Konsep Dasar
1. Definisi
Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume,
keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/ hari dan
pada neonatus lebih dari 4 kali/ hari. (A. Aziz Hidayat, 2009).
Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar (defikasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml atau 24 jam. Penularan diare karena infeksi
melalui makan atau minum yang terkontaminasi pathogen yang berasal dari hewan atau
muntahan penderita dan juga melalui udara atau melalui aktivitas seksual kontak oral atau
general (Sudoyo Aru, 2010).
Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung dan usus yang
disebabkan oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/sehari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair).
2. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2011) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor, yaitu :
1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroentritis pada infeksi internal, meliputi :
a. Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas dan
sebagainya.
b. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus, dan
lain-lain.
c. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora, maltose, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan gluktosa), pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa. Laktosa merupakan
karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka
pada bayi dam balita diare intoleransi laktosa mendaat perhatian khusus.
Penyababnya karena pada bayi pembentukan enzim lipase yang berfungsi memecah
laktosa belum sempurna, sehingga menyababkan bayi diare, dan lipase akan
berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada usia bayi
1-2 bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun. Selain itu malabsorbsi
lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci
tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum
mengkonsumsi makanan.
5. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat merangsang
peningkatan peristaltic usus.
3. Pathway
(Sudoyo Aru,2010).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
1. Secara umun :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau tidak adanya
pengeluaran urine.
Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka gejala
dehidrasi tampak. Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun dan
mata cekung, minum normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.gelisah, sangat haus,
pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan minum
normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma,
otot-otot kaku sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun,
warna urine pucat, pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan
mata cekung sekali, dan tidak mau minum. Atau yang dikatakan dehidrasi bila:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.
5. Komplikasi
Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu : (Kliegman, 2010)
1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis
6. Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu : (Sunato,2010)
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh
bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare
karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
b. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai
30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15%
yang berakhir dalam 14 hari.
c. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui
bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.
(Sunato,2010).
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan
Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation)
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik (A. Aziz Hidayat, 2009).
8. Penatalaksanaan
1. Terapi Famakologi
a. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
b. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta
dapat diberikan oralit.
c. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk
mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.
d. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan
intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk
kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan menambah
volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi, separuh dari larutan
garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan
membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.
e. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui
apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi ginjal normal.
3. Intervensi
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika.
Aru W, Sudoyo. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Ngastiyah. 2011. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak ( edisi: 15, vol 2). Jakarta :
EGC.
Nelson WE, ed. 2009. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.