A. Konsep Nasionalisme
Nasionalisme menurut Kamus Studi Kewarganegaraan (Kalidjernih, 2010, hlm.
116) merupakan ideologi yang menekankan bangsa sebagai prinsip sentral dari organisasi
politik dengan berbagai cita-cita dan tujuan. Nasionalisme akan lahir apabila ada kesamaan
tujuan, cita-cita, visi, dan misi dari suatu organisasi atau negara sehingga menimbulkan
rasa kebersamaan dan satu tujuan. Nasionalisme kebanyakan membahas tentang konsep
bangsa, ada pula yang menyebutkan bahwa nasionalisme merupakan suatu ideologi yang
menempatkan bangsa sebagai hal yang pokok dan berupaya mempertinggi keberadaan
bangsa tersebut di ranah nasional dan di dalam hati setiap warga negara (Smith, D.A.,
2000, hlm. 10). Kemudian diperkuat oleh Ir. Soekarno (2015, hlm. 14) yang pernah
memaparkan bahwa nasionalisme itu ialah suatu itikad rakyat dari satu golongan, satu
bangsa. Rasa nasionalisme itu menimbulkan suatu rasa nasionalistik atau suatu rasa
percaya akan diri sendiri, rasa yang perlu sekali untuk mempertahankan diri di dalam
perjuangan. Sudah selayaknya kita sebagai bangsa Indonesia memiliki rasa nasionalisme.
Salah satu bukti bahwa kita memiliki rasa nasionalisme adalah dengan kita merasa bangga
dan mencintai bangsa dan negara Indonesia. Akan tetapi, rasa kebanggaan ini tidak
berlebihan dan mengagungkan bangsa kita adalah bangsa yang terbaik.
Geertz (1974) mengemukakan empat tahap nasionalisme, terutama pada negara-
negara baru merdeka setelah revolusi kemerdekaan, yaitu:
1. Tahap dimana gerakan nasionalis terbentuk dan terkristal;
2. Tahap dimana gerakan nasionalis menang;
3. Tahap gerakan nasionalis mengorganisasikan diri menjadi negara-negara;
4. Tahap dimana gerakan nasionalis menemukan diri, yang tidak mau
mendefiniskan dan menstabilkan hubungan-hubungan dengan negara lain.
Awal mula munculnya istilah nasionalisme di Indonesia yaitu pada saat masa
pergerakan nasional, terutama yang ditandai dengan berdirinya Partai Nasional Indonesia
(PNI) yang dipimpin oleh Ir. Soekarno pada tahun 1927. Pada masa pergerakan nasional
pula bangsa Indonesia mengalami tahap tumbuhnya gerakan nasionalisme yang berasal
dari rasa kesadaran dan keinginan kaum muda bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 menjadi batu loncatan dan bukti bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang menghargai dan menjunjung tinggi rasa nasionalismenya.
Berikut adalah isi dari Sumpah Pemuda:
Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe,
Tanah Indonesia
(Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah
Indonesia)
Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa
Indonesia
(Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa
Indonesia)
Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa
Indonesia
(Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia)
Isi dari sumpah Pemuda tersebut menjadi ikrar dan janji seluruh bangsa Indonesia
untuk mencintai dan merasa bangga akan bangsa dan negara Indonesia. Para pemuda
berikrar untuk berbangsa dan bertumpah darah yang satu, yaitu Indonesia. Tetapi berbeda
halnya dengan penggunaan kata berbahasa dalam isi Sumpah Pemuda tersebut. Menurut
Muhammad Yamin, bagi bangsa Indonesia yang majemuk, tidaklah mungkin untuk
berbahasa satu. Lebih jauh dari itu, yang dirasa perlu adalah adanya komitmen untuk
menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sumpah Pemuda juga
menjadi pemersatu bangsa yang kemudian akan diaplikasikan ke dalam perilaku setiap
warga negara dalam kehidupan bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara. Demikianlah
Sumpah Pemuda dapat membuka kesadaran kaum muda untuk menerobos kelembaman
solidaritas etno-religius melalui penemuan politik atau the invention of politics (Latif,
2015, 324).
Perilaku yang mencerminkan kesetiaan terhadap nasionalisme akan semakin terlihat
dan mampu disebut sebagai refleksi sikap nasionalisme apabila memiliki beberapa faktor
seperti yang dikemukakan oleh Tilaar (2004, hlm. 25):
1. Bahasa, menjadi suatu kekhasan suatu negara sebagai pemersatu bangsa dan tidak
menjadi penghambat pertumbuhan nasionalisme.
2. Budaya, keberagaman yang dimiliki Indonesia baik dari adat istiadat dan budaya
akan tetapi berawal dari perbedaan inilah kemudian menjadi pemersatu bangsa
dalam perwujudan nasionalisme.
3. Faktor pendidikan yang menjadi perhatian utama karena mampu mempersatukan
suatu bangsa dan memajukan negara yang dewasa cerdas dan berwawasan luas.
Nilai persatuan kesatuan di Indonesia merupakan ciri khas dari negara Indonesia
yang tentu saja di pengaruhi oleh budaya politik yang ada di negara kita. Budaya politik
adalah pola perilaku suatu masyarakat dan orientasinya terhadap kehidupan berpolitik, baik
itu penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan
norma kebiasaan yang dihayati setiap individu di dalam masyarakat sehari-hari. Setiap
negara memiliki budaya politik yang berbeda antara negara yang satu dengan negara yang
lainnya.
Menurut abdul hadi mengatakan bahwa secara umum nasionalisme sering diartikan
sebagai tuntutan politik yang menghendaki agar sebuah negara dibangun di wilayah
tertentu, dengan kedaulatan penuh dan tidak memperbolehkan negara atau kekuasaan
negara lain bercokol di wilayah tersebut. Di dalam wilayah negara tersebut telah diam
kelompok-kelompok komunitas yang secara turun temurun menjadi penduduk tetap negeri
tersebut. Di sana penduduk tetap itu secara turun temurun dalam kurun sejarah lama
membangun kebudayaan, seperti mengembangkan aliran-aliran pemikiran sosial, politik,
ekonomi dan kebudayaan tertentu; mengembangkan agama dan aliran-aliran agama yang
mereka yakini benar; membentuk pola hidup dan adat istiadat yang aneka ragam sesuai
dengan tuntutan budaya; melahirkan kearifan-kearifan dan ragam seni, sastra, ilmu
pengetahuan, filsafat, bentuk-bentuk organisasi sosial dan lain sebagainya, di atas fundasi
yang disebut gambaran dunia (worldview), pandangan hidup (way of life), dan sistem nilai
(etika dan estetika) tertentu.Karena itu apa yang dimaksud kebudayaan secara ideal
pastilah berkenaan dengan apa yang dikenal sebagai cita-cita hidup, sikap mental,
semangat tertentu seperti semangat belajar, ethos kerja, motif ekonomi, politik dan hasrat-
hasrat tertentu dalam membangun jaringan organisasi, komunikasi dan pendidikan dalam
semua bidang kehidupan. Kebudayaan dengan begitu merupakan jaringan kompleks dari
symbol-ssimbol dengan maknanya yang dibangun masyarakat dalam sejarah suatu
komunitas yang disebut etnik atau bangsa. Dengan cara pandang seperti itu kita akan bisa
memahami mengapa negara dituntut memenuhi kewajibannya untuk merawat, memelihara,
mengembangkan dan menghidupkan kebudayaan yang telah ada dalam sejarah masyarakat.
Pemeliharan dan pengembangan itu diimplementasikan dalam pendidikan formal dan non-
formal, dalam bentuk kebijakan-kebijakan, serta bantuan keuangan, sarana dan prasarana,
serta dalam bentuk jaminan hukum dan politik agar kebudayaan berkembang dan selalu
tumbuh dengan sehat.
C. Nilai Kehidupan Multikultur
Multikultur atau keberagaman merupakan karakteristik dari bangsa Indonesia yang
terdiri dari beragamnya suku bangsa, etnis, ras, agama, dan kebudayaan daerahnya.
Multikultur merupakan suatu tantangan yang mengedepankan majemuknya nilai-nilai,
mekanisme dan struktur sosial dalam bingkai human being (Barndsford, 2000, hlm. 25).
Dalam kesadaran akan keberagaman ini, masyarakat Indonesia diharuskan untuk terus
belajar sepanjang hidupnya terhadap hal-hal yang ada di dunia luar pribadi dan identitas
monokulturnya. Kondisi keberagaman yan dialami bangsa Indonesia saat ini merupakan
dampak dari adanya perubahan kultur yang terus-menerus terjadi (globalisasi).
Multikulturalisme (Azra, 2006, hlm. 8) pada dasarnya adalah pandangan dunia yang
kemudian dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan
penerimaan realitas pluralitas agama dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Multikulturalisme juga dapat dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik. Secara antropologis, bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang multikultur dengan adanya keberagaman suku bangsa, etnis,
agama, dan adatnya.
Relitas keberagaman atau multikultur ini rentang akan terjadinya konflik, baik
vertikal maupun horizontal. Untuk menghadapi realitas bangsa Indonesia yang penuh
keberagaman ini, maka diperlukan kompetensi atau sikap yang harus dimiliki oleh warga
negara Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Wahab & Sapriya (2011, hlm. 207)
sebagai berikut:
1. Unsur kompetensi, merupakan unsur objektif yang harus dimiliki oleh semua warga
negara. Unsur in iberisi kemampuan berpikir, kemampuan mendengarkan,
kecakapan sosial, kemampuan mengungkapkan pendapat, dan pengendalian diri.
2. Unsur organisasi, kemampuan berorganisasi ini penting untuk dimiliki karena kita
tidak bisa hidup sendiri atau bergantung pada segelintir orang saja. Contoh
organiisasi yang dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat adalah media massa,
pengadilan, dewan kota, forum komunikasi, dan sebagainya.
3. Unsur identitas, bersifat subjektif karena berkaitan dengan identitas warga negara
itu sendiri.
4. Unsur emosi, masyarakat yang majemuk rawan akan munculnya emosi dan konflik.
Oleh karena itu, seorang warga negara harus bisa mengontrol emosinya dan hidup
berdampingan dalam kemajemukan.