Anda di halaman 1dari 5

RESISTANCE TO CHANGE

respon terhadap perubahan dipengaruhi oleh bagaimana upaya perubahan yang


dilaksanakan dirasakan dan dialami oleh orang-orang secara individu dan kolektif.
Perbedaan persepsi dan pengalaman orang akan perubahan mengarah pada tanggapan
berbeda terhadap perubahan. Sesuai dengan pernyataan Menurut Ursiny & Kay (2007)
yaitu orang merespons secara berbeda terhadap perubahan. Organisasi saat ini menghadapi
perubahan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun, sangat sedikit yang
diketahui tentang tanggapan orang yang berbeda terhadap perubahan organisasi sebagai
akibat dari berbagai efek upaya perubahan organisasi terhadap individu (Briner & Kiefer,
2005). Respon masyarakat terhadap perubahan dilihat dari dua perspektif, yaitu reaksi
masyarakat terhadap perubahan (reaction to change) dan penolakan masyarakat terhadap
perubahan (resistance to change).

1. Reaction to Change

Beberapa studi tentang perubahan organisasi menunjukkan bahwa reaksi karyawan


terhadap perubahan organisasi dipengaruhi oleh disposisi individu karyawan (Oreg, 2003).
Orang bereaksi berbeda terhadap perubahan karena perbedaan dalam persepsi dan
pengalaman perubahan yang dikaitkan dengan pengaruh berbagai faktor personal,
demografis, dan organisasi atau kontekstual (Martin, Jones & Callan, 2006), yang
menandakan keragaman karyawan.

Reaksi orang-orang terhadap upaya perubahan organisasi dibentuk oleh persepsi


dan pengalaman mereka tentang upaya perubahan organisasi (Chreim, 2006). Ketika
karyawan menganggap implementasi perubahan organisasi telah ditangani secara adil,
reaksi mereka terhadap perubahan organisasi menjadi lebih positif. Demikian pula, ketika
perubahan organisasi dianggap diprakarsai dan diterapkan secara tidak adil, reaksi
karyawan menjadi lebih negatif (Caldwell, Herold & Fedor, 2004). Persepsi yang
membentuk reaksi karyawan terhadap perubahan organisasi dipengaruhi oleh ketersediaan
atau tidak tersedianya informasi tentang upaya perubahan kepada karyawan, serta merasa
nyaman dengan atau takut akan perubahan (Vithessonthi, 2007).

2. Resistance to Change
Respon terhadap perubahan bervariasi, Ada yang positif dan sebaliknya ada
yang negatif. Respon negatif terhadap perubahan ini dikenal dengan istilah resistance to
change (RTC). Bovey dan Hede (2001) menjelaskan RTC dalam kehidupan
berorganisasi adalah permasalahan yang selalu muncul jika manajemen dari organisasi
melakukan perubahan pada organisasi.
Secara sederhana Lines (2004) menjelaskan RTC sebagai kecenderungan
individu untuk menunjukkan perilaku yang tidak menghendaki adanya perubahan.
Sejalan dengan yang dikemukakan Oreg (2006) bahwa RTC merupakan tendensi atau
kecenderungan seseorang untuk bertahan atau menolak perubahan, tidak menghargai
perubahan dan menunjukkan adanya permusuhan dengan berbagai konteks dan jenis
perubahan disekitarnya.

Oreg (2003; 2006) menjelaskan bahwa ada empat dimensi yang dapat
menjelaskan munculnya RTC pada individu. Keempat dimensi tersebut adalah :

1. Routine Seeking, dipahami sebagai aktivitas yang diperlihatkan individu dengan


mengekspresikan rendahnya dorongan untuk mencari stimulation atau sensasi dalam
aktivitas sehari-harinya. Individu yang didominasi oleh routine seeking biasanya
lebih senang melakukan tugas-tugas yang telah rutin dikerjakannya dibandingkan
melakukan tugas-tugas baru. Individu dengan routine seeking yang kuat juga
cenderung susah untuk mengadakan pembaharuan atau improvement pada cara-cara
kerjanya.

2. Emotional Reaction To Impose Change, berkaitan dengan resiliensi psikologis


dan kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak lepas kendali dalam situasi
yang menuntut perubahan. Individu yang mengalami RTC menunjukkan reaksi
emosi yang tidak mencerminkan kelenturan dan kemampuan coping dalam
menghadapi perubahan. Individu akan merasa tertekan, sulit menerima perubahan.
Individu juga akan cenderung gegabah dalam menyikapi perubahan dan tidak
menggunakan pertimbangan untuk waktu jangka panjang dalam menghadapi
perubahan.

3. Cognitive Rigidity, dijelaskan dengan memberikan gambaran terkait pola pikir


individu. Sekali individu mengambil kesimpulan tentang suatu hal, maka tidak
merubah pemahamannya atau kesimpulan tersebut dan hal ini cenderung konsisten
sepanjang waktu.

4. Short-Term Focus, berkaitan dengan pengelolaan reaksi ketidaknyamanan yang


dirasakannya karena perubahan. Hal ini dapat terlihat pada perilaku atau reaksi yang
tidak rasional ketika menghadapi perubahan. Jika tidak dapat dikelola dengan benar,
reaksi tidak rasional ini akan tetap ada walaupun perubahan yang dialami sudah
lama terjadinya.
Bourne dan Bourne (2000) menyoroti faktor-faktor lain yang mendasari penolakan
karyawan terhadap perubahan, yaitu kurangnya komunikasi, kurangnya keinginan untuk
berubah, kurangnya penerimaan terhadap perubahan, serta kurangnya insentif. Temuan
penting lainnya juga menemukan bahwa dari 1.532 agen perubahan yang telah melakukan
program perubahan, hanya 41 persen dari total program yang dianggap sukses (Jorgensen,
Owen & Heus, 2009). Dalam studi lain, setengah dari semua perubahan organisasi gagal
(Ford & Ford, 2009).
2.1. Penyebab Resistance to Change

Menurut Strebel (1996), manajer dan karyawan memandang perubahan organisasi


secara berbeda. Untuk manajer, perubahan organisasi menunjukkan peluang, sementara
untuk karyawan, perubahan organisasi dipandang sebagai mengganggu dan mengganggu.
Ketika manajer menerapkan inisiatif perubahan melalui keputusan sepihak, perubahan
organisasi menjadi dianggap mengganggu, karena diterapkan tanpa persetujuan, atau
konsultasi dengan, karyawan. Karena alasan ini, perubahan organisasi dianggap sebagai
penyerbuan ruang pribadi dan organisasi karyawan. Menghadapi situasi ini, karyawan,
sebagai individu atau kelompok, terlibat dalam perlawanan terhadap perubahan sebagai
cara melindungi ruang pribadi dan organisasi mereka.

Terlepas dari kenyataan bahwa perubahan diterapkan untuk alasan positif, anggota
organisasi sering bereaksi terhadap upaya perubahan secara negatif dan menolak
perubahan (Boohene & Williams, 2012). Alasan utama di balik reaksi negatif ini adalah
karena tekanan, stres dan ketidakpastian yang datang dengan perubahan (Armenakis &
Bedeian, 1999).

Alasan mengapa banyak organisasi gagal mencapai inisiatif perubahan terkait


dengan meremehkan pengaruh perubahan pada individu (Kavanagh & Ashkanasy, 2006).
Oleh karena itu, mengabaikan persepsi psikologis karyawan terhadap perubahan
menyebabkan kegagalan inisiatif perubahan dalam organisasi (Devos, Buelens &
Bouckenooghe 2007). Meskipun, untuk implementasi perubahan yang berhasil, perlu
untuk mengelola transisi psikologis karyawan secara efektif (Armenakis & Bedian, 1999;
Martin, Jones & Callan, 2005). Selain itu, dampak perubahan yang berbeda pada setiap
orang dan sifat perubahan harus dipertimbangkan (Mullins, 2005).

2.2 Dampak Resistance to Change

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa RTC memberikan dampak yang negatif


terhadap munculnya tingkah laku positif dan tingkah laku produktif seperti tingkah
laku inovatif (Nindyati, 2009), menurunnya komitmen organisasi, meningkatnya
jumlah keterlambatan dan ketidakhadiran individu (King & Anderson, 2003) dan
kepuasan kerja (Prima & Nindyati, 2007).
Sikap individu yang seperti ini dapat menghalangi proses perubahan dan
dapat meningkatkan kerugian organisasi (Metselaar; Del Val & Fuentes; dalam Janou
Vos, 2006). Pengaruh Persepsi yang signifikan dan mendalam dalam setiap proses
perubahan, terutama dalam menciptakan resistensi terhadap perubahan, menjadi alasan
dimana resistensi terhadap perubahan disorot sebagai penghalang bagi implementasi
intervensi perubahan organisasi yang efektif dan berhasil (Prosci, 2003; Van Tonder,
2004b; Kreitner & Kinicke, 2004; Coetzee & Stanz, 2007).

Menurut Coch dan French (1948: 521), resistensi terhadap perubahan adalah
kombinasi dari reaksi individu terhadap frustrasi dengan kekuatan yang diinduksi oleh
kelompok. Agocs (1997: 918) mendefinisikan resistensi terhadap perubahan sebagai pola
perilaku organisasi yang digunakan pembuat keputusan dalam organisasi untuk secara aktif
menolak untuk mengimplementasikan, menekan atau bahkan membongkar proposal dan
inisiatif perubahan. definisi definisi tersebut menunjukkan bahwa penolakan terhadap
perubahan adalah negatif dan karenanya harus dihindari, diminimalkan, atau dihilangkan.
Karenanya perilaku melawan perubahan harus ditangani secara empati dan tegas, agar
dapat membawa inisiatif perubahan transformasional dengan baik. Bregman (2009),
Haberman (2010), Ford dan Ford (2010), dan Phoenix (2011) mengkonfirmasi bahwa
resistensi terhadap perubahan dapat menyebabkan jatuhnya inisiatif perubahan organisasi.

Rodda (2007), melakukan studi empiris pada pemeriksaan reaksi karyawan


terhadap perubahan organisasi, menyimpulkan bahwa pemahaman dasar psikologis dan
perilaku reaksi karyawan terhadap perubahan organisasi sangat penting bagi manajer yang
ingin mengelola dan mendukung karyawan yang terpengaruh oleh perubahan, oleh karena
itu penting untuk mengelola transisi psikologis karyawan secara efektif, selain itu kekuatan
perubahan perlu dihormati dan dikelola secara efektif. Untuk menjadi sukses, tenaga kerja
yang berdedikasi dan manajemen perubahan yang efektif diperlukan dalam organisasi.
Selain itu, dampak perubahan yang berbeda pada setiap orang dan sifat perubahan harus
dipertimbangkan (Mullins, 2005).
REFERENSI

Mdletye, A.M., Coetzee, J., & Ukpere, W.I. (2014). The Reality of Resistance to Change Behaviour
at the Department of Correctional Services of South Africa. Mediterranean Journal of
Social Sciences. 5 (3) ISSN 2039-9340 Doi:10.5901/mjss.2014.v5n3p548

Yilmaz, D., & Kilicoglu, G. (2013). Resistance to change and ways of reducing resistance in
educational organizations. European Journal of Research on Education. 1(1) 14-21.
ISSN:2417-6484

Nindyati, A.D. (2014) Pengaruh Resistance to Change Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa (Studi
Empiris Pada Mahasiswa Universitas Swasta X di Jakarta). Jurnal Universitas
Paramadina. 11 (1)

Anda mungkin juga menyukai