Case Maya
Case Maya
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Ny. Rm
Usia : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Bercerai
Suku / Bangsa : Palembang / Indonesia
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Palembang
Datang ke RS : Senin, 21 Mei 2018, Pukul 22.00 WIB
Cara ke RS : Diantar keluarga menggunakan mobil
Tempat Pemeriksaan : Instalasi Gawat Darurat RS. dr. Ernaldi Bahar
Palembang
A. Sebab Utama
Menyakiti anaknya( menggigit, menginjak) sejak 3 hari lalu
1
terakhir, mandi jarang. Satu minggu lalu Os tertawa sendiri, tidur tidak
nyenyak (terlihat gelisah). Os merasa mendengar adanya bisikan-
bisikan. Os juga merasa ada yang mengendalikan pikirannya. Os
mersaa dirinya sehat dan tidak ada gangguan. Saat di IGD Os mencoba
merebut rekam medis dokter “ saya ingin tau apa yang kalian tulis,
saya gak sakit” , dokter IGD pun menjawab “apakah ibu tau dimana
sekarang?” Os menjawab “ saya di rumah sakit tapi saya tidak tau
rumah sakit apa ini. Merasa kesal karena Os ingin pulang “saya tidak
sakit, dan tidak ada apa-apa, saya ingin pulang menyelesaikan maslah
ini secara kekeluargaan “ namun kakak kandungnya dan dokter IGD
terus mengajukan pertanyaan kepada OS, sehingga Os merasa kesal
dan mencoba merebut status yang dipegang oleh dokter maupun
perawat IGD. Os sebelumnya pernah dirawat pada bulan maret 2017 di
Rs. Ernaldi bahar Palembang, tetapi Os melarikan diri dari Rs. Ernaldi
bahar Palembang dalam keadaan infus masih terpasang, sejak itu Os
tidak lagi kontrol kembali.
2
IV. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
A. Riwayat Premorbid
1. Bayi : Menurut keluarga pasien lahir spontan, cukup bulan
dan ditolong oleh dukun beranak.
2. Anak : Menurut keluarga pasien banyak teman namun pendiam,
Pertumbuhan dan Perkembangan sama dengan teman
sebayanya.
3. Remaja : Menurut keluarga, pasien adalah orang yang pendiam.
4. Dewasa : Menurut keluarga, pasien adalah orang yang pendiam.
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.
Keterangan :
: Pasien bernama Ny. RD, 29 tahun
D. Riwayat pendidikan
Pasien tamat sekolah hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
E. Riwayat pekerjaan
Pasien sebagai ibu rumah tangga.
3
F. Riwayat pernikahan
Pasien bercerai pada tahun 2017.
G. Agama
Pasien beragama Islam.
C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kualitas : Baik
3. Kuantitas : Normal
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi : - Halusinasi auditori (+)
- Halusinasi visual (-)
- Ilusi (-).
2. Depersonalisasi dan derealisasi : (-)
4
E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran : koheren
- Kontinuitas : Kontinu
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran :
- Preokupasi : (-)
- Gangguan pikiran : (-)
G. Pengendalian Impuls
Baik dan tidak terdapat gerakan involunteer.
H. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realita : RTA terganggu
4. Tilikan : Derajat 1, pasien tidak menyadari bahwa
dirinya sakit dan menyangkalnya.
5
- Tanda vital : TD : 110/70 mmHg
N : 74 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,50C
- Kepala : Normocephali, conjuntiva palpebra anemis (-),
sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung(-)
- Thorax :
Jantung : BJ 1 dan II normal, Gallop (-), Murmur (-)
Paru : vesikuler normal (+), Wheezing (-), Rhonki (-)
- Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), turgor
kembali lambat, BU (+) normal, Pembesaran
hepar dan lien (-)
- Ekstremitas : hangat, edema (-), sianosis (-)
B. Status Neurologikus
GCS: 15
E : membuka mata spontan (4)
V : berbicara spontan (5)
M : gerakan sesuai perintah (6)
Fungsi sensorik : tidak terganggu
Fungsi motorik : kekuatan otot tonus otot
N N
N N
Ekstrapiramidal sindrom :
Gejala ekstrapiramidal seperti Parkinsonisme (-), Distonia Akut
(-), Akatisia (-) dan Tardive Diskinesia (-).
Refleks fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ditemukan reflex patologis.
VII. IKHTISAR PENEMUAAN BERMAKNA
1. Pasien datang ke IGD RS Ernaldi Bahar bersama kakak laki-laki
pada mei 2018. Pasien di bawa ke IGD karena pasien.
2. Pasien tidak memiliki masalah pada kesadaran, daya ingat, fungsi
kognitif dan orientasi. Memori jangka panjang, pendek, dan segera
pasien baik, pengetahuan umum pasien baik.
3. Mood distimik (iritabel) dan afek datar.
4. Pasien mengalami halusinasi auditorik.
5. Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
6. Pasien mengalami gangguan tidur selama pasien mengalami
keluhan ini.
7. Pasien lahir normal, pasien dapat menyelesaikan sekolah sampai
SMP, pasien adalah orang yang pendiam.
8. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit fisik.
9. Pasien pernah menikah dan memiliki 3 orang anak namun pasien
6
bercerai tahun 2016. Pasien tinggal bersama anaknya. Keluarga
pasien saat ini mendukung kesembuhan pasien.
10. Pada pasien ini mengalami disabilitas sedang dalam komunikasi.
Pasien dapat mengurus dirinya sendiri.
Aksis II
Pada diagnosis multiaksial aksis II Kepribadian Skizoid.
Aksis III
Pada diagnosis multiaksial aksis III belum ditemukan adanya
gangguan kondisi medik umum pada pasien. Maka pada aksis III belum
terdapat diagnosis.
Aksis IV
Pada pasien untuk aksis IV stressor lingkungan keluarga.
7
Aksis V
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF)
Scale saat ini yaitu 70-61 gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.
B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi auditori.
XI. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam : bonam
B. Quo ad functionam : dubia ad bonam
C. Quo ad sanasionam : dubia ad bonam
B. Psikoterapi
1. Terhadap pasien
a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi
dan edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala,
faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis, dan risiko
8
kekambuhan agar pasien tetap taat minum obat dan segera
datang ke dokter bila gejala serupa muncul dikemudian hari.
Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung lama, adanya
efek samping obat dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh
dokter.
b. Memberikan psikoterapi suportif, yaitu memberikan intervensi
langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri
individu, perbaikan fungsi sosial, dan pencapaian kualitas hidup
yang baik.
2. Terhadap keluarga
a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien,
gejala, kemungkinan penyebab, dampak, faktor- faktor pemicu
kekambuhan dan prognosis sehingga keluarga dapat
memberikan dukungan kepada pasien.
b. Meminta keluarga untuk mendukung pasien, mengajak pasien
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial
pasien ketika pasien sudah kembali ke rumah.
c. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan pasien untuk
kontrol rutin dan minum obat secara teratur.
d. Menginformasikan bahwa penyakit ini bersifat jangka panjang
sehingga dibutuhkan kesabaran dan perhatian keluarga secara
penuh.
9
BAB II
DISKUSI
Pada kondisi ini pasien perempuan berusia 29 tahun dibawa ke IGD RS.
Ernaldi Bahar karena mencoba bunuh diri kepada ibunya tanpa sebab. Pasien
mengalami halusinasi auditori yaitu pasien merasa ada yang menyuruhnya untuk
terjun dari atas atap rumahnya.. Selama wawancara, pasien menjawab pertanyaan
dan bersikap kooperatif, saat di wawancara kontak mata baik , mood distimik
(iritabel), afek datar, proses dan isi koheren.
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang menetap, bersifat kronis dan
bisa terjadi kekambuhan dengan gejala psikotik beranekaragam dan tidak khas,
seperti penurunan fungsi kognitif yang disertai halusinasi dan waham, afek datar,
disorganisasi perilaku dan memburuknya hubungan sosial. Skizofrenia memiliki
berbagai tanda dan gejala1. Gejala skizoafektif dapat terjadi kapan saja. Gejala
pada pria biasanya timbul pada masa remaja akhir atau awal usia 20-an,
sedangkan pada wanita pada usia 25-35 tahun. Skizoafektif dapat mempengaruhi
cara berpikir, perasaaan dan tingkah laku. Gejala yang ditimbulkan mencakup
banyak fungsi seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah
(waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik (katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul),
tidak mampu merasakan kesenangan (anhedonia)2. Dalam menentukan diagnosis
skizofrenia paranoid, diperlukan pemenuhan terhadap kriterian diagnosis yang
disesuaikan dengan DSM IV : Berdasarkan karakteristik gejala, sekurang-
kurangnya dua atau lebih gejala terpenuhi, seperti: delusi (waham), halusinasi,
pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi, gejala
negative3. Gejala-gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 1 bulan secara
signifikan dengan minimal mengalami gangguan yang menetap dalam periode
waktu 6 bulan yang terjadi tanpa pengaruh penggunaan obat-obatan tertentu Akan
tetapi, jika pasien mengalami gejala yang menunjukkan adanya delusi kacau
(bizarre) atau terdapatnya halusinasi auditorik yang berupa suara suara
mengomentari perilaku penderita, maka hanya dibutuhkan kesesuaian terhadap
10
sekurang-kurangnya 1 kriteria gejala tersebut 4.
Pada pasien ini juga memiliki ciri kepribadian skizoid yang merupakan
ciri kepribadian yang paling sering mengembangkan skizoafektif tipe depresif.
Hal ini ditunjukkan dengan sifat pasien yang tidak pernah terbuka dengan orang-
orang disekitarnya terkait permasalahan yang dialaminya.
Pada pasien ini dipilih terapi anti psikotik golongan atipikal berupa
Risperidone 2 x 2 mg. Risperidone merupakan obat anti psikotik generasi ke II
dan termasuk ke dalam kelompok benzisoxazole. Obat ini bekerja sebagai
antagonis serotonin-dopamin. Mekanisme kerja obat ini melalui interaksi antara
serotonin dan dopamine pada jalur dopamine. Hal ini yang menyebabkan efek
samping ekstrapiramidal lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi
simptom negative5. Untuk pemberian dosis dimulai dengan 1mg/hari selama
beberapa hari dan jika belum ada respon dosis dapat dinaikkan menjadi 2 mg/
hari dan kemudian dapat terus dinaikkan hingga 4-6 mg/hari namun perlu
dilakukan evaluasi selama 2-3 minggu. Dosis optimal sebagai dosis terapi adalah
2-4 mg sehari. Selain dalam bentuk tablet, risperdone juga tersedia dalam bentuk
depo (long acting) yang dapat digunakan setiap dua minggu. Obat ini disuntikkan
secara IM dan tidak menimbulkan rasa sakit di tempat penyuntikan karena ia
merupakan suspensi dengan pelarut air5,6.
Trihexylphenidil (THP) diberikan apabila terjadi efek samping
ekstrapiramidal. Semua antagonis reseptor dopamin berkaitan dengan efek
samping ekstrapiramidal. Hal ini disebabkan karena berkurangnya aktivitas
dopamin pada ganglia basalis, yang diakibatkan karena afinitasnya terhadap
reseptor D2. Selain menggunakan terapi psikofarmaka, pasien juga ditunjang
dengan psikoterapi. Psikoterapi suportif bertujuan agar pasien merasa aman,
diterima, dan dilindungi. Psikoterapi suportif dapat diberikan pada pasien yang
mengalami gangguan proses kognitif, gangguan dalam penilaian realita,
gangguan proses pikir, serta adanya gangguan dalam melakukan hubungan
dengan orang lain7. Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap pasien agar
memahami tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor penyebab,
cara perngobatan, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat minum
11
obat dan segara datang ke dokter bila gejala serupa muncul dikemudian hari.
Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung lama, adanya efek samping obat
dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh dokter 8. Hal lain yang dilakukan
adalah dengan intervensi langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa
percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang
baik sehingga memotivasi pasien agar dapat menjalankan fungsi sosialnya
dengan baik. Keluarga pasien juga diberikan terapi keluarga dalam bentuk
psikoedukasi berupa penyampaian informasi kepada keluarga mengenai penyebab
penyakit yang dialami pasien serta pengobatannya sehingga keluarga dapat
memahami dan menerima kondisi pasien untuk minum obat dan kontrol secara
teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan secara dini9.
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2012, Kaplan & Sadock’s Buku ajar psikiatri
klinis edisi ke 2.EGC.
2. Katzung, B.G. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC,
Jakarta.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Maslim, R. 2013. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atma Jaya.
5. Rudyanto, benhard. 2006. Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta: FK
UI.
TABEL FOLLOW UP
13
21 Mei 2018 S : Sedikit gelisah, namun terlihat agak lebih tenang
Bangsal ASOKA
dibandingkan saat datang ke IGD.
14
24 Mei 2018 S: Os mengatakan lebih tenang dengan tarik nafas
Bangsal Kenanga dalam.
15