BAB 2
LANDASAN TEORI
Kompensasi
(X1) T1
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.2 Manajemen
dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan
lebih bermanfaat.
Berikut definisi manajemen menurut para ahli:
Menurut Robbins dan Coulter (2007), manajemen adalah proses
pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut
terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Efisiensi mengacu pada memperoleh output terbesar dengan input
terkecil; digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu secara benar”.
Sedangkan efektivitas mengacu pada menyelesaikan kegiatan-kegiatan
sehingga sasaran organisasi dapat tercapai; digambarkan sebagai “melakukan
segala sesuatu yang benar”.
Menurut Heene dan Desmidt (2010), manajemen adalah serangkaian
aktivitas manusia yang berkesinambungan dalam mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkannya.
2.3 Kompensasi
mendapat posisi yang lebih menantang atau ke posisi utama untuk pertumbuhan
dan pengembangan berikutnya, serta berbagai macam bentuk pelayanan.
Dalam buku Malayu S.P. Hasibuan (2009: hlm. 118) terdapat beberapa
penelitian kompensasi dari beberapa tokoh yaitu:
Menurut William B. Werther dan Keith Davis dalam buku Hasibuan (2004,
hlm. 52) kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan
dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodik
didesain dan dikelola oleh bagian personalia.
Menurut Andrew F. Sikula dalam buku Hasibuan (2009: hlm. 118)
kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai
suatu balas jasa ekuivalen.
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan
yang berlaku.
Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang
berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat
dihindarkan.
Menurut Hasibuan (2009: 122) asas kompensasi harus berdasarkan asas adil
dan asas layak serta memperhatikan Undang-Undang Perburuhan yang berlaku.
Asas Adil
Besarnya kompensasi harus sesuai dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan,
risiko pekerjaan, tanggung jawab, dan jabatan. Kompensasi tanpa
menyesuaikan aspek-aspek di atas akan menggagalkan maksud dari
kompensasi itu sendiri.
Asas Layak dan Wajar
Suatu kompensasi harus sesuai dengan kelayakannya. Meskipun tolak ukur
layak sangat relatif, perusahaan dapat mengacu pada batas kewajaran yang
sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah dan aturan lain
secara konsisten.
kurang baik dan karyawan yang kurang mampu balas jasanya kecil, sehingga
kurang manusiawi.
Sistem Borongan
Suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume
pekerjaan dan lama mengerjakannya. Dalam system borongan ini pekerja
biasa mendapat balas jasa besar atau kecil tergantung atas kecermatan
kalkulasi mereka.
Dalam sistem kompensasi dikenal istilah renumerasi. Renumerasi adalah
pembayaran yang terdiri dari gaji (salary), tunjangan (benefit), dan tambahan
benefit (perks). Gaji adalah imbalan yang diterima seseorang sebagai balas jasa
atas pekerjaan yang dilakukannya, biasanya dalam bentuk tunai (cash). Tunjangan
adalah kenikmatan yang diberikan kepada karyawan sebagai tambahan dari balas
jasa, ia dapat berbentuk tunai atau non finansial. Tambahan insentif adalah
kenikmatan ekstra yang diberikan kepada jabatan-jabatan tertentu dalam
perusahaan, ia dapat berbentuk tunai atau non finansial. Total renumerasi adalah
penjumlahan dari ketiga unsur imbalan tadi. Besarnya total renumerasi
menunjukkan daya saing suatu perusahaan, dan juga merupakan daya pikat bagi
karyawan yang berpotensi. Besarnya total renumerasi tidak otomatis ditentukan
oleh besar atau kecilnya perusahaan, tetapi oleh hukum “supply and demand” dari
bursa tenaga kerja dan tidak terlepas dari filosofi perusahaan.
2.4 Motivasi
Manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil melalui orang
lain, yaitu bawahan. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban dari setiap pemimpin
agar bawahannya berprestasi. Prestasi bawahan, terutama disebabkan oleh dua hal,
yaitu kemampuan dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh
kualifikasi yang dimilikinya, antara lain pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat
pribadi. Sedangkan daya dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri
seseorang dan hal-hal lain di luar dirinya.
dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tugas atau mencapai sasaran
memperlihatkan sejauh mana tingkat motivasinya. Dua orang yang berbeda bisa
saja mengatakan dan meyakini bahwa mereka ingin menjadi karyawan yang baik.
Intensitas dari keinginan mereka untuk menjadi karyawan yang baik merupakan
ukuran dari motivasinya. Walaupun demikian pimpinan tentunya akan lebih
memperhatikan kepada apa yang mereka lakukan daripada apa yang mereka
katakana dan yakini itu. Jadi motivasi sesungguhnya adalah suatu kekuatan yang
menyebabkan seseorang menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang ia
katakana, bukan sekadar janji dan keinginan saja.
Motivasi adalah masalah yang kompleks. Tidak ada seperangkat petunjuk
yang mudah dan dapat menjamin membangkitkan dan meningkatkan motivasi
seseorang. Upaya meningkatkan dan mempertahankan motivasi memerlukan
perjuangan tanpa henti bagi para pemimpin dan anggotanya.
Motivasi diri (self-motivation) memegang peranan penting. Orang yang
berhasil cenderung untuk terus berhasil. Keberhasilan yang lalu, sasaran karier
yang menantang, ahli di salah satu atau lebih bidang tertentu, bangga akan
kemampuannya dan percaya diri akan turut mendorong motivasi diri seseorang.
Motivasi tidak bersifat tetap. Seseorang yang motivasinya rendah bisa
menjadi orang yang bermotivasi tinggi. Demikian pula, orang yang motivasinya
baik bisa saja hilang motivasinya. Jadi orang yang sudah bermotivasi tidak dapat
dijamin akan selalu bermotivasi. Ini menandakan bahwa motivasi harus secara
terus menerus dibina, atau dengan kata lain upaya untuk memotivasi anggota
jangan sampai berhenti.
Perlu diingat bahwa tidak semua masalah kinerja yang buruk disebabkan
karena kurangnya motivasi pelakunya. Kurangnya pelatihan (pengetahuan) dapat
mencegah orang yang bermotivasi melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Di
samping itu, tidak memadainya sarana dan prasarana serta material yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan juga dapat mencegah orang
yang bermotivasi melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Demikian pula
dengan tidak jelasnya apa yang dapat diharapkan jika ia dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik, tidak jelasnya aturan permainan dan tidak jelasnya apa
yang seharusnya ingin dicapai akan menyebabkan seseorang juga kurang
bermotivasi.
25
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh
seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang
objektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya “like
dan dislike” dari penilai, agar objektivitas penilai dapat terjaga. Kegiatan
penilaian ini adalah penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki
keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan
tentang kinerja karyawan tersebut.
Mangkuprawira dan Vitalaya (2007), juga menyatakan bahwa, “Penilaian
kinerja yang dilakukan dalam suatu organisasi haruslah mengikuti standar kinerja
yang ditetapkan, dimana pengukuran kinerja tersebut memberikan umpan balik
yang positif kepada pegawai”.
Menurut Dessler (2007) ada lima faktor dalam penilaian kinerja yang
populer, yaitu:
32
Penilaian kinerja merupakan suatu alat yang manfaatnya tidak hanya untuk
mengevaluasi kinerja mengevaluasi kinerja seorang karyawan akan tetapi juga
mengembangkan serta memotivasi karyawan. Penilaian tersebut juga akan
memberikan dampak yang positif dan semangat dalam diri karyawan untuk lebih
berkualitas dan menghasilkan kerja yang optimal.
Wibowo (2007), menyatakan, “Penilaian kinerja seharusnya menciptakan
gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk
mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus data
diidentifikasikan sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian dasar lainnya.
Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan
dan praktis termasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur”.
Menurut Sedarmayanti (2007), tujuan dari penilaian kerjaadalah sebagai
berikut:
Untuk mengetahui keterampilan dan kemampuan pegawai.
Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan
kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
33