Anda di halaman 1dari 77

BUPATI MAROS

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS
NOMOR….TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAROS
TAHUN 2011 - 2030

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAROS,
a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Maros
Menimbang : dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna,
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan
keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah.
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang
wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No.26 tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu
penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, dan c perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Maros dengan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Maros
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang
Pembentukan Daerah Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 2102) Juncto
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan
Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-
Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi
Selatan Tenggara menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 2687);
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros
-1-
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
7. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 09 Tahun
2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Sulawesi Selatan.

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


-2-
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAROS


Dan
BUPATI MAROS
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS TENTANG RENCANA
TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAROS TAHUN 2011 - 2030

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Kepala Daerah adalah Bupati Maros
2. Pemerintah daerah adalah Pemerintah Kabupaten Maros;
3. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya;
5. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;
6. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
7. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten
adalah hasil perencanaan tata ruang pada wilayah Kabupaten yang merupakan
kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif;
8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional;
9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya;
10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang;

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


-3-
12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang;
13. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya;
14. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
15. Sistem perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem pelayanan,
yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan;
16. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional;
17. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya;
18. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan;
19. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan;
20. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi;
21. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi;
22. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional
yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
23. Kawasan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki sumber daya bahan tambang
yang berwujud padat, cair atau gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan
tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi dan pasca tambang, baik di
wilayah darat maupun perairan.
24. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistim berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
25. Kawasan Hutan adalah wilayah teetentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
26. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai pokok memproduksi hasil
hutan.
27. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan system penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut dan memelihara kesubruan
tanah.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
-4-
28. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya.
29. Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan
dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah system
penyangga kehidupan.
30. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
31. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan;
32. Pusat Kegiatan Nasional, yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau
beberapa provinsi;
33. Kawasan Strategis Nasional, yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah yang
penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
ekonomi, sosial, budaya,dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah
ditetapkan sebagai warisan dunia
34. Pusat Kegiatan Lokal, yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
35. Pusat Kegiatan Lokal Promosi, yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat ditetapkan menjadi
PKL.
36. Pusat Kegiatan Strategis Nasional, yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan
perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan
negara;
37. Pusat Pelayanan Kawasan, yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa;
38. Pusat Pelayanan Lingkungan, yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa;
39. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta
api, jalan lori, dan jalan kabel.
 Sistem Jaringan Jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan
dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.
40. Sumber Daya Air, yang selanjutnya disebut SDA adalah air, sumber air, dan daya air
yang terkandung didalamnya;
41. Cekungan air tanah, yang selanjutnya disebut CAT adalah suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas hidrogeologis tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbunan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


-5-
42. Sabo Dam adalah teknologi untuk mencegah terjadinya bencana sedimen dan
mempertahankan daerah hulu terhadap kerusakan lahan.
43. Daerah Aliran Sungai, yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah penerima
air hujan yang dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, dimana semua curah
hujan yang jatuh diatasnya akan mengalir di sungai utama dan akhirnya bermuara
kelaut.
44. Tempat pemrosesan akhir, yang selanjutnya disebut TPA adalah tempat dimana
sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di
sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
45. Tempat penampungan sementara, yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat
sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau
tempat pengolahan sampah terpadu.
46. Tempat pengolahan sampah terpadu, selanjutnya disebut TPST adalah tempat
dilaksanakannya pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang,
pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
47. Sistem Penyediaan Air Minum, yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum
48. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain
dalam penyelenggaraan penataan ruang;
49. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak
dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam
penataan ruang;
50. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah
badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Maros dan
mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di
daerah.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Pengaturan
Pasal 2
Lingkup muatan RTRW mencakup:
a. peran dan fungsi rencana tata ruang serta cakupan wilayah kabupaten;
b. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
c. rencana struktur ruang wilayah kabupaten;
d. rencana pola ruang wilayah kabupaten;
e. penetapan kawasan strategis wilayah kabupaten;
f. arahan pemanfaatan ruang wilayah;
g. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah;
h. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten;
i. kelembagaan;
j. hak, kewajiban dan peran masyarakat dalam penataan ruang;
k. ketentuan lain-lain;
l. ketentuan peralihan; dan
m. ketentuan penutup.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
-6-
Bagian Ketiga
Peran Dan Fungsi
Pasal 3
RTRW Kabupaten Maros disusun sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan
pembangunan di wilayah Kabupaten Maros.
Pasal 4
RTRW kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah daerah, serta keserasian antarsektor;
c. penataan ruang wilayah kabupaten;
d. penataan ruang kawasan strategis kabupaten;
e. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW kabupaten;
f. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
g. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.

Bagian Keempat
Cakupan Wilayah Perencanaan
Pasal 5
(1) Cakupan wilayah perencanaan adalah meliputi seluruh wilayah administrasi
Kabupaten Maros seluas kurang lebih 1.619 (seribu enam ratus sembilan belas)
kilometer dan terdiri atas 14 (empat belas) wilayah kecamatan dan 103 (seratus tiga)
desa/kelurahan, berada pada koordinat 4045’-5012’ Lintang Selatan dan 1190 25’-
119058’ Bujur Timur.
(2) Wilayah administrasi Kabupaten Maros sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi 14 (empat belas) kecamatan, yaitu :
a. Kecamatan Mallawa;
b. Kecamatan Bontoa;
c. Kecamatan Camba;
d. Kecamatan Lau;
e. Kecamatan Bantimurung;
f. Kecamatan Maros Baru;
g. Kecamatan Turikale;
h. Kecamatan Cendana;
i. Kecamatan Marusu;
j. Kecamatan Simbang;
k. Kecamatan Mandai;
l. Kecamatan Tanralili;
m. Kecamatan Tompobulu;
n. Kecamatann Moncongloe.
(3) Batas-batas wilayah perencanaan RTRW meliputi:
a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan;
b. sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar;
c. sebelah selatan berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa; dan
d. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bone.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
-7-
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 6
Penataan Ruang Kabupaten Maros bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
Kabupaten Maros yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, melalui
peningkatan fungsi kawasan lindung, pengelolaan potensi-potensi pertanian, pariwisata,
pertambangan, industri dan perdagangan yang berdaya saing tinggi didukung oleh
sistem transportasi yang terpadu menuju masyarakat Maros yang sejahtera dan beriman.
Serta mendukung KSN Perkotaan Mamminasata.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 7
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksudkan dalam
Pasal 6 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah meliputi:
a. pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan di Kabupaten Maros untuk mendukung
terintegrasinya sistem-sistem pusat kegiatan di KSN Perkotaan Mamminasata;
b. pengembangan prasarana wilayah secara terpadu dan berhirarki;
c. peningkatan fungsi kawasan lindung;
d. peningkatan sumber daya hutan produksi;
e. peningkatan sumber daya lahan pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan;
f. pengembangan potensi pariwisata;
g. pengembangan potensi pertambangan;
h. pengembangan potensi industri;
i. pengembangan potensi perdagangan;
j. pengembangan potensi pendidikan;
k. pengembangan potensi permukiman; dan
l. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 8
(1) Strategi pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan di Kabupaten Maros untuk
mendukung terintegrasinya sistem-sistem pusat kegiatan di KSN Perkotaan
Mamminasata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a meliputi:
a. meningkatkan interkoneksi antar kawasan perkotaan yang meliputi PKN, PKLp,
PPK yang meliputi seluruh ibukota kecamatan, dan PPL, antar kawasan
perkotaan dengan kawasan perdesaan, serta antar kawasan perkotaan dengan
kawasan perdesaan, serta antar kawasan perkotaan dengan wilayah sekitarnya;
b. meningkatkan sinergitas, sistem transportasi dan komunikasi antar kawasan
perkotaan, antar pusat-pusat kegiatan seperti PKN, PKLp, PPK dan PPL;
c. mendorong percepatan pembangunan Kawasan Metropolitan Mamminasata
sebagai PKN di Sulawesi Selatan melalui pembangunan infrastuktur secara
terpadu dalam Kawasan Metropolitan Mamminasata;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
-8-
d. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensil
termasuk mempromosikan kota-kota satelit penyangga Kota inti Kawasan
Metropolitan Mamminasata;
e. mempromosikan dan mendorong percepatan pembangunan PKLp untuk
memenuhi kriteria suatu PKL;
f. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif
dan lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya;
g. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah
perbukitan, bantaran sungai dan pantai;
h. mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih
produktif, kompetitif dan lebih kondusif untuk hidup dan berkehidupan secara
berkelanjutan, serta lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah
sekitarnya.
(2) Strategi pengembangan prasarana wilayah secara terpadu dan berhirarki
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:
a. meningkatkan kualitas dan mengembangkan sistem jaringan prasarana dalam
mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, udara dan laut secara
berhierarkis, sinergis, terpadu dan merata di kawasan Metropolitan
Mamminasata;
b. meningkatkan kualitas dan mengembangkan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi, informasi, telekomunikasi, energi dan sumberdaya air
secara berhierarkis, sinergis, terpadu dan merata PKN, PKLp, PPK dan PPL di
seluruh wilayah kabupaten;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualitas system jaringan prasarana dalam
mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, udara dan laut secara
di kawasan Metropolitan Mamminasata;
d. mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pertanian, perkebunan,
perikanan, pariwisata dan industri serta daerah-daerah yang masih terisolir;
e. mendorong pengembangan prasarana informasi dan telekomunikasi terutama di
kawasan yang masih terisolir;
f. meningkatnya kualitas dan keterpaduan pelayanan jaringan prasarana
transportasi inter dan antar wilayah;
g. meningkatkan jaringan energi dengan lebih menumbuh-kembangkan
pemanfaatan sumber daya terbarukan yang ramah lingkungan dalam sistem
kemandirian energi, dibanding pemanfaatan sumber daya yang tak terbarukan,
serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;
h. meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan irigasi dan mewujudkan
keterpaduan sistem jaringan sumber daya air;
i. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem
jaringan sumber daya air;
j. meningkatkan jaringan distribusi bahan bakar minyak dan gas yang terpadu
dengan jaringan dalam tataran nasional secara optimal;
k. meningkatkan kualitas jaringan prasarana persampahan secara terpadu melalui
penerapan konsep 4R (rethinking, reduce, reuse dan recycling) dengan
paradigma sampah sebagai bahan baku industri menggunakan teknik
pengolahan modern di perkotaan berbentuk Tempat Pemprosesan Akhir (TPA),
dan teknik pengolahan konvensional di perdesaan yang menghasilkan kompos
maupun bahan baku setengah jadi;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
-9-
l. Mengarahkan system pengelolaan akhir sampah dengan teknologi pengolahan
sampah ramah lingkungan yang handal; dan
m. meningkatkan kualitas jaringan prasarana sanitasi melalui pengelolaan limbah
terpadu atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
(3) Strategi peningkatan fungsi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf c, meliputi:
a. pelestarian ekologi wilayah terutama di kawasan hutan konservasi seperti
taman nasional;
b. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan
dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah, khususnya DAS kritis;
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya;
d. mewujudkan kawasan hutan sesuai dengan kondisi ekosistemnya dengan
luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari DAS;
e. menyediakan RTH minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan
perkotaan;
f. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan
dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap
mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
g. melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi,
dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya; dan
h. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan
lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang
berkelanjutan.
(4) Strategi peningkatan sumber daya hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf d, meliputi:
a. mengembangkan areal lahan hutan produksi secara selektif;
b. mengembangkan agro forestry di areal sekitar hutan lindung sebagai zona
penyangga yang memisahkan hutan lindung dengan kawasan budidaya
terbangun;
c. mengembangkan produksi hasil hutan kayu dari hasil kegiatan budidaya
tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi; dan
d. mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta
mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan
kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan.
(5) Strategi peningkatan sumber daya lahan pertanian, perikanan, perkebunan, dan
perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e, meliputi:
a. mempertahankan areal sentra produksi pertanian lahan
basah secara berkelanjutan terutama di daerah perdesaan;
b. meningkatkan kualitas lahan pertanian holtikultura
terutama di daerah perbukitan dataran tinggi;
c. mengembangkan areal lahan komoditas perkebunan di
daerah perdesaan di kabupaten secara selektif;

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 10 -
d. meningkatkan intensitas budidaya ternak besar dan
ternak kecil lainnya;
e. meningkatkan kemampuan dan teknologi budidaya
perikanan air tawar dan perikanan laut;
f. mengembangkan budidaya perikanan yang terpadu
dengan pengembangan minapolitan;
g. mengembangkan komoditas perikanan dilakukan
secara luas oleh masyarakat maupun badan usaha yang diberi izin di wilayah
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah setempat; dan
h. mengembangkan sektor perikanan yang terpadu
dengan kegiatan wisata serta memenuhi kebutuhan kawasan lain di luar
wilayah.
(6) Strategi pengembangan potensi pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf f, meliputi:
a. mengembangkan Taman Wisata Alam Bantimurung yang ramah
lingkungan;
b. mengembangkan potensi wisata pantai di Kabupaten Maros;
c. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan;
d. meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap ragam nilai budaya
lokal yang mencerminkan jati diri komunitas lokal yang berbudi luhur;
e. mempertahankan dan melestarikan kawasan situs budaya dan
mengembangkan objek wisata sebagai pendukung daerah tujuan wisata yang
ada;
f. mengembangkan prasarana dan sarana akomodasi dan transportasi
untuk kegiatan Pertemuan, Pameran, dan Sosial Budaya atau Meeting,
Intensive, Convension and Exhibition (MICE) di kawasan agrowisata
Bantimurung dan agrowisata Tanralili;
g. meningkatkan dan mengembangkan akses yang menghubungkan
objek-objek wisata di wilayah Kabupaten Maros ; dan
h. mengembangkan promosi dan jaringan industri pariwisata secara
global.
(7) Strategi pengembangan potensi pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf g, meliputi:
a. melakukan kajian, ekplorasi sampai ke eksploitasi potensi tambang dengan
meminimalkan kemungkinan rusaknya lingkungan hidup;
b. mengembangkan budidaya pertambangan yang berwawasan lingkungan;
c. menata penambangan batuan di Sungai Maros maupun gunung agar tidak
berdampak pada kerusakan lingkungan;
d. penyiapan konsep subdisi silang antara kegiatan pertambangan dengan
kegiatan pengembangan sumber penghasilan baru;
e. mengendalikan penambangan batuan di sungai maupun gunung agar tidak
berdampak pada kerusakan lingkungan;
f. mereklamasi pasca tambang dalam rangka pemulihan kualitas lingkungan,
serta upaya mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan akibat kegiatan
tambang dengan menerapkan praktek penambangan sesuai prosedur dan
ramah lingkungan;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 11 -
g. pengendalian perizinan penambangan skala kecil berdasarkan kriteria
tertentu dan mempertimbangkan daya dukung kawasan pertambangan.
h. penyiapan konsep kontrak karya pertambangan yang mengakomodir
lapangan kerja dan kebutuhan masyarakat lokal; dan
i. menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi yang mendukung kegiatan
pertambangan;
(8) Strategi pengembangan potensi industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf h, meliputi:
a. menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi yang mendukung
kegiatan industri;
b. mengembangkan kawasan industri di Maros terutama berbasis hasil
komoditi sektor-sektor kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan dan
perikanan;
c. mengembangkan Kawasan Industri Maros yang terintegrasi dengan
Kawasan Industri di PKN Mamminasata;
d. mengembangkan kawasan agro-industri skala sedang di PKLp dan
PPK;
e. mengembangkan usaha industri kecil dan industri rumah tangga yang
tidak mengganggu kehidupan di kawasan permukiman; dan
f. mengelola dampak negatif kegiatan industri agar tidak menurunkan
kualitas lingkungan hidup.
(9) Strategi pengembangan potensi perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf i, meliputi:
a. mengembangkan pusat perdagangan skala regional di kawasan perdagangan
pasar modern Maros;
b. merevitalisasi pasar-pasar tradisional dalam mendukung pengembangan
ekonomi kerakyatan.
c. mengembangkan akses yang menghubungkan pusat-pusat perdagangan dengan
sentra-sentra produksi pertanian dan kawasan industri Maros;
d. meningkatkan prasarana jalan untuk angkutan komoditi dari sentra-sentra
produksi ke pusat-pusat perdagangan;
e. mengembangkan kawasan perdagangan di pusat-pusat PKLp dan PPK.
f. mengembangkan pasar hasil industri pertanian yang terpadu dengan kawasan
industri di Maros; dan
g. meningkatkan akses koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
terhadap modal, perlengkapan produksi, informasi, teknologi dan pasar.
(10) Strategi pengembangan potensi pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf j, meliputi:
a. Mengembangkan dan meningkatkan akselerasi pengembangan Perguruan Tinggi
di Kabupaten Maros;
b. meningkatkan dan mengoptimalkan fungsi kawasan pendidikan di Kabupaten
Maros melalui pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta seni;
c. menyelenggarakan pendidikan sebagai pusat ilmu pengetahuan terutama
mendukung pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan,
industri kerajinan, perdagangan, pariwisata dan pemerintahan; dan
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 12 -
d. memenuhi kapasitas dan mendistribusi secara proporsional fasilitas pendidikan
dan sekolah unggulan baik di tingkat Sekolah Taman Kanak Kanak (STK),
pendidikan dasar, pendidikan menengah, sekolah kejuruan dan pendidikan
tinggi di PKN, PKLp, PPK dan PPL.
(11) Strategi pengembangan potensi permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf k, meliputi:
a. mencegah pembangunan perumahan di kawasan Taman Nasional Bantimurung-
Bulusaraung;
b. mengendalikan tumbuh berkembangnya perumahan di kawasan lindung
termasuk kawasan lindung setempat, seperti di hutan lindung, lahan dengan
kemiringan di atas 30 (tiga puluh) persen, bantaran sungai dan pesisir pantai;
c. mencegah pembangunan perumahan di daerah rawan bencana seperti longsor,
banjir, abrasi dan tsunami;
d. bangunan permukiman di tengah kota terutama di PKN dan PKLp yang padat
penduduknya diarahkan pembangunan perumahannya secara vertikal; dan
e. mengembangkan permukiman perdesaan dan pesisir pantai berlandaskan nilai
budaya lokal seperti pola rumah kebun dengan bangunan berlantai panggung.
(12) Strategi peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf l, meliputi:
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan negara;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun
di sekitar kawasan dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan
strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI dan kawasan
strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
(1) Sistem pusat pelayanan wilayah Kabupaten Maros merupakan bagian dari KSN
Perkotaan Mamminasata.
(2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Maros meliputi :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(3) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan skala 1:50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan
Pasal 10
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 13 -
(1) Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a,
terdiri atas :
a. PKN;
b. PKLp;
c. PPK; dan
d. PPL
(2) PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Kawasan Strategis
Nasional Perkotaan Mamminasata yang mengintegrasikan secara terpadu wilayah
Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar;
(3) Wilayah Kabupaten Maros yang termasuk dalam KSN Perkotaan Mamminasata
sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi wilayah Kecamatan Maros Baru,
Kecamatan Turikale, Kecamatan Marusu, Kecamatan Mandai, Kecamatan
Moncongloe, Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau, Kecamatan Tanralili, Kecamatan
Tompobulu, Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Simbang, dan Kecamatan
Cenrana.
(4) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Kawasan Perkotaan
Barandasi Kecamatan Lau.
(5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas ibukota-ibukota
kecamatan yang tidak termasuk PKN dan PKLp, yang terdiri atas:
a. Kawasan Perkotaan Cempaniga di Kecamatan Camba; dan
b. Kawasan Perkotaan Ladange di Kecamatan Mallawa.
(6) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi pusat-pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa, terdiri
atas:
a. Pusat permukiman perdesaan Cenrana Kecamatan Camba;
b. Pusat Permukiman perdesaan Benteng Kecamatan Camba;
c. Pusat Permukiman perdesaan Sawaru Kecamatan Camba;
d. Pusat Permukiman perdesaan Padaelo Kecamatan Mallawa;
e. Pusat Permukiman perdesaan Sabila Kecamatan Mallawa;
f. Pusat Permukiman perdesaan Ulu Daya Kecamatan Mallawa;
g. Pusat Permukiman perdesaan Batu Putih Kecamatan Mallawa;
h. Pusat Permukiman perdesaan Matampapole Kecamatan Mallawa; dan
i. Pusat Permukiman perdesaan Tallupanue Kecamatan Mallawa;
(7) Rincian rencana pengembangan sistem perkotaan wilayah Kabupaten,
digambarkan pada Lampiran I.1 dan tercantum pada Lampiran Tabel III.1, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 11
(1) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam `Pasal 9 ayat (2)
huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan Perkeretaapian
c. sistem jaringan monorel;
d. sistem jaringan transportasi laut; dan
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 14 -
e. sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan prasarana utama digambarkan pada Lampiran I.1 dan tercantum
pada Lampiran Tabel III.1, Lampiran Tabel III.2 dan Lampiran Tabel III.3 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 12
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. sistem jaringan jalan; dan
b. sistem jaringan transportasi angkutan sungai dan penyeberangan.
(2) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 13
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. jaringan jalan bebas hambatan
b. jaringan jalan arteri primer;
c. jaringan jalan kolektor primer;
d. jaringan jalan arteri sekunder;
e. jaringan jalan kolektor sekunder;
f. jairngan jalan kolektor 4/jalan lokal; dan
g. Jaringan jalan khusus.
(2) Jaringan jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
adalah jalan bebas hambatan antar kota, yang meliputi:
a. ruas Maros-Mandai-Makassar;
b. ruas Pangkajene-Maros; dan
c. ruas Maros-Watampone.
(3) Jaringan jalan arteri primer, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yang
meliputi:
a. ruas batas Kota Maros-batas Kabupaten Bone sepanjang 62,218 (enam puluh dua
koma dua satu delapan) kilometer;
b. ruas jalan Lanto Dg. Pasewang sepanjang 0,401(nol koma empat nol satu)
kilometer;
c. ruas jalan Ahmat Yani sepanjang 0,273 (nol koma dua tujuh tiga) kilometer;
d. ruas jalan Sultan Hasanuddin sepanjang 0,521 (nol koma lima dua satu)
kilometer;
e. ruas jalan Daeng Sitakka sepanjang 2,351 (dua koma tiga lima satu) kilometer;
f. rencana ruas jaringan Jalan Bypass Mamminasata-perbatasan Kabupaten Gowa;
g. rencana ruas jaringan jalan bypass Mamminasata-Kimas-Pelabuhan peti kemas;
(4) jaringan jalan kolektor primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yang
meliputi;
a. peningkatan jaringan jalan menghubungkan Kota Maros-Camba-Mallawa-
Perbatasan Kabupaten Bone;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 15 -
b. peningkatan Camba-Bontocani Kabupaten Bone;
c. peningkatan Ladonge-Malawa-Balloci Kabupaten Pangkep;
d. peningkatan Jenetaesa- Bontobalang- Leangleang-Balloci Kabupaten Pangkep;
(5) Jaringan jalan arteri sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:

a. jalan yang menghubungkan Kota Makassar dengan kawasan perkotaan baru


Gowa-Maros; dan
b. jalan yang menghubungkan Kota Makassar dengan pusat kawasan perkotaan
Maros.
(6) Jaringan jalan kolektor sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
meliputi;
a. peningkatan ruang jalan kolektor sekunder lingkar timur meliputi; Batubassi-
Sabantang-Ama’rang-Carangki-Benteng Gaja-Pananjingan (belakang BTP);
b. peningkatan jaringan jalan kolektor sekunder lingkar barat meliputi; Pate’ne-
Kuri-Matana-Bontobiraeng-Kampala-Data-Kassi/Kota Maros;
c. peningkatan ruas jalan kolektor sekunder Belangbelang-Bonto-Pajjukukang;
d. rencana Jaringan jalan kolektor sekunder, meliputi; rencana pembangunan
jalan lingkar tengah;
e. rencana pembangunan ruas jalan pantai Utara Mamminasata;
f. rencana pembangunan ruas Jalan KIWA-KIMA;
g. peningkatan ruas jalan Benteng Gaja – Parangloe Gowa; Moncongloe – Antang;
Moncongloe – BTP Makassar;
(7) Rincian jaringan jalan Kolektor 4/jalan lokal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf f tercantum pada lampiran III.2 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan daerah ini.
(8) Rencana ruas jalan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf g, meliputi
ruas jalan khusus dari lokasi industri pengolahan semen Bosowa ke pelabuhan
khusus Bosowa.
Pasal 14
(1) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2) huruf b meliputi:
a. terminal penumpang; dan
b. terminal barang.
(2) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. terminal penumpang tipe B di Kota Maros; dan
b. terminal penumpang tipe C terdapat pada masing-masing kawasan perkotaan
kecamatan, yang meliputi;
1) Kawasan Perkotaan Tetebatu di Kecamatan Mandai;
2) Kawasan Perkotaan Pamanjengang di Kecamatan Moncongloe;
3) Kawasan Perkotaan Baju Bodoa di Kecamatan Maros Baru;
4) Kawasan Perkotaan Patene di Kecamatan Marusu;
5) Kawasan Perkotaan Barandasi di Kecamatan Lau;
6) Kawasan Perkotaan Panjalingang di Kecamatan Bontoa;
7) Kawasan Perkotaan Pakalu di Kecamatan Bantimurung;
8) Kawasan Perkotaan Bantimurung di Kecamatan Simbang;
9) Kawasan Perkotaan Ammarrang di Kecamatan Tanralili;
10) Kawasan Perkotaan Pucak di Kecamatan Tompobulu;
11) Kawasan Perkotaan Cempaniga di Kecamatan Camba;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 16 -
12) Kawasan Perkotaan Bengo di Kecamatan Cenrana; dan
13) Kawasan Perkotaan Ladange di Kecamatan Mallawa.
(3) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. terminal barang di kawasan potensi pengembangan ekonomi Mamabalabo
Kabupaten Maros di Kecamatan Marusu; dan
b. terminal barang Kawasan Industri Makassar-Maros (KIMAMA) di Kecamatan
Marusu.
Pasal 15
Jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c
terdiri atas:
a. Jaringan lintas angkutan barang, terdiri atas:
1) trayek angkutan barang dari sentra-sentra produksi di Kabupaten Maros menuju
ke Kawasan Industri Maros; dan
2) trayek angkutan barang dari Kawasan Industri Maros-KIMA-Pelabuhan Sukarno
Hatta.
b. trayek angkutan penumpang, terdiri atas:
1) Terminal Maros-Lau-Bontoa-Pangkep;
2) Terminal Maros-Bantimurung-Simbang-Cenrana-Camba-Mallawa-Kab. Bone;
3) Terminal Maros-Lau-Bontoa;
4) Terminal Maros-Mandai-Marusu;
5) Terminal Maros-kawasan potensi ekonomi Mamabalabo;
6) Terminal Maros-Bantimurung-Simbang-Cenrana-Mallawa;
7) Terminal Maros-Mandai-Moncongloe (kota baru)-Tanralili;
8) Terminal Mandai-Tanralili-Tompobulu-Cenrana-Camba-Mallawa;
9) Terminal Tumpu Bulu-Malino Kabupaten Gowa;
10) Terminal Mallawa-Ladange Kabupaten Pangkep;
11) Terminal Bantimurung-Ballocci Kabupaten Pangkep;
12) Terminal Moncongloe-Antang Kota Makassar; dan
13) Terminal Moncongloe-BTP Kota Makassar.
Pasal 16
(1) Sistem jaringan transportasi angkutan sungai dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b meliputi:
a. alur pelayaran sungai dan penyeberangan; dan
b. pelabuhan sungai dan penyeberangan.
(2) Alur pelayaran sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a memanfaatkan Sungai Maros, Sungai Pate dan Sungai Kalumpang, terdiri
atas :
b) alur pelayaran menghubungkan Perkotaan Maros-Tabang-Tekolambea-
Borimasunggu-Paotere-Popsa Kota Makassar;
c) alur pelayaran Soreang-Marannu-Paotere-Popsa Kota Makassar; dan
d) alur pelayaran Perkotaan Maros-Tabang-Tanete-Paotere-Popsa Kota Makassar.
(3) Pelabuhan sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi dermaga Kassi, Sungai Pute di dermaga Patene dan Sungai Kalumpang di
dermaga Kalumpang.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Perkeretaapian

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 17 -
Pasal 17
(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. jaringan jalur perkeretaapian; dan
b. stasiun perkeretaapian.
(2) jaringan jalur perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah
jalur perkeretaapian nasional lintas utama Provinsi meliputi Makassar-Parepare
prioritas tinggi perbatasan Kabupaten Pangkep-Maros-perbatasan Makassar
melintas di Kecamatan Marusu-Kecamatan Maros Baru-Kecamatan Lau dan
Kecamatan Bontoa.
(3) jaringan jalur perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
jaringan jalur perkeretaapian kawasan perkotaan Metropolitan Mamminasata
meliputi Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar.
(4) Stasiun perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Simpul jaringan perkeretaapian nasional lintas utama dan KSN Perkotaan
Mamminasata terdapat di Kecamatan Marusu yang terpadu dengan rencana KEK.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Monorel
Pasal 18
(1) sistem jaringan monorel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. jaringan jalur monorel; dan
b. stasiun/halte monorel.
(2) jaringan jalur monorel Kabupaten Maros yaitu rencana pembukaan akses yang
menghubungkan simpul-simpul kota di Kawasan perkotaan Mamminasata yang
melintas di Kecamatan Moncongloe-Kecamatan Mandai-Kecamatan Turikale dan
Kecamatan Marusu.
(3) stasiun/halte monorel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
simpul monorel di kawasan perkotaan satelit Moncongloe-kawasan perkotaan Baru
Mandai-kawasan perkotaan Maros-rencana potensi ekonomi yang diusulkan
menjadi KEK di Kabupaten Maros.

Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 19
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf d, meliputi:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pembangunan pelabuhan pengumpan Pajukukang Kecamatan Bontoa;
b. Pembangunan terminal petikemas di Tanetea Kecamatan Marusu yang terpadu
dengan kawasan industri dan pergudangan serta terintegarasi dengan
Pelabuhan Sukarno Hatta Makassar; dan
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 18 -
c. Pengembangan terminal khusus Bosowa di Pantai Kuri Kecamatan Marusu.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 20
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf e, meliputi:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Sistem tatanan kebandaraan Kabupaten sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi
Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin di Kecamatan Mandai Kabupaten
Maros dengan hirarki pengumpul skala primer.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b
meliputi KKOP dan jalur penerbangan yang digunakan untuk kegiatan operasi
penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
(4) Ruang udara untuk penerbangan terdiri atas:
a. ruang udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara;
b. ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi
penerbangan; dan
c. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.
(5) Ruang udara untuk penerbangan dimanfaatkan bersama untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara.
(6) Ruang udara untuk penerbangan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 21
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf
c, terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana lainnya.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 22
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, meliputi :
a. pembangkit tenaga listrik;
b. jaringan pipa minyak dan gas bumi dan;
c. jaringan transmisi tenaga listrik.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 19 -
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 3,29 (tiga koma dua puluh
sembilan) mega watt di Perkotaan Maros Kecamatan Turikale;
b. PLTD 13,4 (tiga belas koma empat) megawatt di Desa Baruga, kecamatan
Bantimurung;
c. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bontosunggu di Kecamatan Tompobulu;
d. Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTHM) di Mallawa 5 (lima)
megawatt, PLTHM Sungai Lekopaccing 10 (sepuluh) megawatt; PLTMH
berkapasitas 30 (tiga puluh) kilowatt di Desa Patanyamang yang menggunakan
mata air Bulu Kaleleng;
e. rencana pembangkit listrik tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2 X 65 (dua kali
enam puluh lima) watt di Kecamatan Bontoa;
f. Rencana pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang meliputi:
1) PLTS Desa Bentenge kec. Camba 120 (seratus dua puluh) unit, kapasitas
6.000 (enam ribu) watt;
2) PLTS Desa Cenrana, Kecamatan Camba 100 (seratus) unit, kapasitas 5.000
(lima ribu) watt;
3) PLTS Desa Bonto Somba Kecamatan Tompobulu 50 (lima puluh) unit,
kapasitas 2.500 (dua ribu lima ratus) watt;
4) PLTS Desa Bonto Matinggi Kecamatan Tompobulu 50 (lima puluh) unit,
kapasitas 2.500 (dua ribu lima ratus) watt; dan
5) PLTS Desa Cenrana Kecamatan Camba 75 (tujuh puluh lima) unit kapasitas
3.750 (tiga ribu tujuh ratus lima puluh) watt; PLTS Kecamatan Mallawa 75
(tujuh puluh lima) unit kapasitas 3.750 (tiga ribu tujuh ratus lima puluh)
watt.
(3) Jaringan pipa dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. fasilitas penyimpanan berupa depo minyak dan gas bumi ditetapkan di Depo
BBM dan Gas di kawasan potensi pengembangan KEK di Kabupaten Maros.
b. jaringan pipa minyak dan gas bumi Makassar-Sengkang yang melintas di
Kabupaten Maros.
(4) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri atas :
a. Saluran Utama Tegangan Tinggi (SUTT);
b. Sebaran gardu induk (GI);
(5) SUTT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, bertegangan 160 (seratus enam
puluh) kilo volt melintas di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau, Kecamatan
Bantimurung, Kecamatan Turikale, Kecamatan Simbang, dan Kecamatan Mandai;
(6) Sebaran GI sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, berada di Kabupaten
Gowa meliputi:
a. GI Mandai di Kelurahan Mandai Kecamatan Mandai; dan
b. GI Bosowa di Desa Baruga Kecamatan Maros Baru.
(7) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan energi Kabupaten, tergambar pada
Lampiran I.1 dan tercantum dalam Lampiran Tabel III.4 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 20 -
Pasal 23
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b
terdiri atas:
a. jaringan teresterial; dan
b. jaringan satelit.
(2) Jaringan teresterial ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Jaringan satelit yang meliputi satelit dan transponden diselenggarakan melalui
pelayanan stasiun bumi ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Selain jaringan teresterial dan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sistem
jaringan telekomunikasi juga meliputi jaringan bergerak seluler berupa menara
Base Transceiver Station (BTS) telekomunikasi yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(5) Sistem jaringan telekomunikasi dilayani oleh Stasiun Telepon Otomat (STO) yang
ditetapkan di STO lokal di Kota Maros berkapasitas 1.400 (seribu empat ratus)
Satuan Saluran Telepon (SST).
(6) Sistem telekomunikasi berbasis radio, dimanfaatkan untuk telekomunikasi
antarwilayah kabupaten dan provinsi.
(7) Pengembangan prasarana telekomunikasi dilakukan hingga ke kawasan perdesaan
yang belum terjangkau sarana prasarana telekomunikasi.
(8) Lokasi menara Base Transceiver Station (BTS) dikembangkan penggunaannya
secara bersama dan tidak mengganggu aktifitas disekitarnya termasuk kegiatan
penerbangan.
(9) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi Kabupaten,
tergambar pada Lampiran I.1 dan tercantum dalam Lampiran Tabel III.5 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 24
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c,
terdiri atas :
a. wilayah Sungai (WS) strategis nasional;
b. Cekungan Air Tanah (CAT)
c. jaringan irigasi;
d. Daerah Rawa (DR);
e. Instalasi Pengelolaan Air Minum (IPA);
f. sistem pengendalian banjir, eros; dan
g. Sistem pengamanan abrasi pantai.
(2) WS yang ada di Kabupaten Maros sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Maros yang termasuk dalam WS Jeneberang.
(3) Cekungan Air Tanah (CAT) yang berada pada Kabupaten Maros sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah CAT Pangkajene.
(4) jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 21 -
a. untuk mendukung kegiatan pertanian meliputi jaringan irigasi primer, jaringan
irigasi sekunder, dan jaringan irigasi tersier.
b. DI kewenangan Nasional meliputi DI Lekopaccing dengan luas pelayanan
kurang lebih 3.626 (tiga ribu enam ratus dua puluh enam) hektar dan DI
Bantimurung dengan luas pelayanan kurang lebih 6.513 (enam ribu lima ratus
tiga belas) hektar.
c. DI Kewenangan Provinsi meliputi DI Cambajawaya dengan luas pelayanan
kurang lebih 1.000 (seribu) hektar dan DI Laiya dengan luas pelayanan kurang
lebih 1.000 (seribu) hektar.
d. DI Kewenangan Kabupaten terdiri atas 105 DI dengan luas total pelayanan
kurang lebih 12.308 (dua belas ribu tiga ratus delapan) hektar terdapat di
Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Cenrana, Kecamatan Tompobulu,
Kecamatan Mallawa, Kecamatan Tanralili, Kecamatan Camba, Kecamatan
Simbang, Kecamatan Mandai, dan Kecamatan Bontoa.
e.Rehabilitasi, pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi yang ada:
f. Pengembangan DI pada seluruh daerah potensial yang memiliki lahan pertanian
yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan pengelolaan lahan
pertanian berkelanjutan;
g. Membatasi konversi alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis
menjadi kegiatan budidaya lainnya;
(5) DR sebagaimana dimasud pada ayat (1) huruf d, adalah daerah rawa di Kecamatan
Maros Baru seluas kurang lebih 3.613 (tiga ribu enam ratus tiga belas) hektar;
(6) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d,
terdiri atas :
a. rencana pengembangan sumber air baku, meliputi:
1) Sungai Lekopaccing, sungai Maros dan beberapa anak sungai lainnya.
2) Danau / bendung Battimurung, Carangki, bending Bontosunggu.
b. Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) meliputi:
1) IPA Bantimurung dengan kapasitas debit air 500 (lima ratus) liter/detik;
2) IPA Bendungan Carangki dengan kapasitas debit air 50 (lima puluh)
liter/detik;
3) Rencana IPA Bendungan Bontosunggu dengan kapasitas debit air 205 (dua
ratus lima)liter/detik hingga 500 (lima ratus) liter/detik;
(7) Sistem pengendalian banjir sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf e,
terdiri atas:
a. rencana waduk meliputi waduk Lekopaccing di Kecamatan Tanralili;
b. rencana Bendungan Bontosunggu di Kecamatan Tompobulu;
c. Bendungan Bantimurung di Kecamatan Bantimurung;
d. Bendungan Carangki di Kecamatan Tanralili;
e. normalisasi dan pembuatan waduk tunggu pada hulu sungai di Kabupaten
Maros; dan
f. pembangunan pemecah ombak dan peningkatan area hutan mangrove di daerah
pesisir Kabupaten Maros terutama pada pantai rawan abrasi di Kecamatan
Marusu, Kecamatan Maros Baru, Kecamatan Lau dan Kecamatan Bontoa.
g. Sistem pengendali banjir, erosi dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f dilakukan dengan :
(1) sistem vegetative melalui pengembangan vegetasi pantai/mangrove
(2) sipil teknis melalui:
- rencana waduk meliputi Waduk Lekopacing;

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 22 -
- rencana Bendungan Bontosunggu;
- Bendungan Bantimurung;
- Bendungan Carangki;
- normalisai dan pembuatan waduk tunggu pada hulu sungai di
Kabupaten Maros
(8) Sistem pengamanan abrasi pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
dilakukan di daerah pesisir Kabupaten Maros, di Kecamatan Marusu, Kecamatan
Maros Baru, Kecamatan Lau dan Kecamatan Bontoa dengan:
a. sistem vegetatif/konservasi sempadan pantai melalui pengembangan vegetasi
pantai/mangrove yang mampu menahan gelombang pasang;
b. sipil teknis melalui pembuatan bangunan pengaman pantai seperti pemba
(9) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan pengelolaan sumber daya air,
tergambar pada Lampiran I.1, dan tercantum pada Lampiran III.6, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Lainnya
Pasal 25
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d,
terdiri atas:
a. sistem pengelolaan persampahan;
b. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
c. sistem jaringan air limbah;
d. sistem pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3);
e. sistem jaringan drainase;
f. jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
g. sistem proteksi kebakaran.

Paragraf 5
Sistem Pengelolaan Persampahan
Pasal 26
(1) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a,
ditetapkan dalam rangka mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang
sampah guna meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
menjadikan sampah sebagai sumber daya.
(2) sSistem pengelolaan persampahan terdiri atas:
a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah;
b. Tempat pengolahan sampah terpadu (TPST); dan
c. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.
(3) Lokasi TPS sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a meliputi TPS sampah organik
dan TPS sampah anorganik di kawasan perkotaan PKN, PKLp, PPK dan PPL serta di
setiap unit lingkungan permukiman.
(4) Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan
tidak bergerak, khususnya TPS, kontainer dan truk.
(5) Lokasi TPST rencara diarahkan ke Kecamatan Bontoramba (ke bekas TPA
Bontoramba) setelah TPA Regional Mamminasata di fungsikan.

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 23 -
(6) Rencana TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah menggunakan Industri
Pengelolaan Sampah Regional KSN Perkotaan Mamminasata seluas kurang lebih
100 (seratus) hektar.
(7) TPA Sampah di Bontoramba di Kecamatan Mandai akan dikembangkan menjadi
Stasiun Pengalihan Antara (SPA)/transfer depo seluas kurang lebih 3 (tiga) hektar
untuk mendukung industri pengelolaan sampah regional KSN Perkotaan
Mamminasata.
(8) Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan
tidak bergerak, khususnya TPS, kontainer dan truk.
(9) Mengembangkan kemitraan dengan swasta berkaitan untuk pengelolaan sampah
dan penyediaan TPA.
(10) Rencana pengolahan sampah sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah rencana
pengolahan sampah organis menjadi kompos skala kecil yang tersebar di
lingkungan permukiman.
(11) Rincian Rencana Sistem Prasarana Persampahan tercantum pada Lampiran Tabel
III.7, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 6
Sistem Penyediaan Air Minum
Pasal 27
(1) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf b, ditetapkan dalam rangka menjamin kuantitas, kualitas, kontinuitas
penyediaan air minum bagi penduduk dan kegiatan ekonomi serta meningkatkan
efisiensi dan cakupan pelayanan.
(2) SPAM terdiri atas jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan.
(3) SPAM jaringan perpipaan meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi,
unit pelayanan, dan unit pengelolaan dengan kapasitas produksi sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan Kabupaten Maros.
(4) SPAM bukan jaringan perpipaan yang meliputi sumur dangkal, sumur pompa
tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air
kemasan, atau bangunan perlindungan mata air diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) SPAM di Kabupaten Maros dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya air
untuk menjamin ketersediaan air baku.
(6) SPAM jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di Kabupaten
Maros, meliputi:
a. unit air baku yang bersumber dari Sungai Lekopaccing, sumber air
Pattontongan di Kecamatan Tanralili, bendungan Carangki di Kecamatan
Tanralili, dan Bendungan Bontosunggu di Kecamatan Turikale;
b. unit produksi air minum meliputi:
1. IPA Bantimurung untuk melayani Kawasan Bandara
Sultan Hasanuddin; dan
2. IPA Maros melayani seluruh kecamatan yang ada di
Kabupaten Maros.
(7) Pengelolaan SPAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 24 -
Paragraf 7
Sistem Jaringan Air Limbah
Pasal 28
(1) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c,
ditetapkan dalam rangka pengurangan, pemanfaatan kembali, dan pengolahan air
limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sistem jaringan air limbah wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. sistem pembuangan air limbah setempat; dan
b. sistem pembuangan air limbah terpusat.
(3) Rincian rencana sistem prasarana sanitasi tercantum pada Lampiran Tabel III.7,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 29
(1) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (2) huruf a meliputi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) beserta jaringan
air limbah.
(2) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan aspek teknis, lingkungan, dan sosial-budaya
masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga;
(3) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. sistem pembuangan air limbah terpusat Kawasan Industri Maros dilayani IPAL
Maros; dan
b. sistem pembuangan limbah terpusat Kawasan Industri Maros (KIMAS).
(4) Rencana IPAL limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan
tidak jauh dari kawasan-kawasan agroindustri agar dapat meningkatkan efisiensi
dan efektivitas sistem pengelolaan limbah.
(5) Sistem pembuangan air limbah terpusat ditentukan dengan memperhatikan aspek
teknis, lingkungan, dan sosial-budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi
dengan zona penyangga.
(6) Rencana IPAL limbah domestik Kabupaten diarahkan dengan sistem klaster yang
berada di kawasan Perkotaan di Kabupaten.
(7) Rencana sistem perpipaan air limbah kabupaten diarahkan sistem komunal yang
berada di Perkotaan Maros dan ibukota kecamatan lainnya.
(8) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 8
Sistem Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 30
(1) Sistem pengelolaan B3 serta limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf d, diarahkan untuk meminimalkan pencemaran udara, pencemaran tanah,
dan pencemaran sumber daya air serta meningkatkan kualitas lingkungan.
(2) Penataan sistem pengelolaan B3 serta limbah B3 harus memperhatikan tersedianya
prasarana dan sarana pengolahan limbah yang terpasang.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 25 -
(3) Pengelolaan B3 serta limbah B3 dilakukan berdasarkan kriteria teknis sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun.
(4) Pengelolaan B3 serta limbah B3 di Kabupaten Maros dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 9
Sistem Jaringan Drainase
Pasal 31
(1) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e, ditetapkan
dalam rangka mengurangi genangan air dan mendukung pengendalian banjir,
terutama di kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan,
kawasan perkantoran, kawasan pertanian, dan jalan.
(2) Sistem jaringan drainase yang berupa saluran drainase primer dikembangkan
melalui saluran pembuangan utama meliputi Sungai Maros, Sungai Pate dan Sungai
Kalumpang.
(3) Sistem jaringan drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
secara terpadu dengan sistem pengendalian banjir.
(4) Sistem jaringan drainase sekunder meliputi anak sungai lainnya yang terintegrasi
dengan sistem jaringan primer.
(5) Pembangunan dan peningkatan drainase sekunder yang dilakukan melalui
normalisasi dan perkuatan tebing Sungai Maros, Sungai Pate dan Sungai
Kalumpang, Sungai Lekopaccing dan anak sungai lainnya.
(6) Sistem jaringan drainase sekunder terintegrasi dengan drainase primer.
(7) Sistem drainase tersier pada lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan
terintegrasi dengan drainase sekunder.
(8) Sistem jaringan drainase dikembangkan dengan prinsip mengurangi aliran air
masuk jaringan drainase, dapat dilakukan melalui pembuatan sumur-sumur
resapan, biopori, kolam tendon/retensi, dan penyediaan ruang terbuka hijau.
(9) Penyediaan sumur-sumur resapan dan kolam retensi diterapkan pada lokasi
permukiman yang ada di kawasan resapan air dan tangkapan air.

Paragraf 10
Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 32
Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f,
bertujuan sebagai penyediaan jalur dan ruang yang dapat digunakan untuk tempat
keselamatan dan tempat berlindung jika terjadi bencana.
(1) Jalur dan ruang evakuasi bencana ditetapkan dalam skala kota, skala
kawasan, dan skala lingkungan.
(2) Rencana jalur evakuasi bencana meliputi jalur evakuasi bencana (escape
way) dan ruang evakuasi bencana (melting point).
(3) jalur dan ruang evakuasi bencana (Escape way) sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri atas:
a. jalur dan ruang evakuasi bencana banjir meliputi ruas jalan rencana ruang jalan
khusus semen bosowa di Kecamatan Maros Baru, rencana ruas jalan Lintas

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 26 -
Utara Mamminasata di Kecamatan Lau, rencana ruas jalan Lintas Utara
Mamminasata rencana ruas jalan Lintas Utara Mamminasata di Kecamatan
Marusu, rencana ruas jalan Lintas Utara Mamminasata Bontoa, dan ruas jalan
poros Bantimurung di Kecamatan Bantimurung;
b. jalur dan ruang evakuasi bencana longsor meliputi ruas jalan Poros
Bantimurung-Camba di Kecamatan Camba, ruas jalan Poros Bantimurung-
Camba di Kecamatan Mallawa, ruas jalan Poros Bantimurung-Camba di
Kecamatan Cenrana;
c. jalur dan ruang evakuasi potensi bencana tsunami dan gelombang pasang
meliputi rencana ruas jalan rencana ruang jalan khusus semen bosowa di
Kecamatan Maros Baru, rencana ruas jalan Lintas Utara Mamminasata di
Kecamatan Lau, rencana ruas jalan Lintas Utara Mamminasata di Kecamatan
Marusu, rencana ruas jalan Lintas Utara Mamminasata Bontoa, dan ruas jalan
poros Bantimurung di Kecamatan bantimurung;
(4) jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
direncanakan mengikuti/menggunakan jaringan jalan dengan rute terdekat ke
ruang evakuasi dan merupakan jaringan jalan paling aman dari ancaman berbagai
bencana, serta merupakan tempat-tempat yang lebih tinggi dari daerah bencana;
(5) ruang evakuasi bencana (Melting point) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi meliputi lapangan Sepak bola di Kecamatan Moncongloe, Stadion
Olahraga di Kota Maros Kecamatan Turikale dan Lapangan kantor Bupati Maros.
(6) Rincian jalur dan ruang evakuasi bencana, tercantum dalam Lampiran III. 8
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 11
Sistem Proteksi Kebakaran
Pasal 33
(1) Sistem proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g,
ditetapkan untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran dalam lingkup
kabupaten, lingkungan, dan bangunan.
(2) Sistem proteksi kebakaran meliputi layanan:
a. pencegahan kebakaran;
b. pemberdayaan peran masyarakat;
c. pemadam kebakaran; dan
d. penyelamatan jiwa dan harta benda.
(3) Sistem proteksi kebakaran selanjutnya diatur dalam Rencana Induk Sistem Proteksi
Kebakaran Kabupaten Maros.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 34
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 27 -
(2) Rencana pola ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta rencana pola ruang dengan skala 1:50.000 sebagaimana tercantum
pada Lampiran I.2 dan Lampiran Tabel III.9 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 35
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), terdiri atas:
a. kawasan yang memberikan perlindungan daerah bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi; dan
(2) Rincian kawasan lindung, tergambar pada Lampiran I.2, dan tercantum pada
Lampiran Tabel III.10, Lampiran Tabel III.11, dan Lampiran Tabel III.12, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Daerah Bawahannya
Pasal 36
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a meliputi hutan lindung
dan kawasan resapan air.
(2) Hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluas 14.611 (empat belas
ribu enam ratus sebelas) hektar meliputi:
a. hutan lindung yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Bantimurung seluas
kurang lebih 2.417 (dua ribu empat ratus tujuh belas) hektar;
b. hutan lindung yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Bontoa seluas
kurang lebih 323 (tiga ratus dua puluh tiga) hektar;
c. hutan lindung yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Cenrana seluas
kurang lebih 4.972 (empat ribu sembilan ratus tujuh puluh dua) hektar;
d. hutan lindung yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Mallawa seluas
kurang lebih 87 (delapan puluh tujuh) hektar;
e. hutan lindung yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Simbang seluas
kurang lebih 574 (lima ratus tujuh puluh empat) hektar;
f. hutan lindung yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Tanralili seluas
kurang lebih 16 (enam belas) hektar; dan
g. hutan lindung yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Tompobulu seluas
kurang lebih 6.222 (enam ribu dua ratus dua puluh dua) hektar.
(3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditetapkan di
bagian hulu DAS Maros.

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 28 -
Pasal 37
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf b, terdiri atas :
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar waduk/rawa; dan
d. Ruang Tebuka Hijau (RTH).
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat
di pesisir pantai di Kecamatan Pantai Maros Baru, Kecamatan Marusu, Kecamatan
Lau, dan Kecamatan Bontoa, dengan ketentuan:
a. daratan sepanjang tepian laut di Pantai Maros Baru, Marusu, Lau, dan Bontoa
yang bentuk dan kondisi fisik pantai berpasir dengan substrat didominasi oleh
pasir yang berasal dari laut maupun yang berasal dari daratan terbawa sungai
atau sedimentasi maupun erosi pantai.
b. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 (seratus) meter dari
titik pasang air laut tertinggi ke arah darat.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
ditetapkan di Sungai Maros, dengan ketentuan:
a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima)
meter dari kaki tanggul sebelah luar;
b.daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai;
dan
c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi
sungai.
(4) Kawasan sekitar waduk/rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. waduk Lekopaccing di Kecamatan Tanralili; dan
b. waduk Bonto Sunggu dan rawa di Kecamatan Maros Baru.
(5) Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf e, adalah sarana RTH kawasan perkotaan Maros, meliputi:
a. kawasan hijau pertamanan kota terebar di kawasan perkotaan ibukota
kabupaten, ibukota kecamatan dan kota-kota satelit Kabupaten Maros, dengan
peruntukan pada kawasan terbangun kota yang merupakan penunjang pada
kawasan pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan jasa, industri dan
perumahan;
b. kawasan hijau rekreasi dan olahraga di perkotaan (lapangan olahraga);
c.kawasan hijau pertanian yang di kawasan perkotaan-kawasan perkotaan;
d. kawasan hijau jalur hijau di sepanjang jalur jalan dan tebing, sepanjang
sempadan sungai dan pantai;
e.TPU di Kecamatan Mandai;
f. kawasan hijau pekarangan pada kawasan perumahan di perkotaan;
g. luas ruang terbuka hijau pada masing-masing kawasan perkotaan di
Kabupaten Maros paling sedikit 30% (tiga puluh persen) yang teridiri atas
ruang terbuka publik paling sedikit 20% (dua puluh persen)dan ruang terbuka
hijau non publik (privat) paling sedikit 10% (sepuluh persen).

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 29 -
Paragraf 3
Kawasan Pelestarian Alam, Cagar Alam dan Ilmu Pengetahuan
Pasal 38
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Kawasan konsrvasi;
b. taman wisata alam;
c. kawasan cagar budaya; dan
d. kawan mangrove.
(2) Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah kawasan
hutan konservasi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung seluas kurang lebih
28.611 (dua puluh delapan ribu enam ratus sebelas) hektar, meliputi:
a. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung yang berada di Kecamatan
Bantimurung seluas kurang lebih 6.750 (enam ribu tujuh ratus lima puluh)
hektar;
b. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung yang berada di Kecamatan Camba
seluas kurang lebih 3.623 (tiga ribu enam ratus dua puluh tiga) hektar;
c. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung yang berada di Kecamatan
Cenrana seluas kurang lebih 2.825 (dua ribu delapan ratus dua puluh lima)
hektar;
d. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung yang berada di Kecamatan
Mallawa seluas kurang lebih 10.024 (sepuluh ribu dua puluh empat) hektar;
e. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung yang berada di Kecamatan
Simbang seluas kurang lebih 4.184 (empat ribu seratus delapan puluh empat)
hektar; dan
f. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung yang berada di Kecamatan
Tompobulu seluas kurang lebih 1.204 (seribu dua ratus empat) hektar.
(3) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kawasan agrowisata Bantimurung di Kecamatan Bantimurung; dan
b. Kawasan agrowisata Tanralili di Kecamatan Tanralili.
(4) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yang
meliputi:
a. Situs Prasejarah Leang-Leang di Kecamatan Bantimurung;
b. Situs Leang Rammang-Rammang di Kecamatan Bontoa;
c. Situs Bulu’ Sipong di Kecamatan Bontoa;
d. Rumah Adat karaeng Loe di Pakere di Kecamatan Simbang;
e. Bangunan Penjara Lama, Kantor Pengadilan Negeri, Bangunan Asrama Kodim,
Kantor Camat Turikale, Rujab Sekretaris Daerah, Bangunan Kantor Bappeda,
Pendopo Karaeng Marusu di Kecamatan Turikale;
f. Kompleks Makam Kassi Kebo di Kecamatan Marusu; dan
g. Kompleks makam Karaeng Simbang di Kecamatan Simbang.
(5) Kawasan mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, yang meliputi
kawasan mangrove yang merupakan sempadan pantai terdapat di Kecamatan
Bontoa seluas kurang lebih 5 (lima) hektar, Kecamatan Lau seluas kurang lebih 14
(empat belas) hektar, Kecamatan Maros Baru seluas kurang lebih 56 (lima puluh
enam) hektar, dan Kecamatan Marusu seluas kurang lebih 60 (enam puluh)
hektar yang merupakan bagian dari sempadan pantai.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 30 -
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 39
Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf d,
terdiri atas:
a. kawasan rawan bencana banjir berada di Kecamatan Maros Baru, Kecamatan Lau,
Kecamatan Marusu, Kecamatan Bontoa, Kecamatan Turikale, Kecamatan Simbang,
dan Kecamatan Bantimurung;
b. kawasan rawan tanah longsor berada di Kecamatan Camba, Kecamatan Cenrana,
KecamatanTompobulu, Kecamatan Mallawa dan Kecamatan Bantimurung; dan
c. kawasan rawan abrasi berada di pesisir pantai di Kecamatan Maros Baru,
Kecamatan Lau, Kecamatan Marusu, dan Kecamatan Bontoa.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 40
Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf f, meliputi:
a. kawasan karst di Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Camba, Kecamatan Cenrana,
Kecamatan Simbang, dan Kecamatan Malawa; dan
b. kawasan rawan tsunami di pesisir pantai di Kecamatan Maros Baru, Kecamatan Lau,
Kecamatan Marusu, dan Kecamatan Bontoa.

Bagian Ketiga
Kawasan Budi Daya
Pasal 41
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 42
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf
a, terdiri atas :

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 31 -
a. kawasan hutan produksi tetap seluas kurang lebih 15.364 (lima belas ribu tiga
ratus enam puluh empat) hektar, yang tersebar di Kecamatan Cenrana seluas
kurang lebih 1.672 (seribu enam ratus tujuh puluh dua) hektar, Kecamatan
Mallawa seluas kurang lebih 2.473 (dua ribu empat ratus tujuh puluh tiga)
hektar, Kecamatan Simbang seluas kurang lebih 561 (lima ratus enam puluh
satu) hektar, Kecamatan Cenrana seluas kurang lebih 543 (lima ratus empat
puluh tiga) hektar, dan Kecamatan Tompobulu seluas kurang lebih 10.022
(sepuluh ribu dua puluh dua) hektar;
b. kawasan hutan produksi terbatas seluas kurang lebih terbatas 6.434 (enam
ribu empat ratus tiga puluh tiga) hektar, yang tersebar di Kecamatan Camba
seluas kurang lebih 1.283 (seribu dua ratus delapan puluh tiga) hektar,
Kecamatan Cenrana seluas kurang lebih 2.244 (dua ribu dua ratus empat puluh
empat) hektar, Kecamatan Mallawa seluas kurang lebih 1.586 (seribu lima
ratus delapan puluh enam) hektar dan Kecamatan Tompobulu seluas kurang
lebih 1.321 (seribu tiga ratus dua puluh satu) hektar.
(2) Hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, merupakan
hutan produksi terbatas tersebar di Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Camba,
Kecamatan Cenrana, Kecamatan Lau, Kecamatan Mallawa, Kecamatan Simbang,
KecamatanTanralili, dan KecamatanTompobulu.
(3) Rincian hutan produksi, tercantum pada Lampiran I.2 dan Lampiran Tabel III.13,
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 43
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b,
terdiri atas:
a. kawasan budi daya tanaman pangan;
b. kawasan hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan budi daya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan lahan basah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 28.688 (dua puluh delapan
ribu enam ratus delapan puluh delapan) Hektar terdapat di seluruh wilayah
kecamatan;
b. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan lahan basah ditetapkan sebagai
kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dengan luasan kurang lebih 20.222
(tiga puluh Sembilan ribu tiga ratus lima puluh tujuh) hektar.
c. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan lahan kering sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 29.344 (dua puluh
sembilan ribu tiga ratus empat puluh empat) hektar terdapat di seluruh wilayah
kecamatan; dan
(3) Kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang
lebih 11.681 (sebelas ribu enam ratus delapan puluh satu) hektar terdapat di

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 32 -
Kecamatan Camba, Kecamatan Cenrana, Kecamatan Mallawa, Kecamatan
Moncongloe, KecamatanTanralili, dan Kecamatan Tompobulu;
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang
lebih 7.165 (tujuh ribu seratus enam puluh lima) hektar, terdapat di Kecamatan
Bantimurung, Kecamatan Bontoa, Kecamatan Camba, Kecamatan Cenrana,
Kecamatan Mallawa, Kecamatan Mandai, Kecamatan Marusu, Kecamatan
Moncongloe, Kecamatan Simbang, Kecamatan Tanralili, dan Kecamatan
Tompobulu;
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. ternak besar berupa sapi, kerbau dan kuda tersebar di seluruh wilayah
kecamatan terutama di Kecamatan Tanralili, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan
Bantimurung, Kecamatan Camba, Kecamatan Cenrana, Kecamatan Mallawa
dan Kecamatan Simbang; dan
b. ternak kecil berupa kambing, sedangkan ternak unggas meliputi; ayam
kampung, ayam buras dan itik tersebar di seluruh wilayah kecamatan.
(6) Rincian kawasan pertanian tercantum pada Lampiran I.2 dan Lampiran Tabel
III.14 dan Lampiran Tabel III.15, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 44
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c,
meliputi:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. perikanan peruntukan budidaya perikanan ; dan
c. kawasan pengembangan minapolitan.
(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah
kawasan penangkapan perikanan laut di Selat Makassar termasuk rencana
pengembangan bagan dan kramba-kramba di Selat Makassar.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. kawasan perikanan tambak yang tersebar di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau,
Kecamatan Maros Baru, Kecamatan Marusu, Kecamatan Bantimurung,
kecamatan Turikale dan kecamatan Mandai; dan
b. kawasan perikanan kolam dan tumpangsari dengan kawasan peruntukan sawah
dan kolam terutama di Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Bontoa, Kecamatan
Camba, kecamatan Turikale, Kecamatan Tanralili dan Kecamatan Lau.
(4) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
kawasan minapolitan di di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau dan Kecamatan Maros
Baru;
(5) Pembangunan PPI Bontoa yang direncanakan terintegrasi dan terpadu dengan
kawasan minapolitan;
(6) Rincian kawasan perikanan, tercantum pada Lampiran Tabel III.16, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 33 -
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 45
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
huruf d terdiri atas :
a. Kawasan potensi pertambangan batubara tersebar di wilayah Kecamatan
Mallawa, Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Camba, Kecamatan Simbang, dan
Kecamatan Tanralili;
b. Kawasan potensi pertambangan emas terdapat di Kecamatan Tompobulu dan
Kecamatan Mallawa; dan
c. Kawasan potensi pertambangan batuan, terdiri atas:
1) potensi marmer di Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Cerana, Kecamatan
Simbang dan Kecamatan Camba;
2) potensi lempung di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Bantimurung, Kecamatan
Simbang, Kecamatan Turikale, Kecamatan Maros Baru, Kecamatan Simbang,
Kecamatan Marusu, Kecamatan Tanralili, Kecamatan Moncongloe,
Kecamatan Mandai, Kecamatan Lau, dan Kecamatan Mallawa;
3) potensi batugamping di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Bantimurung,
Kecamatan Simbang, Kecamatan Tanralili, Kecamatan Cenrana, Kecamatan
Tompobulu dan Kecamatan Mallawa;
4) potensi pasir kuarsa di Kecamatan Mallawa;
5) potensi oker di Kecamatan Camba dan Kecamatan Cenrana;
6) potensi basal di Kecamatan Moncongloe, Kecamatan Simbang, Kecamatan
Tanralili, Kecamatan Mandai, Kecamatan Tompobulu, dan Kecamatan
Cenrana;
7) potensi andasit di Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Simbang dan
Kecamatan Cenrana;
8) potensi diorit Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Simbang dan Kecamatan
Tompobulu;
9) potensi granodiorit di Kecamatan Camba dan Kecamatan Mallawa;
10) potensi trakit di Kecamatan Bontoa;
11) potensi batu pasir formasi camba di Kecamatan Marusu;
12) potensi kerikil dan batu sungai di Kecamatan Mallawa, Bantimurung dan
Tanralili; dan
13) potensi pasir sungai di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Camba, Kecamatan
Turikale dan Kecamatan Tompobulu.
(2) Rincian kawasan potensi pertambangan, tercantum pada Lampiran Tabel
III.17, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 46
Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf e, terdiri
atas:
a. Kawasan besar menengah KIMAS yang berada di Kecamatan Marusu;
b. kawasan industri menengah perikanan yang berada di Kecamatan Bontoa
dan Kecamatan Lau;
c. kawasan industri besar marmer di Kecamatan Bantimurung dan Kecamatan
Simbang;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 34 -
d. kawasan industri besar semen Bosowa di Kecamatan Bantimurung;
e. kawasan industri besar peleburan di Kecamatan Bontoa; dan
f. kawasan aglomerasi industri skala kecil dan menengah di Perkotaan Maros
tersebar di seluruh kecamatan.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 47
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf f,
meliputi:
a. Kawasan wisata alam;
b. Kawasan wisata sejarah;
c. Kawasan wisata agro;
d. Kawasan wisata perkotaan; dan
e. kawasan wisata budaya;
(2) kawasan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kawasan wisata alam Bantimurung Kecamatan Bantimurung;
b. kawasan wisata pasir putih Pantai Kuri yang terpadu dengan aktivitas nelayan;
c. kawasan wisata Cagar Alam Karaenta di Kecamatan Cenrana yang terpadu
dengan Goa Salukang Kallang;
d. obyek wisata alam Goa Pattunuang di Desa Samangki Kecamatan Simbang;
e. obyek wisata alam air terjun Bonto Sumba Kecamatan Tompobulu berbatasan
langsung dengan Taman Wisata Alam Malino;
f. obyek wisata alam air panas di dusun Reatoa di Kelurahan Samaenre Kecamatan
Mallawa;
g. obyek wisata Leang PanningE (goa kelelawar) di Desa Batu Putih Kecamatan
Mallawa, merupakan goa yang disamping memiliki stalaktit dan stalakmit, juga
terdapat sumber air panas; dan
h. kawasan wisata arung jeram di Sungai Maros.
(3) Kawasan wisata sejarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. taman prasejara Leang-Leang di Kelurahan Kallabirang Kecamatan
Bantimurung;
b. situs prasejarah Leang Akkarrasa Rammang-Rammang di Desa Salenrang
Kecamatan Bontoa;
c. kompleks makam Kassi Kebo (pekuburan Karaeng Marusu dan keluarga
Kelurahan Baju Bodoa Kecamatan Maros Baru;
d. kompleks makam Karaeng Simbang (pekuburan Karaeng Simbang dan
keluarga) di Desa Samangki Kecamatan Simbang;
e. pendopo Pallantikang Karaeng Marusu di Kelurahan Pallantikang
Kecamatan Maros Baru; dan
f. rumah adat Karaeng Loe Ripakere (istana raja Marusu) di Desa Pakere
Kecamatan Simbang.
(4) Kawasan wisata agro sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf c, meliputi;
a. rencana agrowisata Tanralili antara lain pengembangan Meeting, Intencive,
Convention and Exhibition (MICE) yang terpadu dengan kawasan agro wisata
Puca’; dan
b. rencana agrowisata Bantimurung.
(5) Kawasan wisata perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, adalah
objek wisata kuliner di Jalan Topaz di kawasan taman hutan kota dan kolam Kota
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 35 -
Maros dan rencana wisata kuliner Kota Maros di sempadan sungai Sungai Maros
dan wisata Sungai Maros;
(6) Kawasan wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi;
a. upacara adat Appalili;
b. upacara adat Katto Bokko;
c. upacara Mappa Dendang;
d. Bias Muharram;
e. Maulid Rasullullah SAW;
f. Lomba perahu hias;
g. Mallangiri;
h. Dengka Ase Lolo;
i. Ma’royong;
j. Tari-tarian yang meliputi; tari Salonreng, tari Mappadendang, tari Mapeepe-
pepe, tari Kalabbirang, tari Mamuri-muri, tari Kalubampa, tari Bunting Berua,
tari Makkampiri, tari Tubaranina Marusu, tari Ma’raga; dan
k. Kesong-kesong.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 48
(1) kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf g
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Kawasan permukiman Perkotaan Baru Maros -Gowa yang merupakan kota satelit
KSN Perkotaan Mamminasata bagian timur;
b. Kawasan Permukiman Baru Kawasan Strategis Moncongloe;
c. Kawasan permukiman Kota Baru Satelit Mandai;
d. Kawasan perkotaan Baru Maros;
e. Kawasan permukiman perkotaan sepanjang koridor bypass Mamminasata;
f. Kawasan permukiman di PKN Maros, PKLp dan PPK; dan
g. Pengembangan permukiman pada pusat kota yang padat penduduknya
diarahkan pembangunan perumahannya vertikal.
(3) kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. kawasan permukiman transmigrasi di Kecamatan Tompobulu;
b. kawasan permukiman perdesaan yang didominasi oleh kegiatan agraris dengan
kondisi kepadatan bangunan dan penduduk yang relative rendah dan kurang
intensif dalam pemanfaatan daerah terbangun (builtup area); dan
c. bangunan-bangunan perumahan diarahkan menggunakan nilai kearifan budaya
lokal termasuk pola rumah kebun dengan bangunan berlantai panggung.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 49
Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf h, meliputi:
a. kawasan peruntukan perkantoran;
b. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 36 -
c. kawasan pelayanan umum;
d. kawasan pertahanan dan keamanan negara; dan
e. kawasan keselamatan operasional penerbangan (KKOP).

Pasal 50
(1) Kawasan peruntukan perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a,
meliputi:
a. perkantoran pemerintahan; dan
b. perkantoran swasta.
(2) Kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. pusat pemerintahan kabupaten di Kota Maros Kecamatan Turikale;
b. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Tetebatu di Kecamatan
Mandai;
c. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Pamanjengang di
Kecamatan Moncongloe;
d. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Baju Bodoa di Kecamatan
Maros Baru;
e. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Patene di Kecamatan
Marusu;
f. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Barandasi di Kecamatan
Lau;
g. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Panjalingang di Kecamatan
Bontoa;
h. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Pakalu di Kecamatan
Bantimurung;
i. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Bantimurung di
Kecamatan Simbang;
j. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Ammarrang di Kecamatan
Tanralili;
k. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Pucak di Kecamatan
Tompobulu;
l. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Cempaniga di Kecamatan
Camba;
m. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Bengo di Kecamatan
Cenrana;
n. pusat pemerintahan kecamatan di kawasan perkotaan Ladange di Kecamatan
Mallawa;
(3) Kawasan peruntukan perkantoran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. Kecamatan Turikale;
b. Kecamatan Kecamatan Mandai;
c. Kecamatan Lau
d. Kecamatan Maros Baru; dan
e. Kecamatan Bontoa.
Pasal 51
(1) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
huruf b, merupakan pusat perdagangan dan jasa skala regional.
(2) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa meliputi:
a. pasar tradisional;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 37 -
b. pusat perbelanjaan; dan
c. toko modern.
(3) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa pasar tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdistribusi di masing-masing ibukota kecamatan meliputi :

a. kawasan perkotaan Tetebatu di Kecamatan Mandai;


b. kawasan perkotaan Pamanjengang di Kecamatan Moncongloe;
c. kawasan perkotaan Baju Bodoa di Kecamatan Maros Baru;
d. kawasan perkotaan Patene di Kecamatan Marusu;
e. kawasan perkotaan Barandasi di Kecamatan Lau;
f. kawasan perkotaan Panjalingang di Kecamatan Bontoa;
g. kawasan perkotaan Pakalu di Kecamatan Bantimurung;
h. kawasan perkotaan Bantimurung di Kecamatan Simbang;
i. kawasan perkotaan Ammarrang di Kecamatan Tanralili;
j. kawasan perkotaan Pucak di Kecamatan Tompobulu;
k. kawasan perkotaan Cempaniga di Kecamatan Camba;
l. kawasan perkotaan Bengo di Kecamatan Cenrana;
m. kawasan perkotaan Ladange di Kecamatan Mallawa;
(4) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa pusat perbelanjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Pengembangan Pasar Induk Regional semi modern/pasar tradisional modern
(Tramo) Kota Maros yang mendukung sistem perdagangan di PKN
Mamminasata;
b. Pengembangan Pasar Sentral Kota Maros yang mendukung sistem perdagangan
di PKN Mamminasata;
c. Pengembangan kawasan perdagangan skala Kabupaten meliputi PKLp Kawasan
Perkotaan PKLp Lau dan Kota Baru Satelit Moncongloe;
d. Kawasan perdagangan pasar tradisional skala kecamatan yang terdistribusi di
seluruh Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) di perkotaan Cempaniga di Kecamatan
Camba dan PPK di perkotaan Ladange di Kecamatan Mallawa;
e. Kawasan perdagangan pasar tradisional skala lingkungan yang terdistribusi di
seluruh Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL);
f. Kawasan perdagangan berupa pasar induk pertanian Kabupaten Maros; dan
g. Kawasan perdagangan berupa pasar grosir di Kota Maros;
(5) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa toko modern sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdapat di:
a. kawasan Pasar Induk Regional semi modern/pasar tradisional modern (Tramo)
Kota Maros;
b. kawasan Pasar Sentral Kota Maros;
c. Kota Baru Satelit Moncongloe;
d. Kota Baru Satelit Mandai; dan
e. kawasan potensi ekonomi KEK Kabupaten Maros.

Pasal 52
(1) Kawasan pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat huruf c,
meliputi :
a. kawasan peruntukan pelayanan olah raga;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 38 -
b. kawasan pelayanan kesehatan;
c. kawasan pendidikan tinggi; dan
d. kawasan TPU.
(2) Kawasan peruntukan pelayanan olah raga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, merupakan kawasan olahraga kabupaten yang dikembangkan secara
berhirarki pada masing-masing pusat dan sub pusat kegiatan secara proporsional.
(3) Kawasan peruntukan pelayanan olah raga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas pelayanan olahraga skala Kabupaten di Kota Maros Kecamatan Turikale
dan pelayanan olahraga skala kecamatan di masing-masing ibukota kecamatan;
(4) Kawasan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi pelayanan kesehatan regional di Kota Maros Kecamatan Turikale,
pelayanan kesehatan skala kecamatan di masing-masing pusat kecamatan.
(5) Kawasan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, meliputi
kawasan pendidikan tinggi di Kota Maros Kecamatan Turikale dan di Kecamatan
Mandai.
(6) Kawasan TPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kawasan pekuburan
regional di wilayah Kecamatan Mandai Kabupaten Maros.

Pasal 53
(1) Kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 huruf d, merupakan aset-aset pertahanan dan keamanan/TNI Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang harus dijaga dan dipelihara dengan mengembangkan
kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan
pertahanan dan keamanan negara.
(2) Kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Yonif L-433/Julu Siri di Kecamatan Simbang;
b. Ki Zipur A, B, dan C Yon Zipur-8/Sakti Mandraguna di Kecamatan Tanralili
c. Komando Distrik Militer (Kodim)/1422 Maros di Kecamatan Turikale
d. Komando Rayon Militer (Koramil) yang terdapat di Kecamatan-kecamatan di
wilayah Kabupaten Maros
e. Polres Maros di Kecamatan Turikale
f. Polsek yang tersebar di masing-masing kecamatan
g. Lanud Hasanuddin (Pangkalan TNI AU) di Kecamatan Mandai.
(3) Pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan negara meliputi:
a. peningkatan prasarana dan sarana di kawasan pertahanan dan keamanan
negara; dan
b. penataan kawasan pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 54
KKOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat huruf e, meliputi kawasan sekitar
Bandar Udara Sultan Hasanuddin berupa ruang udara bagi keselamatan pergerakan
pesawat yang mengikuti standar ruang KKOP yang sudah ditetapkan di Bandar Udara
Internasional Sultan Hasanuddin Kabupaten Maros.

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 39 -
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 55
(1) Kawasan Strategis di Kabupaten Maros meliputi :
a. Kawasan Strategis Nasional (KSN);
b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP); dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK).
(2) Setiap kawasan strategis kabupaten akan diatur lebih lanjut dengan rencana tata
ruang kawasan startegis yang ditetapkan oleh peraturan daerah tersendiri paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak penetapan RTRW Kabupaten Maros.
(3) Rincian kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana digambar kan pada Lampiran I.3 dan tercantum dalam
Lampiran III.18, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

Pasal 56
KSN yang ada di Kabupaten Maros sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 ayat (1)
huruf a, merupakan KSN Perkotaan Mamminasata yang merupakan kawasan strategis
dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi.

Pasal 57
(1) KSP yang terkait dengan wilayah Kabupaten Maros sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; dan
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.
(2) KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kawasan lahan pangan berkelanjutan khususnya beras dan jagung;
b. kawasan pengembangan budidaya alternatif komoditi perkebunan unggulan
kakao, kelapa sawit, kopi Robusta, jambu mete dan jarak;
c. Pengembangan Kawasan Industri Maros (KIMAS);
d. Pabrik Semen Bosowa; dan
e. Kawasan penambangan kapur dan marmer.
(3) KSP dari sudut kepentingan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kawasan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung;
b. Kawasan Kebun Raya Puca’;
c. Kawasan hutan lindung di Kabupaten Maros ; dan
d. Kawasan wisata bahari Mamminasata dan sekitarnya.

Pasal 58
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 40 -
(1) KSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf c dari sudut
kepentingan pertumbuhan ekonomi yang meliputi:
a. PKLp Kawasan Perkotaan Barandasi Kecamatan Lau;
b. Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin di Mandai Kabupaten Maros;
c. Kawasan potensi pengembangan KEK di pesisir pantai Selat Makassar yang
meliputi wilayah pesisir Kecamatan Marusu, Kecamatan Maros Baru,
Kecamatan Lau dan Kecamatan Bontoa (MAMABALABO);
d. kawasan Minapolitan di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau dan kecamatan
Maros Baru;
e. kawasan agrowisata yang terpadu dengan Agropolitan Tanralili;
f. kawasan wisata pasir putih Pantai Kuri yang terpadu dengan aktivitas nelayan;
g. Kawasan Perdagangan Pasar Tradisional Modern Kota Maros;
h. Kawasan Perdagangan Pasar Induk pertanian Kabupaten Maros;
i. Kawasan Kota Baru Moncongloe;
j. Kawasan perkotaan Baru Satelit Mandai; dan
k. Kawasan perkotaan Baru Satelit Maros.
(2) KSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf c dari sudut
kepentingan lingkungan hidup, meliputi;
a.kawasan wisata Alam dan Agrowisata Bantimurung Kecamatan Bantimurung;
b. kawasan wisata Cagar Alam Karaenta di Kecamatan Cenrana yang terpadu
dengan Goa Salukang Kallang; dan
c. obyek wisata alam air panas di Dusun Rea Toa yang selama ini dijadikan
laboratorium alam, riset biologi dan ilmu pengetahuan oleh mahasiswa pada
berbagai perguruan tinggi di Makassar.
(3) KSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf c dari sudut
kepentingan sosial budaya yang terdiri dari:
a. kawasan pendopo Pallantikang Karaeng Marusu di Kelurahan Pallantikang
Kecamatan Maros Baru;
b. kawasan rumah adat Karaeng Loe Ripakere (Istana Raja Marusu) di Desa
Pakere Kecamatan Simbang; dan
c. kawasan budaya Khawaltiah Sammang di Desa Patte’ne.
(4) KSK Maros sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf c dari sudut
kepentingan pemanfaatan sumber daya alam dan penggunaan teknologi tinggi,
terdiri atas:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kecamatan Tompobulu;
b. PLTA di Bontosunggu;
c. Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTHM) di Mallawa;
d. rencana pembangkit listrik tenaga Uap (PLTU) di Kecamatan Bontoa;
e. Pabrik Semen Bosowa; dan
f. penambangan marmer di Kecamatan Bantimurung dan Kecamatan Simbang.
(5) KSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf c dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan negara, terdiri atas:
a. kawasan LINUD Hasanuddin;
b. kawasan KOSTRAD Kariango dan Samboeja; dan
c. GUMUSMU di Sambueja.
Pasal 59

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 41 -
Kawasan Strategis Kabupaten Maros sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
huruf c, digambarkan dalam Lampiran I.3 dan Lampiran III.18 yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 60
(1) Arahan pemanfaatan ruang kabupaten terdiri atas:
a. indikasi program utama;
b. indikasi sumber pendanaan;
c. indikasi pelaksana kegiatan; dan
d. waktu pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang kabupaten;
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang kabupaten; dan
c. indikasi program utama perwujudan kawasan strategis kabupatem.
(3) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, dan Sumber Lain yang sah.
(4) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan/ atau
masyarakat.
(5) Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri
atas 4 (empat) tahapan meliputi:
1. tahap pertama, pada periode tahun 2011–2015, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan pengembangan;
2. tahap kedua, pada periode tahun 2016–2020, diprioritaskan pada
peningkatan fungsi dan pengembangan;
3. tahap ketiga, pada periode tahun 2021–2025, diprioritaskan pada
pengembangan dan pemantapan; dan
4. tahap keempat, pada periode tahun 2026–2030, diprioritaskan pada
pemantapan.
(6) Indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana
kegiatan, dan waktu pelaksanaan yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran II.1
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Ruang
Pasal 61
Indikasi program utama perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (2) huruf a meliputi:
a. sistem pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.

Pasal 62
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 42 -
(1) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang wilayah Kabupaten Maros
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf a tahap pertama dan tahap
kedua diprioritaskan pada:
a. pengembangan dan peningkatan fungsi PKN;
b. pengembangan dan peningkatan fungsi PKLp;
c. pengembangan dan peningkatan fungsi PPK;
d. pengembangan dan peningkatan fungsi PPL;
e. pengembangan dan peningkatan kualitas sistem jaringan transportasi meliputi
sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan perkeretaapian, sistem
jaringan monorel, dan sistem jaringan lalu transportasi laut;
f. pengembangan dan peningkatan sistem jaringan energi yang meliputi jaringan
pipa dan gas bumi, jaringan pembangkit tenaga listrik, jaringan prasarana
energi, dan jaringan transmisi tenaga listrik;
g. pengembangan dan peningkatan sistem jaringan telekomunikasi teresterial dan
jaringan telekomunikasi satelit;
h. pengembangan dan peningkatan sistem jaringan sumber daya air yang meliputi
wilayah sungai strategis nasional, jaringan irigasi, jaringan air baku, instalasi
pengolahan air bersih, dan sistem pengendali banjir; dan
i. pengembangan dan peningkatan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya yang
meliputi sistem pengelolaan persampahan, SPAM, sistem jaringan air limbah,
sistem pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, sistem jaringan drainase, jalur
evakuasi bencana, dan sistem proteksi kebakaran.
(2) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang wilayah Kabupaten Maros
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf a tahap ketiga diprioritaskan
pada:
a. pengembangan, dan pemantapan fungsi PKN;
b. pengembangan dan pemantapan fungsi PKLp;
c. pengembangan dan pemantapan fungsi PPK;
d. pengembangan, dan pemantapan fungsi PPL;
e. pengembangan dan pemantapan kualitas sistem jaringan transportasi meliputi
sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan perkeretaapian, sistem
jaringan monorel, dan sistem jaringan lalu transportasi laut;
f. pengembangan dan pemantapan sistem jaringan energi yang meliputi jaringan
pipa dan gas bumi, jaringan pembangkit tenaga listrik, jaringan prasarana
energi, dan jaringan transmisi tenaga listrik;
g. pengembangan dan pemantapan sistem jaringan telekomunikasi teresterial dan
jaringan telekomunikasi satelit;
h. pengembangan dan pemantapan sistem jaringan sumber daya air yang meliputi
wilayah sungai strategis nasional, jaringan irigasi, jaringan air baku, instalasi
pengolahan air bersih, dan sistem pengendali banjir; dan
i. pengembangan dan pemantapan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya yang
meliputi sistem pengelolaan persampahan, SPAM, sistem jaringan air limbah,
sistem pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, sistem jaringan drainase, jalur
evakuasi bencana, dan sistem proteksi kebakaran.
(3) Indikasi program utama perwujudan struktur ruang wilayah Kabupaten Maros
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf a tahap keempat
diprioritaskan pada:
a. pemantapan fungsi PKN;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 43 -
b. pemantapan fungsi PKLp;
c. pemantapan fungsi PPK;
d. pemantapan fungsi PPL;
e. pemantapan kualitas sistem jaringan transportasi meliputi sistem jaringan
transportasi darat, sistem jaringan perkeretaapian, sistem jaringan monorel, dan
sistem jaringan lalu transportasi laut;
f. pemantapan sistem jaringan energy yang meliputi jaringan pipa dan gas bumi,
jaringan pembangkit tenaga listrik, jaringan prasarana energi, dan jaringan
transmisi tenaga listrik;
g. pemantapan sistem jaringan telekomunikasi teresterial dan jaringan
telekomunikasi satelit;
h. pemantapan sistem jaringan sumber daya air yang meliputi wilayah sungai
strategis nasional, jaringan irigasi, jaringan air baku, instalasi pengolahan air
bersih, dan sistem pengendali banjir; dan
i. pemantapan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya yang meliputi sistem
pengelolaan persampahan, SPAM, sistem jaringan air limbah, sistem pengelolaan
bahan berbahaya dan beracun (B3), sistem jaringan drainase, jalur evakuasi
bencana, dan sistem proteksi kebakaran.

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang
Pasal 63
(1) Indikasi program utama perwujudan pola ruang Kabupaten Maros sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b meliputi indikasi program untuk
perwujudan kawasan lindung dan perwujudan kawasan budi daya.
(2) Indikasi program utama perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas kawasan hutan lindung; kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan perlindungan setempat;
kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; kawasan rawan bencana
alam; dan kawasan lindung geologi.
(3) Indikasi program utama perwujudan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi, pertanian,
perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, dan peruntukan
lainnya.
(4) Rencana pola ruang kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta rencana pola ruang dengan tingkat ketelitian skala 1 : 50.000 sebagai
tercantum pada Lampiran I.2 dan Lampiran III.9 yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 64
(1) Indikasi program utama perwujudan pola ruang Kabupaten Maros sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b tahap pertama dan tahap kedua
diprioritaskan pada:
a. pengembangan dan peningkatan fungsi-fungsi lindung pada kawasan hutan
lindung;
b. pengembangan dan peningkatan fungsi-fungsi lindung pada kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 44 -
c. pengembangan dan peningkatan fungsi-fungsi lindung pada kawasan
perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, dan
kawasan TPU;
d. pengembangan dan peningkatan fungsi-fungsi lindung pada kawasan suaka
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. pengembangan dan peningkatan fungsi-fungsi lindung pada kawasan rawan
bencana alam meliputi kawasan rawan bencana alam tanah longsor dan
kawasan rawan bencana banjir;
f. pengembangan dan peningkatan fungsi-fungsi lindung pada kawasan lindung
geologi meliputi kawasan rawan gerakan tanah dan kawasan rawan abrasi
pantai;
g. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan hutan produksi;
h. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan pertanian;
i. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan perikanan;
j. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan pertambangan;
k. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan industri;
l. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan pariwisata;
m. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan permukiman;
n. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan perkantoran;
o. pengembangan dan peningkatan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
p. pengembangan dan peningkatan kawasan pelayanan umum; dan
q. pengembangan dan peningkatan kawasan pertahanan dan keamanan negara.
(2) Indikasi program utama perwujudan pola ruang Kabupaten Maros sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b tahap ketiga diprioritaskan pada:
a. pengembangan dan pemantapan fungsi-fungsi lindung pada kawasan hutan
lindung;
b. pengembangan dan pemantapan fungsi-fungsi lindung pada kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. pengembangan dan pemantapan fungsi-fungsi lindung pada kawasan
perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, dan
kawasan TPU;
d. pengembangan dan pemantapan fungsi-fungsi lindung pada kawasan suaka
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. pengembangan dan pemantapan fungsi-fungsi lindung pada kawasan rawan
bencana alam meliputi kawasan rawan bencana alam tanah longsor dan
kawasan rawan bencana banjir;
f. pengembangan dan pemantapan fungsi-fungsi lindung pada kawasan lindung
geologi meliputi kawasan rawan gebrakan tanah, kawasan rawan abrasi pantai
serta tsunami;
g. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan hutan produksi;
h. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan pertanian;
i. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan perikanan;
j. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan pertambangan;
k. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan industri;
l. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan pariwisata;
m. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan permukiman;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 45 -
n. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan perkantoran;
o. pengembangan dan pemantapan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
p. pengembangan dan pemantapan kawasan pelayanan umum; dan
q. pengembangan dan pemantapan kawasan pertahanan dan keamanan negara.
(3) Indikasi program utama perwujudan pola ruang Kabupaten Maros sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b tahap keempat diprioritaskan pada:
a. pemantapan kawasan fungsi-fungsi lindung pada kawasan hutan lindung;
b. pemantapan kawasan fungsi-fungsi lindung pada kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. pemantapan kawasan fungsi-fungsi lindung pada kawasan perlindungan
setempat meliputi kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai,
kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan TPU;
d. pemantapan kawasan fungsi-fungsi lindung pada kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. pemantapan kawasan fungsi-fungsi lindung pada kawasan rawan bencana alam
meliputi kawasan rawan bencana alam tanah longsor dan kawasan rawan
bencana banjir;
f. pemantapan kawasan fungsi-fungsi lindung pada kawasan lindung geologi
meliputi kawasan rawan gebrakan tanah dan kawasan rawan abrasi pantai;
g. pemantapan kawasan peruntukan hutan produksi;
h. pemantapan kawasan peruntukan pertanian;
i. pemantapan kawasan peruntukan perikanan;
j. pemantapan kawasan peruntukan pertambangan;
k. pemantapan kawasan peruntukan industri;
l. pemantapan kawasan peruntukan pariwisata;
m. pemantapan kawasan peruntukan permukiman;
n. pemantapan kawasan peruntukan perkantoran;
o. pemantapan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
p. pemantapan kawasan pelayanan umum; dan
q. pemantapan kawasan pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Keempat
Indikasi Program Utama Perwujudan Kawasan Strategis
Pasal 65
Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf c meliputi:
a. tahap pertama dan tahap kedua prioritas pada pengembangan dan peningkatan;
dan
b. tahap ketiga dan tahap keempat prioritas pada pengembangan, peningkatan, dan
pemantapan.
Pasal 66
(1) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (2) huruf c pada tahap pertama dan tahap kedua
diprioritaskan pada:
a. pengembangan dan peningkatan KSK dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi;
b. pengembangan dan peningkatan KSK dari sudut kepentingan sosial budaya;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 46 -
c. pengembangan dan peningkatan KSK dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;
d. pengembangan dan peningkatan KSK dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup; dan
e. pengembangan dan peningkatan KSK dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan.
(2) Indikasi program utama perwujudan kawasan strategis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (2) huruf c pada tahap ketiga dan tahap keempat diprioritaskan
pada:
a. pengembangan, peningkatan, dan pemantapan KSK dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi;
b. pengembangan, peningkatan, dan pemantapan KSK dari sudut kepentingan sosial
budaya;
c. pengembangan, peningkatan, dan pemantapan KSK dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;
d. pengembangan, peningkatan, dan pemantapan KSK dari sudut kepentingan
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
e. pengembangan, peningkatan, dan pemantapan KSK dari sudut kepentingan
pertahanan dan keamanan.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 67
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran
Tabel III.19 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 68
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2)
huruf a berfungsi sebagai:
a. landasan bagi penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan operasional
pengendalian pemanfaatan ruang di setiap kawasan;
b. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 47 -
c. salah satu pertimbangan dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi memuat:
a. ketentuan kegiatan yang diperolehkan, kegiatan yang diperbolehkan
dengan syarat, dan kegiatan yang tidak diperbolehkan;
b. ketentuan intesitas pemanfaatan ruang berupa tata massa bangunan,
kepadatan bangunan, besaran kawasan terbangun, besaran ruang terbuka hijau;
c. ketentuan prasarana dan sarana paling rendah yang disediakan; dan
d. ketentuan lain sesuai karakter masing-masing zona.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi pusat-pusat kegiatan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan perkeretaapian dan
monorel;
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut;
e. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara;
f. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi/kelistrikan;
g. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi;
h. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air; dan
i. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana lingkungan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budi daya.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi pemanfaatan ruang kabupaten ditetapkan
dengan peraturan daerah.

Paragraf 2
Ketentuan umum Peraturan Zonasi Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 69
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 ayat (4) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai
PKN;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai
PKLp;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai
PPK; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai
PPL.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai PKN sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemantapan Kawasan Perkotaan
Maros sebagai perkotaan di sekitar kawasan perkotaan inti dari PKN KSN
Perkotaan Mamminasata, pusat pemerintahan Kabupaten, pusat perdagangan
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 48 -
dan jasa skala internasional, nasional, dan regional, kegiatan pariwisata,
kegiatan sosial-budaya dan kesenian, pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, kegiatan pertanian, permukiman, kegiatan penghijauan, penyediaan
untuk ruang terbuka non hijau kota, penyediaan prasarana dan sarana pejalan
kaki, penyediaan prasarana dan sarana angkutan umum, penyediaan prasarana
dan sarana kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana, kegiatan
peningkatan kuantitas dan kualitas jaringan jalan kawasan perkotaan
pelayanan jaringan air minum, jaringan drainase, pengelolaan persampahan,
pengolahan air limbah, pelayanan energi dan listrik, pelayanan telekomunikasi
dan utilitas perkotaan lainnya; kegiatan yang dapat mendukung pelestarian
bangunan yang memiliki nilai-nilai sejarah, budaya, dan pola-pola
permukiman tradisional setempat;
b. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b;
c. pengembangan kawasan perkotaan diarahkan dengan besaran koefisien
wilayah terbangun (KWT), paling besar 60 (enam puluh) persen dari luas
Kawasan Perkotaan;
d. penyediaan kawasan perkotaan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
kawasan perkotaan; dan
e. penataan ruang kawasan perkotaan wajib dilengkapi dengan rencana rinci
kawasan perkotaan yang dilengkapi peraturan zonasi dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai PKLp sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pusat pemerintahan kecamatan, pusat
perdagangan dan jasa skala lokal, kegiatan pariwisata, kegiatan sosial-budaya
dan kesenian, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kegiatan pertanian,
permukiman, kegiatan penghijauan, penyediaan untuk ruang terbuka non hijau
kota, penyediaan prasarana dan sarana pejalan kaki, penyediaan prasarana dan
sarana angkutan umum, penyediaan prasarana dan sarana kegiatan sektor
informal dan ruang evakuasi bencana, pelayanan jaringan air minum, jaringan
drainase, pengelolaan persampahan, pengolahan air limbah, pelayanan energi
dan listrik;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud huruf a yang tidak mengganggu fungsi Kawasan
Perkotaan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b;
d. pengembangan kawasan perkotaan diarahkan dengan besaran koefisien
wilayah terbangun (KWT), paling besar 60 (enam puluh) persen dari luas
Kawasan Perkotaan;
e. penyediaan kawasan perkotaan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas
kawasan perkotaan; dan
f. penataan ruang kawasan perkotaan wajib dilengkapi dengan rencana rinci
kawasan perkotaan yang dilengkapi peraturan zonasi dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 49 -
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diarahkan sebagai
berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pusat pemerintahan kecamatan, pusat
perdagangan dan jasa skala lokal, kegiatan pariwisata, kegiatan sosial-budaya
dan kesenian, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kegiatan pertanian,
permukiman, kegiatan penghijauan, penyediaan untuk ruang terbuka non
hijau kota, penyediaan prasarana dan sarana pejalan kaki, penyediaan
prasarana dan sarana angkutan umum, penyediaan prasarana dan sarana
kegiatan sektor informal dan ruang evakuasi bencana, pelayanan jaringan air
minum, jaringan drainase, pengelolaan persampahan, pengolahan air limbah,
pelayanan energi dan listrik;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud huruf a yang tidak mengganggu fungsi Kawasan
Perkotaan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b;
d. pengembangan kawasan perkotaan diarahkan dengan besaran koefisien
wilayah terbangun (KWT), paling besar 60 (enam puluh) persen dari luas
Kawasan Perkotaan;
e. penyediaan RTH kawasan perkotaan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari
luas kawasan perkotaan; dan
f. penataan ruang kawasan perkotaan wajib dilengkapi dengan rencana rinci
kawasan perkotaan yang dilengkapi peraturan zonasi dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan yang berfungsi
sebagai PPL sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan
pelayanan pendidikan, kegiatan pelayanan kesehatan, kegiatan pembangunan
sarana olah raga, kegiatan penghijauan, dan kegiatan pembangunan prasarana
dan sarana serta fasilitas umum;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
huruf a sepanjang tidak mengganggu fungsi-fungsi pelayanan lokal;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b;
d. pengembangan PPL diarahkan untuk melayani kawasan permukiman perdesaan
yang berada disekitarnya; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana transportasi antar desa maupun antar kawasan
perkotaan terdekat.

Paragraf 4
Ketentuan umum Peraturan Zonasi
Sistem Prasarana Transportasi Darat
Pasal 70
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem prasarana transportasi darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan jalan;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 50 -
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi angkutan
sungai, danau dan penyeberangan;
c. ketentuan umum peraturan zonasi terminal Tipe B;
d. ketentuan umum peraturan zonasi terminal Tipe C; dan
e. ketentuan umum perturan zonasi terminal angkutan barang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi darat
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) huruf b meliputi ketentuan
umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat yang terdiri atas
ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan di sepanjang sisi jalan arteri
primer, kolektor primer, jalan bebas hambatan dan arteri sekunder, serta
ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan di sekitar terminal tipe B dan
terminal tipe C, ketentuan umum peraturan zonasi terminal angkutan barang;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan di sepanjang sisi jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan mengikuti ketentuan ruang milik jalan, ruang
manfaat jalan, dan ruang pengawasan jalan sesuai peraturan perundang-
undangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pembangunan utilitas
kota termasuk kelengkapan jalan (street furniture), penanaman pohon, dan
pembangunan fasilitas pendukung jalan lainnya yang tidak mengganggu
kelancaran lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemanfaatan ruang milik jalan,
ruang manfaat jalan, dan ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan;
d. pemanfaatan ruang pengawasan jalan dengan Koefisien Daerah Hijau (KDH)
paling rendah 30 (tiga puluh) persen; dan
e. pemanfaatan ruang sisi jalan bebas hambatan untuk ruang terbuka harus
bebas pandang bagi pengemudi dan memiliki pengamanan fungsi jalan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi angkutan
sungai, danau dan penyeberangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diarahkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional
pelabuhan sungai, kegiatan penunjang operasional pelabuhan penyeberangan,
dan kegiatan pengembangan kawasan peruntukan pelabuhan penyeberangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang berada di dalam daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan, dan jalur transportasi
sungai; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu kegiatan di daerah lingkungan kerja pelabuhan penyeberangan,
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan penyeberangan, dan jalur
transportasi sungai serta kegiatan lain yang mengganggu fungsi kawasan
peruntukan pelabuhan penyeberangan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk terminal Tipe B, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c diarahkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penunjang operasional dan
pengembangan kawasan terminal tipe B, penyediaan fasilitas utama terminal
seperti jalur pemberangkatan kendaraan umum, jalur kedatangan kendaraan
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 51 -
umum, tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan,
termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum,
bangunan kantor terminal; dan tempat tunggu penumpang dan/atau
pengantar, penyediaan fasilitas penunjang terminal seperti kamar kecil/toilet,
tempat peribadatan /musholla, kios/kantin, ruang pengobatan, ruang
informasi dan pengaduan, telepon umum, tempat penitipan barang dan
taman;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi kawasan di sekitar
terminal tipe B;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu
keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi
kawasan di sekitar terminal tipe B;
d. terminal tipe B dilengkapi dengan RTH paling sedikit 20 (dua puluh) persen
dari zona pengembangan untuk menjaga kelancaran operasional terminal,
keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan
dari terminal dengan jarak paling sedikit 30 (tiga puluh) meter dihitung dari
jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk terminal Tipe C, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diarahkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penunjang operasional dan
pengembangan kawasan terminal tipe C, penyediaan fasilitas utama terminal
seperti jalur pemberangkatan kendaraan umum, jalur kedatangan kendaraan
umum, tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan,
termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum,
bangunan kantor terminal; dan tempat tunggu penumpang dan/atau
pengantar, penyediaan fasilitas penunjang terminal seperti kamar kecil/toilet,
tempat peribadatan/musholla, kios/kantin, ruang pengobatan, ruang
informasi dan pengaduan, telepon umum, tempat penitipan barang dan
taman;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi kawasan di sekitar
terminal tipe C;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu
keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi
kawasan di sekitar terminal tipe C; dan
d. terminal tipe C dilengkapi dengan RTH paling sedikit 20 (dua puluh) persen
dari zona pengembangan untuk menjaga kelancaran operasional terminal,
keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk terminal angkutan barang sebagai mana
dimaksud ayat (1) huruf e diarahkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penunjang operasional dan
pembangunan kawasan terminal angkutan barang, penyediaan fasilitas utama
terminal angkutan barang seperti jalur pemberangkatan kendaraan umum,
jalur kedatangan angkutan umum, tempat parkir kendaraan selama
menunggu bongkar muat barang, termasuk didalamnya tempat tunggu dan
tempat instirahat kendaraan umum, bangunan kantor terminal dan
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 52 -
penyediaan fasilitas penunjang terminal angkutan barang seperti kamar
kecil/toilet, tempat peribadatan/mushola, kios/katin, ruang pengobatan,
ruang informasi dan pengaduan, fasilitas telepon umum, tempat penitipan
barang, dan penghijauan;
b. kegiatan yang diperperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu keamanan,
keselamatan lalu lintas, dan kelancaran angkutan barang serta fungsi kawasan
disekitar terminal angkutan barang;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat mengganggu
keamanan, keselamatan, lalu lintas dan kelancaran angkutan barang serta
fungsi kawasan disekitar terminal angkutan barang;
d. terminal angkutan barang dilengkapi dengan RTH paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari zona pengembangan untuk menjaga kelancaran
operasionalisasi terminal angkutan barang; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana akses jalan masuk atau jalan keluar
kendaraan dari terminal angkutan barang dengan jarak paling sedikit 30 (tiga
puluh) meter dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal
angkutan barang.

Paragraf 5
Ketentuan umum Peraturan Zonasi
Sistem Jaringan Perkeretaapian dan Monorel
Pasal 71
(1) Sistem Jaringan Perkeretaapian dan Monorel sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68 ayat (4) huruf c terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi jalur kereta api dan jalur monorel; dan
b. Ketentuan umum peraturan zonasi stasiun kereta api dan stasiun monorel.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jalur kereta api dan jalur monorel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan mengikuti ketentuan ruang manfaat jalur kereta
api dan jalur monorel, ruang milik jalur kereta api dan jalur monorel, dan
ruang pengawasan jalur kereta api dan jalur monorel sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pembangunan fasilitas
operasi kereta api dan monorel, penyediaan RTH, dan pembangunan fasilitas
penunjang jalur kereta api dan jalur yang tidak mengganggu konstruksi jalan
rel, fasilitas operasi kereta api dan monorel, serta keselamatan pengguna
kereta api; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi ruang manfaat jalur kereta api
dan jalur monorel, ruang milik jalur kereta api dan jalur monorel, dan ruang
pengawasan jalur kereta api dan jalur monorel yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran operasi kereta api dan monorel serta keselamatan
pengguna kereta api dan monorel.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk stasiun kereta api dan monorel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional stasiun kereta api
dan monorel, kegiatan penunjang operasional stasiun kereta api dan monorel,
dan kegiatan pengembangan stasiun kereta api dan monorel, antara lain
kegiatan naik turun penumpang dan kegiatan bongkar muat barang;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 53 -
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu keamanan dan
keselamatan operasi kereta api dan monorel, serta fungsi stasiun kereta api
dan monorel; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu
keamanan dan keselamatan operasi kereta api dan monorel serta fungsi
stasiun kereta api dan monorel.
d.
Paragraf 6
Ketentuan umum Peraturan Zonasi
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 72
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf d meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi tatanan kepelabuhanan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a diarahkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional pelabuhan utama,
kegiatan penunjang operasional pelabuhan utama, dan kegiatan
pengembangan kawasan peruntukan pelabuhan utama serta kegiatan
pertahanan dan keamanan negara secara terbatas;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang berada di dalam Daerah Lingkungan
Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, dan jalur
transportasi laut dengan mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu kegiatan
di Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan, dan jalur transportasi laut serta kegiatan lain yang mengganggu
fungsi kawasan peruntukan pelabuhan utama.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk alur pelayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 8
Ketentuan umum Peraturan Zonasi
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 73
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi udara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf e yang terdiri atas ketentuan
umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan bandar udara umum dan
ruang udara untuk penerbangan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan bandar udara umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 54 -
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional kebandar-udaraan,
kegiatan penunjang pelayanan jasa kebandarudaraan, kegiatan penunjang
pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan kegiatan pertahanan dan
keamanan negara secara terbatas;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan tanah
dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar bandar udara umum serta
kegiatan lain yang tidak mengganggu keselamatan operasi penerbangan dan
fungsi bandar udara umum; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang membahayakan
keamanan dan keselamatan operasional penerbangan, membuat halangan
(obstacle), dan/atau kegiatan lain yang mengganggu fungsi bandar udara
umum.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk ruang udara untuk penerbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Paragraf 9
Ketentuan umum Peraturan Zonasi
Sistem Jaringan energi

Pasal 74
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf f terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik; dan
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan pipa minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional dan kegiatan
penunjang jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang aman bagi instalasi jaringan pipa
minyak dan gas bumi serta tidak mengganggu fungsi jaringan pipa minyak
dan gas bumi; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang membahayakan
instalasi jaringan pipa minyak dan gas bumi serta mengganggu fungsi
jaringan pipa minyak dan gas bumi.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disesuaikan dengan karakter masing-masing
pembangkit tenaga listrik yang meliputi PLTA, PLTG, PLTD, dan PLTU sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana
jaringan transmisi tenaga listrik dan kegiatan pembangunan prasarana
penunjang jaringan transmisi tenaga listrik;

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 55 -
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan penghijauan,
pemakaman, pertanian, perparkiran, serta kegiatan lain yang bersifat
sementara dan tidak mengganggu fungsi jaringan transmisi tenaga listrik; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang menimbulkan
bahaya kebakaran dan mengganggu fungsi jaringan transmisi tenaga listrik.

Paragraf 10
Ketentuan umum Peraturan Zonasi
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 75
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf g meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional dan kegiatan penunjang
sistem jaringan telekomunikasi;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang aman bagi sistem jaringan telekomunikasi dan tidak
mengganggu fungsi sistem jaringan telekomunikasi; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang membahayakan sistem
jaringan telekomunikasi dan mengganggu fungsi sistem jaringan telekomunikasi.
Pasal 76
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf h terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana lalu lintas
air, kegiatan pembangunan prasarana pengambilan dan pembuangan air, serta
kegiatan pengamanan sungai dan sempadan pantai;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air, dan fungsi sistem
jaringan sumber daya air; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu fungsi
sungai, danau dan waduk, CAT sebagai sumber air, jaringan irigasi, sistem
pengendalian banjir, dan sistem pengamanan pantai sebagai prasarana sumber daya
air.
Pasal 77
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4) huruf i terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk SPAM;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase;
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan air limbah; dan
d. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan persampahan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri atas:
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 56 -
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana
SPAM dan kegiatan pembangunan prasarana penunjang SPAM;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu SPAM; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu
keberlanjutan fungsi penyediaan air minum, mengakibatkan pencemaran air
baku dari air limbah dan sampah, serta mengakibatkan kerusakan prasarana
dan sarana penyediaan air minum.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana
sistem jaringan drainase dalam rangka mengurangi genangan air, mendukung
pengendalian banjir, dan pembangunan prasarana penunjangnya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sistem
jaringan drainase;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan sampah,
pembuangan limbah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sistem
jaringan drainase; dan
d. pemeliharaan dan pengembangan jaringan drainase dilakukan selaras dengan
pemeliharaan dan pengembangan ruang milik jalan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan air limbah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan prasarana air
limbah dalam rangka mengurangi, memanfaatkan kembali, dan mengolah air
limbah, serta pembangunan prasarana penunjangnya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sistem
jaringan air limbah; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan sampah,
pembuangan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pembuangan limbah B3,
dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sistem jaringan air limbah.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan persampahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa ketentuan umum peraturan
zonasi untuk kawasan peruntukan TPA sampah terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengoperasian TPA sampah
berupa pemilahan, pengumpulan, pengelolaan, dan pemrosesan akhir
sampah, pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill), pemeliharaan TPA
sampah, dan industri terkait pengolahan sampah, serta kegiatan penunjang
operasional TPA sampah;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan pertanian
nonpangan, kegiatan penghijauan, kegiatan permukiman dalam jarak yang
aman dari dampak pengelolaan persampahan, dan kegiatan lain yang tidak
mengganggu fungsi kawasan TPA sampah; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan sosial ekonomi yang
mengganggu fungsi kawasan TPA sampah.
Pasal 78
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 57 -
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (5) huruf a terdiri atas:
a. kawasan konservasi;
b. kawasan hutan lindung;
c. kawasan resapan air;
d. kawasan perlindungan setempat;
e. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
f. kawasan rawan bencana alam; dan
g. kawasan lindung geologi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budi daya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budi daya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa kawasan strategis terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Nasional (KSN);
b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP); dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK).
Pasal 79
Arahan peraturan zonasi untuk kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
78 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, kegiatan pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam,
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air, panas, dan
angin, pariwisata alam, pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, serta pemanfaatan
sumber plasma nutfah penunjang budi daya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan pemanfaatan
tradisional oleh masyarakat setempat yang dapat berupa kegiatan pemungutan hasil
hutan bukan kayu, budi daya tradisional, dan perburuan tradisional terbatas untuk
jenis yang tidak dilindungi; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah dan/atau
merusak ekosistem asli kawasan konservasi.
Pasal 80
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang untuk wisata
alam tanpa merubah bentang alam, pemanfaatan jasa lingkungan dan/atau
pemungutan hasil hutan bukan kayu, pertahanan dan keamanan, pertambangan,
pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan,
pembangunan jaringan telekomunikasi, pembangunan jaringan instalasi air, jalan
umum, pengairan, bak penampungan air; fasilitas umum, repeater telekomunikasi,
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 58 -
stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, sarana keselamatan lalu lintas
laut/udara, dan untuk pembangunan jalan, kanal atau sejenisnya yang tidak
dikategorikan sebagai jalan umum antara lain untuk keperluan pengangkutan
produksi;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi hutan lindung sebagai
kawasan lindung; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang berpotensi mengurangi
luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi.
Pasal 81
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan resapan air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 ayat (1) huruf c meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan budi daya terbangun secara terbatas
yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
huruf a yang tidak mengganggu fungsi resapan air sebagai kawasan lindung; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengurangi daya serap
tanah terhadap air.
Pasal 82
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan
setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau atau waduk;
d. kawasan sekitar mata air;
e. kawasan Taman Pemakaman Umum (TPU); dan
f. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan.
Pasal 83
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan rekreasi pantai,
pengamanan pesisir, kegiatan nelayan, kegiatan pelabuhan, landing point kabel
dan/atau pipa bawah laut, kegiatan pengendalian kualitas perairan, konservasi
lingkungan pesisir, pengembangan struktur alami dan struktur buatan pencegah
abrasi pada sempadan pantai, pengamanan sempadan pantai sebagai ruang publik,
kegiatan pengamatan cuaca dan iklim, kepentingan pertahanan dan keamanan
negara, kegiatan penentuan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta pendirian
bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana tsunami;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sempadan pantai sebagai
kawasan perlindungan setempat;
c. Kegiatan reklamasi di sempadan pantai diperbolehkan selama tidak merusak,
mencemari dan mengubah fungsi utama sempadan pantai.dan
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang menghalangi dan/atau
menutup ruang dan jalur evakuasi bencana dan kegiatan yang mengganggu fungsi
sempadan pantai sebagai kawasan perlindungan setempat.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 59 -
Pasal 84
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan sungai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pemanfaatan
sempadan sungai untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan transmisi tenaga
listrik, kabel telepon, pipa air minum, pembangunan prasarana lalu lintas air,
bangunan pengambilan, dan pembuangan air, bangunan penunjang sistem
prasarana kota, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi daya pertanian
dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah dan kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi
sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan
pemasangan reklame dan papan pengumuman, pendirian bangunan yang dibatasi
hanya untuk bangunan penunjang kegiatan transportasi sungai, kegiatan rekreasi
air, serta jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah bentang alam,
kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan
hidraulis, kelestarian flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan
pemanfaatan hasil tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup ruang
dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan sampah, dan kegiatan lain yang
mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat.
Pasal 85
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar danau atau waduk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf c terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pengelolaan
badan air dan/atau pemanfaatan air, taman rekreasi beserta kegiatan
penunjangnya, RTH, dan kegiatan sosial budaya;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi kawasan sekitar danau atau
waduk sebagai kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan pendirian
bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi air,
jalan inspeksi, bangunan pengawas ketinggian air danau atau waduk, dan
bangunan pengolahan air baku; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah bentang alam,
mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan
fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kegiatan pemanfaatan hasil
tegakan, serta kegiatan yang mengganggu dan/atau merusak kelestarian fungsi
kawasan sekitar danau atau waduk sebagai kawasan perlindungan setempat.
Pasal 86
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 huruf d terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pemanfaatan
kawasan sekitar mata air untuk RTH dan kegiatan mempertahankan fungsi kawasan
mata air;

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 60 -
b. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi kegiatan pariwisata, pertanian
dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah, dan kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi kawasan
mata air; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang menimbulkan
pencemaran mata air serta kegiatan yang dapat mengganggu dan/atau merusak
kelestarian fungsi kawasan mata air.

Pasal 87
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk TPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
huruf e terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pemanfaatan
ruang untuk pemakaman, resapan air, penghijauan dan evakuasi bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan rekreasi, pembibitan
tanaman, pendirian bangunan secara terbatas untuk menunjang operasionalisasi
kegiatan pemakaman umum, dan selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada
huruf a yang tidak mengganggu fungsi dan peruntukan kawasan TPU; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pembuangan limbah, kegiatan industri
dan selain kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang
dapat mengganggu fungsi kawasan TPU.
Pasal 88
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk RTH perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82 huruf f terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pemanfaatan
ruang untuk fungsi resapan air, pemakaman, olahraga di ruang terbuka, dan
evakuasi bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan rekreasi, pembibitan
tanaman, pendirian bangunan fasilitas umum, dan selain kegiatan sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi RTH perkotaan sebagai
kawasan perlindungan setempat; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian stasiun pengisian
bahan bakar umum dan kegiatan sosial dan ekonomi lainnya yang mengganggu
fungsi RTH perkotaan sebagai kawasan perlindungan setempat.
Pasal 89
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan
kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf e terdiri
atas:
a. kawasan taman wisata alam; dan
b. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pasal 90
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 89 huruf a dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam dan rekreasi,
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan kegiatan penunjang budi daya,
diarahkan sebagai berikut:

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 61 -
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi perlindungan dan pengamanan, inventarisasi
potensi kawasan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi;
dan pembinaan habitat dan populasi satwa;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan-kegiatan yang
mendukung kegiatan pada huruf a, meliputi kegiatan usaha bumi perkemahan,
makanan dan minuman, cinderamata dan sarana wisata budaya/wantilan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat menyebabkan
perubahan fungsi kawasan taman wisata alam berupa :
1) berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau
bagian-bagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumber
daya alam di dalam kawasan;
2) melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran
kawasan; dan
3) melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana
pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan
dari pejabat yang berwenang.
Pasal 91
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pelestarian, penyelamatan,
pengamanan, serta penelitian cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan pariwisata, sosial
budaya, keagamaan, dan kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang
tidak mengganggu fungsi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian bangunan yang
tidak sesuai dengan fungsi kawasan, kegiatan yang merusak kekayaan budaya
bangsa yang berupa peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen, dan
wilayah dengan bentukan geologi tertentu, serta kegiatan yang mengganggu upaya
pelestarian budaya masyarakat setempat.
Pasal 92
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rawan bencana alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (1) huruf f terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor; dan
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir.
Pasal 93
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan membuat terasering, talud atau
turap, rehabilitasi, reboisasi, penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, dan
kegiatan lain dalam rangka mencegah bencana alam tanah longsor;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak berpotensi menyebabkan terjadinya bencana alam
tanah longsor;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penebangan pohon dan
pendirian bangunan permukiman, kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 62 -
lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta kegiatan yang berpotensi menyebabkan
terjadinya bencana alam tanah longsor; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1. penyediaan terasering, turap, dan talud; dan
2. penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana.
Pasal 94
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 92 huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penghijauan, reboisasi, pendirian
bangunan tanggul, drainase, pintu air, sumur resapan dan lubang biopori, serta
penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak berpotensi menyebabkan terjadinya
bencana banjir;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan mengubah aliran sungai
antara lain memindahkan, mempersempit, dan menutup aliran sungai, kegiatan
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta kegiatan
yang berpotensi menyebabkan terjadinya bencana banjir; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) penyediaan saluran drainase yang memperhatikan kemiringan dasar saluran dan
sistem/sub sistem daerah pengaliran;
2) penanganan sedimentasi di muara saluran/sungai yang bermuara di laut melalui
proses pengerukan; dan
3) penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana.
Pasal 95
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf f terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan gerakan tanah; dan
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan abrasi pantai.
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan tsunami.
Pasal 96
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan gerakan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 huruf a, dilaksanakan dalam rangka mitigasi dan adaptasi
diarahkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1) mengurangi tingkat keterjalan lereng, dengan membuat teras bangku;
2) meningkatkan dan memperbaiki sistem drainase baik air permukaan maupun air
tanah; dan
3) penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam untuk menahan
laju gerakan tanah tersebut; dan pengembangan bangunan penahan gerakan
tanah.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi relokasi bangunan pada
kawasan rawan gerakan tanah potensi tinggi, dan pengaturan kegiatan budi daya
yang sesuai dengan kondisi fisik kawasan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b yang dapat mengganggu kawasan rawan gerakan tanah.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 63 -
Pasal 97
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan abrasi pantai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian bangunan pengamanan
pantai, penanaman tanaman pantai seperti kelapa, nipah, dan bakau, kegiatan
pencegahan abrasi pantai, penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
kegiatan pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak berpotensi menyebabkan dan/atau
menimbulkan terjadinya abrasi;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang menimbulkan kerusakan
hutan bakau dan/atau terumbu karang dan kegiatan yang berpotensi dan/atau
menimbulkan terjadinya abrasi; dan
d. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi penyediaan lokasi dan jalur
evakuasi bencana.
Pasal 98
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan tsunami sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 huruf c, dilaksanakan dalam rangka mitigasi dan adaptasi
diarahkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1) meningkatkan dan memperbaiki sistem drainase baik air permukaan maupun air
tanah; dan
2) penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam untuk menahan
laju gerakan ombak/tsunami tersebut; dan pengembangan bangunan penahan
ombak.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi relokasi bangunan pada
kawasan rawan tsunami potensi tinggi, dan pengaturan kegiatan budi daya yang
sesuai dengan kondisi fisik kawasan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b yang dapat mengganggu kawasan rawan tsunami.
Pasal 99
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan hutan produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan
pelestarian hutan produksi;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi kawasan hutan produksi;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu fungsi
kawasan hutan produksi;
d. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang meliputi ketentuan
KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian bangunan, dan GSB terhadap jalan;
2) pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi dilaksanakan melalui rekayasa
teknis dengan KZB paling tinggi 10% (sepuluh persen) dan akan diatur lebih
lanjut rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten; dan

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 64 -
3) pengembangan hutan produksi dan pengintegrasian kegiatan pariwisata yang
mendukung pelestarian hutan produksi;
4) penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan fasilitas dan
infrastruktur pendukung kegiatan hutan produksi.
Pasal 100
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perumahan kepadatan rendah dan
kegiatan pertanian tanaman pangan beririgasi teknis;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengubah fungsi lahan pertanian tanaman
pangan beririgasi teknis dan tidak mengganggu fungsi kawasan peruntukan
pertanian;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu fungsi
kawasan peruntukan pertanian;
d. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1. penetapan luas dan sebaran lahan pertanian pangan beririgasi teknis paling
sedikit 90% (sembilan puluh persen) dari luas lahan pertanian dan akan diatur
lebih lanjut dalam rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten;
2. pengembangan agro wisata dan pengintegrasian kegiatan pariwisata yang
mendukung pelestarian lahan pertanian beririgasi teknis; dan
3. pemeliharaan jaringan irigasi kawasan pertanian pangan produktif yang telah
ditetapkan sebagai kawasan terbangun sampai dengan pemanfaatan sebagai
kawasan terbangun dimulai;
4. penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan fasilitas dan
infrastruktur pendukung kegiatan pertanian serta lokasi dan jalur evakuasi
bencana.
Pasal 101
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan permukiman nelayan tradisional,
kegiatan perikanan, kegiatan pariwisata pantai, pendirian bangunan pengamanan
pantai, penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta pendirian bangunan
untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi kawasan pada kawasan
peruntukan perikanan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengganggu fungsi
kawasan pada kawasan peruntukan perikanan;
d. penetapan standar keselamatan pendirian bangunan pada perairan pantai dan
pencegahan pendirian bangunan yang mengganggu aktivitas nelayan, merusak
estetika pantai, menghalangi pandangan ke arah pantai, dan membahayakan
ekosistem laut; dan
e. ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian bangunan pada perairan pantai
sebagaimana dimaksud pada huruf d diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 65 -
Pasal 102
Ketentuan peraturan zonasi pada kawasan peruntukan kegiatan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. melaksanakan kegiatan reklamasi pada lahan-lahan bekas galian; dan
2. pengawasan kegiatan pertambangan dan kegiatan pengeboran air bawah tanah
penghijauan, penelitian dan ilmu pengetahuan, eksplorasi, dan kegiatan lain
yang mendukung kawasan dari kerusakan lingkungan.
b. Pengendalian perizinan berdasarkan criteria ketentuan dan
mempertimbangkan daya dukung kawasan pertambangan.
c. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pertambangan yang tidak bertentangan dengan fungsi utama kawasan; dan
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b yang dapat mengganggu fungsi utama dan
peruntukan kawasan pertambangan.
Pasal 103
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 ayat (2) huruf e meliputi:
a. kegiatan yang
diperbolehkan meliputi kegiatan industri, pendirian bangunan pengolahan limbah
industri, penyediaan prasarana dan sarana penunjang kegiatan industri, kegiatan
penghijauan, dan penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana;
b. kegiatan yang
diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan ruang untuk mendukung
kegiatan industri sesuai dengan penetapan KDB, KLB, KDH yang sesuai dengan
amplop bangunan, tata bangunan dan lingkungan, serta jenis dan syarat
penggunaan bahan bangunan yang diizinkan, dan kegiatan lain yang tidak
mengganggu fungsi kawasan industri; dan
c. kegiatan yang tidak
diperbolehkan berupa kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b yang tidak mengganggu fungsi industri.
Pasal 104
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf f meliputi:
a. kegiatan yang
diperbolehkan meliputi kegiatan pariwisata, kegiatan perdagangan dan jasa,
kegiatan sosial budaya, penyediaan prasarana dan sarana penunjang kegiatan bisnis
dan pariwisata, kegiatan penghijauan, serta penyediaan ruang dan jalur evakuasi
bencana.
b. kegiatan yang
diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan ruang untuk mendukung
kegiatan pariwisata sesuai dengan penetapan KDB, KLB, KDH yang sesuai dengan
amplop bangunan, tema arsitektur bangunan, tata bangunan dan lingkungan, serta
jenis dan syarat penggunaan bahan bangunan yang diizinkan, dan kegiatan lain
yang tidak mengganggu fungsi pariwisata; dan

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 66 -
c. kegiatan yang tidak
diperbolehkan berupa kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b yang tidak mengganggu fungsi pariwisata.
Pasal 105
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf g meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman perkotaan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman perdesaan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diarahkan sebagai berikut:
a. kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan permukiman perkotaan, meliputi
kegiatan pusat pemerintahan desa dan/atau kelurahan, pendirian bangunan
perdagangan dan jasa, penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum, layanan
pendidikan, layanan kesehatan, sarana peribadatan, penghijauan, dan kegiatan
lain yang dapat mendukung fungsi kawasan;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang mendukung kawasan permukiman beserta utilitas
permukiman perkotaan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b yang dapat mengganggu fungsi kawasan;
d. pengaturan kepadatan penduduk dalam kepadatan bangunan pada kawasan
permukiman ditetapkan sesuai dengan proporsi antara jumlah penduduk
dengan luas kawasan permukiman; dan
e. pemanfaatan ruang kawasan permukiman perkotaan menerapkan ciri khas
arsitektur lokal.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan permukiman perdesaan meliputi
kegiatan: pusat pemerintahan desa, pertanian, perkebunan, perikanan,
agroindustri, pendirian bangunan perdagangan dan jasa, penyediaan fasilitas
sosial dan fasilitas umum, layanan pendidikan, layanan kesehatan, sarana
peribadatan, penghijauan, dan kegiatan lain yang dapat mendukung fungsi
kawasan.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang dapat mendukung kawasan peruntukan
permukiman perdesaan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b yang dapat mengganggu fungsi utama
kawasan permukiman perdesaan; dan
d. pemanfaatan ruang kawasan permukiman perdesaan diarahkan secara
terintegrasi dan serasi dengan kawasan pertanian dan kawasan ruang terbuka
perdesaan.
Pasal 106
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf h meliputi:
a. kawasan peruntukan perkantoran;
b. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 67 -
c. kawasan peruntukan pelayanan umum;
d. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan negara; dan
e. kawasan keselamatan operasional penerbangan (KKOP)
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perkantoran pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkantoran pemerintahan skala
kabupaten meliputi :
1) kegiatan atau bangunan lainnya yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pelayanan umum, dan penyediaan taman kawasan, ruang terbuka non
hijau sebagai plasa dan jalur pedestrian;
2) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pembangunan fasilitas
pelayanan terkait kegiatan pemerintahan dengan proporsinya maksimal 5
(lima) persen dari luas blok kawasan;
3) kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b;
4) berada pada kawasan yang mudah dijangkau dan dilewati jalur angkutan
umum;
5) lingkungan perkantoran pemerintahan harus mendukung tercerminnya
disiplin kerja, suasana yang tenang dan formal;
6) koefisien wilayah terbangun (KWT) kawasan maksimal adalah 60 (enam
puluh) persen dari total blok kawasan; dan
7) aturan intensitas pemanfaatan ruang: KDB paling tinggi 60 (enam puluh)
persen; KLB paling tinggi 5 (lima) x KDB; KDH paling rendah 40 (empat
puluh) persen.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkantoran pemerintahan skala
kecamatan dan desa meliputi :
1) kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pelayanan pemerintahan
yang terintegrasi dengan kawasan permukiman atau kawasan perdagangan
dan jasa;
2) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pembangunan fasilitas
pelayanan terkait dengan kegiatan pemerintahan, minimal memiliki
halaman terbuka untuk kegiatan upacara atau berdekatan dengan
lapangan umum kecamatan atau desa;
3) kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b yang dapat mengganggu fungsi utama
dan peruntukan kegiatan perkantoran pemerintah; dan
4) Penentuan lokasi kegiatan pada jalur utama kecamatan atau desa dan
dilintasi trayek angkutan umum perdesaan.
(3) Arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perumahan hunian kepadatan
rendah, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur
evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain kegiatan
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi kawasan
perdagangan dan jasa;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang menghalangi
dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan perdagangan dan jasa;
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 68 -
d. penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
1) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang meliputi
ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian bangunan, dan GSB terhadap
jalan;
2) penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang berbasis mitigasi
bencana; dan
3) pengembangan pusat permukiman ke arah intensitas tinggi dengan KWT
paling tinggi 60% (enam puluh persen);
e. penyediaan RTH diserasikan dengan luas kawasan perdagangan dan jasa;
f. penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) fasilitas dan infrastruktur;
2) tempat parkir untuk fasilitas penunjang pariwisata, perdagangan dan jasa,
serta fasilitas umum lainnya; dan
3) prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor
informal, serta lokasi dan jalur evakuasi bencana.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelayanan umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelayanan
pendidikan tinggi;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelayanan olah
raga; dan
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelayanan pusat
kesehatan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelayanan
pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pendidikan tinggi, kegiatan
pembangunan prasarana dan sarana lingkungan pendidikan tinggi dan
penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan ruang untuk
mendukung kegiatan penelitian dan pendidikan tinggi sesuai dengan penetapan
KDB, KLB, KDH yang sesuai dengan amplop bangunan, tema arsitektur
bangunan, tata bangunan dan lingkungan, serta jenis dan syarat penggunaan
bangunan yang diizinkan, dan kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi
kawasan peruntukan pelayanan pendidikan tinggi; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b yang tidak mengganggu fungsi kawasan
peruntukan pelayanan pendidikan tinggi.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelayanan olahraga
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan olahraga, kegiatan
pembangunan prasarana dan sarana kegiatan olahraga;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan ruang secara
terbatas untuk mendukung kegiatan olahraga sesuai dengan penetapan KDB,
KLB, KDH yang sesuai dengan tata bangunan dan lingkungan, serta jenis dan
syarat penggunaan bahan bangunan yang diizinkan, dan kegiatan lain yang
tidak mengganggu fungsi olahraga;dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b yang tidak mengganggu fungsi olahraga.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 69 -
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelayanan pusat
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan yang menunjang pelayanan
kesehatan, kegiatan pembangunan prasarana dan sarana kegiatan yang
menunjang pelayanan kesehatan, dan penyediaan ruang dan jalur evakuasi
bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan ruang secara
terbatas untuk mendukung kegiatan pelayanan kesehatan sesuai dengan
penetapan KDB, KLB, KDH yang sesuai dengan tata bangunan dan lingkungan,
serta jenis dan syarat penggunaan bahan bangunan yang diizinkan, dan
kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi olahraga;dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan berupa kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b yang tidak mengganggu fungsi pelayanan
kesehatan.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan untuk prasarana
dan sarana penunjang aspek pertahanan dan kemanan negara sesuai dengan
ketentuan pertauran perundang-undangan dan penghijauan;
b. kegiatan selain yang dimaksud pada huruf a diperbolehkan dengan syarat
meliputi pemanfaatan ruang secara terbatas dan selektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b yang tidak mengganggu fungsi ruang untuk
peruntukan ruang bagi kegiatan kawasan pertahanan dan keamanan negara.
d. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk KKOP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi KKOP sekitar Bandar Udara Sultan Hasanuddin berupa
ruang udara bagi keselamatan pergerakan pesawat yang mengikuti standar
ruang KKOP yang sudah ditetapkan di Bandar Udara Internasional Sultan
Hasanuddin Kabupaten Maros..

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 107
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b,
merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 108
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang (IPR) terdiri atas:
a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT);
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 70 -
d. izin mendirikan bangunan (IMB); dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan persetujuan
pendahuluan yang dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan
izin lokasi.
(3) Izin prinsip diberikan sesuai dengan RTRW Kabupaten Maros.
(4) Izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan persetujuan
lokasi untuk melakukan aktifitas pemanfaatan ruang.
(5) Izin lokasi diberikan berdasarkan izin prinsip.
(6) IPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan dasar untuk
permohonan mendirikan bangunan.
(7) IPPT diberikan kepada calon pengguna ruang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(8) IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan dasar
dalammendirikanbangunan dalam rangka pemanfaatan ruang.
(9) Izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan izin yang diberikan untuk kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 109
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b
dilakukan dengan cara pemberian izin prinsip meliputi:
a. pemohon mengajukan permohonan kepada kepala dinas yang menangani secara
teknis dengan melengkapi semua persyaratan;
b. dinas yang menangani teknis pemberian izin prinsip mengevaluasi permohonan
yang dimaksud dan membuat keputusan menerima atau menolak permohonan;
c. permohonan yang disetujui akan diterbitkan izin prinsip oleh kepala dinas yang
menangani secara teknis izin prinsip;
d. setelah menerima izin prinsip pemohon harus melaporkannya pada pemerintah
kota untuk kemudian diadakan sosialisasi kepada masyarakat;
e. apabila setelah dilakukan sosialisasi sebagian besar pemilik tanah menolak, maka
pemerintah kota memberikan laporan dan saran pada dinas yang memberi izin;
dan atas saran bupati, dinas pemberi izin dapat meninjau kembali izin prinsip
tersebut.
(2) Tata cara pemberian izin lokasi meliputi:
a. pemohon mengajukan permohonan kepada kepala dinas yang menangani secara
teknis dengan melengkapi semua persyaratan;
b. dinas sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a mempersiapkan perencanaan
atas lokasi yang dimohon terkait untuk dibahas dan dikoreksi;
c. apabila usulan berdampak penting, maka usulan tersebut dilakukan uji publik;
d. apabila hasil dengar pendapat publik berakibat terhadap perubahan rencana,
akan dilakukan penyesuaian rencana; dan
e. setelah menerima izin lokasi, pemohon melaporkannya kepada pemerintah
kabupaten untuk dilakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat.
(3) Tata cara pemberian izin penggunaan tanah meliputi:
a. pemohon mengajukan permohonan kepada kepala dinas yang menangani secara
teknis dengan melengkapi semua persyaratan;
b. dinas sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a mempersiapkan perencanaan
atas lokasi yang dimohon terkait untuk dibahas dan dikoreksi;
c. apabila usulan berdampak penting, maka usulan tersebut dilakukan uji publik;
dan

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 71 -
d. apabila hasil dengar pendapat publik berakibat terhadap perubahan rencana,
akan dilakukan penyesuaian rencana.
(4) Tata cara pemberian izin mendirikan bangunan meliputi:
a. pemohon mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah dengan
melengkapi semua persyaratan;
b. pemerintah daerah mempersiapkan perencanaan atas lokasi yang dimohon
terkait untuk dibahas dan dikoreksi;
c. apabila usulan berdampak penting, maka usulan tersebut dilakukan uji publik;
dan
d. apabila hasil dengar pendapat publik berakibat terhadap perubahan rencana,
akan dilakukan penyesuaian rencana.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 110
Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf
c adalah perangkat pemerintah daerah untuk mengarahkan dan mengendalikan
pemanfaatan ruang. Pemberian insentif dimaksudkan untuk mendorong/mempercepat
pemanfaatan ruang sesuai dengan pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten
Maros. , sedangkan disinsentif diberikan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang
sesuai dengan pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Maros.
Pasal 111
(1) Bentuk insentif dan disinsentif dapat berupa fiskal seperti keringanan/
pemotongan pajak atau kenaikan pajak; pemberian/pembebanan prasarana dasar
lingkungan; atau kemudahan/pembatasan proses perijinan.
(2) Tata cara pemberian insentif dilakukan melalui:
a. penetapan pusat-pusat pelayanan dalam sistem perkotaan yang didorong atau
dipercepat pertumbuhannya dan penetapan insentif yang diberikan bagi pelaku
pembangunan baik secara individu maupun berupa badan usaha;
b. menetapkan bentuk insentif yang akan diberikan pada pusat-pusat pelayanan
yang sudah ditetapkan pada huruf a, seperti kemudahan pengurusan ijin,
pembebasan biaya IMB, pengurangan pajak diberikan untuk kegiatan
pemanfaatan ruang; dan
c. penetapan jangka waktu pemberian insentif bagi pelaku pembangunan atau
pemanfaatan ruang.
(3) Tata cara pengenaan disinsentif dilakukan melalui:
a. penetapan pusat-pusat pelayanan dalam sistem perkotaan yang dibatasi
pertumbuhannya atau pemanfaatan ruangnya dan penetapan pengenaan
diinsentif bagi bentuk pemanfaatan ruang yang dibatasi/tidak diperbolehkan;
dan
b. menetapkan bentuk disinsentif yang akan diberlakukan untuk setiap bentuk
pemanfaatan ruang yang dibatasi seperti pengenaan pajak yang tinggi, biaya
perijinan yang tinggi, pembatasan intensitas pemanfaatan ruang, atau
berkewajiban menyediakan prasarana lingkungan.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 112
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf d,
merupakan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang yang
bertujuan untuk mewujudkan tertib tata ruang dan tegaknya ketentuan peraturan perundang–
undangan bidang penataan ruang.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 72 -
(2) Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. sanksi administratif;
b. sanksi pidana; dan
c. sanksi perdata.
(3) Pelanggaran penataan ruang yang dapat dikenai sanksi adminstratif meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Maros;
dan/atau
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai izin prinsip, izin lokasi, izin penggunaan
pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan (IMB), dan izin lain
berdasarkan ketentuan peraturan perundang–undangan yang diberikan oleh
pejabat berwenang.

Pasal 113
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan penataan ruang.

BAB IX
PERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 114
(1) Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.
(2) susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan Bupati.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 115
Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah terdiri atas:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan; dan
c. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 116

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 73 -
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 115 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah,
baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun
temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung
lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta
dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 117
Peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 118
Bentuk peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 117 huruf a berupa:
a. memberikan masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 119
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
117 huruf b berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan
lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 120
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 117 huruf c berupa:
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 74 -
a. masukan terkait ketentuan umum dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi;
c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang
melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 121
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung
dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat disampaikan kepada
bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 122
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem
informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.
Pasal 123
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

Bagian Keempat
Kelembagaan
Pasal 124
(1) Penyelenggaraan penataan ruang daerah dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi
Penataan Ruang Kabupaten yang selanjutnya disebut BKPRD Kabupaten, yang
bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan BKPRD Kabupaten ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Pengelolaan bagian wilayah yang berpengaruh terhadap kepentingan lintas
kabupaten/kota dalam KSN Perkotaan Mamminasata dikoordinasikan oleh
Gubernur dengan membentuk lembaga pengelola KSN Perkotaan Mamminasata
berdasarkan kerja sama antar daerah di KSN Perkotaan Mamminasata.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 125
(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan
tanggungjawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 75 -
(2) Pengaturan dan lingkup tugas pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati.
Pasal 126
(1) RTRW Kabupaten Maros dilengkapi dengan lampiran berupa buku Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Maros Tahun 2011-2030 dan album peta dengan
tingkat ketelitian skala 1:50.000.
(2) Buku RTRW Kabupaten Maros dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 127
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
- untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
- untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian
dengan masa transisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
- untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan
Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap
kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak.
c. pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan
dengan Peraturan Daerah ini.
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketetentuan Peraturan Daerah ini, agar
dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 128
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Maros adalah 20 (dua
puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah kabupaten yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Maros dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011
- 76 -
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.
Pasal 129
(1) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Maros.

ditetapkan di Maros
pada tanggal.....................2011

BUPATI MAROS

__________________________
Diundangkan di Maros
pada tanggal.............................2011

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MAROS


________________________________

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAROS TAHUN 2011 NOMOR ...................

RAPERDA tentang RTRW Kabupaten Maros, 2011


- 77 -

Anda mungkin juga menyukai