Disusun oleh :
Firda Nurul Diah Ashshoffa 14030244015
Tania Sukma Wahyu Arisna 14030244026
Hana Angella Monova 14030244044
A. Latar Belakang
Teknologi reproduksi telah dikembangkan oleh para ahli seperti Inseminasi
Buatan, Fertilisasi In Vitro, Transfer Embrio, tenik Intra Cytoplasmic Sperm Injection
(ICSI) telah berkembang pesat (Gordon, 2004). Kemajuan bioteknologi peternakan
saat ini diarahkan pada bidang reproduksi salah satunya adalah menggunakan
Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi Buatan adalah salah satu cara untuk memasukkan
semen (sperma) yang telah dicairkan dan telah diproses dari ternak jantan ke saluran
alat kelamin betina dengan menggunakan alat yang dinamakan insemination gun.
Pengembangan Inseminasi Buatan ini memiliki keuntungan antara lain meningkatkan
produksi ternak secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan semen pejantan
yang bebas penyakit dan mempunyai mutu genetik yang tinggi serta mengurangi
biaya pemeliharaan pejantan (Tatik, et al., 2007).
Menurut Salisbury dan VanDemark (1985) penyimpanan spermatozoa dapat
dilakukan pada temperatur di atas titik beku (semen cair) dan teknik penyimpanan
pada temperatur di bawah titik beku (semen beku) pada penelitian ini digunakan
teknik penyimpanan pada temperatur di atas titik beku karena penyimpanan semen
dalam bentuk cair yaitu prosesnya lebih mudah tanpa memerlukan nitrogen cair,
transportasinya lebih mudah dan dapat digunakan pada jarak jauh karena
spermatozoanya bisa bertahan hidup 2 sampai 4 hari oleh karena itu pada penelitian
ini digunakan penyimpanan spermatozoa pada temperatur di atas titik beku (semen
cair).
Inseminasi Buatan membutuhkan pengencer untuk dapat mempertahankan
kualitas spermatozoa hewan, Menurut Hawk (1965) dalam Qomariyah, et al., (2001)
jenis pengencer terdiri dari pengencer organik, anorganik, dan pengencer gabungan
antara organik dan anorganik. Pengencer anorganik terdiri dari bahan-bahan kimia
seperti larutan NaCl, Na-sitrat, ringer Na-phospat dan lain-lain. Pengencer organik
misalnya air susu, santan kelapa dan air kelapa.
Bahan pengencer tris kuning telur terdiri dari tris Aminomethan, asam sitrat,
karbohidrat sederhana, kuning telur, penicillin, streptomycin dan aquadest. Tris
Aminomethan berfungsi sebagai buffer dan mempertahankan keseimbangan osmotik
dan keseimbangan elektrolit. Fruktosa menyediakan makanan sedangkan penggunaan
kuning telur sebagai sumber lesitin untuk mencegah efek dari cekaman dingin (cold
shock) tetapi juga mengandung resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang
membahayakan spermatozoa dan saluran reproduksi betina (Aku, et al., 2007).
Sekitar 30% dari berat telur adalah bagian dari kuning telur. Kuning telur memiliki
komposisi gizi yang lebih lengkap dibandingkan putih telur. Komposisi utama kuning
telur adalah terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin
(Sarwono, 1995) dan protein telur termasuk sempurna karena mengandung semua
jenis asam amino esensial dalam jumlah yang cukup besar (Haryanto, 1996).
Menurut Hafez (1968), mengenai guna kuning telur ayam sebagai pengencer
semen sangatlah berharga dan pada saat ini penggunaannya telah meluas di seluruh
dunia. Tetapi di dalam kuning telur juga terdapat zat yang dapat merusak fertilitas
spermatozoa sehingga bisa menjadi racun bagi spermatozoa dan juga zat-zat yang
dapat mencegah kerusakan spermatozoa selama proses pendinginan (Situmorang,
1991). Konsentrasi gliserol pada pengencer berbeda-beda. Rizal et al., (2003)
melaporkan konsentrasi gliserol 5% dalam pengencer tris kuning telur pada
pembekuan semen domba Garut menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan
konsentrasi gliserol 3% dan 7%. Hasil ini diperkuat oleh Herdis (2005) pada semen
beku domba yang sama.
Kuning telur mempunyai pengaruh cryoprotective pada sperma. Aktivitas
cryoprotective kuning telur di perantarai oleh fraksi lipoprotein densitas rendah.
Fraksi lipoprotein densitas rendah berfungsi sebagai agen lipid tambahan pada
membran plasma sel sperma. Seperti glycerol, konsentrasi optimal kuning telur pada
setiap spesies (Curry, 1995). Khasiat kuning telur di antaranya untuk
mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa
(Toelihere,1985), bersifat osmotik sebagai penyanggah sel permatozoa terhadap
larutan hipotonik dan hipertonik (Jones & Martin 1973), dan sebagai pelindung
terhadap dingin dan mencegah terjadinya peningkatan kalsium ke dalam sel yang
dapat merusak spermatozoa (Park & Graham 1992). Kuning telur dapat digunakan
sebagai pengencer semen, sumber energi dan agen protektif. Komponen kuning telur
yang bertanggung jawab sebagai agen krioprotektif ialah lesitin, fosfolipid, ekstrak
lipid, fraksi lipoprotein dan lipoprotein spesifik (Vishwanath dan Shannon, 2000).
Dosis kuning telur yang digunakan pada umumnya sangat bervariasi misalnya
pengencer semen sapi 15% - 30% v/v (Vishwanath dan Shannon 2000), semen
kambing 10 - 25% (Deka & Rao 1986 dalam Tredjo et al. 1996), dan semen domba
1.5 - 3.0% (Salamon dan Maxwell 1995).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa pengaruh penambahan kuning telur terhadap kualitas spermatozoa domba
yang disimpan pada suhu 4-5oC?
2. Berapa konsentrasi kuning telur yang terbaik untuk mempertahankan kualitas
spermatozoa domba yang disimpan pada suhu 4-5oC?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengaruh penambahan kuning telur terhadap kualitas
spermatozoa domba yang disimpan pada suhu 4-5oC.
2. Mengetahui konsentrasi kuning telur yang terbaik untuk mempertahankan
kualitas spermatozoa domba yang disimpan pada suhu 4-5oC.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Spermatozoa
Sel spermatozoa dihasilkan di bagian tubulus seminiferus yang letaknya
berada di dalam testis. Spermatozoa adalah sel yang memanjang terdiri atas
bagian kepala spermatozoa, akrosom, ekor spermatozoa, dan bagian membran
plasma (Toelihere, 2006). Spermatozoa sapi maupun kambing memiliki struktur
yang sama yakni kepala spermatozoa berbentuk oval dan datar, kecuali hewan
tikus yang kepala spermatozoanya berbentuk sabit, dan nukleusnya terdiri dari
kromatin yang kompak. Kromatin yang padat tersebut mengandung DNA
kromosom dengan jumlah kromosomnya adalah haploid yang dihasilkan dari
pembelahan miosis pada saat pembentukan spermatozoa. Bagian kedua dari sel
spermatozoa adalah ujung anterior dari nukleus yang terdapat akrosom berfungsi
untuk menutupi spermatozoa. Akrosom adalah kantong membran berlapis ganda
yang berfungsi untuk melapisi nukleus saat tahap akhir pembentukan
spermatozoa. Akrosom mengandung enzim-enzim penting yang berperan dalam
proses fertilisasi, seperti akrosinase, hialuronidase, dan berbagai enzim hidrolisis
lainnya (Ihsan, 2013)
1. Kualitas spermatozoa
Spermatozoa yang sudah diejakulasikan akan dinilai berdasarkan
beberapa parameter agar dapat menunjang keberhasilan reproduksi.
Parameter penilaian spermatozoa yang sering digunakan diantaranya dengan
melihat motilitas, viabilitas, konsentrasi, dan integritas membran
spermatozoa (Feradis, 2010).
a. Motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa merupakan hal dasar yang sangat penting sebagai
parameter penilaian spermatozoa.
1) Gerak Massa
Gerak massa terlihat seperti gumpalan awan hitam gelap dengan
gerak sangat cepat dan berpindah-pindah. Gerak massa spermatozoa
tergantung pada konsentrasi spermatozoa yang hidup di dalamnya.
Menurut Susilawati (2011) penilaian gerak massa dapat dinilai
sebagai berikut:
- Sangat baik (+++), jika terlihat gelombang spermatozoa yang
besar dengan jumlah banyak, tampak berwarna gelap dan
geraknya sangat aktif, serta gumpalan awan hitam bergerak cepat
yang selalu berpindah tempat.
- Baik (++), jika terlihat gelombang-gelombang kecil spermatozoa
yang tipis, jarang, dan geraknya lamban.
- Lumayan (+), jika tidak terlihat gelombang-gelombang
spermatozoa, namun hanya gerakan-gerakan individual aktif
progresif.
- Buruk (0), jika terlihat hanya sedikit atau ada gerakan-gerakan
individual spermatozoa.
2) Gerak individu
Penilaian gerak individu dapat diketahuai dengan cara menggunakan
pengamatan visual. Gerak individu mempunyai beberapa parameter
menurut Feradis (2010) yakni diantaranya:
- Gerakan terbaik adalah gerakan progresif atau gerakan aktif maju
ke depan.
- Gerakan melingkar atau gerakan mundur adalah tanda-tanda
spermatozoa telah mengalami cold shock atau media semen yang
kurang isotonik.
- Gerakan berayun dan berputar-putar di tempat tanda semen yang
sudah tua.
- Kebanyakan spermatozoa yang berhenti bergerak, maka dianggap
sudah mati.
b. Viabilitas Spermatozoa
Menurut Susilawati (2011) penilaian viabilitas spermatozoa sangat
penting karena untuk mengetahui daya hidup sel spermatozoa selama
berada di dalam pengencer. Pengujian dilakukan dengan cara diberikan
pewarnaan menggunakan eosin-negrosin. Ketika dilakukan pengujian
viabilitas spermatozoa, maka terlihat hasil bahwa sel-sel spermatozoa
yang masih hidup akan sedikit atau tidak sama sekali menyerap warna,
sedangkan sel-sel spermatozoa yang mati akan dapat menyerap warna
sehingga nampak berubah warna menjadi merah atau merah muda
(Anggraeny dkk., 2004).
B. Pengencer Semen
Syarat-syarat untuk dapat digunakan sebagai pengencer seharusnya bahan-
bahan yang digunakan hendaknya murah, sederhana, dan praktis. Sebaiknya juga
diperhatikan pengencer mengandung unsur-unsur yang sifat fisik dan kimianya
hampir sama dengan spermatozoa. Pengencer juga harus dapat mempertahankan
dan tidak membatasi fertilisasi spermatozoa, terlebih lagi tidak boleh
mengandung toksik. Saat penilaian motilitas spermatozoa harus dapat terlihat
dengan mudah agar nilai pergerakan semen dapat ditentukan (Feradis, 2010)
Untuk dapat melakukan penyimpanan semen beku kambing dengan
pengencer alternatif yang mudah didapat dan kualitasnya baik, salah satunya
adalah menggunakan pengencer dasar Tris. Pengencer dasar Tris tersusun atas:
Tris, asam sitrat, fruktosa, antibiotik, dan akuabidestilata. Kelebihan dari
pengencer dasar Tris adalah telah mengandung antibiotik (sebelum ditambahkan
kuning telur) dan dapat disimpan dalam refrigerator suhu 3-5oC hingga tujuh hari
tanpa mengurangi daya preservasinya terhadap spermatozoa (Rizal, 2009).
Kelebihan lain dari pengencer dasar Tris adalah komposisi karbohidratnya sesuai
dengan substrat utama yang digunakan dalam metabolisme spermatozoa.
Selain penggunaan bahan pengencer, pemilihan jenis krioprotektan yang
mengandung bahan untuk melindungi membran sel pada saat pembekuan juga
harus memiliki bobot molekul yang kecil agar lebih mudah dan cepat melakukan
penetrasi ke dalam sel sehingga mengurangi toksisitas akibat osmolaritas yang
tinggi (Sukarjati, 2012).
C. Krioprotektan Ekstraseluler
Krioprotektan ekstraseluler adalah krioprotektan yang tidak dapat menembus
membran plasma sel karena berat molekulnya yang besar. Umumnya
krioprotektan ekstraseluler tidak dapat larut dalam lemak sehingga tidak dapat
menembus membran plasma sel dengan komponen utama penyusunnya
didominasi oleh lemak. Krioprotektan ekstraseluler yang biasa digunakan dalam
proses pembekuan semen adalah lipoprotein dan protein yang kandungannya ada
di dalam kuning telur (Rizal, 2009).
Kuning telur memberikan perlindungan selama proses pendinginan maupun
pencairan kembali. Kuning telur mengandung lipoprotein dan lesitin yang dapat
melapisi membran plasma sel sehingga mampu mempertahankan dan melindungi
integritas membran sel spermatozoa serta melindungi spermatozoa dari cekaman
dingin (Toliehere, 2006). Masalah umum yang terjadi adalah krioprotektan
ekstraseluler berupa kuning telur menyebabkan menurunnya motilitas dan
viabilitas spermatozoa (Gazali dan Tambing, 2002).
Egg Yolk Coagulating Enzyme (EYCE) merupakan salah satu enzim
antibeku yang terdapat dalam plasma semen kambing. EYCE diduga ialah enzim
fosfolipase A yang disekresikan oleh kelenjar bulbouretralis (kelenjar cowper)
dan bila bereaksi dengan kuning telur yang terdapat dalam media pengencer
semen akan mengakibatkan kematian bagi spermatozoa. Enzim fosfolipase A
menguraikan lesitin dari kuning telur menjadi lisolesitin dan asam lemak tidak
jenuh yang bersifat toksik. Pembentukan lisolesitin terjadi karena fosfolipase A
memutus gugus R2 dari lesitin yang digantikan oleh asam oleat yakni suatu asam
lemak tidak jenuh. Toksisitas EYCE dapat mempengaruhi oleh kadar pH,
temperatur, seminal plasma spermatozoa pada saat musim kawin, dan
perkembangbiakan dengan menggunakan pengencer yang berbasis kuning telur
(Gazali dan Tambing, 2002).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat eksperimen karena terdapat
variabel kontrol, variabel manipulasi, dan variabel respon.
C. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah spermatozoa domba.
D. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Variabel manipulasi berupa konsentrasi pengencer (0%, 10%, 15%, 20%)
2. Variabel respon berupa kualitas spermatozoa (motilitas dan viabilitas)
3. Variabel kontrol yaitu jenis semen, jenis pengencer, volume semen, volume
pengencer, suhu penyimpanan, waktu penyimpanan.
Membersihkan
semua merendamnya Rebus dengan
Gosok dan
peralatan dengan teepol air panas ( 5
bilas ( 5 kali)
menggunakan semalam menit)
air mengalir
Sterilisasi Sterilisasi
basah kering Bilas dengan
Keringkan
(peralatan (peralatan dari air DO (2 kali)
plastik) gelas)
Sterilisasi dengan
menggunakan membrane
milipor di LAF
Pengencer Tris
Semen Bebek
menyemprotkan tris
simpan dalam tabung sentrifus plastik
steril dalam keadaan hangat (suhu 37oC)
Semen bebek
Teteskan pada gelas objek
Ambil pewarna eosin negrosin,
teteskan pada gelas obyek yang sama
dengan semen
Buat hapusan antara semen dan eosin
negrosin dnegan menggunakan ujung
gelas obyek
Amati dibawah mikroskop
0% 0% 0%
11%
10% 10% 11%
13%
Pagi 17%
15% 15% 20%
19%
0%
Senin,
20% 0% 2%
27-02-2017
0%
0% 0% 0%
3%
10% 0% 1%
Sore
3%
15%
15% 10% 17%
14%
20% 0% 0%
50
Rabu pagi
Rabu sore
40
Kamis pagi
30 Kamis sore
Jumat pagi
20 Jumat sore
Senin pagi
10
Senin sore
0
0% 10% 15% 20%
70
Rabu pagi
60
Rabu sore
50 Kamis pagi
40 Kamis sore
Jumat pagi
30
Jumat sore
20 Senin pagi
10 Senin sore
0
0% 10% 15% 20%
B. Pembahasan
Semen domba yang diperoleh dari Teaching Farm Gresik diperlakukan dengan
teknik penyimpanan dalam bentuk cair yang mana semen disimpan dalam suhu
rendah pada refrigerator suhu 4°-5°C. Penyimpanan dilakukan untuk memperpanjang
masa hidup spermatozoa agar mampu digunakan dalam waktu lama. Hal tersebut
dikarenakan suhu rendah mampu meminimalkan laju metabolisme spermatozoa.
Dalam penyimpanan dibutuhkan pengencer yang tepat sesuai dengan syarat suatu
pengencer yaitu mengandung nutrisi serta mampu melindungi spermatozoa
(Dwadmaji, 2007). Selain itu, pada teknik penyimpanan dilakukan metode water
jacket. Water jacket adalah penambahan air pada beker gelas sebagai tempat
meletakkan tabung reaksi yang berisi semen setelah diencerkan. Metode ini berfungsi
untuk mencegah terjadinya cold shock (Indriani, et al., 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis diketahui bahwa semen
domba yang digunakan dalam keadaan nomal memiliki volume sebanyak 1,5 ml
dengan warna putih kekuningan, kental serta pH berkisar antara 6-7. Sedangkan pada
pengamatan semen normal secara mikroskopis didapatkan mortilitas 90%, gelombang
massa sangat baik (+++), dan konsentrasi 2452 jt/ml. hal ini didukung oleh WHO
(2010) yang menyatakan bahwa semen yang normal memiliki warna putih keabu-
abuan, volumenya ≥1,5 mL dengan konsentrasi ≥ 20 juta sperma per mL. motilitas
normal yaitu apabila nilai progressive motility (PR) ≥32 % atau PR +NP ≥ 40 %, nilai
viabilitas semen normal adalah ≥58 %.
Pengencer yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengencer Tris-kuning
telur dengan konsentrasi 0%, 10%, 15% dan 20%. Spermatozoa yang cepat mati
adalah spermatozoa yang diencerkan dalam konsentrasi 0% yaitu mati pada hari ke-3,
sedangkan spermatozoa yang paling lama bertahan hidup adalah spermatozoa yang
diencerkan dengan konsentrasi 15% dengan kurun waktu 6 hari. Hal ini dikarenakan
pada konsentrasi 0% hanya menggunakan Tris 200 ml tanpa ada suplementasi kuning
telur, sedangkan pada konsentrasi 15% menggunakan perbandingan Tris 200 ml dan
suplementasi kuning telur sebesar 30 ml. berdasarkan hasil diketahui bahwa
konsentrasi 15% merupakan pengencer yang cocok atau optimum bagi penyimpanan
spermatozoa domba dalam suhu 4-5°C. Dibandingkan dengan konsentrasi 20%,
pengencer konsentrasi 15% lebih baik. Hal ini dikarenakan kuning telur dengan kadar
berlebih dapat menimbulkan efek toksik bagi spermatozoa (Rizal dan Herdis, 2008).
Pengencer yang digunakan adalah Tris-kuning telur dengan komposisi bahan
yaitu Tris (buffer), penisilin dan streptomisin (antibiotik), asam sitrat, glukosa dan
fruktosa (energi) serta penambahan kuning telur sebagai krioprotektan. Tris berperan
sebagai buffer yang bertugas untuk menstabilkan pH selama penyimpanan. Penisilin
dan streptomisin merupakan antibiotik yang biasa digunakan dalam pembuatan
pengencer dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Glukosa dan
fruktosa berperan sebagai penyedia energi selama penyimpanan. Kuning telur sebagai
krioprotektan ekstraseluler yang mampu melindungi membran spermatozoa dari luar
sel. Menurut Ducha (2012), penambahan pada media pengencer yang mengandung
sumber energi berupa fruktosa, mineral, pH, dan osmolaritas yang sama dengan
keadaan plasma kauda epididimis mampu mempertahankan motilitas selama masa
penyimpanan.
Pengenceran dilakukan untuk meminimalkan penggunaan nutrisi untuk keperluan
metabolisme spermatozoa. Jika semakin banyak spermatozoa maka nutrisi akan cepat
habis dan produksi ATP pada mitokondria akan terhambat. Motilitas spermatozoa
bergantung pada produksi ATP oleh mitokondria pada bagian ekor spermatozoa yang
mensintesis energi dari fruktosa yang terkandung dalam media pengencer. Selain itu,
penambahan glukosa dapat berperan sebagai sumber energi tambahan untuk
pergerakan spermatozoa selama penyimpanan (Feradis, 2010).
Selain faktor dari komposisi pengencer yang dapat mempengaruhi menurunnya
kualitas spermatozoa, faktor lainnya yang dapat mempengaruhi yaitu seringnya
membuka dan menutupnya refrigerator sehingga terjadi perubahan suhu, faktor
pengamatan yang kurang terampil dalam melakukan pengamatan semen di bawah
mikroskop sehingga menimbulkan jeda waktu yang lama serta kurangnya fasilitas
seperti mikroskop yang menunjang pengamatan.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Penambahan kuning telur berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa
domba yang disimpan pada suhu 4-5oC. Penyimpanan semen disimpan
dalam suhu rendah pada refrigerator suhu 4°-5°C dilakukan untuk
memperpanjang masa hidup spermatozoa agar mampu digunakan dalam
waktu lama sedangkan kuning telur sebagai krioprotektan ekstraseluler
yang mampu melindungi membran spermatozoa dari luar sel.
2. Spermatozoa yang paling lama bertahan hidup adalah spermatozoa yang
diencerkan dengan konsentrasi 15% dengan kurun waktu 6 hari.
B. Saran
Adapun saran dalam melakukan praktikum yang telah dilakukan yaitu:
1. Diperlukan ketelitian dalam mengamati gerak motilitas spermatozoa
2. Diupayakan suhu penyimpanan spermatozoa yang telah dilakukan
pengenceran dijaga karena dapat berpengaruh terhadap hasil pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Aku S.A., N. Sandiah, D.P. Sadsoeitoeboenz, M. Rizal dan Herdis. 2007. Manfaat
Lesitin Nabati pada Preservasi dan Kriopreservasi Semen: Suatu Kajian
Pustaka. Animal Reproduction 9 (1): 49-52
Anggraeny, Yenny Nur., Affandhy, Lukman., dan Rasyid, Ainur. 2004. Effektifitas
Substitusi Pengencer Tris-Sitrat Dan Kolesterol Menggunakan Air Kelapa
Dan Kuning Telur Terhadap Kualitas Semen Beku Sapi Potong. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner 2004.
Curry, M.R., 1995. Kriopreservasi of Semen from Domestic Livestocks. In:
Cryopreservasi and Freeze-Drying Protocol. Totowa, NJ : Humana Press
Inc.,
Ducha N, 2012. Suplementasi Kuning Telur dalam Pengencer CEP-2 Terhadap
Kualitas dan Intregitas Membran Spermatozoa Sapi Limousin Selama
Penyimpanan Pada Suhu 4-5°C. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Malang:
Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Dwadmadji, Siwitri Kadarsih, Edi Sutrisno dan Yanti Fisniarsih. 2007. Pengaruh
Pengencer Kuning Telur dengan Air Kelapa dan Lama Penyimpanan terhadap
Kualitas Semen Kambing Nubian. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2,
No. 2. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Diakses
di ejournal.unib.ac.id
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Alfabeta.
Gazali, M. dan S.N. Tambing. 2002. Kriopreservasi Sel Spermatozoa. Jurnal Hayati.
Hal. 27-32.
Gordon, Ian. 2004. Reproductive Technology in Farm Animal. London. CABI
Publishing.
Hafez, E. S. E., 1968. Adaptation of Domestic Animals. Philadelfia : Lea and
Febiger.
Haryanto, 1996. Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta : Kanisius.
Herdis. 2005. Optimalisasi Inseminasi Buatan Melalui Aplikasi Teknologi
Laserfunktur pada Domba Garut. Desertasi. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana
IPB
Ihsan, M. N. 2013. Pembekuan Vitrifikasi Semen Kambing Boer Dengan Tingkat
Gliserol Berbeda. J. Ternak Tropika Vol. 14, No.2: 38-45. Bagian Produksi
Ternak Fakultas Peternakan UB Malang.
Indraini, Trinil Susilawati, Sri Wahyuningsih. 2013. Daya Hidup Spermatozoa Sapi
Limousin yang Dipreservasi dengan Metode Water Jacket dan Free Water
Jacket. Jurnal Veteriner Vol.14 No.3. Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya.
Jones RC, Martin ICA. 1973. The Effects of Dilution Egg Yolk and Cooling To 50C
on the Ultrastructure ff Ram Spermatozoa. Journal Reprod Fert 35:311-320.
Parks JE, Graham JK. 1992. Effects of Cryopreservation Procedures on Sperm
Membranes. Theriogenology 38:209-222
Perez, F., J. Mosqueda, H. Gonzales, Valencia. 2008. Viability of Fresh and Frozen
Bull Sperm Compared By Two Staining Techniques. Acta Veterinaria
Brasilica. Vol. 2 No. 4 123-130.
Qomariyah, S. Mihardja, dan R. Idi. 2001. Pengaruh Kombinasi Kuning Telur
Dengan Air Kelapa Terhadap Daya Tahan Hidup dan Abnormalitas
Spermatozoa Domba Priangan Pada Penyimpanan Suhu Refrigerator.
(Online). http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pronas-29.pdf
diakses tanggal 5 Maret 2017.
Rizal, M. 2009. Daya Hidup Spermatozoa Epididimis Sapi Bali yang Dipreservasi
pada Suhu 3-5oC dalam Pengencer Tris dengan Konsentrasi Laktosa yang
Berbeda. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Indonesian. Vol. 14: 142-149.
Rizal, M.M.R, Toelihere, T.L, Yusuf B. Purwantara, dan P. Situmorang. 2003.
Kualitas Semen Beku Domba Garut dalam Berbagai Konsentrasi Gliserol.
Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 7 (3) : 194-199.
Rizal, Muhammad dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan pada Domba. Jakarta:
Rineka Cipta.
Salamon S, Maxwell WMC. 1995. Frozen Storage of Ram Semen I: Processing,
Freezing, Thawing and Fertility After Cervical Insemination. Anim Reprod Sci
37.
Salisbury, G.W. dan N.L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan pada Sapi. (diterjemahkan oleh : R. Djanuar). Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Sarwono, B., 1995. Pengawetan Telur Segar. Yogyakarta : Kanisius
Situmorang, P., 1993. Meningkatkan Produksi Ternak Kerbau Melalui Inseminasi
Buatan (IB).Makalah Seminar Aplikasi Teknologi di Medan Johor, Medan, 3
sampai 5 Juli 1993.
Sukarjati. 2012. Hubungan Motilitas Dan Viabilitas Spermatozoa Dengan Kadar
Reactive Oxygen Species Pada Inkubasi Spermatozoa Manusia Dengan
Granulosit Secara In Vitro. Jurnal Wahana. Vol 59 (2).
Susilawati, T. 2011. Spermatozoatology. Malang. Universitas Brawijaya Press.
Tatik, Suteky, Siwitri Kadarsih, Yanti Fisniarsih. (2007). Pengaruh Pengencer
Kuning Telur dengan Air Kelapa dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas
Semen Kambing Nubian. (Online). http://repository.unib.ac.id/165/1/05-
Tatiek-Yanti.pdf diakses tanggal 5 Maret 2017.
Toelihere, M R., 1979.Inseminasi Pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Toelihere, M. R. 2006. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: Angkasa.
Toelihere, M. R., 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung : Angkasa
Tredjo AG, Anaya MJ, Hernandez GM. 1996. Effect of Egg Yolk Concentration and
the Cooling Rates on the Sperm Motility and Acrosomal Integ-Rity of Frozen
Caprine Semen. Proc. VI International Confer-ence on Goats, Vol. 2:854-857.
WHO, 2010. World Health Statistic 2009. Onlie. Diakses melalui www.who.int
LAMPIRAN