1. Definisi Asma
Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2002, Asma didefinisikan
sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,
khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversible
baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan
wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini
akibat kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi
sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan,
alur jalan napas membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan
aliran udara yang masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu
(Smeltzer, C. Suzanne,2002).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990).
2. Klasifikasi Asma
Klasifikasi asma mencakup empat kategori antara lain:
1) Mild intermittent (ringan intermiten), dimana kondisi klien asma ringan yang
sebentar
2) Mild persistent,dimana kondisi klien dengan asma ringan yang terus menerus
atau menetap
3) Moderate persistent,dimana kondisi klien dengan asma sedang yang terus
menerus atau menetap
4) Severe persistent, dimana kondisi klien dengan asma berat yang terus menerus
atau menetap.
Asma terbagi atas :
Asma alergi ; disebabkan oleh allergen misalnya serbuk sari, binatang, amarah,
makanan, dan jamur.
Asma idiopatik atau non alergik ; misalnya common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang dapat menimbulkan
serangan, agen farmakologis : aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain,
pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agens sulfit.
Asma gabungan ; merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakterisstik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau
nonalergik.
Tingkatan pada penderita asma:
1) Tingkat I Secara klinis normal, tanpa kelainan pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Pafa penderita ini timbul gejala bila ada faktor pencetus
2) Tingkat II Penderita tanpa keluhan dan kelainan pada pemeriksaan fisisk tetapi
fungsi paru menunjukan obstruksi jalan nafas dan sering ditemukan setelah sembuh
dari asma.
3) Tingkat III Pada penderita tanpa keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan fungsi
paru menunjukan kelainan yaitu obstruksi jalan nafas, biasanya pasien yang telah
sembuh dari asma tetapi tidak berobat secara teratur
4) Tingkat IV Penderita sesak nafas, butuh, nafas berbunyi pada pemeriksaan fisik
dan obstruksi jalan nafas
5) Tingkat V Penderita pada stadium status asmatikus dimana keadaan asma berat
dan perlu pertolongan medis darurat.
3. Epidemiologi Asma
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC (Internationla Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995
prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.
Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara
3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8% tahun 1995
dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran tersebut di
atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu
mendapat perhatian secara serius.
Pada tahun 2002, sekitar 21,9 juta penduduk Amerika yang terjangkit
penyakit asma menyerang anak-anak lebih dari 8 juta anak yang umumnya berusia
dibawah 18 tahun.
Di Amerika, penyakit asma masuk dalam peringkat 10 besar yang memiliki
jumlah pasien rawat inap paling banyak. pada tahun 1980-1994, terdapat 160 %
terjadi peningkatan para pengidap asma hingga menyerang pada balita. Sekitar 20
juta dari total penduduk Amerika menderita asma dan 70 % diantaranya disebabkan
oleh alergi.
4. Etiologi Asma
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh
semacam reaksi alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni
zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen
menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka. Alergen menyebabkan otot
saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal. Selain
produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga menjadi membengkak.
Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi yang diderita
pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh apabila
penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan
fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan
tubuh yang menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada
keadaan ini asma dapat kambuh.
1) Faktor intrinsik
Infeksi : Para influenza virus, pneumonia, micoplasmal
Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur, iritan kimia, polusi
udara (CO, asap rokok dan parfum)
Emosional : takut, cemas, dan tegang
Aktivitas berlebihan
2) Faktor ekstrinsik
Reaksi antigen dan antibody, karena inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk, bulu
binatang).
Berikut tanda atau pola perilaku pada anak atau balita yang menderita asma
dilihat dari tingkat keparahan asma yang diderita, sebagai berikut :
1) Jika mengalami serangan asma ringan, anak memiliki ciri atau pola perilaku,
seperti :
o Anak tampak sesak saat berjalan.
o Pada bayi: menangis keras.
o Posisi anak: bisa berbaring.
o Kesadaran: mungkin irritable.
o Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
o Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.
o Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
o Retraksi interkostal dan dangkal.
o Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
o Frekuensi jalannya urat nadi: normal.
o Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)
o SaO2 % > 95%.
o PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.
o PaCO2 < 45 mmHg
2) Jika mengalami serangan asma sedang, dengan ciri perilaku, seperti :
o Anak tampak sesak saat berbicara.
o Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.
o Posisi anak: lebih suka duduk.
o Kesadaran: biasanya irritable.
o Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
o Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi.
o Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.
o Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.
o Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
o Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
o Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)
o SaO2 % sebesar 91-95%.
o PaO2 > 60 mmHg.
o PaCO2 < 45 mmHg
3) Jika mengalami serangan asma berat tanpa disertai napas yang tiba-tiba berhenti
:
o Anak tampak sesak saat beristirahat.
o Pada bayi: tidak mau minum/makan.
o Posisi anak: duduk bertopang lengan.
o Dapat berbicara dengan kata-kata.
o Kesadaran: biasanya irritable.
o Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
o Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi
dan inspirasi.
o Menggunakan otot bantu pernafasan.
o Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas
cuping hidung.
o Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
o Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
o Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)
o SaO2 % sebesar < 90 %.
o PaO2 < 60 mmHg.
o PaCO2 > 45 mmHg
4) Jika mengalami serangan asma berat yang disertai ancaman henti nafas:
o Kesadaran: kebingungan.
o Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
o Mengi sulit atau tidak terdengar.
o Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks
torakoabdominal.
o Retraksi dangkal/hilang.
o Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).
o Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).
o Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.
7. Patofisiologi Asma
Ekstinsik (inhaled
alergi)
Peningk permiabilitas
Stimuli bronchial smooth +
vaskuler akibat
kontraksi otot bronchiolus
kebocoran protein +
cairan dlm jar
Bronkus menyempit
wheezing Penumpukan sekret
kental
Gg
pertuka Ventilasi terganggu
Gg pola nps ran gas Sekret tak keluar
gelisah ketidakefektifan
jalan napas
cemas
8. Pemeriksaan diagnostik Asma
1) Foto rontgen; selama episode akut rontgen dada dapat menunjukkan hiperinflasi
dan pendataran diafragma.
2) Pemeriksaan alergi; test kulit + yang menyebabkan reaksi melepuh dan hebat
yang dapaat mengidentifikasikan allergen spesifik.
3) Pulse oximetry ; ditemukan saturasi O2 perifer menurun ( cyanosis )
4) Analisa gas darah; menunjukkan hipoksia selama serangan akut, awalnya
terdapat hipokapnea dan respirasi alkalosis, PCO2 yang rendah.
5) Tes fungsi paru. Spirometri dapat dilakukan pada anak usia 5 atau 6 tahun,dan
setiap anak usia 1-2 tahun dilakukan pengkajian fungsi jalan napas rutin. Dalam
spirometri akan mendeteksi:
Penurunan forced expiratory volume (FEV)
Penurunan peak expiratory flow rate (PEFR)
Kehilangan forced vital capacity (FVC)
Kehilangan inspiratory capacity (IC)
9. Penatalaksanaan Asma
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan :
o Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
o Mencegah eksaserbasi akut
o Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
o Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
o Menghindari efek samping obat
o Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
o Mencegah kematian karena asma
o Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan
pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya
komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau
pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma,
yaitu:
KIE dan hubungan dokter-pasien
Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko;
Penilaian, pengobatan dan monitor asma;
Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan
Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:
1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui
oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah
dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian
beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala,
pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya
diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)
kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat
yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan
dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi
dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat
serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat
diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid
oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin
IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi
maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian
cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV,
β2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang
mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator
diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat
menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
2) Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1)
Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.
o Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
Mengenali gejala serangan asma secara dini
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
Mengenali dan menghindari faktor pencetus
Kontrol teratur
Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien
adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.
o Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega
diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol
ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka
panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti
inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan
mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan
apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang
digunakan sebagai pengontrol antara lain :
Inhalasi kortikosteroid
β2 agonis kerja panjang
antileukotrien
teofilin lepas lambat
Antileukokotrin Oral(tablet)
Zafirlukast
Kortikosteroid Oral(injeksi)
sistemik Metilprednisolon Oral
Prednison
Agonis beta-2 Oral
kerjalama Prokaterol Turbuhaler
Formoterol IDT
Salmeterol
kombinasi IDT
steroid dan Flutikason + Turbuhaler
Agonis beta-2 Salmeterol.
kerjalama Budesonide +
Pelega formoterol Oral, IDT,
(Bronkodilator Agonis beta-2 rotacap solution
) kerja cepat
Salbutamol Oral, IDT,
turbuhaler,
solution, ampul
Terbutalin (injeksi)
IDT
Prokaterol
Antikolinergik IDT, solution
Fenoterol IDT, solution
Metilsantin Ipratropium
bromide Oral
Oral, injeksi
Teofilin Oral
Kortikosteroid Aminofilin
sistemik Teofilin lepas Oral, inhaler
lambat Oral
Metilprednisolon
Prednison
10. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi
sekret
2) Gangguan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkus
3) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi Rasional
Kaji tingkat ansietas yang dialami Mengetahui tingkat kecemasan untuk
klien memudahkan dalam perencanaan
tindakan selanjutnya
12. Evaluasi
Hasil yang diharapkan, klien dapat mempertahankan kebersihan jalan nafas atas,
mempertahankan oksigenasi atau ventilasi adekuat. Membantu tindakan untuk
mempermudah pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, dapat beraktivitas
tanpa bantuan, memberikan informasi tentang proses penyakit atau prognosis dan
program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Halim Danukusantoso. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Penerbit
Hipokrates.
Smeltzer, C. Suzanne, dkk. 2000. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8
Vol 1. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis. Edisi VI,Vol I. Jakarta : EGC.
Tucker S. Martin. 1998. Standart Perawatan Pasien. Jilid 2. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Revisi 20. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Arifin, Laily. 12 Juni 2007. Pregnancy and Tuberculosis. http://lely-
nursinginfo.blogspot.com/2007/06/Pregnancy-and-tuberculosis/html
Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya : Airlangga University Press.
Frieri, Marianne. Management of Asthma in Women. 402-412 WOMEN’S HEALTH IN
PRIMARY CARE. Volume 7 Number 8 September 2004.
Baratawidjaja, K. 1990. Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK
UI.
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Staff Pengajar FK UI. 1997. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Info Medika.
Sundaru, H. 1995. Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya. Jakarta : FK UI.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI Media Aescullaplus.