Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis terjadi bila pasien yang mengalami infeksi memperlihatkan manifestasi


sistemik tertentu dari respon inflamasi seperti demam atau hiportemia, takikardia, dan
leukositosis atau leukopenia (sindrom respons inflamasi sistemik/systemic
inflammatory response syndrome, SIRS).

Sepsis merupakan infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh bakteri, yang
bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru, usus, saluran kemih atau
kulit yang menghasilkan toksin/racun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh
menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri. Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi
yang serius mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran bahkan kematian.

Sepsis neunatus adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh masuknya


kuman ke dalam tubuh disertai manifestasi klinis yang terjadi pada neunatus. Sepsis
menunatus merupakan salah satu penyebab penting dari morbiditas dan mortalitas di
antara neunatus.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sepsis yaitu sistem kekebalan


tubuh bayi yang belum matang, lemahnya kekebalan humoral. Selain itu pada faktor
maternalnya disebabkan karena demam pada ibu selama persalinan, Infeksi pada
uterus atau plasenta, ketuban pecah dini, bakteri seperti streptokokus grup B dapat
menginfeksi bayi baru lahir dalam proses persalinan.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apakah definisi sepsis
1.2.2 Bagaimana sepsis pada bayi/neonatal
1.2.3 Bagaimana sepsis pada maternal
1.3 Tujuan masalah
1.3.1 Untuk mengetahui apa definisi dari sepsis
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana sepsis pada bayi/neonatal
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana sepsis pada maternal

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sepsis
2.1.1 Definisi Sepsis

Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh bakteri, yang bisa
berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru, usus, saluran kemih atau kulit
yang menghasilkan toksin/racun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh
menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri. Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi
yang serius mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran bahkan kematian.

Sepsis dapat mengenai orang dari usia berapapun, tetapi yang paling sering
pada bayi dibawah 3 bulan, sistem kekebalan tubuhnya belum cukup matang untuk
melawan infeksi yang berat, orang lanjut usia, orang dengan penyakit kronik, orang
dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti dengan infeksi HIV.

Sepsis timbul saat infeksi berat menyebabkan respon tubuh normal terhadap
infeksi menjadi berlebihan. Bakteri dan racun yang dihasilkan dapat mengakibatkan
perubahan suhu, frekuensi jantung dan tekanan darah dan dapat mengakibatkan
gangguan organ tubuh ( Maryunani, Anik, 2014 ).

Sepsis terjadi bila pasien yang mengalami infeksi memperlihatkan manifestasi


sistemik tertentu dari respon inflamasi seperti demam atau hiportemia, takikardia, dan
leukositosis atau leukopenia (sindrom respons inflamasi sistemik/systemic
inflammatory response syndrome, SIRS).

Sepsis berat ditandai oleh adanya disfungsi multiorgan. Bila hipotensi tidak
memberikan respons terhadap resusitasi cairan yang adekuat maka pasien mengalami
syok septik. Diagnosis septikemia ditegakkan bila bakteremia berkaitan dengan SIRS
( Erlangga, 2008 )

2.1.2 Epidemiologi

Sepsis dan syok septik berat merupakan penyebab utama kematian di ICU dan
meliputi 2-11% dari semua kasus rawat inap rumah sakit atau ICU di AS dan Eropa.

2
Insidensi sepsis meningkat pada dekade terakhir karena adanya pertumbuhan dalam :

a. Tatalaksan perawatan intensif


b. Populasi dan imunosupresi
c. Populasi orang berusia lanjut
d. Populasi yang hidup lebih lama dengan penyakit kronik
e. Penyalahgunaan obat intravena
f. Resistensi mikroba
2.1.3 Etiologi dan sumber mikroba

Sebagian besar kasus sepsis berat disebabkan oleh organisme berikut dengan
proporsi yang hampir sama:

a. Basil gram-negatif ( Escherichia coli-paling sering, Klebsiella,


Pseudomonas aeruginosa) dari saluran kemih, paru, abdomen.
b. Kokus Gram-positif ( terutama stafilokokus dan streptokokus) dari kulit
dan jaringan lunak, alat-alat intravena dan paru.
c. Jamur, terutama Cndida (saluran pencernaan, jalur vena yang panjang),
mencakup sekitar 5% kasus.
d. Meningokokus merupakan penyebab penting syok septik yang didapat di
komunitas (community-acquired septic shock)
e. Organisme yang tidak umum : Capnocy tophaga (gigitan anjing).
Babesiosis, Rocky Mountain spotted fever (RMSF).
2.1.4 Patogenesis

Respons inflamasi pada lokasi infeksi, yang merupakan hasil mekanisme


imun spesifik dan nonspesifik pejamu, melawan invasi mikroba dengan mencegah
pertumbuhannya dan selanjutnya menghancurkannya.

Jika mikroba mencoba mengalahkan pertahanan lokal ini dan keluar ke


jaringan sekitar atau aliran darah, maka hal tersebut memicu suatu kaksade interaksi
kompleks yang melibatkan faktor mikroba ( toksin, komponen dinding sel) dan faktor
pejamu ( jalur komplemen, leukosit, dan mediator humoral seperti sitokin), serta
menyebabkan kelainan koagulasi, cedera jaringan, kolaps vaskular, dan disfungsi
multiorgan.

3
2.1.5 Gambaran klinis

Manifestasi berikutnya umumnya terdapat pada sepsis berat :

a. Demam dan takikardia


b. Hiperventilasi
c. Disfungsi hati, paru dan ginjal
d. Hipotensi
e. Ensefalopati, biasanya lebih disebabkan oleh perfusi yang buruk dari
akibat kerusakan jaringan
f. Ruang kulit pada meningokoksemia, sindrom syok toksik, infeksi
Capnocy-tophaga, ektima gangrenosum, RMSF.
2.1.6 Temuan Laboraturium
a. Leukositosis dan leukopenia
b. Trombositopenia
c. Koagulopati intravaskular diseminata-sel darah merah mikroangiopatik,
peningkatan D dimer, dan pemanjangan waktu protrombin
d. Peningkatan ureum, kreatinin, nillirubin, transaminase, laktat
e. Alkalosis respiratorik, kemudian menjadi asidosis metabolik
f. Rontgen toraks-perubahan gambaran sindrom gawat nafas akut (acute
respiratory distress syndrome, SRDS).
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikroba dalam darah, urin, jung kateter, lokasi imflamasi,
Rontgen dan scan untuk menentukan lokasi infeksi dan Pemantauan fungsi organ
2.1.8 Tata laksana
a. Terapi antibiotik empiris
b. Penunjang hemodinamik dan nutrisi
c. Penunjang organ
d. Pengobatan tambahan : berbagai terapi telah melewati uji klinis yang
ditujukan untuk menetralisasi toksin, meminimalisasi respons imflamasi (
kortikosteroid dosis rendah), menetralisir sitokin proinflamasi (anti-TNF),
mengoreksi kelainan koagulasi (protein C teraktivasi), namun yang terbaik
memberikan hasil campuran dan tidak ada yang digunakan sebagai terapi rutin.

4
2.1.9 Prognosis

Sekitar 30-50% meninggal, Kejadian fatal lebih diakibatkan oleh faktor-faktor


seperti usia lanjut, neutropenia, dan penyakit yang sudah ada sebelumnya daripada
akibat infeksi spesifik.

2.2 Sepsis pada bayi /neonaturum


2.2.1 Gejala sepsis pada bayi baru lahir
1) Tidak mau minum ASI/muntah
2) Suhu tubuh >38 C di ukur melalui anus atau lebuh rendah dari normal dan
rewel
3) Lemas dan tidak responsif
4) Tidak aktif bergerak
5) Perubahan frekuensi jantung (cepat pada awal sepsis kemudian pelan pada
sepsis lanjutan)
6) Bernapas sangat cepat atau kesulitan bernapas
7) ada saat bayi henti nafas lebih dari 10 detik
8) perubahan warna kulit
9) kuning pada kulit dan mata
10) ruam kemerahan
11) kurang produksi urin
2.2.2 Penyebab sepsis
1) Sepsis pada bayi baru lahir hampir selalu di sebabkan oleh bakteri,
seperti E.coli, Listeria monocy togenes, Neisseria meningitidis,
Streptokokus pneumonia, Haemophilus influenza tipe b. Salmonella
Streptokokus grup B adalah penyebab sepsis pada bayi baru lahir dan
bayi < 3 bulan.
2) Bayi prematur dalam perawatan intensif lebih rentan untuk mengalami
sepsis karena sistem kekebalan tubuhnya belum terbentuk sempurna dan
mereka mendapat perawatan invasif, seperti infus, kateter, selang
pernafasan ( ventilator )
3) Tempat masuk infus atau kateter dapat menjadi jalan masuk bakteri yang
normalnya hidup dipermukaan kulit untuk masuk ke dalam tubuh dan
menyebabkan infeksi.

5
4) Pada bayi baru lahir, sepsis terjadi bila bakteri masuk ke dalam tubuh
bayi dari ibu selama masa kehamilan, persalinan.

Beberapa komplikasi selama kehamilan yang meningkatkan resiko sepsis


pada bayi baru lahir demam pada ibu selama persalinan, Infeksi pada uterus atau
plasenta, ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu atau 18 jam
sebelum dimulainya persalinan), bakteri seperti streptokokus grup B dapat
menginfeksi bayi baru lahir dalam proses persalinan.

2.2.3 Pencegahan sepsis


1. Pencegahan sepsis karena streptokokus grup B dari ibu ke bayi
selama persalinan dapat dicegah dengan memeriksa ibu pada usia
kehamilan antara 35 dan 37 minggu apakah terdapat bakteri tersebut
pada jalan lahir.
2. Imunisasi dan cuci tangan adalah upaya pencegahan infeksi yang
dapat mencegah terjadinya sepsis
3. Orang yang dekat dengan bayi anda sebaiknya tidak sakit dan telah
mendapat vaksinasi sebelumnya.
4. Anak yang memakai perlengkapan medis yang menetap dalam tubuh
seperti kateter atau infus harus dipastikan untuk memperhatikan
petunjuk dokter untuk membersihkan dan merawat tempat alat medis
tersebut msuk ke tubuhnya.
2.2.4 Sepsis neonaturum

Infeksi umum terjadi bakteri dalam darah, dan sindrom klinis dengan ciri
penyakit sistemik simptomatik dan bakterimia, lebih sering ditemukan pada
BBLR dan lebih sering terjadi pada bayi yang lahir di RS di bandingkan dengan
di luar RS, serta BBL mendapatkan kekebalan/imunitas transplasenta terhadap
kuman yang berasal dari ibu, sesudah lahir bayi terpapar kuman dan bayi tidak
mempunyai imunitas, serta bayi beresiko mempunyai kesempatan 4 kali untuk
mendapatkan septicemia di banding BBL normal.

2.2.5 Infeksi melalui cara

Infeksi antenatal terjadi ketika kuman mencapai janin melalui sirkulasi


ibu ke plasenta dan kuman yang menyerang janin yaitu virus rubella,

6
poliomyelitis, dan variola. Spirochaeta yaitu syphilis dan bakteri E.coli, listeria
dan monocytogenesis. Infeksi antenatal lebih sering terjadi, mikroorganisme
dapat masuk kedalam rongga amnion. Infeksi postnatal terjadi setelah bayi lahir
dan merupakan infeksi yang di dapat akibat pemakaian alat yang terkontaminasi
atau sebagai infeksi silang. Infeksi terjadi dengan cara pemberian susu formula
(pengolahan tidak hygienis, kontaminasi dari lingkungan), kemudian masuknya
mikroorganisme melalui umbilicus, pharynk, telinga, sistem pernapasan, slauran
kemih, gastrointestinal. Kontaminasi dengan bayi, individu atau lingkungan
seperti pemakaian alat suction dan pemasangan infus.

2.2.6 Sumber infeksi


1) Periode prenatal
a) Sepsis dini (< 3hari) biasanya melalui plasenta 2%, persalinan 10%. Di
dapat selama masa perinatal karena kontak langsung dengan organisme
saluran kemih dan saluran cerna ibu seperti streptokokus grup B dan
E.coli dan organisme lain seperti gonococcus, herpes simplex, candida
albicans, listeria, chlamida.
b) Sepsis lambat (1-3 minggu setelah lahir) dapat menjadi resiko tinggi
pada bayi prematur, akibat dari kelahiran yang sulit. Merupakan infeksi
nosokomial yang disebabkan oleh organisme Staphylococcus, Klebsiela,
Enterococcus, Pseudomonas. Infeksi terjadi melalui ujung stump
umbilical, kulit, selaput mukosa, hidung, faring , telinga, sistem respirasi,
sistem syaraf, sistem perkemihan dan sistem saluran pencernaan.
2) Sepsis neonatal ini dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi lahir setelah
persalinan sukar/ traumatik. Infeksi sistemik dengan ciri fisik tidak jelas dan
tidak spesifik.
3) Adanya infeksi terdeteksi melalui observasi, analisa perawatan yang cermat
terhadap perubahan, gejala awal tidak spesifik, hipotermi, perubahan warna,
tomus otot dan kegiatan dan perilaku umum.
2.2.7 Penatalaksanaan

Kaji riwayat maternal, identifikasi bayi terkena infeksi, cegah transmisi


infeksi, observasi, konsisten dalam merencanakan perawatan terhadap bayi
(catat pola perilaku), lapor dokter bila ada gejala, observasi tanda-tanda
komplikasi, observasi adanya sesak nafas dan kenali gejala yang merangsang

7
pernapasan, observasi bayi terhadap kejang yang menyertai sepsis, pastikan
evaluasi tes diagnostik tepat dan benar, fase akut, pengobatan dan komplikasi.

2.3 Sepsis pada Maternal


2.3.1 Penyebab sepsis
Penyebab sepsis berat dan syok septik pada kehamilan dan persalinan
adalah Pielonefritis akut, Pnemonia, Korioamnionitis, Endomiometritis, Infeksi
luka jalan lahir termasuk episiotomi, Abortus septik, sisa abortus dan ruptur
apendisitis
2.3.2 Patofisiologi

Patofisiologi sepsis sangat kompleks, sepsis obstetrik dapat disebabkan


oleh berbagai patogen, karena infeksi pelvis biasanya polimikrobial. Penyebab
sindroma sepsis berat yang tersering adalah endotoksin yang diproduksi oleh
Enterobacteriaceae, terutama Escherichia coli. Patogen lainnya adalah
streptokokus erobik dan anerobik, Bacteroides dan Clostridium spesies.
Beberapa kelompok streptokokus virulen menghasilkan protease mendegradasi
interleukin-8 (IL8). Pada pielonefritis, E-coli dan Kleibsiella spesies sering
menyebabkan bakteriemia dan sindroma dan sindroma sepsis.

Endotoksin merupakan lipopoliskarida yang dilepaskan saat terjadinya


lisis dinding sel bakteri gram negatif. Sejumlah eksotoksin bakterial yang poten
dapat juga menyebabkan sindroma sepsis yang berat, contohnya eksotoksin
Clostridium perfringens, sindroma syok toksik akibat toksin S. Aureus, dan toxic
shock-like eksotoksin dari Streptokokus group β-hemolitikus. Seperti yang
digambarkan oleh nathan dan kawan-kawan, eksotoksin ini menyebabkan
nekrosis dan gangren secara cepat dan luas, terutama pada uterus pascasalin, dan
dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler serta kematian maternal.

Sindroma sepsis dimulai dengan respon inflamasi langsung terhadap


endotoksin dan eksotoksin mikroba, secara sederhana, respon inflamasi ini dan
toksin-toksin lainnya menstimulasi sel-sel T CD4, yang memproduksi sitokin
proinflamasi termasuk tumor necrosis faktor-α (TNF- α), interleukin-I (IL-1),
dan IL-8. Netrofil kemudan melekat pada endotelium dan mensekresi sejumlah
bahan-bahan toksik seperti protase, oksidan, dan anti-inflamasi. Aktivitas

8
koagulan, aktivitas gen, regulasi reseptor, dan supresi sistem imun. Hal ini juga
terjadi pada IL-6 yang memediasi supresi miokard.

Fase awal, secara klinik syok berawal dari penurunan resistensi vaskuler
sistemik yang tidak sepenuhnya dikompensasi oleh peningkatan curah jantung.
Hipoperfusi menimbulkan asidosis laktat, penurunan ekstrasi oksigen jaringan,
dan disfungsi end-organ. Menurut Schrier dan Wang pada tahun 2004, gagal
ginjal sering terjadi, dan sepsis sendiri dapat menyebabkan gagal organ multipel.

Sistem imun alamiah atau nonspesifik merupakan mekanisme pertahanan


host terhadap patogen. Respon imun alamiah dimulai dengan pattern recognition
receptor (PRRs), yang mengenali struktur spesifik mikroorganisme. Bakteri
gram positif dan negatif, virus dan jamur mempunyai molekul dinding sel unik
yang dikenal sebagai pathogen-associated moleculer patterns. Molekul molekul
ini sering menjadi bakteri patogen, nonpatogen dan komensal. PAMPs berikatan
dengan PRRs, yang disebut TLRs, pada permukaan sel-sel imun. Respon imun
host spesifik pada masing-masing patogen dimediasi oleh berbagai variasi
bentuk PAMPs dan PRRs. Disregulasi mediasi tersebut secara klinis dapat
terlihat sebagai disfungsi organ pada sepsis yang berat.

Patofisiologis sepsis juga melibatkan banyak sistem seperti


mikrosirkulasi, Reactive oxygen dan atau reactive nitrogen species (ROS/RNS),
metabolisme laktat, koagulasi dan inflamasi, fungsi endotel, imunitas, apoptosis,
dan perubahan hemodinamik. Fungsi mikrosirkulasi merupakan kebutuhan
utama oksigenasi jaringan yang adekuat dan fungsi organ. Tujuannya adalah
untuk transpor oksigen dan nutrien ke sel-sel jaringan, menjamin transport
fungsi imunologis yang adekuat, dan obat-obatan ke sel-sel target.
Mikrosirkulasi terdiri dari pembuluh darah yang sangat kecil (<100µm
diameter), mengandung arteriol, kapiler dan venula sebagai tempat oksigen
dilepas ke jaringan. Secara umum, tekanan, tonus arteriol, dan patensi kapiler
merupakan determinan utama aliran darah kapiler.

Sistem kontrol ini mempergunakan interaksi autokrin dan parakrin dalam


mengatur aliran darah mikrosirkulasi untuk mendapatkan kebutuhan oksigen sel-
sel jaringan. Sel-sel endotelial yang melapisi bagian dalam microvessel berperan
sentral dalam sistem kontrol ini melalui cara aliran, metabolik, dan bahan-bahan

9
pengatur lainnya, mengatur arteriolar smooth-muscle-cell tone dan pengambilan
oksigen kapiler. Endotelium juga penting dalam mengatur koagulasi dan fungsi
imun yang berdampak langsung dalam menentukan fungsi mikrosirkulasi.

Salah satu patofisiologi sepsis adalah disfungsi regulator. Mekanisme


autoregulasi dan fungsi mikrosirkulasi mengalami kerusakan berat saat sepsis.
Disfungsi mikrosirkulasi menyebabkan abnormalitas yang heterogen pada aliran
darah seperti hipoperfusi kapiler, tejadi hipoksia akibat defisit pengeluaran
oksigen. Pada keadaan ini tekanan parsial mikrosirkulasi O2 (µpO2) turun di
bawah pO2 vena.

Sepsis berat atau syok septik, umumnya dihubungkan dengan tingginya


akumulasi laktat dalam sirkulasi sebagai akibat hipoksia seluler dan glikolisis
anerob. Penelitian membuktikan bahwa sepsis berhubungan dengan
hipermetabolik, yakni peningkatan glikolisis dan hiperlaktetemia, tetapi hal ini
tidak dapat diinterprestasikan sebagai indikasi hipoksia.

Pada syok septik terdapat hubungan antara aktivitas pompa Na+/K+ -


ATPase dan bentuk laktat otot. Konsentrasi laktat serum dapat berbeda pada
penilaian awal status metabolik jaringan, kadarnya dapat tetap atau lebih tinggi
dari 4,0 mEq/l. Pada kadar ini dibutuhkan resusitasi yang agresif. Peningkatan
kadar laktat yang persisten dapat terjadi akibat overproduksi yang menetap,
berhubungan dengan mekanisme inisiator yang persisten, dan dikenal sebagai
rendahnya klirens laktat pada disfungsi hati.

Hiperlaktatemia terutama berhubungan dengan peningkatan produksi,


tetapi klirens laktat normal. Tanpa memperdulikan mekanisme pembentukan,
hiper-laktatemia masih merupakan pertanda prognostik yang sangat baik pada
sepsis.

2.3.3 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis infeksi adalah akibat langsung efek sitopatologik


mikroorganisme serta reaksi imunitas berupa produksi mediator-mediator
humoral atau seluler yang diproduksi tuan rumah/host sebagai reaksi inflamasi.
Reaksi inflamasi yang timbul akan mengakibatkan suatu sindroma yang terdiri
dari gangguan hemodinamik disertai dengan disfungsi sistem organ. Infeksi yang

10
tidak ditanggulangi akan berkembang menjadi systemic inflammatory response
syndrome (SIRS), sepsis, sepsis yang berat, dan syok septik.

Diagnosis SIRS ini ditegakkan oleh sekurang-kurangnya dua kriteria dari :

1. Temperatur >38 C atau <36 C


2. Denyut jantung > 90/menit
3. Frekuensi pernafasan > 20/menit atau PCO2 arteri <32 mmHg
4. Jumlah lekosit > 12000/µl atau <4000/µl dengan > 10% bentuk imatur.

Bila sepsis ini berlanjut dan menimbulkan disfungsi organ, disebut


sepsis berat dan bila ada komplikasi hipotensi yang tidak membaik setelah
resusitasi volume cairan intra-vaskuler maka akan jatuh ke dalam septik syok
yang berakibat fatal.

2.3.4 Sepsis (SIRS + infeksi)

Adalah reaksi sistemik terhadap adanya infeksi. Reaksi sistemik tersebut


ditentukan apabila terdapat 2 (dua) atau lebih dari tanda-tanda berikut :

a) Temperatur >38 C atau <36 C


b) Denyut jantung > 90/menit
c) Frekuensi pernafasan > 20/menit atau PaCO2 <32 mmHg
d) Jumlah lekosit > 12000/µl atau <4000/µl atau shif to the left > 10

Sepsis berat/ severe sepsis :

a) Sepsis dengan tanda tanda disfungsi organ atau penurunan perfusi organ (
asidosis laktat, oliguri <30ml/jam atau 0,5 ml/gr berat badan/jam)
b) Hipotensi < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg
c) Perubahan mental
2.3.5 Syok septik
Sepsis berat dan hipotensi yang persisten setelah pemberian cairan yang
adekuat, dan penyebab hipotensi yang lainnya disingkirkan. Sindrom disfungsi
organ multipel (MODS), adanya gangguan fungsi organ pada pasien dengan sakit
beat akut yang hemostasisnya tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi.

Secara umum tanda dan gejala sepsis dan syok septik adalah :

11
1. Demam
2. Suhu tubuh tidak stabil, berkisar antara <36 - >38 C)
3. Takikardi ( denyut jantung > 110/menit)
4. Takipnu ( respirasi >28/menit)
5. Diaforesis
6. Kulit lembab
7. Mual dan muntah
8. Hipotensi sampai syok
9. Oliguri
10. Nyeri ( biasanya pada tempat infeksi)
11. Gangguan kesadaran

Temuan pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis sepsis atau


syok septik antara lain Lekositosis atau lekopeni, Hipoksemi, Trombositopeni,
Asidosis metabolic terdiri dari Laktat serum meningkat dan pH rendah, kemudian
enzim hati meningkat, disseminated intravaskular coagulopathy (DIC), Kretanin
serum meningkat

2.3.6 Manajemen sepsis


a. Protokol penapisan
Upaya-upaya telah dilakukan untuk mempercepat penegakan diagnosis
sepsis agar mortalitas karena disfungsi organ multipel menurun. Protokol
penapisan sepsis sangat penting, terutama pada fase awal yang dapat
membantu identifikasi masa kritis penderita berpotensi menghadapi kematian.
Protokol penapisan sebaiknya digunakan di rumah sakit dan segera diterapkan
saat penderita masuk keruangan perawatan intensif.
b. Manajemen syok sepsis dalam kehamilan dan pascasalin

Deteksi dini, kecepatan pengenalan dari sumber infeksi, dan terapi


yang tepat pada targetnya akan meningkatkan luaran dan tingkat keselamatan
pada sepsis berat dan syok sepsis dalam kehamilan.

Hal ini dapat diperoleh dengan pendekatan yang terdiri dari intervensi awal
seperti hidrasi yang agresif , pengobatan antibiotik awal yang sesuai, pengawasan
hemodinamik sentral, keterlibatan multidisplin, bidang farmasi, spesialis penyakit
infeksi dan spesialis pelayanan intensif

12
Menurut Beller FK,dkk. Intervensi awal dalam manajemen syok sepsis
sebaiknya meliputi empat tujuan berikut :

1) Meningkatkan volume sirkulasi intravaskular


2) Menjaga saluran nafas yang adekuat untuk mempersiapkan penanganan
pada gagal nafas
3) Memulai evaluasi diagnostik untuk mencari fokus spesifik
4) Terapi antimikroba empiris untuk mengeradikasi sebagian besar patogen

Bila syok sepsis telah di diagnosis, maka kita perlu melakukan prosedur
penanganan. Infus harus dilakukan dengan cepat karena keterlambatan penggantian
cairan akan meningkatan morbiditas dan mortalitas. Titik akhir perfusi fisiologis
yakni central venous pressure (CPV) 8-12 mmHg dan mean arterial pressure (MAP)
>65 mmHg dengan output urin 25 ml/jam.

Tabel 1. Standar Prosedur Syok Septik

MANAJEMEN HEMODINAMIK
Infus sentral dan arteri
Pemberian vasoaktif bila MAP <65 mmHg
Inotropik bila SCVO2 < 70%
Resusitasi cairan (dapat diperlukan 6-10 L)
NaCl atau RL hangat
Infusan cepat (3 L dalam 20 menit )
Titik akhri perfusi fisiologis
CPV 8-12 mmHg
MAP > 65 mmHg
Urin output 25 mL/jam
Oksigen dan ventilasi mekanis
Sedasi, analgesi, blokade neuromuskular

Manajemen syok sepsis pada kehamilan, prioritas ditujukan kepada ibu, meskipun
janin dalam keadaan bahaya yang disebabkan efek dari syok sepsis. Meningkatnya kondisi
ibu, akan meningkatkan pula kondisi janin. Keadaan penting lainnya berkaitan dengan

13
perlunya induksi persalinan pada wanita hamil dengan sepsis berat/syok sepsis. Indikasi
induksi persalinan dapat ditemukan pada tabel berikut :

Tabel 2. Goal terapi pada manajemen dari sepsis berat dan syok septik

FASE RESUSITASI AWAL (6 jam pertama)


- Kultur darah ( dalam 1 jam)
- Antibiotik ( dalam 1 jam)
- Pemasangan infus sentral (dalam 4 jam)
- CPV >8 mmHg (dalam 6 jam)
- Kadar asam laktat
- Drip norepinefrin bila MAP <65 mmHg setelah resusitasi
cairan
- Transfusi PRC
FASE PEMELIHARAAN (6-24 jam)
- Drotrecogin (xigris) dapat dipertimbangkan
- Protokol insulin bila ada indikasi

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sepsis merupakan ancaman berat bagi ibu dan bayi karena bisa meningkatkan
mortalitas dan morbiditas terhadap keduanya. Sepsis terjadi bila pasien yang
mengalami infeksi memperlihatkan manifestasi sistemik tertentu dari respon inflamasi
seperti demam atau hiportemia, takikardia, dan leukositosis atau leukopenia (sindrom
respons inflamasi sistemik/systemic inflammatory response syndrome, SIRS).

Sepsis apabila berlanjut akan menjadi sepsis berat yang ditandai oleh adanya
disfungsi multiorgan. Bila hipotensi tidak memberikan respons terhadap resusitasi
cairan yang adekuat maka pasien mengalami syok septik. Oleh karena itu jika terjadi
syok septik maka manajemen syok sepsis pada kehamilan, prioritas ditujukan kepada
ibu, meskipun janin dalam keadaan bahaya yang disebabkan efek dari syok sepsis.
Meningkatnya kondisi ibu, akan meningkatkan pula kondisi janin.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah yang membahas tentang Sepsis ini dapat
bermanfaat bagi semuanya, dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta bisa
diaplikasikan dalam pelayanan kesehatan

15
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, FG dkk. (2012). Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Krisnadi, SR, Anwar. AD, Alamsyah. M. (2012). Obstetri Emergensi. Jakarta : Sagung Seto

Liu, david T.Y. (2008). Manual Persalinan. Jakarta : EGC

Madal dkk, (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta : Erlangga

Maryunani, A dan Sari, EP. (2014). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal.
Jakarta : Trans info media

16

Anda mungkin juga menyukai