampai
sejauh mana seorang pemimpin akan mendefinisikan serta
menstrukturisasi peranan dan para pekerjanya dalam pencapaian
tujuan. Hal ini meliputi perilaku yang berupaya untuk
mengorganisasi kerja, hubungan kerja, dan tujuan.
 Keramahan (consideration) adalah sampai sejauh mana hubungan
pekerjaan seseorang dicirikan oleh rasa saling percaya,
menghormati gagasan dari para pekerja, dan menghargai perasaan
mereka. Seorang pemimpin yang sangat ramah akan membantu
para pekerja dengan permasalahan pribiadi, adalah seorang yang
ramah dan yang mudah untuk ditemui, memperlakukan para
karyawannya dengan sama, serta mengekspresikan penghargaan
dan dukungan.

Grup Michigan juga mengidentifikasikan dua tipe perilaku:


pemimpin yang berorientasi pada pekerja (employee-oriented
leader) seorang pemimpin yang menekankan hubungan
interpersonal, menempatkan kepentingan pribadinya dalam
kebutuhan dari para karyawan, dan menerima perbedaan individual
antara para anggota. dan pemimpin yang berorientasi pada
produksi (production-oriented leader) seorang pemimpin yang
menekankan pada aspek teknis atau tugas dari pekerjaan.
D. TEORI KONTIGENSI
Model Kontigensi Fiedler (Fiedler Contingency Model) Teori yang
menyatakan kelompok efektif bergantung pada kecocokan yang tepat di
antara gaya kepemimpinan dalam berinteraksi dengan para bawahan dan
seberapa besar situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada
pemimpin.
Mengidentifikasi Gaya Kepemimpinan Fiedler meyakini sebuah
faktor kunci dalam keberhasilan kepemimpinan adalah gaya
kepemimpinan dasar individu. Dia menciptakan kuesioner rekan kerja
yang paling tidak disukai (least preferred co-worker [LPC] quesioner)
sebuah instrumen yang dimaksudkan untuk mengukur apakah seseorang
berorientasi pada tugas dan hubungan
Mendefinisikan Situasi Setelah menilai gaya Kepemimpinan dasar
dari individu melalui kuesioner LPC, maka kita mencocokkan pemimpin
dengan situasi. Fiedler mengidentifikasi tiga dimensi kontigensi atau
situasional:

1. Hubungan pemimpin-anggota adalah derajat kepercayaan


diri, kepercayaan, dan menghormati yang mana para naggota
miliki dalam diri pemimpin mereka.

2. Struktur tugas adalah keadaan yang mana penugasan


pekerjaan dibuatkan prosedur (yaitu, terstruktur atau tidak
terstruktur).

3. Kekuatan posisi adalah derajat dari pengaruh seorang


pemimpin yang memiliki variabel kekuatan yang lebih seperti
merekrut, memecat, disiplin, mempromosikan dan menaikkan
gaji.

E. Teori-Teori Kontigensi Lainnya


Meskipun teori LPC merupakan teori kontigensi yang paling
banyak diteliti, terdapat tiga teori lain yang layak untuk disebutkan.
1. Teori Kepemimpinan Situasional (situational leadership
theory [SLT]) Teori kontigensi yang menitikberatkan pada
kesiapan dari para pengikutnya. Teori ini mengatakan bahwa
kepemimpinan yang berhasil adakn bergantung pada pemilihan
gaya kepemimpinan kontigensi yang tepat terhadap keisapan
dari para pengikutnya, sampai sejauh mana mereka bersedia
dan mampu untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu.

2. Teori Jalur-Tujuan (peth-goal theory) suatu teori yang


menyatakan bahwa merupakan tugas dari pemimpin untuk
membantu para pengikut dalam memperoleh tujuan-tujuan
mereka dan untuk menyediakan pengarahan dan atau dukungan
untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan mereka sesuai dengan
keseluruhan tujuan dari kelompok atau organisasi.

3. Model Pemimpin-Pertisipasi (leader-participation model)


suatu teori mengenai kepemimpinan yang menyediakan
serangkaian aturan untuk menentukan bentuk dan jumlah
pengambilan keputusan secara partisipatif dalam situasi yang
berbeda.

4. Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota (leader-member


exchange [LMX] theory) Suatu teori yang mendukung
penciptaan para pemimpin di dalam kelompok dan diluar
kelompok; para bawahan dengan status di dalam kelompok
yang akan memiliki peringkat kinerja yang lebih tinggi, tingkat
perputaran pekerja yang rendah, dan kepuasan kerja yang lebih
tinggi.
F. KEPEMIMPINAN KARISMATIK DAN KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL
 Kepemimpinan Karismatik

Teori Kepemimpinan Karismatik (charismatic leadership


theory) yang dikemukakan oleh Robbert House, yaitu para pengikut
membuat atribut kepahlawanan atau kemampuan kepemimpinan yang
luar biasa ketika mereka mengamati perilau-perilaku tertentu, dan
cenderung untuk memberikan kekuasaan para pemimpin tersebut.
Mereka memiliki sebuah visi, bersedia untuk mengambil risiko pribadi
untuk mencapai visi tersebut, yang peka terhadap kebutuhan dari
pengikut, dan memperlihatkan perilaku-perilaku yang luar biasa.

 Kepemimpinan Transformasional

Studi yang dilakukan oleh Ohio State, model Fiedler dan teori
jalur-tujuan menggambarkan para pemimpin yang transaksional, yang
membimbing para pengikut mereka menuju tujuan yang ditetapkan
dengan menjelaskan paran dan tugas yang dibutuhkan. Para pemimpin
yang transformasional menginspirasi para pengikut untuk melampaui
kepentingan diri sendiri mereka demi keuntungan organisasi. Para
pemimpin yang transformasional dapat memiliki pengaruh yang luar
biasa terhadap para pengikutnya. Para pemimpin yang
transformasional lebih efektif karena mereka kreatif, salain itu mereka
mendorong para pengikutnya agar menjadi kreatif.

G. KEPEMIMPINAN YANG AUTENTIK: ETIKA DAN


KEPERCAYAAN
Pemimpin yang Autentik (authentic leader) yaitu para pemimpin
yang mengetahui siapakah mereka, mengetahui apa yang mereka yakini
dan nilai, serta bertindak dengan nilai tersebut dan meyakini secara
terbuka dan berterus terang. Para pengikut mereka akan
mempertimbangkan mereka menjadi orang-orang yang memiliki etika.
 Kepemimpinan yang beretika

Kepemimpinan puncak yang beretika mempengaruhi tidak


hanya para pengikut secara langsung, tetapi juga di seluruh level
organisasi, karena para pemimpian puncak tersebut menciptakan suatu
budaya etika dan mengharapkan para pemimpin level rendah unutk
berperilaku sesuai dengan pedoman etika.

 Kepercayaan dan Kepemimpinan

Kepercayaan adalah pernyataan psikologis yang terjadi ketika


anda menyetujui untuk membuat diri anda sendiri menjadi rentan
terhadap orang lain karena anda memiliki ekspektasi psotif mengenai
bagaimana hal-hal akan berubah. Atau dapat diartikan sebagai suatu
ekspektasi positif yang orang lain akan bertindak secara opotunis.

kepemimpinan yang transformasional menciptakan dukungan


bagi gagasan mereka sebagian dengan menyatakan bahwa arahan
mereka ditujukan untuk kepentingan yang terbaik bagi semua orang.
Sedangkan para pemimpin yang melanggar kontrak psikologis dengan
para pekerja memperlihatkan bahwa mereka tidak dapat dipercaya,
sehingga muncul pekerja yang kurang terpuaskan dan kurang
berkomintmen, memiliki niat yang lebih besar untuk tugas yang
rendah. Para pemimpin yang mengkhianati kepercayaan, akan dinilai
negatif oleh para pengikutnya jika telah terdapat level pertukaran
pemimpin-anggota yang rendah.

Kepercayaan di antara para supervisor dengan para pekerja


memiliki sejumlah keuntungan di sini hanya terdapat beberapa yang
telah diperlihatkan oleh riset:

 Kepercayaan mendorong pengambilan resiko.

 Kepercayaan memfasilitasi pembagian informasi.


 Mempercayai kelompok lebih efektif.

 Kepercayaan mendorong produktivitas.

H. TANTANGAN BAGI MEMBANGUN KEPEMIMPINAN


 Kepemimpinan Sebagai Sebuah Atribut
Teori Atribut Kepemimpinan menyatakan bahwa
kepemimpinan hanyalah sekedar sebuah atribut yang orang-orang
akan ambil mengenai para individual lainnya. Kita memberikan
atribut kecerdasan kepada para pemimpin, kepribadian yang ramah,
keeahlian verbal yang kuat, keagresifan, pemahaman dan rajin.
 Substitusi dan Menetralisasi Kepemimpinan
Substitusi (subtitutes) yaitu atribut seperti misalnya
pengalaman dan pelatihan, yang dapat menggantikan kebutuhan
akan dukungan atau kemampuan dari seseorang pemimpin untuk
menciptakan struktur.
Penetraliasai (neutralizer) yaitu atribut yang
menjadikannya tidak mungkin bagi perilaku pemimpin untuk
membuat beberapa perbedaan terhadap hasil dari pengikut.
 Menemukan dan menciptakan para pemimpin yang Efektif
Proses organisasi yang harus dijalankan untuk mengisi
posisi dalam manajemen merupakan latihan dalam
mengidentifikasi para pemimpin yang efektif. Harus dimulai
dengan meninjau ulang pengetahuan, keahlian, dan kemampuan
yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan secara efektif. Tes
kepribadian dapat mengidentifikasi sifat-sifat yang terkait dengan
kepemimpinan-ektrover, sifat teliti, dan keterbukaan pada
pengalaman.
 Pelatihan para pemimpin
Organisasi menghabiskan sebagian uangnya dalam
pelatihan dan pengembangan kepemimpinan. Cara agar para
manajer dapat memperoleh banyakn hasil dengan anggaran
pelatihan kepemimpinan mereka yaitu Pertama, pelatihan
kepemimpinan akan cenderung berhasil dengan pengawasan diri
sendiri yang tinggi. Kedua, organisasi dapat mengajarkan keahlian
implementasi. Ketiga, dapat mengajarkan keahlian seperti misalnya
membangun kepercayaan dan pendampingan. Para pemimpin dapat
diajarkan mengenai keahlian menganalisis secara situasional.
Keempat, pelatihan perilaku melalui pemodelan latihan-latihan
dapat meningkatkan kemampuan perorangan untuk
memperlihatkan kualitas kepemimpinan yang karismatik. Terakhir,
para keahlian kepemimpinan yang trensformasional pemimpin
dapat dilatih sehingga akan mencapai hasil dasar atau efektivitas
yang baik.
BAB IX

KEKUASAAN DAN POLITIK

A. KEKUASAAN
Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B
sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A
tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep
kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku
khusus.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan)
adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam
kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat
dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti
luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita
inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah
masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang
dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu
memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan
sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi,
memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.
 Tipe-tipe Kekuasaan
Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (1990), ada lima tipe kekuasaan,
yaitu :
1. Reward Power
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan
untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas
yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud
melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang
lain menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah
jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau
jabatan akan meningkat, maka dapat menggunkan reward
power. Bahwa seseorang dapat melakukan reward power
karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.
2. Coercive Power
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan
pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang
lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa
atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan
tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya
memotong gaji karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe
kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan
membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas
dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak
adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan
meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Referent Power
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan
‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang
mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau
persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang
lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi
terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan
pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang
diberikan atasannya.
4. Expert Power
Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan
diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai
kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan
informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang
atasan akan dianggap memiliki expert power tentang
pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu
berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan
pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari
munculnya expert power.
5. Legitimate Power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya
(actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan
kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan
perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini
bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama
pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika
seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam
organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang
tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi
tersebut.

 Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi


Kekuasaan Berdasarkan Kedudukan memiliki pengaruh potensial
yang berasal dari kewenangan yang sah karena kedudukannya
dalam organisasi terdiri dari: Kewenangan Formal dan Kekuasaan
Pribadi.
1. Kewenangan Formal
Kewenangan yang mengacu pada hak prerogatif,
kewajiban dan tanggung jawab seseorang berkaitan dengan
kedudukannya dalam organisasi atau sistem sosial.
2. Kekuasaan pribadi
Kekuasaan ini menjelaskan bahwa kelompok
sumber kekuasaan berdasarkan kedudukan akan berlimpah
pada orang-orang yang secara hirarki mempunyai
kedudukan dalam organisasi. Pengaruh potensial yang
melekat pada keunggulan individu terdiri dari: Kekuasaan
keahlian (expert power), Kekuasaan kesetiaan (referent
power), dan Kekuasaan karisma.
3. Kekuasaan keahlian (expert power)
Merupakan kekuasaan yang bersumber dari keahlian
dalam memecahkan masalah tugas-tugas penting. Semakin
tergantung pihak lain terhadap keahlian seseorang, semakin
bertambah kekuasaan keahlian (expert power) orang
tersebut.
4. Kekuasaan kesetiaan (referent power)
merupakan potensi seseorang yang menyebabkan
orang lain mengagumi dan memenuhi permintaan orang
tersebut. Referent power terkait dengan keterampilan
interaksi antar pribadi, seperti pesona, kebijaksanaan,
diplomasi dan empati.
5. Kekuasaan karisma
merupakan sifat bawaan dari seseorang yang
mencakup penampilan, karakter dan kepribadian yang
mampu mempengaruhi orang lain untuk suatu tujuan
tertentu.

B. POLITIK
Dhal (1957) menyatakan politik adalah aktifitas untuk
mendapatkan, mengembangkan, menggunakan kekuasaan dan sumber-
sumber lannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan dalam situasi
dimana adanya ketidakpastian atau adanya ketidaksepakatan tentang suatu
pilihan. Politik didefinisikan sebagai “setiap pola hubungan yang kokoh
antarmanusia dan melibatkan secara cukup mencolok kendali, pengaruh,
kekuasaan dan kewenangan”.
Politik keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara
formal tidak diterima dalam suatu organisasi dengan cara mempengaruhi
orang lain untuk mencapai tujuan individu (Greenberg dan Baron, 1997).

Kreitner (2006) menjelaskan factor-faktor utama yang


menyebabkan munculnya perilaku berpolitik adalah ketidakpastian dalam
organisasi : tujuan tidak jelas, ukuran prestasi dan kinerja tidak terstandar,
proses pembuatan keputusan tidak terdefinisi dengan baik, kompetisi antar
individu dan kelompok tinggi, dan perubahan.
 Elemen Politik Internal
Albrecht (1983) mengungkapkan ada lima elemen iklim politis
organisasi yang hendaknya dapat dipahami manajer senior
dalam mengendalikan organisasi.
1. Inner Circle Relationship
Mengidentifikasi hubungan Manager Upper dengan
Chief Executive. Apakah hubungan tersebut bersifat
kekeluargaan, kerabat atau pertemanan (Friendlines) .
Disamping itu adakah Kolaborasi antar manajer dan adakah
grup khusus baik dari dalam dept maupun dari luar dept
yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
2. Axis of Influence
Mengidentifikasi hubungan pertemanan dari
manager menengah/area yang memiliki hubungan langsung
ke Chief Executive tanpa melewati Manajer Divisinya.
Apakah ada hubungan khusus antara berbagai manajer level
menengah dengan pimpinan puncak sehingga dapat
mengesampingkan peran manajer divisinya. Bisa jadi
hubungan tersebut timbul karena memang adanya special
expertise (keahlian khusus) yang dimilikinya dalam
pengelolaan unit yang dipimpinnya sehingga dapat
melaksanakan tugas-tugas tanpa diperlukan manager divisi.
3. Informal Power Centers
Adakah karyawan level operasional yang memiliki
hubungan khusus/pertemanan dengan manajer senior,
sehingga melewati atasannya.

4. Polarizing Elements
Adakah ketidakcocokan antara Manajer dengan
bawahannya dan dalam hal apa sajakah itu terjadi, dalam
semua aktivitas organisasi atau hanya perbedaan yang tidak
prinsip saja.Timbulnya hubungan antar personal yang
saling berkompetisi sehingga mempengaruhi interaksi
emosional bila akan mempengaruhi pengambilan keputusan
maka akan menjadi kendala pelaksanaan tugas-tugas saja.
5. Informal Coalitions
Adakah grup manajer yang berkoalisi untuk
menolak keputusan atau mengambil keputusan yang lain
dengan yang sudah ditetapkan manajer atasnya. Dan sejauh
mana hal ini akan diteruskan.

 Beberapa Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi


Untuk memahami komponen politik dari organisasi,
mengkaji taktik dan strategi yang digunakan oleh seseorang
atau subunit untuk meningkatkan peluangnya dalam
memenangkan permainan politik, individu atau subunit dapat
menggunakan beberapa taktik poltik untuk memperoleh
kekuasaan dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan politik
dalam organisasi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan ketidakmampuan mengganti.


Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-
satunya orang atau subunit yang mampu melakukan
tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi,
maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai
memiliki ketidakmampuan mengganti.

2. Dekat dengan manajer yang berkuasa.


Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah
dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang
sedang berkuasa.
3. Membangun koalisi.
Melakukan koalisi dengan individu atau subunit
lain yang memiliki kepentingan yang berbeda
merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer
untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik
sesuai dengan keinginanya.
4. Mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Dua taktik untuk mengendalikan proses
pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan
nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan
kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda
dan menghadirkan ahli dari luar.
5. Menyalahkan atau menyerang pihak lain.
Manajer biasanya melakukan ini jika ada
sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat
menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan
pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya.
6. Memanipulasi informasi.
Taktik lain yang sering dilakukan adalah
manipulasi informasi. Manajer menahan informasi,
menyampaikan informasi kepada pihak lain secara
selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
7. Menciptakan dan menjaga image yang baik.
Taktik positif yang sering dilakukan adalah
menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal
ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi
dan menjaga hubungan baik dengan semua orang.
DAFTAR PUSTAKA

Stephen P. Robbins, Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi Edisi 16.


Salemba Empat. Jakarta. Buku Ajar Perilaku Organisasi Dr. Arifin
Tahir M.Si

Anda mungkin juga menyukai