Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Struktur bangunan merupakan bagian yang sangat penting dari sebuah
bangunan. Bangunan dapat berdiri kokoh apabila didukung oleh struktur yang baik.
Struktur bangunan pada umumnya terdiri dari struktur bawah (lower structure) dan
struktur atas (upper structure). Struktur bawah (lower structure) yang dimaksud
adalah pondasi dan struktur bangunan yang berada di bawah permukaan tanah,
sedangkan yang dimaksud dengan struktur atas (upper structure) adalah struktur
bangunan yang berada di atas permukaan tanah seperti kolom, balok, plat, tangga.
Setiap komponen tersebut memiliki fungsi yang berbeda – beda di dalam sebuah
struktur. Berdasarkan material pembentuknya struktur dibedakan menjadi struktur
kayu, struktur baja, dan struktur beton.
Beton merupakan suatu bahan bangunan komposit (campuran) yang terbuat
dari kombinasi agregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dari beton adalah
beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir),
semen dan air. Sebagai salah satu bahan pembentuk struktur, jika beton berkualitas
baik maka akan dapat menahan beban bangunan yang besar. Beton yang baik harus
memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah ditetapkan.
Membuat beton sebenarnya tidaklah sederhana hanya dengan sekedar
mencampurkan bahan-bahan dasarnya untuk membentuk campuran yang plastis
sebagaimana sering terlihat pada pembuatan bangunan sederhana. Akan tetapi, jika
ingin membuat beton yang baik, dalam arti memenuhi persyaratan yang lebih ketat
karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan dengan seksama cara-
cara memperoleh adukan beton segar yang baik dan menghasilkan beton keras yang
baik pula. Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diangkut, dapat
diaduk, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan untuk terjadi
pemisahan kerikil dari adukan maupun pemisahan air dan semen dari adukan. Beton
keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus, dan
kembang susutnya kecil.

1
Sejarah penggunaan beton dan bahan – bahan vulkanik seperti abu pozzolan
sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan
mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung, bangsa
romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan, drainase dan
lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa
bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad
ke – 7 oleh kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu
gunung. Orang Mesir telah menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif
debu vulkanik mampu meningkatkan kuat tekan beton.
Penggunaan beton secara masif diawali pada permulaan abad 19 dan
merupakan awal era beton bertulang. Pada tahun 1801, F. Coignet menerbitkan
tulisannya mengenai prinsip – prinsip konstruksi dengan meninjau kelembaban
bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J. L. Lambot untuk pertama
kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan dalam Expo
tahun 1855 di Paris. J. Moiner, seorang ahli taman dari Prancis mematenkan rangka
metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya yang digunakan untuk
tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai teori dan
perancangan struktur beton. C.A.P. Turner mengembangkan pelat slab tanpa balok
tahun 1906. Sejarah penemuan teknologi beton dimulai dari :
1. Aspdin (1824) Penemu Portland Cement;
2. J.L Lambot (1850) memperkenal konsep dasar konstruksi komposit (gabungan
dua bahan konstruksi yang berbeda yang bekerja bersama – sama memikul
beban);
3. F. Coignet (1861) melakukan uji coba penggunaan pembesian pada konstruksi
atap, pipa dan kubah;
4. Gustav Wayss & Koenen (1887) serta Hennebique memperkenalkan sengkang
sebagai penahan gaya geser dan penggunaan balok “ T ” untuk mengurangi
beban akibat berat sendiri;
5. Neuman melakukan analisis letak garis netral;
6. Considere menemukan manfaat kait pada ujung tulangan; dan
7. E. Freyssinet memperkenalkan dasar – dasar beton pratekan.

2
Contoh Pemakaian Konstruksi Beton pada Jamannya:
1. Bangunan kubah Pantheon didirikan tahun 27 SM;
2. Pemakaian Pot bunga dari beton yang menggunakan kawat anyaman (produk
dipatenkan oleh Joseph Monier tahun 1867);
3. Pembuatan kapal beton yang dilengkapi penulangan (tahun 1855);
4. Jembatan Lamnyong – Darussalam; dan
5. Menara Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Sejarah Analisis dasar perhitungan di Indonesia:
1. PBI 1955 – PBI 1971 yang lebih dikenal dengan perhitungan lentur cara – n;
dan
2. SK SNI 1991 ( T – 15 – 1991 – 03) tentang Standar Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton
Dalam ilmu geologi, sementasi (proses pengikatan) dan pembetonan terjadi
ketika suatu proses yang disebut litifikasi berlangsung, yang artinya partikel
bantuan lepas diikat bersama oleh suatu mineral seperti Kalsium Karbonat (Calcite)
atau Oksida Besi (Limonite). Manusia mengenal fenomena alam ini dan mulai
mencoba (trial & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut.
Bangunan beton tertua yang ditemukan adalah dari tahun 5600 Sebelum
Masehi (SM) di Tepian Sungai Danube di Lepenski Vir, di mantan Negara
Yugoslavia (Gambar 1). Lantai yang berbentuk trapesium tebalnya 25 cm, dibuat
dari campuran kapur merah (diangkut hamper 200 mil ke hulu), pasir dan kerikil,
lalu ditambahkan air. Beton tersebut kemudian dituang dan dipadatkan membentuk
lantai. Lantai ini menjadi dasar untuk gubuk dari sebuah desa para pemburu dan
pengail dari jaman batu (Neolitik).
Ada catatan bahwa bangsa Assyria dan Babilonia kuno telah menggunakan
tanah liat sebagai semen pengikat. Bahkan ada kemungkinan bahwa api ditemukan
untuk tujuan mengubah batu kapur menjadi gamping, yang memanas waktu
dicampur dengan air, dan secara lambat menjadi kaku.
Dari sudut pandang yang lain, beton dapat dikatakan sebagai material yang
komposit. Pengetahuan tentang material komposit ini tampaknya sudah lama ada.

3
Yang tertua yang tercatat adalah kombinasi tanah liat dan jerami, yaitu seperti yang
disebutkan pada Kitab Keluaran (Exodus) pada jaman Nabi Musa.
Sekitar tahun 3000 SM tersebut, orang Mesir kuno menggunakan tanah liat
yang dikombinasikan dengan jerami untuk mengikat batu bata yang dikeringkan,
dan membuahkan piramida-piramida Ramses yang terkenal, mereka juga memakai
kapur sebagai semen pengikat pada bangunan piramida di Giza. Beberapa peneliti
mengatakannya sebagai beton kapur, sedangkan penulis lain mengatakan
perekatnya dibentuk dari gamping (gypsum, kapur yang dibakar). Pada masa yang
sama, bahan perekat digunakan untuk mengikat bambu pada perahu dan Tembok
Besar di Tiongkok Daratan.
Dalam perkembangan material bangunan, bukanlah batu bata maupun pasta
semen yang menjadi material ampuh. Batu sifatnya keras tetapi terlalu getas,
sedangkan semen cenderung retak pada waktu mongering. Namun bila kedua bahan
ini dikombinasikan menjadi beton maka jadilah material yang mungkin paling
andal seperti yang kita kenal.
Ilustrasi proses pengecoran beton yang paling dini terdapat pada mural di
Thebes, dari tahun 1950 SM. Pada gambar mural bagian atas memperlihatkan para
pekerja yang sedang mengisi gentong (pottery container) dengan air, yang
kemudian diaduk dengan kapur dan dipakai sebagai mortar untuk pasangan batu.
Pada gambar bagian bawah tampak dinding beton sedang dibangun. Mengingat
bahwa pada jaman itu belum ada alat-alat berat seperti crane dan bulldozer, timbul
banyak pertanyaan tentang bagaimana cara mereka membangun piramida tersebut.
Bahkan ada yang berhipotesis bahwa piramida dibuat bukan dari batuan yang
ditumpuk, melainkan dari beton yang dicor ditempat (in-situ) secara monolit.
Keterampilan membuat beton kemudian menyebar dari Mesir ke Laut
Tengah (Mediterranean) bagian timur, dan pada tahun 500 SM digunakan di Yunani
Kuno. Orang Yunani menggunakan komposisi dasar kapur untuk menutupi dinding
dari bata yang tidak dibakar. Istana Croesus dan Attalus dibangun dengan cara ini.
Beton pada masa tersebut terdiri dari batu-batu besar yang diikat menjadi satu oleh
mortar kapur dan pasir. Dibuat demikian karena mortar terlalu lemah untuk
mengikat semua bahan menjadi suatu masa yang utuh.

4
Berdasarkan syarat kelulusan bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Teknologi Bahan dan Konstruksi maka diwajibkan melaksanakan praktikum
pembuatan campuran beton normal dengan metode SNI 7656 – 2012. Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Bahan dan Konstruksi, Program Studi
Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura,
Pontianak.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, adapun
beberapa rumusan masalah yang kami ambil, yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana cara merencanakan campuran beton normal menggunakan metode
SNI 7656 – 2012 untuk 𝑓𝑐 ′ 17,5 MPa?
2. Bagaimana cara agar mahasiswa dapat mengenal serta menggunakan alat – alat
dan bahan dengan benar saat pembuatan dan pengujian beton?

I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang kami ambil, adapun tujuan dari
pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara merencanakan campuran beton normal menggunakan
metode SNI 7656 – 2012 untuk 17,5 MPa.
Untuk mengenal alat yang digunakan dalam pembuatan dan pengujian beton
serta mengetahui cara menggunakan alat tersebut dengan benar, juga untuk
mengenal bahan campuran beton dan cara pembuatannya hingga proses pengujian
beton.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Beton


Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, dan air,
dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk massa padat. Dalam
pengertian umum beton berarti campuran bahan bangunan berupa pasir dan kerikil
atau koral kemudian diikat semen bercampur air. Sifat beton berubah karena sifat
semen, agregat dan air, maupun perbandingan pencampurannya. Untuk
mendapatkan beton optimum pada penggunaan yang khas, perlu dipilih bahan yang
sesuai dan dicampur secara tepat.
Biasanya dipercayai bahwa beton mengering setelah pencampuran dan
peletakan. Sebenarnya, beton tidak menjadi padat karena air menguap, tetapi semen
berhidrasi, mengelem komponen lainnya bersama dan akhirnya membentuk
material seperti – batu. Beton digunakan untuk membuat perkerasan jalan, struktur
bangunan, fondasi, jalan, jembatan penyeberangan, struktur parkiran, dasar untuk
pagar/gerbang, dan semen dalam bata atau tembok blok. Nama lama untuk beton
adalah batu cair.

II.2 Sifat dan Karakteristik Beton


II.2.1 Sifat beton :
1. Beton mempunyai tegangan tekan yang tinggi.
2. Sayangnya, tegangan tarik yang dimiliki oleh beton sangat rendah.
3. Beton juga tidak bisa diterapkan pada konstruksi yang menahan momen
lengkung.
4. Jika dipaksakan memikul gaya tarik, beton akan mengalami keretakan.
5. Kekuatan beton dipengaruhi oleh banyaknya air dan semen yang dipakai
6. Beton akan mencapai kekuatan penuh setelah berumur 28 hari.
7. Beton merupakan material murah yang bisa dimanfaatkan untuk
menahan beban tekan.
8. Beton memiliki tingkat kekakuan yang tinggi.

6
9. Beton mempunyai daya ketahanan yang baik terhadap api.
10. Beton tidak terlalu membutuhkan perawatan yang intensif.
11. Seiring berjalannya waktu, beton akan mengalami pengurangan volume
akibat susut dan rangkak.
12. Beton adalah bahan bangunan yang memiliki bobot termasuk sangat
berat.
13. Struktur yang terbuat dari beton mampu bertahan hingga mencapai lebih
dari 50 tahun.
14. Pada masa perkerasan, beton rentan sekali mengalami keretakan.
15. Tulangan baja yang ditanamkan dalam beton akan meningkatkan
kekuatan tariknya.
II.2.2 Karakteristik Beton
Adapun beberaoa karakteristik beton, yakni sebagai berikut :
1. Beton Keras
Beton keras mempunyai sifat – sifat yang meliputi kekuatan tekan,
regangan dan tegangan, rangkak dan susut, keawetan yang tinggi, reaksi
terhadap temperatur, serta kekedapan terhadap air. Kekuatan tekan beton
merupakan sifat beton yang paling penting karena sangat mempengaruhi
kualitasnya, terutama mutu struktur yang dibuat dari material ini.
Beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui kualitas beton
keras yaitu uji kekuatan tekan, uji kekuatan tarik belah, uji kekuatan
lentur, uji lekatan antara beton dan tulangan, serta uji modulus elastisitas
beton.
2. Beton Segar
Sifat – sifat yang dimiliki oleh beton segar berpengaruh besar terhadap
pemilihan alat – alat yang digunakan untuk pengerjaan dan pemadatan
beton. Sifat ini pula yang bakal menentukan karakteristik dari beton
tersebut ketika sudah mengeras. Terdapat dua persyaratan yang wajib
dipenuhi dalam pembuatan beton segar, yakni (1) Sifat – sifat yang harus
dimiliki beton yang mengeras dalam jangka waktu lama contohnya
kekuatan, kestabilan, dan keawetan; (2) Sifat – sifat yang harus dimiliki

7
beton ketika dalam kondisi plastis yakni workabilitas demi
mempermudah pengerjaan tanpa perlu bleeding dan segregation.
Meskipun sifat workabilitas pada beton segar tidak bisa dibandingkan,
tetapi kontrol terhadap kualitas tetap menjadi pekerjaan yang penting.

II.3 Material Penyusun Beton


Material penyusun beton dibedakan atas: agregat (halus dan kasar, atau
campuran), semen, dan air. Untuk memperbaiki sifat – sifat dan mutu adukan bahan
semen, agregat dan air maka adukan itu dapat ditambahkan dengan bahan pembantu.
Sifat – sifat dan karakteristik material – material tersebut dijelaskan berikut ini.

Gambar II.1 Penyusun Beton


II.3.1 Agregat Halus
Agregat halus pada umumnya terdiri dari pasir atau partikel yang lewat
saringan No. 4, sedangkan agregat kasar tertahan pada saringan tersebut. Ukuran
maksimum agregat kasar dalam struktur beton diatur dalam peraturan untuk
kepentingan berbagai komponen. Namun pada dasarnya bertujuan agar agregat –
agregat dapat masuk atau lewat di antara sela – sela tulangan atau acuan.
Pasir sebagai agregat halus dalam pembuatan beton jika ditinjau dari
asalnya dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau
berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batuan. Agar diperoleh
mutu beton yang baik, pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa
kriteria tertentu. Pasir harus terdiri dari butiran tajam, keras dan bersifat kekal.

8
Selain itu pasir tidak boleh mengandung banyak lumpur dan bahan – bahan organik
karena dapat mengurangi kekuatan beton.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah keanekaragaman besar butiran
agregat halus tersebut. Dengan diketahuinya gradasi (pembagian atau distribusi
ukuran agregat), perencanaan adukan beton dapat dilakukan dengan tepat. Tujuan
gradasi ini tidak lain adalah untuk mengurangi regangan seminimum mungkin. Hal
– hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di lapangan adalah ;
a. Agregat halus terdiri dari butir – butir tajam dan keras. Butir agregat halus harus
bersifat kekal, arlinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh – pengaruh cuaca.
b. Agregat halus tidak mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap
berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus
dicuci.
c. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan – bahan organik terlalu banyak,
hal tersebut dapat diamati dari warna agregat halus.
d. Agregat yang berasal dari laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus
untuk semua adukan spesi dan beton.
Ditinjau dari sifat ekonomis dan cara mendapatkan, pasir digolongkan sebagai
berikut:
a. Pasir Alam
Pasir ini terbentuk ketika batu – batu dibawa arus sungai dari sumber air ke
muara sungai. Akibat tergulung dan terkikis (pelapukan/erosi) akhirnya
membentuk butir – butir halus.
b. Pasir Galian
Pasir ini langsung diperoleh dari pemukaan tanah atau dengan cara menggali.
Untuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan
garam, tetapi kandungan lumpurnya cukup tinggi, sehingga harus dicuci
terlebih dahulu sebelum digunakan

9
Gambar II.2 Pasir Galian
c. Pasir Sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang umumnya berbutir halus,
bulat-bulat, akibat proses gesekan. Daya lekat antar butiran agak kurang karena
bentuk pasir yang bulat.

Gambar II.3 Pasir Sungai


d. Pasir Laut
Pasir ini dapat diperoleh langsung dari pantai. Butir – butirnya halus dan bulat
karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang jelek, karena banyak
mengandung garam. Garam-garam ini menyerap kandungan air dari udara dan
mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga menyebabkan pengembangan
bila sudah menjadi bangunan. Oleh karena itu sebaiknya pasir laut jangan
dipakai.

Gambar II.4 Pasir Laut

10
e. Pasir Buatan
Pasir buatan adalah pasir yang sengaja dibentuk sedemikian rupa sehingga
memenuhi kriteria dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Dari cara
pembentukannya biasanya pasir buatan ini dapat dibedakan menjadi :
1. Pasir dari Pemecahan Batu
Pemecahan dan penggilingan batuan kadang dipakai untuk menghasilkan
macam-macam ukuran pasir. Pasir yang dihasilkan umumnya angular,
sehingga menghasilkan beton yang kasar ("harsh"). Pasir dihancurkan di
dalam "rod mill" atau "hammer mill". Diameter besar pasir pecah ("crushed
sand") yang kelebihan dibuang dengan ayakan no.8 (2.36 mm) dan dicuci
untuk membuang butir yang lebih halus dari saringan no. 100 (150 𝜇m) atau
saringan no.200 (75 pm). Kerugian dengan cara mencuci tanpa memakai
saringan ialah ikut terbuangnya butir yang kasar lainnya. Dianjurkan jumlah
butiran yang sering disebut lumpur dan tanah liat ini tidak lebih dari 15%
beratnya

Gambar II.5 Pasir dari Pemecahan Batu


2. Pasir dari Pecahan Bata/Genting
Pecahan bata/ genting dari kualitas yang baik menjadikan agregatnya
memenuhi syarat untuk beton, akan tetapi jika untuk beton bertulang
sebaiknya kuat tekan batanya tidak kurang dari 30 Mpa. Bata harus bebas
dari mortar dan kapur. Beton dengan pecahan bata/ genting ini tidak baik
untuk beton kedap air. Ketahanan ausnya juga rendah sehingga tidak baik
untuk lapis perkerasan jalan raya.

11
Gambar II.6 Pasir dari Pemecah Bata/Genting
3. Pasir dari Terak Angin
Terak dingin adalah hasil sampingan dari pembakaran bijih besi pada tanur
tinggi, yang didinginkan pelan-pelan di udara terbuka. Pemilihan terak
dingin secara cermat dapat menghasilkan beton yang baik, dan mungkin
lebih baik dari beton yang menggunakan agregat alami biasa. Betonnya juga
lebih tahan bakar, tetapi akan menyebabkan bajanya cepat berkarat karena
kandungan belerang yang ada dalam teraknya.

Gambar II.7 Pasir dari Terak Angin


II.3.2 Agregat Kasar
Agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil – kerikil. Batu pecah
diperoleh dari pemecah batu, sedangkan kerikil merupakan disintegrasi dari batuan.
Perbedaan mendasar antara kerikil (koral) dengan batu pecah (split) adalah dengan
permukaan yang lebih kasar maka batu pecah lebih menjamin ikatan yang lebih
kokoh dengan semen.

12
Sama halnya dengan agregat halus, agregat kasar harus memenuhi beberapa
syarat, yaitu terdiri dari butir yang keras dan tidak berpori. Agregat jenis ini juga
tidak boleh banyak mengandung lumpur dan kekerasan juga merupakan salah satu
syaratnya. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya
untuk memperoleh rongga – rongga seminimum mungkin. Pemakaian ukuran
butiran ini juga tergantung dari dimensi penggunaan beton yang akan dibuat.
Untuk memisahkan agregat kasar dengan agregat halus dipakai saringan No.
4. Material yang tertahan pada saringan tersebut merupakan agregat kasar. Ini
dilakukan dengan menggunakan satu set saringan yang digerakkan oleh motor
(Sieve Shaker). Setelah perhitungan dilakukan maka dapat dibuat kurva distribusi
ukuran atau kurva gradasi agregat halus (pasir).
a. Sebagai bahan adukan beton, maka agregat kasar harus diperiksa secara
lapangan. Hal – hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di
lapangan adalah; Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak
berpori. Agregat kasar yang mengandung butir – butir pipih hanya dapat dipakai,
apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat
seluruhnya. Butir – butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh – pengaruh cuaca.
b. Agregat kasar tidak boleh me ngandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan
terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 1%, maka agregat
kasar harus dicuci.
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat – zat yang dapat merusak beton,
seperti zat – zat yang relatif alkali.
d. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada 1/5 jarak terkecil
antara bidang – bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau 3/4 dari jarak
bersih minimum batang-batang tulangan.
Jenis agregat kasar yang umum adalah:
1. Batu pecah alami, didapat dari cadas atau batu pecah alami yang digali. Batu ini
dapat berasal dari gunung berapi, jenis sedimen atau jenis metamorf. Meskipun
dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah kurang

13
memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibandingkan dengan jenis
agregat kasar lainnya.

Gambar II.8 Batu Pecah Alami


2. Kerikil alami, terjadi akibat proses alami, yaitu dari pengikisan tepi maupun
dasar sungai oleh air yang mengalir. Kerikil memberikan kekuatan yang lebih
rendah daripada batu pecah, tapi memberikan kemudahan pengerjaanyang lebih
tinggi.

Gambar II.9 Kerikil Alami


3. Agregat kasar buatan, terutama berupa "Slag" atau "Shale" yang biasa
digunakan untuk beton berbobot ringan. Biasanya merupakan hasil dari proses
lain sperti dari "blast-furnace" dan Iain – lain.

Gambar II.10 Agregat Kasar Buatan

14
4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat, sebagai pelindung dari
radiasi nuklir dimana beton, yang menggunakan agregat jenis ini dapat
melindungi dari sinar X, sinar gamma dan neutron. Agregat kasar yang
diklasifikasikan disini misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit.

Gambar II.11 Agregat Pelindung Nuklir


II.3.3 Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya
paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi
bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dapat dikerjakan dan
dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air dibutuhkan sekitar 30% berat semen
saja, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai sulit kurang
dari 35%. Kelebihan air ini yang dipakai sebagai pelumas. Tetapi perlu dicatat
bahwa tambahan air untuk pelumas ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan
beton menjadi rendah serta betonnya porous.
Selain itu kelebihan air akan bersama-sama dengan semen akan bergerak ke
permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang ("bleeding") yang kemudian
menjadi buih dan merupakan suatu lapisan tipis yang dikenal dengan "laitance"
(selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antara lapislapis beton dan
merupakan bidang sambung yang lemah.
Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum memenuhi syarat pula
untuk bahan campuran beton, tetapi tidak berarti air pencampuran beton harus
memenuhi standar persyaratan air minum. Secara umum, air yang dapat dipakai
untuk bahan campuran beton ialah air yang apabila dipakai akan menghasilkan
beton dengan kekuatan lebihdari 90%kekuatan beton yangmemakai air suling.

15
Kekuatan beton dan daya tahannya berkurang jika air yang digunakan
mengandung kotoran. Pengaruh pada beton antara lain pada lamanya waktu ikatan
awal adukan beton, serta kekuatan betonnya setelah mengeras. Adanya butiran
melayang atau lumpur dalam air diatas 2 gram perliter dapat mengurangi kekuatan
beton. Air yang berlumpur terlalu banyak dapat diendapkan dulu dalam kolam
pengendap sebelum dipakai .Dalam pemakaian air untuk beton, sebaiknya air
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
2. Tidak mengandung garam-garaman yang dapat merusak beton (asam, zat orgaik
lainnya) lebih dari 15 gram/liter
3. Tidak mengandung klorida (CI) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan,
tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang dapat merusak warna
permukaan hingga tidak sedap dipandang. Besi dan zat organis dalam air umumnya
sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika
perawatan cukup lama.

Gambar II.12 Air


II.3.4 Semen PCC
Semen PCC atau Portland Composite Cement atau Semen Portland
Composite, adalah semen Portland yang masuk kedalam kategori Belended Cement
atau semen campur. Semen campur ini dibuat atau didesign karena dibutuhkannya
sifat-sifat tertentu yang mana sifat tersebut tidak dimiliki oleh semen portland tipe

16
I. Untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada semen campur maka pada proses
pembuatannya ditambahkan bahan aditif seperti Pozzolan, Fly ash, silica fume dll.

Gambar II.13 Semen PCC


Menurut SNI 15 7064.2004 maka definisi Semen Portland Composite
Semen Portland Composite, Adalah bahan pengikat hidrolisis hasil penggilingan
bersama-sama terak semen portland dan gyps dengan satu atau lebih bahan
anorganik atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk
bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain :
1. Terak Tanur Tinggi (Blast Furnace Slag),
2. Pozzolan,
3. Senyawa silicat,
4. Batu kapur dengan kadar total bahan anorganik 6% – 35 % dari massa semen
portland komposite.
Karakteristik Portland Composite Cement (PCC).
1. Lebih mudah dikerjakan,
2. Kedap air,
3. Tahan sulfat, dan
4. Tidak mudah retak.
5. Material ini terdiri dari beberapa unsur diantaranya terak, gypsum, dan bahan
anoraganik.
Adapun faktor – faktor yang berpengaruh dalam pengikatan semen adalah:
1. Kehalusan semen, semakin halus butiran akan semakin cepat waktu pengikatan.

17
2. Jumlah air, pengikatan semen akan makin cepat bila jumlah air berkurang.
3. Temperatur, waktu pengikatan akan semakin cepat jika temperatur makin tinggi.
4. Penambahan zat kimia

II.4 Bahan – Bahan Campuran Lain Beton


II.4.1 Definisi Bahan Tambah
Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan,
yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan, dengan
tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. (Spesifikasi Bahan Tambahan
untuk Beton, SK SNI S-18-1990-03).
Berdasarkan ACI (American Concrete Institute), bahan tambah adalah
material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau
mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung.
Penambahan bahan tambah dalam sebuah campuran beton atau mortar tidak
mengubah komposisi yang besar dari bahan lainnya, karena penggunaan bahan
tambah ini cenderung merupakan pengganti atau susbtitusi dari dalam campuran
beton itu sendiri. Karena tujuannya memperbaiki atau mengubah sifat dan
karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka
kecenderungan perubahan komposisi dalam berat-volume tidak terasa secara
langsung dibandingkan dengan komposisi awal beton tanpa bahan tambah.
Penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus
memperhatikan standar yang berlaku seperti SNI (Standar Nasional Indonesia),
ASTM (American Society for Testing and Materials) atau ACI (American Concrete
Institute) dan yang paling utama memperhatikan petunjuk dalam manual produk
dagang.
Admixture digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik beton.
Tujuan penggunaan admixture pada beton segar adalah :
1. Memperbaiki workability beton
2. Mengatur factor air semen pada beton segar.
3. Mengurangi penggunaan semen
4. Mencegah terjadinya segregasi dan bleeding

18
5. Mengatur waktu pengikatan aduk beton
6. Meningkatkan kekuatan beton keras.
7. Meningkatkan sifat kedap air pada beton keras.
8. Meningkatkan sifat tahan lama pada beton keras termasuk tahan terhadap zat-
zat kimia, tahan terhadap gesekan, dll.
Admixture atau bahan tambah untuk beton digunakan dengan tujuan untuk
memperbaiki atau menambah sifat beton tersebut menjadi lebih baik. Jadi sifatnya
hanya sebagai bahan penolong saja. Jadi admixture sendiri bukan zat yang dapat
membuat beton yang buruk menjadi baik. Ada beberapa pertimbangan di dalam
pemakaian admixture pada beton, yaitu
1. Jangan menggunakan admixture bila tidak tahu tujuannya.
2. Admixture tidak akan membuat beton buruk menjadi beton baik
3. Suatu admixture dapat merubah lebih dari satu sifat adukan beton
4. Pengawasan terhadap bahan ini sangat penting, termasuk pengawasan atas
pengaruhnya pada beton.
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan
bahan tambah yang bersifat mineral (additive).
II.4.2 Jenis – Jenis Bahan Tambah
Secara umum ada dua jenis bahan tambah yaitu bahan tambah yang berupa
mineral (additive) dan bahan tambah kimiawi (chemical admixture). Bahan tambah
admixture ditambahkan pada saat pengadukan atau pada saat pengecoran.
Sedangkan bahan tambah additive ditambahkan pada saat pengadukan. Bahan
tambah admixture biasanya dimaksudkan untuk mengubah perilaku beton pada saat
pelaksanaan atau untuk meningkatkan kinerja beton pada saat pelaksanaan. Untuk
bahan tambah additive lebih banyak bersifat penyemenan sehingga digunakan
dengan tujuan perbaikan kinerja kekuatannya.

19
1. Bahan Tambah Kimiawi ( Chemical Admixture)
Menurut ASTM C.494, admixture dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu :
a. Tipe A : Water Reducing Admixture (WRA)

Gambar II.14 Water Reducing Admixture (WRA)


Bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi penggunaan air pengaduk
untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Dengan
menggunakan jenis bahan tambah ini akan dapat dicapai tiga hal, yaitu :
1) Hanya menambah / meningkatkan workability. Dengan menambahkan
WRA ke dalam beton maka dengan fas (kadar air dan semen) yang sama
akan didapatkan beton dengan nilai slump yang lebih tinggi. Dengan
slump yang lebih tinggi, maka beton segar akan lebih mudah dituang,
diaduk dan dipadatkan. Karena jumlah semen dan air tidak dikurangi
dan workability meningkat maka akan diperoleh kekuatan tekan beton
keras yang lebih besar dibandingkan beton tanpa WRA.
2) Menambah kekuatan tekan beton. Dengan mengurangi/memperkecil fas
(jumlah air dikurangi, jumlah semen tetap) dan menambahkan WRA
pada beton segar akan diperoleh beton dengan kekuatan yang lebih
tinggi. Dari beberapa hasil penelitian ternyata dengan fas yang lebih
rendah tetapi workability tinggi maka kuat tekan beton meningkat.
3) Mengurangi biaya (ekonomis). Dengan menambahkan WRA dan
mengurangi jumlah semen serta air, maka akan diperoleh beton yang
memiliki workability sama dengan beton tanpa WRA dan kekuatan
tekannya juga sama dengan beton tanpa WRA. Dengan demikian beton

20
lebih ekonomis karena dengan kekuatan yang sama dibutuhkan jumlah
semen yang lebih sedikit.
b. Tipe B Retarding Admixture

Gambar II.15 Retarding Admixture


Bahan tambah yang berfungsi untuk memperlambat proses waktu
pengikatan beton. Biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas,
memperpanjang waktu untuk pemadatan, pengangkutan dan pengecoran.
c. Tipe C : Accelerating Admixtures

Gambar II.16 Accelerating Admixtures


Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses pengikatan
dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk
memperpendek waktu pengikatan semen sehingga mempecepat pencapaian
kekuatan beton. Yang termasuk jenis accelerator adalah : kalsium klorida,
bromide, karbonat dan silikat. Pda daerah-daerah yang menyebabkan korosi
tinggi tidak dianjurkan menggunakan accelerator jenis kalsium klorida.

21
Dosis maksimum yang dapat ditambahkan pada beton adalah sebesar 2 %
dari berat semen.
d. Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture

Gambar II.17 Water Reducing and Retarding Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah
air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan
dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses pengikatan
awal dan pengerasan beton. Dengan menambahkan bahan ini ke dalam
beton, maka jumlah semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air
yang dikurangi. Bahan ini berbentuk cair sehingga dalam perencanaan
jumlah air pengaduk beton, maka berat admixture ini harus ditambahkan
sebagai berat air total pada beton.
e. Tipe E : Water Reducing and Accelerating Admixture

Gambar II.18 Water Reducing and Accelerating Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah
air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan

22
dengan konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal
dan pengerasan beton. Beton yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini
akan dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air
yang rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini
diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu
pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi).
f. Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture

Gambar II.19 Water Reducing, High Range Admixture


Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 12 % atau lebih. Dengan menmbahkan bahan ini ke dalam beton,
diinginkan untuk mengurangi jumlah air pengaduk dalam jumlah yang
cukup tinggi sehingga diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi
dengan jumlah air sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan (workability
beton) juga lebih tinggi. Bahan tambah jenis ini berupa superplasticizer.
Yang termasuk jenis superplasticizer adalah : kondensi sulfonat melamine
formaldehyde dengan kandungan klorida sebesar 0,005 %, sulfonat
nafthalin formaldehyde, modifikasi lignosulphonat tanpa kandungan
klorida. Jenis bahan ini dapat mengurangi jumlah air pada campuran beton
dan meningkatkan slump beton sampai 208 mm. Dosis yang dianjurkan
adalah 1 % - 2 % dari berat semen.

23
g. Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding Admixtures

Gambar II.20 Water Reducing, High Range Retarding Admixtures


Jenis bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur
yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan
pengerasan beton. Bahan ini merupakan gabungan superplasticizer dengan
memperlambat waktu ikat beton. Digunakan apabila pekerjaan sempit
karena keterbatasan sumberdaya dan ruang kerja.
2. Bahan Tambahan Mineral (Mineral Admixture)
Jenis bahan tambah mineral (additive) yang ditambahkan pada beton
dimaksudkan untukmeningkatkan kinerja kuat tekan beton dan lebih bersifat
penyemenan. Beton yangkekuarangan butiran halus dalam agregat menjadi
tidak kohesif dan mudah bleeding.Untuk mengatasi kondisi ini biasanya
ditambahkan bahan tambah additive yang berbentuk butiran padat yang halus.
Penambahan additive biasanya dilakukan pada beton kurus, dimana betonnya
kekurangan agregat halus dan beton dengan kadar semen yang biasatetapi perlu
dipompa pada jarak yang jauh. Yang termasuk jenis additive adalah pozzollan,
fly ash, slag dan silica fume.
a. Pozzolan

Gambar II.21 Pozzolan

24
Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika
alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen
akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka
senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida pada
suhu normal akan membentuk senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium
hidrat yang bersifat hidraulis dan mempunyai angka kelarutan yang cukup
rendah.
Standar Mutu Pozzolan Menurut ASTM C 618-86 mutu pozzolan dibedakan
menjadi tiga kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan
sifat fisiknya. Pozzolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga
kelas pozzolan yang disebutkan diatas adalah :
1) Kelas N : Pozzolan alam atau hasil pembakaran, pozzolan alam yang
dapat digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomic, opaline
cherts dan shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana biasa
diproses melalui pembakaran maupun tidak. Selain itu ada juga berbagai
material hasil pembakaran yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.
2) Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO diatas 10% yang dihasilkan
dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara.
3) Kelas F : Fly ash yang mengandung CaO kurang dari 10% yang
dihasilkan dari pembakaran antrhacite atau bitumen batu bara.
Jenis – jenis pozzolan Menurut proses pembentukannya (asalnya)
didalam ASTM C 593 – 82, bahan pozzolan dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu :
1. Pozzolan Alam Pozzolan alam adalah bahan alam yang merupakan
sedimentasi dari abu atau lava gunung berapi yang mengandung silika
aktif, yang bila dicampur dengan kapur padam akan mengadakan proses
sedimentasi.
2. Pozzolan Buatan Pozzolan buatan sebenarnya banyak macamnya, baik
merupakan sisa pembakaran dari tungku, maupun hasil pemanfaatan
limbah yang diolah menjadi abu yang mengandung silika reaktif dengan

25
melalui proses pembakaran, seperti abu terbang (fly ash), abu sekam
(rice husk ash), silika fume dan lain – lain.
b. Abu Terbang Batu Bara (Fly Ash)

Gambar II.22 Abu Terbang Batu Bara (Fly Ash )


Menurut ASTM C.168, abu terbang didefinisikan sebagai butiran
halus hasil residu pembakaran batu bara atau bubuk batu bara. Abu terbang
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu abu terbang yang normal yang
dihasilkan dari pembakaran batu bara antrasit atau batu bara bitomius dan
abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batu bara kelas lignite atau
subbitemeus. Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime)
lebih dari 10% beratnya.
c. Slag

Gambar II.23 10 Slag


Slag merupakan hasil residu pembakaran tanur tinggi. Definisi slag
Menurut ASTM C.989 “standard specification for ground granulated Blast
Furnance slag for use in concrete and mortar” adalah produk non metal
yang merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran yang
kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkannya ke dalam

26
air. Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton adalah sebagai
berikut : (Levis, 1982)
- Mempertinggi kekuatan beton, karena kecenderungan lambatnya
kenaikan kuat tekan
- Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan
d. Silika Fume

Gambar II.24 Silika Fume


Menurut ASTM C.1240-95 “specification for silica Fume for Use in
Hydraulic Cement concrete and Mortar” , silica fume adalah material
pozzolan yang halus, dimana komposisi silica lebih banyak yang dihasilkan
dari tanur tinggi atau sisa produksi silicon atau alloy besi silicon (dikenal
dengan gabungan antara microsilika dengan silica fume). Penggunaan silica
fume dalam campuran beton dimaksudkan untuk menghasilkan, beton
dengan kekuatan tekan yang tinggi. Penggunaan silica fume berkisar 0-30%,
untuk memperbaiki karateristik kekuatan dan keawetan beton dengan factor
air semen sebesar 0.34 dan 0.28 dengan atau tanpa superplastisizer dan nilai
slump 50 mm.

II.5 Kelebihan dan Kekurangan Beton


II.5.1 Kelebihan Beton
Berikut adalah beberapa kelebihan beton :
1. Kekuatannya tinggi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan struktur
2. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan dasar lokal

27
3. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya
perawatan murah
4. Mudah dibentuk menggunakan bekisting sesuai dengan kebutuhan
struktur bangunan
5. Mempunyai kuat tekan yang tinggi
6. Tahan pengkaratan dan pembusukan terhadap lingkungan sekitar
7. Umurnya tahan lama
II.5.2 Kekurangan Beton
Berikut adalah beberapa kekurangan beton :
1. Daya kuat tariknya rendah sehingga mudah retak
2. Pelaksanaan pekerjaannya membutuhkan ketelitian yang tinggi
3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah
4. Beton keras mengembang dan menyusut jika terjadi perubahan suhu
5. Sulit untuk kedap air
6. Daya pantul suara yang besar
7. Memiliki beban yang berat

II.6 Kinerja Beton


Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan
struktur. Selain karena kemudahan dalam mendapatkan bahan penyususn dasarnya,
hal itu juga disebabkan oleh penggunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat
mengurangi masalah kurangnya penyediaan lapangan kerja. Selain dua kinerja
utama yang telah disebutkan di atas, yaitu kekuatan tekan yang tinggi dan
kemudahan pengerjaannya, kelangsungan proses pengadaan beton pada proses
produksinya juga menjadi salah satu
Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi
kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kategori
bangunan yang dibuat. ASTM membagi bangunan menjadi tiga kategori, yaitu:
rumah tinggal,perumahan, dan struktur yang menggunakan beton mutu tinggi.
Menurut SNI T-15-1990-03 beton yang digunakan pada rumah tinggal atau untuk
pengunaan beton dengan kekuatan tekan tidak melebihi 10 Mpa boleh

28
menggunakan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan slump untuk
mengukur kemudahan pengerjaannya tidak lebih dari 100 mm. Pengerjaan beton
dengan kekuatan tekan hingga 20 Mpa boleh menggunakan penakaran volume,
tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan lebih dari 20 Mpa harus menggunakan
campuran berat. Tiga kinerja yang dibutuhkan dalam pembuatan beton adalah :
1. Memenuhi kriteria konstruksi yaitu dapat dengan mudah dikerjakan dan
dibentuk serta mempunyai nilai ekonomis
2. Kekuatan tekan
3. Durabilitas atau keawetan
Kinerja yang dihasilkan pada proses pengadaan beton haruslah seragam.
Secara praktis, penilaian mengenai pengunaan bahan untuk menghasilkan kinerja
tertentu akan bergantung pada tujuan beton tersebut dibuat. Penggunaan semen
untuk rumah tinggal akan lebih banyak jika dibandingkan untuk penggunaan
perumahan komersil atau beton mutu tinggi. Jadi, komposisi bahan penyusun juga
harus dilihat berdasarkan tujuan pembuatan beton tersebut.

29
BAB III
PENENTUAN PARAMETER BAHAN
ADUKAN UNTUK CAMPURAN

III.1 Menentukan Kadar Organik Agregat Halus


1. Tujuan
Untuk menentukan kadar lumpur yang berkembang di dalam
agregat halus dan apakah layak atau tidaknya untuk dipakai dalam adukan
berdasarkan kadar organik dalam pasir.
2. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Gelas ukur
b. Organic plate
c. Pasir kering secukupnya
d. NaOH 3%
3. Teori
Bahan – bahan organik terjadi hasil proses pembusukan daun –
daunan, humus asam untuk menyamak dan lain – lain. Jika agregat
campuran beton mengandung bahan – bahan organik akan mengakibatkan
proses hidrasi terganggu, sehingga dapat mengurangi kekuatan beton.
Oleh karena itu, agregat halus (pasir) harus diperiksa kandungan
organiknya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kandungan organik
dalam pasir untuk keperluan produksi beton. Kandungan organik yang
didapat tidak boleh melebihi dari warna standar (organic plate) nomor 3.
Natrium Hidroksida atau yang dikenal juga sebagai soda kaustik
atau alkali adalah merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia
NaOH. Berbentuk padatan putih, dan merupakan logam dasar yang sangat
kuat dan bersifat korosif. Natrium Hidroksida tersedia dalam pelet, serpih,
butiran, dan larutan dengan konsentrasi yang berbeda. Natrium hidroksida
diproduksi industri sebagai larutan 50% volume dengan menggunakan

30
variasi dari proses chloralkali elektrolit. padapembuatan NaOH juga
dihasilkan gas klorin. Natrium hidroksida padat diperoleh dari larutan ini
dengan penguapan air.
Berikut merupakan berbagai metode pembuatan natrium
hidroksida adalah sebagai berikut
a. Proses Kellner Castner
b. Diafragma Sel Nelson
c. Proses Loewig
d. Proses Oksidasi Cairan Putih
e. Metode Carmichael
f. Proses Lesueur
4. Langkah Pelaksanaan
1) Isi pasir ke dalam gelas ukur 40 mL
2) Campurkan NaOH 3% sehingga volume gelas ukur menjadi 80 mL
3) Kocok gelas ukur sehingga pasir dan NaOH tercampur rata
4) Diamkan selama ±24 jam
5) Setelah ±24 jam, bandingkan warna cairan dengan organic plate
5. Hasil Percobaan

Gambar III.1 Hasil Percobaan Kadar Organik


6. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan kadar
organik agregat halus terletak pada organic plate nomor 2.

31
III.2 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus
1. Tujuan
Untuk memeriksa kadar lumpur di dalam agregat halus
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Gelas ukur
b. Pasir secukupnya
c. Air secukupnya
3. Pelaksanaan
1) Isi pasir ke dalam gelas ukur sehingga isinya mencapai ±1/3 dari gelas
ukur tersebut
2) Masukkan air ke dalam gelas ukur tersebut sampai batas yang telah
ditentukan
3) Setelah itu, gelas ukur dikocok sehingga pasir dan air tercampur rata
4) Diamkan selama ±24 jam
5) Setelah ± 24 jam, baca tinggi pasir dan tinggi lumpur yang telah
terpisah satu dengan lainnya
4. Hasil Percobaan

Gambar III.2 Hasil Percobaan Kadar Lumpur


5. Perhitungan
Tinggi Pasir (𝑇1 ) = 35 mL
Tinggi Lumpur (𝑇2 ) = 0,4 mL
𝑇2
Kadar lumpur yang dikandungnya = × 100%
𝑇1 +𝑇2

32
0,4
= × 100%
35+0,4
= 1,129943503% ≈ 1,13%
6. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan pemeriksaan kadar lumpur pada agregat
halus yang dilakukan, didapatkan persentase kadar lumpur agregat halus
yakni sebesar 1,13%. Kadar lumpur agregat halus < 5%, artinya dapat
digunakan sebagai bahan pembuat beton.

III.3 Kadar Air Agregat Halus dan Agregat Kasar


1. Tujuan
Untuk menentukan persentase air yang dikandung agregat
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Pan / wadah
b. Timbangan digital
c. Oven
d. Agregat halus (pasir) di lapangan ±2000 gram
e. Agregat kasar (batu) di lapangan ±2500 gram
3. Teori
Kandungan / kadar air agregat adalah banyaknya air yang terdapat
dalam agregat tersebut baik pasir maupun batu dalam satuan berat
dibandingkan dengan berat keseluruhan dari agregat. Dengan demikian,
kandungan air campuran beton dapat disesuaikan agar faktor air semen
yang diambil konstan.
4. Pelaksanaan
1) Timbang berat pan
2) Masukkan benda uji ke dalam pan / wadah dan timbang beratnya
3) Hitung berat benda uji
4) Keringkan benda uji dalam oven dengan suhu (110℃ ± 5℃) sampai
berat tetap selama ±24 jam

33
5) Timbang berat pan dan benda uji
6) Hitung berat benda uji kering oven
5. Hasil Percobaan
a. Agregat Halus

Gambar III.3 Gambar III.4


Berat Wadah + Berat Benda Uji Berat Wadah + Benda Uji Kering
b. Agregat Kasar

Gambar III.5 Gambar III.6


Berat Wadah + Berat Benda Uji Berat Wadah + Benda Uji Kering
6. Perhitungan
PEMERIKSAAN KADAR AIR AGREGAT KASAR
A. Berat wadah = 237,0 gram
B. Berat wadah dan benda uji = 2237 gram
C. Berat benda uji (B – A) = 2000 gram
D. Berat wadah dan benda uji kering = 2193 gram
E. Berat benda uji kering (D – A) = 1956 gram
(𝐶−𝐸)
F. Kadar air = × 100%
𝐶

34
(2000−1956)
= × 100%
2000
= 2,2%

PEMERIKSAAN KADAR AIR AGREGAT KASAR


A. Berat wadah = 261,2 gram
B. Berat wadah dan benda uji = 2761,2 gram
C. Berat benda uji (B – A) = 2500 gram
D. Berat wadah dan benda uji kering = 2691,3 gram
E. Berat benda uji kering (D – A) = 2430,1 gram
(𝐶−𝐸)
F. Kadar air = × 100%
𝐶
(2500−2430,1)
= × 100%
2500
= 2,796%
7. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan
persentase air yang dikandung pada agregat halus sebesar 2,2% dan pada
agregat kasar sebesar 2.796%.

III.4 Analisa Gradasi Agregat Halus dan Agregat Kasar


1. Tujuan
Untuk menentukan keberagaman variasi (gradasi) agregat halus
dan agregat kasar dengan menggunakan hasil analisa saringan.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Timbangan digital
b. Saringan / ayakan
c. Shieve shaker (mesin pengguncang)
d. Kuas / sikat
e. Agregat halus (pasir) di lapangan ±2000 gram
f. Agregat kasar (batu) di lapangan ±2500 gram

35
3. Teori
Penguraian susunan butiran agregat (gradasi) bertujuan untuk
menilai agregat halus atau kasar cocok digunakan pada produksi beton.
Susunan butiran diperoleh dari hasil penyaringan benda uji dengan
menggunakan beberapa fraksi saringan. Pada pelaksanaannya, perlu
ditentukan batas maksimum / minimum butiran sehubungan pengaruh
terhadap apa sifat pekerjaan, penyusutan, kepadatan, kekuatan, dan juga
faktor ekonomi dari beton. Nilai modulus kehalusan dari bahan agregat
tertentu tergantung dari :
a. Komposisi butirannya
b. Susunan saringan yang dibutuhkan
c. Banyaknya saringan
d. Besarnya masing – masing lubang saringan
4. Langkah Pelaksanaan
1) Bersihkan saringan dari kotoran – kotoran yang menempel dengan
kuas dan sikat halus
2) Timbang masing – masing berat saringan
3) Susun ayakan dari ukuran yang paling besar hingga ukuran yang
paling kecil
4) Masukkan agregat (benda uji) ke dalam saringan yang telah disusun
5) Lakukan pengayakan dengan alat shieve shaker selama ±15 menit
6) Timbang kembali berat agregat yang tertahan di masing – masing
saringan
7) Hitung persentase berat benda uji yang tertahan di atas masing –
masing saringan

36
5. Hasil Percobaan
Tabel III.1 Analisa Gradasi Agregat Halus
Berat Berat Tertahan Komulatif (%)
Berat
No Wadah +
Wadah (gram) (%) Tertahan Lolos
Benda Uji
9,500 507,2 507,2 0 0% 0% 100%
4,800 509,3 509,3 0 0% 0% 100%
2,380 505,4 513,1 7,7 0,385% 0,385% 99,615%
1,180 452,8 565,1 112,3 5,616% 6,001% 93,999%
0,590 417,5 901,1 483,6 24,186% 30,187% 69,813%
0,297 389,5 1738,2 1348,7 67,452% 97,639% 2,361%
0,149 373,5 374,5 1 0,05% 97,689% 2,311%
Pan 348,5 394,9 46,2 2,311% 100% 0%
Jumlah 1999,5 100% 231,901%
Fine Modulus 2,319

Σ𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑇𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 231,901%
Fine Modulus = = = 2,319
100% 100%

Grafik III.1 Analisa Gradasi Agregat Halus


Grafik Analisa Gradasi Agregat Halus
100
90
Persentase butir lolos (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
PAN 0.149 0.297 0.59 1.18 2.38 4.8 9.5
batas atas 0 10 30 59 90 100 100 100
butir lolos 0 2.311 2.361 69.813 93.999 99.615 100 100
batas bawah 0 0 8 35 55 75 90 100

37
Tabel III.2 Analisa Gradasi Agregat Kasar
Berat Tertahan Komulatif (%)
No
(gram) (%) Tertahan Lolos
38 0 0% 0% 100%
19 182 7,281% 7,281% 100%
9,6 1882 75,289% 82,570% 92,719%
4,8 364 14,562% 97,132% 17,430%
2,4 34,6 1,384% 98,516% 2,868%
1,2 37,1 1,484% 100% 0%
0,6 0 0% 100% 0%
0,3 0 0% 100% 0%
0,15 0 0% 100% 0%
SISA 0 0% - -
Jumlah 2499,7 100% 685.498%
Fine Modulus 6,855

Σ𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑇𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 685,498%
Fine Modulus = = = 6,855
100% 100%

Grafik III.2 Analisa Gradasi Agregat Kasar Ukuran 10 mm


Grafik Analisa Gradasi Agregat Kasar
100
90
Persentase butir lolos (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
PAN 4.8 9.5 19.1 37.5
batas atas 0 10 85 100 100
butir lolos 0 2.868 17.43 92.719 100
batas bawah 0 0 50 100 100

38
Grafik III.3 Analisa Gradasi Agregat Kasar Ukuran 20 mm

Grafik Analisa Gradasi Agregat Kasar


100
Persentase butir lolos (%)90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
PAN 4.8 9.5 19.1 37.5
batas atas 0 10 60 100 100
butir lolos 0 2.868 17.43 92.719 100
batas bawah 0 0 30 95 100

Grafik III.4 Analisa Gradasi Agregat Kasar Ukuran 40 mm

Grafik Analisa Gradasi Agregat Kasar


100
90
Persentase butir lolos (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
PAN 4.8 9.5 19.1 37.5
batas atas 0 5 40 70 100
butir lolos 0 2.868 17.43 92.719 100
batas bawah 0 0 10 35 95

39
6. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan fine
modulus atau modulus kehalusan gradasi agregat halus sebesar 2,319%
dan pada analisa agregat kasar digunakan analisa gradasi agregat kasar
dengan ukuran maksimum agregat 20 mm dan didapatkan modulus
kehalusannya sebesar 6,855%.

III.5 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


1. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis dan persentase beserta air yang dapat
diserap agregat halus, dihitung terhadap berat kering.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Pan / wadah
b. Timbangan digital
c. Oven
d. Pignometer
e. Kerucut terpancung dan batang penumbuk yang berfungsi untuk
menentukan benda uji dalam keadaan SSD
f. Benda uji dalam hal ini pasir yang terlebih dahulu dibuat dalam
keadaan jenuh kering permukaan (SSD) sebanyak 500 gram
3. Teori
Berat jenis agregat merupakan perbandingan berat sejumlah
volume agregat tanpa mengandung rongga udara terhadap berat air pada
volume yang sama. Jenis agregat dibedakan dalam dua keadaan, yaitu
keadaan jenuh permukaan (saturated surface dry) dan kering absolut atau
kering oven (oven dry). Pada pemeriksaan berat jenis ini juga akan didapat
nilai absorbsi (penyerapan) adalah persentase perbandingan antara berat
air yang terserap agregat pada kondisi jenuh permukaan dengan berat
agregat dalam keadaan kering oven.

40
4. Pelaksanaan
Cara menentukan SSD agregat halus :
1) Masukkan benda uji pasir dalam kerucut terpancung dalam 3 lapisan
yang masing – masing lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali
2) Kemudian cetakan kerucut terpancung diangkat perlahan – lahan. Hal
– hal yang perlu diperhatikan antara lain :
 Sebelum diangkat, cetakan kerucut terpancung harus dibersihkan
dari butiran agregat yang berada di bagian luar cetakan
 Pengangkatan cetakan harus benar – benar vertikal
 Setelah kerucut terpancung diangkat, bentuk agregat hasil
pencetakan diperiksa
 Bentuk agregat umumnya ada tiga, yang masing – masing
menyatakan keadaan air dari agregat tersebut, yaitu :
- Kering
- SSD
- Basah
Catatan :
 Jika keadaan kering, maka agregat kekurangan air dan perlu
ditambah air
 Jika keadaan basah, maka agregat kelebihan air dan perlu
dikeringkan

Menentukan Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus :


1) Agregat ditimbang dalam keadaan SSD tersebut seberat 500 gram dan
dimasukkan ke dalam pignometer
2) Air bersih dimasukkan sehingga mencapai 90% dari isi pignometer,
setelah itu diputar dan diguncang sampai tidak terlihat gelembung
udara di dalamnya
3) Tambahkan air sampai mencapai tanda batas, pignometer direndam
dalam bak perendam selama ±24 jam
4) Timbang pignometer berisi air dan benda uji

41
5) Timbang berat pan / wadah kosong
6) Keluarkan benda uji dari pignometer dan masukkan ke dalam pan /
wadah kosong yang telah ditimbang sebelumnya. Keringkan dalam
oven dengan suhu (110℃ ± 5℃) sampai berat tetap selama ±24 jam,
kemudian dinginkan dan timbang kembali untuk mendapatkan berat
keringnya
7) Isi kembali pignometer dengan air sampai tanda batas, lalu timbang
beratnya
5. Hasil Percobaan

Gambar III.7 Gambar III.8 Gambar III.9


Berat Piknometer + Berat Contoh Kondisi Berat Piknometer + Air
Air SSD + Contoh SSD
6. Perhitungan
PENENTUAN SPECIFIC GRAFITY AGREGAT HALUS
a. Berat piknometer = 181,8 gram
b. Berat contoh kondisi SSD = 500 gram
c. Berat piknometer + air + contoh SSD = 988 gram
d. Berat piknometer + air = 677,6 gram
e. Berat contoh kering = 498,1 gram
f. Berat wadah = 255,2 gram
g. Berat wadah + benda uji kering = 753,3 gram
 Berat Jenis Semu (Apparent Spesific Grafity)
𝑒 498,1
= = = 2,6537 ≈ 2,654
𝑒+𝑑−𝑐 187,7

42
 Berat Jenis Kondisi Kering (Bulk Spesific Grafity)
𝑒 498,1
= = = 2,6271 ≈ 2,627
𝑏+𝑑−𝑐 189,6
 Berat Jenis Kondisi SSD (Bulk Spesific Gravity)
𝑏 500
= = = 2,63713 ≈ 2,637
𝑏+𝑑−𝑐 189,6
 Persentase Absorbsi Air
(𝑏−𝑒) 1,9
= × 100% = × 100% = 0,38145% ≈ 0,381%
𝑒 498,1
7. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan berat
jenis semu pada agregat halus sebesar 2,654, berat jenis kondisi kering
sebesar 2,627, berat jenis kondisi SSD sebesar 2,637, serta persentase
absorbsi agregat halus sebesar 0,381%.

III.6 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar


1. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis dan persentase berat air yang dapat diserap
agregat kasar, dihitung terhadap agregat kering.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Pan / wadah
b. Timbangan digital
c. Oven
d. Keranjang besi dan penggantung
e. Perendam khusus
f. Lap / kain penyerap
g. Agregat kasar (batu) yang telah terlebih dahulu dibuat dalam keadaan
jenuh kering permukaan (SSD) sebanyak ±5000 gram

43
3. Teori
Pada prinsipnya dasar – dasar teori berat jenis dan penyerapan air
untuk agregat kasar dan agregat halus adalah sama termasuk pengertian
adsorbsi, hanya pengukuran dilaksanakan dalam dua metode jika agregat
halus (pasir) menggunakan metode Thawlors dengan cara kerucut
terpancung, maka berat jenis dan penyerapan agregat kasar dilakukan
dengan cara penimbangan diluar dan didalam air.
4. Langkah Pelaksanaan
1) Cuci benda uji untuk menghilangkan debu dan bahan – bahan lain
yang melekat pada permukaan agregat dengan cara merendam agregat
di dalam air selama ±24 jam
2) Keluarkan benda uji dari rendaman air, dilap dengan kain penyerap,
sampai selaput air pada permukaan agregat hilang. Agregat ini
dinyatakan dalam keadaan jenih kering permukaan atau SSD
3) Timbang berat keranjang
4) Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh air kering permukaan
atau SSD sebanyak ±5000 gram
5) Masukkan keranjang (kosong) ke dalam bak perendam dan timbang
kembali beserta keranjang dalam air sampai berat tetap
6) Keluarkan keranjang berisi benda uji dair bak perendam, diamkan
sebentar
7) Masukkan benda uji ke dalam oven ±24 jam dengan suhu (110℃ ±
5 ℃ ) agregat dan keranjang ditimbang untuk mendapatkan berat
keringnya

44
5. Hasil Percobaan

Gambar III.10 Gambar III.11


Berat Keranjang + Batu Kering Berat Contoh Kondisi SSD
6. Perhitungan
PENENTUAN SPECIFIC GRAFITY AGREGAT KASAR
a. Berat contoh SSD = 5000 gram
b. Berat contoh dalam air = 3120 gram
c. Berat contoh kering di udara = 4969,7 gram
d. Berat keranjang kering udara = 429,2 gram
e. Berat keranjang dalam air = 391 gram
f. Berat keranjang + batu dalam air = 3511 gram
g. Berat keranjang + batu kering = 5398,9 gram
 Berat Jenis Semu (Apparent Spesific Grafity)
𝑐 4969,7
= = = 2,68676 ≈ 2,687
𝑐−𝑏 1849,7
 Berat Jenis Kondisi Kering (Bulk Spesific Grafity)
𝑐 4969,7
= = = 2,643457 ≈ 2,643
𝑎−𝑏 1880
 Berat Jenis Kondisi SSD (Bulk Spesific Gravity)
𝑎 5000
= = = 2,65957 ≈ 2,66
𝑎−𝑏 1880
 Persentase Absorbsi Air
(𝑎−𝑐) 30,3
= × 100% = × 100% = 0,60969% ≈ 0,61%
𝑐 4969,7

45
7. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan berat
jenis semu pada agregat halus sebesar 2,687, berat jenis kondisi kering
sebesar 2,643, berat jenis kondisi SSD sebesar 2,66, serta persentase
absorbsi agregat halus sebesar 0,61%.

III.7 Menentukan Berat Volume Agregat Kasar dan Agregat Halus


1. Tujuan
Untuk mengetahui berat volume / berat isi dari agregat kasar dan agregat
halus.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Timbangan besar kapasitas 100 kg
b. Literan / wadah
c. Batang penumbuk / tongkat pemadat
d. Agregat halus (pasir) dan agregat kasar (batu) dalam kondisi kering
3. Teori
Berat volume agregat ditinjau dalam dua keadaan yaitu berat
volume gembur dan berat volume padat. Berat volume gembur merupakan
perbandingan berat agregat sebanyak isi literan dengan volume literan,
berat volume padat adalah berat agregat sebanyak isi literan dalam
keadaan padat dengan volume literan. Volume agregat padat merupakan
hasil pemadatan standar dalam keadaan kering tersebut.
4. Langkah Pelaksanaan
1) Timbang wadah dan literan
2) Agregat dimasukkan dalam wadah sampai penuh, kemudian diratakan.
Setelah itu beratnya ditimbang untuk mendapatkan berat dalam
keadaan gembur
3) Agregat dikeluarkan dari wadah
4) Wadah tadi diisi kembali dengan agregat sebanyak 3 lapisan, masing
– masing lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali
5) Agregat diratakan dan ditimbang beratnya dalam kondisi padat

46
5. Hasil Percobaan
a. Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus

Gambar III.12 Gambar III.13


Berat Agregat Halus (Gembur) Berat Agregat Halus (Padat)
b. Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar

Gambar III.14 Gambar III.15


Berat Agregat Kasar (Gembur) Berat Agregat Kasar (Padat)
6. Perhitungan
PEMERIKSAAN BERAT VOLUME AGREGAT HALUS
A. Volume mould = 10 Liter
B. Liter Berat mould = 4,65 kg
C. Berat pasir kondisi gembur = 16,45 kg

47
(𝐶 − 𝐵) (16,45 − 4,65)
D. Berat isi kondisi gembur = kg/Liter
10 10
= 1,18 kg/Liter
E. Berat pasir kondisi padar = 17,90 kg
(𝐸 − 𝐵) (17,90 − 4,65)
F. Berat isi kondisi padat = kg/Liter
10 10
= 1,325 kg/Liter
(𝐷 − 𝐹) (1,18 − 1,325)
G. Berat isi rata – rata = kg/Liter
2 2
= 1,2525 ≈ 1,253

PEMERIKSAAN BERAT VOLUME AGREGAT KASAR


A. Volume mould = 10 Liter
B. Liter Berat mould = 4,65 kg
C. Berat pasir kondisi gembur = 20,50 kg
(𝐶 − 𝐵) (20,50 − 4,65)
D. Berat isi kondisi gembur = kg/Liter
10 10
= 1,585 kg/Liter
E. Berat pasir kondisi padar = 21,30 kg
(𝐸 − 𝐵) (21,30 − 4,65)
F. Berat isi kondisi padat = kg/Liter
10 10
= 1.665 kg/Liter
(𝐷 − 𝐹) (1,585 − 1,665)
G. Berat isi rata – rata = kg/Liter
2 2
= 1,625
7. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapat berat isi
agregat halus kondsi gembur sebesar (1.18 kg/liter), berat isi agregat halus
kondisi padat sebesar (1.325 kg/liter), berat isi rata-rata agregat halus
sebesar (1,253 kg/liter). Dan sedangkan pada agregat kasar didapat berat
isi kondsi gembur sebesar (20,50 kg/liter), berat isi kondisi padat sebesar
(21,30 kg/liter), berat isi rata-rata sebesar (1,625 kg/liter).

48
III.8 Pengujian Keausan Agregat
A. Pengujian dengan Mesin Abrasi Los Angeles
1. Maksud dan Tujuan
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk menentukan
ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan
mesin abrasi Los Angeles. Pengujian ini adalah untuk mengetahui
angka keausan tersebut layak atau tidak untuk digunakan sebagai
campuran material beton.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Mesin Abrasi Los Angeles
Mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 117 mm (28’’) panjang 508 mm (20’’); silinder
bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar
pada poros mendatar; silinder berlubang untuk memasukkan
benda uji; penutup silinder terdapat bilah baja melintang penuh
setinggi 89 mm (3,5’’);
b. Saringan No. 12 (1.7 mm) dan saringan – saringan lainnya;
c. Timbangan dengan ketelitian 5 gram
d. Bola – bola baja dengan diameter rata – rata 4,68 mm (1,875’’)
dan berat masing – masing antara 400 sampai 440 gram
3. Langkah Pelaksanaan
Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan
dengan salah satu dari 7 (tujuh) cara berikut :
a. Cara A : Gradasi A, bahan lolos 37.5 mm sampai tertahan 9.5 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 500 putaran.
b. Cara B : Gradasi B, bahan lolos 19 mm sampai tertahan 9.5 mm.
jumlah bola 11 buah dengan 500 putaran.
c. Cara C : Gradasi C, bahan lolos 9.5 mm sampai tertahan 4.75 mm
(no 4). Jumlah bola 8 buah dengan 500 putaran.

49
d. Cara D : Gradasi D, bahan lolos 4.75 mm (no 4). Jumlah bola 8
buah dengan 500 putaran.
e. Cara E : Gradasi E, bahan lolos 50 mm sampai tertahan 25 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.
f. Cara F : Gradasi F, bahan lolos 50 mm sampai tertahan 25 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.
g. Cara G : Gradasi G, bahan lolos 37.5 mm sampai tertahan 19 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.
Bila tidak ditentkan cara yang harus dilakukan, maka pemilihan
gradasi disesuaikan dengan contoh material yang merupakan wakil
dari material yang akan digunakan :
a) Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin abrasi Los
Angeles.
b) Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai dengan 33 rpm. Jumlah
putaran gradasi A,B,C, dan D 500 putaran dan untuk ggradasi E,F,
dan G 1000 putaran.
c) Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin keudian
saring dengan saringan no. 12 (1.7 mm), butiran yang tertahan di
atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
suhu (110±5)˚C sampai berat tetap.
4. Hasil Percobaan

Gambar III.16 Gambar III.17


Berat Benda Uji Mesin Abrasi Los Angeles

50
Gambar III.18 Gambar III.19
Setelah Penggunaan Alat Proses Penyaringan
5. Perhitungan
(𝑎−𝑏)
Keausan = × 100%
𝑎
(5000−4079)
= × 100% = 18,42%
5000
6. Kesimpulan
Jadi, setelah melakukan pengujian keausan agregat dapat
disimpulkan bahwa agregat tersebut layak untuk digunakan sebagai
campuran material beton, dan didapat nilai keauasan sebesar 18,42%
(maksimum 40%).

51
BAB IV
PEMBUATAN RANCANGAN CAMPURAN BETON

IV.1 Pembuatan Rancangan Campuran Beton


1. Tujuan
Untuk mengetahui komposisi dan proporsi bahan bahan penyusun beton
sesuai analisa bahan yang telah dilakukan.
2. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Form pembuatan rancangan campuran beton
b. Kalkulator
c. Alat tulis
3. Data Hasil Perhitungan
Setelah dilakukan analisa bahan, berikutnya praktikan melakukan
perencanaan terhadap campuran dengan kualitas 𝑓𝑐 ′ =17,5 MPa. Adapun
hal-hal yang harus praktikan lakukan.

Tabel IV.1 Perhitungan Campuran Beton Normal dengan Metode SNI


7656 – 2012
No Data Nilai Satuan
1 Kuat tekan beton pada umur 28 hari 17.5 MPa
2 Semen yang digunakan PCC
3 Berat jenis semen 3.15 kg/m3
4 Berat kering oven agregat kasar 1625 kg/m3
5 Modulus kehalusan agregat halus 2.319
6 Modulus kehalusan agregat kasar 4.449
7 Berat jenis SSD agregat halus 2.637 kg/m3
8 Berat jenis SSD agregat kasar 2.660 kg/m3
9 Absorpsi agregat halus 0.381 %
10 Absorpsi agregat kasar 0.61 %

52
11 Kadar air agregat halus 2.2 %
12 Kadar air agregat kasar 2.769 %

No Tahapan Nilai Satuan


13 Slump diminta 75 – 100 mm
Agregat kasar yang digunakan
14 20 mm
dengan ukuran maksimum
15 Perkiraan kebutuhan air pencampuran 203 kg/m3
16 Rasio air-semen 0.664
17 Kadar semen 305.723 kg/m3
18 Volume agregat kasar kering oven 0.677
19 Jumlah agregat kasar 1100.662 kg/m3
20 Berat jenis beton basah 2350.833 kg/m3
21 Jumlah agregat halus 741.444 kg/m3

No Material Per m3 Satuan


22 Semen 305.723 kg/m3
23 Air 203 kg/m3
24 Agregat halus 741.444 kg/m3
25 Agregat kasar 1100.67 kg/m3
26 Jumlah 2350.829 kg/m3

Volume Material
27 Semen 0.0971 m3
28 Air 0.203 m3
29 Agregat kasar 0.414 m3
Agregat halus dengan kadar udara
30 0.0192 m3
sebesar
Jumlah volume padat bahan selain
31 0.733 m3
agregat halus

53
32 Volume agregat halus dibutuhkan 0.267 m3
Jadi berat agregat halus yang
33 703.975
dibutuhkan
34 Jumlah 703.975 kg/m3

Perhitungan berat campuran 1 m3 beton yang dihitung dengan 2 cara,


yaitu :
Berdasarkan
Berdasarkan
perkiraan volume
No Material perkiraan
absolut bahan –
masa beton, kg
bahan, kg
35 Semen 305.723 305.723
36 Air 203 203
37 Agregat Kasar 1100.67 1100.67
38 Agregat halus 741.44 703.975
39 Jumlah 2350.83 2313.36

Koreksi terhadap Kadar Air


40 Kadar air agregat kasar 2.769 %
41 Kadar air agregat halus 2.2 %
42 Agregat kasar (basah) 1131.441 kg/m3
43 Agregat halus (basah) 719.462 kg/m3
44 Absorpsi agregat kasar 0.61
45 Absorpsi agregat halus 0.381
Perkiraan kebutuhan air yang
46 166.128
ditambahkan

54
Perkiraan campuran beton menjadi :
No. Material Berat per m3 Satuan
47 Semen 305.723 kg/m3
48 Air 166.128 kg/m3
49 Agregat kasar 1131.441 kg/m3
50 Agregat halus 719.462 kg/m3
Jumlah 2322.758 kg/m3

51 Volume silinder 0.0053 m3


52 Jumlah sampel 15 Buah
53 Semen 24.305 29.166 Kg
54 Air 13.207 15.848 Kg
55 Agregat kasar 89.95 107.94 Kg
56 Agregat halus 57.197 68.636 Kg

*Tulisan biru untuk faktor keamanan (material ditambah 20%)

55
IV.2 Tabel
Tabel IV.2 Perkiraan kebutuhan air pencampur dan kadar udara
untuk berbagai slump dan ukuran nominal agregat
Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Slump 9.5 12.7 19 25 37.5 50 75 150
(mm) mm mm mm mm mm mm mm mm
Beton tanpa tambahan udara
25 – 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 – 100 228 216 205 193 181 169 145 124
150 – 175 243 228 216 202 190 179 160 –
> 175 – – – – – – – –
Banyaknya
udara dalam 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0.3 0.2
beton (%)
Beton dengan tambahan udara
25 – 50 181 175 168 160 150 142 122 107
75 – 100 202 193 184 175 165 157 133 119
150 – 175 216 205 197 184 174 166 154 –
> 175 – – – – – – – –
Jumlah kadar udara yang disarankan untuk tingkat pemaparan
sebagai berikut :
Ringan 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0
Sedang 6.0 5.5 5.0 4.5 4.5 4.0 3.5 3.0
Berat 7.5 7.0 6.0 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0

Diketahui :
Slump yang dipakai = 75 – 100 mm
Ukuran Agregat Maksimum = 20 mm
Kebutuhan Air Agregat ukuran 19 mm = 205 kg/m3
Kebutuhan Air Agregat ukuran 25 mm = 193 kg/m3

56
Ditanya :
Perkiraan Kebutuhan Air Pencampur untuk ukuran Agregat
maksimum 20 mm = (x)
Jawab :
20−19 25−20
=
𝑥−205 193−𝑥
1 5
=
𝑥−205 193−𝑥
193 – x = 5x – 1025
6x = 1218
x = 203 kg/m3

Tabel IV.3 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton
Rasio Air – Semen (Berat)
Kekuatan beton
Beton tanpa Beton dengan
umur 28 hari (MPa)
tambahan udara tambahan udara
40 0,42 –
35 0,47 0,39
30 0,54 0,45
25 0,61 0,52
20 0,69 0,60
15 0,79 0,70

Diketahui :
𝑓𝑐 ′ 𝑟 = 21,6 Mpa
Rasio Air Semen untuk kekuatan beton 20 MPa = 0,69
Rasio Air Semen untuk kekuatan beton 25 MPa = 0,61
Ditanya :
Rasio Air – Semen untuk kekuatan beton rencana 𝑓𝑐 ′ 𝑟 21,6 Mpa = (x)

57
Jawab :
21,6−20 25−21,6
=
𝑥−0,69 0,61−𝑥
0,976 – 1,6x = 3,4x – 2,346
5x = 3,322
x = 0,664

Tabel IV.4 Volume agregat kasar per satuan volume beton

Volume agregat kasar (kering oven) per


Ukuran Maksimum satuan volume beton untuk berbagai modulus
Agregat Kasar kehalusan dari agregat halus

2,4 2,6 2,8 3,0


9,5 0,5 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
19 0,66 0,64 0,62 0,6
25 0,71 0,69 0,67 0,65
37,5 0,75 0,73 0,71 0,69
50 0,78 0,76 0,74 0,72
75 0,82 0,8 0,78 0,76
150 0,87 0,85 0,83 0,81

Diketahui :
Ukuran Maximum Agregat Kasar = 20 mm
Volume Agregat Kasar untuk Modulus Kehalusan 2,4 dengan ukuran
maksimum agregat 19 mm = 0,66
Volume Agregat Kasar untuk Modulus Kehalusan 2,4 dengan ukuran
maksimum agregat 25 mm = 0,71
Ditanya :
Volume Agregat Kasar Kering Oven untuk Modulus Kehalusan 2,319
dengan ukuran maksimum agregat 20 mm = (z)

58
Jawab :
Ekstrapolasi untuk mendapatkan nilai x dan y untuk modulus
kehalusan 2,319
2,6−2,319 2,319−2,4
=
0,64−𝑥 𝑥−0,66
0,281 −0,081
=
0,64−𝑥 𝑥−0,66
0,281𝑥 − 0,18546 = −0,05184 + 0,081𝑥
x = 0,6681

2,6−2,319 2,319−2,4
=
0,69−𝑦 𝑦−0,71
0,281 −0,081
=
0,69−𝑦 𝑦−0,71
0,281𝑦 − 0,19951 = −0,5589 + 0,0814
y = 0,7181

Keterangan : Volume Agregat Kasar Kering Oven untuk Modulus Kehalusan 2,319
dengan ukuran maksimum agregat 19 mm = (x)
Volume Agregat Kasar Kering Oven untuk Modulus Kehalusan 2,319
dengan ukuran maksimum agregat 25 mm = (y)

Interpolasi hasil x dan y untuk mendapatkan nilai z


20−19 25−20
=
𝑧−0,6681 0,7181−𝑧
1 5
=
𝑧−0,6681 0,7181−𝑧
0,7181 − 𝑧 = 5𝑧 − 3,3405
z = 0,677

59
Tabel IV.5 Perkiraan awal berat beton segar
Perkiraan awal berat beton, 𝐤𝐠/𝐦𝟑
Ukuran Maksimum
Beton tanpa Beton dengan
Agregat Kasar (mm)
tambahan udara tambahan udara
9,5 2280 2200
12,5 2310 2230
19 2345 2275
25 2380 2290
37,5 2410 2350
50 2445 2345
75 2490 2405
150 2530 2435

Diketahui :
Ukuran Maksimum Agregat Kasar = 20 mm
Berat beton tanpa tambahan udara untuk ukuran maksimum agregat
19 mm = 2345 kg/m3
Berat beton tanpa tambahan udara untuk ukuran maksimum agregat
25 mm = 2380 kg/m3
Ditanya :
Berat Jenis Beton untuk Ukuran Agregat Kasar 20 mm = (x)
Jawab :
20−19 25−20
=
𝑥−2345 2380−𝑥
1 5
=
𝑥−2345 2380−𝑥
2380 − 𝑥 = 5𝑥 − 11725
x = 2350,833 kg/m3

60
IV.3 Analisis Perhitungan
(1) Kuat Tekan umur 28 hari
𝑓𝑐 ′ = 17,5 MPa (ditetapkan)
(2) Semen yang Digunakan = PCC (ditetapkan)
(3) Berat Jenis Semen = 3,15 kg/m3 (ditetapkan)
(4) Berat Volume Agregar Kasar = 1625 kg/m3
(Pada Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar)
(5) Modulus Kehalusan Agregat Halus = 2,319
(Pada Analisa Gradasi Agregat Halus)
(6) Modulus Kehalusan Agregat Kasar = 4,449
(Pada Analisa Gradasi Agregat Kasar)
(7) Berat Jenis SSD Agregat Halus = 2,637 kg/m3
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Halus)
(8) Berat Jenis SSD Agregat Kasar = 2,660 kg/m3
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Kasar)
(9) Absorpsi Agregat Halus = 0,381 %
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Halus)
(10) Absorpsi Agregat Kasar = 0,61%
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Kasar)
(11) Kadar Air Agregat Halus = 2,2%
(Pada pemeriksaan Kadar Air Agregar Halus)
(12) Kadar Air Agregat Kasar = 2,769 %
(Pada pemeriksaan Kadar Air Agregar Kasar)\
(13) Slump yang Diminta = 75 – 100 mm (ditetapkan)
(14) Ukuran Maximum Agregat Kasar = 20 mm (ditetapkan)
(15) Perkiraan Kebutuhan Air Pencampur = 203 kg/m3
(Interpolasi Tabel IV.2)
(16) Rasio Air – Semen = 0,664
(Interpolasi Tabel IV.3)

61
(17) Kadar Semen
= (15) : (16)
= 203 : 0,644
= 305,723 kg/m3
(18) Volume Agregat Kasar Kering Oven = 0,677
(Ekstrapolasi dan Interpolasi Tabel IV.4)
(19) Jumlah Agregat Kasar
= (18) × (4)
= 0,676 × 1625
= 1098,5 kg/m3
(20) Berat Jenis Beton Basah = 2350,833 kg/m3
(Interpolasi Tabel IV.5)
(21) Jumlah Agregat Halus
= (20) – (19) – (17) – (15)
= 2350,833 – 1098,5 – 305,723 – 203
= 743,61 kg/m3
(22) Semen
= (17)
= 305,723 kg/m3
(23) Air
= (15)
= 203 kg/m3
(24) Agregat Halus
= (21)
= 741,444 kg/m3
(25) Agregat Kasar
= (19)
= 1100,67 kg/m3

62
(26) Jumlah Material Keseluruhan
= (22) + (23) + (24) + (25)
= 305,723 + 203 + 741,444 + 1100,67
= 2350,837 kg/m3
(27) Volume Material Semen
(22)
= × 1000
(3)
305,723
= × 1000
3,15
= 0,0971 m3
(28) Volume Material Air
(23)
=
1000
203
=
1000
= 0,203 m3
(29) Volume Material Agregat Kasar Volume Material Agregat Halus
(25)
= × 1000
(8)
1100,67
= × 1000
2,66
= 0,414 m3
(30) Volume Material Agregat Halus dengan Kadar Udara 1,92 %
= (1,92 / 100)
= 0,0192 m3
(31) Jumlah volume padat selain Agregat Halus
= (27) + (28) + (29) + (30)
= 0,097 + 0,203 + 0,414 + 0,0192
= 0,733 m3

63
(32) Volume Agregat Halus yang Dibutuhkan
= 1 – (31)
= 1 – 0,733
= 0,267 m3
(33) Jumlah Agregat Halus yang Dibutuhkan
= `(32) × (7) × 1000
= 0,267 x 2,637 x 1000
= 703,975 kg
(34) Jumlah Agregat Halus yang Dibutuhkan
= (33)
= 703,975 kg/m3
(35) Semen
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (22)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (22)
(36) Air
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (23)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (23)
(37) Agregat Kasar
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (25)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (25)
(38) Agregat Halus
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (24)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (34)
(39) Jumlah Material yang dipakai
(Menggunakan Metode Perkiraan Volume Absolut)
= (35) + (36) + (37) + (38)
= 305,723 + 203 + 1100,67 + 703,975
= 2313,36 m3
(40) Kadar Air Agregat Kasar
= (12)
= 2,769 %

64
(41) Kadar Air Agregat Halus
= (11)
= 2,2 %
(42) Agregat kasar (basah)
(40)
= ((37) × (1 + ))
100
2,769
= 1100,67 × (1 + )
100
= 1131, 441 kg/m3
(43) Agregat halus (basah)
(41)
= ((38) × (1 + ))
100
2,2
= 741,44 × (1 + )
100
= 719, 462 kg/m3
(44) Absorsi Agregat Kasar
= (10)
= 0,61
(45) Absorsi Agregat Halus
= (9)
= 0,381
(46) Perkiraan Kebutuhan Air yang Ditambahkan
(40) (41)
= (36) – ((37) × 100 ) – ((38) × 100 )
2,769 2,2
= 203 – (1100,67 × 100 ) – (703, 975 × 100)

= 166,128
(47) Perkiraan Jumlah Semen dalam Campuran Beton
= (22)
= 305,723 kg/m3
(48) Perkiraan Jumlah Air dalam Campuran Beton
= (46)
= 166,128 kg/m3

65
(49) Perkiraan Jumlah Agregat Kasar dalam Campuran Beton
= (42)
= 1131,441 kg/m3
(50) Perkiraan Jumlah Agregat Halus dalam Campuran Beton
= (43)
= 719,462 kg/m3
(51) Volume Silinder (Tinggi 30 cm dan Lebar 15 cm)
𝑉 = 𝜋𝑟 2 t
= 3,14 x 0,075 x 0,075 x 0,3
= 0,0053 m3
(52) Jumlah Sampel = 15 Buah Silinder (ditetapkan)
(53) Semen yang Digunakan
= (47) × (51) × (52)
= 305,723 × 0,0053 × 15
= 24,305 Kg
(54) Air yang Digunakan
= (48) × (51) × (52)
= 166,128 × 0,0053 × 15
= 13,207 Kg
(55) Agregat Kasar yang Digunakan
= (49) × (51) × (52)
= 1131,441 × 0,0053 × 15
= 89,95 Kg
(56) Agregat Halus yang Digunakan
= (50) × (51) × (52)
= 719,46 × 0,0053 × 15
= 57,197 Kg

66
IV.4 Kesimpulan
Setelah melakukan Perencanaan terhadap campuran beton normal dengan
kualitas 𝑓𝑐 ′ =17,5 MPa dan mengunakan Metode SNI 7656 – 2012 maka
didapatlah bahan bahan campuran beton sebagai berikut :
Tabel IV.6 Perkiraan Campuran Beton
Perkiraan Campuran Beton
Berat per 𝐦𝟑 15 silinder
No Material
(kg/𝐦𝟑 ) (kg)
1. Semen 305.723 29,166
2. Air 166.128 15,848
3. Agregat Kasar 1131.441 107,94
4. Agregat Halus 719.462 68,636
Jumlah 2322.758 221,59

67

Anda mungkin juga menyukai