PGP Bab 123
PGP Bab 123
PENDAHULUAN
Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan batuan sebagai
penyusunnya serta sejarah dan fenomena - fenomena yang membentuknya baik
secara endogen maupun eksogen. Untuk mempelajari fenomena - fenomena
tersebut perlu dilakukan suatu penelitian, salah satu caranya adalah pemetaan
geologi. Seorang mahasiswa geologi dituntut dapat melakukan pemetaan geologi
sebab hal itu merupakan identitas seorang ahli geologi.
Dalam pemetaan geologi, seorang ahli geologi harus mengetahui susunan dan
komposisi batuan serta struktur geologi, baik yang tersingkap di permukaan bumi
maupun yang berada di bawah permukaan melalui pengukuran kedudukan batuan
dan unsur struktur geologi dengan menggunakan kompas geologi serta
melakukan penafsiran geologi, baik secara induksi dan deduksi yang disajikan
diatas peta dengan menggunakan simbol atau warna.
Barat daya Bukit Barisan merupakan nama blok konsesi minyak dan gas bumi
yang terletak di daerah onshore di bagian tengah Sumatera Barat. Blok tersebut
sebelumnya bernama Blok Singkarak pada saat dikelola oleh PT. CPI dan Apache
Oil Sumatera Inc. Secara administratif blok tersebut masuk ke dalam wilayah
empat kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar, Sijunjung, Solok dan Lima Puluh
Kota dan dua kotamadya yaitu Kotamadya Sawah Lunto dan Kota Solok. Daerah
ini merupakan daerah terbuka dengan luas sekitar 3.895 kilometer persegi
(Koning, 1985). Menurut Tobler (1922) dalam Van Bemmelen (1949), secara
fisiografis daerah Sumatera Tengah dibagi menjadi tujuh zona fisiografi, yaitu
3
Dataran Aluvial Pantai Timur, Cekungan Tersier Sumatera Tengah, Zona Depresi
Tengah dari Daerah Barisan, Pegunungan Barisan Depan, Sekis Barisan atau
Daerah Barisan Timur, Daerah Dataran Tinggi Barisan, Dataran Aluvial Pantai
Barat. Sebagai perkembangan lebih lanjut dari pembagian Tobler (1922), Van
Bemmelen (1949) membagi fisiografi daerah Sumatera Tengah, yaitu Zona
Pegunungan Tiga Puluh, Zona Sesar Semangko, Zona Pegunungan Bukit Barisan,
Zona Dataran Rendah dan Zona Dataran Bergelombang.
Kota Sawahlunto terletak sekitar 100 Km sebelah timur Kota Padang dan
Dalam lingkup Provinsi Sumatera Barat berlokasi pada bagian tengah provinsi ini.
Secara astronomi letak Kota Sawahlunto adalah 0o 34’ 39” – 0o 46’20” Lintang
Selatan dan 100o 41’ – 100o 49’ Bujur Timur. Wilayah daerah penelitian terletak
pada koordinat 100o 40’ 26” BT – 100o 42’ 18” dan 0o 36’ 16” LS – 0o 37’ 24” LS
(Gambar 1.1).
4
Gambar 1.1 Peta administrasi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat
(Sumber: Zulfikar Basmoesa, 2008)
Kemiringan dan keterjalan bentang alam ini menjadi kendala atau faktor pembatas
pengembangan wilayah Kota Sawahlunto. Bentang alam yang landai terletak
hampir di tengah daerah Kota Sawahlunto, tetapi umumnya merupakan jalur-jalur
sempit sehingga dirasa sulit untuk dikembangkan menjadi permukiman perkotaan.
Posisi daerah kegiatan penelitian memanjang sepanjang Sesar Sawahlunto,
memisahkan perbukitan terjal yang terletak dikedua sisinya.
5
1.5 Manfaat Penelitian
Berangkat ke lokasi
Kegiatan lapangan
bersama pembimbing
Kegiatan lapangan
bersama kelompok
Bimbingan dan
pembuatan laporan
Kolokium
Checking
Pulang
1.Pra-Pemetaan Geologi
a. Pendaftaran Peserta
a. Berangkat
b. Kegiatan Lapangan
c. Checking
d. Pulang
4. Kolokium
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Gambar 2.2 Stratigrafi Cekungan Ombilin berdasarkan PH. Silitonga & Kastowo
(1995)
9
Berikut urutan stratigrafi Cekungan Ombilin dari tua ke muda dengan umur Pra-
Tersier (Perm dan Trias) hingga batuan berumur Kuarter :
A. Batuan Pra- Tersier
Batuan Pra-Tersier merupakan batuan yang mendasari Cekungan Ombilin
Kelompok ini mencakup masa Paleozoikum - Mesozoikum, dipisahkan
menjadi kelompok batuan ultrabasa, kelompok batuan mélange, kelompok
batuan malihan, kelompok batuan gunung api, dan kelompok batuan
terobosan. Cekungan Ombilin terdiri atas 3 formasi batuan yaitu:
1. Formasi Silungkang
2. Formasi Tuhur
3. Formasi Kuantan
B. Batuan Tersier
Batuan Tersier Cekungan Ombilin terbagi menjadi enam formasi, yaitu:
1. Formasi Brani
2. Formasi Sangkarewang
3. Formasi Sawahlunto
4. Formasi Sawahtambang
5. Formasi Ombilin
6. Formasi Ranau
Cekungan Ombilin dibentuk oleh dua terban berumur Paleogen dan Neogen,
dibatasi oleh Sesar Tanjung Ampalu berarah Utara-Selatan. Secara lokal ada tiga
bagian struktur yang bisa dikenal pada Cekungan Ombilin, yaitu :
Sesar dengan jurus berarah Baratlaut-Tenggara yang membentuk bagian dari
sistem Sesar Sumatera. Bagian Utara dari cekungan dibatasi oleh Sesar Sitangkai
dan Sesar Tigojangko. Sesar Tigojangko memanjang ke arah
12
a) Tenggara menjadi Sesar Takung. Bagian Selatan dari cekungan dibatasi
oleh Sesar Silungkang.
b) Sistem sesar dengan arah umum Utara-Selatan dengan jelas terlihat pada
Timurlaut dari cekungan. Sistem sesar ini membentuk sesar berpola tangga
(step-like fault), dari Utara ke Selatan: Sesar Kolok, Sesar Tigotumpuk,
dan Sesar Tanjung Ampalu. Perkembangan dari sesar ini berhubungan
dengan fase tensional selama tahap awal dari pembentukan cekungan dan
terlihat memiliki peranan utama dalam evolusi cekungan.
c) Jurus sesar dengan arah Timur-Barat membentuk sesar antitetik mengiri
dengan komponen dominan dip-slip.
Menurut Situmorang, dkk (1991) pola struktur keseluruhan dari Cekungan
Ombilin menunjukan sistem transtensional atau pull-apart yang terbentuk diantara
offset lepasan dari Sesar Sitangkai dan Sesar Silungkang yang berarah Baratlaut-
Tenggara yang mana sistem sesar yang berarah Utara-Selatan dapat berbaur
dengan sistem sesar yang berarah Baratlaut-Tenggara. Adanya fase ekstensional
dan kompresional yang ditemukan pada jarak yang sangat dekat merupakan
fenomena umum untuk Cekungan Ombilin yang merupakan cekungan strike-slip.
Cekungan ini mengalami pergantian fase ekstensional pada satu sisi yang diikuti
oleh pemendekan pada sisi yang lain.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada pemetaan geologi ini, yang menjadi objek penelitian sebagai berikut:
a) Unsur-unsur geomorfologi, seperti pola kontur, bentuk bukit, elevasi,
sudut lereng, pola pengaliran, dan lain-lain.
b) Singkapan batuan, termasuk di dalamnya ciri-ciri litologi, struktur batuan
dari seluruh singkapan batuan yang ada di daerah pemetaan.
c) Stratigrafi daerah penelitian, untuk mempermudah penjelasan, penulis
merujuk kepada satu tatanama satuan litostratigrafi, yaitu yang dibuat
oleh PH. Silitonga & Kastowo (1995)
d) Struktur geologi regional, yang dapat digunakan untuk menentukan jenis
dan pola struktur yang berkembang di daerah pemetaan, seperti data
kekar dan cermin sesar untuk melukiskan karakteristik hubungan antara
unsur-unsur struktur hasil pengukuran di lapangan penelitian dengan
struktur geologi regional daerah penelitian.
e) Lingkungan pengendapan, bertujuan menentukan di lingkungan mana
litologi yang didapat terendapkan.
f) Potensi geologi yang ada pada daerah penelitian, berupa potensi bahan
galian atau potensi geowisata.
a) Perizinan
Perizinan dilakukan baik dari pihak Universitas Islam Riau maupun
pemerintah daerah di lokasi pemetaan.
b) Studi Pustaka
Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum keadaan
geologi daerah penelitian secara regional.Hasil dari sejumlah pustaka
peneliti terdahulu, didapatkan data–data geologi regional yang
berhubungan dengan daerah penelitian.
c) Pembuatan Peta Dasar Kerangka, Peta Geologi, Peta Geomorfologi, Peta
Lintasan dan Peta Pola Pengaliran.
15
3.4.1 Menentukan lintasan
Pada metode lapangan ini, lintasan sebelumnya telah ditentukan dan
dijalani dengan kontrol arah kompas sesuai rencana lintasan.
Kelebihan:
- Pekerjaan relatif cepat.
- Baik dilakukan pada daerah berbukit dan gundul.
- Lintasan lebih kaya data dan banyak memiliki titik patokan.
- Cukup teliti dalam memperoleh hasil plotting data lapangan pada peta
kerangka.
- Data mudah dipercaya, mudah dilakukan pengecekan kembali di lapangan
- Lebih memungkinkan pada medan datar dan bervegetasi rapat.
Kekurangan:
- Masih tergantung pada peta dasar, masih ada kemungkinan salah orientasi.
Lintasan terikat oleh azimut yang telah ditetapkan sehingga sering
terbentur oleh medan yang sulit ditembus.
16
3.5 TahapAnalisis Data
17
Selain bentuk – bentuk yang telah disebutkan, terdapat beberapa aspek
pendekatan dalam pemetaan geologi seperti bentuk lereng, pola punggungan dan
pola pengaliran. Howard (1967) telah membagi pola pengaliran menjadi pola
pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi (Gambar 3.1).
Pola pengaliran dasar merupakan suatu pola pengaliran yang mempunyai ciri
khas tertentu yang dapat dibedakan dengan pola pengaliran lainnya. Sedangkan
pola pengaliran modifikasi merupakan pola pengaliran yang agak berbeda dan
berubah dari pola dasarnya, namun pola umumnya tetap tergantung pada pola
dasarnya. Pola dasar pengaliran sungai menurut Zenith (1932) (A) dan pola
modifikasi pengaliran sungai menurut A.D.Howard (1967) (B dan C).
Gambar 3.1 (A) Pola Dasar Pengaliran Sungai (Zenith, 1932) (A) dan (B) (C)
Pola Modifikasi Pengaliran Sungai (A.D.Howard, 196
Penjelasan dari gambar pola pengaliran sungai di atas dapat dilihat pada (Tabel
3.2) di bawah ini:
18
Tabel 3.2 Pola pengaliran dasar sungai dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)
POLA
PENGALIRAN KARAKTERISTIK KETERANGAN
DASAR GAMBAR
20
ANULAR Bentuk seperti cincin yang disusun oleh
anak-anak sungai, sedangkan induk
sungai memotong anak sungai hampir
tegak lurus. Mencirikan kubah dewasa
yang telah terpotong atau terkikis,
disusun perselingan batuan keras dan
lunak.
21
Trellis berbelok Perlipatan memanjang
Trellis Sesar Percabangan menyatu atau berpencar, sesar paralel.
Percabangan menyatu atau berpencar, Kekar
Angulate dan/atau sesar pada daerah miring.
Karst Batugamping.
B. Morfogenetik
Suatu proses terbentuknya permukaan bumi sehingga membentuk
dataran, perbukitan, pegunungan, gunungapi, plato, lembah, lereng, pola
pengaliran. Proses geologi yang telah dikenal yaitu proses endogen dan
eksogen.
Proses eksogen merupakan proses yang dipengaruhi oleh faktor dari luar
bumi seperti iklim, dan vegetasi. Akibat pengaruh iklim dapat disebut
sebagai pengaruh fisika dan kimia. Proses eksogen cenderung merubah
permukaan bumi secara bertahap, yaitu pelapukan batuan.
22
Bentuk lahan asal denudasional Coklat
C. Morfometri
Merupakan penilaian kuantitatif dari bentuklahan sebagai aspek
pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehingga klasifikasi kualitatif akan
semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng
yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan
lereng menurut Van Zuidam (1983, dalam Hindartan, 1994) sehingga diperoleh
penamaan kelas lerengnya (Tabel 3.5). Teknik perhitungan kemiringan lerengnya
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik grid cell berukuran 2 x 2 cm pada
peta topografi skala 1:12.500. Kemudian dalam mendapatkan hasil kemiringannya
digunakan rumus:
n − 1 Ic
S= × 100%
dx. sp
Keterangan :
S = Kemiringan lereng
n = nilai jumlah kontur yang terpotong (cm)
Ic = interval kontur
dx = panjang garis potong (cm)
sp = skala peta
23
Tabel 3.5 Klasifikasi Kemiringan Lereng Berdasarkan Van Zuidam (1983,
dalam Hindartan, 1994)
24
- Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya gypsum, kalsit,
dolomite dan rijang.
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan oleh
para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif.
2. Batuan Sedimen Klastik
a. Pengertian Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau
pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan
sedimen itu sendiri (Pettijohn, 1975). Batuan sedimen diendapkan dengan
proses mekanis, terbagi dalam dua golongan besar dan pembagian ini
berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara terbentuknya batuan tersebut
berdasarkan proses pengendapan baik yang terbentuk dilingkungan darat
maupun di lingkungan laut. Batuan yang ukurannya besar seperti breksi dapat
terjadi pengendapan langsung dari ledakan gunungapi yang diendapkan di
sekitar gunung tersebut dan dapat juga diendapkan di lingkungan sungai dan
batupasir bisa terjadi di lingkungan laut, sungai dan danau. Semua batuan di
atas tersebut termasuk ke dalam golongan detritus kasar.
Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau, serpih,
batulempung dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya
diendapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam (Pettijohn,
1975). Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis
maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu
cekungan pengendapan (Pettijohn, 1975). Setelah pengendapan berlangsung
sedimen mengalami diagenesa yakni, proses-proses yang berlangsung pada
temperatur rendah di dalam suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal
ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras
(Pettijohn, 1975). Proses diagenesa antara lain:
25
sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dengan yang
lain menjadi rapat.
- Sementasi yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen
dan secara kimiawi mengikat butir-butir sedimen satu dengan yang lain.
Sementasi makin efektif bila derajat kelurusan larutan (permeabilitas
relatif) pada ruang antar butir makin besar.
- Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dalam suatu
larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sadimen selama
diagenesa atau jauh sabelumnya. Reksriatalisasi sangat umum terjadi
pada pembentukan batuan karbonat.
- Autigenesis yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenetik,
sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu
sedimen. Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut :
karbonat, silika, klorite, illite, gipsum dan lain-lain. Metasomatisme
yaitu penggantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik,
tanpa pengurangan volume asal.
26
baik dan butiran membundar tanggung – membundar. Komposisi batupasir
terdapat butiran (fragmen batuan/litik, kuarsa, felspar, dan mineral-mineral
lainnya), matrik dan semen.
2) Konglomerat dan Breksi
Kenampakan yang penting untuk mendeskripsi batuan ini adalah jenis
klastik yang hadir dan tekstur batuan tersebut. Berdasarkan asal – usul klastik
penyusun konglomerat dan breksi terbagi 2, yaitu klastik intra- formasi dan
klastik ekstraformasi. Klastik intraformasi, berasal dari dalam cekungan
pengendapan, banyak fragmen mudrock atau batugamping mikritik yang
dilepaskan oleh erosi atau pengawetan sepanjang garis pantai. Klastik
ekstraformasi, berasal dari luar cekungan pengendapan dan lebih tua daripada
sedimen yang melingkupi cekungan tersebut. Berdasarkan macam klastik jenis
konglomerat dibagi menjadi konglomerat polimiktik, terdiri dari bermacam –
macam jenis klastik yang berbeda dan konglomerat monomitik atau oligomiktik
terdiri dari satu jenis klastik.
27
pengendapan yang merupakan rombakan dari batuan yang terbentuk
lebih dahulu dan di endapkan disuatu tempat. Proses pertama biasa
terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses kedua
diendapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan
karbonat ini banyak sekali macamnya tergantung pada material
penyusunnya.
Golongan Silika, proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara
pross organik dan kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk
golongan ini rijang (chert), radiolaria dan tanah diatom. Batuan golongan
ini tersebarnya hanya sedikit dan terbatas sekali.
Golongan Evaporit, proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air
yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan
ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup, sehingga
sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsur-unsur tertentu. Dan faktor
yang penting juga adalah tingginya penguapan maka akan terbentuk
suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk
kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
Golongan Batubara, batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur
organik yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan
tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di
atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya pelapukan.
Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus
memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati
tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut.
B. Batuan Beku
Batuan beku atau batuan igneous (dari Bahasa Latin ignis “api”) adalah
jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras dengan
atau tanpa proses kristalisasi. Baik di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif
(vulkanik). Batuan beku diklasifikasikan menjadi 2, yaitu berdasarkan genetik
(tempat terjadinya) dan megaskopis IUGS- 1973.
28
Klasifikasi batuan beku berdasarkan genetik (tempat terjadinya) dibagi menjadi
bataun beku intrusif dan ekstrusif. Batuan beku intrusif terbentuk di bawah
permukaan bumi, sering juga disebut batuan beku dalam atau batuan beku
plutonik. Batuan beku ini mempunyai karakteristik diantaranya, pendinginan
sangat lambat (hingga jutaan tahun), memungkinkan tumbuhnya kristal – kristal
yang besar dan sempurna bentuknya dan menjadi tubuh batuan beku intrusif.
Berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya,
struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi 2, yaitu konkordan dan
diskordan. Selanjutnya batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses
pembekuannya berlangsung di permukaan bumi. Lava pada batuan beku ini
memiliki berbagai struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi
pada saat pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya sheeting joint,
columnar joint, pillow lava, vesikular, amigdaloidal dan struktur aliran.
Golongan Afanitik yaitu batuan beku bertekstur afanitik (berbutir halus < 1 mm),
mineral-mineralnya tidak dapat dibedakan dengan mata biasa/loupe, sehingga
batuan beku jenis ini tidak dapat ditentukan prosentase mineraloginya secara
megaskopik. Komposisi mineralnya diperkirakan berdasarkan warna batuan
karena umumnya mencerminkan proporsi mineral yang dikandung, proporsi
mineral felsik (berwarna terang) dan mineral mafik (berwarna gelap). Semakin
banyak mineral mafik, semakin gelap warna batuannya.
29
masing mineral Q/F, A, P. azUntuk penamaan batuan beku afanitik dan batuan
beku faneritik dapat dilihat pada (Gambar 3.2)
30
Gambar 3.3 Klasifikasi Batuan Karbonat Berdasarkan Dunham, 1962.
31
3.5.2.3 Lingkungan Pengendapan
Ini bertujuan untuk mengetahui daerah diendapkannya lapisan yang
akan diteliti. Tempat pengendapan dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan
biologis dimana sedimen tersebut diendapkan.
Di dalam analisa struktur lipatan, hubungan sudut antara garis dan bidang
dapat diselesaikan dengan deskripsi geometri. Cara yang lebih praktis adalah
dengan menggunakan jaring stereografi, terutama bila kita berhadapan dengan
struktur yang kompleks. Suatu hasil pengukuran kedudukan bidang- bidang
32
perlapisan diplot pada jaring stereografi. Hasil perpotongan dari proyeksi-
proyeksi tersebut akan mengumpul pada satu titik yang disebut Diagram Beta
(β), yang menunjukan kedudukan sumbu lipatan (Gambar 3.4). Apabila diplot
kutub-kutub dari bidangnya, akan menghasilkan kelompok titik-titik proyeksi
yang penyebarannya mengikuti garis lingkaran besar. Titik-titik proyeksi ini
disebut Diagram S-Pole.
3.5.3.2 Strike/Dip
Analisa jurus dan kemiringan diperlukan adanya bantuan dari kompas
geologi, untuk pengukuran komponen arah yang harus diperhatikan adalah bagian
bulls eye, jarum kompas, klinometer, dan lingkaran pembagian derajat dan untuk
pengukuran arah kemiringan lapisan, tempelkan bagian belakang kompas (bagian
bawah engsel cermin) pada bidang lapisan paling atas, dengan posisi kompas
tegak lurus.
3.5.3.3 Kekar
33
landsat. Cara pendekatan untuk menganalisa kekar yaitu dengan melihat gejala
yang terdapat pada jalur sesar. Mengingat bahwa akibat gerak dari sesar, struktur
kekar juga dapat terbentuk.
34
kipas alluvial ini berada di kaki bukit.
c) Endapan sungai yang telah bermeander dengan ciri – ciri single channel,
yaitu alurnya biasanya hanya satu. Slope kecil dan erosi yang intensif ke
arah lateral. Adanya desa – desa yang mempunyai pola tertentu, misalnya
melengkung – melengkung (bekas danau tapal kuda atau ex Bow Lake).
Cross bedding dapat dijumpai dalam skala kecil.
35
pengaruh ombak sangat besar. Material yang diendapkan mempunyai
kemiringan yang lebih besar sesuai dengan initial dip, jika dibanding
dengan delta front. Komposisinya, yaitu lempung, pasir dan lanau,
kadang-kadang bagian prodelta dijumpai batu gamping yang disebabkan
influx sedimen dari darat yang besar, sehingga menghambat pertumbuhan
batugamping. Bagian ini mungkin sekali dijumpai konversi silika
ataupun oksida besi.
36
DIAGRAM ALIR PEMETAAN GEOLOGI PENDAHULUAN
37