PENDAHULUAN
1
Sejarah penggunaan beton dan bahan – bahan vulkanik seperti abu pozzolan
sebagai pembentuknya telah dimulai sejak zaman Yunani dan Romawi bahkan
mungkin sebelumnya. Dengan campuran kapur, pozzolan, dan batu apung, bangsa
romawi banyak membangun infrastruktur seperti akuaduk, bangunan, drainase dan
lain-lain. Di Indonesia penggunaan yang serupa bisa dilihat pada beberapa
bangunan kuno yang tersisa. Benteng Indrapatra di Aceh yang dibangun pada abad
ke – 7 oleh kerajaan Lamuri, bahan bangunannya berupa kapur, tanah liat, dan batu
gunung. Orang Mesir telah menemukan sebelumnya bahwa dengan memakai aditif
debu vulkanik mampu meningkatkan kuat tekan beton.
Penggunaan beton secara masif diawali pada permulaan abad 19 dan
merupakan awal era beton bertulang. Pada tahun 1801, F. Coignet menerbitkan
tulisannya mengenai prinsip – prinsip konstruksi dengan meninjau kelembaban
bahan beton terhadap taruknya. Pada tahun 1850, J. L. Lambot untuk pertama
kalinya membuat kapal kecil dari bahan semen untuk dipamerkan dalam Expo
tahun 1855 di Paris. J. Moiner, seorang ahli taman dari Prancis mematenkan rangka
metal sebagai tulangan beton untuk mengatasi taruknya yang digunakan untuk
tanamannya. Pada tahun 1886, Koenen menerbitkan tulisan mengenai teori dan
perancangan struktur beton. C.A.P. Turner mengembangkan pelat slab tanpa balok
tahun 1906. Sejarah penemuan teknologi beton dimulai dari :
1. Aspdin (1824) Penemu Portland Cement;
2. J.L Lambot (1850) memperkenal konsep dasar konstruksi komposit (gabungan
dua bahan konstruksi yang berbeda yang bekerja bersama – sama memikul
beban);
3. F. Coignet (1861) melakukan uji coba penggunaan pembesian pada konstruksi
atap, pipa dan kubah;
4. Gustav Wayss & Koenen (1887) serta Hennebique memperkenalkan sengkang
sebagai penahan gaya geser dan penggunaan balok “ T ” untuk mengurangi
beban akibat berat sendiri;
5. Neuman melakukan analisis letak garis netral;
6. Considere menemukan manfaat kait pada ujung tulangan; dan
7. E. Freyssinet memperkenalkan dasar – dasar beton pratekan.
2
Contoh Pemakaian Konstruksi Beton pada Jamannya:
1. Bangunan kubah Pantheon didirikan tahun 27 SM;
2. Pemakaian Pot bunga dari beton yang menggunakan kawat anyaman (produk
dipatenkan oleh Joseph Monier tahun 1867);
3. Pembuatan kapal beton yang dilengkapi penulangan (tahun 1855);
4. Jembatan Lamnyong – Darussalam; dan
5. Menara Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Sejarah Analisis dasar perhitungan di Indonesia:
1. PBI 1955 – PBI 1971 yang lebih dikenal dengan perhitungan lentur cara – n;
dan
2. SK SNI 1991 ( T – 15 – 1991 – 03) tentang Standar Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton
Dalam ilmu geologi, sementasi (proses pengikatan) dan pembetonan terjadi
ketika suatu proses yang disebut litifikasi berlangsung, yang artinya partikel
bantuan lepas diikat bersama oleh suatu mineral seperti Kalsium Karbonat (Calcite)
atau Oksida Besi (Limonite). Manusia mengenal fenomena alam ini dan mulai
mencoba (trial & error) untuk membuat duplikasi proses tersebut.
Bangunan beton tertua yang ditemukan adalah dari tahun 5600 Sebelum
Masehi (SM) di Tepian Sungai Danube di Lepenski Vir, di mantan Negara
Yugoslavia (Gambar 1). Lantai yang berbentuk trapesium tebalnya 25 cm, dibuat
dari campuran kapur merah (diangkut hamper 200 mil ke hulu), pasir dan kerikil,
lalu ditambahkan air. Beton tersebut kemudian dituang dan dipadatkan membentuk
lantai. Lantai ini menjadi dasar untuk gubuk dari sebuah desa para pemburu dan
pengail dari jaman batu (Neolitik).
Ada catatan bahwa bangsa Assyria dan Babilonia kuno telah menggunakan
tanah liat sebagai semen pengikat. Bahkan ada kemungkinan bahwa api ditemukan
untuk tujuan mengubah batu kapur menjadi gamping, yang memanas waktu
dicampur dengan air, dan secara lambat menjadi kaku.
Dari sudut pandang yang lain, beton dapat dikatakan sebagai material yang
komposit. Pengetahuan tentang material komposit ini tampaknya sudah lama ada.
3
Yang tertua yang tercatat adalah kombinasi tanah liat dan jerami, yaitu seperti yang
disebutkan pada Kitab Keluaran (Exodus) pada jaman Nabi Musa.
Sekitar tahun 3000 SM tersebut, orang Mesir kuno menggunakan tanah liat
yang dikombinasikan dengan jerami untuk mengikat batu bata yang dikeringkan,
dan membuahkan piramida-piramida Ramses yang terkenal, mereka juga memakai
kapur sebagai semen pengikat pada bangunan piramida di Giza. Beberapa peneliti
mengatakannya sebagai beton kapur, sedangkan penulis lain mengatakan
perekatnya dibentuk dari gamping (gypsum, kapur yang dibakar). Pada masa yang
sama, bahan perekat digunakan untuk mengikat bambu pada perahu dan Tembok
Besar di Tiongkok Daratan.
Dalam perkembangan material bangunan, bukanlah batu bata maupun pasta
semen yang menjadi material ampuh. Batu sifatnya keras tetapi terlalu getas,
sedangkan semen cenderung retak pada waktu mongering. Namun bila kedua bahan
ini dikombinasikan menjadi beton maka jadilah material yang mungkin paling
andal seperti yang kita kenal.
Ilustrasi proses pengecoran beton yang paling dini terdapat pada mural di
Thebes, dari tahun 1950 SM. Pada gambar mural bagian atas memperlihatkan para
pekerja yang sedang mengisi gentong (pottery container) dengan air, yang
kemudian diaduk dengan kapur dan dipakai sebagai mortar untuk pasangan batu.
Pada gambar bagian bawah tampak dinding beton sedang dibangun. Mengingat
bahwa pada jaman itu belum ada alat-alat berat seperti crane dan bulldozer, timbul
banyak pertanyaan tentang bagaimana cara mereka membangun piramida tersebut.
Bahkan ada yang berhipotesis bahwa piramida dibuat bukan dari batuan yang
ditumpuk, melainkan dari beton yang dicor ditempat (in-situ) secara monolit.
Keterampilan membuat beton kemudian menyebar dari Mesir ke Laut
Tengah (Mediterranean) bagian timur, dan pada tahun 500 SM digunakan di Yunani
Kuno. Orang Yunani menggunakan komposisi dasar kapur untuk menutupi dinding
dari bata yang tidak dibakar. Istana Croesus dan Attalus dibangun dengan cara ini.
Beton pada masa tersebut terdiri dari batu-batu besar yang diikat menjadi satu oleh
mortar kapur dan pasir. Dibuat demikian karena mortar terlalu lemah untuk
mengikat semua bahan menjadi suatu masa yang utuh.
4
Berdasarkan syarat kelulusan bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah
Teknologi Bahan dan Konstruksi maka diwajibkan melaksanakan praktikum
pembuatan campuran beton normal dengan metode SNI 7656 – 2012. Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Bahan dan Konstruksi, Program Studi
Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura,
Pontianak.
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang kami ambil, adapun tujuan dari
pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui cara merencanakan campuran beton normal menggunakan
metode SNI 7656 – 2012 untuk 17,5 MPa.
Untuk mengenal alat yang digunakan dalam pembuatan dan pengujian beton
serta mengetahui cara menggunakan alat tersebut dengan benar, juga untuk
mengenal bahan campuran beton dan cara pembuatannya hingga proses pengujian
beton.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
9. Beton mempunyai daya ketahanan yang baik terhadap api.
10. Beton tidak terlalu membutuhkan perawatan yang intensif.
11. Seiring berjalannya waktu, beton akan mengalami pengurangan volume
akibat susut dan rangkak.
12. Beton adalah bahan bangunan yang memiliki bobot termasuk sangat
berat.
13. Struktur yang terbuat dari beton mampu bertahan hingga mencapai lebih
dari 50 tahun.
14. Pada masa perkerasan, beton rentan sekali mengalami keretakan.
15. Tulangan baja yang ditanamkan dalam beton akan meningkatkan
kekuatan tariknya.
II.2.2 Karakteristik Beton
Adapun beberaoa karakteristik beton, yakni sebagai berikut :
1. Beton Keras
Beton keras mempunyai sifat – sifat yang meliputi kekuatan tekan,
regangan dan tegangan, rangkak dan susut, keawetan yang tinggi, reaksi
terhadap temperatur, serta kekedapan terhadap air. Kekuatan tekan beton
merupakan sifat beton yang paling penting karena sangat mempengaruhi
kualitasnya, terutama mutu struktur yang dibuat dari material ini.
Beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui kualitas beton
keras yaitu uji kekuatan tekan, uji kekuatan tarik belah, uji kekuatan
lentur, uji lekatan antara beton dan tulangan, serta uji modulus elastisitas
beton.
2. Beton Segar
Sifat – sifat yang dimiliki oleh beton segar berpengaruh besar terhadap
pemilihan alat – alat yang digunakan untuk pengerjaan dan pemadatan
beton. Sifat ini pula yang bakal menentukan karakteristik dari beton
tersebut ketika sudah mengeras. Terdapat dua persyaratan yang wajib
dipenuhi dalam pembuatan beton segar, yakni (1) Sifat – sifat yang harus
dimiliki beton yang mengeras dalam jangka waktu lama contohnya
kekuatan, kestabilan, dan keawetan; (2) Sifat – sifat yang harus dimiliki
7
beton ketika dalam kondisi plastis yakni workabilitas demi
mempermudah pengerjaan tanpa perlu bleeding dan segregation.
Meskipun sifat workabilitas pada beton segar tidak bisa dibandingkan,
tetapi kontrol terhadap kualitas tetap menjadi pekerjaan yang penting.
8
Selain itu pasir tidak boleh mengandung banyak lumpur dan bahan – bahan organik
karena dapat mengurangi kekuatan beton.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah keanekaragaman besar butiran
agregat halus tersebut. Dengan diketahuinya gradasi (pembagian atau distribusi
ukuran agregat), perencanaan adukan beton dapat dilakukan dengan tepat. Tujuan
gradasi ini tidak lain adalah untuk mengurangi regangan seminimum mungkin. Hal
– hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di lapangan adalah ;
a. Agregat halus terdiri dari butir – butir tajam dan keras. Butir agregat halus harus
bersifat kekal, arlinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh – pengaruh cuaca.
b. Agregat halus tidak mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap
berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus
dicuci.
c. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan – bahan organik terlalu banyak,
hal tersebut dapat diamati dari warna agregat halus.
d. Agregat yang berasal dari laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus
untuk semua adukan spesi dan beton.
Ditinjau dari sifat ekonomis dan cara mendapatkan, pasir digolongkan sebagai
berikut:
a. Pasir Alam
Pasir ini terbentuk ketika batu – batu dibawa arus sungai dari sumber air ke
muara sungai. Akibat tergulung dan terkikis (pelapukan/erosi) akhirnya
membentuk butir – butir halus.
b. Pasir Galian
Pasir ini langsung diperoleh dari pemukaan tanah atau dengan cara menggali.
Untuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan
garam, tetapi kandungan lumpurnya cukup tinggi, sehingga harus dicuci
terlebih dahulu sebelum digunakan
9
Gambar II.2 Pasir Galian
c. Pasir Sungai
Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang umumnya berbutir halus,
bulat-bulat, akibat proses gesekan. Daya lekat antar butiran agak kurang karena
bentuk pasir yang bulat.
10
e. Pasir Buatan
Pasir buatan adalah pasir yang sengaja dibentuk sedemikian rupa sehingga
memenuhi kriteria dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Dari cara
pembentukannya biasanya pasir buatan ini dapat dibedakan menjadi :
1. Pasir dari Pemecahan Batu
Pemecahan dan penggilingan batuan kadang dipakai untuk menghasilkan
macam-macam ukuran pasir. Pasir yang dihasilkan umumnya angular,
sehingga menghasilkan beton yang kasar ("harsh"). Pasir dihancurkan di
dalam "rod mill" atau "hammer mill". Diameter besar pasir pecah ("crushed
sand") yang kelebihan dibuang dengan ayakan no.8 (2.36 mm) dan dicuci
untuk membuang butir yang lebih halus dari saringan no. 100 (150 𝜇m) atau
saringan no.200 (75 pm). Kerugian dengan cara mencuci tanpa memakai
saringan ialah ikut terbuangnya butir yang kasar lainnya. Dianjurkan jumlah
butiran yang sering disebut lumpur dan tanah liat ini tidak lebih dari 15%
beratnya
11
Gambar II.6 Pasir dari Pemecah Bata/Genting
3. Pasir dari Terak Angin
Terak dingin adalah hasil sampingan dari pembakaran bijih besi pada tanur
tinggi, yang didinginkan pelan-pelan di udara terbuka. Pemilihan terak
dingin secara cermat dapat menghasilkan beton yang baik, dan mungkin
lebih baik dari beton yang menggunakan agregat alami biasa. Betonnya juga
lebih tahan bakar, tetapi akan menyebabkan bajanya cepat berkarat karena
kandungan belerang yang ada dalam teraknya.
12
Sama halnya dengan agregat halus, agregat kasar harus memenuhi beberapa
syarat, yaitu terdiri dari butir yang keras dan tidak berpori. Agregat jenis ini juga
tidak boleh banyak mengandung lumpur dan kekerasan juga merupakan salah satu
syaratnya. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya
untuk memperoleh rongga – rongga seminimum mungkin. Pemakaian ukuran
butiran ini juga tergantung dari dimensi penggunaan beton yang akan dibuat.
Untuk memisahkan agregat kasar dengan agregat halus dipakai saringan No.
4. Material yang tertahan pada saringan tersebut merupakan agregat kasar. Ini
dilakukan dengan menggunakan satu set saringan yang digerakkan oleh motor
(Sieve Shaker). Setelah perhitungan dilakukan maka dapat dibuat kurva distribusi
ukuran atau kurva gradasi agregat halus (pasir).
a. Sebagai bahan adukan beton, maka agregat kasar harus diperiksa secara
lapangan. Hal – hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di
lapangan adalah; Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak
berpori. Agregat kasar yang mengandung butir – butir pipih hanya dapat dipakai,
apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat
seluruhnya. Butir – butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh – pengaruh cuaca.
b. Agregat kasar tidak boleh me ngandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan
terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melampaui 1%, maka agregat
kasar harus dicuci.
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat – zat yang dapat merusak beton,
seperti zat – zat yang relatif alkali.
d. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada 1/5 jarak terkecil
antara bidang – bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau 3/4 dari jarak
bersih minimum batang-batang tulangan.
Jenis agregat kasar yang umum adalah:
1. Batu pecah alami, didapat dari cadas atau batu pecah alami yang digali. Batu ini
dapat berasal dari gunung berapi, jenis sedimen atau jenis metamorf. Meskipun
dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah kurang
13
memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibandingkan dengan jenis
agregat kasar lainnya.
14
4. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat, sebagai pelindung dari
radiasi nuklir dimana beton, yang menggunakan agregat jenis ini dapat
melindungi dari sinar X, sinar gamma dan neutron. Agregat kasar yang
diklasifikasikan disini misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit.
15
Kekuatan beton dan daya tahannya berkurang jika air yang digunakan
mengandung kotoran. Pengaruh pada beton antara lain pada lamanya waktu ikatan
awal adukan beton, serta kekuatan betonnya setelah mengeras. Adanya butiran
melayang atau lumpur dalam air diatas 2 gram perliter dapat mengurangi kekuatan
beton. Air yang berlumpur terlalu banyak dapat diendapkan dulu dalam kolam
pengendap sebelum dipakai .Dalam pemakaian air untuk beton, sebaiknya air
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
2. Tidak mengandung garam-garaman yang dapat merusak beton (asam, zat orgaik
lainnya) lebih dari 15 gram/liter
3. Tidak mengandung klorida (CI) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan,
tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang dapat merusak warna
permukaan hingga tidak sedap dipandang. Besi dan zat organis dalam air umumnya
sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika
perawatan cukup lama.
16
I. Untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada semen campur maka pada proses
pembuatannya ditambahkan bahan aditif seperti Pozzolan, Fly ash, silica fume dll.
17
2. Jumlah air, pengikatan semen akan makin cepat bila jumlah air berkurang.
3. Temperatur, waktu pengikatan akan semakin cepat jika temperatur makin tinggi.
4. Penambahan zat kimia
18
5. Mengatur waktu pengikatan aduk beton
6. Meningkatkan kekuatan beton keras.
7. Meningkatkan sifat kedap air pada beton keras.
8. Meningkatkan sifat tahan lama pada beton keras termasuk tahan terhadap zat-
zat kimia, tahan terhadap gesekan, dll.
Admixture atau bahan tambah untuk beton digunakan dengan tujuan untuk
memperbaiki atau menambah sifat beton tersebut menjadi lebih baik. Jadi sifatnya
hanya sebagai bahan penolong saja. Jadi admixture sendiri bukan zat yang dapat
membuat beton yang buruk menjadi baik. Ada beberapa pertimbangan di dalam
pemakaian admixture pada beton, yaitu
1. Jangan menggunakan admixture bila tidak tahu tujuannya.
2. Admixture tidak akan membuat beton buruk menjadi beton baik
3. Suatu admixture dapat merubah lebih dari satu sifat adukan beton
4. Pengawasan terhadap bahan ini sangat penting, termasuk pengawasan atas
pengaruhnya pada beton.
Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan
bahan tambah yang bersifat mineral (additive).
II.4.2 Jenis – Jenis Bahan Tambah
Secara umum ada dua jenis bahan tambah yaitu bahan tambah yang berupa
mineral (additive) dan bahan tambah kimiawi (chemical admixture). Bahan tambah
admixture ditambahkan pada saat pengadukan atau pada saat pengecoran.
Sedangkan bahan tambah additive ditambahkan pada saat pengadukan. Bahan
tambah admixture biasanya dimaksudkan untuk mengubah perilaku beton pada saat
pelaksanaan atau untuk meningkatkan kinerja beton pada saat pelaksanaan. Untuk
bahan tambah additive lebih banyak bersifat penyemenan sehingga digunakan
dengan tujuan perbaikan kinerja kekuatannya.
19
1. Bahan Tambah Kimiawi ( Chemical Admixture)
Menurut ASTM C.494, admixture dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu :
a. Tipe A : Water Reducing Admixture (WRA)
20
lebih ekonomis karena dengan kekuatan yang sama dibutuhkan jumlah
semen yang lebih sedikit.
b. Tipe B Retarding Admixture
21
Dosis maksimum yang dapat ditambahkan pada beton adalah sebesar 2 %
dari berat semen.
d. Tipe D : Water Reducing and Retarding Admixture
22
dengan konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal
dan pengerasan beton. Beton yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini
akan dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air
yang rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini
diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu
pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi).
f. Tipe F : Water Reducing, High Range Admixture
23
g. Tipe G : Water Reducing, High Range Retarding Admixtures
24
Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika
alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen
akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka
senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida pada
suhu normal akan membentuk senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium
hidrat yang bersifat hidraulis dan mempunyai angka kelarutan yang cukup
rendah.
Standar Mutu Pozzolan Menurut ASTM C 618-86 mutu pozzolan dibedakan
menjadi tiga kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan
sifat fisiknya. Pozzolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga
kelas pozzolan yang disebutkan diatas adalah :
1) Kelas N : Pozzolan alam atau hasil pembakaran, pozzolan alam yang
dapat digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomic, opaline
cherts dan shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana biasa
diproses melalui pembakaran maupun tidak. Selain itu ada juga berbagai
material hasil pembakaran yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.
2) Kelas C : Fly ash yang mengandung CaO diatas 10% yang dihasilkan
dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara.
3) Kelas F : Fly ash yang mengandung CaO kurang dari 10% yang
dihasilkan dari pembakaran antrhacite atau bitumen batu bara.
Jenis – jenis pozzolan Menurut proses pembentukannya (asalnya)
didalam ASTM C 593 – 82, bahan pozzolan dapat dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu :
1. Pozzolan Alam Pozzolan alam adalah bahan alam yang merupakan
sedimentasi dari abu atau lava gunung berapi yang mengandung silika
aktif, yang bila dicampur dengan kapur padam akan mengadakan proses
sedimentasi.
2. Pozzolan Buatan Pozzolan buatan sebenarnya banyak macamnya, baik
merupakan sisa pembakaran dari tungku, maupun hasil pemanfaatan
limbah yang diolah menjadi abu yang mengandung silika reaktif dengan
25
melalui proses pembakaran, seperti abu terbang (fly ash), abu sekam
(rice husk ash), silika fume dan lain – lain.
b. Abu Terbang Batu Bara (Fly Ash)
26
air. Keuntungan penggunaan slag dalam campuran beton adalah sebagai
berikut : (Levis, 1982)
- Mempertinggi kekuatan beton, karena kecenderungan lambatnya
kenaikan kuat tekan
- Menaikkan ratio antara kelenturan dan kuat tekan
d. Silika Fume
27
3. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya
perawatan murah
4. Mudah dibentuk menggunakan bekisting sesuai dengan kebutuhan
struktur bangunan
5. Mempunyai kuat tekan yang tinggi
6. Tahan pengkaratan dan pembusukan terhadap lingkungan sekitar
7. Umurnya tahan lama
II.5.2 Kekurangan Beton
Berikut adalah beberapa kekurangan beton :
1. Daya kuat tariknya rendah sehingga mudah retak
2. Pelaksanaan pekerjaannya membutuhkan ketelitian yang tinggi
3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah
4. Beton keras mengembang dan menyusut jika terjadi perubahan suhu
5. Sulit untuk kedap air
6. Daya pantul suara yang besar
7. Memiliki beban yang berat
28
menggunakan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan slump untuk
mengukur kemudahan pengerjaannya tidak lebih dari 100 mm. Pengerjaan beton
dengan kekuatan tekan hingga 20 Mpa boleh menggunakan penakaran volume,
tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan lebih dari 20 Mpa harus menggunakan
campuran berat. Tiga kinerja yang dibutuhkan dalam pembuatan beton adalah :
1. Memenuhi kriteria konstruksi yaitu dapat dengan mudah dikerjakan dan
dibentuk serta mempunyai nilai ekonomis
2. Kekuatan tekan
3. Durabilitas atau keawetan
Kinerja yang dihasilkan pada proses pengadaan beton haruslah seragam.
Secara praktis, penilaian mengenai pengunaan bahan untuk menghasilkan kinerja
tertentu akan bergantung pada tujuan beton tersebut dibuat. Penggunaan semen
untuk rumah tinggal akan lebih banyak jika dibandingkan untuk penggunaan
perumahan komersil atau beton mutu tinggi. Jadi, komposisi bahan penyusun juga
harus dilihat berdasarkan tujuan pembuatan beton tersebut.
29
BAB III
PENENTUAN PARAMETER BAHAN
ADUKAN UNTUK CAMPURAN
30
variasi dari proses chloralkali elektrolit. padapembuatan NaOH juga
dihasilkan gas klorin. Natrium hidroksida padat diperoleh dari larutan ini
dengan penguapan air.
Berikut merupakan berbagai metode pembuatan natrium
hidroksida adalah sebagai berikut
a. Proses Kellner Castner
b. Diafragma Sel Nelson
c. Proses Loewig
d. Proses Oksidasi Cairan Putih
e. Metode Carmichael
f. Proses Lesueur
4. Langkah Pelaksanaan
1) Isi pasir ke dalam gelas ukur 40 mL
2) Campurkan NaOH 3% sehingga volume gelas ukur menjadi 80 mL
3) Kocok gelas ukur sehingga pasir dan NaOH tercampur rata
4) Diamkan selama ±24 jam
5) Setelah ±24 jam, bandingkan warna cairan dengan organic plate
5. Hasil Percobaan
31
III.2 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus
1. Tujuan
Untuk memeriksa kadar lumpur di dalam agregat halus
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Gelas ukur
b. Pasir secukupnya
c. Air secukupnya
3. Pelaksanaan
1) Isi pasir ke dalam gelas ukur sehingga isinya mencapai ±1/3 dari gelas
ukur tersebut
2) Masukkan air ke dalam gelas ukur tersebut sampai batas yang telah
ditentukan
3) Setelah itu, gelas ukur dikocok sehingga pasir dan air tercampur rata
4) Diamkan selama ±24 jam
5) Setelah ± 24 jam, baca tinggi pasir dan tinggi lumpur yang telah
terpisah satu dengan lainnya
4. Hasil Percobaan
32
0,4
= × 100%
35+0,4
= 1,129943503% ≈ 1,13%
6. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan pemeriksaan kadar lumpur pada agregat
halus yang dilakukan, didapatkan persentase kadar lumpur agregat halus
yakni sebesar 1,13%. Kadar lumpur agregat halus < 5%, artinya dapat
digunakan sebagai bahan pembuat beton.
33
5) Timbang berat pan dan benda uji
6) Hitung berat benda uji kering oven
5. Hasil Percobaan
a. Agregat Halus
34
(2000−1956)
= × 100%
2000
= 2,2%
35
3. Teori
Penguraian susunan butiran agregat (gradasi) bertujuan untuk
menilai agregat halus atau kasar cocok digunakan pada produksi beton.
Susunan butiran diperoleh dari hasil penyaringan benda uji dengan
menggunakan beberapa fraksi saringan. Pada pelaksanaannya, perlu
ditentukan batas maksimum / minimum butiran sehubungan pengaruh
terhadap apa sifat pekerjaan, penyusutan, kepadatan, kekuatan, dan juga
faktor ekonomi dari beton. Nilai modulus kehalusan dari bahan agregat
tertentu tergantung dari :
a. Komposisi butirannya
b. Susunan saringan yang dibutuhkan
c. Banyaknya saringan
d. Besarnya masing – masing lubang saringan
4. Langkah Pelaksanaan
1) Bersihkan saringan dari kotoran – kotoran yang menempel dengan
kuas dan sikat halus
2) Timbang masing – masing berat saringan
3) Susun ayakan dari ukuran yang paling besar hingga ukuran yang
paling kecil
4) Masukkan agregat (benda uji) ke dalam saringan yang telah disusun
5) Lakukan pengayakan dengan alat shieve shaker selama ±15 menit
6) Timbang kembali berat agregat yang tertahan di masing – masing
saringan
7) Hitung persentase berat benda uji yang tertahan di atas masing –
masing saringan
36
5. Hasil Percobaan
Tabel III.1 Analisa Gradasi Agregat Halus
Berat Berat Tertahan Komulatif (%)
Berat
No Wadah +
Wadah (gram) (%) Tertahan Lolos
Benda Uji
9,500 507,2 507,2 0 0% 0% 100%
4,800 509,3 509,3 0 0% 0% 100%
2,380 505,4 513,1 7,7 0,385% 0,385% 99,615%
1,180 452,8 565,1 112,3 5,616% 6,001% 93,999%
0,590 417,5 901,1 483,6 24,186% 30,187% 69,813%
0,297 389,5 1738,2 1348,7 67,452% 97,639% 2,361%
0,149 373,5 374,5 1 0,05% 97,689% 2,311%
Pan 348,5 394,9 46,2 2,311% 100% 0%
Jumlah 1999,5 100% 231,901%
Fine Modulus 2,319
Σ𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑇𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 231,901%
Fine Modulus = = = 2,319
100% 100%
80
70
60
50
40
30
20
10
0
PAN 0.149 0.297 0.59 1.18 2.38 4.8 9.5
batas atas 0 10 30 59 90 100 100 100
butir lolos 0 2.311 2.361 69.813 93.999 99.615 100 100
batas bawah 0 0 8 35 55 75 90 100
37
Tabel III.2 Analisa Gradasi Agregat Kasar
Berat Tertahan Komulatif (%)
No
(gram) (%) Tertahan Lolos
38 0 0% 0% 100%
19 182 7,281% 7,281% 100%
9,6 1882 75,289% 82,570% 92,719%
4,8 364 14,562% 97,132% 17,430%
2,4 34,6 1,384% 98,516% 2,868%
1,2 37,1 1,484% 100% 0%
0,6 0 0% 100% 0%
0,3 0 0% 100% 0%
0,15 0 0% 100% 0%
SISA 0 0% - -
Jumlah 2499,7 100% 685.498%
Fine Modulus 6,855
Σ𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑇𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 685,498%
Fine Modulus = = = 6,855
100% 100%
80
70
60
50
40
30
20
10
0
PAN 4.8 9.5 19.1 37.5
batas atas 0 10 85 100 100
butir lolos 0 2.868 17.43 92.719 100
batas bawah 0 0 50 100 100
38
Grafik III.3 Analisa Gradasi Agregat Kasar Ukuran 20 mm
80
70
60
50
40
30
20
10
0
PAN 4.8 9.5 19.1 37.5
batas atas 0 5 40 70 100
butir lolos 0 2.868 17.43 92.719 100
batas bawah 0 0 10 35 95
39
6. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan fine
modulus atau modulus kehalusan gradasi agregat halus sebesar 2,319%
dan pada analisa agregat kasar digunakan analisa gradasi agregat kasar
dengan ukuran maksimum agregat 20 mm dan didapatkan modulus
kehalusannya sebesar 6,855%.
40
4. Pelaksanaan
Cara menentukan SSD agregat halus :
1) Masukkan benda uji pasir dalam kerucut terpancung dalam 3 lapisan
yang masing – masing lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali
2) Kemudian cetakan kerucut terpancung diangkat perlahan – lahan. Hal
– hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Sebelum diangkat, cetakan kerucut terpancung harus dibersihkan
dari butiran agregat yang berada di bagian luar cetakan
Pengangkatan cetakan harus benar – benar vertikal
Setelah kerucut terpancung diangkat, bentuk agregat hasil
pencetakan diperiksa
Bentuk agregat umumnya ada tiga, yang masing – masing
menyatakan keadaan air dari agregat tersebut, yaitu :
- Kering
- SSD
- Basah
Catatan :
Jika keadaan kering, maka agregat kekurangan air dan perlu
ditambah air
Jika keadaan basah, maka agregat kelebihan air dan perlu
dikeringkan
41
5) Timbang berat pan / wadah kosong
6) Keluarkan benda uji dari pignometer dan masukkan ke dalam pan /
wadah kosong yang telah ditimbang sebelumnya. Keringkan dalam
oven dengan suhu (110℃ ± 5℃) sampai berat tetap selama ±24 jam,
kemudian dinginkan dan timbang kembali untuk mendapatkan berat
keringnya
7) Isi kembali pignometer dengan air sampai tanda batas, lalu timbang
beratnya
5. Hasil Percobaan
42
Berat Jenis Kondisi Kering (Bulk Spesific Grafity)
𝑒 498,1
= = = 2,6271 ≈ 2,627
𝑏+𝑑−𝑐 189,6
Berat Jenis Kondisi SSD (Bulk Spesific Gravity)
𝑏 500
= = = 2,63713 ≈ 2,637
𝑏+𝑑−𝑐 189,6
Persentase Absorbsi Air
(𝑏−𝑒) 1,9
= × 100% = × 100% = 0,38145% ≈ 0,381%
𝑒 498,1
7. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan berat
jenis semu pada agregat halus sebesar 2,654, berat jenis kondisi kering
sebesar 2,627, berat jenis kondisi SSD sebesar 2,637, serta persentase
absorbsi agregat halus sebesar 0,381%.
43
3. Teori
Pada prinsipnya dasar – dasar teori berat jenis dan penyerapan air
untuk agregat kasar dan agregat halus adalah sama termasuk pengertian
adsorbsi, hanya pengukuran dilaksanakan dalam dua metode jika agregat
halus (pasir) menggunakan metode Thawlors dengan cara kerucut
terpancung, maka berat jenis dan penyerapan agregat kasar dilakukan
dengan cara penimbangan diluar dan didalam air.
4. Langkah Pelaksanaan
1) Cuci benda uji untuk menghilangkan debu dan bahan – bahan lain
yang melekat pada permukaan agregat dengan cara merendam agregat
di dalam air selama ±24 jam
2) Keluarkan benda uji dari rendaman air, dilap dengan kain penyerap,
sampai selaput air pada permukaan agregat hilang. Agregat ini
dinyatakan dalam keadaan jenih kering permukaan atau SSD
3) Timbang berat keranjang
4) Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh air kering permukaan
atau SSD sebanyak ±5000 gram
5) Masukkan keranjang (kosong) ke dalam bak perendam dan timbang
kembali beserta keranjang dalam air sampai berat tetap
6) Keluarkan keranjang berisi benda uji dair bak perendam, diamkan
sebentar
7) Masukkan benda uji ke dalam oven ±24 jam dengan suhu (110℃ ±
5 ℃ ) agregat dan keranjang ditimbang untuk mendapatkan berat
keringnya
44
5. Hasil Percobaan
45
7. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan berat
jenis semu pada agregat halus sebesar 2,687, berat jenis kondisi kering
sebesar 2,643, berat jenis kondisi SSD sebesar 2,66, serta persentase
absorbsi agregat halus sebesar 0,61%.
46
5. Hasil Percobaan
a. Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus
47
(𝐶 − 𝐵) (16,45 − 4,65)
D. Berat isi kondisi gembur = kg/Liter
10 10
= 1,18 kg/Liter
E. Berat pasir kondisi padar = 17,90 kg
(𝐸 − 𝐵) (17,90 − 4,65)
F. Berat isi kondisi padat = kg/Liter
10 10
= 1,325 kg/Liter
(𝐷 − 𝐹) (1,18 − 1,325)
G. Berat isi rata – rata = kg/Liter
2 2
= 1,2525 ≈ 1,253
48
III.8 Pengujian Keausan Agregat
A. Pengujian dengan Mesin Abrasi Los Angeles
1. Maksud dan Tujuan
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk menentukan
ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan
mesin abrasi Los Angeles. Pengujian ini adalah untuk mengetahui
angka keausan tersebut layak atau tidak untuk digunakan sebagai
campuran material beton.
2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Mesin Abrasi Los Angeles
Mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 117 mm (28’’) panjang 508 mm (20’’); silinder
bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar
pada poros mendatar; silinder berlubang untuk memasukkan
benda uji; penutup silinder terdapat bilah baja melintang penuh
setinggi 89 mm (3,5’’);
b. Saringan No. 12 (1.7 mm) dan saringan – saringan lainnya;
c. Timbangan dengan ketelitian 5 gram
d. Bola – bola baja dengan diameter rata – rata 4,68 mm (1,875’’)
dan berat masing – masing antara 400 sampai 440 gram
3. Langkah Pelaksanaan
Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan
dengan salah satu dari 7 (tujuh) cara berikut :
a. Cara A : Gradasi A, bahan lolos 37.5 mm sampai tertahan 9.5 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 500 putaran.
b. Cara B : Gradasi B, bahan lolos 19 mm sampai tertahan 9.5 mm.
jumlah bola 11 buah dengan 500 putaran.
c. Cara C : Gradasi C, bahan lolos 9.5 mm sampai tertahan 4.75 mm
(no 4). Jumlah bola 8 buah dengan 500 putaran.
49
d. Cara D : Gradasi D, bahan lolos 4.75 mm (no 4). Jumlah bola 8
buah dengan 500 putaran.
e. Cara E : Gradasi E, bahan lolos 50 mm sampai tertahan 25 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.
f. Cara F : Gradasi F, bahan lolos 50 mm sampai tertahan 25 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.
g. Cara G : Gradasi G, bahan lolos 37.5 mm sampai tertahan 19 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.
Bila tidak ditentkan cara yang harus dilakukan, maka pemilihan
gradasi disesuaikan dengan contoh material yang merupakan wakil
dari material yang akan digunakan :
a) Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin abrasi Los
Angeles.
b) Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai dengan 33 rpm. Jumlah
putaran gradasi A,B,C, dan D 500 putaran dan untuk ggradasi E,F,
dan G 1000 putaran.
c) Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin keudian
saring dengan saringan no. 12 (1.7 mm), butiran yang tertahan di
atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
suhu (110±5)˚C sampai berat tetap.
4. Hasil Percobaan
50
Gambar III.18 Gambar III.19
Setelah Penggunaan Alat Proses Penyaringan
5. Perhitungan
(𝑎−𝑏)
Keausan = × 100%
𝑎
(5000−4079)
= × 100% = 18,42%
5000
6. Kesimpulan
Jadi, setelah melakukan pengujian keausan agregat dapat
disimpulkan bahwa agregat tersebut layak untuk digunakan sebagai
campuran material beton, dan didapat nilai keauasan sebesar 18,42%
(maksimum 40%).
51
BAB IV
PEMBUATAN RANCANGAN CAMPURAN BETON
52
11 Kadar air agregat halus 2.2 %
12 Kadar air agregat kasar 2.769 %
Volume Material
27 Semen 0.0971 m3
28 Air 0.203 m3
29 Agregat kasar 0.414 m3
Agregat halus dengan kadar udara
30 0.0192 m3
sebesar
Jumlah volume padat bahan selain
31 0.733 m3
agregat halus
53
32 Volume agregat halus dibutuhkan 0.267 m3
Jadi berat agregat halus yang
33 703.975
dibutuhkan
34 Jumlah 703.975 kg/m3
54
Perkiraan campuran beton menjadi :
No. Material Berat per m3 Satuan
47 Semen 305.723 kg/m3
48 Air 166.128 kg/m3
49 Agregat kasar 1131.441 kg/m3
50 Agregat halus 719.462 kg/m3
Jumlah 2322.758 kg/m3
55
IV.2 Tabel
Tabel IV.2 Perkiraan kebutuhan air pencampur dan kadar udara
untuk berbagai slump dan ukuran nominal agregat
Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Slump 9.5 12.7 19 25 37.5 50 75 150
(mm) mm mm mm mm mm mm mm mm
Beton tanpa tambahan udara
25 – 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 – 100 228 216 205 193 181 169 145 124
150 – 175 243 228 216 202 190 179 160 –
> 175 – – – – – – – –
Banyaknya
udara dalam 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0.3 0.2
beton (%)
Beton dengan tambahan udara
25 – 50 181 175 168 160 150 142 122 107
75 – 100 202 193 184 175 165 157 133 119
150 – 175 216 205 197 184 174 166 154 –
> 175 – – – – – – – –
Jumlah kadar udara yang disarankan untuk tingkat pemaparan
sebagai berikut :
Ringan 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0
Sedang 6.0 5.5 5.0 4.5 4.5 4.0 3.5 3.0
Berat 7.5 7.0 6.0 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0
Diketahui :
Slump yang dipakai = 75 – 100 mm
Ukuran Agregat Maksimum = 20 mm
Kebutuhan Air Agregat ukuran 19 mm = 205 kg/m3
Kebutuhan Air Agregat ukuran 25 mm = 193 kg/m3
56
Ditanya :
Perkiraan Kebutuhan Air Pencampur untuk ukuran Agregat
maksimum 20 mm = (x)
Jawab :
20−19 25−20
=
𝑥−205 193−𝑥
1 5
=
𝑥−205 193−𝑥
193 – x = 5x – 1025
6x = 1218
x = 203 kg/m3
Tabel IV.3 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton
Rasio Air – Semen (Berat)
Kekuatan beton
Beton tanpa Beton dengan
umur 28 hari (MPa)
tambahan udara tambahan udara
40 0,42 –
35 0,47 0,39
30 0,54 0,45
25 0,61 0,52
20 0,69 0,60
15 0,79 0,70
Diketahui :
𝑓𝑐 ′ 𝑟 = 21,6 Mpa
Rasio Air Semen untuk kekuatan beton 20 MPa = 0,69
Rasio Air Semen untuk kekuatan beton 25 MPa = 0,61
Ditanya :
Rasio Air – Semen untuk kekuatan beton rencana 𝑓𝑐 ′ 𝑟 21,6 Mpa = (x)
57
Jawab :
21,6−20 25−21,6
=
𝑥−0,69 0,61−𝑥
0,976 – 1,6x = 3,4x – 2,346
5x = 3,322
x = 0,664
Diketahui :
Ukuran Maximum Agregat Kasar = 20 mm
Volume Agregat Kasar untuk Modulus Kehalusan 2,4 dengan ukuran
maksimum agregat 19 mm = 0,66
Volume Agregat Kasar untuk Modulus Kehalusan 2,4 dengan ukuran
maksimum agregat 25 mm = 0,71
Ditanya :
Volume Agregat Kasar Kering Oven untuk Modulus Kehalusan 2,319
dengan ukuran maksimum agregat 20 mm = (z)
58
Jawab :
Ekstrapolasi untuk mendapatkan nilai x dan y untuk modulus
kehalusan 2,319
2,6−2,319 2,319−2,4
=
0,64−𝑥 𝑥−0,66
0,281 −0,081
=
0,64−𝑥 𝑥−0,66
0,281𝑥 − 0,18546 = −0,05184 + 0,081𝑥
x = 0,6681
2,6−2,319 2,319−2,4
=
0,69−𝑦 𝑦−0,71
0,281 −0,081
=
0,69−𝑦 𝑦−0,71
0,281𝑦 − 0,19951 = −0,5589 + 0,0814
y = 0,7181
Keterangan : Volume Agregat Kasar Kering Oven untuk Modulus Kehalusan 2,319
dengan ukuran maksimum agregat 19 mm = (x)
Volume Agregat Kasar Kering Oven untuk Modulus Kehalusan 2,319
dengan ukuran maksimum agregat 25 mm = (y)
59
Tabel IV.5 Perkiraan awal berat beton segar
Perkiraan awal berat beton, 𝐤𝐠/𝐦𝟑
Ukuran Maksimum
Beton tanpa Beton dengan
Agregat Kasar (mm)
tambahan udara tambahan udara
9,5 2280 2200
12,5 2310 2230
19 2345 2275
25 2380 2290
37,5 2410 2350
50 2445 2345
75 2490 2405
150 2530 2435
Diketahui :
Ukuran Maksimum Agregat Kasar = 20 mm
Berat beton tanpa tambahan udara untuk ukuran maksimum agregat
19 mm = 2345 kg/m3
Berat beton tanpa tambahan udara untuk ukuran maksimum agregat
25 mm = 2380 kg/m3
Ditanya :
Berat Jenis Beton untuk Ukuran Agregat Kasar 20 mm = (x)
Jawab :
20−19 25−20
=
𝑥−2345 2380−𝑥
1 5
=
𝑥−2345 2380−𝑥
2380 − 𝑥 = 5𝑥 − 11725
x = 2350,833 kg/m3
60
IV.3 Analisis Perhitungan
(1) Kuat Tekan umur 28 hari
𝑓𝑐 ′ = 17,5 MPa (ditetapkan)
(2) Semen yang Digunakan = PCC (ditetapkan)
(3) Berat Jenis Semen = 3,15 kg/m3 (ditetapkan)
(4) Berat Volume Agregar Kasar = 1625 kg/m3
(Pada Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar)
(5) Modulus Kehalusan Agregat Halus = 2,319
(Pada Analisa Gradasi Agregat Halus)
(6) Modulus Kehalusan Agregat Kasar = 4,449
(Pada Analisa Gradasi Agregat Kasar)
(7) Berat Jenis SSD Agregat Halus = 2,637 kg/m3
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Halus)
(8) Berat Jenis SSD Agregat Kasar = 2,660 kg/m3
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Kasar)
(9) Absorpsi Agregat Halus = 0,381 %
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Halus)
(10) Absorpsi Agregat Kasar = 0,61%
(Pada penentuan Specific Grafity Agregat Kasar)
(11) Kadar Air Agregat Halus = 2,2%
(Pada pemeriksaan Kadar Air Agregar Halus)
(12) Kadar Air Agregat Kasar = 2,769 %
(Pada pemeriksaan Kadar Air Agregar Kasar)\
(13) Slump yang Diminta = 75 – 100 mm (ditetapkan)
(14) Ukuran Maximum Agregat Kasar = 20 mm (ditetapkan)
(15) Perkiraan Kebutuhan Air Pencampur = 203 kg/m3
(Interpolasi Tabel IV.2)
(16) Rasio Air – Semen = 0,664
(Interpolasi Tabel IV.3)
61
(17) Kadar Semen
= (15) : (16)
= 203 : 0,644
= 305,723 kg/m3
(18) Volume Agregat Kasar Kering Oven = 0,677
(Ekstrapolasi dan Interpolasi Tabel IV.4)
(19) Jumlah Agregat Kasar
= (18) × (4)
= 0,676 × 1625
= 1098,5 kg/m3
(20) Berat Jenis Beton Basah = 2350,833 kg/m3
(Interpolasi Tabel IV.5)
(21) Jumlah Agregat Halus
= (20) – (19) – (17) – (15)
= 2350,833 – 1098,5 – 305,723 – 203
= 743,61 kg/m3
(22) Semen
= (17)
= 305,723 kg/m3
(23) Air
= (15)
= 203 kg/m3
(24) Agregat Halus
= (21)
= 741,444 kg/m3
(25) Agregat Kasar
= (19)
= 1100,67 kg/m3
62
(26) Jumlah Material Keseluruhan
= (22) + (23) + (24) + (25)
= 305,723 + 203 + 741,444 + 1100,67
= 2350,837 kg/m3
(27) Volume Material Semen
(22)
= × 1000
(3)
305,723
= × 1000
3,15
= 0,0971 m3
(28) Volume Material Air
(23)
=
1000
203
=
1000
= 0,203 m3
(29) Volume Material Agregat Kasar Volume Material Agregat Halus
(25)
= × 1000
(8)
1100,67
= × 1000
2,66
= 0,414 m3
(30) Volume Material Agregat Halus dengan Kadar Udara 1,92 %
= (1,92 / 100)
= 0,0192 m3
(31) Jumlah volume padat selain Agregat Halus
= (27) + (28) + (29) + (30)
= 0,097 + 0,203 + 0,414 + 0,0192
= 0,733 m3
63
(32) Volume Agregat Halus yang Dibutuhkan
= 1 – (31)
= 1 – 0,733
= 0,267 m3
(33) Jumlah Agregat Halus yang Dibutuhkan
= `(32) × (7) × 1000
= 0,267 x 2,637 x 1000
= 703,975 kg
(34) Jumlah Agregat Halus yang Dibutuhkan
= (33)
= 703,975 kg/m3
(35) Semen
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (22)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (22)
(36) Air
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (23)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (23)
(37) Agregat Kasar
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (25)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (25)
(38) Agregat Halus
Berdasarkan Perkiraan Massa Beton = (24)
Berdasarkan Perkiraan Volume Absolut = (34)
(39) Jumlah Material yang dipakai
(Menggunakan Metode Perkiraan Volume Absolut)
= (35) + (36) + (37) + (38)
= 305,723 + 203 + 1100,67 + 703,975
= 2313,36 m3
(40) Kadar Air Agregat Kasar
= (12)
= 2,769 %
64
(41) Kadar Air Agregat Halus
= (11)
= 2,2 %
(42) Agregat kasar (basah)
(40)
= ((37) × (1 + ))
100
2,769
= 1100,67 × (1 + )
100
= 1131, 441 kg/m3
(43) Agregat halus (basah)
(41)
= ((38) × (1 + ))
100
2,2
= 741,44 × (1 + )
100
= 719, 462 kg/m3
(44) Absorsi Agregat Kasar
= (10)
= 0,61
(45) Absorsi Agregat Halus
= (9)
= 0,381
(46) Perkiraan Kebutuhan Air yang Ditambahkan
(40) (41)
= (36) – ((37) × 100 ) – ((38) × 100 )
2,769 2,2
= 203 – (1100,67 × 100 ) – (703, 975 × 100)
= 166,128
(47) Perkiraan Jumlah Semen dalam Campuran Beton
= (22)
= 305,723 kg/m3
(48) Perkiraan Jumlah Air dalam Campuran Beton
= (46)
= 166,128 kg/m3
65
(49) Perkiraan Jumlah Agregat Kasar dalam Campuran Beton
= (42)
= 1131,441 kg/m3
(50) Perkiraan Jumlah Agregat Halus dalam Campuran Beton
= (43)
= 719,462 kg/m3
(51) Volume Silinder (Tinggi 30 cm dan Lebar 15 cm)
𝑉 = 𝜋𝑟 2 t
= 3,14 x 0,075 x 0,075 x 0,3
= 0,0053 m3
(52) Jumlah Sampel = 15 Buah Silinder (ditetapkan)
(53) Semen yang Digunakan
= (47) × (51) × (52)
= 305,723 × 0,0053 × 15
= 24,305 Kg
(54) Air yang Digunakan
= (48) × (51) × (52)
= 166,128 × 0,0053 × 15
= 13,207 Kg
(55) Agregat Kasar yang Digunakan
= (49) × (51) × (52)
= 1131,441 × 0,0053 × 15
= 89,95 Kg
(56) Agregat Halus yang Digunakan
= (50) × (51) × (52)
= 719,46 × 0,0053 × 15
= 57,197 Kg
66
IV.4 Kesimpulan
Setelah melakukan Perencanaan terhadap campuran beton normal dengan
kualitas 𝑓𝑐 ′ =17,5 MPa dan mengunakan Metode SNI 7656 – 2012 maka
didapatlah bahan bahan campuran beton sebagai berikut :
Tabel IV.6 Perkiraan Campuran Beton
Perkiraan Campuran Beton
Berat per 𝐦𝟑 15 silinder
No Material
(kg/𝐦𝟑 ) (kg)
1. Semen 305.723 29,166
2. Air 166.128 15,848
3. Agregat Kasar 1131.441 107,94
4. Agregat Halus 719.462 68,636
Jumlah 2322.758 221,59
67