Anda di halaman 1dari 20

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua

fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase

bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada

permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau

terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di

dalam pori.

Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui

suatukolom, perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang

sangat mirip mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa

yang disebut kromatogram. Kromatografi kolom konvensionaladalah suatu

metode pemisahan yang didasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu

adsorben terhadapsuatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil

isolasinya.Sebelumnya dilakukan percobaan terhadap kromatografi lapis

tipis sebagai pencari kondisi eluen.

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling

kuat. Karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk

pemisahan analitik dan preparative.Biasanya, kromatografi analitik dipakai

pada tahap permulaan untuk semua cuplikan dan kromatografi preparative

hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan

secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung


SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA
150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

beberapa sifat fisika umum dari molekul. Pemisahan senyawa biasanya

menggunakan beberapa teknik kromatografi. Pemilihan teknik

kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa

yang akan dipisahkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka akan

membahas tentang metode kromatografi kolom.

B. Rumusan Masalah
Dalam uraian diatas dapat dirumuskan masalah bagaimana cara
memisahkan senyawa dengan metode kromatografi kolom konvensional
pada fraksi klika kayu jawa (Lannea coromandelica) ?
C. Maksud praktikum

Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan


memahami cara penggunaan serta prinsip kerja kromatografi kolom
konvensional menggunakan fraksi klika kayu jawa (Lannea
coromandelica)
D. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan percobaan ini yaitu untuk memisahkan senyawa


kimia fraksi klika kayu jawa (Lannea coromandelica) menggunakan
kromatografi kolom konvensional berdasarkan warna dan tingkat
kepolaran.
E. Manfaat Praktikum

Bagi Praktikan, dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang


proses dan prinsip dari kromatografi kolom konvensional dalam memisahkan
senyawa berdasarkan warna dan tingkat kepolaran

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

a. Klasifikasi Tanaman (Integrated Taxonomic Information system, 2018)


Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Classis : Dicotyledonane
Sub Classis : Dialypetalae
Ordo : Sapindales
Familia : Anacardiaceae
Genus : Lannea
Spesies : Lannea coromandelica
b. Morfologi Tanaman
Kayu jawa (Lannea Coromandelica) atau dalam masyarakat
bugis dikenal dengan sebutan aju jawa adalah salah satu tanaman
obat tradisional yang masih sering digunakan oleh masyarakat bugis
sampai sekarang ini karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh
untuk mengobati luka dalam maupun luka luar. Selain itu, masyarakat
sering menggunakan tanaman ini untuk mengobati bintitan. Cara
penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan
penggunaannya, misalnya untuk pengobatan muntah darah
masyarakat meminum rebusan kulit batang tanaman ini. Sedangkan
untuk mempercepat penyembuhan luka, masyarakat biasanya
langsung menggunakan kulit batang ini dengan menempelkannya ke
bagian luka.
Habitus pohon dengan batang berkayu, berwarna coklat
dengan corak putih, kokoh, silindris dengan diameter ±40cm,
permukaan kasar dan beralur. Daun majemuk menyirip gasal,

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

berwarna hijau, permukaan daun licin, tepi daun rata, anak helai daun
berhadapan, tulang daun menyirip, bangun daun bulat telur (ovatus),
ujung daun runcing dan basal daun tumpul (obtusus). Bunga
majemuk, perbungaan malai, dengan kelopak ±1mm berwarna hijau
muda, dan 4 mahkota berwarna kuning kehijauan, benang sari 8
berwarna kuning, putik 4 pendek. Buah buni, bulat, memanjang,
berwarna hijau dengan biji bulat, putih.
c. Nama Lain
Adapun nama simplisia dari kayu jawa yaitu Lanneae
coromandelica folium,dengan nama asing Lannea coromandelica. Di
daerah sulawesi dikenal dengan tamate, dari daerah jawa sering
disebut kudo atau jaranan, dan di daerah flores dikenal dengan Reo

d. Kandungan kimia
Bahan kimia yang terkandung pada klika tanaman kayu jawa
(Lannea coromandelica) adalah saponin dan flavonoid serta memiliki
sifat antioksidan, sedangkan pada getah pohon kayunya
mengandung alumina dan silika (Perdanakusuma D, 2007).
e. Khasiat Tanaman
Tanaman kayu jawa berkhasiat untuk penawar bisa racun, obat
tetes mata merah, belekan, antiseptik, dan obat luka sayat dan sakit
gigi (Perdanakusuma D, 2007).
B. Teori Kromatografi Kolom Konvensional

Kromatografi adalah proses melewatkan sampel melalui

suatukolom, perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang

sangatmirip mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa

yang disebut kromatogram (Khopkar, 2008).

Kromatografi kolom konvensional adalah suatu metode

pemisahan yang didasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil

isolasinya. Sebelumnya dilakukan percobaan terhadap kromatografi

lapis tipis sebagai pencari kondisi eluen (Kasiman, 2006).

Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya

perbedaan daya serap dari masing-masing komponen, campuran

yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan lewat

puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap.

Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun

lebih lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun

lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh

bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut /

dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun

dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom

(Sumar, 2010).

Proses pengemasan fasa diam, yaitu (Raymond et al, 2006) :

1) Cara basah

Selapis kapas/pasir bersih dimasukkan kedalam kolom dan

tabung diisi sepertiga dari volume kolom. Pelarut yang dipakai

dalamproses pengemasan sama dengan pelarut yang akan digunakan

padakromotografi atau pelarut yang kepolarannya lebih rendah.

Penjerap dibuat lumpuran menggunakan eluen tersebut lalu

dituangkan kedalam kolom. Lumpuran dapat dimasukkan sekaligus

atau sedikit demi sedikit.

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Selama proses pengemasan, tabung dapat diketuk-ketuk pada

semua sisi secara perlahan-lahan dengan sumbat karet atau bahan

yang lunak agar diperoleh lapisan yang seragam. Kran dapat

dibukaatau ditutup selama penambahan, namun tetap memperhatikan

permukaan pelarut agar tetap merendam seluruh permukaan

penjerap. Hal ini untuk mencegah masuknya udara dalam ruang

antar partikel silika gel yang dapat menyebabkan gangguan pada

proses isolasi.

Jika pelarut yang dipakai untuk membuat lumpuran berbeda

dengan pelarut yang dipakai pada kromotografi, pelarut lumpuran

harus didesak keluar dengan pelarut pengelusi terlebih dahulu

sebelum cuplikan ditambahkan.

2) Cara kering

Selapis kapas/pasir bersih diletakkan didasar kolom, penjerap

dituangkan kedalam kolom sedikit demi sedikit. Setiap pernambahan

silika gel, permukaannya diratakan dan dimanpatkan. Alat pemanpat

ini dapat berupa sumbat karet/bahan lunak yang dipasang pada ujung

batang kaca atau gagang stik. Setelah semua penjerap dimasukkan,

pada bagian atas dilapisi kertas saring sehingga jika ditambahkan

eluen, permukaan penjerap tetap rata. Eluen kemudian dimasukkan

menggunakan pipet tetes secara memutar sambil membuka kran

kolom pada bagian bawah. Eluen dibiarkan mengalir ke bawah melalui

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

dan membasahi penjerap sampai eluen tersebut tepat sampai dikran

kolom.

3) Cara kemas basah

Cara ini dapat dibuat dengan mengisi tabung setengahnya

dengan pelarut, lalu penjerap dalam keadaan kering dimasukkan

kedalam kolom berupa aliran halus melalui corang. Penjerap dibiarkan

mengendap sementara tabung diketuk-ketuk (seperti cara basah

dankering) agar terbentuk kemasan yang seragam dan mampat. Jika

penjerap dimasukkan seluruhnya sekaligus, biasanya diperoleh

kemasan fase diam dalam kolom yang sangat baik.Pelarut berlebih

dikeluarkan dari tabung agar diperoleh kolom penjerap dan dapat pula

ditambahkan selapisan pasir yang telah dicuci untuk menutupi

kertassaring.

4) Pengemasan Silika

Proses pengemasan silika dilakukan dengan cara kering.

Dimana kolom di pasang kemudian di masukkan kapas 30 gram silika

kasar dimasukkan ke dalam kolom. Kemudian dimasukkan pelarut n-

Heksan,masukkan kertas saring, dan dimasukkan 0,3 gram fraksi

kayu jawa Lanneae coromandelica folium dan selanjutnya dilakukan

proses isolasi.

Keuntungan kromatografi kolom yaitu hasil partisi yang

diperoleh sangat bagus, sebab elusi terjadi secara wajar tanpa ada

tekanan dari alat lain serta waktu kontak antara eluen. Kromatografi

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

kolom juga dapat digunakan pada sampel yang jumlahnya sedikit,

serta silika yang sudah digunakan dapat dicuci kembali sehingga

hemat.

Kerugian kromatografi kolom yaitu prosesnya tidak hemat

waktu dan alatnya konvensional dengan membutuhkan keahlian

khusus dalam penggunaanya.

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, botol coklat,

cawan porselin, corong kaca, gelas kimia, klem, kolom kaca, pipet

tetes, sendok tanduk besi, statif, timbangan analitik dan vial.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan yaitu aluminium foil, fraksi klika

kayu jawa (Lannea coromandelica) eluen n-Heksana, dan eluen etil

asetat, kapas, kertas saring, label, silika gel dan tissue.

B. Cara Kerja

1. Penyiapan Kolom Kromatografi Kolom Konvensional

Alat-alat perangkat kromatografi kolom dicuci dengan metanol dan

dikeringkan, dirangkai alat kolom dan ditegakkan dengan bantuan statif

dan klem.

2. Pengemasan suspensi Silika

Ditimbang silika kasar sebanyak 30 gram, Silika disuspensikan

dengan dengan pelarut n-heksan dihomogenkan sampai tercampur

merata sampai pelarutnya menguap semua dan setelah itu dimasukkan

ke dalam kolom.

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

3. Penyiapan fraksi

Disiapkan alat dan bahan, ditimbang fraksi sebanyak 0,3 gram

dan dimasukkan ke dalam kolom.

4. Prosedur Kerja Kromatografi Kolom Konvensional

Disiapkan alat dan bahan; Kolom yang telah dipasang dimasukkan

kapas pada ujung kolom (dasar kolom). Dimasukkan suspensi silika

yang telahdisiapkan secara perlahan-lahan; Ditunggu beberapa saat

sehingga mampat. Dimasukkan kertas saring. Dimasukkan sampel

perlahan-lahan. Dimasukkan perbandingan eluen satu-satu mulaidari

non-polar hingga polar, perbandingannya yaitu: kloroform : metanol

10:0, 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9. Masing-masing eluen

dibuat 50 mL; Ditampung dalam vial hingga mencapai volume 5 mL dan

dipisahkan berdasarkan warna dan diuapkan serta di profil KLT.

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari praktikum Kromatografi Kolom Konvensional didapatkan hasil

sebagai berikut :

a. Berdasarkan eluen

No. Fase gerak ( eluen ) Fraksi

1. n-heksan (10) : etil asetat (0) 1 – 13

2. n-heksan (9) : etil asetat (1) 14-22

3. n-heksan (8) : etil asetat (2) 23-37

4. n-heksan (7) : etil asetat (3) 38-47

5. n-heksan (6) : etil asetat (4) 48-57

6. n-heksan (5) : etil asetat (5) 58-66

7. n-heksan (4) : etil asetat (6) 67-76

8. n-heksan (3) : etil asetat (7) 77-86

9. n-heksan (2) : etil asetat (1) 87-96

10. n-heksan (1) : etil asetat (9) 97-106

11. n-heksan (0) : etil asetat (10) 107-116

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

b. Berdasarkan warna

No. Fraksi Warna Fraksi

1- 22, 24, 25, 32, 33, 34, 35,


36, 37, 77, 78, 79, 80, 81,
1. fraksi 1 Bening 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88,
89, 90, 91, 92, 93, 94, 95,
96, 97, 113, 114, 115, 116
23, 27, 30, 31, 98, 99, 100,
101, 102, 103, 104, 105,
2. fraksi 2 Kuning bening
106, 107, 108, 109, 110,
111, 112
56, 57, 58, 59, 60, 61, 62,
3. fraksi 3 Kuning muda
63, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71
26, 27, 28, 29, 38,39, 40, 41,
42, 43, 44, 45, 46, 47, 48,
4. fraksi 4 agak kuning
49, 50, 51, 52, 53, 54, 55,72
,73, 74, 75, 76

Kromatografi ialah proses melewatkan sampel melalui suatu kolom,

perbedaan kemampuan adsorpsi terhadap zat-zat yang sangat mirip

mempengaruhi resolusi zat terlarut dan menghasilkan apa yang disebut

kromatogram.Sampai saat ini masih banyak yang menggunakan

kromatografi kolom konvensional karena metode ini merupakan metode

kromatografi yang klasik.

Adapun prinsip dari kromatografi ini ialah kecenderungan

komponen kimia untuk terdistribusi kedalam fase diam atau fase gerak

dengan proses elusi berdasarkan gaya gravitasi. Mekanisme dari kolom

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

konvensional dalam isolasi ini yaitu eluen akan berpenetrasi masuk

kedalam fase diam (silika gel) kemudian terjadi proses isolasi dan

didapatkan isolat.

Adapun proses pengemasan silika dibuat dalam cara kering agar

aliran eluen yang melewati silica (fase diam) tidak terlalu cepat sehingga

pada saat fraksi melewati fase diam pemisahannya lebih baik. Penyiapan

kolom yaitu dengan cara menyusun kapas, silica gel kasar, kertas saring

dan sampel secara berturut-turut kemudian dibahasi dengan pelarut n-

heksan secukupnya dengan tujuan untuk mempermudah terjadinya

fraksinasi. Pengemasan kering dilakukan dengan memasukkan 30 gram

silika kasar kedalam kolom yang telah dimasukkan kapas dan kertas

saring. Setelah itu dimasukkan terlebih dahulu pelarut n-Heksan untuk

membilas silika agar lebih mampat. Kemudian dimasukkan 0,3 gram fraksi

klika kayu jawa (Lannea Coromandelica) lalu dimasukkan eluen mulai dari

perbandingan 10:0 sampai 0:10. Alasannya penggunaan eluen dengan

tingkat kepolaran yang rendah terlebih dahulu dimasukkan agar fraksi

dapat ditarik oleh senyawa non polar lalu kemudian di tarik oleh senyawa

polar, karena jika yangdimasukkan terlebih dahulu adalah pelarut polar

maka ditakutkansenyawa non polar pada fraksi akan tertarik juga

sehingga proses pemisahan senyawa polar dan non polar tidak efektif.

berdasarkan tingkat kepolaran dihasilkanfraksi yang berwarna

bening pada vial 1-22, 24, 25, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 77, 78, 79, 80, 81,

82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 113, 114,

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

115, 116. Fraksi yang kuning bening pada vial nomor 23, 27, 30, 31, 98,

99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112.

Fraksi yang kuning bening pada vial nomor 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63,

65, 66, 67, 68, 69, 70, 71. Fraksi yang berwarna agak kuning pada vial

nomor 26, 27, 28, 29, 38,39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51,

52, 53, 54, 55,72 ,73, 74, 75, 76.

Alasan penggunaan eluen dengan tingkat kepolaran yang rendah

terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kolom yaitu karena jika

yangdimasukkan terlebih dahulu adalah pelarut polar maka ditakutkan

senyawa non polar pada sampel akan tertarik juga sementara kita akan

melakukan proses pemisahan antara senyawa polar dan polar. Dan pada

akhir dari proses isolasi tidak ada lagi senyawa non polar yang akan

ditarik jika pelarut non polar digunakan lebih akhir.

Hasil praktikum yang didapatkan yaitu Dari hasil perubahan warna

diperoleh fraksi untuk Warna Bening terdapat 55 Fraksi, kuning bening

terdapat 19 Fraksi, kuning muda terdapat 15 Fraksi, Warna agak kuning

terdapat 27 Fraksi. Perbedaan warna pada masing-masing fraksi

dikarenakan perbedaan kepolaran dari masing-masing senyawa yang

terkandung dalam fraksi klika kayu jawa (Lannea Coromandelica)

sedangkan tingkat kepekatan warna disebabkan banyaknya senyawa

yang ditarik.

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum ini, maka dapat disimpulkan bahwa
dari hasil kromatografi kolom konvensional dengan menggunakan eluen
dengan variasi perbandingan diperoleh warna kuning pucat, kuning
bening, dan bening

B. Saran

Diharapkan selama praktikum berlangsung, ketertiban dan

kedisiplinan ditingkatkan agar proses praktikum dapat berjalan dengan

lancar dan tenang.

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2019, Penuntun dan Buku Kerja Fitokimia II, Universitas Muslim
Indonesia, Makassar.

Integrated Taxonomi cInformation System// Lannea coromandelica, 26


maret 2019

Kasiman, Peranginangin, 2006. “Metode Ekstraksi Tumbuhan”.Yogyakarta


: Penerbit Garana.

Khopkar, S.M. 2008. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. UI-Press: Jakarta.

Perdanakusuma, D, 2007, From Caringto Curing Pause Before You Use


Gauze, Airlangga University School of Medicine, Surabaya

Raymond G. Reid and Satyajit D. Sarker, 2006.Isolation of natural Product


by Low-Pressure Collum Chromatografi in Sharker SD., Latif,Z
and Gray , Al (ED). Natural Product Isolation Humana Press.Inc.
Totowa New jersey

Sumar Hendayana. 2010. “Kimia Pemisahan”. PT Remaja Rosdakarya :


Bandung

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Lampiran

Lampiran 1. Skema Kerja

Disiapkan alat dan bahan

Kolom yang telah dipasang dimasukkan kapas pada ujung


kolom (dasar kolom)

+ Dimasukkan silika yang


telah disiapkan secara
perlahan-lahan
sebanyak 30 gram,

+ silika dibiarkan mengendap


sementara tabung diketuk-
ketuk. Ditunggu beberapa
saat sehingga mampat;
dan Dimasukkan kertas
saring;

Dimasukkan sampel sebanyak 0,3 gram dengan cara perlahan-


lahan dan ditutup kembali dengan kertas saring;

Dimasukkan perbandingan eluen satu-satu mulai dari non-polar


hingga polar,

perbandingannya yaitu: n-Heksan : Etil Asetat 10:0, 9:1, 8:2,


7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9, 0:10.

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Ditampung dalam vial hingga mencapai volume 5 mL dan


dipisahkan berdasarkan warna.

Lampiran.2 gambar Hasil Praktikum

bening Kuning bening

Kuning muda Agak kuning

Kromatogravi kolom

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Lampiran 3. Perhitungan

1. Eluen n-heksan : etilasetat (10 : 0) dalam 50 mL


10
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 50 𝑚𝐿.
0
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 0 𝑚𝐿.

2. Eluen n-heksan : etilasetat (9 : 1) dalam 50 mL


9
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 45 𝑚𝐿
1
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 5 𝑚𝐿

3. Eluen n-heksan : etilasetat (8 : 2) dalam 50 mL


8
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 40 𝑚𝐿
2
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 10 𝑚𝐿

4. Eluen n-heksan : etilasetat (7: 3) dalam 50 mL


7
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 35 𝑚𝐿
3
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 15 𝑚𝐿

5. Eluen n-heksan : etilasetat (6 : 4) dalam 50 mL


6
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 30 𝑚𝐿
4
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 20 𝑚𝐿

6. Eluen n-heksan : etilasetat (5 : 5) dalam 50 mL


5
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 25 𝑚𝐿
5
Untuk etilasetat : 𝑋 50 𝑚𝐿 = 25 𝑚𝐿
10

7. Eluen n-heksan : etilasetat (4 : 6) dalam 50 mL


4
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 20 𝑚𝐿
6
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 30 𝑚𝐿

8. Eluen n-heksan : etilasetat (3 : 7) dalam 50 mL


3
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 15 𝑚𝐿
7
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 35 𝑚𝐿

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

9. Eluen n-heksan : etilasetat (2 : 8) dalam 50 mL


2
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 10 𝑚𝐿
8
Untuk etilasetat : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 40 𝑚𝐿

10. Eluen n-heksan : etilasetat (1 : 9) dalam 50 mL


1
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 5 𝑚𝐿
9
Untuk etilasetat : 𝑋 50 𝑚𝐿 = 45 𝑚𝐿
10

11. Eluen n-heksan : etilasetat (0 : 10) dalam 50 mL


0
Untuk n-heksan : 10 𝑋 50 𝑚𝐿 = 0 𝑚𝐿
10
Untuk etilasetat : 10
𝑋 50 𝑚𝐿 = 50 𝑚𝐿

SULISTIAWATI YUNUS NURHIDAYA


150 2016 0031

Anda mungkin juga menyukai